BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Puskesmas
adalah
Unit
Pelaksana Teknis
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota
yang
Komplementer.
Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan Perorangan harus
menerapkan azas penyelenggaran Puskesmas secara terpadu yaitu azas pertanggungjawaban wilayah,
pemberdayaan masyarakat, keterpaduan dan rujukan.
Kegiatan pelayanan kesehatan dasar di wilayah kecamatan Tempel dilayani oleh 2 puskesmas
yaitu puskesmas Tempel II dan Puskesmas Tempel I. Dari hasil kajian kebutuhan pelayanan di wilayah
kecamatan Tempel perlu ada puskesmas pelayanan dengan rawat inap. Puksesmas Tempel I terletak di
Ngebong I, Margorejo, Tempel merupakan puskesmas Non Rawat Inap.
Untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat maka perlu sarana yang
memadai dan sesuai standar pelayanan yang ditentukan. Untuk itu pada tahun anggaran 2016
mengadakan kegiatan peningkatan puskesmas menjadi rawat inap Puskesmas Tempel I. Untuk
mencapai kriteria teknis konstruksi secara kualitas yang disesuaikan dengan pembiayaan yang ada,
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
diperlukan adanya kerjasama menyeluruh dalam proses penyelenggaraan kegiatan Peningkatan
Puskesmas Menjadi Rawat Inap Tempel I bersama Konsultan Perencana, Konsultan Pengawas,
dan Kontraktor Pelaksana.
1.2. Maksud, Tujuan dan Sasaran
A. Maksud
1
Kerangka Acuan Kerja ( KAK ) ini merupakan petunjuk bagi konsultan perencana yang
memuat masukan, azas, kriteria, keluaran dan proses yang harus dipenuhi dan diperhatikan
serta diinterprestasikan ke dalam pelaksanaan tugas perencanaan.
B. Tujuan
1
C. Sasaran
Sasaran dari kegiatan ini adalah terwujudnya Dokumen Perencanaan Pembangunan
Peningkatan Puskesmas menjadi Rawat Inap Tempel I yang akan digunakan sebagai bahan untuk
menyusun Dokumen Pengadaan.
1.3. Ruang Lingkup Kegiatan
A.Lingkup Tugas
Lingkup tugas yang harus dilaksanakan oleh konsultan Perencana adalah berpedoman pada
ketentuan yang berlaku, khususnya Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara,
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 45/KPTS/M/2007 tanggal 27 Desember 2007 yang dapat
meliputi tahapan sebagai berikut:
1. Persiapan
Perencanaan
seperti
mengumpulkan
data
dan
informasi
lapangan,
gambar
detail
pelaksanaan
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
5. Membantu
pada
waktu
penjelasan
pekerjaan,
karya
perencanaan
yang
dihasilkan
harus
memenuhi
persyaratan standar
hasil karya perencanaan yang berlaku mekanisme pertanggungan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Hasil
karya
perencanaan yang
dihasilkan harus
telah
mengakomodasi batasan -
batasan yang telah diberikan oleh kegiatan, termasuk melalui KAK ini, seperti dari segi
pembiayaan, waktu penyelesaian pekerjaan dan mutu bangunan yang akan diwujudkan.
c. Hasil karya perencanaan yang dihasilkan harus telah memenuhi peraturan, standar,
dan pedoman teknis bangunan gedung yang berlaku untuk bangunan gedung pada
umumnya dan yang khusus untuk bangunan gedung negara.
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
c. Laporan data dan informasi lapangan, dll.
2. Tahap Pra - Rencana Teknis, bobot 20%
a. Gambar-gambar tapak eksisting.
b. Ruang lingkup pekerjaan disusun berdasar skala prioritas
c. Analisa harga satuan pekerjaan menggunakan SNI
d. Standar harga barang dan jasa menggunakan Standar harga barang dan jasa yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman serta mempertimbangkan harga pasar
saat ini.
e. Laporan tahapan ini.
3. Tahap Pengembangan Rencana, bobot 25%
a. Gambar Denah
b. Gambar Tampak
c. Gambar potongan
d. Laporan tahapan ini
4. Tahap Rencana Detail, bobot 25%
a. Gambar detail yang diperlukan untuk pelaksanaan
b. Perhitungan kuantitas
c. Penyusunan daftar kuantitas dan harga / Enginer Estimate (E.E.)
d. Penyusunan daftar kuantitas / Bill of Quantity (BQ)
e. Penyusunan daftar spesifikasi bahan, terutama bahan pabrikan.
f.
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
6. Tahap Pengawasan Berkala, bobot 15%
a. Melakukan penyesuaian gambar dan spesifikasi teknis pelaksanaan bila ada
perubahan.
b. Memberikan penjelasan terhadap persoalan-persoalan yang timbul selama masa
pelaksanaan konstruksi.
c. Memberikan saran-saran, pertimbangan dan rekomendasi tentang penggunaan bahan.
d. Membuat laporan akhir pengawasan berkala.
B. K r i t e r i a
1. Kriteria Umum
Pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh konsultan perencana seperti yang dimaksud pada KAK
harus memperhatikan kriteria umum bangunan disesuaikan berdasarkan fungsi dan kompleksitas
bangunan, yaitu:
a. Persyaratan Peruntukan dan Intensitas :
Menjamin bangunan gedung didirikan berdasarkan ketentuan tata ruang dan tata
bangunan yang ditetapkan di lingkungan yang bersangkutan,
menjamin bangunan dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya,
menjamin keselamatan pengguna, masyarakat, dan lingkungan.
b. Persyaratan Arsitektur dan Lingkungan :
menjamin terwujudnya bangunan gedung yang didirikan berdasarkan karakteristik
lingkungan, ketentuan wujud bangunan, dan budaya daerah, sehingga seimbang,
serasi dan selaras dengan lingkungannya (fisik, sosial dan budaya),
menjamin terwujudnya tata ruang hijau yang dapat memberikan keseimbangan dan
keserasian bangunan terhadap lingkungannya,
menjamin bangunan gedung dibangun dan dimanfaatkan dengan tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan.
c. Persyaratan Struktur Bangunan :
menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung beban yang timbul
akibat perilaku alam dan manusia (gempa,dll),
menjamin keselamatan manusia dari kemungkinan kecelakaan atau luka yang
disebabkan oleh kegagalan struktur bangunan.
menjamin kepentingan manusia dari kehilangan atau kerusakan benda yang
disebabkan oleh perilaku struktur,
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
menjamin perlindungan properti lainnya dari kerusakan fisik yang disebabkan oleh
kegagalan struktur.
d. Persyaratan Ketahanan terhadap Kebakaran :
menjamin terwujudnya sistem proteksi pasif dan aktif pada bangunan gedung.
menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung beban yang timbul
akibat perilaku alam dan manusia,
menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dibangun sedemikian rupa sehingga
mampu secara struktural stabil selama kebakaran, sehingga:
cukup waktu bagi penghuni melakukan evakuasi secara aman,
cukup waktu dan mudah bagi pasukan pemadam kebakaran memasuki
lokasi untuk memadamkan api,
dapat menghindari kerusakan pada properti lainnya.
e. Persyaratan Sarana Jalan Masuk dan Keluar :
menjamin terwujudnya bangunan gedung yang mempunyai akses yang layak, aman
dan nyaman ke dalam bangunan dan fasilitas serta layanan di dalamya,
menjamin terwujudnya upaya melindungi penghuni dari kesakitan atau luka saat
evakuasi pada keadaan darurat,
menjamin tersedianya aksesbilitas bagi penyandang cacat, khususnya untuk
bangunan fasilitas umum dan sosial,
f.
Persyaratan Pencahayaan Darurat, Tanda arah Keluar, dan Sistem Peringatan Bahaya:
menjamin tersedianya pertandaan dini yang informatif di dalam bangunan gedung
apabila terjadi keadaan darurat,
menjamin penghuni melakukan evakuasi secara mudah dan aman, apabila terjadi
keadaan darurat,
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
menjamin terwujudnya kebersihan, kesehatan dan memberikan kenyamanan bagi
penghuni bangunan dan lingkungan,
menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan sanitasi secara baik,
i.
j.
Persyaratan Pencahayaan :
menjamin terpenuhinya kebutuhan pencahayaan yang cukup, baik alami maupun
buatan dalam menunjang terselenggaranya satuan kerjadalam bangunan gedung
sesuai dengan fungsinya,
menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan pencahayaan secara
baik.
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
2. Kriteria Khusus
Kriteria khusus dimaksudkan untuk memberikan syarat -syarat yang khusus, spesifik berkaitan
dengan bangunan gedung yang akan direncanakan, baik dari segi fungsi khusus bangunan, segi
teknis lainnya, misalnya :
a. Dikaitkan dengan upaya pelestarrian atau konservasi bangunan yang ada.
b. Kesatuan perencanaan bangunan dengan lingkungan yang ada disekitar, seperti dalam
rangka implementasi penataan bangunan dan lingkungan.
c. Solusi dan batasan - batasan kontekstual , seperti faktor sosial budaya setempat,
geografi klimatologi, dan lain - lain.
C. Azas-Azas
Selain dari kriteria diatas, di dalam melaksanakan tugasnya konsultan Perencana hendaknya
memperhatikan azas-azas bangunan gedung negara sebagai berikut:
1. Bangunan gedung negara hendaknya fungsional, efisien, menarik tetapi tidak berlebihan.
2. Kreatifitas desain hendaknya tidak ditekankan pada kelatahan gaya dan kemewahan material,
tetapi pada kemampuan mengadakan sublimasi antara fungsi teknik dan fungsi sosial bangunan,
terutama sebagai bangunan pelayanan kepada masyarakat.
3. Dengan batasan tidak mengganggu produktivitas kerja, biaya investasi dan pemeliharaan
bangunan sepanjang umurnya, hendaknya diusahakan serendah mungkin.
4. Desain bangunan hendaknya dibuat sedemikian rupa, sehingga bangunan dapat dilaksanakan
dalam waktu yang pendek dan dapat dimanfaatkan secepatnya.
5. Bangunan gedung negara hendaknya dapat meningkatkan kualitas lingkungan, dan menjadi
acuan tata bangunan dan lingkungan di sekitarnya.
D. Proses Perencanaan
1. Dalam proses perencanaan untuk menghasilkan keluaran-keluaran yang diminta, konsultan
Perencana harus menyusun jadwal pertemuan berkala dengan Pengelola Kegiatan.
2. Dalam pertemuan berkala tersebut ditentukan produk awal, antara dan pokok yang harus
dihasilkan konsultan sesuai dengan rencana keluaran yang ditetapkan dalam KAK ini.
3. Dalam pelaksanaan tugas, konsultan harus selalu memperhitungkan bahwa waktu pelaksanaan
pekerjaan adalah mengikat.
1.5. Jadwal Kegiatan
A. Jangka Waktu Pelaksanaan :
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Jangka waktu pelaksanaan Perencanaan sampai dengan persiapan Dokumen Lelang Konstruksi
diperkirakan selama 1,5 (satu setengah) bulan atau 45 (empat puluh lima ) hari kalender, terhitung sejak
terbit SPMK.
Konsultan Perencana mempunyai kewajiban untuk melaksanakan Pengawasan Berkala terhadap
hasil karyanya selama pelaksanaan Konstruksi Fisik, yang diperkirakan selama 4 (empat) bulan atau 120
(seratus dua puluh) hari kalender pada tahun anggaran 2016.
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
10
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
11
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
12
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Efisiensi: dapat diwujudkan dengan pengolahan massa yang sederhana tetapi cukup efisien,
baik hubungannya dengan lingkungan alam seperti pencahayaan dan penghawaan alami, pengaturan
pola ruang yang efisien dan dengan didukung penempatan perabotan dan pengaturan pola aktivitas.
Kesederhanaan bukan menjadi kelemahan tetapi menjadi sebuah kekuatan yang kemudian dapat
mewujudkan komposisi dan proporsi bentuk yang berkesan elegan dan berwibawa, menonjol secara
bentuk namun selaras dengan lingkungan.
3.
Mudah Dicapai: Sirkulasi jelas dengan didukung tata tanda dan pengolahan pola ruang yang
tegas, tetap memberi rasa nyaman dan aman bagi pengguna, serta yang paling utama adalah pola
sirkulasi antar bangunan sebagai sebuah kawasan yang memiliki bangunan multi massa.
13
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
3.1.2. Layout Ruang
Layout ruang disusun secara tegas dengan bentuk geometris sederhana yaitu bentuk kotak yang
disusun sesuai fungsi dan hubungan ruang yang nyaman dengan orientasi yang jelas sehingga tidak
membingungkan.
Di komposisi sesuai kebutuhan fungsi ruang
Dengan mengambil bentuk dasar kotak dengan susunan yang sederhana memungkinkan
terwujudnya komposisi ruang yang memberikan kejelasan orientasi ruang.
Untuk mempertegas orientasi ruang, diletakan satu ruang sebagai pusat orientasi, dalam hal ini
Ruang Lobby sesuai untuk dijadikan sebagai pusat orientasi, karena ruang lobby merupakan ruang
penerima publik untuk mendapatkan pelayanan.
14
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Masing-masing fungsi ruang disusun dengan batasan yang tegas sesuai dengan zoning
ruangnya, pada zona pelayanan digunakan pembatas yang tegas secara fisik namun tetap bisa diakses
secara visual, hal ini untuk memberikan kesan transparansi serta kesan modern pada bangunan.
3.1.3. Sirkulasi
Bahasan pertama yang sangat penting pada bangunan bertingkat adalah sirkulasi bangunan.
Karena bangunan akan mempunyai lebih dari satu lantai, maka bagaimana akses sirkulasi bangunan
yang aman dan nyaman sangat diperlukan. Bentuk ruang sirkulasi pada bangunan pada umumnya terdiri
dari sirkulasi vertikal (tangga,eskalator,lift) dan horisontal (selasar,hall,lorong). Keduanya akan sangat
mempengaruhi disain bangunan baik pada aspek struktur dan konstruksi juga aspek-aspek lain pada
bangunan.
15
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Konfigursi Selasar
Bagian-Bagian Tangga
Konsep Difabel
Gambar 3. 5 Jalur Sirkulasi
16
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
17
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
18
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
A. Merencanakan Sistem Struktur Utama
Sistem struktur dan konstruksi bangunan dapat ditentukan terlebih dahulu untuk dapat menentukan
langkah perencanaan selanjutnya. Maksud dari penentuan sistem struktur utama terlebih dahulu
adalah agar dapat didefinisikan seberapa jauh kaitan sistem struktur ini dengan aspek bangunan
lain. Sistem struktur yang dimaksud adalah sistem struktur menurut bahan dan jenisnya, kemudiaan
juga kaitannya dengan konstruksi lainnya.
Mempertimbangkan fungsi ruang dan persayaratannya pada struktur
Langkah
pertama
untuk
menentukan
sistem
struktur
utama
adalah
dengan
mempertimbangkan aspek struktur dan aspek fungsi bangunan dengan pertimbanganpertimbangannya dalam check list sbb:
Tabel 3. 1 Pertimbangan Aspek Permasalahan dan Area Pembahasan
Permasalahan
Area Pembahasan
Ketiga pertimbangan pokok utama di atas akan menentukan pemakaian sistem struktur utama
sebuah bangunan. Tentu saja banyak aspek penunjang lain yang juga turut menentukan selanjutnya,
namun pada dasarnya ketiga aspek di atas dapat dijadikan titik pangkal untuk masuk pada apek-aspek
berikutnya pada bangunan.
19
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Permasalahan
Sistem struktur dari jenis apakah yang
paling cocok untuk ruangan dan
bangunan tertentu (pada tabel di atas)
yang sesuai dengan aspek-apek
bangunan
Bahan bangunan yang paling sesuai
seperti apakah yang tepat digunakan
untuk bangunan yang sesuai dengan
bahan struktur utama dan bahan lainnya
dalam bangunan
Area Pembahasan
Bagaimanakah persyaratan teknis bahan
struktur akan dapat digunakan pada
bangunan meliputi kemampuan bentang
dan ketinggian bangunan serta kaitannya
dengan fungsi ruang
Kesesuaian dengan aspek-aspek bangunan
dan ketersediaan bahan bangunan pada
suatu wilayah
20
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Kedua pokok bahasan di atas dapat digunakan untuk menentukan baik bahan utama
dalam sistem struktur ataupun bahan lain yang akan digunakan dalam bangunan sehingga
bangunan akan dapat menggunakan bahan bangunan secara ideal.
Permasalahan
Apakah bentuk dijadikan tujuan atau hasil
Apakah elemen-elemen struktur dipakai
sebagai elemen bentuk bangunan
Apakah sistem-sistem pada bangunan akan
berpengaruh terhadap elemen dan bentuk
bangunan
Area Pembahasan
Fungsi struktur sebagai fasilitas atau
penentu
Penentuan
penonjolan
atau
penyembunyian elemen struktur
Konstruksi-konstruksi yang melekat pada
struktur yang akan dipakai
21
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Permasalahan
Bagaimana memadukan sistem struktur
Area Pembahasan
Kaitan antara struktur utama dengan struktur atap
Permasalahan
Fungsi bentuk dan struktur
Area Pembahasan
Kemungkinan berbagai bentuk atap yang dapat
Fungsi ruang
Fungsi perlindungan
Fungsi sistem
22
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
pada atap
D. Merencanakan Dimensi Struktur Bangunan
Dimensi struktur bukan hanya berkaitan dengan dimensi struktur utama tetapi juga diperhatikan
terhadap aspek lain dalam bangunan. Dimensi masing-masing ruang struktur akan saling
mempengaruhi satu dengan yang lain. Dimensi ini ditentukan oleh arsitek atas pertimbangan halhal tersebut di atas. Dimensi tersebut mutlak harus dipenuhi oleh konstruktor sipil jika tidak
terdapat alasan teknis yang kuat, misalnya dimensi terlalu kecil hingga tidak mungkin bagi
sebuah elemen struktur dipasang dan bangunan akan runtuh, atau terlalu besar sehingga
bangunan akan menjadi sangat mahal dan tidak masuk akal dan sebagainya. Oleh karena itu
sangat disarankan adanya forum komunikasi yang baik antara arsitek dan konstruktor sipil
sebelum pre-design dihasilkan sehingga dapat ideal.
Adapun dimensi elemen seperti kolom, balok atau kuda-kuda dan sejenisnya digunakan
perkiraan yang justru dipertimbangkan terhadap aspek-aspek lain dalam bangunan terlebih
dahulu, sedangkan angka akhir dari dimensi ini harus dihasilkan dari konstruktor struktur untuk
dapat memproduksi gambar kerja yang sebenarnya pada proyek pembangunan.
Menentukan Bentangan
Bentangan adalah jarak antar dua sisi bangunan atau dua tumpuan kuda kuda atau
rangka atap lainnya. Bentangan akan mencapai jarak maksimal dengan menggunakan sistem
rangka ringan seperti kuda-kuda yang dapat terdiri dari beberapa bentuk. Untuk dapat
menentukan bentangan bangunan banyak hal yang harus dipertimbangkan;
a.
b.
23
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
c.
Sistem Pencahayaan
Sistem pencahayaan dapat ditempuh dengan pencahayaan alami dan buatan.
Pencahayaan alami lebih dianjurkan (pada siang hari) karena terbukti lebih bermanfaat
dan memberikan rasa nyaman pada fungsi-fungsi ruang atau untuk beraktifitas, dan juga
dapat menghemat energi bangunan. Sistem pencahayaan akan mempengaruhi bentang
secara langsung karena masuknya cahaya akan ditentukan oleh ukuran bukaan dan
kemampuan optimal pencapaian cahaya itu sendiri yang tidak lebih dari beberapa kali
lebar bukaannya.
d.
Sistem Penghawaan
Sistem penghawaan alami juga akan secara langsung mempengaruhi bentang
bangunan karena kemampuan untuk mengalirnya udara akan sangat dipengaruhi oleh
jarak tempuh dan sifat serta lokasi bukaan.
Menentukan Jarak Antar Bentangan
Jarak antar bentangan adalah jarak antar dua rangka utama yang tegak lurus dengan
bentangannya seperti jarak antar balok utama atau kuda kuda. Jarak antar bentangan ini sangat
penting karena akan membentuk ruangan fungsi dan juga membentuk bentukan bangunan.
Untuk mendapatkan jarak antar bentangan yang optimal perlu mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut;
a.
24
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
b.
c.
Untuk dapat menentukan jarak antar lantai satu dengan lantai di atasnya banyak juga
yang harus diperhatikan, antara lain;
a.
25
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
b.
Sistem Ruangan
Sistem-sistem ruang termasuk pencayaan, penghawaan, elektrik dan mekanik
akan memerlukan tertentu baik pada ruang fungsi ataupun ruang yang harus disediakan
di atas (plafond) atau di bawah (lantai). Dengan demikian ketinggian antar lantai jelas
akan dipengaruhi sistem-sistem ini.
c.
Ukuran Tangga
Ukuran tangga pada arah ketinggian yang dihitung dari jumlah anak tangga
dan bordesnya juga akan menentukan tinggi antar lantai. Bahkan seperti disebut dalam
bahasan tentang tangga, bahwa cara yang efisien menentukan ketinggian lantai, jumlah
ketinggian tangga inilah yang dipakai untuk menentukan bilangan terkecilnya (satuan).
Adapun angka besarnya dapat merupakan kelipatan anak tangga hingga diperoleh
kesesuaian atau terpenuhinya persyaratan ruang dengan sistem bangunan lain.
d.
Bentang Ruang
Ruang dengan bentang lebar pada lantai bawah akan membutuhkan balok
atau rangka yang berdimensi atau ketebalan yang besar juga. Dengan demikian jika
fungsi juga masih dipertahankan dengan persyaratan ketinggiannya, maka tinggi antar
lantai akan langsung dipengaruhinya.
Menentukan Tinggi Ruang Lantai Atas
Tinggi ruang lantai atas adalah ukuran yang diambil dari lantai atas ke dinding paling atas
atau pada tempat atap berada. Ukuran ini akan menentukan tinggi bangunan secara keseluruhan
ditambah dengan lantai satu. Untuk menentukan ketinggian lantai atas ini beberapa hal yang
harus diperhatikan yaitu;
a.
b.
26
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
biasanya berbeda pada lantai dasar, lantai-lantai tengah dan lantai atas. Perbedaan ketinggian ini
akibat fungsi ruang dan juga aspek proporsi dan bentuk bangunan. Hal-hal yang harus
diperhatikan untuk mendapatkan ketinggian selengkapnya adalah;
a.
b.
Proporsi Bangunan
Bangunan-bangunan bentang lebar akan lebih membentuk ketinggian atap yang
maksimal, lebih-lebih dengan sudut atap yang runcing. Permasalahan yang timbul adalah
bagaimana proporsi bangunan yang dihasilkan. Proporsi ini sangat mempengaruhi
bentuk, tampak dan juga citra bangunan sehingga pengaturan proporsi akan menentukan
juga tinggi rendah bangunan.
c.
Lokasi Bangunan
Bangunan harus aman dari gangguan situasi lingkungan di sekitarnya. Hal-hal
alamiah yang secara langsung berkaitan dngan ketinggian bangunan adalah angin dan
petir. Pada prinsipnya bangunan tidak boleh berdiri sendiri di tengah padang untuk tidak
mengundang bahaya angin atau petir. Pada kondisi lingkungan buatan juga harus
diperhatikan posisi-posisi jaringan listrik apalagi jaringan tegangan tinggi. Juga pada
bangunan yang relatif dekat dengan kepentingan trasportasi semacam bandar udara dan
sebagainya, ketinggian bangunan harus menjadi tinjauan utama.
d.
27
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
garis tersebut. Bangunan-bangunan yang berada di tepi jalan akan mempunyai ketinggian
yang minimal dan sebaliknya.
Dimensi kolom dan balok pada bangunan memang harus dihitung secara pasti, namun
bagi arsitek, prakiraan dimensi kolom dan balok ini dapat dilakukan sehingga hasil dari
perhitungan teknis struktural pada nantinya tidak akan jauh berbeda atau dengan kata lain
dimensi yang diajukan arsitek masih dapat dipakai. Sekali lagi yang harus diperhatikan adalah
bahwa arsitek membuat prakiraan ini tidak hanya berdasarkan pertimbangan aspek struktur saja
namun didasarkan pula pada aspek lain dalam bangunan, sehingga bagi konstruktor struktur
sipil, ukuran atau dimensi yang diberikan oleh arsitek idealnya tidak dirubah secara drastis, baik
bentuk atau dimensinya. Proses penyesuaian atau tawar-menawar sangat dimungkinkan untuk
mengasilkan bentuk dan dimensi yang optimal.
Pada struktur beton bertulang, untuk dapat memperkirakan bentuk dan besaran atau
dimensi kolom dan balok tentu saja aspek pertama yang dipikirkan adalah aspek bahan struktur
terhadap kemampuannya melayani beban atau bentang tertentu, yang selengkapnya dapat
dilihat pada tabel.
a.
28
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
proses perencanaan dan perhitungan strukturnya menjadi sederhana karena tidak
memerlukan hitungan satu persatu. Namun demikian, karena pertimbangan terhadap
aspek lain, kadang kala pada lokasi-lokasi tertentu pada bangunan, ruang-ruang menjadi
berbeda sehingga mengakibatkan kolom-kolom sebagai pemikul yang berbeda pula,
perbedaan ini meliputi perbedaan bentang, bertambah atau berkurang.
Gambar 3. 16 Teknik prakiraan besaran kolom dan balok dalam desain arsitektural struktur beton bertulang
Pada idealnya sebuah kolom akan mewakili bentuk area pikulnya. Jika grid yang
terbentuk pada ruang atau denah bangunan membentuk bujur sangkar, maka secara
struktural, kolom sebaiknya bujur sangkar demikian pula bentuk-bentuk yang lain. Kolom
lingkaran dapat dipakai untuk memikul area beban yang simetris pada sisi-sisinya.
Sedangkan ukuran kolom beton bertulang pada bangunan bertingkat dua sangat
tergantung pada bentangannya. Secara umum harus dihitung tiap satuan persegi dari
luasan penampang kolom yang akan memikul beban tertentu yang masing-masing
kualitas beton bertulang akan berbeda. Sebagai gambaran kasar, bangunan satu lantai
tidak bertingkat menggunakan kolom praktis ~(10 x 10) cm setiap sambungan atau
pertemuan dindingnya atau setiap luasan 9 ~ 12 meter persegi atau untuk dinding
setinggi ~3 meter dipasang setiap 3 - 4 meter. Untuk bentangan yang hampir sama,
kolom-kolom pada lantai dua dapat diprakirakan dengan ukuran dua kali lipat dari sisi-sisi
kolom tersebut. Bangunan berlantai dua dapat menggunakan kolom ~(20 x 20) cm
bangunan berlantai tiga dapat menggunakan ~ (30 x 30) cm, dan seterusnya. Tentu saja
pertimbangan bentuk area pikul di atas harus dimasukkan dalam pencarian bentuk dan
dimensi ini.
b.
29
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
masih dihitung dari sisi bawah sampai sisi atas pelat lantai. Demikian juga seperti pada
kolom, prakiraan bentuk dan dimensi balok juga harus diperhitungkan terhadap aspek lain
pada bangunan. Penampang balok yang ideal adalah balok yang mempunyai ketinggian
yang lebih besar daripada lebarnya. Rasio lebar : tinggi balok dapat berkisar 1 : 3 hingga
2 : 3 walaupun angka ini tidak mutlak, namun kebanyakan balok beton bertulang
mempunyai kisaran rasio ini.
Pada balok tinggi memang diutamakan ketimbang lebar secara struktural, namun karena alaan
lain, dapat saja balok dibuat dengan bentuk lain. Untuk memprakirakan ketinggian balok pada
konstruksi beton bertulang dapat mengambil angka 1/10 hingga 1/12 dari bentangan kolom
penumpunya, walaupun juga angka ini masih sangat tergantung pada jenis beban dan kekuatan
material betonnya. Pada beton non-konvensional seperti beton pre-stress atau beton posttention, rasionya dapat lebih kecil hingga 1/20 bentangannya.
3.1.9. Analisa Rencana
1. Struktur Bangunan
a. Pondasi
Untuk bangunan, selain menggunakan pondasi batu kali menerus, juga akan menggunakan
pondasi setempat/umpak, footplate maupun pondasi sumuran.
30
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
31
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Jenis struktur pondasi yang digunakan pada bangunan 3 lantai ini harus
mempertimbangkan struktur yang kuat, tepat dan ekonomis. Faktor primer yang mempengaruhi
pemilihan jenis pondasi untuk sebuah bangunan antara lain :
Kondisi tanah bawah permukaan (daya dukung tanah) dan air tanah.
Resiko-resiko konstruksi.
32
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Struktur utama menggunakan struktur beton bertulang, dengan dinding menggunkan
pasangan batu bata yang difinish plesteran dan acian. Struktur rencana bangunan
gedung harus didesain sedemikian sehingga memiliki: daktilitas yang baik (baik pada
material maupun strukturnya); kelenturan pada strukturnya; dan memiliki daya tahan
terhadap kerusakan. Struktur utama menggunakan beton bertulang maupun baja, dengan
dimensi maupun tulangan yang akan dihitung menggunakan software struktur. Bentuk
bangunan menyesuaikan bangunan di sekitar.
c. Struktur Atap
Struktur atap dapat menggunakan rangka kayu, maupun rangka atap alternatif lainnya
seperti rangka atap baja ringan maupun baja konvensional. Plat atap dari beton bertulang
di sekeliling atap utama merupakan tampilan yang dapat memperkaya arsitektural
bangunan.
33
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
2. Arsitektur Bangunan
a. Penutup lantai (keramik)
Penutup lantai menggunakan penutup lantai keramik kualitas KW1. Berikut ini adalah
contoh keramik yang dapat digunakan nantinya.
34
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
b. Penutup dinding
Finising direncanakan akan menggunakan cat dinding, interior untuk dalam ruangan, dan
eksterior weathershield untuk luar ruangan. Pada dinding juga akan diberi permainanpermainan untuk meningkatkan kualitas arsitekturnya, seperti tergambar berikut ini.
35
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
c. Pintu Jendela
Pintu jendela menyesuaikan dengan bangunan yang sudah ada di kompleks, bisa juga
menggunakan alternative alumunium ataupun kayu.
36
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
d.
d.
d.
d.
d.
Penutup Langit-Langit / Plafond
Rangka plafond yang akan digunakan dapat menggunakan rangka kayu maupun rangka
hollow. Untuk penutup plafond menggunakan plafond gypsum maupun plafond cross-tee
main-tee. Pada sudut plafond menggunakan list profill cornees.
e. Penutup Atap
Penutup atap direncanakan menggunakan penutup atap dari genteng beton bercat, cukup
sesuai dengan atap bangunan eksisting yang sebagian besar menggunakan dengan
genteng tanah. Bisa juga menggunakan alternative penutup atap lainnya, seperti penutup
atap genteng metal, galvalum, ataupun penutup atap bitumen.
37
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
3. Utilitas Bangunan
a. Tangga
Untuk rencana bangunan lebih dari 1 lantai, diperlukan tangga sebagai akses dari lantai ke
lantai berikutnya. Tangga ini berdiri dari 2 bagian, yaitu tangga biasa dengan anak tangga,
dan tangga ram khusus untuk barang.
Desain tangga konvensional, dengan anak tangga dari keramik, menggunakan stepnozing
sebagai pengaman agar tidak terpeleset karena lantai licin, dan keamanan tangga dilengkapi
dengan balustrade dan pegangan berupa besi stainless.
38
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Tangga khusus untuk pengangkutan barang dan kursi roda maupun difabel. Menggunakan
keramik anti selip, dan dilengkapi dengan balustrade dan pegangan berupa besi stainless.
b. Saluran air hujan
Saluran air hujan menyesuaikan dengan denah yang akan direncanakan, menggunakan
pasangan bata, buis beton, dengan penutup plat beton bertulang. Dapat juga ditambahkan
grill sebagai pengaman akses pengguna jalan.
c. Mekanikal elektrikal
39
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Desain pekerjaan ME, yang meliputi plumbing dan instalasi listrik akan disesuaikan dengan
dengan situasi pada bangunan di sekitarnya. Berikut ini beberapa gambaran pekerjaan
mekanikal elektrikal.
Desain Diagram Distribusi Listrik
Sedangkan untuk instalasi air kotor terwujud dalam diagram berikut ini:
40
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Gambar 3. 54 Contoh Penggunaan lampu TKO Outbow dengan 2 buah lampu TL, dan penggunaan
lampu PH / SL dengan fitting standart
Gambar 3. 55 Contoh Penggunaan lampu downlight dan lampu TKI Inbow dengan 2 lampu
TL pada plafond Crosstee-Maintee
Penggunaan box panel dan meteran listrik, menyesuaikan kebutuhan, dan alokasi penempatannya
sehingga tidak mengganggu pemandangan, dan mudah diakses.
d. Sistem Pencegahan Kebakaran
41
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor: 11/Kpts/2000 tentang
Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran Di Perkotaan , persyaratan
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan adalah dengan sistem deteksi dan
peringatan kebakaran seperti fire alarm dan smoke detector dan hydrant maupun tabung
pemadam kebakaran (extinguisher). Sehingga dalam perencanaan nantinya, alokasi,
perletakan, kapasitas, dan kualitas sarana pemadam kebakaran ini harus direncanakan
sebaik-baiknya.
e.
Penangkal Petir
Bangunan 2 lantai atau lebih diwajibkan menggunakan penangkal petir. Dalam desain
nantinya, penangkal petir akan menyesuaikan dengan penangkal petir yang sudah ada pada
bangunan di sekitarnya.
f.
42
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
menggunakan system pendingin (refrigerator/AC). Kedua sistem ini untuk memenuhi
kebutuhan kenyamanan termal sehingga pergantian aliran udara tetap terjaga dengan baik.
g. Instalasi komunikasi
Rencana system komunikasi, yang terdiri dari instalasi telepon dan tata suara (microphone,
speaker), juga merupakan bagian dari desain rencana utilitas yang harus terakomodasi
dengan baik
4. Aksesibilitas dan Landscape
a. Pedestrian dan ram
Pedestrian adalah jalur yang dikhususkan untuk pejalan kaki, dan ramp merupakan jalur
khusus untuk memudahkan aksesibilitas kaum penyandang cacat. Desain keduanya akan
menyesuaikan dengan situasi pada bangunan di sekelilingnya.
b. Area Parkir
Area parkir akan terletak di halaman sekitar bangunan, yang meliputi parkir kendaraan roda
2, roda 4, dan parkir-parkir khusus.
Signage
Penandaan
43
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Untuk signage dan penandaan, akan menyesuaikan dengan signage yang sudah ada, baik
itu berupa nama bangunan, papan penunjuk arah, maupun papan nama ruangan.
c. Landscape
Landscape di sekeliling bangunan ini akan mengakomodasi situasi landscape pada
bangunan lain di sekitarnya.
44
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
3.1.10. sistematika berpikir
45
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
46
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
3.2. Pendekatan Teknis
3.2.1. Acuan Normatif
Acuan normatif adalah keseluruhan peraturan yang berlaku, dan juga masukan dari berbagai
pihak yang akan di gunakan sebagai acuan pekerjaan dimana acuan tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Peraturan-peraturan :
47
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
- Permen Pu No. 30/PRT/M/2006 Tentang Pedoman Teknis Fasilitas Dan Aksesibilitas Pada Bangunan
Gedung Dan Lingkungan
- Permen Pu No. 24/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Teknis IMB
- Permen PU No. 43/PRT/M/2007 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi.
- Permen PU No. 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
- Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang: Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja.
- Kepmen PU Nomor 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Kebakaran
pada Bangunan Gedung dan Lingkungannya.
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem
Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
- Kepmen Pu No. 11/KPTS/2000 Tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran
Di Perkotaan
- Kepmen Kimpraswil No. 339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa
Konstruksi oleh Instansi Pemerintah.
- Peraturan Umum Pembebanan Indonesia (PUPI) Tahun 1987.
- Pedoman Perencanaan Bangunan Baja dan Gedung (PPBBG) Tahun 1987.
- SNI No. 03-0106-1987 tentang Penggunaan Ubin Lantai keramik Marmer dan Cara Uji.
- SNI No. 03-0675-1989 tentang Penggunaan Kosen, Pintu dan Jendela Dari Kayu.
- SNI No. 03-3527-1994 tentang Mutu Kayu Bangunan.
- SNI No. 03-1726-1984 tentang Pedoman Perencanaan Tahan Gempa Untuk Rumah dan Gedung.
- SNI No. 03-1734-1989 tentang Pedoman Perencanaan Beton Bertulang dan Struktur Dinding
Bertulang Untuk Rumah dan Gedung.
- SNI No. 03-1736-2000 tentang Tata Cara Perencanaan Struktur Bangunan Untuk Penanggulangan
Bahaya Kebakaran.
- SNI No. 03-2996-1991 tentang Tata Cara dan Perancangan Penerangan Alami Siang Hari Untuk
Rumah dan Gedung.
- SNI No. 03-2407-1991 tentang Tata Cara Pengecatan Kayu Untuk Rumah dan Gedung.
- SNI No. 03-2410-1991 tentang Tata Cara Pengecatan Dinding Tembok Dengan Cat Emulsion.
- SNI No. 03-2834-1992 tentang Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal.
- SNI No. 04-0255-2000 PUIL 2000 tentang Persyaratan Umum Instalasi Listrik.
- SNI No. 03-1727-1989 tentang Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung.
- SNI No. 03-2847-1992 tentang Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung.
48
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
- SNI 03-247-2003, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung.
- SNI 03-2847-1992, Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung.
- RSNI T 02 - 2003, Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia.
- SNI 03 1729 - 2002, Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan.
- SNI 03 6816 2002, Tata Cara Pendetailan Penulangan Beton Bertulang Indonesia.
- SNI No. 03-6574-2001 tentang Tata Cara Perencanaan Pencahayaan Darurat, Tanda Arah, dan
System Peringatan Bahaya Pada Bangunan Gedung
- SNI No. 03-6572-2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara
pada Bangunan Gedung
- Peraturan Gubernur DIY no.14 Tahun 2010 tentang Standar Harga Barang dan Jasa (SHBJ) di
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Kriteria khusus, umum, dan azas-azas yang tercantum dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK).
3.
4.
Masukan dan saran dari pihak Proyek, Instansi terkait dan Tim Teknis.
Menjamin bangunan gedung didirikan berdasarkan ketentuan tata ruang dan tata
bangunan yang ditetapkan di daerah yang bersangkutan.
b.
c.
49
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Berdasarkan persyaratan-persyaratan diatas, ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam
perencanaan bangunan dari segi peruntukan dan intensitas, kami ambil dari ketentuanketentuan yang sudah tertera pada acuan normatif, terutama pada Permen PU No.
06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Tata Bangunan dan Lingkungan, dan Permen PU No.
29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung; yang isinya memuat
antara lain yaitu :
1. Peruntukan Ruang.
50
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Peruntukan lokasi merupakan peruntukan utama sedangkan peruntukan penunjangnya sebagaimana
ditetapkan di dalam ketentuan tata bangunan yang ada di daerah setempat atau berdasarkan
pertimbangan teknis dinas yang menangani bangunan gedung.
Bagi daerah yang belum memiliki RTRW, RRTR, ataupun peraturan bangunan setempat dan RTBL, maka
Kepala Daerah dapat memberikan persetujuan membangun bangunan gedung dengan pertimbangan
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan tata ruang yang lebih makro, kaidah
perencanaan kota dan penataan bangunan.
2. Intensitas Bangunan
Koefisien Dasar Bangunan (KDB).
Ketentuan besarnya Koefisien Dasar bangunan (KDB) mengikuti ketentuan yang diatur
dalam Peraturan daerah Setempat tentang Bangunan untuk lokasi yang bersangkutan.
Jumlah Lantai Bangunan (JLB).
Ketinggian bangunan gedung negara, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan
daerah setempat tentang ketinggian maksimum pada lokasi, maksimum adalah 8 lantai.
Koefisien Lantai Bangunan (KLB).
Ketentuan besarnya Koefisien Lantai Bangunan (KLB) mengikuti ketentuan yang diatur
dalam Peraturan daerah Setempat tentang bangunan untuk lokasi yang bersangkutan.
Koefisien Daerah Hijau (KDH).
Perbandingan antara luas seluruh daerah hijau dengan luas persil bangunan gedung
negara, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan daerah setempat tentang
bangunan, harus dipertimbangkan dengan mempertimbangkan : daerah resapan air dan
daerah terbuka hijau.
Untuk bangunan gedung yang mempunyai KDB kurang dari 40 % harus mempunyai
KDB minimum sebesar 15 %.
Garis Sempadan Bangunan (GSB)
Ketentuan besarnya garis sempadan, baik garis sempadan pagar maupun garis
sempadan bangunan harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah
Setempat tentang bangunan untuk lokasi yang bersangkutan.
Jarak Antara Blok / Massa Bangunan.
Sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan daerah setempat tentang bangunan,
maka jarak antar blok / masa bangunan harus mempertimbangkan hal-hal seperti :
Keselamatan terhadap bahaya kebakaran.
Kesehatan termasuk sirkulasi udara dan pencahayaan.
51
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Kenyamanan
3.2.4. Pendekatan Terhadap Persyaratan Arsitektur dan Lingkungan
a.
b.
Menjamin terwujudnya tata ruang hijau yang dapat memberikan keseimbangan daerah
keserasian bangunan terhadap lingkungannya.
c.
52
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
1.
Wujud Arsitektur
Bangunan harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut :
Mencerminkan fungsi.
Seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya.
Indah namun tidak berlebihan.
Efisien dalam penggunaan sumber daya.
Memenuhi tuntutan sosial budaya setempat.
Pelestarian bangunan bersejarah.
Bentuk denah bangunan gedung sedapat mungkin simetris dan sederhana, guna
mengantisipasi kerusakan yang diakibatkan oleh gempa.
Dalam hal denah bangunan gedung berbentuk T, L, atau U, maka harus dilakukan
pemisahan struktur atau dilatasi untuk mencegah terjadinya kerusakan akibat gempa
atau penurunan tanah.
Denah bangunan gedung berbentuk sentris (bujursangkar, segibanyak, atau lingkaran)
lebih baik daripada denah bangunan yang berbentuk memanjang dalam
mengantisipasi terjadinya kerusakan akibat gempa.
Atap bangunan gedung harus dibuat dari konstruksi dan bahan yang ringan untuk
mengurangi intensitas kerusakan akibat gempa.
53
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
54
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Bidang-bidang
dinding
sebaiknya
membentuk
kotak-kotak
tertutup
untuk
Bangunan harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana bangunan yang memadai.
Sarana dan prasarana bangunan yang harus ada pada bangunan gedung negara
seperti :
Sarana parkir kendaraan.
Sarana penyandang cacat.
Sarana penyediaan air bersih.
Sarana drainase, limbah dan sampah
Sarana ruang terbuka hijau.
Sarana hidran kebakaran halaman.
Sarana penerangan halaman.
Bahan bangunan diupayakan menggunakan bahan bangunan setempat / produksi
dalam negeri, termasuk bahan bangunan sebagai bagian dari sistem fabrikan
komponen bangunan. Spesifikasi teknis bahan bangunan gedung negara meliputi
ketentuan-ketentuan :
a.
55
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Adukan/perekat yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis dan
sesuai dengan jenis bahan penutup yang digunakan.
b. Bahan Dinding.
Bahan dinding terdiri atas bahan untuk dinding pengisi atau partisi dengan
ketentuan sebagai berikut:
Bahan dinding pengisi: batu bata, batako papan kayu, kaca dengan
rangka kayu aluminium, panil gic ataupun aluminium.
Bahan dinding partisi: kayu lapis,. Kaca, partikel board atau gypsumboard, dengan rangka kyu kelas kuat II atau rangka lainnya yang dicat
tembok atau bahan finishing lainnya sesuai dengan fungsi ruang dan
klasifikasi bangunan.
Adukan/perekat yang digunakan harus memenuhi persyaratan yang
digunakan harus bahan dinding yang digunakan.
Untuk
bangunan
sekolah
tingkat
dasar,
sekolah
tingkat
56
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Penggunaan bahan penutup atap disesuaikan sengan fungsi dan
klasifikasi bangunan serta kondisi daerahnya.
Bahan kerangka penutup atap: digunakan bahan yang memenuhi standar
teknis. Untuk penutup atap genteng digunakan rangka kayu klas kuat II
dengan ukuran minimum: 2/3 cm untuk reng dan 5/7 untuk kaso.
e. Bahan Kosen dan Daun Pintu / Jendela.
Bahan kosen dan daun pintu / jendela mengikuti ketentuan sebagai berikut :
Digunakan kayu klas kuat II dengan ukuran jadi minimum 5,5 cm x 11 cm
dan dicat kayu atau diplitur sesuai persyaratan standar yang berlaku.
Rangka daun pintu untuk pintu yang dilapis kayu lapis/teakwood
digunakan kayu klas kuat II dengan ukuran minimum 4 cm x 10 cm. Daun
pintu dilapisi dengan kayu lapis yang dicat atau diplitur.
Daun pintu panil kayu digunakan kayu klas kuat II dengan ukuran rangka
minimum 4 cm x 8 cm, dicat kayu atau diplitur.
Penggunaan kaca untuk daun pintu maupun jendela disesuaikan dengan
fungsi ruang dan klasifikasi bangunannya.
f.
Bahan Struktur.
Bahan struktur bangunan baik untuk struktur beton bertulang, struktur
kayu maupun struktur baja harus mengikuti Standar Nasional Indonesia
tentang bahan bangunan yang berlaku.
2. Lingkungan Gedung
Ruang Terbuka Hijau Pekarangan (RTHP)
RTH berfungsi sebagai tempat tumbuhnya tanaman, peresapan air, sirkulasi,
unsur-unsur estetik, baik sebagai ruang kegiatan dan maupun sebagai ruang amenity
Koefisien Tapak Basement (KTB)
Kebutuhan besmen dan besaran koefisien tapak besmen (KTB) ditetapkan
berdasarkan rencana peruntukan lahan, ketentuan teknis, dan kebijaksanaan
daerah setempat.
Untuk keperluan penyediaan RTHP yang memadai, lantai besmen pertama (B-1)
tidak dibenarkan keluar dari tapak bangunan (di atas tanah) dan atap besmen
kedua (B-2) yang di luar tapak bangunan harus berkedalaman sekurangnya 2
(dua) meter dari permukaan tanah tempat penanaman.
57
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Daerah Hijau Bangunan (DHB)
Daerah Hijau Bangunan (DHB) dapat berupa taman-atap (roof-garden) maupun
penanaman pada sisi-sisi bangunan seperti pada balkon dan cara-cara
perletakan tanaman lainnya pada dinding bangunan.
DHB merupakan bagian dari kewajiban pemohon bangunan untuk menyediakan
RTHP. Luas DHB diperhitungkan sebagai luas RTHP namun tidak lebih dari 25%
luas RTHP.
Tata Tanaman
Pemilihan dan penggunaan tanaman harus memperhitungkan karakter
tanaman sampai pertumbuhannya optimal yang berkaitan dengan bahaya yang
mungkin ditimbulkan. Potensi bahaya terdapat pada jenis-jenis tertentu yang sistem
perakarannya destruktif, batang dan cabangnya rapuh, mudah terbakar serta bagianbagian lain yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Sirkulasi dan Fasilitas Parkir
Sistem sirkulasi yang direncanakan harus saling mendukung, antara sirkulasi
eksternal dengan internal bangunan, serta antara individu pemakai bangunan dengan
sarana transportasinya. Sirkulasi harus memberikan pencapaian yang mudah dan
jelas, baik yang bersifat pelayanan publik maupun pribadi.
Pertandaan/Signage
Penempatan pertandaan (signage), termasuk papan iklan/reklame, harus
membantu orientasi tetapi tidak mengganggu karakter lingkungan yang ingin
diciptakan/dipertahankan, baik yang penempatannya pada bangunan, kaveling,
pagar, atau ruang publik.
Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung beban yang timbul akibat
perilaku alam dan manusia.
b.
Menjamin keselamatan manusia dari kemungkinan kecelakaan atau luka yang disebabkan oleh
kegagalan struktur bangunan.
c.
Menjamin kepentingan manusia dari kehilangan atau kerusakan benda yang disebabkan oleh
perilaku struktur.
58
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
d.
Menjamin perlindungan property lainnya dari kerusakan fisik yang disebabkan kegagalan
struktur.
e.
1.
Struktur Pondasi.
Struktur pondasi harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap
berat sendiri, beban hidup, dan gaya-gaya luar seperti tekanan angin dan gempa.
59
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Pondasi bangunan disesuaikan dengan kondisi tanah/lahan, beban yang dipikul dan klasifikasi
bangunannya. Untuk bangunan yang dibangun diatas tanah/lahan yang kondisinya
memerlukan penyelesaian pondasi secara khusus diluar biaya standar, sebagai biaya
pekerjaan pondasi non standart.
2.
Struktur Lantai.
Bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
Lantai beton yang diletakkan langsung diatas tanah, harus diberi lapisan pasir dibawahnya
dengan tebal sekurang-kurangnya 5 cm.
Bagi plat-plat lantai beton bertulang yang mempunyai ketebalan lebih dari 25 cm harus
digunakan tulangan rangkap, kecuali ditentukan lain berdasarkan hasil perhitungan struktur.
Bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan
SNI/SKSNI/SKBI yang berlaku.
3.
Struktur Kolom.
Struktur Kolom kayu.
Bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan
SNI/SKSNI/SKBI yang berlaku.
Struktur Kolom Pasangan bata.
-
Kolom-kolom beton bertulang yang dicor ditempat harus mempunyai tebal minimum 15
cm.
Kolom baja harus dibuat dari profil tunggal maupun tersusun yang mempunyai minimum 2
sumbu simetris.
Sambungan antara kolom baja pada bangunan bertingkat tidak boleh dilakukan pada
tempat pertemuan antara balok dengan kolom dan harus mempunyai kekuatan minimum
sama dengan kolom.
Sambungan kolom baja yang menggunakan las harus menggunakan las listrik, sedangkan
yang menggunaakan baaut harus menggunakan baut mutu tinggi.
60
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
-
Penggunan profil baja tipis yang dibentuk dingin, harus berdasarkan perhitunganperhitungan yang memenuhi syarat kekuatan dan kekakuan.
4.
Rangka Atap.
Umum.
-
Kemiringan atap harus disesuaikan dengan bahan penutup atap yang akan digunakan,
sehingga tidak akan mengakibatkan kebocoran.
Bidang atap harus merupakan bidang yang rata, kecuali dikehendaki bentuk-bentuk
khusus.
Ukuran kayu yang digunkan harus sesuai dengan ukuran yang dinormalisir.
Sambungan yang digunakan pada rangka atap baajaa baik berupa baut, paku keling atau
las listrik harus memenuhi ketentuan pada pedoman perencanaan bangunan baja untuk
gedung.
Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung beban yang timbul
akibat perilaku alam dan manusia.
b.
c.
d.
Cukup waktu dan mudah bagi pasukan pemadam kebakaran memasuki lokasi untuk
memadamkan api.
61
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
e.
fungsi bangunan.
beban api.
intensitas kebakaran.
ketinggian bangunan.
evakuasi penghuni
62
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
gedung dari aspek arsitektur dan struktur sedemikian rupa sehingga dapat
melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran.
d. Sistem proteksi aktif, adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang
dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara
otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam
kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadaman. Selain itu sistem ini
digunakan dalam melaksanakan penanggulangan awal kebakaran.
e. Pengawasan dan pengendalian, adalah upaya yang perlu dilakukan oleh pihak
terkait dalam melaksanakan pengawasan maupun pengendalian dari tahap
perencanaan pembangunan bangunan gedung sampai dengan setelah terjadi
kebakaran pada suatu bangunan gedung dan lingkungan.
Bagan pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan
menurut Kepmen PU Nomor: 10/KPTS/2000
63
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
64
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Gambar 3. 72 Bagan pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan
Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang mempunyai akses yang layak, aman
dan nyaman ke dalam bangunan dan fasilitas serta layanan di dalamnya.
b.
Menjamin terwujudnya upaya melindungi penghuni dari kesakitan atau luka saat
evakuasi pada keadaan darurat.
c.
65
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Ukuran dasar minimum dan maksimum yang digunakan
Gambar 3. 73 Standar ukuran dasar ruang dengan menggunakan ruang gerak manusia
2. Jalur pedestrian
Persyaratan :
a. Permukaan
Permukaan jalan harus stabil, kuat, tahan cuaca, bertekstur halus tetapi tidak licin.
Hindari sambungan atau gundukan pada permukaan, kalaupun terpaksa ada,
tingginya harus tidak lebih dari 1,25 cm. Apabia menggunakan karpet, maka
ujungnya harus kencang dan mempunyai trim yang permanen.
b. Kemiringan
Kemiringan maksimum 7 dan pada setiap jarak 9 m disarankan terdapat
pemberhentian untuk istirahat.
c. Area istirahat
Terutama digunakan untuk membantu pengguna jalan penyandang cacat.
66
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
d. Pencahayaan Berkisar antara 50-150 lux tergantung pada intensitas pemakaian,
tingkat bahaya dan kebutuhan keamanan.
e. Perawatan Dibutuhkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
kecelakaan.
f. Drainase
Dibuat tegak lurus dengan arah jalur dengan kedalaman maksimal 1,5 cm, mudah
dibersihkan dan perletakan lubang dijauhkan dari tepi ramp.
g. Ukuran
Lebar minimum jelur pedestrian adalah 120 cm untuk jalur searah dan 160 cm
untuk dua arah. Jalur pedestrian harus bebas dari pohon, tiang rambu-rambu dan
benda-benda pelengkap jalan yang menghalang.
h. Tepi pengaman
Penting bagi penghentian roda kendaraan dan tongkat tuna netra ke arah area
yang berbahaya. Tepi pengaman dibuat setinggi minimum 10 cm dan lebar 15 cm
sepanjang jalur pedestrian.
3. Jalur pemandu
Jalur yang memandu semua orang termasuk penyandang cacat untuk berjalan
dengan memanfaatkan tekstur ubin pengarah dan ubin peringatan.
67
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
4. Area parkir
Area parkir adalah tempat parkir kendaraan yang dikendarai oleh semua orang
termasuk penyandang cacat, sehingga diperlukan tempat yang lebih luas untuk naik turun
kursi roda, daripada tempat parkir yang biasa. Sedangkan daerah untuk menaik-turunkan
penumpang (Passenger Loading Zones) adalah tempat bagi semua penumpang, termasuk
penyandang cacat, untuk naik atau turun dari kendaraan.
5. Pintu
Pintu adalah bagian dari suatu tapak, bangunan atau ruang yang merupakan tempat
untuk masuk dan keluar dan pada umumnya dilengkapi dengan penutup (daun pintu).
68
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
6. Ramp
Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu,
sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga.
69
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
7. Tangga
Fasilitas bagi pergerakan vertikal yang dirancang dengan mempertimbangkan ukuran
dan kemiringan pijakan dan tanjakan dengan lebar yang memadai.
8. Kamar kecil
70
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Fasilitas sanitasi yang aksesibel untuk semua orang (tanpa terkecuali penyandang
cacat, orang tua dan ibu-ibu hamil) pada bangunan atau fasilitas umum lainnya.
9. Wastafel
Fasilitas cuci tangan, cuci muka, berkumur atau gosok gigi yang bisa digunakan
untuk semua orang.
10. Telepon
Peralatan komunikasi yang disediakan untuk semua orang yang sedang mengunjungi
suatu bangunan atau fasilitas umum.
71
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
11. Perlengkapan
Merupakan perlengkapan dan peralatan pada bangunan yang bisa mempermudah
semua orang (tanpa terkecuali penyandang cacat, orang tua, dan ibu-ibu hamil) untuk
melakukan kontrol peralatan tertentu, seperti sistem alarm, tombol/stop kontak, dan
pencahayaan.
72
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
12. Perabot
Perletakan barang-barang perabot bangunan dan furniture harus menyisakan ruang
gerak dan sirkulasi yang cukup bagi emua orang, termasuk penyandang cacat.
13. Rambu
Fasilitas dan elemen bangunan yang digunakan untuk memberikan informasi, arah,
penanda atau petunjuk bagi semua orang termasuk penyandang cacat.
Menjamin tersedianya sarana transportasi yang layak, aman dan nyaman di dalam
bangunan gedung.
b.
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Berdasarkan tujuan diatas, ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam perencanaan
bangunan dari segi transportasi dalam gedung, berdasarkan Permen Pu No. 29/PRT/M/2006
Tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung, dan Permen PU No.
45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara adalah:
1.
Setiap bangunan bertingkat harus dilengkapi dengan sarana transportasi vertikal yang
memadai, baik berupa tangga, eskalator dan atau elevator.
2.
Setiap bangunan gedung negara diatas 4 lantai, harus dilengkapi dengan elevator / lift.
3.
4.
5.
Ketentuan lebih rinci harus mengikuti ketentuan dari standar yang berlaku.
3.2.9. Pendekatan Terhadap Persyaratan Pencahayaan Darurat, Tanda Arah Keluar dan Sistem
Peringatan Tanda Bahaya
a. Menjamin tersedianya pertandaan dini yang informative di dalam banguna gedung
apabila terjadi keadaan darurat.
b. Menjamin penghuni melakukan evakuasi secara mudah dan aman, apabila terjadi
keadaan darurat.
Berdasarkan persyaratan-persyaratan diatas, ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam
perencanaan bangunan dari segi pencahayaan darurat, tanda arah keluar, dan system
peringatan tanda cahaya, terdapat pada SNI No. 03-6574-2001 tentang Tata Cara
Perencanaan Pencahayaan Darurat, Tanda Arah, dan System Peringatan Bahaya Pada
Bangunan Gedung, yang isinya memuat ketentuan antara lain yaitu:
1.
Pencahayaan Darurat
Pencahayaan darurat pada sarana menuju jalan keluar (means of egress) harus
disediakan untuk setiap bangunan pada :
a. jalan lintas.
b. ruangan yang luasnya lebih dari 300 m2.
c. ruangan yang mempunyai luas lebih dari 100 m2 tetapi kurang dari 300 m2
yang tidak terbuka ;
d. ke koridor, atau
e. ke ruang yang mempunyai lampu darurat, atau
f.
g. ke ruang terbuka.
74
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Setiap pencahayaan yang dibutuhkan harus diatur sehingga kegagalan dari setiap
unit pencahayaan tunggal tidak boleh menyebabkan ruangan menjadi gelap.
Pencahayaan pada sarana menuju jalan keluar harus dari sumber daya listrik yang
dijamin kehandalannya.
Setiap lampu darurat (lampu yang di rancang untuk digunakan pada sistem
pencahayaan darurat) harus ;
a. bekerja secara otomatis.
b. mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman.
c. Identifikasi simbol di ilustrasikan seperti gambar berikut:
Simbol tidak boleh diletakkan pada diffuser lampu darurat atau tutup plafon
yang dapat dibuka.
tangga-tangga.
gang.
koridor.
ram.
lif.
jalan lorong menuju tempat aman, dan
jalur menuju jalan umum.
Sepanjang jalan kearah koridor, lobi dan jalan keluar dengan jarak langsung dari titik
masuk gang, lobi atau jalan keluar melebihi 13 meter atau pada seluruh daerah jika
tidak ada jalan yang jelas kearah koridor, lobi dan jalan keluar
75
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Sistem Pengoperasian.
a. Pencahayaan perlu dijaga tidak boleh mati pada saat pergantian dari satu
sumber energi ke sumber energi lain. Lampu darurat disediakan oleh tenaga
penggerak yang menggerakkan generator listrik dengan waktu tunda yang
diijinkan tidak boleh lebih dari 15 detik.
b. Pencahayaan darurat harus disediakan untuk jangka waktu 1 jam dalam
kejadian gagalnya pencahayaan normal.
c. Sistem lampu darurat harus mampu untuk menyediakan pencahayaan darurat
secara otomatis bila pencahayaan normal terganggu, seperti misalnya
kegagalan pasokan daya listrik PLN, terbukanya pemutus tenaga (Circuit
76
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
breaker) atau putusnya pengaman lebur (fuse), atau secara sengaja fasilitas
sakelar kontrol lampu normal di buka (OFF).
d. Sistem lampu darurat harus siap beroperasi dan mampu otomatis menyala
tanpa bantuan.
2.
tanda arah jalan keluar adalah tanda yang menunjukkan arah menuju jalan keluar
yang aman.
Penempatan tanda arah harus berukuran, berwarna khusus, dirancang untuk mudah
dibaca dan harus kontras terhadap dekorasi, penyelesaian interior, atau tanda-tanda
lain.
3.
Syarat
a. harus tersedia Pusat Pengendali Kebakaran, dimana ukuran ruangan untuk
Pusat Pengendali Kebakaran harus cukup besar untuk pemasangan instalasi
alat-alat kontrol dan lain-lain, termasuk alat-alat sistem isyarat bahaya
kebakaran (Fire alarm), ditambah ruangan kerja sebesar 6 m2. Contoh:
77
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
b. harus ada sistem komunikasi dua arah antara Pusat Pengendali Kebakaran
dan setiap lobi untuk pemadaman kebakaran.
c. Suara yang dikirimkan harus cukup kuat menjangkau setiap titik hunian.
d. Intensitas suara tidak boleh mengagetkan sehingga dapat menimbulkan
kepanikan.
e. Isi pesan harus bersifat menenangkan penghuni, menuntun dan memberi
petunjuk yang tepat dan jelas, tidak membingungkan.
3.2.10. Pendekatan Terhadap Persyaratan Instalasi Listrik, Penangkal Petir dan Sarana Komunikasi
a. Menjamin terpasangnya instalasi listrik secara cukup dan aman dalam menunjang
terselenggaranya kegiatan didalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya.
b. Menjamin terwujudnya keamanan bangunan gedung dan penghuninya dari bahaya
akibat petir.
c. Menjamin tersedianya sarana komunikasi yang memadai dalam menunjang
terselenggaranya kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya.
Berdasarkan persyaratan-persyaratan diatas, ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam
perencanaan bangunan dari segi instalasi listrik, penangkal petir, dan komunikasi terdapat
pada Acuan Normatif, yang meliputi antara lain yaitu:
78
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
1.
Instalasi Listrik
79
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
e. Dalam menentukan tipe peralatan yang dipakai untuk instalasi listrik harus kuat
harus diperhatikan bahaya kebakaran yang mungkin dapat terjadi dan kerusakan
yang mungkin terjadi akibat kebakaran.
Jaringan yang melayani beban penting, seperti pompa kebakaran, lif kebakaran,
peralatan pengendali asap, sistem deteksi dan alarm kebakaran, sistem
komunikasi darurat, dan beban penting lainnya harus terpisah dari instalasi
beban lainnya, dan dilindungi terhadap kebakaran atau terdiri dari penghantar
tahan api.
Beban Listrik
Beban maksimum suatu instalasi listrik arus kuat harus dihitung dengan
memperhatikan besarnya beban terpasang, faktor kebersamaan (coincident factor)
atau faktor ketidak bersamaan (diversity factor).
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
pelayanan seluruh atau sebagian beban pada gedung apabila tajadi gangguan
sumber utama.
e. Sumber daya listrik darurat yang digunakan harus mampu melayani semua
beban penting yang disebut dalam butir 3, secara otomatis.
f.
Transformator Distribusi
a. Transformator distribusi yang berada dalam gedung harus ditempatkan dalam
ruangan khusus yang tahan api dan terdiri dari dinding, atap dan lantai yang
kokoh, dengan pintu yang hanya dapat dimasuki oleh petugas.
b. Ruangan trafo harus diberi ventilasi yang cukup, dengan ruangan yang cukup
untuk perawatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Umum Instalasi Listrik dan
SNI-0225 yang berlaku.
c. Bila ruang transformator dekat dengan ruang yang rawan kebakaran maka
diharuskan mempergunakan transformator tipe kering.
Pemeliharaan
a. Pada ruang panel hubung bagi, harus terdapat ruang yang cukup untuk
memudahkan pemeriksaan, perbaikan dan pelayanan, serta diberi ventilasi
cukup.
b. Pemeliharaan instalasi listrik harus dilaksanakan dan diperiksa setiap lima tahun
serta dilaporkan secara tertulis kepada instansi yang berwenang
c. Pembangkit tenaga listrik darurat secara periodik harus dihidupkan untuk
menjamin agar pembangkit tersebut dapat dioperasikan bila diperlukan
2.
Penangkal Petir
81
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
82
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
terhadap bangunan, bagian atau peralatan dan perlengkapan bangunan yang
mengalami kerusakan.
3.
Komunikasi
Pada prinsipnya, setiap bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan
sarana komunikasi intern dan ekstern. Penentuan jenis dan jumlah sarana komunikasi
harus berdasarkan pada fungsi bangunan dan kewajiban kebutuhan. Ketentuan lebih rinci
harus mengikuti ketentuan dari standar sarana komunikasi yang berlaku.
Perencanaan Komunikasi dalam Gedung
a. Sistem instalasi komunikasi telepon dan tata gedung dan penempatannya harus
mudah diamati, dipelihara, tidak membahayakan, mengganggu dan merugikan
lingkungan, bagian bangunan dan instalasi lain, serta direncanakan dan
dilaksanakan berdasarkan standar, normalisasi teknik dan peraturan yang
berlaku.
b. Peralatan dan instalasi sistem komunikasi harus tidak memberi dampak, dan
harus diamankan terhadap gangguan seperti interferensi gelombang elektro
magnetik, dan lain-lain.
c. Secara berkala dilakukan pengukuran/ pengujian terhadap EMC (Electro
Magnetic Campatibility). Apabila hasil pengukuran terhadap EMC melampaui
ambang batas yang ditentukan, maka langkah penanggulangan dan
pengamanan harus dilakukan.
Instalasi Telepon
a. Saluran masuk sistem telepon harus memenuhi Persyaratan:
i. Tempat pemberhentian ujung kabel harus terang, tidak ada genangan air,
aman dan mudah dikerjakan.
83
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
ii. Ukuran lubang orang (manhole) yang melayani saluran masuk ke dalam
gedung untuk instalasi telepon minimal berukuran 1,50 m x 0,80m.
iii. Dekat dengan kabel catu dari kantor telepon dan dekat dengan jalan besar.
b. Penempatan kabel telepon yang sejajar dengan kabel listrik, minimal berjarak
0,10 m atau sesuai ketentuan yang berlaku.
c. Ruang PABX dan TRO sistem telepon harus memenuhi persyaratan:
i. Ruang yang bersih, terang, kedap debu, sirkulasi udaranya cukup dan tidak
boleh kena sinar matahari langsung, serta memenuhi persyaratan untuk
tempat peralatan.
ii. Tidak boleh digunakan cat dinding yang mudah mengelupas.
iii. Tersedia ruangan untuk petugas sentral dan operator telepon.
d. Ruang batere sistem telepon harus bersih, terang, mempunyai dinding dan lantai
tahan asam, sirkulasi udara cukup dan tidak boleh kena sinar matahari langsung.
Instalasi Tata Suara
a. Setiap bangunan dengan ketinggian 4 lantai atau 14 m keatas, harus dipasang
sistem tata suara yang dapat digunakan untuk menyampaikan pengumuman dan
instruksi apabila terjadi kebakaran.
b. Sistem peralatan komunikasi darurat sebagaimana dimaksud pada butir a diatas
harus menggunakan sistem khusus, sehingga apabila sistem tata suara umum
rusak, maka sistem telepon darurat tetap dapat bekerja.
c. Kabel instalasi komunikasi darurat harus terpisah dari instalasi lainnya dan
dilindungi terhadap bahaya kebakaran, atau terdiri dari kabel tahan api.
3.2.11. Pendekatan Terhadap Persyaratan Sanitasi Dalam Bangunan
Perencanaan Sanitasi hendaknya dapat:
a. Menjamin
tersedianya
sarana
sanitasi
yang
memadai
dalam
menunjang
84
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
1.
Plambing.
Setiap pembangunan baru bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan prasarana
air bersih yang memenuhi standar kualitas, cukup jumlahnya dan disediakan dari saluran
air minum kota (PDAM) atau sumur. Setiap bangunan gedung negara, harus menyediakan
air bersih dengan mengikuti ketentuan dalam SNI yang masih berlaku, khususnya SNI 036481-2000 tentang Sistem Plambing 2000.
a. Kebutuhan air bersih untuk perumahan berkisar antara 60-250 liter/orang/hari,
sedangkan untuk kelas bangunan lainnya disesuaikan dengan standar kebutuhan air
bersih yang berlaku di Indonesia.
b. Sumber air bersih pada bangunan harus diperoleh dari sumber air PAM (Perusahaan
Air Minum), dan apabila sumber air bukan dari PAM, sebelum digunakan harus
mendapat persetujuan dari instansi yang berwenang.
c.
Kualitas air bersih yang dialirkan ke alat plambing dan perlengkapan plambing harus
memenuhi standar kualitas air minum yang dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang.
85
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
d. Sistem distribusi air harus direncanakan sehingga dengan kapasitas dan tekanan air
yang minimal, alat plambing dapat bekerja dengan baik.
e. Apabila kapasitas dan atau tekanan sumber yang digunakan tidak memenuhi
kapasitas dan tekanan minimal pada titik pengaturan keluar, maka harus dipasang
sistem tanki persediaan air dan pompa yang direncanakan dan ditempatkan sehingga
dapat memberikan kapasitas dan tekanan yang optimal.
f.
Bangunan yang dilengkapi dengan sistem penyediaan air panas, dimana pipa
pembawa air panas dari sumber air panas ke alat plambing cukup panjang, maka
harus dilengkapi dengan pipa sirkulasi. Pipa pembawa air panas yang cukup panjang
tersebut harus dilapisi dengan bahan isolasi.
g. Temperatur air panas yang keluar dari alat plambing harus diatur, maksimum 60 C,
kecuali untuk penggunaan khusus. Bahan pipa yang digunakan dapat berupa PVC,
PE (poli-etilena), besi lapis galvanis atau Tembaga, mampu menahan tekanan
sekurang-kurangnya 2 kali tekanan kerja, tidak mengandung bahan beracun dan
pemasangannya harus sesuai dengan petunjuk teknis bahan pipa yang
bersangkutan.
h. Semua sistem pelayanan air bersih harus direncanakan, dipasang dan dipelihara
sedemikian rupa sehingga tidak mudah rusak dan tidak terkontaminasi dari bahan
yang dapat memperburuk kualitas air bersih.
i.
Diameter pipa sambungan pelanggan dari jaringan pipa distribusi kota harus
disesuaikan dengan kelas bangunan.
Tangki Penyediaan Air Bersih
a. Fungsi tangki penyediaan air bersih adalah untuk menyimpan cadangan air
bersih untuk kebutuhan penghuni, perlengkapan bangunan, penanggulangan
kebakaran dan pengaturan tekanan air.
b. Tangki penyediaan air bersih harus direncanakan dan dipasang untuk
penyediakan air dengan kuantitas dan tekanan yang cukup, tidak mengganggu
struktur
bangunan
dan
memberikan
kemudahan
pengoperasian
dan
pemeliharaan.
c.
Konstruksi dan bahan tanki penyediaan air bersih harus cukup kuat dan tidak
mudah rusak. Bahan tangki dapat berupa beton, baja, fiberglass dan kayu.
86
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
e. Tangki penyediaan air bersih harus diiengkapi dengan sistem perpipaan dan
perlengkapannya yang terdiri dari pipa masuk dan pipa keluar, pipa peluap, pipa
penguras dan pipa ven, serta dilengkapi dengan 1ubang pemeriksa.
Pompa
a. Fungsi pompa air bersih adalah memberikan kapasitas dan tekanan yang cukup
pada sistem penyediaan air bersih atau menyalurkan air ke tanki penyediaan air
bersih. Fungsi pompa air kotor adalah menyalurkan air kotor ke saluran air kotor
umum Kota atau ke bangunan pengolahan air kotor lainnya.
b. Pemilihan jenis pompa dan motor pompa disesuaikan dengan karakteristik
pompa yang dibutuhkan dan mempunyai effsiensi yang maksimal.
c. Pompa harus dipasang pada lokasi yang mudah untuk pengoperasian dan
pemeliharaannya.
d. Pemasangan pompa harus dilengkapi peralatan peredam getaran yang dipasang
pada dudukan pompa, pipa isap dan pipa keluaran pompa.
e. Pompa harus dilengkapi dengan alat pengukur tekanan dan katup pencegah
aliran balik pada pipa keluaran dan ujung pipa isap pompa.
2.
penyaluran
air
hujan
harus
direncanakan
dan
dipasang
dengan
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Air hujan harus dialirkan ke sumur resapan dan atau dialirkan ke jaringan air
hujan umum kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Bila belum tersedia jaringan umum kota ataupun sebab-sebab lain yang dapat
diterima, maka harus dilakukan cara-cara lain yang dibenarkan oleh instansi yang
berwenang
Persyaratan Saluran
a. Saluran air hujan dapat merupakan saluran terbuka dan atau saluran tertutup.
b. Apabila saluran dibuat tertutup, maka pada tiap perubahan arah aliran harus
dilengkapi dengan lubang pemeriksa, dan pada saluran yang lurus, lubang
pemeriksa harus dibuat dengan jarak tiap 25-100 m, disesuaikan dengan
diameter saluran tersebut dan standar yang berlaku.
c. Kemiringan saluran harus dibuat, sehingga dapat mengalirkan seluruh air hujan
dengan baik agar bebas dari genangan air, dan bila tidak dapat dilakukan dengan
cara gravitasi, maka dapat menggunakan sistem perpompaan.
d. Bahan saluran dapat berupa PVC, fiberglass, pasangan, tanah liat, beton, seng,
besi dan baja. Khusus untuk bahan seng, besi dan baja harus dilapisi dengan
lapisan tahan karat.
Pemeliharaan
Pemeliharaan sistem air hujan harus dilakukan secara berkala untuk
mencegah terjadinya endapan dan penyumbatan pada saluran.
3.
88
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
a. Pada dasarnya air kotor berasal dari aktivitas manusia, baik tempat mandi cuci,
kakus maupun kegiatan lainnya.
b. Semua air kotor harus diolah sebelum dibuang ke saluran air kotor umum kota
atau disalurkan ke bangunan pengolahan air kotor komunal bila tersedia.
c. Air kotor yang mengandung bahan buangan berbahaya dan beracun, serta yang
mengandung radioaktif, harus ditangani secara khusus, sesuai peraturan yang
berlaku di Indonesia.
d. Sistem pengaliran air kotor direncanakan dengan menggunakan saluran tertutup
dan kemiringan tertentu, sehingga dapat mengalirkan air kotor secara gravitasi.
Apabila cara gravitasi ini tidak dapat dilaksanakan, maka dapat menggunakan
sistem perpompaan.
e. Saluran air kotor dapat benupa pipa atau saluran lainnya, baik dari bahan PVC,
PE, tanah liat, beton, tembaga, besi tuang, baja maupun bahan lainnya yang
tidak mudah rusak, tahan terhadap karat dan panas.
f.
4.
Pembuangan Sampah
Setiap bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan tempat penampungan
sampah sementara, yang besarnya disesuaikan dengan volume sampah yang
dikeluarkan setiap harinya, sesuai dengan ketentuan dari peraturan yang berlaku.
Tempat penampungan sampah sementara harus dibuat dari bahan kedap air,
mempunyai tutup dan dapat dijangkau secara mudah oleh petugas pembuangan
sampah dari Dinas kebersihan setempat.
89
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
3.2.12. Pendekatan Terhadap Persyaratan Ventilasi dan Pengkondisian Udara
a. Menjamin terpenuhinya kebutuhan udara yang cukup, baik alami maupun buatan dalam
menunjang terselenggaranya kegiatan dalam bangunan gedung sesuai dengan
fungsinya.
b. Menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan tata udara secara baik.
Berdasarkan persyaratan-persyaratan diatas, ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi
dalam perencanaan bangunan dari segi ventilasi dan pengkondisian udara terdapat acuan
normatif diatas, khususnya pada SNI No. 03-6572-001 tentang Tata Cara Perancangan
Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung, yang isinya memuat
antara lain yaitu:
Setiap bangunan harus mempunyai tata udara yang sehat agar terjadi sirkulasi udara
segar didalam bangunan untuk menjaga kesehatan dan kenyamanan penghuni /
penggunanya.
Penggunaan tata udara mekanik (Air Conditioning) harus mengikuti ketentuan standar
yang berlaku.
Pemilihan jenis tata udara mekanik harus sesuai dengan fungsi bangunan dan
perletakan intalasinya tidak mengganggu waktu bangunan.
Pada bagian ini, kami sertakan pula contoh perhitungan kapasitas penghawaan buatan (AC)
seperti yang terlihat di bawah ini.
90
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
91
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
khususnya pada RSNI No. 03-2396-2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem
Pencahayaan Alami Pada Bangunan Gedung, dan SNI No. 03-6575-2001 tentang Tata Cara
Perencanaan Sistem Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung, yang isinya memuat
antara lain yaitu:
Setiap bangunan gedung negara harus mempunyai penerangan / pencahayaaan alami
maupun buatan yang cukup sesuai dengan fungsi ruang dalam bangunan tersebut,
sehingga kesehatan dan kenyamanan pengguna bangunan dapat terjamin.
Ketentuan besarnya pencahayaan dan sarana / prasarananya mengikuti ketentuan
standar yang berlaku.
Tingkat kebisingan ruangan di ruang kerja maksimal 85 dBA dalam ratarata pengukuran 8 jam.
b.
92
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Gambar 3. 85 Standar Getaran maksimal kenyamanan dan kesehatan karyawan
3.3. Metodologi
Metodologi yang akan kami terapkan bila kami ditunjuk sebagai konsultan pada pekerjaan ini dapat
dijabarkan secara umum sebagai berikut:
Tahapan Survey Pendahuluan
PT. Kala Prana Konsultan akan melakukan survey pendahuluan
(Reconnaissance
data
untuk analisa
PT. Kala Prana Konsultan akan menganalisa data yang diperoleh dari survey pendahuluan ini, lalu
memberikan laporan kepada Pemberi Tugas.
Tahapan Survey Lanjutan
PT. Kala Prana Konsultan telah berpengalaman dalam tahapan pekerjaan survey lanjutan (jika
dibutuhkan dan tergantung besarnya proyek) sehingga kami dapat merencanakan program dan spesifikasi
penelitian lanjutan yang tepat dan ekonomis untuk mendapatkan data yang dibutuhkan untuk tahapan
perencanaan selanjutnya. Untuk mendapatkan data yang tepat dibutuhkan spesifikasi dan cara
pelaksanaan survey dan test yang tepat sehingga kondisi data tersebut sesuai dengan kondisi rencana.
Pada survey lanjutan ini dilakukan penelitian yang lebih mendalam untuk mendapatkan data antara
lain sebagai berikut:
93
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Peta kontur/topographi, yang mencakup keberadaan sungai, jalan, dan lain lain yang diperlukan
untuk perencanaan proyek.
Kondisi tanah
Dan data-data pendukung lainnya seperti roil kota, kabel listrik PLN, Kabel Telpon dan
sebagainya
PT. Kala Prana Konsultan telah menjalin kerja sama dengan beberapa perusahaan lain dan
Universitas Janabadra Yogyakarta yang memiliki peralatan yang lengkap dan tenaga yang sangat ahli dan
berpengalaman dalam bidang survey dan test, yang melayani jasa pemetaan topographi dan soil test.
Berdasarkan survey pendahuluan, PT. Kala Prana Konsultan akan menyusun program dan spesifikasi
untuk penelitian lanjutan yang lebih spesifik dan lebih mendalam untuk mendapatkan data-data yang
dibutuhkan untuk tahapan perencanaan. Selanjutnya mitra kerja PT Kala Prana Konsultan tersebut akan
melakukan survey dan test sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dibawah koordinasi PT Kala
Prana Konsultan, dan memberikan laporan survey/test kepada PT Kala Prana Konsultan untuk dianalisa
dan dipelajari lebih lanjut mengenai kesesuaiannya dengan proyek yang bersangkutan.
PT Kala Prana Konsultan akan menganalisa seluruh laporan survey/test dan akan memberikan
rangkuman laporan yang menyeluruh kepada Pemberi Tugas.
Tahapan Desain
PT Kala Prana Konsultan melakukan desain arsitektural, sipil, mekanikal dan elektrikal yang terpadu dan
menyeluruh. Tahapan desain ini disesuikan dengan standar A.I.A, 1994. Desain dilakukan sesuai dengan
peraturan-peraturan teknis yang berlaku di Indonesia/Internasional dan dengan memperhatikan kondisi
lokasi proyek berdasarkan data-data survey yang telah dilakukan sebelumnya sehingga faktor kekuatan
dan keamanan sangat kami perhatikan. Disamping itu kami tetap mempertimbangkan faktor lain dalam
perencanaan, misalnya: faktor estetika, faktor biaya, faktor ketersediaan waktu pelaksanaan, serta faktor
kemudahan pelaksanaan. Secara skematik, proses ini dapat kami gambarkan sebagai berikut:
94
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Tahapan Tender
PT Kala Prana Konsultan mempersiapkan seluruh dokumen tender yang dibutuhkan, antara lain:
gambar tender, spesifikasi umum dan spesifikasi teknik/khusus, Bill of Item dan Bill of Quantity.
Agar Kontraktor dapat memahami sepenuhnya mengenai dokumen tender tersebut di atas, PT Kala
Prana Konsultan akan memberikan penjelasan teknis dan memberikan jawaban atas pertanyaan
Kontraktor Peserta Tender pada saat dilakukan Anwijzing kantor dan Anwijzing lapangan (site visit).
Selanjutnya PT Kala Prana Konsultan akan membuat Berita Acara Anwijzing dan memberikannya kepada
Pemberi Tugas untuk didistribusikan kepada Kontraktor Peserta Tender.
PT Kala Prana Konsultan juga dapat membantu melakukan evaluasi atas penawaran Kontraktor
yang masuk. Evaluasi dilakukan terutama terhadap volume pekerjaan dan harga penawaran yang
diajukan oleh Kontraktor Peserta Tender. PT Kala Prana Konsultan akan melaporkan hasil evaluasi
penawaran tersebut kepada Pemberi Tugas.
Selanjutnya, PT Kala Prana Konsultan, apabila mendapat ijin dan dilibatkan oleh Pemberi Tugas akan
mengadakan klarifikasi teknis dengan Kontraktor Peserta Tender atas perbedaan volume/harga yang
cukup besar antara BOQ PT Kala Prana Konsultan dan BOQ Kontraktor Peserta Tender.
Setelah melakukan klarikasi teknis, PT Kala Prana Konsultan, apabila diminta oleh Pemberi Tugas,
akan memberikan rekomendasi beberapa Kontraktor calon pemenang tender kepada Pemberi Tugas
untuk kemudian dilanjutkan dalam tahapan negosiasi antara Pemberi Tugas dan Kontraktor.
3.3.1. Siklus Proyek
Selanjutnya, berdasarkan pengalaman kami selama menjadi konsultan, permasalahan yang sering
timbul dalam proses desain dapat kami klasifikasikan sebagai berikut:
95
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Rancangan yang selalu berubah-ubah tidak ada habisnya, baik dari sisi konsultan maupun dari sisi
Pemberi Tugas
selalu memperhatikan siklus proyek (project cycle) seperti yang dapat kami gambarkan di bawah ini:
Pada tahapan ini, PT Kala Prana Konsultan akan melakukan identifikasi sebagai berikut:
Pada fase mana PT Kala Prana Konsultan akan mendesain, seperti: apakah membangun dari lahan
kosong; apakah ini pembangunan ini bersifat renovasi?; Apakah pembangunan ini bersifat restorasi?;
Ataupun merupakan penambahan bangunan baru?.
PT Kala Prana Konsultan harus melihat fase sebelumnya, seperti: Sejarahnya bangunannya
bagaimana?; Juga kemungkinan pengembangan ke depannya seperti apa; Desain ini untuk
mewadahi kebutuhan selama berapa tahun? 10 tahun?, 25 tahun?, ataupun lebih dari 25 tahun.
Karena hal ini akan erat kaitannya dengan kualitas struktur dan bahan material yang akan digunakan
dalam proses pembangunan yang direncanakan.
96
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
3.3.2. Lingkup Pekerjaan desain
PT Kala Prana Konsultan menjabarkan Lingkup Pekerjaan Desain pada pekerjaan ini dalam
gambar sebagai berikut:
Berdasarkan diagram tersebut, PT Kala Prana Konsultan menyusun tahapan pelaksanaan desain secara
detail.
3.3.3. Tahapan Desain
Pedoman Tahapan Desain yang selalu menjadi acuan PT Kala Prana Konsultan dalam bekerja
adalah Tahap Proses Desain dari A.I.A, 1994 yang kami jabarkan seperti diagram di bawah ini:
a.
97
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
b.
98
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
c.
99
KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Demikian metodologi ini kami susun, teknik pelaksanaannya akan kami bahas lebih lanjut dalam
rencana kerja.
Pada bagian akhir bagian metodologi ini, kami menyusun dan menyajikan matriks tahapan dan keluaran
proses desain berdasarkan metodologi yang telah kami susun.
100
101
TAHAP
N
o
KELUAR
AN
PROSES DESAIN
KONS
EPSI
DESAI
N
PRA
DESAIN
PENGEMB.
DESAIN
DETAIL
DESAIN
DOK
TENDER
RKS
1. RKS
Gambar
Gbr.
Konsep
Gbr.
Pradesain
Gbr. Pengmb.
(Ars, Sip,
Elek., Mek.)
DGbr. Detail
(Ars, Sip,
Elek., Mek.)
2. Gbr. Detail
Spec.
Teknis
Outline Spec
Spek Teknis
(Ars, Sip,
Elek., Mek.)
3. Spec.
Teknis
BQ
Bill Of
Quantity (Ars,
Sip, Elek.,
Mek.)
4. BQ
Perhit.
Engineeri
ng
Konsepkonsep
Engineerin
g
Perhit. Eng
Perhitungan
Eng (Sip,
Elek., Mek.)
5. Perhit.
Eng.
Lap. Topo
+ Geo
Draft
lap.
Topo+
Geo
Laporan
topo + geo
6. Lap. Topo
& Geotek
RAB
RAB
(Kasar)
RAB (Draft)
RAB (Draft)
7. RAB
(Final)
Laporan
Desain
Lapora
n
Konsep
si
Laporan
Pradesain
Laporan
Pengmb.
Desain
Laporan Akhir
Desain
8. Laporan
Desain
3D
Modelling/
Animasi
3D
Modelli
ng/3D
Anima
si Awal
3D
Animasi
Pengemba
ngan
3D Animasi
3D Animasi
Final
9. 3D
Animasi
1
0
Perspektif
Perspektif
(alt)
Perspektif
10.
Perspektif
1
1
Brosur
Material
Brosur
Material (alt)
Brosur
Material &
Alat
11. Brosur
Material
1
2
Contoh
Material
Contoh
Material (alt)
Contohcontoh
Material
12. Contoh
Material
1
3
Skema
Warna
Skema Warna
(alt)
Skema Warna
13. Skema
Warna
1
4
Foto-foto
Foto Tanaman
14. Foto-foto
Tanaman
1
5
Brosur
Pemasara
n
Brosur
Pemasaran
15. Brosur
Pemasaran
1
6
Pertelaan
Pertelaan
16. Daftar
Pertelaan
1
7
Laporan
Hasil Lab
Laporan
Lab/Program
17. Lap.
Hasil Lab
1
8
Images
Images
18. Images
102
103
2.
3.
4.
kendali mutu secara total (Total Quality Control) terhadap pelaksanaan pekerjaan.
Pengendalian mutu, kami definisikan sebagai upaya pengawasan/peng endalian dan tindak turun
tangan terhadap pelaksanaan pekerjaan perencanaan agar memenuhi persyaratan teknis yang telah
ditetapkan di dalam Dokumen Kontrak. Prinsip dasar pengendalian mutu suatu pekerjaan dapat dilihat
pada gambar di bawah ini:
104
Skema diatas dapat dijabarkan dalam suatu siklus di bawah ini, dimana didapati bahwa dalam
setiap proses pekerjaan akan selalu diperiksa dan dikoreksi, diulang/diperbaiki kembali sampai didapatkan
hasil akhir berupa sebuah pekerjaan yang optimal, bermutu dan berkualitas tinggi.
105
Berdasarkan hal tersebut diataslah maka kami menyusun pola kerja berikut ini dengan harapan
dapat memenuhi semua kriteria dan spesifikasi yang diharapkan oleh semua pihak.
106
107
Option
al,
108
Lingkup pekerjaan perencanaan ini, telah sesuai dengan Permen PU No. 45/PRT/M/2007
tentang Pedoman teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara, yang dapat disimpulkan dalam
susunan diagram berikut ini:
Gambar 4.6. Bagan Alur Pola Kerja Perencanaan Berdasarkan Permen PU No 45/PRT/M/2007
Berdasarkan lingkup kegiatan perencanaan diatas, dibuat diagram/flow chart yang merupakan
runtutan pekerjaan perencanaan, dimana diagram ini juga akan menjadi panduan dalam
pelaksanaan pekerjaaan ini. Diagram ini terbagi menjadi 5 tahapan, yang menjabarkan tahapantahapan sebagai berikut:
109
Tahapan Persiapan
Adalah tahap mengatur pengorganisasian team kerja, baik konsep, jumlah dan kualifikasi,
metoda, maupun tanggung jawab masing-masing personel dalam pelaksanaan pekerjaan ini. Konsultan
juga akan mulai mempersiapkan alat-alat pendukung yang akan dibutuhkan dalam penyelesaian proses
pekerjaan. Diskusi awal mengenai pekerjaan dan rencana kerja dengan pengguna jasa juga akan
dilakukan. Metode Tahapan Persiapan ini diwujudkan dalam diagram berikut ini:
110
111
Advice Planning.
Hal ini perlu dilakukan, untuk mendapatkan data-data seperti batas garis
sempadan, Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB),
maupun Koefisien Daerah Hijau (KDH). Dinas Perijinan adalah tempat yang tepat
untuk mendapatkan data-data tersebut. Selain itu juga akan dicari informasi
melalui Internet.
User Demand
Tentu saja keinginan dari user juga akan disurvey, baik mengenai kebutuhan
ruang, maupun rencana perkembangan dari bangunan ini. User-user terkait akan
diinterview untuk mendapatkan data pada bagian ini.
Literatur
Kelengkapan literature, seperti ketentuan hukum, standarisasi bangunan,
maupun ketentuan khusus lainnya yang terkait dengan perencanaan bangunan
ini akan dicari dan kumpulkan, baik melalui media buku maupun fasilitas internet,
sebagai referensi dalam pekerjaan perencanaan ini.
Administrasi Proyek
Kelengkapan data administrasi proyek, seperti nama kegiatan, pekerjaan, dan
lain-lainnya, dikumpulkan untuk dapat melengkapi produk perencanaan kami.
2.
Survey Fisik
peta. Hasil dari pengukuran berupa peta kontur yang nantinya digunakan untuk
merencanakan elevasi bangunan dan mengukur volume galian-timbunan yang
diperlukan.
Gambar Theodolit dan Alat ukur :
Peta kontur berisi garis kontur (countur line) yaitu garis yang menghubungkan
tempat-tempat yang mempunyai ketinggian sama.
Penyelidikan tanah/Sondir
Penyelidikan tanah meliputi test daya dukung tanah (test sondir) dan
pengambilan sample tanah (booring), data kepadatan tanah (sand cone
methode). Penyelidikan tanah pada lokasi merupakan evaluasi umum
kesesuaian kondisi tanah dengan peruntukan bangunan yang akan
direncanakan. Penyelidikan tanah dilakukan untuk mengetahui nilai parameterparameter seperti daya dukung tanah, elevasi muka air tanah, kepadatan tanah,
kadar air, batas susut, batas plastis, batas cair, dsb yang sangat diperlukan
dalam
perencanaan
sub-struktur/fondasi
agar
rencana
fondasi
dapat
113
2.
3.
4.
5.
Ekonomi
6.
7.
8.
III) Tahap Konsep Rencana Teknis dan Penyusunan Pra Rencana Teknis
Adalah tahap dimana perencana menentukan konsep dasar perencanaan dan pra
rencana teknisnya. Tahap ini akan menghasilkan Laporan Pendahuluan, yang kemudian
dipresentasikan kepada pengguna jasa untuk mendapatkan persetujuan.
114
Gambar 4. 11 Diagram Tahap III: Tahapan Konsep Rencana Teknis dan Penyusunan Pra Rencana Teknis
Penyusunan konsep-konsep
Pada bagian ini, akan disusun konsep berdasarkan hasil olah data dari tahap
survey fisik maupun non fisik, beserta studi litarture yang telah didapatkan. Konsep
ini berupa konsep desain, konsep rencana teknis, konsep skematik, maupun
konsep terkait rencana perancangan lainnya.
2.
115
pemahaman bentuk dari rencana tersebut. Gambar ini dibuat pada Software
Komputer Autocaduntuk gambar duamata dan Software Komputer ScetchUp untuk gambar trimata.
3.
Estimasi Biaya
Pada bagian ini akan melakukan perkiraan biaya fisik dari bangunan yang
direncanakan, dengan perhitungan analisis berdasarkan rencana tampak yang
dibuat. Akan digunakan Software Komputer Microsoft Office Excel untuk
bagian ini.
Gambar perspektif
116
ini, akan menggunakan Software Microsoft Power Point, dengan alat bantu berupa Laptop
dan LCD/Proyektor.
IV) Tahap Pengembangan Rencana
Adalah tahap dimana perencana menyusun pengembangan rencana berdasarkan hasil dari
tahap sebelumnya yang telah disepakati bersama dengan pengguna jasa. Tahap ini akan menghasilkan
gambar-gambar perencanaan dan perhitungan biaya konstruksi, dapat dibuat dalam beberapa alternatif
untuk dipresentasikan kepada pengguna jasa sehingga dapat memilih dan menentukan desain
perencanaan untuk Tahap V, yaitu tahap Rencana Detail atau Detail Engineering Design (DED).
Gambar 4. 12 Diagram Tahap IV: Tahapan Penyusunan dan Perumusan Konsep Pra-Rencana
117
1.
Denah
Berupa gambar Autocad, berisikan denah rencana bangunan yang direncanakan.
2.
Tampak
Berupa gambar Autocad, berisikan gambar tampak dari beberapa sisi rencana bangunan yang
direncanakan.
3.
Potongan
Berupa gambar Autocad, berisikan gambar potongan-potongan pada bangunan rencana.
4.
3D (tambahan)
Berupa gambar trimata/3 dimensi dalam bentuk Sketch-Up file, berisikan gambar 3 dimensi
pada bangunan rencana. 3D ini merupakan tambahan untuk memudahkan dalam pemahaman
desain.
5.
6.
118
Adalah tahap terakhir dari pekerjaan perencanaan, dimulai dari penyusunan produk akhir
perencanaan/ DED, presentasi akhir, sampai pada persiapan dan pelaksanaan aanwijzing dan
aanvoeling.
semua
beban-beban
bangunan
119
dihitung
dan
dianalisis
sehingga
b. Finalisasi DED
Adalah proses pematangan penyusunan rencana detail yang meliputi:
120
J. Dll
121
Sistematika pembuatan dan penulisan masing-masing bagian dari DED di atas sama
seperti pada tahap sebelumnya.
c. Penyusunan Laporan Akhir
Penyusunan pengembangan rencana yang telah dikerjakan dan dihasilkan, akan disusun
dalam Laporan Akhir, yang memuat hasil keseluruhan dari Tahapan I sampai dengan
Tahapan IV.
d. Presentasi Akhir
122
Rencana Detail/DED final yang telah kami hasilkan, akan dipresentasikan kepada
pengguna jasa untuk mendapatkan persetujuan atas hasil pekerjaan perencanaan. Dalam
presentasi ini, akan menggunakan Software Komputer Microsoft Power Point,
dengan alat bantu berupa Laptop dan LCD/Proyektor. Foto-copy dari desain juga akan
dibuat dan dibagikan untuk memudahkan pengguna jasa dalam mengikuti presentasi.Hasil
akhir dari bagian ini adalah produk perencanaan yang sudah disetujui dan disahkan, untuk
dijadikan dokumen lelang pada pelaksanaan pengadaan penyedia jasa konstruksi.
123
2.
PROSES
Penyusunan rencana
pelaksanaan dan alokasi
tenaga
Pengumpulan data
lapangan dan lingkungan
BENTUK
KEGIATAN
PENEKANAN MATERI
Perencanaan
a.
b.
c.
Survey dan
pendataan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
3.
Pengolahan data
Pengklasifikasian dan
pengolahan data
124
TARGET
Menghasilkan
perencanaan yang
matang dan efektif
Perencanaan
Pembagian
PELAKSANA
Team Leader dan
tenaga ahli
Inventarisasi &
pengadaan
Pengukuran dengan
alat
Observasi,
pendataan
Tenaga ahli,
surveyor
Pendataan
Penggambaran
Konsultasi
Dokumentasi/foto
METODE
PELAKSANAAN
Pengelompokkan
dan penyesuaian
data
Tenaga ahli
Koordinasi rutin
Koordinasi
NO
PROSES
BENTUK
KEGIATAN
PENEKANAN MATERI
5.
Pengolahan data
a.
Menginterpretasikan data
dengan perencanaan yang
dibuat
b.
6.
7.
Gambar-gambar
8.
7.
8.
Rencana struktur
Pengurusan ijin
a.
Pembuatan gambar
kerja
a.
b.
Perencanaan struktur
a.
Pembuatan gambar
Diskusi dan
pembahasan
b.
a.
b.
a.
b.
c.
9.
Pembuatan rencana
volume
Perencanaan
a.
125
Menentukan metode
pelaksanaan
Menyusun volume dan macam
pekerjaan
Komunikasi 2 arah
TARGET
Menghasilkan pra
rencana
METODE
PELAKSANAAN
Interpretasi dan
penyesuaian
Seluruh tim
PELAKSANA
Tenaga ahli
Penyusunan konsep
dan penggambaran
Perijinan tersedia
Tersedia gambargambar kerja
Pengurusan ijin
Penggambaran
Penggambaran
Team Leader,
administrasi
Tenaga ahli dan
drafter
Penggambaran
Menghasilkan
perencanaan
struktur yang baik
Penggambaran
Menghasilkan
gambar detail
Penggambaran
Menghasilkan RKS
Komputasi
Tenaga ahli
Penggambaran
Tenaga ahli
Pemilihan dan
penentuan
Penentuan
Menghasilkan
volume pekerjaan
Penyusunan
Tenaga Ahli
Quantity Estimator
dan RAB
b.
Perhitungan
NO
PROSES
BENTUK
KEGIATAN
PENEKANAN MATERI
TARGET
10.
Penyusunan
laporan
Penyusunan laporan
Tersusunnya
dokumen
Pembahasan dan
pengetikan
Mendapatkan input
data untuk
menyempurnakan
hasil
Diskusi
Team Leader,
tenaga ahli dan
instansi terkait
Keluaran pekerjaan
METODE
PELAKSANAAN
PELAKSANA
11.
Diskusi
Diskusi
12.
Presentasi dan
evaluasi
Presentasi draft
laporan
Mendapatkan input
data untuk
menyempurnakan
hasil
Presentasi
Team Leader,
Tenaga ahli
13.
Revisi Laporan
Pembahasan dan
pengetikan
14.
Penggandaan
Penggandaan
dokumen
Dokumen
tergandakan
Fotocopy
15.
Legalisasi
Pengesahan
Mengesahkan dokumen
Dokumen disahkan
Tandatangan dan
cap
Team
Leader/Tenaga Ahli
dan Administrasi
16.
Penyerahan dokumen
lelang
Menyerahkan
dokumen
Dokumen lelang
diserahkan
Menyerahkan
Team
Leader/Tenaga
ahli/administrasi
126
Pembantu Umum
127
2.
Membentuk koordinasi dan komunikasi yang baik antara semua personil konsultan
perencana yang terlibat dalam penanganan pekerjaan ini untuk menjamin tercapainya
semua persyaratan pekerjaan yang dimintakan.
3.
4.
5.
5.2. Organisasi
Organisasi team kerja yang disusun sesuai dengan kriteria pada KAK, meliputi struktur
organisasi, distribusi tugas, komposisi personil dan pola kerja dirancang untuk dapat bekerja dengan
efektif.
1.
Struktur organisasi.
Penyusunan struktur organisasi yang ramping didasarkan pada pemikiran kecepatan gerak,
pemangkasan jalur birokrasi dan mempermudah koordinasi.
2.
Distribusi tugas
Distribusi tugas yang terurai dengan jelas dan terbagi secara proporsional disusun
sedemikian rupa sehingga beban kerja akan terbagi secara merata baik tim ahli maupun
tenaga-tenaga pendukungnya.
3.
Komposisi personil
Komposisi personil yang ditempatkan pada struktur organisasi merupakan personil yang
mampu untuk menjalankan tugasnya serta telah terbiasa bekerja secara tim.
4.
Pola kerja
Pola kerja disusun berdasarkan struktur organisasi yang terkontrol, sehingga setiap
program kerja dapat terlaksana dengan jelas dan terpantau dengan mudah.
128
Strategi manajemen komunikasi, dipakai strategi komunikasi terbuka terbatas artinya segala
permasalahan penting didiskusikan lebih dahulu sebelum diambil keputusan.
2.
Strategi manajemen organisasi, dipakai sistem terpusat dengan perwakilan sub bidang
pekerjaan artinya dimasing-masing bidang pekerjaan perlu adanya personil-personil ahli
yang sesuai bidangnya, bertugas dan bertanggung jawab pada Ketua Tim/Team Leader.
3.
Strategi manajemen keuangan, dipakai sistem terbuka terbatas, artinya administrasi dan
keuangan dapat dipantau dan diketahui setiap waktu oleh anggota tertentu sesuai
wewenangnya dan penyelesaian semua administrasi maupun keuangan bertanggung jawab
kepada Pemimpin Kegiatan dan Direktur Perusahaan.
129
130