Anda di halaman 1dari 34

REFERAT

PENATALAKSANAAN
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat
Kepaniteraan Klinik
Bidang Ilmu Penyakit THT
Di RSUD Kota Semarang

Oleh:
Vicky Octaviani (030.11.297)
Akhta Yudistira (030.11.014)
Nafis Syauqi (030.11.207)

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti


Jakarta
2015

LEMBAR PENGESAHAN

Nama

: Vicky Octaviani
Akhta Yudistira
Nafis Syauqi

Fakultas

: Kedokteran Umum

Universitas

: Universitas Trisakti Jakarta

Tingkat

: Program Pendidikan Profesi Dokter

Bidang Pendidikan

: Ilmu Penyakit THT

Periode Kepaniteraan Klinik :


Judul Referat

: Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif Kronik

Diajukan

: September 2015

Pembimbing

: dr. Bambang S, Sp.THT


dr. Djoko Prasetyo Adi, Sp.THT

Telah Diperiksa dan Disahkan Tanggal

Mengetahui:

Ketua SMF Ilmu Penyakit THT dan

Pembimbing

Pembimbing RSUD Kota Semarang

dr. Bambang S, Sp.THT

dr. Djoko Prasetyo Adi, Sp.THT

BAB I
PENDAHULUAN
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi
menjadi otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Keduanya mempunyai
bentuk akut dan kronis.
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis pada telinga
tengah dengan perforasi membran tympani dan sekret keluar dari telinga
terus menerus atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa
nanah.1 Jenis otitis media supuratif kronis dapat terbagi 2 jenis, yaitu OMSK tipe
benigna dan OMSK tipe maligna. Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan
penyakit infeksi kronik telinga tengah yang sering dijumpai di klinik THT.
Prevalensi OMSK meningkat dengan jelas pada negara Afrika, ASEAN dan
pasifik barat. Di Indonesia sendiri diperkirakan kurang lebih 6,6 juta penduduk
Indonesia menderita OMSK.2
OMSK merupakan kelanjutan dari OMA dengan perforasi membran timpani
yang menetap disertai sekret yang keluar baik aktif maupun tenang dan terjadi selama
lebih dari 2 bulan.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut

menjadi otitis media kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat,
virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene
buruk.3
Penyakit ini biasanya dimulai saat masa kanak-kanak.4,5 Infeksi sering terjadi
sampai usia 6 tahun, puncaknya sekitar usia 2 tahun. 6 OMSK merupakan penyebab
terbanyak untuk terjadinya gangguan pendengaran ringan sampai sedang pada anakanak dan orang muda di negara berkembang. OMSK menyebabkan tuli konduktif
derajat ringan sampai sedang pada lebih dari 50% kasus. OMSK pada anak-anak
cenderung menghambat perkembangan berbahasa dan kognitif anak. Beberapa
penelitian membuktikan bahwa terdapat hubungan antara kehilangan pendengaran
yang persisten dan signifikan yang disebabkan oleh otitis media (tidak hanya OMSK)
dalam 2 tahun pertama dengan disabilitas belajar dan performa sekolah yang buruk
pada anak.7,8

Penegakan diagnosis dan penatalaksaan yang tepat dan cepat perlu diterapkan
pada kasus OMSK untuk mencegah terjadinya disabilitas terutama pada anak-anak
yang dapat berdampak pada perkembangannya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA
Anatomi telinga dibagi atas telinga luar,telinga tengah,telinga dalam: 9,10,11,12
Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran tympani.
Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi kulit.
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga (meatus
akustikus eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga
bagian luar, di sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen (modifikasikelenjar keringat = Kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar
keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam
hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen, dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri
dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm. Meatus dibatasi oleh kulit dengan
sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang telah
mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler
yang berkelok-kelok yang menghasilkan zat lemak setengah padat berwarna kecoklatcoklatan yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi menangkap
debu dan mencegah infeksi.

Gambar 2.1 : Telinga luar, telinga tengah, telinga dalam. Potongan Frontal Telinga
9,10,11

Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
Batas luar

: Membran timpani

Batas depan

: Tuba eustachius

Batas Bawah

: Vena jugularis (bulbus jugularis)

Batas belakang

: Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.

Batas atas

: Tegmen timpani (meningen / otak )

Batas dalam

: Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis

horizontal, kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval window),tingkap bundar


(round window) dan promontorium.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars
flaksida (Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membrane
propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit
liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang
terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian
luar dan sirkuler pada bagian dalam.

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut


umbo. Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut
inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut. Membran
timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus
maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian
atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah belakang, untuk menyatakan
letak perforasi membrane timpani.
Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari
luar kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga
tengah saling berhubungan . Prosesus longus maleus melekat pada membrane timpani,
maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada
tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang
pendengaran merupakan persendian.
Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina
propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga
tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai
fungsi konduksi suara. maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng.
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad
antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid.
Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah
nasofaring dengan telinga tengah.

Gambar 2.2 : Membran Timpani 9,10,11

Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius


(tuba auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua
sisi membrane tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau
ketika menelan makanan. Ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut
merupakan usaha yang baik untuk mencegah pecahnya membran tympani. Karena
ketika mulut terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan masuk melalui tuba
auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan tekanan yang sama antara
permukaan dalam dan permukaan luar membran tympani.
Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan
skala vestibuli.
Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap.
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani
sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan
skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala
vestibuli disebut sebagai membrane vestibuli (Reissners membrane) sedangkan dasar
skala media adalah membrane basalis. Pada membran ini terletak organ corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut
dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.

Gambar 2.3 : Gambar labirin bagian membrane labirin bagian tulang, Telinga
Dalam9,10,11,12
Koklea
Bagian koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang pada manusia
panjangnya 35mm. koklea bagian tulang membentuk 2,5 kali putaran yang
mengelilingi sumbunya. Sumbu ini dinamakan modiolus, yang terdiri dari pembuluh
darah dan saraf. Ruang di dalam koklea bagian tulang dibagi dua oleh dinding
(septum). Bagian dalam dari septum ini terdiri dari lamina spiralis ossea. Bagian
luarnya terdiri dari anyaman penyambung, lamina spiralis membranasea. Ruang yang
mengandung perilimf ini dibagi menjadi : skala vestibule (bagian atas) dan skala
timpani (bagian bawah). Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea. Tempat ini
dinamakan helicotrema. Skala vestibule bermula pada fenestra ovale dan skala
timpani berakhir pada fenestra rotundum. Mulai dari pertemuan antara lamina spiralis
membranasea kearah perifer atas, terdapat membrane yang dinamakan membrane
reissner. Pada pertemuan kedua lamina ini, terbentuk saluran yang dibatasi oleh:

membrane reissner bagian atas


lamina spiralis membranasea bagian bawah
dinding luar koklea

Saluran ini dinamakan duktus koklearis atau koklea bagian membrane yang berisi
endolimf. Dinding luar koklea ini dinamakan ligamentum spiralis.disini, terdapat stria
vaskularis, tempat terbentuknya endolimf.

Gambar 2.4 : Koklea 10,11


Didalam lamina membranasea terdapat 20.000 serabut saraf. Pada membarana
basilaris (lamina spiralis membranasea) terdapat alat korti. Lebarnya membrane
basilaris dari basis koklea sampai keatas bertambah dan lamina spiralis ossea
berkurang. Nada dengan frekuensi tinggi berpengaruh pada basis koklea. Sebaliknya
nada rendah berpengaruh dibagian atas (ujung) dari koklea.

Gambar 2.5 : Organ korti 10,11


Pada bagian atas organ korti, terdapat suatu membrane, yaitu membrane tektoria.
Membrane ini berpangkal pada Krista spiralis dan berhubungan dengan alat persepsi
pada alat korti. Pada alat korti dapat ditemukan sel-sel penunjang, sel-sel persepsi
yang mengandung rambut. Antara sel-sel korti ini terdapat ruangan (saluran) yang
berisi kortilimf.
Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan peralatan duktus reunions.
Bagian dasar koklea yang terletak pada dinding medial cavum timpani menimbulkan

penonjolan pada dinding ini kearah

cavum timpani. Tonjolan ini dinamakan

promontorium.
Vestibulum
Vestibulum letaknya diantara koklea dan kanalis semisirkularis yang juga
berisi perilimf. Pada vestibulum bagian depan, terdapat lubang (foramen ovale) yang
berhubungan dengan membrane timpani, tempat melekatnya telapak (foot plate) dari
stapes. Di dalam vestibulum, terdapat gelembung-gelembung bagian membrane
sakkulus dan utrikulus. Gelembung-gelembung sakkulus dan utrikulus berhubungan
satu sama lain dengan perantaraan duktus utrikulosakkularis, yang bercabang melalui
duktus endolimfatikus yang berakhir pada suatu lilpatan dari duramater, yang terletak
pada bagian belakang os piramidalis. Lipatan ini dinamakan sakkus endolimfatikus.
Saluran ini buntu.
Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang di kelilingi oleh sel-sel
penunjang yang letaknya pada macula. Pada sakkulus, terdapat macula sakkuli.
Sedangkan pada utrikulus, dinamakan macula utrikuli.
Kanalis semisirkularisanlis
Di kedua sisi kepala terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang tegak lurus
satu sama lain. didalam kanalis tulang, terdapat kanalis bagian membran

yang

terbenam dalam perilimf. Kanalis semisirkularis horizontal berbatasan dengan antrum


mastoideum dan tampak sebagai tonjolan, tonjolan kanalis semisirkularis horizontalis
(lateralis).
Kanalis semisirkularis vertikal (posterior) berbatasan dengan fossa crania
media dan tampak pada permukaan atas os petrosus sebagai tonjolan, eminentia
arkuata. Kanalis semisirkularis posterior tegak lurus dengan kanalis semi sirkularis
superior. Kedua ujung yang tidak melebar dari kedua kanalis semisirkularis yang
letaknya vertikal bersatu dan bermuara pada vestibulum sebagai krus komunis.
Kanalis semisirkularis membranasea letaknya didalam kanalis semisirkularis
ossea. Diantara kedua kanalis ini terdapat ruang berisi perilimf. Didalam kanalis
semisirkularis membranasea terdapat endolimf. Pada tempat melebarnya kanalis
semisirkularis ini terdapat sel-sel persepsi. Bagian ini dinamakan ampulla.
Sel-sel persepsi yang ditunjang oleh sel-sel penunjang letaknya pada Krista ampularis
yang menempati 1/3 dari lumen ampulla. Rambut-rambut dari sel persepsi ini

mengenai organ yang dinamakan kupula, suatu organ gelatinous yang mencapai atap
dari ampulla sehingga dapat menutup seluruh ampulla.
Fisiologi pendengaran 9,10,11,12,13
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang kekoklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit
tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap
lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak.
Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga
akan menimbulkan gerak relative antara membran basilaris dan membran tektoria.
Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel
rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus
auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

Gambar 2.6 : Fisiologi Pendengaran 9,12


DEFINISI
Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah infeksi kronik di telinga tengah

yang berlangsung lebih dari 2 bulan, yang ditandai dengan adanya perforasi membran
timpani dan keluarnya sekret dari telinga yang terus-menerus atau hilang timbul.
Sekret dapat berbentuk encer atau kental, bening atau berupa nanah.14
ETIOLOGI
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring
(adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba
Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi
yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Downs syndrom. Adanya tuba
patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK
yang tinggi di Amerika Serikat. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia)
dan cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest
sebagai sekresi telinga kronis.14,15
Penyebab OMSK antara lain:14,15,16
1. Lingkungan
2. Genetik
3. Otitis media sebelumnya.
4. Infeksi
5. Infeksi saluran nafas atas
6. Autoimun
7. Alergi
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap
pada OMSK:14,15

Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan


produksi sekret telinga purulen berlanjut.

Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan


pada perforasi.

Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui


mekanisme migrasi epitel.

Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan


yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah
penutupan spontan dari perforasi.

KLASIFIKASI14,15,16,17
Letak perforasi pada membran timpani penting untuk menentukan jenis OMSK.
Perforasi membran timpani dapat ditemukan di 3 daerah, antara lain:

Perforasi sentral
Perforasi terdapat di pars tensa, sedangkan seluruh tepi perforasi masih
terdapat membran timpani

Perforasi marginal
Sebagan tepi perforasi langsung berhubungan dengan anulus atau sulkus
timpanikum
Perforasi atik
Perforasi pada pars flaksida.

Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar, OMSK terbagi atas:


1. OMSK aktif: OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara
terus menerus
2. OMSK tenang: OMSK dengan kavum timpani yang terlihat basah atau
kering; sekret tidak keluar terus menerus.
OMSK terbagi atas 2, yaitu:
1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa, biasanya
didahului dengan gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum
timpani dan jarang menyebabkan komplikasi yang berbahaya. Perforasi membran
timpani membuat mukosa telinga tengah dan tuba eustachius terpapar namun tidak
menyebabkan inflamasi pada mastoid.
Secara klinis tipe tubotimpani terbagi atas:
1.1. Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan
infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman
masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen.

Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars
tensa. Jarang ditemukan polip yang besar pada liang telinga luar. Perluasan infeksi ke
sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang
menetap.
1.2. Penyakit tidak aktif
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga
tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain
yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga.14,19
2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang
Pada tipe ini proses penyakit biasanya dimulai dari daerah atik-antrum dan
menyebabkan erosi tulang sehingga bisa menyebabkan komplikasi yang berbahaya.
Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan
terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan
kolesteatoma.
Kolesteatoma terbagi atas 2, yaitu:
1. Kolesteatoma kongenital
Kolesteatoma yang terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada
telinga dengan membran timpani yang utuh tanpa tanda-tanda infeksi. Lokasi
kolesteatom biasanya di kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau
cerebellopontin angle.
2. Kolesteatoma akuistal
Kolesteatom yang terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani.
Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang
telinga atau dari pinggir membran peforasi membran timpani ke telinga tengah
(teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena
iritasi infeksi yang berlangsung lama (teori metaplasi).
PATOGENESIS
Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal
menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang
menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah
(kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini
(otitis media).

Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan
akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk
menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan
udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang
relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi
saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga
lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.
Gambar 2.6 Anatomi tuba eustachius anak dan dewasa

Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring
melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari
telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator
peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti
netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat
proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas pembuluh darah dan menambah
pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar
sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri
menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu
lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium
dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini
mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta
pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan
tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.
Gambar 2.7 Perjalanan Penyakit OMSK

PATOLOGI
OMSK lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap.
Keadaan kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium dari pada
keseragaman gambaran patologi. Secara umum gambaran yang ditemukan adalah:
1. Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral.
2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit
3. Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya infeksi
sebelumnya.
4. Pneumatisasi mastoid
OMSK paling sering pada masa anak-anak. Pneumatisasi mastoid paling akhir
terjadi antara 5-10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti atau mundur oleh
otitis media yang terjadi pada usia tersebut atau lebih muda. Bila infeksi kronik terus
berlanjut, mastoid mengalami proses sklerotik, sehingga ukuran prosesus mastoid
berkurang.
GEJALA KLINIS17,18
1. Telinga Berair (Otorrhea)
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada
OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering
kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan
infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif tidak
dijumpai adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret

telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas.
Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan
polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu
sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.15
2. Gangguan Pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe
maligna biasanya didapat tuli konduktif berat.19
3. Otalgia (Nyeri Telinga)
Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri
dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret,
terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses
otak. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis,
subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.14,15
4. Vertigo
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin
akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat
perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan
vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan
menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran
infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa
terjadi akibat komplikasi serebelum.20
TANDA KLINIS
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna:21
1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Imaging
Foto polos mastoid untuk mengetahui adanya kolesteatoma.

Proyeksi Schuller

Proyeksi Mayer atau Owen,

Proyeksi Stenver

Proyeksi Chause III

CT-Scan jika dicurigai invasif ke intrakranial


Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai
berikut:14,21
Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli
konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian
tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas
Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu :
1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20
dB
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif
30-50 dB apabila disertai perforasi.
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang
masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun
keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan koKlea parah.

Bakteriologi
Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa,
Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus

pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada
OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp.
1. Bakteri spesifik
Misalnya Tuberkulosis. Dimana Otitis tuberkulosa sangat jarang ( kurang dari
1% menurut Shambaugh). Pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh infeksi paru
yang lanjut. Infeksi ini masuk ke telinga tengah melalui tuba. Otitis media tuberkulosa
dapat terjadi pada anak yang relatif sehat sebagai akibat minum susu yang tidak
dipateurisasi.
2. Bakteri non spesifik baik aerob dan anaerob.
Bakteri aerob yang sering dijumpai adalah Pseudomonas aeruginosa,
stafilokokus aureus dan Proteus sp. Antibiotik yang sensitif untuk Pseudomonas
aeruginosa adalah ceftazidime dan ciprofloksasin, dan resisten pada penisilin,
sefalosporin dan makrolid. Sedangkan Proteus mirabilis sensitif untuk antibiotik
kecuali makrolid. Stafilokokus aureus resisten terhadap sulfonamid dan trimethoprim
dan sensitif untuk sefalosforin generasi I dan gentamisin.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang untuk menentukan derajat keparahan penyakit.
Anamnesis yang penting untuk menegakan diagnosis, antara lain:22

Gejala yang dilaporkan pasien seperti otalgia, otore, nyeri pada telinga jika
ditekan, penurunan pendengaran pada telinga yang sakit dan keluhan lain yang

dirasakan pada telinga yang sakit


Riwayat OMA berulang, perforasi traumatik atau pemasangan pipa ventilasi

pada telinga.
Demam,
vertigo

intratemporal/intrakranial.
Riwayat OMSk persisten

kolesteatoma.
Riwayat otore disertai dengan demam, sakit tenggorokan, batuk dan keluhan

ISPA lainnya.
Riwayat mengorek telinga dengan kuat, telinga gatal dan berenang dimana

dan

nyeri

setelah

terapi

dapat memicu terjadinya otitis eksterna.

kemungkinan

komplikasi

kemungkinan

adekuat

Pemeriksaan fisik

Inspeksi pinna dan regio postauricular


Otoskopi :
Jaringan parut pada liang telinga luar (otitis eksterna sekunder)
Polip dan jaringan granulasi
Ukuran dan lokasi perforasi membran timpani
Edema dan inflamasi mukosa telinga tengah
Cairan telinga (sifat, warna)

Pemeriksaan penunjang

Imaging
Audiometri
Bakteriologi

KOMPLIKASI
Bila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi gejala,
seperti otorea terus terjadi, dan pada pemeriksaan otoskopik tidak menunjukkan
berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan, maka harus diwaspadai
kemungkinan terjadinya komplikasi. Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar
pertahanan telinga tengah yang normal dilewati, sehingga infeksi dapat menjalar ke
struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama adalah mukosa kavum timpani, yang
mampu melokalisasi infeksi. Sawar kedua adalah dinding tulang kavum timpani dan
sel mastoid. Dinding pertahanan ketiga adalah jaringan granulasi.
Pada stadium akut, yang dapat merupakan tanda bahaya antara lain; naiknya
suhu tubuh, nyeri kepala, atau adanya malaise, drowsiness, somnolen, atau gelisah.
Dapat juga timbulnya nyeri kepala di bagian parietal atau oksipital, dan adanya mual,
muntah proyektil, serita kenaikan suhu badan yang menetap selama terapi, merupakan
tanda komplikasi intrakranial. Pada OMSK, tanda penyebaran penyakit dapat terjadi
setelah sekret berhenti, karena menandakan adanya sekret purulen yang terbendung.
Pencitraan yang lebih akurat adalah pemeriksaan CT Scan, dimana dapat
terlihat erosi tulang yang merupakan tanda nyata komplikasi dan memerlukan
tindakan operasi segera. CT Scan juga berguna untuk menentukan letak anatomi lesi.
Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut
dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom.14,15

Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3


macam lintasan:14,15
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
2. Menembus selaput otak.
3. Masuk ke jaringan otak.
Komplikasi Extracranial
Abses Subperiosteal
Abses subperiosteal adalah komplikasi extracranial dari OMK yang paling
sering terjadi. Abses ini terjadi di korteks mastoid ketika proses infeksi dalam sel-sel
udara mastoid meluas ke ruang subperiosteal. Perluasan ini paling sering terjadi
sebagai akibat dari erosi korteks sekunder menjadi mastoiditis akut atau coalescent,
tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari perluasan vaskular sekunder menjadi
phlebitis dari vena mastoid. Cholesteatoma dapat menghalangi aditus ad antrum,
mencegah terhubungnya dari isi dari mastoid yang terinfeksi dengan ruang telinga
tengah dan tuba eustachius. Obstruksi ini meningkatkan kemungkinan dekompresi
yang infeksius sampai korteks mastoid dan menyebabkan terbentuknya abses
subperiosteal atau abses Bezold.
Abses Bezold
Abses Bezold adalah abses cervical yang berkembang mirip dengan abses
subperiosteal secara patologi. Dengan adanya mastoiditis coalescent, jika korteks
mastoid terkena pada ujungnya, sebagai lawan dari korteks lateral, abses akan
berkembang di leher, dalam sampai sternokleidomastoid. Abses ini dideskripsikan
sebagai massa yang dalam dan lembut pada leher. Sebagian besar dari abses ini adalah
hasil dari ekstensi langsung melalui korteks, selain itu adalah dari transmisi melalui
korteks utuh dengan cara phlebitis vena mastoid.
Komplikasi Intratemporal
Fistula Labirin
Fistula labirin terus menjadi salah satu komplikasi yang paling umum dari
otitis kronis dengan cholesteatoma, dan telah dilaporkan terjadi pada sekitar 7% dari
kasus. Risiko kehilangan pendengaran sensorineural yang signifikan sebagai akibat

manipulasi bedah membuat labirin terbuka dan pengelolaannya menjadi topik yang
sangat kontroversial.
Mastoiditis Coalescent
Mastoiditis adalah spektrum penyakit yang harus didefinisikan dengan tepat
untuk diterapi secara memadai. Mastoiditis, didefinisikan sebagai penebalan mukosa
atau efusi mastoid, adalah umum dalam suatu otitis akut atau kronis, dan dilihat
secara rutin pada CT scan. Mastoiditis secara klinis menyajikan postauricular eritema,
nyeri, dan edema, dengan daun telinga ke arah posterior dan inferior. Pemeriksaan
lebih lanjut diindikasikan untuk menentukan pengobatan yang paling tepat.
Facial Paralysis
Otogenic yang menyebabkan kelumpuhan saraf wajah termasuk OMA, OMK
tanpa cholesteatoma, dan cholesteatoma. Yang pertama biasanya terjadi dengan
saluran tuba pecah dalam segmen timpani, yang memungkinkan kontak langsung
mediator inflamasi dengan saraf wajah itu sendiri. OMK dengan atau tanpa
cholesteatoma dapat mengakibatkan kelumpuhan wajah melalui keterlibatan saraf
pecah, atau melalui erosi tulang. Kelumpuhan wajah sekunder untuk OMA sering
terjadi pada anak dengan paresis tidak lengkap yang datang tiba-tiba dan biasanya
singkat dengan pengobatan yang tepat. Di sisi lain, kelumpuhan sekunder pada OMK
atau cholesteatoma sering menyebabkan kelumpuhan wajah progresif lambat dan
memiliki prognosis yang lebih buruk. Diagnosis kelumpuhan wajah otogenic dibuat
atas dasar klinis. Paresis atau kelumpuhan wajah pada OMA, OMK, atau
cholesteatoma bukanlah diagnosis yang sulit untuk dibuat hanya dengan pemeriksaan
sendiri.
Komplikasi Intracranial
Meningitis
Meningitis adalah komplikasi intrakranial yang paling umum dari OMK, dan
OMA adalah penyebab sekunder yang paling umum dari meningitis. Meningitis dapat
muncul dari tiga rute otogenic yang berbeda: penyebaran hematogen dari meninges
dan ruang subarachnoid, menyebar dari telinga tengah atau mastoid melalui saluran
yang telah terjadi (fisura Hyrtl), atau melalui erosi tulang dan penyuluhan langsung.
Dari ketiga kemungkinan, meningitis otogenic paling umum adalah hasil dari

penyebaran hematogen. Tanda-tanda bahwa harus meningkatkan kecurigaan


komplikasi intrakranial termasuk demam persisten atau intermiten, mual dan muntah;
iritabilitas, letargi, atau sakit kepala persisten. Tanda-tanda yang juga membantu
diagnosis proses intrakranial meliputi perubahan visual; kejang onset baru, kaku
kuduk, ataksia, atau status mental menurun.
Abses Otak
Abses otak adalah komplikasi intrakranial kedua yang paling umum dari otitis
media setelah meningitis, tetapi mungkin yang paling mematikan. Berbeda dengan
meningitis, yang

lebih sering disebabkan oleh OMA, otak abses hampir selalu

merupakan hasil dari OMK. Lobus temporal dan otak kecil yang paling sering terkena
dampaknya. Abses ini berkembang sebagai hasil dari perpanjangan hematogen
sekunder menjadi tromboflebitis di hampir semua kasus, tetapi erosi tegmen dengan
abses epidural dapat menyebabkan abses lobus temporal. Perkembangan klinis yang
terlihat pada pasien ini terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama digambarkan sebagai
tahap ensefalitis, dan termasuk gejala seperti flu yaitu gejala demam, kekakuan, mual,
perubahan status mental, sakit kepala, atau kejang. Tahap ini diikuti oleh laten, diam
atau di mana gejala akut mereda, namun kelelahan umum dan kelesuan bertahan.
Tahap ketiga dan terakhir menandai kembalinya gejala akut, termasuk sakit kepala
parah, muntah, demam, perubahan status mental, perubahan hemodinamik dan
peningkatan tekanan intrakranial. Tahap ketiga adalah disebabkan rongga abses yang
pecah atau meluas.
Trombosis Sinus Lateral
Kedekatan dari telinga tengah dan sel udara mastoid ke sinus vena dural
memudahkan mereka untuk menjadi trombosis dan tromboflebitis sekunder terhadap
infeksi dan peradangan di telinga tengah dan mastoid. Keterlibatan sinus sigmoid atau
lateral dapat hasil dari erosi tulang sekunder untuk OMK dan cholesteatoma, dengan
perpanjangan langsung dari proses menular ke ruang perisinus, atau dari penyebaran
ruang dari tromboflebitis vena mastoid. Setelah sinus telah terlibat, dan trombus
intramural berkembang, dapat menghasilkan sejumlah komplikasi yang serius.
Abses Epidural

Adanya abses epidural sering dapat membahayakan dalam perkembangan.


Abses ini berkembang sebagai hasil dari penghancuran tulang dari cholesteatoma atau
dari mastoiditis coalescent. Tanda-tanda dan gejala tidak berbeda secara signifikan
dari yang ditemukan dalam OMK. Kadang-kadang, iritasi dural dapat mengakibatkan
peningkatan otalgia atau sakit kepala yang berfungsi sebagai tanda menyangkut di
latar belakang OMK. Karena komplikasi ini tidak begitu jelas dalam presentasi klinis,
sehingga sering ditemukan secara kebetulan pada saat operasi cholesteatoma atau CT
scan

untuk

keperluan

lain.

Otitic Hydrocephalus
Otitic hidrosefalus digambarkan sebagai tanda-tanda dan gejala menunjukkan
peningkatan tekanan intrakranial dengan LCS yang normal pada pungsi lumbal, yang
dapat hadir sebagai komplikasi dari OMA, OMK, atau operasi otologic. "Hidrosefalus
Otitic" sampai sekarang belum dipahami seluruhnya, begitu juga dari sisi patofisiologi
Ini adalah sebuah ironi karena kondisi ini dapat ditemukan tanpa otitis, dan pasien
tidak memiliki ventrikel yang melebar menunjukkan tanda hidrosefalus. Symonds,
yang menciptakan istilah otitic hidrosefalus, merasa bahwa kondisi ini dikembangkan
dari infeksi sinus (transversal) lateral, dengan perluasan thrombophlebitis ke
pertemuan sinus untuk melibatkan sinus sagital superior. Peradangan atau infeksi dari
sinus sagital superior mencegah penyerapan LCS melalui vili arachnoid, sehingga
tekanan intrakranial meningkat. Hal ini biasanya terjadi tromboflebitis menular
sebagai akibat dari infeksi otologic, tetapi beberapa kasus juga terdapat pada kasus
tanpa operasi otologic atau otitis. Selanjutnya, meskipun trombosis sinus lateral
biasanya ditemukan pada hidrosefalus otitic, kasus telah dilaporkan tanpa trombosis
sinus dural.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan OMSK yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor
penyebab dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian haruslah dievaluasi
faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan
anatomi yang menghalangi penyembuhan serta mengganggu fungsi, dan proses
infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus

dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi
sebelum operasi.23
Prinsip

pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana pengobatan
dapat dibagi atas:23
1. Konservatif
2. Operasi
OMSK BENIGNA TENANG
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan
mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan
segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan
sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk
mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.23
OMSK BENIGNA AKTIF
Prinsip pengobatan OMSK benigna aktif adalah:23
1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani
2. Pemberian antibiotika :

antibiotika/antimikroba topikal

antibiotika sistemiK

Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (aural toilet)

Bagan 2.1 Pengerjaan aural toilet24


Tujuan aural toilet adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik
bagi perkembangan mikroorganisme.
Cara pembersihan liang telinga (aural toilet):23
1. Aural toilet secara kering ( dry mopping)
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri
antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat
juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat
dilakukan setiap hari sampai telinga kering.
2. Aural toilet secara basah ( syringing)
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah,
kemudian dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara
ini sangat efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat
mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastod. Pemberian
serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas
pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya
asam boric dengan Iodine.
3. Aural toilet dengan pengisapan ( suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan mikroskopis operasi
adalah metode yang paling populer saat ini. Kemudian dilakukan
pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber
infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi
mukosa. Pada orang dewasa yang koperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi
tetapi pada anak-anak diperlukan anastesi. Pencucian telinga dengan H2O2
3% akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan displacement
methode seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.

Pemberian antibiotik topikal


Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotika
topikal untuk OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dengan secret
yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak
progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.
Dianjurkan irigasi dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam dan merupakan
media yang buruk untuk tumbuhnya kuman. Selain itu dikatakan bahwa tempat
infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar dan Gitowirjono
menggunakan antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup
memuaskan, kecuali kasus dengan jaringan patologis yang menetap pada telinga
tengah dan kavum mastoid. Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar
masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik
misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik
yang paling baik adalah dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji
resistensi. Obat-obatan topikal dapat berupa bubuk atau tetes telinga yang biasanya
dipakai setelah telinga dibersihkan dahulu.23
Bubuk telinga yang digunakan seperti:23
a. Acidum boricum dengan atau tanpa iodine
b. Terramycin.
c. Acidum boricum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg
Pengobatan antibiotika topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK
aktif, dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa.
Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif
melawan gram negatif anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas melawan
Pseudomonas

karena

meningkatnya

resistensi.

Polimiksin

efektif

melawan

Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif tetapi tidak efektif melawan
organisme gram positif. Seperti aminoglikosida yang lain, Gentamisin dan Framisetin
sulfat aktif melawan basil gram negative. Tidak ada satu pun aminoglikosida yang
efektif melawan kuman anaerob.23
Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan
hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid tetes
mata. Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga akan sakit

bila diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan gram negative
kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan kuman anaerob,
khususnya. Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga yang mengandung
aminoglikosida akan merusak foramen rotundum, yang akan menyebabkan
ototoksik.23
Antibiotika topikal yang sering digunakan pada pengobatan Otitis Media
Supuratif Kronik (OMSK) adalah:24

Catatan:
Terapi topikal lebih baik dibandingkan dengan terapi sistemik. Tujuannya
untuk mendapatkan konsentrasi antibiotik yang lebih tinggi. Pilihan antibiotik yang
memiliki aktifitas terhadap bakterigram negatif, terutama pseudomonas, dan gram
positifterutama Staphylococcus aureus. Pemberian antibiotik seringkali gagal, hal ini
dapat disebabkan adanya debris selain juga akibat resistensi kuman. Terapi sistemik
diberikan pada pasien yang gagal dengan terapi topikal. Jika fokus infeksi di mastoid,
tentunya tidak dapat hanya dengan terapi topikal saja, pemberian antibiotik sistemik
(seringkali IV) dapat membantu mengeliminasi infeksi. Pada kondisi ini sebaiknya
pasien di rawat di RS untuk mendapatkan aural toilet yang lebih intensif. Terapi
dilanjutkan hingga 3-4 minggu setelah otore hilang.
Pemberian antibiotika sistemik
Pemilihan antibiotika sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan
kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus

disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu


diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.23
Dalam penggunaan antimikroba, perlu diketahui daya bunuh antimikroba
terhadap masing- masing jenis kuman penyebab, kadar hambat minimal terhadap
masing-masing kuman penyebab, daya penetrasi antimikroba di masing-masing
jaringan tubuh dan toksisitas obat terhadap kondisi tubuh. Berdasarkan konsentrasi
obat dan daya bunuh terhadap mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan.
Golongan pertama antimikroba dengan daya bunuh yang tergantung kadarnya. Makin
tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida
dan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu
daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh
antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.23
Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah:23

Antibiotika golongan kuinolon ( siprofloksasin dan ofloksasin) mempunyai


aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan
diberikan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi
III (sefotaksim, seftazidim dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi
harus diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk
OMSK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol
mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Metronidazol dapat diberikan pada
OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama
2-4 minggu.23
OMSK MALIGNA

Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan


konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya
dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.23
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan
pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain:23
1. Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy)
2. Mastoidektomi radikal
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4. Miringoplasti
5. Timpanoplasti
6. Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty)

Bagan 2.2 Pembedahan pada tatalaksana OMSK24


Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.23
Pedoman umum pengobatan penderita OMSK adalah Algoritma berikut:23

DAFTAR PUSTAKA

1. Helmi. Otitis media supuratif kronis. Pengetahuan dasar, terapi medik,


mastoidektomi, timpanoplasti. Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2005.
2. Depkes R.I. Pedoman upaya kesehatan telinga dan pencegahan gangguan
pendengaran untuk puskesmas; 2005.
3. Adams FL, Boies LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. 6 th ed. Jakarta;
Balai Penerbit FKUI; 1997
4. Jahn AF. Chronic otitis media: diagnosis and treatment.Med Clin North
America, 1991, 75 (6): 1277-1291.
5. McPherson B, Holborow CA. A study of deafness in West Africa: the
Gambian Hearing Health Project. Int J Pediatr Otorhinolaryngol., 1985, 10:
115-135.
6. Mahoney JL.Mass management of otitis media in Zaire. Laryngoscope, 1980,
90 (7, Pt 1): 1200-1208.
7. Teele DW, Klein JO, Chase C, Menyuk P, Rossner B, The Greater Boston
Otitis Media Study Group. Otitis media in infancy and intellectual ability,
school achievement, speech and language at age 7 years. J Infect Dis., 1990,
162: 658-694.
8. Teele DW, Klein JO, Rosner BA, The Greater Boston Otitis Media Study
Group. Otitis media with effusion during the first three years of life and
development of speech and language. Pediatrics, 1984, 74 (2): 282-295.
9. Soetirto Indro,Bashiruddin Jenny,Bramantyo Brastho,Gangguan pendengaran
Akibat Obat ototoksik,Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga ,Hidung ,Tenggorok
Kepala & Leher.Edisi IV.Penerbit FK-UI,jakarta 2007,halaman 9-15,53-56.
10. Anatomi fisiologi telinga. Available from : http://arispurnomo.com/anatomifisiologi-telinga
11. Telinga : Pendengaran dan sistem vestibular. Available from :
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|
id&u=http://webschoolsolutions.com/patts/systems/ear.htm
12. Adams,G.L.1997.Obat-obatan ototoksik.Dalam:Boies,Buku Ajar Penyakit
THT,hal.129.EGC,Jakarta.
13. Andrianto,Petrus.1986.Penyakit Telinga,Hidung dan Tenggorokan,7576.EGC,Jakarta.
14. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed.
Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima.
Jakarta: FKUI, 2001. h. 49-62
15. Adams FL, Boies LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. 6 th ed. Jakarta;
Balai Penerbit FKUI; 1997.
16. Berman S. Otitis media in developing countries. Pediatrics. July 2006.
Available from URL: http://www.pediatrics.org/
17. Farid Alfian dan Marcelena Risca. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi keempat.
Jakarta: Media Aesculapis, 2014;1021-1024.
18. Djafar AZ, Helmi, Restuti RD. Kelainan Telinga Tengah. Buku ajar ilmu
kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi keenam. Jakarta:
FKUI, 2007:64-74.
19. Thapa N, Shirastav RP. Intracranial complication of chronic suppuratif otitis
media, attico-antral type: experience at TUTH. J Neuroscience. 2004; 1: 36-39
Available from URL: http://www.jneuro.org/

20. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid.
Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6.
Jakarta: EGC, 1997: 88-118
21. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam:
Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 63-73
22. WHO. Chronic Suppurative Otitis Media Burden Of Illness And Management
Options. World Health Organization: Geneva, 2004.a
23. Nursiah, Siti. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan terhadap
beberapa Antibiotika di bagian THT FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan.
Medan; 2003.
24. Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK). Cermin Dunia
Kedokteran 163/vol.35 no.4/ JuliAgustus 2008.

Anda mungkin juga menyukai