Anda di halaman 1dari 130

KONSULTASI PERENCANAAN

PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI


RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Puskesmas

adalah

Unit

Pelaksana Teknis

Dinas

Kesehatan

Kabupaten/Kota

yang

bertanggungjawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas berperan


menyelenggarakan upaya kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap penduduk agar memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Dengan demikian
Puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat
pemberdayaan keluarga dan masyarakat serta pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Upaya kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas terdiri dari Upaya Kesehatan Masyarakat
dan Keperawatan Kesehatan Masyarakat dan Upaya Kesehatan Perorangan, Kefarmasian dan
Laboratorium. Upaya Kesehatan Masyarakat terbagi menjadi Upaya Kesehatan Masyarakat Esensial dan
Upaya Kesehatan Masyarakat Pengembangan. Upaya Kesehatan Masyarakat Esensial terdiri dari
Pelayanan Promosi Kesehatan, Pelayanan KIA/ KB, pelayanan Kesehatan Lingkungan, Pelayanan Gizi
dan Pelayanan Pencegahan dan pengendalian Penyakit memberikan daya ungkit paling besar terhadap
keberhasilan pembangunan kesehatan melalui peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), serta
merupakan kesepakatan global maupun nasional.
Upaya Kesehatan Masyarakat Pengembangan merupakan upaya kesehatan yang kegiatannya
memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan atau bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan dan
disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah dan potensi sumber daya yang ada
dipuskesmas. Upaya Kesehatan Pengembangan, antara lain : Upaya Kesehatan Sekolah, Upaya
Kesehatan Olah Raga, Upaya Kesehatan Kerja, Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut, Upaya Kesehatan
Jiwa, Upaya Kesehatan Indera, Kesehatan Usia

Lanjut, Pelayanan Kesehatan tradisional dan

Komplementer.
Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan Perorangan harus
menerapkan azas penyelenggaran Puskesmas secara terpadu yaitu azas pertanggungjawaban wilayah,
pemberdayaan masyarakat, keterpaduan dan rujukan.
Kegiatan pelayanan kesehatan dasar di wilayah kecamatan Tempel dilayani oleh 2 puskesmas
yaitu puskesmas Tempel II dan Puskesmas Tempel I. Dari hasil kajian kebutuhan pelayanan di wilayah
kecamatan Tempel perlu ada puskesmas pelayanan dengan rawat inap. Puksesmas Tempel I terletak di
Ngebong I, Margorejo, Tempel merupakan puskesmas Non Rawat Inap.
Untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat maka perlu sarana yang
memadai dan sesuai standar pelayanan yang ditentukan. Untuk itu pada tahun anggaran 2016
mengadakan kegiatan peningkatan puskesmas menjadi rawat inap Puskesmas Tempel I. Untuk
mencapai kriteria teknis konstruksi secara kualitas yang disesuaikan dengan pembiayaan yang ada,

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
diperlukan adanya kerjasama menyeluruh dalam proses penyelenggaraan kegiatan Peningkatan
Puskesmas Menjadi Rawat Inap Tempel I bersama Konsultan Perencana, Konsultan Pengawas,
dan Kontraktor Pelaksana.
1.2. Maksud, Tujuan dan Sasaran
A. Maksud
1

Kerangka Acuan Kerja ( KAK ) ini merupakan petunjuk bagi konsultan perencana yang
memuat masukan, azas, kriteria, keluaran dan proses yang harus dipenuhi dan diperhatikan
serta diinterprestasikan ke dalam pelaksanaan tugas perencanaan.

B. Tujuan
1

Dengan penugasan ini diharapkan konsultan Perencana dapat melaksanakan tanggung


jawabnya dengan baik untuk menghasilkan keluaran yang memadai sesuai KAK ini.

C. Sasaran
Sasaran dari kegiatan ini adalah terwujudnya Dokumen Perencanaan Pembangunan
Peningkatan Puskesmas menjadi Rawat Inap Tempel I yang akan digunakan sebagai bahan untuk
menyusun Dokumen Pengadaan.
1.3. Ruang Lingkup Kegiatan
A.Lingkup Tugas
Lingkup tugas yang harus dilaksanakan oleh konsultan Perencana adalah berpedoman pada
ketentuan yang berlaku, khususnya Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara,
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 45/KPTS/M/2007 tanggal 27 Desember 2007 yang dapat
meliputi tahapan sebagai berikut:
1. Persiapan

Perencanaan

seperti

mengumpulkan

data

dan

informasi

lapangan,

membuat interpretasi secara garis besar terhadap KAK,

2. Penyusunan Prarencana seperti eksisting bangunan termasuk perkiraan biaya.


3. Penyusunan Pengembangan Rencana, antara lain membuat gambar denah, tampak dan
potongan.

4. Penyusunan Rencana Detail, antara lain membuat

gambar

detail

pelaksanaan

pekerjaan seperlunya, spesifikasi bahan, metode pelaksanaan dan spesifikasi teknis,


perhitungan volume , Daftar Kuantitas dan Harga / Enginer Estimate (E.E.) dan Daftar
kuantitas / Bill of Quantity (BQ) serta jadual pelaksanaan fisik konstruksi dalam bentuk barchart
dan kurva S.

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
5. Membantu

Unit Layanan Pengadaan (ULP)

pada

waktu

penjelasan

pekerjaan,

menyusun kembali dokumen pelelangan ( addendum dokumen pengadaan bila diperlukan),


dan melaksanakan tugas-tugas yang sama apabila terjadi lelang ulang.

6. Mengadakan pengawasan berkala selama pelaksanaan konstruksi fisik seperti :

Melakukan penyesuaian gambar dan spesifikasi teknis pelaksanaan bila ada


perubahan.

Memberikan penjelasan terhadap persoalan-persoalan yang timbul selama masa


pelaksanaan konstruksi.

Memberikan saran-saran, pertimbangan dan rekomendasi tentang penggunaan


bahan.

Membuat laporan akhir pengawasan berkala.

B. Tanggung Jawab Perencanaan


1. Konsultan Perencanaan bertanggung

jawab secara professional atas jasa perencanaan

yang berlaku dilandasi pasal 11 Undang-undang Nomor 18 Tentang Jasa Konstruksi.


2. Secara umum tanggung jawab konsultan adalah minimal sebagai berikut:
a. Hasil

karya

perencanaan

yang

dihasilkan

harus

memenuhi

persyaratan standar

hasil karya perencanaan yang berlaku mekanisme pertanggungan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Hasil

karya

perencanaan yang

dihasilkan harus

telah

mengakomodasi batasan -

batasan yang telah diberikan oleh kegiatan, termasuk melalui KAK ini, seperti dari segi
pembiayaan, waktu penyelesaian pekerjaan dan mutu bangunan yang akan diwujudkan.
c. Hasil karya perencanaan yang dihasilkan harus telah memenuhi peraturan, standar,
dan pedoman teknis bangunan gedung yang berlaku untuk bangunan gedung pada
umumnya dan yang khusus untuk bangunan gedung negara.

1.4. Keluaran Produk Perencanaan


A. Tahapan Perencanaan
Keluaran yang dihasilkan oleh konsultan Perencana berdasarkan Kerangka Acuan Kerja ini adalah lebih
lanjut akan diatur dalam surat perjanjian, yang minimal meliputi:
1. Tahap Konsep Perencanaan, bobot 10%
a. Konsep penyiapan rencana teknis, termasuk konsep organisasi, jumlah dan kualifikasi
tim perencana, metoda pelaksanaan, dan tanggung jawab waktu perencanaan.
b. Konsep skematik rencana teknis, dll.

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
c. Laporan data dan informasi lapangan, dll.
2. Tahap Pra - Rencana Teknis, bobot 20%
a. Gambar-gambar tapak eksisting.
b. Ruang lingkup pekerjaan disusun berdasar skala prioritas
c. Analisa harga satuan pekerjaan menggunakan SNI
d. Standar harga barang dan jasa menggunakan Standar harga barang dan jasa yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman serta mempertimbangkan harga pasar
saat ini.
e. Laporan tahapan ini.
3. Tahap Pengembangan Rencana, bobot 25%
a. Gambar Denah
b. Gambar Tampak
c. Gambar potongan
d. Laporan tahapan ini
4. Tahap Rencana Detail, bobot 25%
a. Gambar detail yang diperlukan untuk pelaksanaan
b. Perhitungan kuantitas
c. Penyusunan daftar kuantitas dan harga / Enginer Estimate (E.E.)
d. Penyusunan daftar kuantitas / Bill of Quantity (BQ)
e. Penyusunan daftar spesifikasi bahan, terutama bahan pabrikan.
f.

Penyusunan metode pelaksanaan dan Spesifikasi teknis

g. Jadwal pelaksanaan fisik konstruksi dalam bentuk barchart dan kurva S


h. Kajian SMK 3
i.

Laporan tahapan ini

5. Tahap Pelelangan (Dokumen Perencanaan Teknis), bobot 5%


a. Mengadakan persiapan pelelangan, seperti membantu PPK di dalam menyusun
dokumen pelelangan dan membantu menyusun program dan pelaksanaan pelelangan.
b. Membantu Unit Layanan Pengadaan (ULP) pada waktu penjelasan pekerjaan,
menyusun kembali dokumen pelelangan, dan melaksanakan tugas-tugas yang sama
apabila terjadi lelang ulang.
c. Laporan tahapan ini

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
6. Tahap Pengawasan Berkala, bobot 15%
a. Melakukan penyesuaian gambar dan spesifikasi teknis pelaksanaan bila ada
perubahan.
b. Memberikan penjelasan terhadap persoalan-persoalan yang timbul selama masa
pelaksanaan konstruksi.
c. Memberikan saran-saran, pertimbangan dan rekomendasi tentang penggunaan bahan.
d. Membuat laporan akhir pengawasan berkala.
B. K r i t e r i a
1. Kriteria Umum
Pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh konsultan perencana seperti yang dimaksud pada KAK
harus memperhatikan kriteria umum bangunan disesuaikan berdasarkan fungsi dan kompleksitas
bangunan, yaitu:
a. Persyaratan Peruntukan dan Intensitas :
Menjamin bangunan gedung didirikan berdasarkan ketentuan tata ruang dan tata
bangunan yang ditetapkan di lingkungan yang bersangkutan,
menjamin bangunan dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya,
menjamin keselamatan pengguna, masyarakat, dan lingkungan.
b. Persyaratan Arsitektur dan Lingkungan :
menjamin terwujudnya bangunan gedung yang didirikan berdasarkan karakteristik
lingkungan, ketentuan wujud bangunan, dan budaya daerah, sehingga seimbang,
serasi dan selaras dengan lingkungannya (fisik, sosial dan budaya),
menjamin terwujudnya tata ruang hijau yang dapat memberikan keseimbangan dan
keserasian bangunan terhadap lingkungannya,
menjamin bangunan gedung dibangun dan dimanfaatkan dengan tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan.
c. Persyaratan Struktur Bangunan :
menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung beban yang timbul
akibat perilaku alam dan manusia (gempa,dll),
menjamin keselamatan manusia dari kemungkinan kecelakaan atau luka yang
disebabkan oleh kegagalan struktur bangunan.
menjamin kepentingan manusia dari kehilangan atau kerusakan benda yang
disebabkan oleh perilaku struktur,

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
menjamin perlindungan properti lainnya dari kerusakan fisik yang disebabkan oleh
kegagalan struktur.
d. Persyaratan Ketahanan terhadap Kebakaran :
menjamin terwujudnya sistem proteksi pasif dan aktif pada bangunan gedung.
menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung beban yang timbul
akibat perilaku alam dan manusia,
menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dibangun sedemikian rupa sehingga
mampu secara struktural stabil selama kebakaran, sehingga:
cukup waktu bagi penghuni melakukan evakuasi secara aman,
cukup waktu dan mudah bagi pasukan pemadam kebakaran memasuki
lokasi untuk memadamkan api,
dapat menghindari kerusakan pada properti lainnya.
e. Persyaratan Sarana Jalan Masuk dan Keluar :
menjamin terwujudnya bangunan gedung yang mempunyai akses yang layak, aman
dan nyaman ke dalam bangunan dan fasilitas serta layanan di dalamya,
menjamin terwujudnya upaya melindungi penghuni dari kesakitan atau luka saat
evakuasi pada keadaan darurat,
menjamin tersedianya aksesbilitas bagi penyandang cacat, khususnya untuk
bangunan fasilitas umum dan sosial,
f.

Persyaratan Pencahayaan Darurat, Tanda arah Keluar, dan Sistem Peringatan Bahaya:
menjamin tersedianya pertandaan dini yang informatif di dalam bangunan gedung
apabila terjadi keadaan darurat,
menjamin penghuni melakukan evakuasi secara mudah dan aman, apabila terjadi
keadaan darurat,

g. Persyaratan Instalasi Listrik, Penangkal Petir dan Komunikasi :


menjamin terpasangnya instalasi listrik secara cukup dan aman dalam menunjang
terselenggaranya satuan kerjadi dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya,
menjamin terwujudnya keamanan bangunan gedung dan penghuninya dari bahaya
akibat petir,
menjamin tersedianya sarana komunikasi yang memadai dalam menunjang
terselenggaranya satuan kerjadi dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya.
h. Persyaratan Sanitasi Bangunan Gedung dan Lingkungan
menjamin tersedianya sarana sanitasi yang memadai dalam menunjang pada
bangunan gedung dan lingkungan sesuai dengan fungsinya,
6

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
menjamin terwujudnya kebersihan, kesehatan dan memberikan kenyamanan bagi
penghuni bangunan dan lingkungan,
menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan sanitasi secara baik,
i.

Persyaratan Ventilasi dan Pengkondisian Udara


menjamin terpenuhinya kebutuhan udara yang cukup, baik alami maupun buatan
dalam menunjang terselenggaranya satuan kerja dalam bangunan gedung sesuai
dengan fungsinya,
menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan tata udara secara baik,

j.

Persyaratan Pencahayaan :
menjamin terpenuhinya kebutuhan pencahayaan yang cukup, baik alami maupun
buatan dalam menunjang terselenggaranya satuan kerjadalam bangunan gedung
sesuai dengan fungsinya,
menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan pencahayaan secara
baik.

k. Persyaratan fasilitas bangunan ruang pelayanan


Menjamin terpenuhinya kebutuhan fasilitas untuk pelayanan kesehatan dan tindakan
di ruang VK: tersedia spoolhook, kamar mandi dengan kloset duduk, wastafel,
dinding keramik sudut pada dinding kamar.
Menjamin terpenuhinya kenyamanan pelayanan ruang rawat inap ada wastafel, pintu
masuk ruangan minimal 120 cm kamar mandi dalam beserta kloset jongkok,dinding
keramik, pencahayaan dan sirkulasi cukup.
Menjamin terpenuhinya pelayanan kegawat daruratan di puskesmas, pintu masuk
120 cm kamar mandi, wastafel, dinding keramik
Menjamin terpenuhinya komponen dalam pelayanan Radiologi untuk ruangan dan
fasilitasnya sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan dan Peraturan Bupati
tentang Ruangan Radiologi
Menjamin terpenuhinya layanan dan kelayakan sebagai tempat memasak dan
menyajikan ,mempersiapkan makan bagi pasien
Menjamin terpenuhinya layanan dan kelayakan untuk kegiatan persiapan linen ruang
rawat inap
Menjamin terpenuhinya ruangan standart rawat inap sesuai dengan pemenkes No
75 th 2014 RI
7

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

2. Kriteria Khusus
Kriteria khusus dimaksudkan untuk memberikan syarat -syarat yang khusus, spesifik berkaitan
dengan bangunan gedung yang akan direncanakan, baik dari segi fungsi khusus bangunan, segi
teknis lainnya, misalnya :
a. Dikaitkan dengan upaya pelestarrian atau konservasi bangunan yang ada.
b. Kesatuan perencanaan bangunan dengan lingkungan yang ada disekitar, seperti dalam
rangka implementasi penataan bangunan dan lingkungan.
c. Solusi dan batasan - batasan kontekstual , seperti faktor sosial budaya setempat,
geografi klimatologi, dan lain - lain.

C. Azas-Azas
Selain dari kriteria diatas, di dalam melaksanakan tugasnya konsultan Perencana hendaknya
memperhatikan azas-azas bangunan gedung negara sebagai berikut:
1. Bangunan gedung negara hendaknya fungsional, efisien, menarik tetapi tidak berlebihan.
2. Kreatifitas desain hendaknya tidak ditekankan pada kelatahan gaya dan kemewahan material,
tetapi pada kemampuan mengadakan sublimasi antara fungsi teknik dan fungsi sosial bangunan,
terutama sebagai bangunan pelayanan kepada masyarakat.
3. Dengan batasan tidak mengganggu produktivitas kerja, biaya investasi dan pemeliharaan
bangunan sepanjang umurnya, hendaknya diusahakan serendah mungkin.
4. Desain bangunan hendaknya dibuat sedemikian rupa, sehingga bangunan dapat dilaksanakan
dalam waktu yang pendek dan dapat dimanfaatkan secepatnya.
5. Bangunan gedung negara hendaknya dapat meningkatkan kualitas lingkungan, dan menjadi
acuan tata bangunan dan lingkungan di sekitarnya.
D. Proses Perencanaan
1. Dalam proses perencanaan untuk menghasilkan keluaran-keluaran yang diminta, konsultan
Perencana harus menyusun jadwal pertemuan berkala dengan Pengelola Kegiatan.
2. Dalam pertemuan berkala tersebut ditentukan produk awal, antara dan pokok yang harus
dihasilkan konsultan sesuai dengan rencana keluaran yang ditetapkan dalam KAK ini.
3. Dalam pelaksanaan tugas, konsultan harus selalu memperhitungkan bahwa waktu pelaksanaan
pekerjaan adalah mengikat.
1.5. Jadwal Kegiatan
A. Jangka Waktu Pelaksanaan :

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Jangka waktu pelaksanaan Perencanaan sampai dengan persiapan Dokumen Lelang Konstruksi
diperkirakan selama 1,5 (satu setengah) bulan atau 45 (empat puluh lima ) hari kalender, terhitung sejak
terbit SPMK.
Konsultan Perencana mempunyai kewajiban untuk melaksanakan Pengawasan Berkala terhadap
hasil karyanya selama pelaksanaan Konstruksi Fisik, yang diperkirakan selama 4 (empat) bulan atau 120
(seratus dua puluh) hari kalender pada tahun anggaran 2016.

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

BAB 2 TINJAUAN LOKASI PERENCANAAN


2.1. Sekilas Tentang (Proyek)
Puskesmas Tempel 1 merupakan Puskesmas rawat jalan yang akan di kembangkan menjadi
Puskemas rawat inap, dengan melakukan pengembangan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 75 Tahun 2014 tentang pusat kesehatan masyarakat. Hal ini berkaitan dengan tingkat kenyamanan
dan standar kelayakan minimum pada bangunan yang digunakan untuk kegiatan kesehatan seperti
puskesmas dan rumah sakit.
2.2. Lokasi Perencanaan (proyek)
Secara administratif, perencanaan peningktan puskesmas tempel 1 menjadi rawat inap berada di
jalan Magelang km 17,5 Kecamatan tempel Kabupaten Sleman. Sedangkan secara geografis berada
pada koordinat 739'29.47" Lintang Selatan dan 11019'37.84" Bujur Timur.

Gambar 2. 1 Foto Udara Site Perencanaan Puskesmas Tempel 1

2.3. Kondisi Eksisting Lahan Perencanaan (Proyek)


Gambaran secara umum keadaan Site Perencanaan Puskesmas Tempel 1 adalah sebagai
berikut :
1. Site berada di lokasi yang menghubungkan antara Jogja dan Magelang dan merupakan
jalan lintas yang akan selalu dilalui kendaraan bermotor.
2. Terdapat sekolah dan permukiman yang merupakan pengguna Puskesmas Tempel1.
3. Secara umum kondisi tanah yang ada pada site memiliki kontur yang rata.

10

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Gambar 2. 2 Bangunan Puskesmas Lama

Gambar 2. 3 Akses dari Bangunan Lama Menuju Bangunan Baru

Gambar 2. 4 Akses Menuju Lokasi Puskesmas Baru

11

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Gambar 2. 5 Kondisi di Dalam Site (1)

Gambar 2. 6 Kondisi di Dalam Site (2)

Gambar 2. 7 Tower Air yang Ada di Dalam Site Bangunan Baru

12

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

BAB 3 PENDEKATAN DAN METODOLOGI


Pada bagian ini, konsultan akan memaparkan konsep pendekatan terhadap pekerjaaan yang
akan dilakukan, yang akan berupa pendekatan terhadap lingkup pekerjaan yang akan menjadi dasar
perencanaan, dengan tidak menyimpang dari ketentuan yang ada pada KAK, dan dijabarkan dalam suatu
metodologi kerja yang akan menjadi panduan dalam pelaksanaan pekerjaan ini.
3.1. Inovasi
3.1.1. Konsep Desain
Bangunan Puskesmas Menjadi Rawat Inap sebagai salah satu bangunan negara dan bangunan
publik merupakan salah satu sarana prasarana yang keberadaannya sangat dibutuhkan masyarakat luas.
Sebagai bangunan Negara dan bangunan publik, konsep bentuk arsitektural Bangunan Gedung harus
mencerminkan keterbukaan, profesionalisme dan integritas yang diwujudkan dengan pengolahan bentuk
dan ornamen arsitektural bangunan yaitu:
Fleksibilitas
Efisiensi, dan
Accesible (Mudah dicapai).
1. Fleksiblitas: diwujudkan dengan pengolahan massa bangunan yang berhubungan cukup erat
dengan bangunan lain, di mana dalam hal ini bangunan berada dalam sebuah area kawasan
dengan multi massa sehingga hubungan antar massa bangunan dapat lebih menyatu sebagai
satu kesatuan. Disamping itu, juga cukup fleksible untuk dilakukan pengembangan lebih lanjut
mengingat sebagai fasilitas publik, pengembangan fasilitas sangat dimungkinkan terjadi. Selain
itu, flesibilitas juga dapat diartikan sebagai sebuah nilai keterbukaan. Hal ini dapat diwujudkan
melalui penggunaan material transparan yang mendominasi. Dengan demikian citra bangunan
publik akan muncul serta akan menciptakan kesan menyatu antara ruang dalam dan ruang luar
bangunan, secara psikologis akan menciptakan kesan menerima/ramah.
2.

Efisiensi: dapat diwujudkan dengan pengolahan massa yang sederhana tetapi cukup efisien,
baik hubungannya dengan lingkungan alam seperti pencahayaan dan penghawaan alami, pengaturan
pola ruang yang efisien dan dengan didukung penempatan perabotan dan pengaturan pola aktivitas.
Kesederhanaan bukan menjadi kelemahan tetapi menjadi sebuah kekuatan yang kemudian dapat
mewujudkan komposisi dan proporsi bentuk yang berkesan elegan dan berwibawa, menonjol secara
bentuk namun selaras dengan lingkungan.

3.

Mudah Dicapai: Sirkulasi jelas dengan didukung tata tanda dan pengolahan pola ruang yang
tegas, tetap memberi rasa nyaman dan aman bagi pengguna, serta yang paling utama adalah pola
sirkulasi antar bangunan sebagai sebuah kawasan yang memiliki bangunan multi massa.

13

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
3.1.2. Layout Ruang
Layout ruang disusun secara tegas dengan bentuk geometris sederhana yaitu bentuk kotak yang
disusun sesuai fungsi dan hubungan ruang yang nyaman dengan orientasi yang jelas sehingga tidak
membingungkan.
Di komposisi sesuai kebutuhan fungsi ruang

Gambar 3. 1 Komposisi Dasar Bangunan

Dengan mengambil bentuk dasar kotak dengan susunan yang sederhana memungkinkan
terwujudnya komposisi ruang yang memberikan kejelasan orientasi ruang.

Gambar 3. 2 Kejelasan Orientasi Ruang

Untuk mempertegas orientasi ruang, diletakan satu ruang sebagai pusat orientasi, dalam hal ini
Ruang Lobby sesuai untuk dijadikan sebagai pusat orientasi, karena ruang lobby merupakan ruang
penerima publik untuk mendapatkan pelayanan.

14

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Gambar 3. 3 Pusat Orientasi Ruang

Masing-masing fungsi ruang disusun dengan batasan yang tegas sesuai dengan zoning
ruangnya, pada zona pelayanan digunakan pembatas yang tegas secara fisik namun tetap bisa diakses
secara visual, hal ini untuk memberikan kesan transparansi serta kesan modern pada bangunan.

Gambar 3. 4 Batasan Ruang yang Tegas Sesuai Fungsi Ruang

3.1.3. Sirkulasi
Bahasan pertama yang sangat penting pada bangunan bertingkat adalah sirkulasi bangunan.
Karena bangunan akan mempunyai lebih dari satu lantai, maka bagaimana akses sirkulasi bangunan
yang aman dan nyaman sangat diperlukan. Bentuk ruang sirkulasi pada bangunan pada umumnya terdiri
dari sirkulasi vertikal (tangga,eskalator,lift) dan horisontal (selasar,hall,lorong). Keduanya akan sangat
mempengaruhi disain bangunan baik pada aspek struktur dan konstruksi juga aspek-aspek lain pada
bangunan.

15

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Konfigursi Selasar

Bagian-Bagian Tangga

Konsep Difabel
Gambar 3. 5 Jalur Sirkulasi

3.1.4. Sistem Pencahayaan Bangunan


Sistem pencahayaan bangunan dapat diperoleh dengan sistem pencayaan alami dan buatan.
Pencahayaan alami lebih disarankan semaksimal mungkin digunakan di siang hari pada jam kerja karena
menurut beberapa penelitian, cahaya alami lebih dapat memberikan kenyamanan dan pr energi karena
oduktifitas aktifitas pada siang hari. Demikian juga dengan tujuan penghematan tidak memerlukan tenaga
listrik. Sebaliknya pencahayaan buatan atau lampu lebih disarankan untuk penggunaan malam hari saja.
Kedua sistem ini akan mempengaruhi sistem lain dalam bangunan sehingga sangat perlu juga untuk
dibahas secara khusus.

16

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Berbagai elemen struktur yang berkaitan dengan pencahayaan:


Atap beserta tritisnya
Dinding dan bukaannya beserta elemennya
Tebal ruang
Konfigurasi massa bangunan

Gambar 3. 6 Sistem Pencahayaan

3.1.5. Sistem Air Bersih dan Sanitasi Bangunan


Sistem air bersih dan sanitasi banyak berhubungan dengan cara penyediaan dan distribusi air
bersih, air kotor dan kotoran. Rancangan struktur dan konstruksi bangunan juga akan berkaitan langsung
dengan rancangan sistem ini. Pada dasarnya sistem-sistem ini dibedakan menurut konstruksinya menjadi
penyedia atau penerima dan distribusinya. Penyedia adalah tempat, wadah yang dapat berupa bak atau
tangki yang digunakan untuk menyimpan. Wadah penyimpan ini dapat diletakkan di atas, di dalam atau di
bawah bangunan, sementara jalur distribusinya dapat diletakkan menempel atau di dalam dinding atau
pelat lantai, atau ditempatkan pada ruang khusus (shaft). Shaft ini dapat berupa jalur vertikal atau
horizontal.

Gambar 3. 7 Sistem Air Bersih dan Sanitasi

17

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

3.1.6. Sistem Kelistrikan bangunan


Sistem kelistrikan terutama pada sistem distribusinya, akan berpengaruh langsung terhadap
konstruksi bangunan. Jaringan kabel pada bangunan dapat diletakkan secara terbuka atau tertutup (mati).
Jaringan kabel yang hanya ditempelkan atau diletakkan biasanya lebih diutamakan daripada
jaringan mati untuk pemeliharaan dan perbaikan. Pada distribusi utama tegak, kabel-kabel ini juga
sebaiknya diletakkan di dalam shaft khusus listrik untuk menghindari hubungan arus pendek akibat
kebocoran pipa air. Pada distribusi mendatar, jaringan diletakkan di atas plafond selasar atau ruang-ruang
penghubung lainya. Selanjutnya jaringan dapat ditanam pada dinding atau pada lantai atau pada pelat
lantai.
Hal yang harus disediakan:
Sumber : PLN perlu panel utama,
trafo; Genset perlu ruang mesin
Jalur distribusi : Shaft vertikal pada
dinding dan shaft horisontal pada
plafond atau lantai
Fixture : lampu pada plafond atau
dinding; titik sumber daya pada
dinding atau lantai
Gambar 3. 8 Sistem Kelistrikan

3.1.7. sistem sistem lainnya


Menentukan sistem-sistem lainnya, seperti sistem penghijauan, parkir, pengelolaan air hujan dan
air limbah, maupun tata suara.
3.1.8. Merencanakan Bangunan Berdasarkan Aspek Utama
Langkah selanjutnya setelah memahami berbagai aspek bangunan adalah menggunakannya
pada bangunan. Proses penerapan ini berbentuk analisa pada tiap-tiap bagian bangunan yang dipikirkan
terhadap aspek lain. Hasil pembahasan berupa solusi dan alternatifnya disebut sebagai konsep dasar
perancangan. Proses pencapaian ide, gagasan dan konsep-konsep bangunan itu pada dasarnya adalah
rumit dan berbelit, karena permasalahan satu aspek pada satu bentukan akan mempengaruhi aspek dan
bentukan lain pada bangunan.

18

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
A. Merencanakan Sistem Struktur Utama
Sistem struktur dan konstruksi bangunan dapat ditentukan terlebih dahulu untuk dapat menentukan
langkah perencanaan selanjutnya. Maksud dari penentuan sistem struktur utama terlebih dahulu
adalah agar dapat didefinisikan seberapa jauh kaitan sistem struktur ini dengan aspek bangunan
lain. Sistem struktur yang dimaksud adalah sistem struktur menurut bahan dan jenisnya, kemudiaan
juga kaitannya dengan konstruksi lainnya.
Mempertimbangkan fungsi ruang dan persayaratannya pada struktur
Langkah

pertama

untuk

menentukan

sistem

struktur

utama

adalah

dengan

mempertimbangkan aspek struktur dan aspek fungsi bangunan dengan pertimbanganpertimbangannya dalam check list sbb:
Tabel 3. 1 Pertimbangan Aspek Permasalahan dan Area Pembahasan

Permasalahan

Area Pembahasan

Bagaimana kegiatan di wadahi dalam ruang.


Apakah terdapat fungsi-fungsi yang spesifik
yang harus diwadahi dalam ruang misalnya
kegiatan yang memerlukan ruang-ruang lebar
tanpa kolom, atau ruang-ruang dengan ukuran
dan bentuk tertentu atau pada lantai tertentu
Bagaimana sistem ruang dipenuhi oleh
bangunan. Apakah terdapat ruang yang
menghendaki sistem khusus semacam
pencahayaan dan penghawaan alami

Konfigurasi bentuk dan ukuran grid struktur baik


horisontal ataupun vertikal di mana titik-titik
kolom dan dinding diletakkan yang akan
membentuk sistem struktur secara keseluruhan
yang disesuaikan dengan tuntutan fungsi ruang

Bagaimanakah sistem utilitas dilayani oleh


bangunan, di mana posisi-posisi bak
penampung air bersih, air kotor dsb. Apakah
secara langsung mempengaruhi struktur
bangunan

Penentuan sistem distribusi meliputi tempat


suplay, jalur distribusi dan tempat buangan serta
kaitannya dengan struktur dan konstruksinya

Bentang bangunan, konfigurasi ruang dan


konfigurasi massa bangunan serta bukaanbukaan yang akan mempunyai saling keterkaitan
antara sistem struktur dan konstruksinya

Ketiga pertimbangan pokok utama di atas akan menentukan pemakaian sistem struktur utama
sebuah bangunan. Tentu saja banyak aspek penunjang lain yang juga turut menentukan selanjutnya,
namun pada dasarnya ketiga aspek di atas dapat dijadikan titik pangkal untuk masuk pada apek-aspek
berikutnya pada bangunan.

19

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Gambar 3. 9 Contoh Pemenuhan Tuntunan Ruang Fungsi Spesifik

Gambar 3. 10 Contoh Pemenuhan Tuntutan Sistem-Sistem Bangunan Spesifik

Gambar 3. 11 Contoh pertimbangan penggunaan bahan terhadap struktur

Mempertimbangkan Pemilihan Bahan Struktur Utama


Bahan sistem struktur utama akan sangat mempengaruhi jenis kinerja sistem
strukturnya. Pemakaian bahan tertentu akan saling berkaitan dengan disain sistem struktur dan
konstruksinya. Untuk dapat menentukan bahan utama pada sistem struktur utama dengan
optimal, perencana harus memperhatikan aspek-aspek pada check list sbb;
Tabel 3. 2 Pertimbangan Pemilihan Bahan Struktur Utama

Permasalahan
Sistem struktur dari jenis apakah yang
paling cocok untuk ruangan dan
bangunan tertentu (pada tabel di atas)
yang sesuai dengan aspek-apek
bangunan
Bahan bangunan yang paling sesuai
seperti apakah yang tepat digunakan
untuk bangunan yang sesuai dengan
bahan struktur utama dan bahan lainnya
dalam bangunan

Area Pembahasan
Bagaimanakah persyaratan teknis bahan
struktur akan dapat digunakan pada
bangunan meliputi kemampuan bentang
dan ketinggian bangunan serta kaitannya
dengan fungsi ruang
Kesesuaian dengan aspek-aspek bangunan
dan ketersediaan bahan bangunan pada
suatu wilayah

20

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Kedua pokok bahasan di atas dapat digunakan untuk menentukan baik bahan utama
dalam sistem struktur ataupun bahan lain yang akan digunakan dalam bangunan sehingga
bangunan akan dapat menggunakan bahan bangunan secara ideal.

Mempertimbangkan Aspek Bentuk Bangunan dari Bentuk Struktur


Bentuk pada bangunan dapat merupakan tujuan atau hasil dari proses perencanaan dan
perancangan. Tujuan, bila sudah ditentukan terlebih dahulu kesan, peran dan bentuk yang
diinginkan dari perencana atau pemilik, kemudian baru kesesuaiannya dengan fungsi dan sistemsistem ditetapkan kemudian. Hasil, bila bentukan adalah bentukan yang dihasilkan dari akibat
fungsi atau sistem-sistem yang diterapkan pada bangunan. Kedua metoda ini tidak harus
dilakukan secara kaku, namun dapat saling melengkapi untuk mendapatkan hasil yang optimal
pada bentuk bangunan. Pada penentuan sistem struktur utama, bentuk dapat dibahas menurut
check list sbb;
Tabel 3. 3 Pertimbangan bentuk bangunan dari bentuk struktur

Permasalahan
Apakah bentuk dijadikan tujuan atau hasil
Apakah elemen-elemen struktur dipakai
sebagai elemen bentuk bangunan
Apakah sistem-sistem pada bangunan akan
berpengaruh terhadap elemen dan bentuk
bangunan

Area Pembahasan
Fungsi struktur sebagai fasilitas atau
penentu
Penentuan
penonjolan
atau
penyembunyian elemen struktur
Konstruksi-konstruksi yang melekat pada
struktur yang akan dipakai

21

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Gambar 3. 12 Contoh bentuk bangunan terhadap sistem ruang

B. Merencanakan Bentuk Bangunan dan Atapnya


Bentuk bangunan rendah biasanya identik dengan bentuk atap bangunan. Sebagai mahkota
bangunan, atap juga kerap kali menentukan kesan arsitektur bangunan. Bangunan-bangunan
tradisional juga dapat dikenali dengan masing-masing bentuk atapnya yang khas. Untuk
menghasilkan atap yang ideal, harus disesuaikan dengan ruangan atau fungsi yang terdapat di
bawahnya, jadi bukan hanya sebagai pembentuk bangunan saja. Untuk dapat merumuskan
hubungan yang baik dipakai check list sbb;
Tabel 3. 4 Aspek perencanaan bentuk bangunan dan atap

Permasalahan
Bagaimana memadukan sistem struktur

Area Pembahasan
Kaitan antara struktur utama dengan struktur atap

bangunan secara kompak


Apakah bentuk atap berperan dalam

dan tentu struktur lain (misal: pondasi)


Alternatif sistem struktur atap utama yang dominan

bentuk bangunan secara keseluruhan


C. Merencanakan Atap dan Fungsinya
Selain berfungsi membentuk bangunan seperti pada bahasan sebelumnya, atap juga akan
banyak mempunyai fungsi yang harus ditentukan pada konsep bangunan sbb;

Tabel 3. 5 Aspek Perencanaan atap dan fungsi

Permasalahan
Fungsi bentuk dan struktur

Area Pembahasan
Kemungkinan berbagai bentuk atap yang dapat

Fungsi ruang

digunakan beserta sistem strukturnya


Kemungkinan bentang dan sifat atap untuk

Fungsi perlindungan

menciptakan baik ruang di bawah atau di atasnya


Kemungkinan alternatif konstruksi pelindung

Fungsi sistem

bangunan baik pada atap utama atau tidak


Kemungkinan penerapan sistem-sistem bangunan

22

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
pada atap
D. Merencanakan Dimensi Struktur Bangunan
Dimensi struktur bukan hanya berkaitan dengan dimensi struktur utama tetapi juga diperhatikan
terhadap aspek lain dalam bangunan. Dimensi masing-masing ruang struktur akan saling
mempengaruhi satu dengan yang lain. Dimensi ini ditentukan oleh arsitek atas pertimbangan halhal tersebut di atas. Dimensi tersebut mutlak harus dipenuhi oleh konstruktor sipil jika tidak
terdapat alasan teknis yang kuat, misalnya dimensi terlalu kecil hingga tidak mungkin bagi
sebuah elemen struktur dipasang dan bangunan akan runtuh, atau terlalu besar sehingga
bangunan akan menjadi sangat mahal dan tidak masuk akal dan sebagainya. Oleh karena itu
sangat disarankan adanya forum komunikasi yang baik antara arsitek dan konstruktor sipil
sebelum pre-design dihasilkan sehingga dapat ideal.
Adapun dimensi elemen seperti kolom, balok atau kuda-kuda dan sejenisnya digunakan
perkiraan yang justru dipertimbangkan terhadap aspek-aspek lain dalam bangunan terlebih
dahulu, sedangkan angka akhir dari dimensi ini harus dihasilkan dari konstruktor struktur untuk
dapat memproduksi gambar kerja yang sebenarnya pada proyek pembangunan.
Menentukan Bentangan

Bentangan adalah jarak antar dua sisi bangunan atau dua tumpuan kuda kuda atau
rangka atap lainnya. Bentangan akan mencapai jarak maksimal dengan menggunakan sistem
rangka ringan seperti kuda-kuda yang dapat terdiri dari beberapa bentuk. Untuk dapat
menentukan bentangan bangunan banyak hal yang harus dipertimbangkan;
a.

Fungsi dan Dimensi Bangunan dan Ruang


Bentang akan sangat dipengaruhi oleh sifat fungsi yang juga berpengaruh pada dimensi
ruangnya. Ruang-ruang publik tertentu semacam ruang rapat, ruang serbaguna dan
sebagainya menuntut volume ruang yang besar dan sifat bebas dari adanya kolom-kolom
struktur di dalamnya. Sifat ruang yang demikian harus difasilitasi oleh struktur bangunan.
Oleh karena itu ruang-ruang bentang lebar lebih ideal diletakkan di lantai-lantai atas pada
bangunan bertingkat atau pada lantai khusus.

b.

Penggunaan Struktur yang dibentangkan


Alternatif pencapaian bentang ini dapat dengan struktur balok pada lantai 1 atau dengan
struktur rangka yang lebih ringan pada lantai 2. Tentu saja lebih disarankan ruang bentang
lebar di lantai atas, karena rangka lebih mampu mengatasi bentang daripada balok beton.
Macam rangka dan macam bahan yang berupa kuda kuda pun beragam yang bentang
satu dengan lain juga berbeda. Struktur yang lebih ringan akan mampu membentuk
bentangan yang lebih lebar.

23

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Gambar 3. 13 Pertimbangan aspek bangunan pada benteng struktur

c.

Sistem Pencahayaan
Sistem pencahayaan dapat ditempuh dengan pencahayaan alami dan buatan.
Pencahayaan alami lebih dianjurkan (pada siang hari) karena terbukti lebih bermanfaat
dan memberikan rasa nyaman pada fungsi-fungsi ruang atau untuk beraktifitas, dan juga
dapat menghemat energi bangunan. Sistem pencahayaan akan mempengaruhi bentang
secara langsung karena masuknya cahaya akan ditentukan oleh ukuran bukaan dan
kemampuan optimal pencapaian cahaya itu sendiri yang tidak lebih dari beberapa kali
lebar bukaannya.

d.

Sistem Penghawaan
Sistem penghawaan alami juga akan secara langsung mempengaruhi bentang
bangunan karena kemampuan untuk mengalirnya udara akan sangat dipengaruhi oleh
jarak tempuh dan sifat serta lokasi bukaan.
Menentukan Jarak Antar Bentangan

Jarak antar bentangan adalah jarak antar dua rangka utama yang tegak lurus dengan
bentangannya seperti jarak antar balok utama atau kuda kuda. Jarak antar bentangan ini sangat
penting karena akan membentuk ruangan fungsi dan juga membentuk bentukan bangunan.
Untuk mendapatkan jarak antar bentangan yang optimal perlu mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut;
a.

Penggunaan Struktur antar Bentang


Pada atap, rangka atap seperti kuda kuda dan sejenisnya dapat dihubungkan
dengan batang atau rangka lain. Jika menggunakan batang baik kayu atau baja, hanya
akan memperoleh jarak antar bentang ini beberapa meter saja. Namun jika digunakan
rangka lain untuk menghubungkan rangka atap ini jarak antar bentangan dapat
ditingkatkan.

24

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Gambar 3. 14 Pertimbangan jarak antar bentang

b.

Modul Ruang dan Bahan


Modul ruang atau ukuran satu unit ruang dari ruang yang seragam juga dapat
digunakan untuk menentukan jarak antar bentangan ini. Lebar untuk kamar-kamar hotel
akan dijadikan ukuran atau jarak antar bentangan demikian juga dengan fungsi lain.
Bahan bangunan yang dipakai akan menentukan jarak antar kolomnya. Penggunaan kayu
atau baja sebagai penghubung antar kuda kuda menentukan jarak antar kuda kuda
tersebut. Demikian juga halnya dengan pemakaian ukuran-ukuran bahan dinding, plafond
dan sebagainya.

c.

Bentukan dan Proporsi Fasade


Jarak antar kolom atau jarak antar bentangan (yang juga jarak antar kuda
kuda) akan membentuk garis-garis tumpuan pada kolom-kolomnya. Kolom-kolom ini akan
secara langsung mempengaruhi fasade bangunan. Memang kolom-kolom ini dapat
disembunyikan ataupun diekspos, namun proporsi dan letak-letak bukaan dan dinding
akan juga masih dipengaruhi sehingga tampak bangunan juga dipikirkan ketika
menentukan jarak antar kolom bangunan.
Menentukan Jarak Antar Lantai

Untuk dapat menentukan jarak antar lantai satu dengan lantai di atasnya banyak juga
yang harus diperhatikan, antara lain;
a.

Fungsi dan Dimensi Bangunan dan Ruang


Fungsi-fungsi tertentu mengendaki ketinggian ruang tertentu sehingga jarak
antar lantai sangat dipengaruhi oleh ketinggian ruang yang harus disediakan.

25

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
b.

Sistem Ruangan
Sistem-sistem ruang termasuk pencayaan, penghawaan, elektrik dan mekanik
akan memerlukan tertentu baik pada ruang fungsi ataupun ruang yang harus disediakan
di atas (plafond) atau di bawah (lantai). Dengan demikian ketinggian antar lantai jelas
akan dipengaruhi sistem-sistem ini.

c.

Ukuran Tangga
Ukuran tangga pada arah ketinggian yang dihitung dari jumlah anak tangga
dan bordesnya juga akan menentukan tinggi antar lantai. Bahkan seperti disebut dalam
bahasan tentang tangga, bahwa cara yang efisien menentukan ketinggian lantai, jumlah
ketinggian tangga inilah yang dipakai untuk menentukan bilangan terkecilnya (satuan).
Adapun angka besarnya dapat merupakan kelipatan anak tangga hingga diperoleh
kesesuaian atau terpenuhinya persyaratan ruang dengan sistem bangunan lain.

d.

Bentang Ruang
Ruang dengan bentang lebar pada lantai bawah akan membutuhkan balok
atau rangka yang berdimensi atau ketebalan yang besar juga. Dengan demikian jika
fungsi juga masih dipertahankan dengan persyaratan ketinggiannya, maka tinggi antar
lantai akan langsung dipengaruhinya.
Menentukan Tinggi Ruang Lantai Atas

Tinggi ruang lantai atas adalah ukuran yang diambil dari lantai atas ke dinding paling atas
atau pada tempat atap berada. Ukuran ini akan menentukan tinggi bangunan secara keseluruhan
ditambah dengan lantai satu. Untuk menentukan ketinggian lantai atas ini beberapa hal yang
harus diperhatikan yaitu;
a.

Sudut atap lantai atas


Penggunaan sudut atap yang curam jelas akan membentuk ketinggian yang maksimal
pada bangunan. Atap datar adalah atap yang tidak menambah ketinggian dinding pada
lantai atas.

b.

Sistem Ruang Lantai atas


Persyaratan ruang yang harus dipenuhi pada lantai atas juga mempengaruhi ketinggian
lantainya. Penggunaan ruang-ruang untuk ventilasi, pencahayaan dan juga tempat sistem
elektrik dan mekanik akan memerlukan ruang baik di bawah atap atau di bawah lantai.
Secara langsung akan menambah ketinggian bangunan.

Menentukan Ketinggian Bangunan


Ketinggian bangunan dua lantai dihasilkan dari ketinggian lantai satu dan lantai atas.
Sementara bangunan yang berlantai lebih adalah penjumlahan semua ketinggian lantai yang

26

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
biasanya berbeda pada lantai dasar, lantai-lantai tengah dan lantai atas. Perbedaan ketinggian ini
akibat fungsi ruang dan juga aspek proporsi dan bentuk bangunan. Hal-hal yang harus
diperhatikan untuk mendapatkan ketinggian selengkapnya adalah;
a.

Fungsi Ruang dan Bangunan


Fungsi-fungsi tertentu menghendaki ukuran yang berbeda. Ruang pada lantailantai yang bersifat publik atau dengan kapasitas yang besar lebih mempunyai ketinggian
yang besar karena proporsi ruang fungsi. Pada lantai atas ketinggian ruang lantainya juga
dipertimbangkan terhadap baik fungsi ataupun sistem. Jika fungsinya juga untuk publik
atau dengan sistem alamiah maka ruang lebih cenderung tinggi atau sebaliknya. Pada
lantai-lantai tengah jika bangunan mempunyai ketinggian lebih dari dua lantai, maka
lantai-lantai ini lebih cenderung pendek karena kebanyakan digunakan untuk fungsi-fungsi
privat yang tidak begitu memerlukan ketinggian ruang yang lebih tinggi. Demikian juga
dengan sistem yang akan dipakai, lebih menghendaki volume ruang yang relatif lebih
kecil.

b.

Proporsi Bangunan
Bangunan-bangunan bentang lebar akan lebih membentuk ketinggian atap yang
maksimal, lebih-lebih dengan sudut atap yang runcing. Permasalahan yang timbul adalah
bagaimana proporsi bangunan yang dihasilkan. Proporsi ini sangat mempengaruhi
bentuk, tampak dan juga citra bangunan sehingga pengaturan proporsi akan menentukan
juga tinggi rendah bangunan.

c.

Lokasi Bangunan
Bangunan harus aman dari gangguan situasi lingkungan di sekitarnya. Hal-hal
alamiah yang secara langsung berkaitan dngan ketinggian bangunan adalah angin dan
petir. Pada prinsipnya bangunan tidak boleh berdiri sendiri di tengah padang untuk tidak
mengundang bahaya angin atau petir. Pada kondisi lingkungan buatan juga harus
diperhatikan posisi-posisi jaringan listrik apalagi jaringan tegangan tinggi. Juga pada
bangunan yang relatif dekat dengan kepentingan trasportasi semacam bandar udara dan
sebagainya, ketinggian bangunan harus menjadi tinjauan utama.

d.

Peraturan Bangunan Setempat


Peraturan bangunan atau building code pada suatu wilayah sangat beragam
tergantung maksud tertentu. Ada kalanya bangunan tidak boleh melebihi ketinggian
tertentu atau jumlah lantai tertentu. Juga banyak wilayah yang menerapkan sudut 45 dari
ass jalan utama, sehingga bangunan dengan jumlah lantai berapapun tidak boleh melebihi

27

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
garis tersebut. Bangunan-bangunan yang berada di tepi jalan akan mempunyai ketinggian
yang minimal dan sebaliknya.

Gambar 3. 15 Aspek terkait dengan ketinggian bangunan

Menentukan Prakiraan Dimensi Kolom dan Balok

Dimensi kolom dan balok pada bangunan memang harus dihitung secara pasti, namun
bagi arsitek, prakiraan dimensi kolom dan balok ini dapat dilakukan sehingga hasil dari
perhitungan teknis struktural pada nantinya tidak akan jauh berbeda atau dengan kata lain
dimensi yang diajukan arsitek masih dapat dipakai. Sekali lagi yang harus diperhatikan adalah
bahwa arsitek membuat prakiraan ini tidak hanya berdasarkan pertimbangan aspek struktur saja
namun didasarkan pula pada aspek lain dalam bangunan, sehingga bagi konstruktor struktur
sipil, ukuran atau dimensi yang diberikan oleh arsitek idealnya tidak dirubah secara drastis, baik
bentuk atau dimensinya. Proses penyesuaian atau tawar-menawar sangat dimungkinkan untuk
mengasilkan bentuk dan dimensi yang optimal.
Pada struktur beton bertulang, untuk dapat memperkirakan bentuk dan besaran atau
dimensi kolom dan balok tentu saja aspek pertama yang dipikirkan adalah aspek bahan struktur
terhadap kemampuannya melayani beban atau bentang tertentu, yang selengkapnya dapat
dilihat pada tabel.
a.

Bentuk dan Dimensi Kolom Beton Bertulang


Kolom bangunan bertugas menopang beban bangunan yang diberikan kepadanya.
Daerah atau luasan tertentu menjadi tanggung jawab sebuah kolom tertentu. Kolomkolom pada satu bangunan belum tentu mempunyai beban yang sama, sehingga perlu
dianalisis satu per satu daerah pikulnya. Untuk dapat lebih efisien, beban yang berupa
bentuk ataupun area pikul kolom itu sebanyak mungkin dibuat seragam, sehingga baik

28

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
proses perencanaan dan perhitungan strukturnya menjadi sederhana karena tidak
memerlukan hitungan satu persatu. Namun demikian, karena pertimbangan terhadap
aspek lain, kadang kala pada lokasi-lokasi tertentu pada bangunan, ruang-ruang menjadi
berbeda sehingga mengakibatkan kolom-kolom sebagai pemikul yang berbeda pula,
perbedaan ini meliputi perbedaan bentang, bertambah atau berkurang.

Gambar 3. 16 Teknik prakiraan besaran kolom dan balok dalam desain arsitektural struktur beton bertulang

Pada idealnya sebuah kolom akan mewakili bentuk area pikulnya. Jika grid yang
terbentuk pada ruang atau denah bangunan membentuk bujur sangkar, maka secara
struktural, kolom sebaiknya bujur sangkar demikian pula bentuk-bentuk yang lain. Kolom
lingkaran dapat dipakai untuk memikul area beban yang simetris pada sisi-sisinya.
Sedangkan ukuran kolom beton bertulang pada bangunan bertingkat dua sangat
tergantung pada bentangannya. Secara umum harus dihitung tiap satuan persegi dari
luasan penampang kolom yang akan memikul beban tertentu yang masing-masing
kualitas beton bertulang akan berbeda. Sebagai gambaran kasar, bangunan satu lantai
tidak bertingkat menggunakan kolom praktis ~(10 x 10) cm setiap sambungan atau
pertemuan dindingnya atau setiap luasan 9 ~ 12 meter persegi atau untuk dinding
setinggi ~3 meter dipasang setiap 3 - 4 meter. Untuk bentangan yang hampir sama,
kolom-kolom pada lantai dua dapat diprakirakan dengan ukuran dua kali lipat dari sisi-sisi
kolom tersebut. Bangunan berlantai dua dapat menggunakan kolom ~(20 x 20) cm
bangunan berlantai tiga dapat menggunakan ~ (30 x 30) cm, dan seterusnya. Tentu saja
pertimbangan bentuk area pikul di atas harus dimasukkan dalam pencarian bentuk dan
dimensi ini.
b.

Bentuk dan Dimensi Balok Beton Bertulang


Balok pada struktur beton bertulang biasanya sekaligus digabung dengan pelat lantai
beton bertulang menjadi satu kesatuan. Namun demikian penampang balok beton ini

29

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
masih dihitung dari sisi bawah sampai sisi atas pelat lantai. Demikian juga seperti pada
kolom, prakiraan bentuk dan dimensi balok juga harus diperhitungkan terhadap aspek lain
pada bangunan. Penampang balok yang ideal adalah balok yang mempunyai ketinggian
yang lebih besar daripada lebarnya. Rasio lebar : tinggi balok dapat berkisar 1 : 3 hingga
2 : 3 walaupun angka ini tidak mutlak, namun kebanyakan balok beton bertulang
mempunyai kisaran rasio ini.

Gambar 3. 17 Teknik perkiraan dimensi balok beton bertulang

Pada balok tinggi memang diutamakan ketimbang lebar secara struktural, namun karena alaan
lain, dapat saja balok dibuat dengan bentuk lain. Untuk memprakirakan ketinggian balok pada
konstruksi beton bertulang dapat mengambil angka 1/10 hingga 1/12 dari bentangan kolom
penumpunya, walaupun juga angka ini masih sangat tergantung pada jenis beban dan kekuatan
material betonnya. Pada beton non-konvensional seperti beton pre-stress atau beton posttention, rasionya dapat lebih kecil hingga 1/20 bentangannya.
3.1.9. Analisa Rencana
1. Struktur Bangunan
a. Pondasi
Untuk bangunan, selain menggunakan pondasi batu kali menerus, juga akan menggunakan
pondasi setempat/umpak, footplate maupun pondasi sumuran.

30

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Gambar 3. 18 Contoh Pondasi Menerus Batu Kali

Gambar 3. 19 Contoh Pondasi Setempat / Umpak

Gambar 3. 20 Contoh Pondasi Footplate

31

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Gambar 3. 21 Contoh Pondasi Sumuran

Gambar 3. 22 Alternatif Desain Pondasi

Jenis struktur pondasi yang digunakan pada bangunan 3 lantai ini harus
mempertimbangkan struktur yang kuat, tepat dan ekonomis. Faktor primer yang mempengaruhi
pemilihan jenis pondasi untuk sebuah bangunan antara lain :

Kondisi tanah bawah permukaan (daya dukung tanah) dan air tanah.

Persyaratan struktural termasuk beban, konfigurasi, dan kedalaman pondasi.

Faktor sekunder yang penting antara lain :

Metode konstruksi termasuk kebisingan, lalu lintas, pembuangan tanah, air.

Dampak terhadap properti yang berdekatan.

Resiko-resiko konstruksi.

Waktu yang tersedia untuk konstruksi.

b. Struktur Utama Bangunan (Sloof, Kolom, Balok, Dinding)

32

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Struktur utama menggunakan struktur beton bertulang, dengan dinding menggunkan
pasangan batu bata yang difinish plesteran dan acian. Struktur rencana bangunan
gedung harus didesain sedemikian sehingga memiliki: daktilitas yang baik (baik pada
material maupun strukturnya); kelenturan pada strukturnya; dan memiliki daya tahan
terhadap kerusakan. Struktur utama menggunakan beton bertulang maupun baja, dengan
dimensi maupun tulangan yang akan dihitung menggunakan software struktur. Bentuk
bangunan menyesuaikan bangunan di sekitar.
c. Struktur Atap
Struktur atap dapat menggunakan rangka kayu, maupun rangka atap alternatif lainnya
seperti rangka atap baja ringan maupun baja konvensional. Plat atap dari beton bertulang
di sekeliling atap utama merupakan tampilan yang dapat memperkaya arsitektural
bangunan.

Gambar 3. 23 Konfigurasi Penggunaan Atap Dag Beton dan Rangka Truss

33

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Gambar 3. 24 Contoh kuda-kuda baja konvensional

Gambar 3. 25 Contoh Kuda-kuda baja ringan

Gambar 3. 26 Konsol Kayu Pada Tritisan

2. Arsitektur Bangunan
a. Penutup lantai (keramik)
Penutup lantai menggunakan penutup lantai keramik kualitas KW1. Berikut ini adalah
contoh keramik yang dapat digunakan nantinya.

Gambar 3. 27 Alternatif Keramik pada Selasar

34

Gambar 3. 28 Alternatif Keramik Dalam Ruang dengan Plint Keramik

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Gambar 3. 29 Alternatif Keramik Mandi / WC

b. Penutup dinding
Finising direncanakan akan menggunakan cat dinding, interior untuk dalam ruangan, dan
eksterior weathershield untuk luar ruangan. Pada dinding juga akan diberi permainanpermainan untuk meningkatkan kualitas arsitekturnya, seperti tergambar berikut ini.

Gambar 3. 30 Contoh Roster / Lubang Angin

Gambar 3. 31 Contoh ornamen pada dinding selasar

Gambar 3. 32 Contoh ornamen batu alam pada kolom

35

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Gambar 3. 33 contoh permainan tali air pada dinding

Gambar 3. 34 contoh ornamen batu alam pada dinding

c. Pintu Jendela
Pintu jendela menyesuaikan dengan bangunan yang sudah ada di kompleks, bisa juga
menggunakan alternative alumunium ataupun kayu.

Gambar 3. 35 Pintu jendela kayu

36

Gambar 3. 37 contoh pintu jendela kombinasi

Gambar 3. 36 contoh pintu jendela kombinasi


alumunium dan kayu finishing cat / melamin

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
d.
d.
d.
d.
d.
Penutup Langit-Langit / Plafond
Rangka plafond yang akan digunakan dapat menggunakan rangka kayu maupun rangka
hollow. Untuk penutup plafond menggunakan plafond gypsum maupun plafond cross-tee
main-tee. Pada sudut plafond menggunakan list profill cornees.

Gambar 3. 38 Contoh rangka kayu pada plafond

Gambar 3. 39 Contoh rangka hollow pada


plafond

Gambar 3. 40 contoh plafond Croos-Tee Main-Tee

Gambar 3. 41 contoh plafond Gypsum /


Kalsiboard dengan list corness

e. Penutup Atap
Penutup atap direncanakan menggunakan penutup atap dari genteng beton bercat, cukup
sesuai dengan atap bangunan eksisting yang sebagian besar menggunakan dengan
genteng tanah. Bisa juga menggunakan alternative penutup atap lainnya, seperti penutup
atap genteng metal, galvalum, ataupun penutup atap bitumen.

37

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Gambar 3. 42 Contoh penutup atap genteng beton

Gambar 3. 43 alternatif penutup atap genteng metal

Gambar 3. 44 Alternatif Penutup atap genteng


bitumen

3. Utilitas Bangunan
a. Tangga
Untuk rencana bangunan lebih dari 1 lantai, diperlukan tangga sebagai akses dari lantai ke
lantai berikutnya. Tangga ini berdiri dari 2 bagian, yaitu tangga biasa dengan anak tangga,
dan tangga ram khusus untuk barang.

Gambar 3. 45 Contoh Desain Tangga

Desain tangga konvensional, dengan anak tangga dari keramik, menggunakan stepnozing
sebagai pengaman agar tidak terpeleset karena lantai licin, dan keamanan tangga dilengkapi
dengan balustrade dan pegangan berupa besi stainless.

38

Gambar 3. 46 Contoh Ralling tangga

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Gambar 3. 47 Contoh Ramp untuk difabel

Tangga khusus untuk pengangkutan barang dan kursi roda maupun difabel. Menggunakan
keramik anti selip, dan dilengkapi dengan balustrade dan pegangan berupa besi stainless.
b. Saluran air hujan
Saluran air hujan menyesuaikan dengan denah yang akan direncanakan, menggunakan
pasangan bata, buis beton, dengan penutup plat beton bertulang. Dapat juga ditambahkan
grill sebagai pengaman akses pengguna jalan.

Gambar 3. 48 Diagram Sistem Drainase

Gambar 3. 49 Contoh Penggunaan Grill sebagai pengaman

c. Mekanikal elektrikal

39

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Desain pekerjaan ME, yang meliputi plumbing dan instalasi listrik akan disesuaikan dengan
dengan situasi pada bangunan di sekitarnya. Berikut ini beberapa gambaran pekerjaan
mekanikal elektrikal.
Desain Diagram Distribusi Listrik

Sedangkan untuk instalasi air kotor terwujud dalam diagram berikut ini:

Gambar 3. 50 Contoh Desain bak mandi dengan


menggunakan bak mandi keramik, dan dinding keramik
pada kamar mandi

Gambar 3. 51 Contoh Desain kloset duduk dengan


perlengkapan handle untuk difabel

40

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Gambar 3. 52 Contoh Lantai kamar mandi yang


diwaterproofing

Gambar 3. 53 Contoh Penggunaan shaft sebagai sarana


jaringan pemipaan air bersih dan air kotor

Gambar 3. 54 Contoh Penggunaan lampu TKO Outbow dengan 2 buah lampu TL, dan penggunaan
lampu PH / SL dengan fitting standart

Gambar 3. 55 Contoh Penggunaan lampu downlight dan lampu TKI Inbow dengan 2 lampu
TL pada plafond Crosstee-Maintee

Penggunaan box panel dan meteran listrik, menyesuaikan kebutuhan, dan alokasi penempatannya
sehingga tidak mengganggu pemandangan, dan mudah diakses.
d. Sistem Pencegahan Kebakaran

41

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor: 11/Kpts/2000 tentang
Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran Di Perkotaan , persyaratan
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan adalah dengan sistem deteksi dan
peringatan kebakaran seperti fire alarm dan smoke detector dan hydrant maupun tabung
pemadam kebakaran (extinguisher). Sehingga dalam perencanaan nantinya, alokasi,
perletakan, kapasitas, dan kualitas sarana pemadam kebakaran ini harus direncanakan
sebaik-baiknya.

e.

Gambar 3. 56 Contoh Tabung Pemadam Kebakaran

Penangkal Petir

Bangunan 2 lantai atau lebih diwajibkan menggunakan penangkal petir. Dalam desain
nantinya, penangkal petir akan menyesuaikan dengan penangkal petir yang sudah ada pada
bangunan di sekitarnya.

Gambar 3. 57 Contoh Desain Penangkal Petir

f.

Instalasi tata udara


Sistem tata udara yang digunakan pada bangunan ini adalah penghawaan alami dari bukaan
jendela, pintu, boven, maupun kisi-kisi angin, dan penghawaan buatan dengan

42

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
menggunakan system pendingin (refrigerator/AC). Kedua sistem ini untuk memenuhi
kebutuhan kenyamanan termal sehingga pergantian aliran udara tetap terjaga dengan baik.
g. Instalasi komunikasi
Rencana system komunikasi, yang terdiri dari instalasi telepon dan tata suara (microphone,
speaker), juga merupakan bagian dari desain rencana utilitas yang harus terakomodasi
dengan baik
4. Aksesibilitas dan Landscape
a. Pedestrian dan ram
Pedestrian adalah jalur yang dikhususkan untuk pejalan kaki, dan ramp merupakan jalur
khusus untuk memudahkan aksesibilitas kaum penyandang cacat. Desain keduanya akan
menyesuaikan dengan situasi pada bangunan di sekelilingnya.

Gambar 3. 58 Contoh jalur pedestrian dari paving block

Gambar 3. 59 Contoh Fasilitas ramp

b. Area Parkir
Area parkir akan terletak di halaman sekitar bangunan, yang meliputi parkir kendaraan roda
2, roda 4, dan parkir-parkir khusus.

Signage

Penandaan

Gambar 3. 60 Contoh Area parkir kendaraan umum

43

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Untuk signage dan penandaan, akan menyesuaikan dengan signage yang sudah ada, baik
itu berupa nama bangunan, papan penunjuk arah, maupun papan nama ruangan.
c. Landscape
Landscape di sekeliling bangunan ini akan mengakomodasi situasi landscape pada
bangunan lain di sekitarnya.

Gambar 3. 61 Contoh Penataan landscape yang berupa pertamanan dan vegetasi

Gambar 3. 62 Contoh Penataan landscape yang berupa pertamanan dan vegetasi

44

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
3.1.10. sistematika berpikir

45

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

46

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
3.2. Pendekatan Teknis
3.2.1. Acuan Normatif

Gambar 3. 63 Diagram Rincian Acuan Normatif

Acuan normatif adalah keseluruhan peraturan yang berlaku, dan juga masukan dari berbagai
pihak yang akan di gunakan sebagai acuan pekerjaan dimana acuan tersebut adalah sebagai berikut:
1.

Peraturan-peraturan :

- Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.


- Undang-Undang RI Nomor 18 tahun 1999 tentang Undang-Undang Jasa Konstruksi.
- Undang-Undang No.28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung (UUBG).
- Peraturan Presiden RI No.54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
- Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung (PPBG).
- Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi.
- Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 29
Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
- Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi.
- Permen Pu No. 29/PRT/M/2006 Tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung

47

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
- Permen Pu No. 30/PRT/M/2006 Tentang Pedoman Teknis Fasilitas Dan Aksesibilitas Pada Bangunan
Gedung Dan Lingkungan
- Permen Pu No. 24/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Teknis IMB
- Permen PU No. 43/PRT/M/2007 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi.
- Permen PU No. 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
- Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang: Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja.
- Kepmen PU Nomor 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Kebakaran
pada Bangunan Gedung dan Lingkungannya.
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem
Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
- Kepmen Pu No. 11/KPTS/2000 Tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran
Di Perkotaan
- Kepmen Kimpraswil No. 339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa
Konstruksi oleh Instansi Pemerintah.
- Peraturan Umum Pembebanan Indonesia (PUPI) Tahun 1987.
- Pedoman Perencanaan Bangunan Baja dan Gedung (PPBBG) Tahun 1987.
- SNI No. 03-0106-1987 tentang Penggunaan Ubin Lantai keramik Marmer dan Cara Uji.
- SNI No. 03-0675-1989 tentang Penggunaan Kosen, Pintu dan Jendela Dari Kayu.
- SNI No. 03-3527-1994 tentang Mutu Kayu Bangunan.
- SNI No. 03-1726-1984 tentang Pedoman Perencanaan Tahan Gempa Untuk Rumah dan Gedung.
- SNI No. 03-1734-1989 tentang Pedoman Perencanaan Beton Bertulang dan Struktur Dinding
Bertulang Untuk Rumah dan Gedung.
- SNI No. 03-1736-2000 tentang Tata Cara Perencanaan Struktur Bangunan Untuk Penanggulangan
Bahaya Kebakaran.
- SNI No. 03-2996-1991 tentang Tata Cara dan Perancangan Penerangan Alami Siang Hari Untuk
Rumah dan Gedung.
- SNI No. 03-2407-1991 tentang Tata Cara Pengecatan Kayu Untuk Rumah dan Gedung.
- SNI No. 03-2410-1991 tentang Tata Cara Pengecatan Dinding Tembok Dengan Cat Emulsion.
- SNI No. 03-2834-1992 tentang Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal.
- SNI No. 04-0255-2000 PUIL 2000 tentang Persyaratan Umum Instalasi Listrik.
- SNI No. 03-1727-1989 tentang Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung.
- SNI No. 03-2847-1992 tentang Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung.

48

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
- SNI 03-247-2003, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung.
- SNI 03-2847-1992, Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung.
- RSNI T 02 - 2003, Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia.
- SNI 03 1729 - 2002, Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan.
- SNI 03 6816 2002, Tata Cara Pendetailan Penulangan Beton Bertulang Indonesia.
- SNI No. 03-6574-2001 tentang Tata Cara Perencanaan Pencahayaan Darurat, Tanda Arah, dan
System Peringatan Bahaya Pada Bangunan Gedung
- SNI No. 03-6572-2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara
pada Bangunan Gedung
- Peraturan Gubernur DIY no.14 Tahun 2010 tentang Standar Harga Barang dan Jasa (SHBJ) di
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Kriteria khusus, umum, dan azas-azas yang tercantum dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK).
3.

Kaidah-kaidah disiplin ilmu yang tercakup dalam pekerjaan.

4.

Masukan dan saran dari pihak Proyek, Instansi terkait dan Tim Teknis.

3.2.2. Pendekatan terhadap Kriteria Perencanaan pada KAK

Gambar 3. 64 Diagram Kriteria Umum Perencanaan Pada KAK

3.2.3. Pendekatan Terhadap Persyaratan Peruntukan dan Intensitas


a.

Menjamin bangunan gedung didirikan berdasarkan ketentuan tata ruang dan tata
bangunan yang ditetapkan di daerah yang bersangkutan.

b.

Menjamin bangunan dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya.

c.

Menjamin keselamatan pengguna, masyarakat dan lingkungan.

49

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Berdasarkan persyaratan-persyaratan diatas, ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam
perencanaan bangunan dari segi peruntukan dan intensitas, kami ambil dari ketentuanketentuan yang sudah tertera pada acuan normatif, terutama pada Permen PU No.
06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Tata Bangunan dan Lingkungan, dan Permen PU No.
29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung; yang isinya memuat
antara lain yaitu :

Gambar 3. 65 Diagram Persyaratan Peruntukan dan Intensitas

1. Peruntukan Ruang.

50

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Peruntukan lokasi merupakan peruntukan utama sedangkan peruntukan penunjangnya sebagaimana
ditetapkan di dalam ketentuan tata bangunan yang ada di daerah setempat atau berdasarkan
pertimbangan teknis dinas yang menangani bangunan gedung.
Bagi daerah yang belum memiliki RTRW, RRTR, ataupun peraturan bangunan setempat dan RTBL, maka
Kepala Daerah dapat memberikan persetujuan membangun bangunan gedung dengan pertimbangan
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan tata ruang yang lebih makro, kaidah
perencanaan kota dan penataan bangunan.
2. Intensitas Bangunan
Koefisien Dasar Bangunan (KDB).
Ketentuan besarnya Koefisien Dasar bangunan (KDB) mengikuti ketentuan yang diatur
dalam Peraturan daerah Setempat tentang Bangunan untuk lokasi yang bersangkutan.
Jumlah Lantai Bangunan (JLB).
Ketinggian bangunan gedung negara, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan
daerah setempat tentang ketinggian maksimum pada lokasi, maksimum adalah 8 lantai.
Koefisien Lantai Bangunan (KLB).
Ketentuan besarnya Koefisien Lantai Bangunan (KLB) mengikuti ketentuan yang diatur
dalam Peraturan daerah Setempat tentang bangunan untuk lokasi yang bersangkutan.
Koefisien Daerah Hijau (KDH).
Perbandingan antara luas seluruh daerah hijau dengan luas persil bangunan gedung
negara, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan daerah setempat tentang
bangunan, harus dipertimbangkan dengan mempertimbangkan : daerah resapan air dan
daerah terbuka hijau.
Untuk bangunan gedung yang mempunyai KDB kurang dari 40 % harus mempunyai
KDB minimum sebesar 15 %.
Garis Sempadan Bangunan (GSB)
Ketentuan besarnya garis sempadan, baik garis sempadan pagar maupun garis
sempadan bangunan harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah
Setempat tentang bangunan untuk lokasi yang bersangkutan.
Jarak Antara Blok / Massa Bangunan.
Sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan daerah setempat tentang bangunan,
maka jarak antar blok / masa bangunan harus mempertimbangkan hal-hal seperti :
Keselamatan terhadap bahaya kebakaran.
Kesehatan termasuk sirkulasi udara dan pencahayaan.

51

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Kenyamanan
3.2.4. Pendekatan Terhadap Persyaratan Arsitektur dan Lingkungan
a.

Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang didirikan berdasarkan karaktristik yang


ditentukan, ketentuan wujud dan fungsi bangunan sehingga tercermin kejujuran arsitektur yang
mengikuti faslsafah bentuk mengikuti fungsi atau form follow function.

b.

Menjamin terwujudnya tata ruang hijau yang dapat memberikan keseimbangan daerah
keserasian bangunan terhadap lingkungannya.

c.

Menjamin bangunan gedung dibangun dan dimanfaatkan dengan tidak menimbulkan


dampak negatif terhadap lingkungan.
Berdasarkan persyaratan-persyaratan diatas, ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam
perencanaan bangunan dari segi peruntukan dan intensitas, kami ambil dari ketentuanketentuan yang sudah tertera pada acuan normatif, terutama Permen PU No. 29/PRT/M/2006
tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung:

Gambar 3. 66 Diagram Persyaratan Arsitektur dan Lingkungan

52

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
1.

Wujud Arsitektur
Bangunan harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut :
Mencerminkan fungsi.
Seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya.
Indah namun tidak berlebihan.
Efisien dalam penggunaan sumber daya.
Memenuhi tuntutan sosial budaya setempat.
Pelestarian bangunan bersejarah.
Bentuk denah bangunan gedung sedapat mungkin simetris dan sederhana, guna
mengantisipasi kerusakan yang diakibatkan oleh gempa.

Gambar 3. 67 Persyaratan Denah Bangunan

Dalam hal denah bangunan gedung berbentuk T, L, atau U, maka harus dilakukan
pemisahan struktur atau dilatasi untuk mencegah terjadinya kerusakan akibat gempa
atau penurunan tanah.
Denah bangunan gedung berbentuk sentris (bujursangkar, segibanyak, atau lingkaran)
lebih baik daripada denah bangunan yang berbentuk memanjang dalam
mengantisipasi terjadinya kerusakan akibat gempa.
Atap bangunan gedung harus dibuat dari konstruksi dan bahan yang ringan untuk
mengurangi intensitas kerusakan akibat gempa.

53

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Gambar 3. 68 Persyaratan Atap Bangunan

Penempatan dinding-dinding penyekat dan lubang-lubang pintu/jendela diusahakan


sedapat mungkin simetris terhadap sumbu-sumbu denah bangunan mengantisipasi
terjadinya kerusakan akibat gempa.

Gambar 3. 69 Penempatan Sekat Dinding

54

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Bidang-bidang

dinding

sebaiknya

membentuk

kotak-kotak

tertutup

untuk

mengantisipasi terjadinya kerusakan akibat gempa.

Gambar 3. 70 Penempatan Bidang Dinding

Bangunan harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana bangunan yang memadai.
Sarana dan prasarana bangunan yang harus ada pada bangunan gedung negara
seperti :
Sarana parkir kendaraan.
Sarana penyandang cacat.
Sarana penyediaan air bersih.
Sarana drainase, limbah dan sampah
Sarana ruang terbuka hijau.
Sarana hidran kebakaran halaman.
Sarana penerangan halaman.
Bahan bangunan diupayakan menggunakan bahan bangunan setempat / produksi
dalam negeri, termasuk bahan bangunan sebagai bagian dari sistem fabrikan
komponen bangunan. Spesifikasi teknis bahan bangunan gedung negara meliputi
ketentuan-ketentuan :
a.

Bahan penutup lantai.


Bahan penutup lantai menggunakan bahan ubin PC teraso, keramik,
papan kayu, vinyl, marmer, maupun karpet yang disesuaikan dengan
fungsi ruang dan klasifikasi bangunan.

55

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Adukan/perekat yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis dan
sesuai dengan jenis bahan penutup yang digunakan.
b. Bahan Dinding.
Bahan dinding terdiri atas bahan untuk dinding pengisi atau partisi dengan
ketentuan sebagai berikut:
Bahan dinding pengisi: batu bata, batako papan kayu, kaca dengan
rangka kayu aluminium, panil gic ataupun aluminium.
Bahan dinding partisi: kayu lapis,. Kaca, partikel board atau gypsumboard, dengan rangka kyu kelas kuat II atau rangka lainnya yang dicat
tembok atau bahan finishing lainnya sesuai dengan fungsi ruang dan
klasifikasi bangunan.
Adukan/perekat yang digunakan harus memenuhi persyaratan yang
digunakan harus bahan dinding yang digunakan.
Untuk

bangunan

sekolah

tingkat

dasar,

sekolah

tingkat

lanjutan/menengah, rumah negara dan bangunan gedung lainnya yang


telah ada komponen fabrikannya bahan dindingnya dapat menggunakan
bahan frefabrikasi yang telah ada.
c. Bahan Langit-langit.
Bahan langit-langit terdiri atas rangka langit-langit dan penutup langit-langit :
Bahan kerangka langit-langit : digunakan bahan yang memenuhi standar
teknis, untuk penutup atap kayu lapis atau yang setara, digunakan rangka
kayu klas kuat II dengan ukuran minimum : 5/7 cm untuk balok pembagi,
6/12 cm untuk balok penggantung dan 5/10 cm untuk balok tepi.
Untuk bahan penutup akustik atau gypsum digunakan kerangka aluminium
yang bentuk dan ukurannya disesuaikan dengan kebutuhan.
Lapisan finishing yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis dan
sesuai dengan jenis, bahan penutup yang digunakan.
d. Bahan penutup Atap.
Bahan penutup atap harus memenuhi ketentuan yang diatur dalam
ANI/SKSNI/SKB yang berlaku tentang bahan penutup atap, baik berupa
genteng, sirap, seng, aliminium, maupun asbes gelombang. Untuk
penutup atap dari bahan beton, harus diberikan lapisan kedap air.

56

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Penggunaan bahan penutup atap disesuaikan sengan fungsi dan
klasifikasi bangunan serta kondisi daerahnya.
Bahan kerangka penutup atap: digunakan bahan yang memenuhi standar
teknis. Untuk penutup atap genteng digunakan rangka kayu klas kuat II
dengan ukuran minimum: 2/3 cm untuk reng dan 5/7 untuk kaso.
e. Bahan Kosen dan Daun Pintu / Jendela.
Bahan kosen dan daun pintu / jendela mengikuti ketentuan sebagai berikut :
Digunakan kayu klas kuat II dengan ukuran jadi minimum 5,5 cm x 11 cm
dan dicat kayu atau diplitur sesuai persyaratan standar yang berlaku.
Rangka daun pintu untuk pintu yang dilapis kayu lapis/teakwood
digunakan kayu klas kuat II dengan ukuran minimum 4 cm x 10 cm. Daun
pintu dilapisi dengan kayu lapis yang dicat atau diplitur.
Daun pintu panil kayu digunakan kayu klas kuat II dengan ukuran rangka
minimum 4 cm x 8 cm, dicat kayu atau diplitur.
Penggunaan kaca untuk daun pintu maupun jendela disesuaikan dengan
fungsi ruang dan klasifikasi bangunannya.
f.

Bahan Struktur.
Bahan struktur bangunan baik untuk struktur beton bertulang, struktur
kayu maupun struktur baja harus mengikuti Standar Nasional Indonesia
tentang bahan bangunan yang berlaku.

2. Lingkungan Gedung
Ruang Terbuka Hijau Pekarangan (RTHP)
RTH berfungsi sebagai tempat tumbuhnya tanaman, peresapan air, sirkulasi,
unsur-unsur estetik, baik sebagai ruang kegiatan dan maupun sebagai ruang amenity
Koefisien Tapak Basement (KTB)
Kebutuhan besmen dan besaran koefisien tapak besmen (KTB) ditetapkan
berdasarkan rencana peruntukan lahan, ketentuan teknis, dan kebijaksanaan
daerah setempat.
Untuk keperluan penyediaan RTHP yang memadai, lantai besmen pertama (B-1)
tidak dibenarkan keluar dari tapak bangunan (di atas tanah) dan atap besmen
kedua (B-2) yang di luar tapak bangunan harus berkedalaman sekurangnya 2
(dua) meter dari permukaan tanah tempat penanaman.

57

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Daerah Hijau Bangunan (DHB)
Daerah Hijau Bangunan (DHB) dapat berupa taman-atap (roof-garden) maupun
penanaman pada sisi-sisi bangunan seperti pada balkon dan cara-cara
perletakan tanaman lainnya pada dinding bangunan.
DHB merupakan bagian dari kewajiban pemohon bangunan untuk menyediakan
RTHP. Luas DHB diperhitungkan sebagai luas RTHP namun tidak lebih dari 25%
luas RTHP.

Tata Tanaman
Pemilihan dan penggunaan tanaman harus memperhitungkan karakter
tanaman sampai pertumbuhannya optimal yang berkaitan dengan bahaya yang
mungkin ditimbulkan. Potensi bahaya terdapat pada jenis-jenis tertentu yang sistem
perakarannya destruktif, batang dan cabangnya rapuh, mudah terbakar serta bagianbagian lain yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Sirkulasi dan Fasilitas Parkir
Sistem sirkulasi yang direncanakan harus saling mendukung, antara sirkulasi
eksternal dengan internal bangunan, serta antara individu pemakai bangunan dengan
sarana transportasinya. Sirkulasi harus memberikan pencapaian yang mudah dan
jelas, baik yang bersifat pelayanan publik maupun pribadi.
Pertandaan/Signage
Penempatan pertandaan (signage), termasuk papan iklan/reklame, harus
membantu orientasi tetapi tidak mengganggu karakter lingkungan yang ingin
diciptakan/dipertahankan, baik yang penempatannya pada bangunan, kaveling,
pagar, atau ruang publik.

3.2.5. Pendekatan Terhadap Persyaratan Struktur Bangunan


a.

Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung beban yang timbul akibat
perilaku alam dan manusia.

b.

Menjamin keselamatan manusia dari kemungkinan kecelakaan atau luka yang disebabkan oleh
kegagalan struktur bangunan.

c.

Menjamin kepentingan manusia dari kehilangan atau kerusakan benda yang disebabkan oleh
perilaku struktur.

58

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
d.

Menjamin perlindungan property lainnya dari kerusakan fisik yang disebabkan kegagalan
struktur.

e.

Mencerminkan kejujuran struktur bangunan.


Berdasarkan persyaratan-persyaratan diatas, ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam
perencanaan bangunan dari segi peruntukan dan intensitas, kami ambil dari ketentuan-ketentuan yang
sudah tertera pada acuan normatif, terutama SNI, yang isinya memuat ketentuan bahwa bahan
bangunan yang dipakai untuk struktur bangunan penggunaannya memerlukan perhitungan (perhitungan
beban, mekanika dan kekuatan).
Struktur bangunan harus diperhitungkan terdapat beban tetap dan beban sementara.
Besarnya gaya-gaya yang bekerja dihitung menurut kaidah atau cara rasional / percobaan
laboratorium.
Kekuatan, keamanan dan keawetan struktur diperhitungkan sesuai pedoman perencanan yang
berlaku.
Sehubungan konstruksi, batang tarik, batang tekan, batang lentur dan pelaksanaan konstruksi
harus memenuhi persyaratan teknis maupun perhitungan yang ditetapkan.
Pemilikan mode konstruksi yang tepat dan mudah dilaksanakan dengan didukung oleh pemilihan
bahan yang baik dan mudah didapat.
Sistem struktur harus kuat menerima beban, tahan terhadap gaya vertikal dan horizontal, dapat
meratakan beban.

Gambar 3. 71 Diagram Persyaratan Struktur Bangunan

1.

Struktur Pondasi.
Struktur pondasi harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap
berat sendiri, beban hidup, dan gaya-gaya luar seperti tekanan angin dan gempa.

59

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Pondasi bangunan disesuaikan dengan kondisi tanah/lahan, beban yang dipikul dan klasifikasi
bangunannya. Untuk bangunan yang dibangun diatas tanah/lahan yang kondisinya
memerlukan penyelesaian pondasi secara khusus diluar biaya standar, sebagai biaya
pekerjaan pondasi non standart.
2.

Struktur Lantai.
Bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
Lantai beton yang diletakkan langsung diatas tanah, harus diberi lapisan pasir dibawahnya
dengan tebal sekurang-kurangnya 5 cm.
Bagi plat-plat lantai beton bertulang yang mempunyai ketebalan lebih dari 25 cm harus
digunakan tulangan rangkap, kecuali ditentukan lain berdasarkan hasil perhitungan struktur.
Bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan
SNI/SKSNI/SKBI yang berlaku.

3.

Struktur Kolom.
Struktur Kolom kayu.
Bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan
SNI/SKSNI/SKBI yang berlaku.
Struktur Kolom Pasangan bata.
-

Adukan yang digunakan sekurang-kurangnya harus mempunyai ketentuan yang sama


dengan adukan 1Pc : 3Ps.

Bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan


SNI/SKSNI/SKBI yang berlaku.

Struktur Kolom Beton Bertulang.


-

Kolom-kolom beton bertulang yang dicor ditempat harus mempunyai tebal minimum 15
cm.

Selimut beton bertulang minimum setebal 2,5 cm.

Bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan


SNI/SKSNI/SKBI yang berlaku.

Struktur Kolom Baja.


-

Kolom baja harus mempunyai kelangsingan lebih kecil dari 150.

Kolom baja harus dibuat dari profil tunggal maupun tersusun yang mempunyai minimum 2
sumbu simetris.

Sambungan antara kolom baja pada bangunan bertingkat tidak boleh dilakukan pada
tempat pertemuan antara balok dengan kolom dan harus mempunyai kekuatan minimum
sama dengan kolom.

Sambungan kolom baja yang menggunakan las harus menggunakan las listrik, sedangkan
yang menggunaakan baaut harus menggunakan baut mutu tinggi.

60

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
-

Penggunan profil baja tipis yang dibentuk dingin, harus berdasarkan perhitunganperhitungan yang memenuhi syarat kekuatan dan kekakuan.

Bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan


SNI/SKSNI/SKBI yang berlaku.

4.

Rangka Atap.
Umum.
-

Konstruksi atap harus didasarkan atas perhitungan-perhitungan yang dilakukan secara


keilmuan/keahlian.

Kemiringan atap harus disesuaikan dengan bahan penutup atap yang akan digunakan,
sehingga tidak akan mengakibatkan kebocoran.

Bidang atap harus merupakan bidang yang rata, kecuali dikehendaki bentuk-bentuk
khusus.

Struktur Rangka Atap dan Kayu.


-

Ukuran kayu yang digunkan harus sesuai dengan ukuran yang dinormalisir.

Rangka atap kayu harus dilapis bahan anti rayap.

Bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan


SNI/SKSNI/SKBI yang berlaku.

Struktur Rangka Atap Beton Bertulang.


-

Bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan


SNI/SKSNI/SKBI yang berlaku.

Struktur rangka Atap Baja.


-

Sambungan yang digunakan pada rangka atap baajaa baik berupa baut, paku keling atau
las listrik harus memenuhi ketentuan pada pedoman perencanaan bangunan baja untuk
gedung.

Rangka atap baja harus dilapis dengan pelapis anti korosi.

Bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan


SNI/SKSNI/SKBI yang berlaku.

3.2.6. Pendekatan Terhadap Persyaratan Ketahanan Terhadap Kebakaran


a.

Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung beban yang timbul
akibat perilaku alam dan manusia.

b.

Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dibangun sedemikian rupa sehingga


mampu secara structural stabil selama kebakaran, sehingga;

c.

Cukup waktu bagi penghuni melakukan evakuasi secara aman.

d.

Cukup waktu dan mudah bagi pasukan pemadam kebakaran memasuki lokasi untuk
memadamkan api.

61

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
e.

Dapat menghindari kerusakan pada property lainnya.


Berdasarkan persyaratan-persyaratan diatas, ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam
perencanaan bangunan dari segi ketahanan terhadap kebakaran, tercantum dalam acuan
normatif, terutama Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 10/KPTS/2000 tentang
Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan, dan SNI No. 03-1736-2000 tentang Tata Cara Perencanaan Struktur Bangunan
Untuk Penanggulangan Bahaya Kebakaran, yang intinya memuat bahwa setiap bangunan
gedung negara harus mempunyai fasilitas pencegahan dan penanggulangan terhadap bahaya
kebakaran, dan harus mempunyai bagian atau elemen bangunan yang pada tingkat tertentu
bisa mempertahankan stabilitas struktur selama terjadi kebakaran, yang sesuai dengan :

fungsi bangunan.

beban api.

intensitas kebakaran.

potensi bahaya kebakaran.

ketinggian bangunan.

kedekatan dengan bangunan lain.

sistem proteksi aktif yang terpasang dalam bangunan.

ukuran kompartemen kebakaran.

tindakan petugas pemadam kebakaran.

elemen bangunan lainnya yang mendukung.

evakuasi penghuni

Menurut Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 10/KPTS/2000, pengamanan terhadap


bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi:
a. Perencanaan tapak untuk proteksi kebakaran, adalah perencanaan mengenai tata
letak bangunan terhadap lingkungan sekitar dikaitkan dengan bahaya kebakaran
dan upaya pemadaman.
b. Sarana penyelamatan, adalah sarana yang dipersiapkan untuk dipergunakan oleh
penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam upaya penyelamatan
jiwa manusia maupun harta-benda bila terjadi kebakaran pada suatu bangunan
gedung dan lingkungan.
c. Sistem proteksi pasif, adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang
dilaksanakan dengan melakukan pengaturan terhadap komponen bangunan

62

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
gedung dari aspek arsitektur dan struktur sedemikian rupa sehingga dapat
melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran.
d. Sistem proteksi aktif, adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang
dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara
otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam
kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadaman. Selain itu sistem ini
digunakan dalam melaksanakan penanggulangan awal kebakaran.
e. Pengawasan dan pengendalian, adalah upaya yang perlu dilakukan oleh pihak
terkait dalam melaksanakan pengawasan maupun pengendalian dari tahap
perencanaan pembangunan bangunan gedung sampai dengan setelah terjadi
kebakaran pada suatu bangunan gedung dan lingkungan.
Bagan pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan
menurut Kepmen PU Nomor: 10/KPTS/2000

63

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

64

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Gambar 3. 72 Bagan pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan

3.2.7. Pendekatan Terhadap Persyaratan Sarana Jalan Masuk dan Keluar


a.

Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang mempunyai akses yang layak, aman
dan nyaman ke dalam bangunan dan fasilitas serta layanan di dalamnya.

b.

Menjamin terwujudnya upaya melindungi penghuni dari kesakitan atau luka saat
evakuasi pada keadaan darurat.

c.

Menjamin tersedianya aksesibilitas bagi penyandang cacat, khususnya untuk


bangunan fasilitas umum dan social.

Berdasarkan persyaratan-persyaratan diatas, ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam


perencanaan bangunan dari segi sarana jalan masuk dan keluar, terdapat pada Permen Pu
No. 30/PRT/M/2006 Tentang Pedoman Teknis Fasilitas Dan Aksesibilitas Pada Bangunan
Gedung Dan Lingkungan, persyaratan teknis yang disyaratkan meliputi:
1. Ukuran dasar ruang

Ukuran dasar ruang diterapkan dengan mempertimbangkan


fungsi bangunan, bangunan dengan fungsi yang memungkinkan digunakan oleh
orang banyak secara sekaligus, seperti balai pertemuan, bioskop, dsb. harus
menggunakan ukuran dasar maksimum.

65

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Ukuran dasar minimum dan maksimum yang digunakan

dalam pedoman ini dapat ditambah atau dikurangi sepanjang asas-asas


aksesibilitas dapat tercapai.

Gambar 3. 73 Standar ukuran dasar ruang dengan menggunakan ruang gerak manusia

2. Jalur pedestrian
Persyaratan :
a. Permukaan
Permukaan jalan harus stabil, kuat, tahan cuaca, bertekstur halus tetapi tidak licin.
Hindari sambungan atau gundukan pada permukaan, kalaupun terpaksa ada,
tingginya harus tidak lebih dari 1,25 cm. Apabia menggunakan karpet, maka
ujungnya harus kencang dan mempunyai trim yang permanen.

b. Kemiringan
Kemiringan maksimum 7 dan pada setiap jarak 9 m disarankan terdapat
pemberhentian untuk istirahat.
c. Area istirahat
Terutama digunakan untuk membantu pengguna jalan penyandang cacat.

66

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
d. Pencahayaan Berkisar antara 50-150 lux tergantung pada intensitas pemakaian,
tingkat bahaya dan kebutuhan keamanan.
e. Perawatan Dibutuhkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
kecelakaan.
f. Drainase
Dibuat tegak lurus dengan arah jalur dengan kedalaman maksimal 1,5 cm, mudah
dibersihkan dan perletakan lubang dijauhkan dari tepi ramp.
g. Ukuran
Lebar minimum jelur pedestrian adalah 120 cm untuk jalur searah dan 160 cm
untuk dua arah. Jalur pedestrian harus bebas dari pohon, tiang rambu-rambu dan
benda-benda pelengkap jalan yang menghalang.
h. Tepi pengaman
Penting bagi penghentian roda kendaraan dan tongkat tuna netra ke arah area
yang berbahaya. Tepi pengaman dibuat setinggi minimum 10 cm dan lebar 15 cm
sepanjang jalur pedestrian.

Gambar 3. 74 Prinsip perencanaan jalur pedestrian

3. Jalur pemandu
Jalur yang memandu semua orang termasuk penyandang cacat untuk berjalan
dengan memanfaatkan tekstur ubin pengarah dan ubin peringatan.

67

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Gambar 3. 75 Prinsip perencanaan jalur pemandu

4. Area parkir
Area parkir adalah tempat parkir kendaraan yang dikendarai oleh semua orang
termasuk penyandang cacat, sehingga diperlukan tempat yang lebih luas untuk naik turun
kursi roda, daripada tempat parkir yang biasa. Sedangkan daerah untuk menaik-turunkan
penumpang (Passenger Loading Zones) adalah tempat bagi semua penumpang, termasuk
penyandang cacat, untuk naik atau turun dari kendaraan.

Gambar 3. 76 Sistem standar perencanaan area parkir

5. Pintu
Pintu adalah bagian dari suatu tapak, bangunan atau ruang yang merupakan tempat
untuk masuk dan keluar dan pada umumnya dilengkapi dengan penutup (daun pintu).
68

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Gambar 3. 77 Standar ukuran pintu

6. Ramp
Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu,
sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga.

Gambar 3. 78 Teknis Perencanaan Ramp

69

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

7. Tangga
Fasilitas bagi pergerakan vertikal yang dirancang dengan mempertimbangkan ukuran
dan kemiringan pijakan dan tanjakan dengan lebar yang memadai.

Gambar 3. 79 Standar penggunaan tangga

8. Kamar kecil

70

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Fasilitas sanitasi yang aksesibel untuk semua orang (tanpa terkecuali penyandang
cacat, orang tua dan ibu-ibu hamil) pada bangunan atau fasilitas umum lainnya.

Gambar 3. 80 Standar kamar kecil

9. Wastafel
Fasilitas cuci tangan, cuci muka, berkumur atau gosok gigi yang bisa digunakan
untuk semua orang.

10. Telepon
Peralatan komunikasi yang disediakan untuk semua orang yang sedang mengunjungi
suatu bangunan atau fasilitas umum.

71

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

11. Perlengkapan
Merupakan perlengkapan dan peralatan pada bangunan yang bisa mempermudah
semua orang (tanpa terkecuali penyandang cacat, orang tua, dan ibu-ibu hamil) untuk
melakukan kontrol peralatan tertentu, seperti sistem alarm, tombol/stop kontak, dan
pencahayaan.

72

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
12. Perabot
Perletakan barang-barang perabot bangunan dan furniture harus menyisakan ruang
gerak dan sirkulasi yang cukup bagi emua orang, termasuk penyandang cacat.

13. Rambu
Fasilitas dan elemen bangunan yang digunakan untuk memberikan informasi, arah,
penanda atau petunjuk bagi semua orang termasuk penyandang cacat.

3.2.8. Pendekatan Terhadap Persyaratan Transportasi dalam Gedung


a.

Menjamin tersedianya sarana transportasi yang layak, aman dan nyaman di dalam
bangunan gedung.

b.

Menjamin tersedianya aksesibilitas bagi penyandang cacat, khususnya untuk


bangunan fasilitas umum dan social.
73

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Berdasarkan tujuan diatas, ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam perencanaan
bangunan dari segi transportasi dalam gedung, berdasarkan Permen Pu No. 29/PRT/M/2006
Tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung, dan Permen PU No.
45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara adalah:
1.

Setiap bangunan bertingkat harus dilengkapi dengan sarana transportasi vertikal yang
memadai, baik berupa tangga, eskalator dan atau elevator.

2.

Setiap bangunan gedung negara diatas 4 lantai, harus dilengkapi dengan elevator / lift.

3.

Penggunaan elevator / lift harus dipertimbangkan jaminan pelayanan purna jualnya.

4.

Ruang lift harus merupakan dinding tahan api.

5.

Ketentuan lebih rinci harus mengikuti ketentuan dari standar yang berlaku.

3.2.9. Pendekatan Terhadap Persyaratan Pencahayaan Darurat, Tanda Arah Keluar dan Sistem
Peringatan Tanda Bahaya
a. Menjamin tersedianya pertandaan dini yang informative di dalam banguna gedung
apabila terjadi keadaan darurat.
b. Menjamin penghuni melakukan evakuasi secara mudah dan aman, apabila terjadi
keadaan darurat.
Berdasarkan persyaratan-persyaratan diatas, ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam
perencanaan bangunan dari segi pencahayaan darurat, tanda arah keluar, dan system
peringatan tanda cahaya, terdapat pada SNI No. 03-6574-2001 tentang Tata Cara
Perencanaan Pencahayaan Darurat, Tanda Arah, dan System Peringatan Bahaya Pada
Bangunan Gedung, yang isinya memuat ketentuan antara lain yaitu:
1.

Pencahayaan Darurat

Pencahayaan darurat/emergency lightning adalah suatu pencahayaan yang


mempunyai pasokan daya cadangan.

Pencahayaan darurat pada sarana menuju jalan keluar (means of egress) harus
disediakan untuk setiap bangunan pada :
a. jalan lintas.
b. ruangan yang luasnya lebih dari 300 m2.
c. ruangan yang mempunyai luas lebih dari 100 m2 tetapi kurang dari 300 m2
yang tidak terbuka ;
d. ke koridor, atau
e. ke ruang yang mempunyai lampu darurat, atau
f.

ke jalan raya, atau

g. ke ruang terbuka.

74

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Setiap pencahayaan yang dibutuhkan harus diatur sehingga kegagalan dari setiap
unit pencahayaan tunggal tidak boleh menyebabkan ruangan menjadi gelap.

Pencahayaan pada sarana menuju jalan keluar harus dari sumber daya listrik yang
dijamin kehandalannya.

Setiap lampu darurat (lampu yang di rancang untuk digunakan pada sistem
pencahayaan darurat) harus ;
a. bekerja secara otomatis.
b. mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman.
c. Identifikasi simbol di ilustrasikan seperti gambar berikut:

d. Diameter simbol minimum 10 mm.


e. Simbol harus diletakkan di tempat yang mudah dilihat.
f.

Simbol tidak boleh diletakkan pada diffuser lampu darurat atau tutup plafon
yang dapat dibuka.

g. Lampu darurat dipasang pada :

tangga-tangga.
gang.
koridor.
ram.
lif.
jalan lorong menuju tempat aman, dan
jalur menuju jalan umum.

Sepanjang jalan kearah koridor, lobi dan jalan keluar dengan jarak langsung dari titik
masuk gang, lobi atau jalan keluar melebihi 13 meter atau pada seluruh daerah jika
tidak ada jalan yang jelas kearah koridor, lobi dan jalan keluar

75

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Lampu darurat harus ditempatkan sedemikian rupa agar dapat memberikan


pencahayaan secara otomatis saat diperlukan pada tempat fasilitas peralatan
proteksi kebakaran seperti : sambungan regu pemadam kebakaran (seamese
connection), panel kebakaran, titik panggil manual, dan sebagainya. Hal ini untuk
memudahkan penghuni dan petugas instansi kebakaran menemukan lokasi
peralatan proteksi kebakaran

Sistem Pengoperasian.
a. Pencahayaan perlu dijaga tidak boleh mati pada saat pergantian dari satu
sumber energi ke sumber energi lain. Lampu darurat disediakan oleh tenaga
penggerak yang menggerakkan generator listrik dengan waktu tunda yang
diijinkan tidak boleh lebih dari 15 detik.
b. Pencahayaan darurat harus disediakan untuk jangka waktu 1 jam dalam
kejadian gagalnya pencahayaan normal.
c. Sistem lampu darurat harus mampu untuk menyediakan pencahayaan darurat
secara otomatis bila pencahayaan normal terganggu, seperti misalnya
kegagalan pasokan daya listrik PLN, terbukanya pemutus tenaga (Circuit

76

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
breaker) atau putusnya pengaman lebur (fuse), atau secara sengaja fasilitas
sakelar kontrol lampu normal di buka (OFF).
d. Sistem lampu darurat harus siap beroperasi dan mampu otomatis menyala
tanpa bantuan.
2.

Tanda Arah Keluar

tanda arah jalan keluar adalah tanda yang menunjukkan arah menuju jalan keluar
yang aman.

Penempatan tanda arah harus berukuran, berwarna khusus, dirancang untuk mudah
dibaca dan harus kontras terhadap dekorasi, penyelesaian interior, atau tanda-tanda
lain.

3.

Contoh tanda arah:

Sistem Peringatan Tanda Bahaya

Sistem peringatan bahaya diperlukan guna memberikan panduan kepada penghuni


dan tamu sebagai tindakan evakuasi atau penyelamatan dalam keadaan darurat. Ini
dimaksudkan agar penghuni bangunan memperoleh informasi panduan yang tepat
dan jelas, serta diyakinkan bahwa mereka dalam perlindungan yang handal,
sehingga tidak timbul kepanikan diantara mereka yang bisa mencelakakan.

Sistem peringatan bahaya dimaksud terdiri dari :


a. Perangkat penguat suara.
b. Sistem komunikasi internal.

Syarat
a. harus tersedia Pusat Pengendali Kebakaran, dimana ukuran ruangan untuk
Pusat Pengendali Kebakaran harus cukup besar untuk pemasangan instalasi
alat-alat kontrol dan lain-lain, termasuk alat-alat sistem isyarat bahaya
kebakaran (Fire alarm), ditambah ruangan kerja sebesar 6 m2. Contoh:

77

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

b. harus ada sistem komunikasi dua arah antara Pusat Pengendali Kebakaran
dan setiap lobi untuk pemadaman kebakaran.
c. Suara yang dikirimkan harus cukup kuat menjangkau setiap titik hunian.
d. Intensitas suara tidak boleh mengagetkan sehingga dapat menimbulkan
kepanikan.
e. Isi pesan harus bersifat menenangkan penghuni, menuntun dan memberi
petunjuk yang tepat dan jelas, tidak membingungkan.
3.2.10. Pendekatan Terhadap Persyaratan Instalasi Listrik, Penangkal Petir dan Sarana Komunikasi
a. Menjamin terpasangnya instalasi listrik secara cukup dan aman dalam menunjang
terselenggaranya kegiatan didalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya.
b. Menjamin terwujudnya keamanan bangunan gedung dan penghuninya dari bahaya
akibat petir.
c. Menjamin tersedianya sarana komunikasi yang memadai dalam menunjang
terselenggaranya kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya.
Berdasarkan persyaratan-persyaratan diatas, ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam
perencanaan bangunan dari segi instalasi listrik, penangkal petir, dan komunikasi terdapat
pada Acuan Normatif, yang meliputi antara lain yaitu:

78

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

1.

Instalasi Listrik

Gambar 3. 81 Alur persyaratan sistem kelistrikan

Sesuai dengan Permen PU No. 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis


Bangunan Gedung, dan Permen Pu No. 29/PRT/M/2006 Tentang Pedoman
Persyaratan Teknis Bangunan Gedung, persyaratan perencanaan Instalasi listrik
harus memenuhi ketentuan:
a. Sistem instalasi listrik terdiri dari sumber daya, jaringan distribusi, papan hubung
bagi dan beban listrik. Sistem instalasi listrik dan penempatannya harus mudah
diamati, dipelihara, tidak membahayakan, mengganggu dan merugikan bagi
manusia, lingkungan, bagian bangunan dan instalasi lainnya.
b. Kecuali untuk hal-hal yang dianggap khusus atau yang tidak disebutkan, maka
segala sesuatu yang bersangkutan dengan instalasi dan perlengkapan listrik
harus sesuai dengan buku Peraturan Umum Instalasi Listrik dan SNI-0225 yang
berlaku. Untuk hal-hal yang belum dicakup atau tidak disebut dalam PUIL, dapat
menggunakan ketentuan/ standar dari negara lain atau badan international,
sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
c. Sistem tegangan rendah dalam gedung adalah 220/380 volt, dengan frekuensi 50
Hertz. Sistem tegangan menengah dalam gedung adalah 20 kV atau kurang,
dengan frekuensi 50 Hertz.
d. Semua peralatan listrik diantaranya penghantar, papan hubung bagi dan isinya,
transformator dan peralatan lainnya, tidak boleh dibebani melebihi batas
kemampuannya

79

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
e. Dalam menentukan tipe peralatan yang dipakai untuk instalasi listrik harus kuat
harus diperhatikan bahaya kebakaran yang mungkin dapat terjadi dan kerusakan
yang mungkin terjadi akibat kebakaran.

Jaringan Distribusi Listrik


a. Jaringan distribusi listrik terdiri dari kabel dengan inti tunggal atau banyak dan
busduct dari berbagai tipe, ukuran dan kemampuan. Tipe dari kabel harus
disesuaikan dengan sistem yang dilayani.
b. Peralatan pada papan hubung bagi seperti sakelar, tombol, alat ukur, dan lainlain harus ditempatkan dengan baik sehingga memudahkan pengoperasiannya
oleh petugas.
c.

Jaringan yang melayani beban penting, seperti pompa kebakaran, lif kebakaran,
peralatan pengendali asap, sistem deteksi dan alarm kebakaran, sistem
komunikasi darurat, dan beban penting lainnya harus terpisah dari instalasi
beban lainnya, dan dilindungi terhadap kebakaran atau terdiri dari penghantar
tahan api.

Beban Listrik
Beban maksimum suatu instalasi listrik arus kuat harus dihitung dengan
memperhatikan besarnya beban terpasang, faktor kebersamaan (coincident factor)
atau faktor ketidak bersamaan (diversity factor).

Sumber Daya Listrik


a. Sumber daya utama gedung harus menggunakan tenaga listrik dari Perusahaan
Listrik Negara.
b. Apabila ketentuan sebagaimana dimaksudkan pada butir 1 di atas tidak
momungkinkan, dengan ijin instansi yang bersangkutan, sumber daya utama
dapat menggunakan sistem pembangkit tenaga sendiri, yang penempatannya
harus aman dan tidak menimbulkan gangguan lingkungan serta harus mengikuti
standar dan atau nomalisasi dari peraturan yang berlaku, di antaranya Peraturan
Umum Instalasi Listrik dan SNI-0225 yang berlaku.
c. Bangunan dan ruang khusus yang pelayanan daya listrik tidak boleh putus, harus
memiliki pembangkit tenaga cadangan yang dayanya dapat memenuhi
kelangsungan pelayanan dari seluruh atau sebagian dari bangunan atau ruang
khusus tersebut.
d. Sistem instalasi listrik pada bangunan gedung tinggi dan bangunan umum harus
memiliki sumber daya listrik darurat yang mampu melayani kelangsungan
80

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
pelayanan seluruh atau sebagian beban pada gedung apabila tajadi gangguan
sumber utama.
e. Sumber daya listrik darurat yang digunakan harus mampu melayani semua
beban penting yang disebut dalam butir 3, secara otomatis.
f.

Instalasi dan peralatan listrik yang dipasang harus mempertimbangkan dan


diamankan terhadap dampak seperti interferensi golombang elektromanetik dan
lain-lain.

g. Beban dan peralatan listrik yang dipasang harus mempertimbangkan hal-hal


yang menyangkut konservasi energi dan lain-lain.

Transformator Distribusi
a. Transformator distribusi yang berada dalam gedung harus ditempatkan dalam
ruangan khusus yang tahan api dan terdiri dari dinding, atap dan lantai yang
kokoh, dengan pintu yang hanya dapat dimasuki oleh petugas.
b. Ruangan trafo harus diberi ventilasi yang cukup, dengan ruangan yang cukup
untuk perawatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Umum Instalasi Listrik dan
SNI-0225 yang berlaku.
c. Bila ruang transformator dekat dengan ruang yang rawan kebakaran maka
diharuskan mempergunakan transformator tipe kering.

Pemeriksaan Dan Pengujian


Instalasi listrik yang dipasang, sebelum dipergunakan, harus terlebih dahulu
diperiksa dan diuji mengikuti prosedur dan peraturan yang berlaku.

Pemeliharaan
a. Pada ruang panel hubung bagi, harus terdapat ruang yang cukup untuk
memudahkan pemeriksaan, perbaikan dan pelayanan, serta diberi ventilasi
cukup.
b. Pemeliharaan instalasi listrik harus dilaksanakan dan diperiksa setiap lima tahun
serta dilaporkan secara tertulis kepada instansi yang berwenang
c. Pembangkit tenaga listrik darurat secara periodik harus dihidupkan untuk
menjamin agar pembangkit tersebut dapat dioperasikan bila diperlukan

2.

Penangkal Petir

81

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Gambar 3. 82 Persyaratan Instalasi Proteksi Petir

Perencanaan Penangkal Petir


a. Setiap bangunan atau yang berdasarkan letak, sifat geografis, bentuk dan
penggunaannya diperhitungkan mempunyai risiko terkena sambaran petir, harus
diberi instalasi penangkal petir. Pemasangan penangkal petir harus
diperhitungkan berdasarkan standar, normalisasi teknik dan peraturan lain yang
berlaku, antara lain SNI 03-7015-2004 tentang Sistem Proteksi Petir Pada
Bangunan Gedung, SNI-3990 tentang Tata Cara Instalasi Penangkal Petir Untuk
Bangunan dan SNI-3991 tentang Tata Cara Instalasi Penyalur Petir. Hal-hal yang
belum diatur didalam peraturan tersebut diatas baik yang menyangkut
perhitungan maupun peralatan dan instalasinya, harus mengacu pada
rekomendasi dari badan International seperti IEC.
Instalasi Penangkal Petir
a. Suatu instalasi penangkal petir harus dapat melindungi semua bagian dari
bangunan, termasuk manusia yang ada di dalamnya, dan instalasi lainnya,
terhadap bahaya sambaran petir.
b. Pemasangan instalasi penangkal petir pada bangunan, harus memperhatikan
arsitektur bangunan, tanpa mengurangi nilai perlindungan yang efektif terhadap
sambaran petir.
c. Instalasi penangkal petir harus disesuaikan dengan adanya perluasan atau
penambahan bangunan.
Pemeriksaan dan Pemeliharaan
a. Instalasi penangkal petir harus diperiksa dan dipelihara secara berkala.
b. Apabila terjadi sambaran pada instalasi penangkal petir, harus diadakan
pemeriksaan dari bagian-bagiannya dan harus segera dilaksanakan perbaikan

82

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
terhadap bangunan, bagian atau peralatan dan perlengkapan bangunan yang
mengalami kerusakan.
3.

Komunikasi
Pada prinsipnya, setiap bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan
sarana komunikasi intern dan ekstern. Penentuan jenis dan jumlah sarana komunikasi
harus berdasarkan pada fungsi bangunan dan kewajiban kebutuhan. Ketentuan lebih rinci
harus mengikuti ketentuan dari standar sarana komunikasi yang berlaku.
Perencanaan Komunikasi dalam Gedung
a. Sistem instalasi komunikasi telepon dan tata gedung dan penempatannya harus
mudah diamati, dipelihara, tidak membahayakan, mengganggu dan merugikan
lingkungan, bagian bangunan dan instalasi lain, serta direncanakan dan
dilaksanakan berdasarkan standar, normalisasi teknik dan peraturan yang
berlaku.
b. Peralatan dan instalasi sistem komunikasi harus tidak memberi dampak, dan
harus diamankan terhadap gangguan seperti interferensi gelombang elektro
magnetik, dan lain-lain.
c. Secara berkala dilakukan pengukuran/ pengujian terhadap EMC (Electro
Magnetic Campatibility). Apabila hasil pengukuran terhadap EMC melampaui
ambang batas yang ditentukan, maka langkah penanggulangan dan
pengamanan harus dilakukan.

Instalasi Telepon
a. Saluran masuk sistem telepon harus memenuhi Persyaratan:
i. Tempat pemberhentian ujung kabel harus terang, tidak ada genangan air,
aman dan mudah dikerjakan.

83

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
ii. Ukuran lubang orang (manhole) yang melayani saluran masuk ke dalam
gedung untuk instalasi telepon minimal berukuran 1,50 m x 0,80m.
iii. Dekat dengan kabel catu dari kantor telepon dan dekat dengan jalan besar.
b. Penempatan kabel telepon yang sejajar dengan kabel listrik, minimal berjarak
0,10 m atau sesuai ketentuan yang berlaku.
c. Ruang PABX dan TRO sistem telepon harus memenuhi persyaratan:
i. Ruang yang bersih, terang, kedap debu, sirkulasi udaranya cukup dan tidak
boleh kena sinar matahari langsung, serta memenuhi persyaratan untuk
tempat peralatan.
ii. Tidak boleh digunakan cat dinding yang mudah mengelupas.
iii. Tersedia ruangan untuk petugas sentral dan operator telepon.
d. Ruang batere sistem telepon harus bersih, terang, mempunyai dinding dan lantai
tahan asam, sirkulasi udara cukup dan tidak boleh kena sinar matahari langsung.
Instalasi Tata Suara
a. Setiap bangunan dengan ketinggian 4 lantai atau 14 m keatas, harus dipasang
sistem tata suara yang dapat digunakan untuk menyampaikan pengumuman dan
instruksi apabila terjadi kebakaran.
b. Sistem peralatan komunikasi darurat sebagaimana dimaksud pada butir a diatas
harus menggunakan sistem khusus, sehingga apabila sistem tata suara umum
rusak, maka sistem telepon darurat tetap dapat bekerja.
c. Kabel instalasi komunikasi darurat harus terpisah dari instalasi lainnya dan
dilindungi terhadap bahaya kebakaran, atau terdiri dari kabel tahan api.
3.2.11. Pendekatan Terhadap Persyaratan Sanitasi Dalam Bangunan
Perencanaan Sanitasi hendaknya dapat:
a. Menjamin

tersedianya

sarana

sanitasi

yang

memadai

dalam

menunjang

terselanggaranya kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya.


b. Menjamin terwujudnya kebersihan, kesehatan dan memberikan kenyamanan bagi
penghuni bangunan dari lingkungan.
c. Menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan sanitasi secara baik.
Berdasarkan persyaratan-persyaratan diatas, ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam
perencanaan bangunan dari segi sanitasi dalam bangunan gedung berdsarkan Permen PU
No. 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung adalah sebagai
berikut:

84

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Gambar 3. 83 Diagram sistem perencanaan sanitasi

1.

Plambing.
Setiap pembangunan baru bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan prasarana
air bersih yang memenuhi standar kualitas, cukup jumlahnya dan disediakan dari saluran
air minum kota (PDAM) atau sumur. Setiap bangunan gedung negara, harus menyediakan
air bersih dengan mengikuti ketentuan dalam SNI yang masih berlaku, khususnya SNI 036481-2000 tentang Sistem Plambing 2000.
a. Kebutuhan air bersih untuk perumahan berkisar antara 60-250 liter/orang/hari,
sedangkan untuk kelas bangunan lainnya disesuaikan dengan standar kebutuhan air
bersih yang berlaku di Indonesia.
b. Sumber air bersih pada bangunan harus diperoleh dari sumber air PAM (Perusahaan
Air Minum), dan apabila sumber air bukan dari PAM, sebelum digunakan harus
mendapat persetujuan dari instansi yang berwenang.
c.

Kualitas air bersih yang dialirkan ke alat plambing dan perlengkapan plambing harus
memenuhi standar kualitas air minum yang dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang.

85

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
d. Sistem distribusi air harus direncanakan sehingga dengan kapasitas dan tekanan air
yang minimal, alat plambing dapat bekerja dengan baik.
e. Apabila kapasitas dan atau tekanan sumber yang digunakan tidak memenuhi
kapasitas dan tekanan minimal pada titik pengaturan keluar, maka harus dipasang
sistem tanki persediaan air dan pompa yang direncanakan dan ditempatkan sehingga
dapat memberikan kapasitas dan tekanan yang optimal.
f.

Bangunan yang dilengkapi dengan sistem penyediaan air panas, dimana pipa
pembawa air panas dari sumber air panas ke alat plambing cukup panjang, maka
harus dilengkapi dengan pipa sirkulasi. Pipa pembawa air panas yang cukup panjang
tersebut harus dilapisi dengan bahan isolasi.

g. Temperatur air panas yang keluar dari alat plambing harus diatur, maksimum 60 C,
kecuali untuk penggunaan khusus. Bahan pipa yang digunakan dapat berupa PVC,
PE (poli-etilena), besi lapis galvanis atau Tembaga, mampu menahan tekanan
sekurang-kurangnya 2 kali tekanan kerja, tidak mengandung bahan beracun dan
pemasangannya harus sesuai dengan petunjuk teknis bahan pipa yang
bersangkutan.
h. Semua sistem pelayanan air bersih harus direncanakan, dipasang dan dipelihara
sedemikian rupa sehingga tidak mudah rusak dan tidak terkontaminasi dari bahan
yang dapat memperburuk kualitas air bersih.
i.

Diameter pipa sambungan pelanggan dari jaringan pipa distribusi kota harus
disesuaikan dengan kelas bangunan.
Tangki Penyediaan Air Bersih
a. Fungsi tangki penyediaan air bersih adalah untuk menyimpan cadangan air
bersih untuk kebutuhan penghuni, perlengkapan bangunan, penanggulangan
kebakaran dan pengaturan tekanan air.
b. Tangki penyediaan air bersih harus direncanakan dan dipasang untuk
penyediakan air dengan kuantitas dan tekanan yang cukup, tidak mengganggu
struktur

bangunan

dan

memberikan

kemudahan

pengoperasian

dan

pemeliharaan.
c.

Konstruksi dan bahan tanki penyediaan air bersih harus cukup kuat dan tidak
mudah rusak. Bahan tangki dapat berupa beton, baja, fiberglass dan kayu.

d. Apabila tangki penyediaan air bersih menggunakan bahan lapisan untuk


mencegah kebocoran dan karat, bahan tersebut tidak boleh memperburuk
kualitas air bersih.

86

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
e. Tangki penyediaan air bersih harus diiengkapi dengan sistem perpipaan dan
perlengkapannya yang terdiri dari pipa masuk dan pipa keluar, pipa peluap, pipa
penguras dan pipa ven, serta dilengkapi dengan 1ubang pemeriksa.
Pompa
a. Fungsi pompa air bersih adalah memberikan kapasitas dan tekanan yang cukup
pada sistem penyediaan air bersih atau menyalurkan air ke tanki penyediaan air
bersih. Fungsi pompa air kotor adalah menyalurkan air kotor ke saluran air kotor
umum Kota atau ke bangunan pengolahan air kotor lainnya.
b. Pemilihan jenis pompa dan motor pompa disesuaikan dengan karakteristik
pompa yang dibutuhkan dan mempunyai effsiensi yang maksimal.
c. Pompa harus dipasang pada lokasi yang mudah untuk pengoperasian dan
pemeliharaannya.
d. Pemasangan pompa harus dilengkapi peralatan peredam getaran yang dipasang
pada dudukan pompa, pipa isap dan pipa keluaran pompa.
e. Pompa harus dilengkapi dengan alat pengukur tekanan dan katup pencegah
aliran balik pada pipa keluaran dan ujung pipa isap pompa.

2.

Saluran Air Hujan.


Sistem

penyaluran

air

hujan

harus

direncanakan

dan

dipasang

dengan

mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas tanah, dan


ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota. Setiap bangunan gedung negara, harus
menyediakan sarana penyaluran air hujan dengan mengikuti ketentuan dalam SNI yang
masih berlaku, khususnya SNI 03-6481-2000 tentang Sistem Plambing 2000, dan SNI 032453-2002 tentang Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan untuk lahan
pekarangan.
Pada dasarnya semua air hujan harus dialirkan ke jaringan umum kota. Apabila
belum terjangkau oleh jaringan umum kota, maka harus dialirkan melalui proses
peresapan atau cara lain dengan persetujuan instansi teknis yang terkait.
Ketentuan lebih lanjut mengikuti ketentuan dalam SNI yang berlaku.
Setiap bangunan dan pekarangannya harus dilengkapi dengan sistem saluran air
hujan.
87

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Air hujan harus dialirkan ke sumur resapan dan atau dialirkan ke jaringan air
hujan umum kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Bila belum tersedia jaringan umum kota ataupun sebab-sebab lain yang dapat
diterima, maka harus dilakukan cara-cara lain yang dibenarkan oleh instansi yang
berwenang
Persyaratan Saluran
a. Saluran air hujan dapat merupakan saluran terbuka dan atau saluran tertutup.
b. Apabila saluran dibuat tertutup, maka pada tiap perubahan arah aliran harus
dilengkapi dengan lubang pemeriksa, dan pada saluran yang lurus, lubang
pemeriksa harus dibuat dengan jarak tiap 25-100 m, disesuaikan dengan
diameter saluran tersebut dan standar yang berlaku.
c. Kemiringan saluran harus dibuat, sehingga dapat mengalirkan seluruh air hujan
dengan baik agar bebas dari genangan air, dan bila tidak dapat dilakukan dengan
cara gravitasi, maka dapat menggunakan sistem perpompaan.
d. Bahan saluran dapat berupa PVC, fiberglass, pasangan, tanah liat, beton, seng,
besi dan baja. Khusus untuk bahan seng, besi dan baja harus dilapisi dengan
lapisan tahan karat.
Pemeliharaan
Pemeliharaan sistem air hujan harus dilakukan secara berkala untuk
mencegah terjadinya endapan dan penyumbatan pada saluran.

3.

Pembuangan Air Kotor.


Semua air kotor yang berasal dari kotoran manusia ataupun air kotor dari dapur, kamar
mandi dan tempat cuci, pembuangannya haarus melalui pipa terbuka dan atau tertutup
sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Pada dasarnya pembuangan air kotor baik yang
berasal dari kotoran manusia atau air kotor yang berasal dari dapur, kamar mandi dan
tempat cuci harus dibuang atau dialirkan ke saluran umum kota. Setiap bangunan gedung
negara, harus menyediakan sarana pembuangan air kotor dengan mengikuti ketentuan
dalam SNI yang masih berlaku, khususnya SNI 03-6481-2000 tentang Sistem Plambing
2000, dan SNI 03-2398-2002 tentang Tata cara perencanaan tangki septik dengan sistem
resapan.
Sistem Pembuangan Air Kotor :

88

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
a. Pada dasarnya air kotor berasal dari aktivitas manusia, baik tempat mandi cuci,
kakus maupun kegiatan lainnya.
b. Semua air kotor harus diolah sebelum dibuang ke saluran air kotor umum kota
atau disalurkan ke bangunan pengolahan air kotor komunal bila tersedia.
c. Air kotor yang mengandung bahan buangan berbahaya dan beracun, serta yang
mengandung radioaktif, harus ditangani secara khusus, sesuai peraturan yang
berlaku di Indonesia.
d. Sistem pengaliran air kotor direncanakan dengan menggunakan saluran tertutup
dan kemiringan tertentu, sehingga dapat mengalirkan air kotor secara gravitasi.
Apabila cara gravitasi ini tidak dapat dilaksanakan, maka dapat menggunakan
sistem perpompaan.
e. Saluran air kotor dapat benupa pipa atau saluran lainnya, baik dari bahan PVC,
PE, tanah liat, beton, tembaga, besi tuang, baja maupun bahan lainnya yang
tidak mudah rusak, tahan terhadap karat dan panas.
f.

Pemilihan bahan dan pemasangan saluran harus disesuaikan dengan


penggunaannya dan sifat cairan yang akan dialirkan, sesuai dengan petunjuk
teknis dari bahan pipa yang bersangkutan dan ketentuan-ketentuan lain yang
berlaku di Indonesia.

g. Penentuan diameter saluran dibuat seekonomis mungkin sesuai dengan


kapasitas dan bahan buangan yang akan dialirkan.
h. Sistem air kotor didalam bangunan harus dilengkapi dengan pipa ven untuk
menetralisir tekanan udara didalam saluran tersebut.
i.

Pemeliharaan sistem air kotor dilakukan secara berkala untuk mencegah


terjadinya penyumbatan, karat dan kebocoran.

4.

Pembuangan Sampah
Setiap bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan tempat penampungan
sampah sementara, yang besarnya disesuaikan dengan volume sampah yang
dikeluarkan setiap harinya, sesuai dengan ketentuan dari peraturan yang berlaku.
Tempat penampungan sampah sementara harus dibuat dari bahan kedap air,
mempunyai tutup dan dapat dijangkau secara mudah oleh petugas pembuangan
sampah dari Dinas kebersihan setempat.

89

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
3.2.12. Pendekatan Terhadap Persyaratan Ventilasi dan Pengkondisian Udara
a. Menjamin terpenuhinya kebutuhan udara yang cukup, baik alami maupun buatan dalam
menunjang terselenggaranya kegiatan dalam bangunan gedung sesuai dengan
fungsinya.
b. Menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan tata udara secara baik.
Berdasarkan persyaratan-persyaratan diatas, ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi
dalam perencanaan bangunan dari segi ventilasi dan pengkondisian udara terdapat acuan
normatif diatas, khususnya pada SNI No. 03-6572-001 tentang Tata Cara Perancangan
Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung, yang isinya memuat
antara lain yaitu:
Setiap bangunan harus mempunyai tata udara yang sehat agar terjadi sirkulasi udara
segar didalam bangunan untuk menjaga kesehatan dan kenyamanan penghuni /
penggunanya.
Penggunaan tata udara mekanik (Air Conditioning) harus mengikuti ketentuan standar
yang berlaku.
Pemilihan jenis tata udara mekanik harus sesuai dengan fungsi bangunan dan
perletakan intalasinya tidak mengganggu waktu bangunan.
Pada bagian ini, kami sertakan pula contoh perhitungan kapasitas penghawaan buatan (AC)
seperti yang terlihat di bawah ini.

90

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Gambar 3. 84 Alur perencanaan Teknis Pengkondisian Udara

3.2.13. Pendekatan Terhadap Persyaratan Pencahayaan


a. Menjamin terpenuhinya kebutuhan pencahayaan yang cukup, baik alami maupun
buatan dalam menunjang terselenggaranya kegiatan dalam bangunan gedung sesuai
dengan fungsinya.
b. Menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan tata udara secara baik.
Berdasarkan persyaratan-persyaratan diatas, ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi
dalam perencanaan bangunan dari segi pencahayaan terdapat acuan normatif diatas,

91

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
khususnya pada RSNI No. 03-2396-2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem
Pencahayaan Alami Pada Bangunan Gedung, dan SNI No. 03-6575-2001 tentang Tata Cara
Perencanaan Sistem Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung, yang isinya memuat
antara lain yaitu:
Setiap bangunan gedung negara harus mempunyai penerangan / pencahayaaan alami
maupun buatan yang cukup sesuai dengan fungsi ruang dalam bangunan tersebut,
sehingga kesehatan dan kenyamanan pengguna bangunan dapat terjamin.
Ketentuan besarnya pencahayaan dan sarana / prasarananya mengikuti ketentuan
standar yang berlaku.

3.2.14. Pendekatan Terhadap Persyaratan Kebisingan Dan Getaran


a. Menjamin terwujudnya kehidupan yang nyaman dari ganguan suara dan getaran yang
tidak diinginkan.
b. Menjamin adanya kepastian bahwa setiap usaha yang menimbulkan dampak negatif
suara dan getaran perlu melakukan upaya pengendalian pencemaran dan atau
mencegah perusakan lingkungan.
Mengacu pada Peraturan Menteri PU No.29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis
Bangunan Gedung, dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang:
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja, persyaratan kebisingan dan getaran yang diijinkan
adalah:
a.

Tingkat kebisingan ruangan di ruang kerja maksimal 85 dBA dalam ratarata pengukuran 8 jam.

b.

Tingkat getaran maksimal untuk kenyamanan dan kesehatan karyawan


harus memenuhi syarat sebagai berikut :

92

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Gambar 3. 85 Standar Getaran maksimal kenyamanan dan kesehatan karyawan

3.3. Metodologi
Metodologi yang akan kami terapkan bila kami ditunjuk sebagai konsultan pada pekerjaan ini dapat
dijabarkan secara umum sebagai berikut:
Tahapan Survey Pendahuluan
PT. Kala Prana Konsultan akan melakukan survey pendahuluan
(Reconnaissance

Survey) untuk mengumpulkan

data

untuk analisa

kemungkinan pelaksanaan suatu pembangunan dan untuk menyusun program


untuk survey lanjutan jika dibutuhkan. Pada survey pendahuluan ini hanya
dilakukan pengamatan dengan mata dan pengumpulan data secara interview
kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Sehingga pada survey pendahuluan
ini belum menggunakan peralatan survey dan test sehingga data yang
diperoleh harus diverifikasi lebih lanjut.
Pada survey pendahuluan ini dilakukan pengumpulan data mengenai:

Keadaan kontur (perbedaan elevasi) pada lokasi rencana proyek.

Keadaan tanah permukaan pada lokasi rencana proyek.

Jalan di sekitar lokasi rencana proyek.

Sumber air di sekitar lokasi rencana proyek.

Dan data-data pendukung lainnya

PT. Kala Prana Konsultan akan menganalisa data yang diperoleh dari survey pendahuluan ini, lalu
memberikan laporan kepada Pemberi Tugas.
Tahapan Survey Lanjutan
PT. Kala Prana Konsultan telah berpengalaman dalam tahapan pekerjaan survey lanjutan (jika
dibutuhkan dan tergantung besarnya proyek) sehingga kami dapat merencanakan program dan spesifikasi
penelitian lanjutan yang tepat dan ekonomis untuk mendapatkan data yang dibutuhkan untuk tahapan
perencanaan selanjutnya. Untuk mendapatkan data yang tepat dibutuhkan spesifikasi dan cara
pelaksanaan survey dan test yang tepat sehingga kondisi data tersebut sesuai dengan kondisi rencana.
Pada survey lanjutan ini dilakukan penelitian yang lebih mendalam untuk mendapatkan data antara
lain sebagai berikut:
93

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Peta kontur/topographi, yang mencakup keberadaan sungai, jalan, dan lain lain yang diperlukan
untuk perencanaan proyek.

Kondisi tanah

Data kualitas dan kuantitas sumber air

Dan data-data pendukung lainnya seperti roil kota, kabel listrik PLN, Kabel Telpon dan
sebagainya

PT. Kala Prana Konsultan telah menjalin kerja sama dengan beberapa perusahaan lain dan
Universitas Janabadra Yogyakarta yang memiliki peralatan yang lengkap dan tenaga yang sangat ahli dan
berpengalaman dalam bidang survey dan test, yang melayani jasa pemetaan topographi dan soil test.
Berdasarkan survey pendahuluan, PT. Kala Prana Konsultan akan menyusun program dan spesifikasi
untuk penelitian lanjutan yang lebih spesifik dan lebih mendalam untuk mendapatkan data-data yang
dibutuhkan untuk tahapan perencanaan. Selanjutnya mitra kerja PT Kala Prana Konsultan tersebut akan
melakukan survey dan test sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dibawah koordinasi PT Kala
Prana Konsultan, dan memberikan laporan survey/test kepada PT Kala Prana Konsultan untuk dianalisa
dan dipelajari lebih lanjut mengenai kesesuaiannya dengan proyek yang bersangkutan.
PT Kala Prana Konsultan akan menganalisa seluruh laporan survey/test dan akan memberikan
rangkuman laporan yang menyeluruh kepada Pemberi Tugas.
Tahapan Desain
PT Kala Prana Konsultan melakukan desain arsitektural, sipil, mekanikal dan elektrikal yang terpadu dan
menyeluruh. Tahapan desain ini disesuikan dengan standar A.I.A, 1994. Desain dilakukan sesuai dengan
peraturan-peraturan teknis yang berlaku di Indonesia/Internasional dan dengan memperhatikan kondisi
lokasi proyek berdasarkan data-data survey yang telah dilakukan sebelumnya sehingga faktor kekuatan
dan keamanan sangat kami perhatikan. Disamping itu kami tetap mempertimbangkan faktor lain dalam
perencanaan, misalnya: faktor estetika, faktor biaya, faktor ketersediaan waktu pelaksanaan, serta faktor
kemudahan pelaksanaan. Secara skematik, proses ini dapat kami gambarkan sebagai berikut:

94

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Gambar 3. 86 Skematik tahapan desain

Tahapan Tender
PT Kala Prana Konsultan mempersiapkan seluruh dokumen tender yang dibutuhkan, antara lain:
gambar tender, spesifikasi umum dan spesifikasi teknik/khusus, Bill of Item dan Bill of Quantity.
Agar Kontraktor dapat memahami sepenuhnya mengenai dokumen tender tersebut di atas, PT Kala
Prana Konsultan akan memberikan penjelasan teknis dan memberikan jawaban atas pertanyaan
Kontraktor Peserta Tender pada saat dilakukan Anwijzing kantor dan Anwijzing lapangan (site visit).
Selanjutnya PT Kala Prana Konsultan akan membuat Berita Acara Anwijzing dan memberikannya kepada
Pemberi Tugas untuk didistribusikan kepada Kontraktor Peserta Tender.
PT Kala Prana Konsultan juga dapat membantu melakukan evaluasi atas penawaran Kontraktor
yang masuk. Evaluasi dilakukan terutama terhadap volume pekerjaan dan harga penawaran yang
diajukan oleh Kontraktor Peserta Tender. PT Kala Prana Konsultan akan melaporkan hasil evaluasi
penawaran tersebut kepada Pemberi Tugas.
Selanjutnya, PT Kala Prana Konsultan, apabila mendapat ijin dan dilibatkan oleh Pemberi Tugas akan
mengadakan klarifikasi teknis dengan Kontraktor Peserta Tender atas perbedaan volume/harga yang
cukup besar antara BOQ PT Kala Prana Konsultan dan BOQ Kontraktor Peserta Tender.
Setelah melakukan klarikasi teknis, PT Kala Prana Konsultan, apabila diminta oleh Pemberi Tugas,
akan memberikan rekomendasi beberapa Kontraktor calon pemenang tender kepada Pemberi Tugas
untuk kemudian dilanjutkan dalam tahapan negosiasi antara Pemberi Tugas dan Kontraktor.
3.3.1. Siklus Proyek
Selanjutnya, berdasarkan pengalaman kami selama menjadi konsultan, permasalahan yang sering
timbul dalam proses desain dapat kami klasifikasikan sebagai berikut:

95

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Konsultan tidak memahami secara akurat keinginan Pemberi Tugas

Rancangan yang selalu berubah-ubah tidak ada habisnya, baik dari sisi konsultan maupun dari sisi
Pemberi Tugas

Penanganan desain yang tidak berpola (tergesa-gesa)

Gambar rancangan yang tidak lengkap


Oleh karena itu, dalam merancang dan merencanakan suatu pekerjaan, PT Kala Prana Konsultan

selalu memperhatikan siklus proyek (project cycle) seperti yang dapat kami gambarkan di bawah ini:

Gambar 3. 87 Siklus proyek

Pada tahapan ini, PT Kala Prana Konsultan akan melakukan identifikasi sebagai berikut:
Pada fase mana PT Kala Prana Konsultan akan mendesain, seperti: apakah membangun dari lahan
kosong; apakah ini pembangunan ini bersifat renovasi?; Apakah pembangunan ini bersifat restorasi?;
Ataupun merupakan penambahan bangunan baru?.
PT Kala Prana Konsultan harus melihat fase sebelumnya, seperti: Sejarahnya bangunannya
bagaimana?; Juga kemungkinan pengembangan ke depannya seperti apa; Desain ini untuk
mewadahi kebutuhan selama berapa tahun? 10 tahun?, 25 tahun?, ataupun lebih dari 25 tahun.
Karena hal ini akan erat kaitannya dengan kualitas struktur dan bahan material yang akan digunakan
dalam proses pembangunan yang direncanakan.

96

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
3.3.2. Lingkup Pekerjaan desain
PT Kala Prana Konsultan menjabarkan Lingkup Pekerjaan Desain pada pekerjaan ini dalam
gambar sebagai berikut:

Gambar 3. 88 Diagram Lingkup pekerjaan desain

Berdasarkan diagram tersebut, PT Kala Prana Konsultan menyusun tahapan pelaksanaan desain secara
detail.
3.3.3. Tahapan Desain
Pedoman Tahapan Desain yang selalu menjadi acuan PT Kala Prana Konsultan dalam bekerja
adalah Tahap Proses Desain dari A.I.A, 1994 yang kami jabarkan seperti diagram di bawah ini:

a.

Konsepsi desain/desain skematik/Design Concept

97

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

Pra Desain / Desain Prelim / Preliminary Design

b.

Pengembangan Desain/ Development Design / DD

98

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN

c.

Detail Design Engineering / DED / Detail Desain

99

KONSULTASI PERENCANAAN
PENINGKATAN PUSKESMAS MENJADI
RAWAT INAP TEMPEL 1, SLEMAN
Demikian metodologi ini kami susun, teknik pelaksanaannya akan kami bahas lebih lanjut dalam
rencana kerja.
Pada bagian akhir bagian metodologi ini, kami menyusun dan menyajikan matriks tahapan dan keluaran
proses desain berdasarkan metodologi yang telah kami susun.

100

3.3.4. Matrix Tahapan dan keluaran proses desain


Tabel 3. 6 matrix tahapan dan keluaran proses desain

101

TAHAP
N
o

KELUAR
AN

PROSES DESAIN
KONS
EPSI
DESAI
N

PRA
DESAIN

PENGEMB.
DESAIN

DETAIL
DESAIN

DOK
TENDER

RKS

1. RKS

Gambar

Gbr.
Konsep

Gbr.
Pradesain

Gbr. Pengmb.
(Ars, Sip,
Elek., Mek.)

DGbr. Detail
(Ars, Sip,
Elek., Mek.)

2. Gbr. Detail

Spec.
Teknis

Outline Spec

Spek Teknis
(Ars, Sip,
Elek., Mek.)

3. Spec.
Teknis

BQ

Bill Of
Quantity (Ars,
Sip, Elek.,
Mek.)

4. BQ

Perhit.
Engineeri
ng

Konsepkonsep
Engineerin
g

Perhit. Eng

Perhitungan
Eng (Sip,
Elek., Mek.)

5. Perhit.
Eng.

Lap. Topo
+ Geo

Draft
lap.
Topo+
Geo

Laporan
topo + geo

6. Lap. Topo
& Geotek

RAB

RAB
(Kasar)

RAB (Draft)

RAB (Draft)

7. RAB
(Final)

Laporan
Desain

Lapora
n
Konsep
si

Laporan
Pradesain

Laporan
Pengmb.
Desain

Laporan Akhir
Desain

8. Laporan
Desain

3D
Modelling/
Animasi

3D
Modelli
ng/3D
Anima
si Awal

3D
Animasi
Pengemba
ngan

3D Animasi

3D Animasi
Final

9. 3D
Animasi

1
0

Perspektif

Perspektif
(alt)

Perspektif

10.
Perspektif

1
1

Brosur
Material

Brosur
Material (alt)

Brosur
Material &
Alat

11. Brosur
Material

1
2

Contoh
Material

Contoh
Material (alt)

Contohcontoh
Material

12. Contoh
Material

1
3

Skema
Warna

Skema Warna
(alt)

Skema Warna

13. Skema
Warna

1
4

Foto-foto

Foto Tanaman

14. Foto-foto
Tanaman

1
5

Brosur
Pemasara
n

Brosur
Pemasaran

15. Brosur
Pemasaran

1
6

Pertelaan

Pertelaan

16. Daftar
Pertelaan

1
7

Laporan
Hasil Lab

Laporan
Lab/Program

17. Lap.
Hasil Lab

1
8

Images

Images

18. Images

102

BAB 4 RENCANA KERJA


Rencana Kerja yang disusun ini merupakan penjabaran secara rinci dan lebih konkret terhadap
lingkup kerja konsultan dalam pelaksanaan. Rencana Kerja ini bersifat tentatif, tidak menutup
kemungkinan adanya penyesuaian atau perubahan untuk menyesuaikan dengan kondisi aktual yang
ditemui selama pelaksanaan pekerjaan. Rencana kerja yang lebih mendetail akan diajukan konsultan
setelah terbitnya SPMK atau Surat Perintah Mulai Kerja, dimana pada saat itu konsultan sudah
mendapatkan data - data awal yang lebih lengkap, sehingga dapat disusun rencana kerja yang lebih
terperinci.
Rencana kerja yang disusun merupakan uraian tahapan kerja rinci yang akan dilaksanakan oleh
konsultan dalam menyelesaikan pekerjaan. Pelaksanaan pekerjaan ini secara garis besar dilaksanakan
dengan membagi beberapa tahap sesuai dengan klasifikasi jenis pekerjaan.
Pada bab ini, kami akan menguraikan rencana kerja kami pada Pekerjaan Perencanaan ini dalam
sub-bab berikut:

Gambar 4. 1 Diagram rencana kerja

103

4.1. Pola Kerja


Dalam pelaksanaan sebuah kegiatan, baik besar maupun kecil, selalu diinginkan hasil dengan
kualitas yang baik, yaitu:
1.

Memenuhi kualitas yang diinginkan

2.

Selesai tepat pada waktunya

3.

Biaya yang serendah-rendahnya

4.

Tercapainya tujuan-tujuan yang diharapkan


Adapun salah satu cara untuk mendapatkan hasil seperti tersebut di atas adalah dengan sistem

kendali mutu secara total (Total Quality Control) terhadap pelaksanaan pekerjaan.
Pengendalian mutu, kami definisikan sebagai upaya pengawasan/peng endalian dan tindak turun
tangan terhadap pelaksanaan pekerjaan perencanaan agar memenuhi persyaratan teknis yang telah
ditetapkan di dalam Dokumen Kontrak. Prinsip dasar pengendalian mutu suatu pekerjaan dapat dilihat
pada gambar di bawah ini:

Gambar 4. 2 Prinsip dasar pengendalian mutu

Pengukuran pengendalian mutu mencakup 2 (dua ) hal yaitu :

dimensi (panjang, lebar, tinggi, tebal, kemiringan, dsb)

kualitas (kepadatan, kuat tekan, daya dukung tanah, dsb)


Terdapat tiga jenis pengendalian yang harus dilakukan, yaitu :

pengendalian mutu bahan dasar (seperti : data lapangan/survey, penentuan literature,


konsep awal, dan lain-lain)
pengendalian mutu bahan olahan (seperti : draft gambar kerja, RAB, RKS, dan lain-lain)
pengendalian mutu hasil pekerjaan / produk

104

Hal ini dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:


1. PLAN :

Perencanaan yang baik tentang pelaksanaan pekerjaan,

human resources dan metode kerja yang akan diterapkan.


2. DO

Pelaksanaan pekerjaan yang terperinci dan sesuai dengan

persyaratan teknis yang telah direncanakan.


3. CHECK

Pemeriksaan hasil yang didapat. Apakah sesuai

dengan yang direncanakan? Apakah hasil yang didapat sesuai dengan


yang diharapkan?

Gambar 4. 3 Konsep Pengendalian Kualitas Berdasarkan Siklus P-D-C-A

Skema diatas dapat dijabarkan dalam suatu siklus di bawah ini, dimana didapati bahwa dalam
setiap proses pekerjaan akan selalu diperiksa dan dikoreksi, diulang/diperbaiki kembali sampai didapatkan
hasil akhir berupa sebuah pekerjaan yang optimal, bermutu dan berkualitas tinggi.

105

Gambar 4. 4 Konsep Pengendalian Kualitas Berdasarkan Siklus P-D-C-A

Berdasarkan hal tersebut diataslah maka kami menyusun pola kerja berikut ini dengan harapan
dapat memenuhi semua kriteria dan spesifikasi yang diharapkan oleh semua pihak.

106

Gambar 4. 5 Bagan Alur Pola Kerja Perencanaan

107

Option
al,

4.2. Program Kerja

Setelah kami membahas pendekatan-pendekatan yang dilakukan terhadap pekerjaan yang


akan dilaksanakan, pada bagian ini akan diuraikan metode kerja dalam melaksanakan pekerjaan
perencanaan ini, yaitu:
1. Menyusun Program Pelaksanaan pekerjaan perencanaan dan alokasi tenaga.
2. Persiapan perencanaan, seperti mengumpulkan data kondisi/kehandalan bangunan dan
informasi lapangan (termasuk penyelidikan tanah sederhana) secara teliti terutama dalam
kaitannya terhadap titik duga (peil) bangunan dan penataan tanah, membuat interpretasi
secara garis besar terhadap KAK, dan konsultasi dengan pemerintah daerah setempat
mengenai peraturan daerah / perijinan bangunan.
3. Penyusunan pra rencana, seperti rencana tapak, pra rencana bangunan termasuk program dan
konsep ruang, perkiraan biaya, dan mengurus perijinan sampai mendapatkan keterangan
rencana kota, keterangan persyaratan bangunan dan lingkungan, dan IMB pendahuluan dari
pemerintah daerah setempat.
4. Penyusunan pengembangan rencana, antara lain membuat:
a. Rencana Arsitektur, beserta uraian konsep dan visualisasi yang mudah dimengerti oleh
pejabat pembuat komitmen.
b. Rencana Struktur, beserta uraian konsep dan perhitungannya.
c. Rencana Utilitas, beserta uraian konsep dan perhitungannya.
d. Perkiraan biaya.
5. Penyusunan rencana detail, antara lain membuat:
a. Gambar gambar detail arsitektur, detail struktur, detail utilitas yang sesuai dengan
gambar rencana yang telah disetujui.
b. Rencana Kerja dan Syarat Syarat (RKS).
c. Rincian volume pelaksanaan pekerjaan dilampiri uraian perhitungannya, rencana
anggaran biaya pekerjaan konstruksi.
d. Jadwal/schedule pelaksanaan konstruksi fisik.
e. Laporan akhir perencanaan.

108

Lingkup pekerjaan perencanaan ini, telah sesuai dengan Permen PU No. 45/PRT/M/2007
tentang Pedoman teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara, yang dapat disimpulkan dalam
susunan diagram berikut ini:

Gambar 4.6. Bagan Alur Pola Kerja Perencanaan Berdasarkan Permen PU No 45/PRT/M/2007
Berdasarkan lingkup kegiatan perencanaan diatas, dibuat diagram/flow chart yang merupakan
runtutan pekerjaan perencanaan, dimana diagram ini juga akan menjadi panduan dalam
pelaksanaan pekerjaaan ini. Diagram ini terbagi menjadi 5 tahapan, yang menjabarkan tahapantahapan sebagai berikut:

109

Tahapan Persiapan
Adalah tahap mengatur pengorganisasian team kerja, baik konsep, jumlah dan kualifikasi,
metoda, maupun tanggung jawab masing-masing personel dalam pelaksanaan pekerjaan ini. Konsultan
juga akan mulai mempersiapkan alat-alat pendukung yang akan dibutuhkan dalam penyelesaian proses
pekerjaan. Diskusi awal mengenai pekerjaan dan rencana kerja dengan pengguna jasa juga akan
dilakukan. Metode Tahapan Persiapan ini diwujudkan dalam diagram berikut ini:

Gambar 4. 7 Diagram Tahap I: Tahapan Persiapan

Pada tahap ini, rincian cakupan pekerjaan adalah sebagai berikut:


a. Mobilisasi dan Persiapan Kantor
Adalah tahap mengatur pengorganisasian team kerja, baik konsep, jumlah dan
kualifikasi, metoda, maupun tanggung jawab masing-masing personel dalam
pelaksanaan pekerjaan ini. Juga akan mulai mempersiapkan peralatan kantor, dan alatalat pendukung yang akan dibutuhkan dalam penyelesaian proses pekerjaan. Tahap ini
juga termasuk :
1) Pengumpulan literatur dan data proyek
Semua data yang dibutuhkan, baik literatur maupun peraturan yang berlaku, dan
juga semua data-data yang berkaitan dengan pekerjaan.
2) Pendataan
Semua data yang didapatkan dikumpulkan dan disusun sehingga memudahkan
untuk pelaksanaan tahap berikutnya.

110

b. Rapat Koodinasi Internal


Adalah tahap dimana seluruh personil yang terlibat, mulai dari Team Leader, Tenaga
Ahli, Assisten, dan Tenaga Pendukung. Di sini, seluruh tim melakukan rapat internal
untuk membahas program dan rencana kerja yang akan dilakukan, mapping personil,
sistematika pelaksanaan dan pelaporan, sistem koordinasi dengan pengguna jasa, dan
lain sebagainya.
c. Rencana Kerja Rinci
Adalah hasil dari tahap sebelumnya, yang merupakan risalah rapat koordinasi, yang
akan menjadi acuan dasar dalam pelaksanaan pekerjaan nantinya.
Tahap Survey dan Pengumpulan Data
Tahapan survey ini meliputi persiapan survey, seperti persiapan alat alokasi tenaga,
pengurusan ijin-ijin pendahuluan, sampai pada pelaksanaan survey yang meliputi survey fisik dan survey
non fisik. Data survey ini kemudian disusun untuk memudahkan dalam pelaksanaan tahap berikutnya
pada analisa data. Tahap Survey dan Pengumpulan Data ini disusun dalam diagram berikut ini:

Gambar 4. 8 Diagram Tahap II: Tahapan Survey dan Pengumpulan Data

111

Pada tahap ini, rincian cakupan pekerjaan adalah sebagai berikut:


1.

Survey Non Fisik

Advice Planning.
Hal ini perlu dilakukan, untuk mendapatkan data-data seperti batas garis
sempadan, Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB),
maupun Koefisien Daerah Hijau (KDH). Dinas Perijinan adalah tempat yang tepat
untuk mendapatkan data-data tersebut. Selain itu juga akan dicari informasi
melalui Internet.

User Demand
Tentu saja keinginan dari user juga akan disurvey, baik mengenai kebutuhan
ruang, maupun rencana perkembangan dari bangunan ini. User-user terkait akan
diinterview untuk mendapatkan data pada bagian ini.

Literatur
Kelengkapan literature, seperti ketentuan hukum, standarisasi bangunan,
maupun ketentuan khusus lainnya yang terkait dengan perencanaan bangunan
ini akan dicari dan kumpulkan, baik melalui media buku maupun fasilitas internet,
sebagai referensi dalam pekerjaan perencanaan ini.

Administrasi Proyek
Kelengkapan data administrasi proyek, seperti nama kegiatan, pekerjaan, dan
lain-lainnya, dikumpulkan untuk dapat melengkapi produk perencanaan kami.

2.

Survey Fisik

Pengukuran dan Pemetaan.


Data tentang batas kavling tanah dan bangunan diperoleh dari Badan
Pertanahan Nasional (BPN), selain itu juga akan melakukan pengukuran
langsung di lapangan dengan alat ukur bekerja sama dengan Universitas
Janabadra Yogyakarta untuk mendapatkan detail-detail yang diperlukan. Hasil
pengukuran dan pendataan ini disusun dalam bentuk gambar site existing, dalam
bentuk gambar dengan bantuan Software Autocad.
Pengukuran dilakukan untuk mendapatkan data-data yang lebih spesifik. Untuk
lokasi perencanaan bangunan yang memiliki kontur tanah tidak rata dan
mencakup area yang cukup luas, dilakukan pengukuran kontur tanah dengan
menggunakan Theodolit. Theodolit merupakan alat ukur untuk mengukur sudut
jarak, ketinggian dan penentuan posisi dalam rangka pelaksanaan pembuatan
112

peta. Hasil dari pengukuran berupa peta kontur yang nantinya digunakan untuk
merencanakan elevasi bangunan dan mengukur volume galian-timbunan yang
diperlukan.
Gambar Theodolit dan Alat ukur :

Gambar 4. 9 Contoh alat untuk pengukuran

Gambar 4. 10 contoh peta kontur

Peta kontur berisi garis kontur (countur line) yaitu garis yang menghubungkan
tempat-tempat yang mempunyai ketinggian sama.

Penyelidikan tanah/Sondir
Penyelidikan tanah meliputi test daya dukung tanah (test sondir) dan
pengambilan sample tanah (booring), data kepadatan tanah (sand cone
methode). Penyelidikan tanah pada lokasi merupakan evaluasi umum
kesesuaian kondisi tanah dengan peruntukan bangunan yang akan
direncanakan. Penyelidikan tanah dilakukan untuk mengetahui nilai parameterparameter seperti daya dukung tanah, elevasi muka air tanah, kepadatan tanah,
kadar air, batas susut, batas plastis, batas cair, dsb yang sangat diperlukan
dalam

perencanaan

sub-struktur/fondasi

agar

rencana

fondasi

dapat

cocok/sesuai, bisa dilaksanakan dengan baik, aman, ekonomis. Dalam

113

penyelidikan tanah ini, dilakukan kerjasama dengan Laboratorium Program Studi


Teknik Sipil, Universitas Janabadra Yogyakarta.

Tujuan penyelidikan tanah:


1.

Memberikan data atau mewakili kondisi tanah dan relevansi terhadap


pembangunan

2.

Memberikan informasi kondisi di sekitar lokasi yang dikembangkan

3.

Menetapkan kesesuaian dari lapangan dan sekitarnya terhadap proyek yang


direncaakan

4.

5.

Menyajikan data dari berbagai aspek, antara lain:

Ekonomi

keamanan dan keandalan dari desain fondasi

pekerjaan tanah / sementara yang diperlukan

pengaruh penggunaan lahan sebelumnya

Memberikan informasi kemungkinan adanya masalah / kendala pada


pekerjaan sementara, pelaksanaan akibat kondisi tanah galian, drainasi,
jalan ke lokasi dll.

6.

Informasi bahan bangunan, kemudahan, quarry (jumlah & kualitas).

7.

Pengaruh perubahan di lapangan akibat pengembangan (stabilitas,


drainasi dll) memberikan perbandingan metode pelaksanaan atau alternatif
lokasi.

8.

Pengumpulan Data lain-lain (detail pada diagram)

III) Tahap Konsep Rencana Teknis dan Penyusunan Pra Rencana Teknis
Adalah tahap dimana perencana menentukan konsep dasar perencanaan dan pra
rencana teknisnya. Tahap ini akan menghasilkan Laporan Pendahuluan, yang kemudian
dipresentasikan kepada pengguna jasa untuk mendapatkan persetujuan.

114

Gambar 4. 11 Diagram Tahap III: Tahapan Konsep Rencana Teknis dan Penyusunan Pra Rencana Teknis

Pada tahap ini, rincian cakupan pekerjaan adalah sebagai berikut:


a. Penentuan Konsep Dasar Perancangan
Yaitu konsep kerja perencanaan yang didapatkan melalui analisa dan kesimpulan pada
hasil pendataan pada Tahap 2, dimana konsep tersebut dituangkan dalam:
1.

Penyusunan konsep-konsep
Pada bagian ini, akan disusun konsep berdasarkan hasil olah data dari tahap
survey fisik maupun non fisik, beserta studi litarture yang telah didapatkan. Konsep
ini berupa konsep desain, konsep rencana teknis, konsep skematik, maupun
konsep terkait rencana perancangan lainnya.

2.

Perancangan Gambar Usulan Rencana


Pada bagian ini, konsep akan diterapkan dalam sebuah gambar rencana, berupa
gambar site existing dan gambar rencana tampak perencanaan, yang juga dapat
disertai dengan Gambar 3 dimensi sebagai tambahan untuk memudahkan

115

pemahaman bentuk dari rencana tersebut. Gambar ini dibuat pada Software
Komputer Autocaduntuk gambar duamata dan Software Komputer ScetchUp untuk gambar trimata.
3.

Estimasi Biaya
Pada bagian ini akan melakukan perkiraan biaya fisik dari bangunan yang
direncanakan, dengan perhitungan analisis berdasarkan rencana tampak yang
dibuat. Akan digunakan Software Komputer Microsoft Office Excel untuk
bagian ini.

Garis besar lingkup kegiatan ini adalah sebagai berikut:

Penyusunan konsep desain mengembangkan rancangan rancang bangunan

Konsep penyiapan rencana teknis, termasuk konsep organisasi, jumlah dan


kualifikasi tim perencana, metode pelaksanaan, dan tanggung jawab waktu
pelaksanaan.

Konsep skematik rencana teknis, termasuk program ruang, organisasi hubungan


ruang, dan lain-lain

Konsep perkiraan umur teknis bangunan yang didukung oleh perhitungan


struktur, konsep arsitektur, mekanikal elektrikal, utilitas bangunan dan syaratsyarat teknis material sesuai SNI.

Gambar-gambar rencana tapak

Gambar-gambar pra rencana bangunan

Perkiraan biaya pembangunan

Garis besar rencana kerja dan syarat-syarat

Gambar perspektif

b. Penyusunan Laporan Pendahuluan


Konsep dan pra rencana yang telah dikerjakan dan dihasilkan, akan disusun dalam
Laporan Pendahuluan, yang memuat hasil keseluruhan dari Tahapan I sampai dengan
Tahapan III.
c. Presentasi
Hasil survey, olah data, penyusunan konsep perencanaan, dan pra rencana teknis yang
telah dikerjakan dan dihasilkan, akan dipresentasikan kepada pengguna jasa untuk
mendapatkan persetujuan untuk dapat melangkah ke tahap berikutnya. Dalam presentasi

116

ini, akan menggunakan Software Microsoft Power Point, dengan alat bantu berupa Laptop
dan LCD/Proyektor.
IV) Tahap Pengembangan Rencana
Adalah tahap dimana perencana menyusun pengembangan rencana berdasarkan hasil dari
tahap sebelumnya yang telah disepakati bersama dengan pengguna jasa. Tahap ini akan menghasilkan
gambar-gambar perencanaan dan perhitungan biaya konstruksi, dapat dibuat dalam beberapa alternatif
untuk dipresentasikan kepada pengguna jasa sehingga dapat memilih dan menentukan desain
perencanaan untuk Tahap V, yaitu tahap Rencana Detail atau Detail Engineering Design (DED).

Gambar 4. 12 Diagram Tahap IV: Tahapan Penyusunan dan Perumusan Konsep Pra-Rencana

Pada tahap ini, rincian cakupan pekerjaan adalah sebagai berikut:


a. Pembuatan Desain Alternatif
Setelah konsep didapatkan dan gambar/data existing disusun, selanjutnya dibuat desain
perencanaan, yang kemungkinan akan dibuat lebih dari satu desain sebagai alternatif, dimana
desain ini akan berisikan hal-hal berikut:

117

1.

Denah
Berupa gambar Autocad, berisikan denah rencana bangunan yang direncanakan.

2.

Tampak
Berupa gambar Autocad, berisikan gambar tampak dari beberapa sisi rencana bangunan yang
direncanakan.

3.

Potongan
Berupa gambar Autocad, berisikan gambar potongan-potongan pada bangunan rencana.

4.

3D (tambahan)
Berupa gambar trimata/3 dimensi dalam bentuk Sketch-Up file, berisikan gambar 3 dimensi
pada bangunan rencana. 3D ini merupakan tambahan untuk memudahkan dalam pemahaman
desain.

5.

Draft Rincian Anggaran Biaya (RAB)


Berisikan estimasi rincian biaya fisik bangunan yang direncanakan, dengan uraian analisa
mengikuti stndar analisa dan harga yang berlaku. Draft ini dibuat dalam Microsoft Office Excel.

6.

Draft Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS)


Berisikan draft RKS bangunan yang direncanakan, dengan sistem penulisan mengacu pada
ketentuan penulisan RKS yang berlaku. Draft ini dibuat dalam Software Komputer Microsoft
Office Word.

b. Penyusunan Laporan Antara


Penyusunan pengembangan rencana yang telah dikerjakan dan dihasilkan, akan disusun dalam
Laporan Antara, yang memuat hasil keseluruhan dari Tahapan I sampai dengan Tahapan IV.
c. Presentasi
Desain yang telah dihasilkan, akan dipresentasikan kepada pengguna jasa untuk mendapatkan
persetujuan/masukan dan pemilihan desain final pada desain-desain alternative yang dibuat. Dalam
presentasi ini, akan menggunakan Software Komputer Microsoft Power Point, dengan alat
bantu berupa Laptop dan LCD/Proyektor. Foto-copy dari desain juga akan dibuat dan dibagikan
untuk memudahkan pengguna jasa dalam mengikuti presentasi.
Hasil akhir dari Tahap 4 ini adalah desain final yang telah disetujui oleh pengguna jasa untuk
dijadikan DED.
Tahap Rencana Detail (DED)

118

Adalah tahap terakhir dari pekerjaan perencanaan, dimulai dari penyusunan produk akhir
perencanaan/ DED, presentasi akhir, sampai pada persiapan dan pelaksanaan aanwijzing dan
aanvoeling.

Gambar 4. 13 Diagram Tahap V: Tahapan Rencana Detail/DED

Pada tahap ini, rincian cakupan pekerjaan adalah sebagai berikut:


a. Melakukan Perhitungan Struktur
Setelah desain final disetujui, akan dilakukan perhitungan struktur untuk memastikan
bahwa bangunan yang dirancang memenuhi syarat-syarat bangunan, terutama syarat dari
ketahanan terhadap gempa. Perhitungan ini dilakukan menggunakan software ETABS,
dimana

semua

beban-beban

bangunan

119

dihitung

dan

dianalisis

sehingga

ditemukan/didapatkan struktur yang memenuhi syarat/standar yang berlaku. Sistematika


proses analisa dengan ETABS adalah sebagai berikut:

Gambar 4. 14 Sistematika proses analisa dengan ETABS

b. Finalisasi DED
Adalah proses pematangan penyusunan rencana detail yang meliputi:

Gambar kerja dari segi arsitektural, yang meliputi:


A. Site Plan
B. Situasi
C. Denah & Denah Interior
D. Tampak
E. Potongan
F. Pola Lantai
G. Plafond
H. Landscape
I. Detail Arsitektural

120

J. Dll

Gambar Kerja dari segi structural, yang meliputi:


A. Pondasi Dan Sloof
B. Kolom Dan Balok
C. Rangka Atap
D. Detail Struktural
E. Dll

Gambar kerja dari segi mekanikal elektrikal, yang meliputi:


A. Titik Lampu
B. Air Bersih Dan Air Kotor
C. It & Telepon/Pabx
D. Dll

Rincian Anggaran Biaya (RAB), yang meliputi:


A. Rekapitulasi Anggaran Biaya
B. Rincian Anggaran Biaya
C. Analisa Gedung
D. Analisa Listrik
D. Daftar Harga Bahan Dan Upah

Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS), yang meliputi:

121

Gambar 4. 15 Diagram Sistematika Penyusunan RKS

Sistematika pembuatan dan penulisan masing-masing bagian dari DED di atas sama
seperti pada tahap sebelumnya.
c. Penyusunan Laporan Akhir
Penyusunan pengembangan rencana yang telah dikerjakan dan dihasilkan, akan disusun
dalam Laporan Akhir, yang memuat hasil keseluruhan dari Tahapan I sampai dengan
Tahapan IV.
d. Presentasi Akhir

122

Rencana Detail/DED final yang telah kami hasilkan, akan dipresentasikan kepada
pengguna jasa untuk mendapatkan persetujuan atas hasil pekerjaan perencanaan. Dalam
presentasi ini, akan menggunakan Software Komputer Microsoft Power Point,
dengan alat bantu berupa Laptop dan LCD/Proyektor. Foto-copy dari desain juga akan
dibuat dan dibagikan untuk memudahkan pengguna jasa dalam mengikuti presentasi.Hasil
akhir dari bagian ini adalah produk perencanaan yang sudah disetujui dan disahkan, untuk
dijadikan dokumen lelang pada pelaksanaan pengadaan penyedia jasa konstruksi.

123

4.3. Rencana Kerja


Konsultan menyusun rencana kerja pada pekerjaan ini dalam matrik kerja sebagai berikut:
Tabel 4. 1 Rencana Kerja Perencanaan

RENCANA KERJA PERENCANAAN


NO
1.

2.

PROSES
Penyusunan rencana
pelaksanaan dan alokasi
tenaga

Pengumpulan data
lapangan dan lingkungan

BENTUK
KEGIATAN

PENEKANAN MATERI

Perencanaan

a.

Membuat tahapan pekerjaan

b.

Alokasi tenaga per bagian kerja

c.

Persiapan jenis dan volume


peralatan

Survey dan
pendataan

a.
b.
c.
d.
e.

f.
3.

Pengolahan data

Pengklasifikasian dan
pengolahan data

124

Pengukuran dan survey


lapangan
Meneliti kondisi tanah dan muka
air tanah
Perolehan data (dokumen, data
tanah, dll)
Membuat gambar existing yang
diperlukan
Konsultasi dengan user, dan
pihak-pihak lain (perencana
sebelumnya, dll)

TARGET
Menghasilkan
perencanaan yang
matang dan efektif

Perencanaan
Pembagian

Tersedianya datadata yang


dibutuhkan

PELAKSANA
Team Leader dan
tenaga ahli

Inventarisasi &
pengadaan

Pengukuran dengan
alat
Observasi,

pendataan

Tenaga ahli,
surveyor

Pendataan
Penggambaran
Konsultasi

Dokumentasi/foto

Penyiapan data untuk penyusunan

METODE
PELAKSANAAN

Survey dengan alat


Data yang ada siap
untuk disusun

Pengelompokkan
dan penyesuaian
data

Tenaga ahli

Alur kerja tim


berjalan lancar
4.

Koordinasi rutin

Koordinasi

Pengontrolan tahapan pekerjaan

NO

PROSES

BENTUK
KEGIATAN

PENEKANAN MATERI

5.

Pembuatan Pra Rencana

Pengolahan data

a.

Menginterpretasikan data
dengan perencanaan yang
dibuat

b.

Membuat pra rencana berupa


site plan, potongan-potongan,
dan konsep perencanaan.

6.

Proses Ijin Pendahuluan

7.

Gambar-gambar

8.

7.

8.

Rencana struktur

Membuat gambar detail

Pembuatan rencana kerja


dan syarat-syarat

Pengurusan ijin

a.

Pengadaan perijinan yang


diperlukan

Pembuatan gambar
kerja

a.

Pembuatan gambar kerja

b.

Membuat gambar-gambar detail

Perencanaan struktur

a.

Membuat rencana gambar detail


konstruksi

Pembuatan gambar

Diskusi dan
pembahasan

b.

Membuat detail ditinjau dari


segi konstruksi

a.

Membuat gambar-gambar kerja

b.

Membuat persyaratan masingmasing pekerjaan

a.

Membuat RKS yang berisi syarat


administrasi, syarat umum dan
syarat teknis

b.

Menentukan jenis material

c.
9.

Pembuatan rencana
volume

Perencanaan

a.

125

Menentukan metode
pelaksanaan
Menyusun volume dan macam
pekerjaan

Komunikasi 2 arah

TARGET
Menghasilkan pra
rencana

METODE
PELAKSANAAN

Interpretasi dan
penyesuaian

Seluruh tim

PELAKSANA
Tenaga ahli

Penyusunan konsep
dan penggambaran
Perijinan tersedia
Tersedia gambargambar kerja

Pengurusan ijin
Penggambaran
Penggambaran

Team Leader,
administrasi
Tenaga ahli dan
drafter

Penggambaran
Menghasilkan
perencanaan
struktur yang baik

Penggambaran

Menghasilkan
gambar detail

Penggambaran

Menghasilkan RKS

Komputasi

Tenaga ahli

Penggambaran

Tenaga ahli dan


drafter

Tenaga ahli

Pemilihan dan
penentuan

Penentuan
Menghasilkan
volume pekerjaan

Penyusunan

Tenaga Ahli
Quantity Estimator

dan RAB
b.

Membuat RAB EE dengan DIPA


yang tersedia

Perhitungan

NO

PROSES

BENTUK
KEGIATAN

PENEKANAN MATERI

TARGET

10.

Penyusunan
laporan

Penyusunan laporan

Dokumen yang sesuai persyaratan

Tersusunnya
dokumen

Pembahasan dan
pengetikan

Tenaga ahli, tenaga


pendukung

Mendapatkan input
data untuk
menyempurnakan
hasil

Diskusi

Team Leader,
tenaga ahli dan
instansi terkait

Keluaran pekerjaan

METODE
PELAKSANAAN

PELAKSANA

11.

Diskusi

Diskusi

12.

Presentasi dan
evaluasi

Presentasi draft
laporan

Penyempurnaan produk pekerjaan

Mendapatkan input
data untuk
menyempurnakan
hasil

Presentasi

Team Leader,
Tenaga ahli

13.

Revisi Laporan

Koreksi dan revisi


laporan

Penyempurnaan produk pekerjaan

Laporan akhir siap


dikumpulkan

Pembahasan dan
pengetikan

Tenaga ahli dan


tenaga pendukung

14.

Penggandaan

Penggandaan
dokumen

Dokumen
tergandakan

Fotocopy

15.

Legalisasi

Pengesahan

Mengesahkan dokumen

Dokumen disahkan

Tandatangan dan
cap

Team
Leader/Tenaga Ahli
dan Administrasi

16.

Penyerahan dokumen
lelang

Menyerahkan
dokumen

Dokumen diserahkan kepada


panitia lelang

Dokumen lelang
diserahkan

Menyerahkan

Team
Leader/Tenaga
ahli/administrasi

Menggandakan dokumen yang


diperlukan

126

Pembantu Umum

4.4. Diagram Rencana Kerja / Workplan

Gambar 4. 16 Diagram tahapan rencana kerja

127

BAB 5 ORGANISASI PELAKSANAAN PEKERJAAN


5.1. Umum
Pada dasarnya organisasi kerja yang dibentuk mempunyai tujuan:
1.

Mempelajari fungsi tugas masing-masing personil yang ditempatkan dan untuk


memudahkan koordinasi dan komunikasi antara Konsultan sendiri, maupun antara
Konsultan dengan Pemberi Tugas.

2.

Membentuk koordinasi dan komunikasi yang baik antara semua personil konsultan
perencana yang terlibat dalam penanganan pekerjaan ini untuk menjamin tercapainya
semua persyaratan pekerjaan yang dimintakan.

3.

Mengatur pembagian kerja.

4.

Wewenang dan tanggung jawab personil.

5.

Kesatuan arah dan kesatuan perintah dalam melaksanakan pekerjaan.

5.2. Organisasi
Organisasi team kerja yang disusun sesuai dengan kriteria pada KAK, meliputi struktur
organisasi, distribusi tugas, komposisi personil dan pola kerja dirancang untuk dapat bekerja dengan
efektif.
1.

Struktur organisasi.
Penyusunan struktur organisasi yang ramping didasarkan pada pemikiran kecepatan gerak,
pemangkasan jalur birokrasi dan mempermudah koordinasi.

2.

Distribusi tugas
Distribusi tugas yang terurai dengan jelas dan terbagi secara proporsional disusun
sedemikian rupa sehingga beban kerja akan terbagi secara merata baik tim ahli maupun
tenaga-tenaga pendukungnya.

3.

Komposisi personil
Komposisi personil yang ditempatkan pada struktur organisasi merupakan personil yang
mampu untuk menjalankan tugasnya serta telah terbiasa bekerja secara tim.

4.

Pola kerja
Pola kerja disusun berdasarkan struktur organisasi yang terkontrol, sehingga setiap
program kerja dapat terlaksana dengan jelas dan terpantau dengan mudah.

128

5.3. Strategi Manajemen Organisasi


Keberhasilan team kerja tergantung pada strategi manajemen yang dipakai, dimana untuk
pekerjaan ini dipergunakan:
1.

Strategi manajemen komunikasi, dipakai strategi komunikasi terbuka terbatas artinya segala
permasalahan penting didiskusikan lebih dahulu sebelum diambil keputusan.

2.

Strategi manajemen organisasi, dipakai sistem terpusat dengan perwakilan sub bidang
pekerjaan artinya dimasing-masing bidang pekerjaan perlu adanya personil-personil ahli
yang sesuai bidangnya, bertugas dan bertanggung jawab pada Ketua Tim/Team Leader.

3.

Strategi manajemen keuangan, dipakai sistem terbuka terbatas, artinya administrasi dan
keuangan dapat dipantau dan diketahui setiap waktu oleh anggota tertentu sesuai
wewenangnya dan penyelesaian semua administrasi maupun keuangan bertanggung jawab
kepada Pemimpin Kegiatan dan Direktur Perusahaan.

5.4. Koordinasi Kerja


Koordinasi kerja dikategorikan dalam koordinasi ekstern dan koordinasi intern, dimana koordinasi
ekstern adalah hubungan konsultan dengan pihak-pihak luar yang berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan, sedangkan koordinasi kerja intern merupakan koordinasi kerja di dalam struktur organisasi
konsultan.
1. Koordinasi Kerja Intern
Adalah koordinasi antara bagian-bagian dalam perusahaan yang menangani pekerjaan
penyusunan, dimana mempunyai keterkaitan satu sama lain. Hal ini akan memudahkan
pelaksanaan pekerjaan karena antar bagian mengetahui tugasnya masing masing.
2. Koordinasi Kerja Ekstern
Adalah koordinasi antara konsultan dengan unsur - unsur eksternal yang terlibat dalam
proses pekerjaan ini antara lain pihak pemberi tugas. Koordinasi kerja ini dimaksudkan agar
semua permasalahan yang bersifat teknis maupun administratif dapat segera diatasi,
sehingga tidak mengganggu jalannya pekerjaan. Hal ini disebabkan semua unsur-unsur
yang tersebut di atas masing-masing saling terkait satu sama lain.

129

5.5. Bagan Alir Mekanisme Kerja


Bagan alir mekanisme kerja team selama pelaksanaan pekerjaan ini adalah sebagai berikut:

Gambar 5. 1 Bagan alir mekanisme kerja

130

Anda mungkin juga menyukai