Case Inersia Uteri Hipotonik
Case Inersia Uteri Hipotonik
PENDAHULUAN
dibandingkan
dengan
negeri-negeri
yang
sudah
maju.menurut
penyelidikan Hoo Swie Tjiong frekuensi anemia dalam kehamilan setinggi 18,5%,
pseudoanemia 57,9%, dan wanita hamil dengan Hb 12 g/100 ml atau sebanyak 23,6%;
Hb rata-rata 12,3 g/ml dalam trimester I, 11,3 g/100 ml dalam trimester II, dan 10,8
g/100 ml dalam trimester III. Hal itu disebabkan karena pengenceran darah menjadi
1
makin nyata dengan lanjutnya umur kehamilan, sehingga frekuensi anemia dalam
kehamilan meningkat pula.
BAB II
KERANGKA TEORI
Terlalu lemah
Terlalu pendek
Terlalu jarang
His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan rintangan
pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi, sehingga
persalinan mengalami hambatan atau kemacetan.
1. Inertia uteri. Kelainannya terletak dalam hal kontraksi uterus yaitu lebih
singkat, dan jarang daripada biasanya. Keadaan umum penderita biasanya baik,
dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak
banyak bahaya, baik bagi ibu maupun bagi janin, kecuali jika persalinan
berlangsung terlalu lama. Keadaan ini dinamakan inersia uteri primer atau
hypotonic uterine contraction. Kalau timbul setelah berlangsungnya his kuat
untuk waktu yang lama, hal itu dinamakan inersia uteri sekunder.
Diagnosis inersia uteri paling sulit dalam masa laten. Kontraksi uterus yang
disertai rasa nyeri, tidak cukup untuk membuat diagnosis bahwa persalinan
sudah mulai. Untuk sampai pada kesimpulan ini, diperlukan kenyataan bahwa
sebagai akibat kontraksi itu terjadi perubahan pada serviks, yakni pendataran
dan/atau pembukaan. Kesalahan yang sering dibuat ialah mengobati seorang
penderita untuk inersia uteri, padahal persalinan belum mulai (false labour).
2. His terlampau kuat. His terlampau kuat atau juga disebut hypertonic uterine
contraction. His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan
selesai dalam waktu yang sangat singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari
tiga jam, dinamakan partus presipitatus : sifat his normal, tonus otot di luar his
juga biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his. Bahaya partus presipitatus
bagi ibu ialah terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir, khususnya serviks uteri,
vagina dan perineum, sedangkan bayi bisa mengalami perdarahan dalam
tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu yang
singkat.
Batas antara bagian atas dan segmen bawah atau lingkaran retraksi menjadi
sangat jelas dan meninggi. Dalam keadaan demikian lingkaran dinamakan
lingkaran retraksi patologik atau lingkaran Bandl. Ligamentum rotundum
menjadi tegang serta lebih jelas teraba, penderita merasa nyeri terus menerus dan
menjadi gelisah. Akhirnya, apabila tidak diberi pertolongan, regangan segmen
bawah uterus melampaui kekuatan jaringan; terjadilah ruptur uteri.
3. Incoordinate uterine action. Disini sifat his berubah. Tonus otot uterus
meningkat, juga diluar his, dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa
karena tidak ada sinkronasi antara kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya
koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his
tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.
Disamping itu tonus otot uterus menaik menyebabkan rasa nyeri yang lebih
keras dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia pada janin. His
jenis ini juga disebut sebagai uncoordinate hypertonic uterine contraction.
Kadang-kadang pada persalinan lama dengan ketuban yang sudah lama pecah,
kelainan his ini menyebabkan spasmus sirkuler setempat, sehingga terjadi
penyempitan cavum uteri pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran kontraksi
atau lingkaran kontriksi. Secara teoritis, lingkaran ini dapat terjadi dimana-mana,
akan tetapi biasanya ditemukan pada batas antara bagian atas dan segmen bawah
uterus. Lingkaran kontriksi tidak dapat ketahui dengan pemeriksaan dalam,
kecuali kalau pembukaan sudah lengkap, sehingga tangan dapat dimasukkan ke
dalam cavum uteri. Oleh sebab itu, jika pembukaan belum lengkap, biasanya
tidak mungkin mengenal kelainan ini dengan pasti. Adakalanya persalinan tidak
maju karena kelainan pada serviks yang dinamakan distosia servikalis. Kelainan
ini bisa primer atau sekunder. Distosia servikalis dinamakan primer kalau
serviks tidak membuka karena tidak mengadakan relaksasi berhubung dengan
incoordinate uterine action. Penderita biasanya seorang primigravida. Kala I
menjadi lama, dan dapat diraba jelas pinggir serviks yang kaku. Kalau keadaan
ini dibiarkan, maka tekanan kepala terus menerus dapat menyebabkan nekrosis
jaringan serviks dan dapat mengakibatkan lepasnya bagian tengah serviks secara
sirkuler. Distosia servikalis sekunder disebabkan oleh kelainan organik pada
serviks,misalnya karena jaringan parut atau karena karsinoma. Dengan his kuat
serviks bisa robek, dan robekan ini dapat menjalar ke bagian bawah uterus. Oleh
karena itu, setiap wanita yang pernah mengalami operasi pada serviks, selalu
harus diawasi persalinannya di rumah sakit.
ETIOLOGI
Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida, khususnya primigravida
tua. Pada multipara lebih banyak ditemukan kelainan yang bersifat inersia uteri. Faktor
5
herediter mungkin memegang peranan pula dalam kelainan his. Satu sebab yang penting
dalam kelainan his, khususnya inertia uteri, ialah apabila bagian bawah janin tidak
berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus seperti misalnya pada kelainan letak
janin atau pada disproporsi sefalopelvik. Peregangan rahim yang berlebihan pada
kehamilan ganda maupun hidramnion juga dapat merupakan penyebab dari inersia uteri
yang murni. Akhirnya gangguan dalam pembentukan uterus pada masa embrional,
misalnya uterus bikornis unikolis, dapat pula mengakibatkan kelainan his. Akan tetapi
pada sebagian besar kasus, kurang lebih separuhnya, penyebab inersia uteri ini tidak
diketahui.
PENATALAKSANAAN
Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun, keadaan wanita yang
bersangkutan harus diawasi dengan seksama. Tekanan darah diukur tiap empat jam,.
Denyut jantung janin dicatat tiap setengah jam dalam kala I dan lebih sering dalam kala
II. Sebaiknya diberikan infus larutan glukosa 5% dan larutan NaCl isotonik secara
intravena berganti-ganti. Untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberikan pethidin 50 mg
yang dapat diulangi; pada permulaan kala I dapat diberi 10 mg morfin. Apabila
persalinan berlangsung dalam 24 jam tanpa kemajuan yang berarti, perlu diadakan
penilaian yang seksama tentang keadaan. Selain penilaian keadaan umum, perlu
ditetapkan apakah persalinan benar-benar sudah mulai atau masih dalam tingkat false
labour, apakah ada inersia uteri atau incoordinate uterine action; dan apakah ada
disproporsi sefalopelvik biar pun ringan.
Inersia uteri. Setelah diagnosis inersia uteri ditetapkan, harus diperiksa keadaan
serviks, presentasi serta posisi janin, turunnya kepala janin dalam panggul dan keadaan
panggul. Kemudian harus disusun rencana menghadapi persalinan yang lamban ini.
Apabila ada disproporsi sefalopelvik yang berarti, sebaiknya diambil keputusan untuk
melakukan seksio sesarea. Apabila tidak ada disproporsi atau ada disproporsi ringan
dapat dilakukan sikap lain. Keadaan umum penderita sementara itu diperbaiki, dan
kandung kencing serta rektum dikosongkan. Apabila kepala atau bokong janin sudah
masuk ke dalam panggul, penderita disuruh berjalan-jalan. Tindakan sederhana ini
6
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam
kehamilan, persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Berbagai penyulit
dapat timbul akibat anemia, seperti :
1. Abortus,
2. Partus prematurus,
3. Partus lama karena inersia uteri,
4. Pedarahan post partum karena atonia uteri,
5. Syok,
6. Infeksi; baik intra partum maupun post partum,
7. Anemia yang sangat berat dengan Hb kurang dari 4 g/100 ml dapat
menyebabkan dekompensasi kordis.
Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada
persalinan sulit, walaupun tidak terjadi perdarahan.
Bila terjadi anemia,pengaruhnya terhadap hasil konsepsi adalah :
1. Kematian mudigah (keguguran),
2. Kematian janin dalam kandungan,
3. Kematian janin waktu lahir (stillbirth),
4. Kematian perinatal tinggi,
5. Prematuritas,
6. Dapat terjadi cacat bawaan,
7. Cadangan besi kurang
Jadi anemia dalam kehamilan merupakan sebab potensial morbiditas mortalitas ibu dan
anak.
Klasifikasi Anemia dalam Kehamilan :
8
garam besi sebanyak 600-1000 mg sehari, seperti sulfas-ferrosus atau glukonas ferrosus.
Terapi parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan dengan obat besi per os,
ada gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan, atau apabila kehamilannya
sudah tua. Besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri. Secara intramuskular dapat
disuntikkan dekstran besi (Imferon) atau Sorbitol besi (Jectofer). Juga secara intravena
perlahan-lahan besi dapat diberikan, seperti ferrum oksidum sakkaratum, sodium
differat, dan dekstran besi.
Darah secukupnya harus tersedia selama persalinan, yang segera harus diberikan
apabila terjadi perdarahan yang lebih dari biasa, walaupun tidak lebih dari 1000 ml.
Prognosis
Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan umumnya baik bagi ibu dan
anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa perdarahan banyak atau
komplikasi lain. Anemia berat yang tidak diobati dalam kehamilan muda dapat
menyebabkan partus lama, perdarahan post partum, dan infeksi. Walaupun bayi yang
dilahirkan dari ibu yang menderita anemia defisiensi besi tidak menunjukkan Hb yang
rendah, namun cadangan besinya kurang, yang baru beberapa bulan kemudian tampak
sebagai anemia infantum.
ANEMIA MEGALOBLASTIK
Anemia megaloblastik biasanya berbentuk mekrositik atau pernisiosa.
Penyebabnya adalah karena kekurangan asam folik, jarang sekali akibat karena
kekurangan vitamin B12. Biasanya karena malnutrisi atau infeksi yang kronik.
Diagnosis
10
ANEMIA HIPOPLASTIK
11
Anemia hipoplasti disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk selsel darah merah baru. Untuk diagnosis diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan :
ANEMIA HEMOLITIK
Anemia hemolitik disebabkan penghancuran/pemecahan sel darah merah yang
lebih cepat dari pembuatannya. Ini dapat disebabkan oleh :
a. Faktor intrakorpuskuler : dijumpai pada anemia hemolitik herediter, talasemia,
anemia sickle (sabit), hemoglobinopati C, D, G, H, I ; dan paraksismal nokturia
hemoglobinuria.
b. Faktor ekstrakorpuskuler : disebabkan malaria, sepsis, keracunan zat logam, dan
dapat beserta obat-obatan; leukimia, penyakit hodgkin, dan lain-lain.
Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah,
kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ organ
vital.
12
ANEMIA-ANEMIA LAIN
Seorang wanita yng menderita anemia, misalnya berbagai jenis anemia
hemolitik herediter atau yang diperoleh seperti anemia karena malaria, cacing tambang,
penyakit ginjla menahun, penykit hati, tuberkulosis, sifilis, tumor ganas, dan
sebagainya, dpat menjadi hamil. Dalam hal ini anemianya menjadi lebih berat dan
mempunyai pengaruh tidak baik terhadap ibu dalam masa kehamilan, persalinan, nifas,
serta bagi anak dalam kandungan.
Pengobatan ditujukan kepada sebab pokok anemianya, misalnya antibiotika
untuk infeksi, obat-obat anti malaria, anti sifilis, obat cacing, dan lain-lain.
Prognosis bagi ibu dan anak tergantung pada berat dan sebab anemianya, serta
berhasil-tidaknya pengobatan.
13
BAB III
ILUSTRASI KASUS
I.
IDENTITAS
Nama
istri
: Ny. Y / SMP
Umur
: 33 tahun
Umur
: 37 tahun
Pekerjaan
: Tidak bekerja
Pekerjaan
: wiraswasta
Agama
: Islam
Agama
: Islam
Suku
: Sunda
Suku
: Sunda
Alamat
: Kepongpongan Talun
ANAMNESA
14
:-
Hipertensi
:-
DM
:-
Jantung
:-
Riwayat Obstetri :
No
Umur
Keadaan Anak
Hidup
Pr/preterm/2200/dokter/spt
14 tahun
Pr/preterm/1800/dokter/spt
Meninggal
Pr/preterm/1700/dokter/spt
Meninggal
Lk/preterm/1700/dokter/spt
Meninggal
Lk/preterm/1700/dokter/spt
9 tahun
Hidup
Pr/preterm/1700/dokter/spt
5 tahun
Hidup
Sekarang
HPHT : 03-03-10
HPL
III.
: 10-12-10
PEMERIKSAAN FISIK :
1. Keadaan umum
: Sedang
15
2. Tanda vital
3. Mata
:
Tekanan Darah
: 130/90
mmHg
Nadi
: 93
x/menit
Respirasi
: 21
x/menit
Suhu
: 36,3
: Konjungtiva : Anemis
Sklera
: Tidak ikterik
4. Mammae
5. Jantung
6. Paru
7. Edema
IV.
PEMERIKSAAN OBSTETRI :
Pemeriksaan Luar :
TFU
: 29 cm
Letak anak
DJJ
: 136 x/menit
His
:-
Pemeriksaan Dalam :
Vulva/vagina
Portio
: tebal lunak
16
Pembukaan
: 5-6 cm
Ketuban
:+
V.
:I
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Lab darah tanggal (28-11-2010)
Hb
: 7,7 g/dL
Leukosit : 16.700/mm3
Ht
: 25,8 L %
Trombosit : 248.000/mm3
HIV
: (-)
HbsAg
: (-)
VI.
RESUME
Keluhan utama
: Sedang
Tanda vital
: Tekanan Darah
: 130/90
mmHg
17
Mata
Nadi
: 93
x/menit
Respirasi
: 21
x/menit
Suhu
: 36,3
: Konjungtiva : Anemis
Sklera
: Tidak ikterik
Mammae
Jantung
Paru
PEMERIKSAAN OBSTETRI :
Pemeriksaan Luar :
TFU
: 29 cm
Letak anak
DJJ
: 136 x/menit
His
:-
Pemeriksaan Dalam :
Vulva/vagina
Portio
: tebal lunak
Pembukaan
: 5-6 cm
Ketuban
:+
:I
18
VII.
DIAGNOSA
VIII. PENATALAKSANAAN
IX.
Transfusi
Amniotomi
Antibiotik
Drip oksitosin
PROGNOSIS
Ibu
Janin
X.
: Quo ad Vitam
: Quo ad Functionam
: Quo ad Vitam
: Quo ad Functionam
: bonam
: bonam
: bonam
: bonam
KRONOLOGIS
27 November 2010
Pukul 03.00
28 November 2010
Pukul 10.00
Pukul 17.55
Pukul 19.15
Pukul 23.15
dilakukan pemeriksaan
didapatkan hasil :
v/v : t.a.k
p : tebal lunak
pembukaan : 3-4 cm
ketuban : +
kepala : hodge I-II
his : 29 November 2010
Pukul 05.30
dilakukan pemeriksaan
didapatkan hasil :
v/v : t.a.k
p : tebal lunak
pembukaan : 2-3 cm
ketuban : +
kepala : hodge I-II
his : Pukul 07.15
Pukul 08.45
20
Pukul 13.30
Pukul 17.30
pukul 22.30
dilakukan pemeriksaan
21
didapatkan hasil :
v/v : t.a.k
p : tebal lunak
pembukaan : 4-5 cm
ketuban : + rembes
kepala : masih tinggi
his : 30 November 2010
Pukul 02.00
Pukul 02.45
Bayi lahir spontan, segera menangis. Jk lakilaki, BB 2800 gr, PB 48 cm, kelainan t.a.k
Pervaginam keluar darah banyak
Pukul 02.50
Dilakukan manuallengkap
FU : 2 jari bawah pusat perdarahan 200cc
Perineum ruptur di hecting jelujur
Perdarahan banyak diinspekulo didapatkan
robekan portio arah jam 9 3 cm dan laserasi
pada portio yang aktif mengeluarkan darah
22
kemudian
dilakukan
hecting
jelujur
dan
BAB IV
ANALISA KASUS
Identifikasi Masalah
Klinis
1.
2.
Anemia
Non Klinis
23
1. Faktor pendidikan
2. Faktor ekonomi
Dasar-dasar Diagnosis
1. Inersia Uteri Hipotonik
Pada pasien ini didiagnosis awal inersia uteri hipotonik karena :
2. Anemia
Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva yang anemis. Setelah itu
dilakukan pengambilan darah untuk melihat Hb. Dari hasil lab menunjukkan bahwa
Hb pasien 7,7 L g/dL.
3. Faktor pendidikan
Tingkat pendidikan yang rendah mungkin menjadi salah satu faktor
penyebabnya, pasien tidak mengetahui bahwa multipara bisa membahayakan
keselamatan ibu. Dan anemia bisa terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang
gizi bagi ibu hamil.
4. Faktor ekonomi
Meskipun suami bekerja, keluarga ini merupakan keluarga dengan tingkat
ekonomi yang rendah.. Mungkin asupan gizi yang diperlukan selama kehamilan
tidak tercukupi dengan baik, sehingga ibu mengalami anemia.
24
Inersia uteri dalam kasus ini merupakan inersia uteri sekunder, karena
sebelumnya sudah terjadi kontraksi his tetapi kemudian his menjadi jarang dan lama
kelamaan menghilang.
Analisa penatalaksanaan
Pada kasus inersia uteri hipotonik ini diberikan drip oksitosin dalam larutan
dekstrose 5% secara intravena sebanyak 5 unit dengan kecepatan 10-40 tetes
permenit dinaikkan secara bertahap dalam 30 menit. Apabila pemberian drip
pertama masih belum meningkatkan his, berikan drip ulang setelah 2 jam
isirahat. Apabila setelah pemberian drip kedua masih belum meningkatkan
kontraksi his dilakukan persalinan perabdominal yaitu dengan cara seksio
sesarea.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
I.
KESIMPULAN
1. Baik tidaknya his dinilai dari kemajuan persalinan, sifat his (frekuensi,
kekuatan dan lamanya his), besarnya caput succedaneum
2. Inertia uteri adalah pemanjangan fase laten atau fase aktif atau keduanya
dari kala pembukaan
3. Pemanjangan fase laten dapat disebabkan karena serviks yang belum
matang
25
6. Pada bulan ke 5-6 kehamilan, Hb akan turun karena pada saat ini janin
membutuhkan banyak zat besi.
7. Ibu hamil dengan anemia dapat menyebabkan abortus, partus
prematurus, inersia uteri dan partus lama, atonia uteri, syok, infeksi
intrapartum
8. Bila terjadi anemia, pengaruhnya terhadap hasil konsepsi adalah
kematian mudigah, kematian janin dalam kandungan, kematian perinatal,
kematian janin waktu lahir, prematuritas, cacat bawaan, dan cadangan
besi yang kurang.
II.
SARAN
1. Ibu hamil sebaiknya selalu memeriksakan kehamilannya tiap bulan untuk
mencegah terjadinya penyulit dalam persalinannya
2. Pemberian preparat besi pada ibu hamil dapat mencegah terjadinya
kelainan-kelainan pada kehamilan
3. Pada wanita multipara sebaiknya diberikan penyuluhan untuk dilakukan
sterilisasi agar terhindar dari penyulit-penyulit kehamilan yang biasa
terjadi pada multipara.
26
DAFTAR PUSTAKA
27