Anda di halaman 1dari 21

PAPER

KARSINOMA NASOFARING

Disusun Oleh :

1. Adinda Christy Sagala 213307020041


2. Daniel Arswendo Silaban 213307020064

Pembimbing :

dr. Andika Zayani M. Ked, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN


THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN, KEDOKTERAN GIGI DAN ILMU
KESEHATAN UNIVESITAS PRIMA INDONESIA
RUMAH SAKIT ROYAL PRIMA MARELAN
MEDAN
20223
LEMBAR PENGESAHAN
PAPER

“KARSINOMA NASOFARING”

Oleh :

Adinda christy sagala 213307020041

Daniel arswendo silaban 213307020064

TELAH DIBACA TANGGAL :

NILAI :

Pembimbing

dr. Andika Zayani M. Ked (ORL-HNS), Sp. THT-KL

i
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas BerkatNya sehingga
pebnulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini, sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan program studi Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas
Kedokteran Universitas Prima Indonesia.
Paper ini berjudul “Karsinoma Nasofaring” dalam penyelesaian penulisan paper ini,
penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terimakasih kepada

1. dr. Andika Zayani M. Ked (ORL-HNS), Sp. THT-KL selaku dosen pembimbing
yang telah menyediakan sarana dan prasarana bagi penulis serta meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan dan saran selama dari awal penulisan hingga
selesainya penulisan paper ini.
2. Ucapan terimakasih kepada seluruh teman penulis atas doa, dukungan, semangat,
serta kesediaan waktu dan tenaganya dalam membantu menulis paper ini.

Penulis menyadari bahwa paper ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun demi
perbaikan dan penyempurnaan paper ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada semua pihak yang telah
terlibat dalam penyelesaian paper ini. Semoga paper ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, 6 Januari 2023

Tim Penyusun

ii
Daftar Isi

Lembar Pengesahan................................................................................................. i

Kata Pengantar......................................................................................................... ii

Daftar Isi................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1

1.2 Tujuan.................................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 3

2.1 Definisi Karsinoma Nasofaring........................................................... 3

2.2 Faktor Resiko Karsinoma Nasofaring.................................................. 3

2.3 Patogenesis dan penyebaran Karsinoma Nasofaring........................... 5

2.4 Kalsifikasi Stadium Karsinoma Nasofaring......................................... 6

2.5 Manifestasi Klinis Karsinoma Nasofaring........................................... 8

2.6 Diagnosis Karsinoma Nasofaring........................................................ 10

2.7 Diagnosa Banding Karsinoma Nasofaring........................................... 12

2.8 Penatalaksanaan Karsinoma Nasofaring.............................................. 12

BAB III KESIMPULAN......................................................................................... 16

Daftar Pustaka.......................................................................................................... 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Karsinoma nasofaring adalah jenis karsinoma kepala dan leher di
nasofaring, bagian atas faring di belakang hidung di dekat basis kranii
(American Cancer Society, 2020). Karsinoma nasofaring berasal dari sel-sel
epitel yang melapisi permukaan nasofaring. Karsinoma ini umumnya berasal
dari fossa rosenmuller pada nasofaring yang merupakan daerah transisional
dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa.
Penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-Barr, karena pada
semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus Epstein-Barr yang cukup
tinggi, tetapi virus ini bukan satu-satunya faktor, karena banyak faktor lain yang
sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini, seperti letak
geografis, ras, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, lingkungan, kebiasaan.
Secara global, insiden karsinoma nasofaring adalah 133.354 kasus dan
80.008 kasus kematian pada tahun 2020, yang menjadikan karsinoma
nasofaring sebagai urutan ke-23 dalam kasus keganasan di dunia. Insiden
karsinoma nasofaring di dunia adalah 1,2 per 100.000 penduduk dimana insiden
pada laki-laki 1,7 per 100.000 dan perempuan 0,7 per 100.000. Sedangkan
angka kematian karsinoma nasofaring adalah 0,7 per 100.000 penduduk. Lima
negara dengan kejadian karsinoma nasofaring tertinggi di dunia adalah Cina,
Indonesia, Vietnam, India, dan Malaysia
Data GLOBOCAN (2020) di Indonesia, karsinoma nasofaring menduduki
urutan ke-5. Prevalensi rata-rata yang tercatat adalah 6,2 per 100.000, dengan
13.000 kasus baru setiap tahun. Karsinoma nasofaring merupakan karsinoma
kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Prevalensi pada laki-
laki yaitu 1,9 per 100.000 penduduk dan pada perempuan yaitu 0,91 per

1
100.000 penduduk. Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum H. Adam
Malik mendapati mayoritas pasien karsinoma adalah laki-laki, dibanding
dengan perempuan 2,84:1 (Asnir et al., 2020).

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui mengenai penyakit Karsinoma Nasofaring mencakup
Defenisi, Faktor Resiko, Patogenesis dan Klasifikasi Stadium Karsinoma
Nasofaring.
2. Untuk mengetahui Penegakan Diagnosa serta Penatalaksanaan dari
Karsinoma Nasofaring.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Karsinoma Nasofaring

Karsinoma Nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher


yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan
leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas
hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga
mulut, tonsil, hipofaring dalam presentase rendah.

2.2 Faktor Resiko Karsinoma Nasofaring

Sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring


adalah Virus Epstein-Barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan
titer anti-virus EB yang cukup tinggi. Titer ini lebih tinggi dari titer orang sehat,
pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya, tumor organ tubuh lainnya,
bahkan pada ke- lainan nasofaring yang lain sekalipun.

Banyak penelitian tentang virus ini, tetapi virus ini bukan satu-satunya
faktor karena banyak faktor lain yang sangat mempengaruhi kemungkinan
timbulnya tumor ini, seperti jenis kelamin, ras, umur, makanan yang diawetkan,
genetik, lingkungan.

• Jenis Kelamin

Karsinoma nasofaring lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. apa
sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin ada
hubungannya dengan faktor genetik, kebiasaan hidup, pekerjaan dan
lain-lain.

3
• Ras

Kanker jenis ini lebih sering mempengaruhi orang-orang di Asia dan Afrika
Utara. Di Amerika Serikat, imigran Asia memiliki risiko lebih tinggi dari
jenis kanker, dibandingkan orang Asia kelahiran Amerika.

• Umur

Kanker nasofaring dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering
didiagnosis pada orang dewasa antara usia 30 tahun dan 50 tahun.

• Makanan yang diawetkan

Bahan kimia yang dilepaskan dalam uap saat memasak makanan, seperti
ikan dan sayuran diawetkan, dapat masuk ke rongga hidung,
meningkatkan risiko karsinoma nasofaring. Paparan bahan kimia ini pada
usia dini, lebih dapat meningkatkan risiko. Kebiasaan penduduk Eskimo
memakan makanan yang diawetkan (daging dan ikan) terutama pada
musim dingin menyebabkan tingginya kejadian karsinoma ini.

• Genetik

Telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier dari pasien


karsinoma nasofaring dengan keganasan pada organ tubuh lain.

• Lingkungan

Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap
sejenis kayu tertentu, kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu
masak tertentu, dan kebiasaan makan makanan terlalu panas. Terdapat
hubungan antara kadar nikel dalam air minum dan makanan dengan
mortalitas karsinoma nasofaring, sedangkan adanya hubungan dengan
keganasan lain tidak jelas.

4
2.3 Patogenesis dan penyebaran Karsinoma Nasofaring

Jenis KNF yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa (KSS) dengan
variasi berupa karsinoma sel transisional dan limfoepitelioma Secara histologi
ada 3 pe tumor: 1) tipe proliferatif, massa tumor tumbuh di nasofaring dan
menyebabkan keluhan obstruksi hidung. 2) tipe ulserang, masa menyebabkan
gejala epistaksis; 3) tipe infiltratif, tumor tumbuh di submukosa.

Penyebaran Karsinoma Nasofaring

 Penyebaran lokal

Tempat asal KNF tersering adalah di fosa Rosenmüller. Perluasan ke


anterior menyebabkan penyumbatan koana dan kavum nasi. Perluasan ke
inferior ke arah orofaring dan hipofaring. Perluasan ke lateral melibatkan
ruang parafaring dan fosa infratemporal melalui sinus Morgagni. Perluasan
ke superior melibatkan struktur intrakranial. Foramen laserum dan foramen
ale merupakan jalan masuk perluasan sel kanker ke fosa kranii media dan
menyebabkan diplopia ata oftalmoplegia. Struktur yang pertama terkena
adalah saraf otak n. VI. Perfuman sepanjang dasar tengkorak posterior
melibatkan foramen jugularis (mengenai saraf otak n. IX, n. X, dan n. XI),
kanalis hipogloss (mengenai saraf otak n XII), ata saraf simpatis yang
menimbulkan sindrom Homer. Keterlibatan struktur-straktur tersebut dapat
juga merupakan akibat dari keterlibatan ruang parafaring, Jika m.
pterigoideus terkena, akan menyebabkan trismus.

 Penyebaran limfatik

Daerah nasofaring kaya akan saluran limfe, dan penyebaran pertama KNF
adalah ke KGB leher. KGB leher ipsilateral lebih sering terkena, tetapi
dapat juga mengenai KGB kontralateral atau bilateral. Penyebaran limfatik

5
dapat secara langsung ke KGB yang terkena atau melalui KGB retrofaring
atam parafaring. Pembesaran KGB parafaring menyebabkan leher kaku dan
tortikolis

 Metastasis jauh

Metastasis yang sering terjadi adalah metastasis ke paru, tulang, dan hepar

2.4 Klasifikasi Stadium Karsinoma Nasofaring

Untuk menentukan stadium dipakai sistem TNM menurut UICC 2002


(Union for International Cancer Control):

 Tumor Primer (T)

T0 Tidak terdapat tumor primer

Tis Karsinoma in situ

T1 Tumor terbatas pada nasofaring,

T2 Tumor meluas ke jaringan lunak

T2a Tumor meluas ke orofaring dan atau rongga hidung tanpa


perluasan ke parafaringeal

T2b Tumor dengan perluasan ke parafaringeal

T3 Tumor melibatkan struktur tulang dari basis kranii dan atau sinus
paranasal

T4 Tumor dengan perluasan intrakranial dan atau keterlibatan saraf


kranial, hipofaring, orbita, atau dengan perluasan ke fossa
infratemporal / masticator space

6
 KGB regional (N)

N0 Tidak ada pembesaran KGB

N1 Metastasis ke KGB unilateral (≥ 1), ukuran ≤ 6 cm, di atas fossa


supraklavikula dan/atau KGB unilateral atau bilateral, KGB
retrofaring, ukuran ≤ 6 cm

N2 Metastasis ke KGB bilateral (≥ 1), ukuran ≤ 6 cm, di atas fossa


supraklavikula

N3 Metastasis ke KGB bilateral (≥ 1), ukuran > 6 cm, dan/atau ke fossa


supraklavikula

N3a Ukuran >6cm

N3b Perluasan ke fosa supraklavikula

 Metastasis Jauh (M)

M0 Tidak terdapat metastasis jauh

M1 Terdapat metastasis jauh

Stadium/ Kelompok Prognosis

Stadium 0 Tis N0 M0

Stadium I T1 N0 M0

Stadium II T1 N1 M0

T2 N0 M0

7
T2 N1 M0

Stadium III T1 N2 M0

T2 N2 M0

T2 N0 M0

T3 N0 M0

T3 N1 M0

T3 N2 M0

Stadium IVA T4 N0 M0

T4 N1 M0

T4 N3 M0

Stadium IVB Semua T N3 M0

Stadium IVC Semua T Semua N M1

2.5 Manifestasi Klinis Karsinoma Nasofaring

Gejala karsinoma nasofaring dapat dibagi dalam 4 kelompok, yaitu gejala


nasofaring sendiri, gejala telinga, gejala mata dan saraf, serta metastasis atau
gejala di leher. Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan
hidung, untuk itu nasofaring harus diperiksa dengan cermat, kalau perlu dengan
nasofaringoskop, karena sering gejala belum ada sedangkan tumor sudah
tumbuh atau tumor tidak tampak karena masih terdapat di bawah mukosa
(creeping tumor).

8
Gangguan pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat
asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosen-müller). Gangguan dapat
berupa tinitus, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga
(otalgia). Tidak jarang pasien dengan gangguan pendengaran ini baru kemudian
disadari bahwa penyebabnya adalah karsinoma nasofaring.

Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui


beberapa lobang, maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai
gejala lanjut karsinoma ini. Perluasan tumor ke superior menyebabkan gejala
paresis n III. IV, dan VI berupa oftalmoplegia, penjalaran melalui foramen
laserum sehingga sering gejala diplopialah yang membawa pasien lebih dahulu
ke dokter. Perluasan tumor dapat langsung ke orbita dan menyebabkan
eksoftalmus serta kebutaan (n. II terletak pada apeks orbita). Perluasan ke
daerah foramen ovale menyebabkan gangguan n. trigeminus (n. V) Neuralgia
trigeminal dan penurunan refleks kornea merupakan gejala yang sering
ditemukan. Proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X,
XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang
relatif jauh dari nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan sindrom
Jackson. Bila sudah mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom unilateral.

Gejala pembesaran KGB leher, merupakan gejala yang paling sering


ditemukan. dan bisa sebagai satu-satunya gejala KNF yang didapati pada
pasien. KGB yang sering terkena pertama kali adalah KGB servikalis superior,
yaitu KGB antara sudut mandibula dan mastoid

Dapat pula disertai dengan destruksi tulang tengkorak dan bila sudah
terjadi demikian, biasanya prognosisnya buruk. Metastasis ke kelenjar leher
dalam bentuk benjolan di leher yang mendorong pasien untuk berobat, karena
sebelumnya tidak terdapat keluhan lain.

2.6 Diagnosa Karsinoma Nasofaring

9
Ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.

1) Anamnesis

Terdiri dari gejala hidung, gejala telinga, gejala mata dan saraf, serta
gejala metastasis/leher. Gejala tersebut mencakup hidung tersumbat,
lender bercampur darah, tinitus, telinga terasa penuh, otalgia, diplopia dan
neuralgia trigeminal (saraf III, IV, V, VI), dan muncul benjolan pada
leher.

2) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan status generalis dan status lokalis.


Pemeriksaan nasofaring:

 Rinoskopi posterior
 Nasofaringoskopi (fiber/rigid)

3) Pemeriksaan Penunjang

 CT scan/MRI Nasofaring

Pemeriksaan Radiologik berupa CT Scan/ MRI nasofaring


potongan koronal, aksial, dan sagital, tanpa dan dengan kontras
berguna untuk melihat tumor primer dan penyebaran ke jaringan
sekiter dan penyebaran kelenjar getah bening. Untuk metastasis
jauh dilakukan pemeriksaan foto toraks, bone scan, dan USG
abdomen.

CT Scan sangat berguna untuk menentukan stadium KNF.


Kadang-kadang tumor primer pada KNF tumbuh di submukosa
sehingga tidak terlihat dengan endoskopi, tapi dapat terlihat

10
dengan CT Scan, gambaran erosi tulang juga sangat jelas terlihat
pada CT scan.

Dibandingkan CT scan, MRI lebih dapat memperlihatkan


keterlibatan jaringan lunak, serta dapat membedakan gambaran
tumor dengan proses peradangan

 Serologi

Diperiksa titer Ig A anti VCA dan IgA anti-EA. Pada pasien KNF
titer tersebut Tinggi

 Biopsi Nasofaring

Dengan Anestesi Lokal (Xilocain 10%), Diagnosi pasti


berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dengan spesimen
berasal dari biopsi nasofaring. Hasil biopsi menunjukkan jenis
keganasan dan derajat diferensiasi. BUKAN dari Biopsi Aspirasi
Jarum Halus (BAJH) atau biopsy insis ional / eksisional KGB
leher. Biopsi dilakukan dengan menggunakan tang biopsi yang
dimasukkan melalui hidung atau mulut dengan tuntunan rinoskopi
posterior atau tuntunan nasofaringoskopi rigid/fiber.

Pelaporan diagnosis Karsinoma Nasofaring berdasarkan kriteria


WHO, yaitu:

1. Karsinoma sel skuamosa berkeratin (WHO tipe I)


2. Karsinoma sel skuamosa tidak berkeratin (WHO tipe II)
3. Karsinoma tidak berdiferensiasi (WHO tipe III)

 Biopsi Aspirasi Jarum Halus Kelenjar Leher (BAJH) /Fine


needle Aspiration Biopsy (FNAB)

11
FNAB juga dilakukan untuk pemeriksaan Sitologi pada KGB
leher yg besar (Internal Jugular Chain Superior, Posterior cervical
Triangle node, Supraclavicular node). Sitologi dilakukan dengan
kerokan permukaan mukosa nasofaring secara transnasal atau
transoral. Biasanya digunakan untuk skrining. Jika secara
endoskopi tampak massa di nasofaring, dilakukan biopsi.

2.7 Diagnosa Banding Karsinoma Nasofaring

1) Limfoma Malignum
2) Proses non keganasan (TB kelenjar)
3) Metastasis (tumor sekunder)

2.8 Penatalaksanaan Karsinoma Nasofaring


 Radioterapi

Sampai saat ini radioterapi masih merupakan pilihan utama untuk KNF.
Dengan metode sekarang, angka bertahan hidup 5 tahun pascaradioterapi
mencapai 75%. KNF stadium 1 dan 2 diberikan radioterapi saja, sedangkan
stadium 3 dan 4 perlu radioterapi bersama kemoterapi, atau radiasi yang
dilanjutkan kemoterapi. Radiasi eksternal 6000-7000 cGy diberikan secara
bertahap pada tumor primer atau kedua sisi leher.

Teknik radioterapi yang lebih mutakhir adalah radioterapi 3 dimensi dan


intensity modulated radiotherapy (IMRT) IMRT menggunakan komputer untuk
menghitung dosis radiasi yang optimal untuk KNF-nya. Cara ini dapat
menembakkan sinar pada target yang bentuknya ireguler, terutama berguna jika
massa tumor meliputi organ-organ penting seperti batang otak atau medula

12
spinalis. IMRT juga dapat sekaligus mengobati tumor primer dan KGB
regional. Dengan IMRT, komplikasi radioterapi (mis, xerostomia) berkurang.

 Kemoterapi

Kemoterapi diberikan pada kasus dengan tumor lokal yang besar, yaitu pada
KNF stadium T3 atau T4, serta semua kasus yang sudah ada pembesaran
kelenjar. Kemoterapi dapat diberikan bersama radioterapi atau pascaradioterapi.
Kemoterapi yang diberikan berupa cisplatin atau cisplatin serta 5 fluorouracil
(5-FU). Kemoterapi juga baik digunakan untuk metastasis dari limfoepitelioma
dan KNF tak berdiferensiasi.

 Kombinasi radiasi dengan kemoterapi

Pada pemberian terapi kombinasi berupa radiasi dengan kemoterapi, radiasi


bertujuan untuk menghilangkan tumor di nasofaring dan leher, sedangkan
kemoterapi (Radiosensitizer) bertujuan untuk mematikan metastasis jauh.
Untuk tumor lokal yang sudah besar, kemoterapi membantu pengecilan tumor
dengan cepat sehingga dapat menunjang efek radioterapi. Kebanyakan pasien
KNF berusia relatif muda sehingga dapat menerima terapi kemoradiasi.

Kemoterapi bisa diberikan sebelum radiasi sebagai induksi, bersamaan


waktunya dengan radiasi atau setelah radiasi sebagai adjuvan. Pemilihan ini
bergantung dari stadium KNF dan keadaan pasien.

 Terapi yang ditargetkan

Targeted therapy atau terapi target adalah terapi kanker alternatif menggunakan
obat khusus yang bekerja pada gen atau protein sel kanker Gen atau protein
yang ditargetkan pada pengobatan ini adalah yang berfungsi untuk mendukung
tumbuh kembang sel kanker. Beberapa jenis gen yang berhubungan dengan
perkembangan sel kanker adalah gen tumor supresor, onkogen (seperti HER2

13
dan RAS), atau gen perbaikan DNA seperti BRCA1 dan BRCA2. Terapi target
mencegah sinyal replikasi, menghancurkan sel kanker, atau mencegah sel hidup
lebih lama dari seharusnya.

Pada kanker sel skuamosa kepala leher, terdapat mutasi gen yang disetujui dan
dievaluasi kegunaannya untuk menjadi target dari terapi ini, yaitu epidermal
growth factor ceptor (EGFR) karena tingginya ekspresi gen ini pada pasien.
Obat antibodi monoklonal yang bekerja pada EGFR dan disetujui penggunaan
nya pada kanker sel skuamosa kepala leher adalah cetuximab Indikasi
penggunaan cetuximab adalah: 1) kasus rekuren; 2) tidak dapat dilakukan
pembedahan, atau 3) metastasis tanpa kemungkinan operasi atau radioterapi.
Obat ini cukup mahal, dan studi awal pada pasien kanker nasofaring
menunjukkan respons parsial pada 11,7% pasien, dan waktu yang dibutuhkan
hingga terjadinya proses perbaikan yaitu hingga 2,7 bulan. Efek samping
berupa dermatitis, penyakit paru interstisial, emboli paru, hingga gagal ginjal
dan sepsis.

Obat lain yang juga ditargetkan untuk kanker kepala leher adalah nimotuzumab
Target obat ini juga pada EGFR. Obat ini diberikan kepada pasien kanker
kepala leher lokal yang sudah stadium lanjut, pasien rekuren dan metastasis.
Pemberian nimotuzumab menunjukkan peningkatan waktu bebas progresi
(progression free survival), kontrol regional (locoregional control), dan bebas
penyakit (disease fre survival). Efek samping penggunaan juga lebih ringan,
berupa mukositis, mual dan muntah. Rendahnya efek samping ini disebabkan
oleh struktur obat yang berikatan secara bivalen. Ikatan tersebut membantu obat
ini lebih selektif dalam berikatan dengan sel-sel yang mengalami overekspresi
gen EGFR.

 Obat-obatan Simptomatik

14
Keluhan yang biasa timbul saat sedang diradiasi terutama adalah akibat reaksi
akut pada mukosa mulut, berupa nyeri untuk mengunyah dan menelan. Keluhan
ini dapat dikurangi dengan obat kumur yang mengandung antiseptik dan
adstringent, (diberikan 3 – 4 sehari). Bila ada tanda-tanda moniliasis, dapat
diberikan antimikotik.
Pemberian obat-obat yang mengandung anestesi lokal dapat mengurangi
keluhan nyeri menelan.
Sedangkan untuk keluhan umum, misalnya nausea, anoreksia dan sebagainya
dapat diberikan terapi simptomatik.
Radioterapi juga diberikan pada kasus metastasis untuk tulang,
paru, hati, dan otak.

 Rehabilitasi Medik
Pasien dengan metastasis tulang perlu diberikan korset untuk
melindungi terhadap kemungkinan terjadinya fraktur patologis.

 Evaluasi Asupan Gizi


Adekuat perlu penatalaksanaan multidisiplin dari gizi klinik,
apabila perlu dipasang Nasogastric Tube atau Gastrotomi
Evaluasi jalan nafas jalan nafas penderita, karena seringkali
penderita datang dengan massa yang besar di leher dan
orofaring sehingga menyempitkan jalan nafas dan memerlukan
trakeostomi.s

15
BAB III

KESIMPULAN

Karsinoma Nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang
terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher
merupakan karsinoma nasofaring. Faktor Resiko karsinoma nasofaring adalah virus
Epstein-Barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus
Epstein-Barr yang cukup tinggi, tetapi virus ini bukan satu-satunya faktor, karena
banyak faktor lain yang sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini,
seperti jenis kelamin, ras, umur, makanan yang diawetkan, genetik, lingkungan.
Stadium Klinis pada KNF sangat penting untuk terapi dan evaluasi hasil terapi.
Sistem klasifikasi stadium menggunakan sistem Union for International Cancer
Control (UICC) yang menggunakan penilaian TNM ( Ukuran tumor, KGB yang
terlibat, metastasis).
Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Dari anamesis dapat dijumpai beberapa gejala seperti
gejala hidung, gejala telinga, gejala mata dan saraf, serta gejala metastasis/leher.
Dapat dilakukan pemeriksaan nasofaring Rinoskopi posterior dan Nasofaringoskopi
(fiber/rigid). Diagnosis pasti karsinoma nasofaring ditegakkan dengan pemeriksaan
patologi anatomi dengan spesimen berasal dari biopsi nasofaring. Hasil biopsi
menunjukkan jenis keganasan dan derajat diferensiasi.
Tatalaksana Karsinoma Nasofaring mencakup radiasi, kemotrapi, kombinasi
keduanya, dan didukung dengan terapi simptomatik sesuai dengan gejala.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. American Cancer Society. (2020). What is Nasopharyngeal Cancer?. From


https://www.cancer.org/cancer/nasopharyngeal-cancer/about/what-is-
nasopharyngeal-cancer.html
2. Mangungusumo E, Hermani B, Balfas HA. 2019. Buku Teks Komprehensif
Ilmu THT KL telinga, Hidung, Tenggorokan Kepala-Leher. Jakarta: EGC
3. National Cancer Institute ( NCI). 2008. Nasopharingeal Cancer Treatment
4. PNPK. 2017. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Kanker
Nasofaring. Jakarta: Permenkes
5. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. 2012. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher, Ed. Ke-7.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI
6. Sung, Hyuna et al. (2021). Global Cancer Statistics 2020: GLOBOCAN
Estimates of Incidence and Mortality Worldwide for 36 Cancers in 185
Counties. CA Cancer J CLIN, 0(0), 1-41.
7. Union for International Cancer Control (UICC) TNM System. 2002

17

Anda mungkin juga menyukai