KARSINOMA NASOFARING
Disusun Oleh :
Pembimbing :
“KARSINOMA NASOFARING”
Oleh :
NILAI :
Pembimbing
i
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas BerkatNya sehingga
pebnulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini, sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan program studi Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas
Kedokteran Universitas Prima Indonesia.
Paper ini berjudul “Karsinoma Nasofaring” dalam penyelesaian penulisan paper ini,
penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terimakasih kepada
1. dr. Andika Zayani M. Ked (ORL-HNS), Sp. THT-KL selaku dosen pembimbing
yang telah menyediakan sarana dan prasarana bagi penulis serta meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan dan saran selama dari awal penulisan hingga
selesainya penulisan paper ini.
2. Ucapan terimakasih kepada seluruh teman penulis atas doa, dukungan, semangat,
serta kesediaan waktu dan tenaganya dalam membantu menulis paper ini.
Penulis menyadari bahwa paper ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun demi
perbaikan dan penyempurnaan paper ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada semua pihak yang telah
terlibat dalam penyelesaian paper ini. Semoga paper ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Tim Penyusun
ii
Daftar Isi
Lembar Pengesahan................................................................................................. i
Kata Pengantar......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1.2 Tujuan.................................................................................................. 2
Daftar Pustaka.......................................................................................................... 17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
100.000 penduduk. Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum H. Adam
Malik mendapati mayoritas pasien karsinoma adalah laki-laki, dibanding
dengan perempuan 2,84:1 (Asnir et al., 2020).
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui mengenai penyakit Karsinoma Nasofaring mencakup
Defenisi, Faktor Resiko, Patogenesis dan Klasifikasi Stadium Karsinoma
Nasofaring.
2. Untuk mengetahui Penegakan Diagnosa serta Penatalaksanaan dari
Karsinoma Nasofaring.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Banyak penelitian tentang virus ini, tetapi virus ini bukan satu-satunya
faktor karena banyak faktor lain yang sangat mempengaruhi kemungkinan
timbulnya tumor ini, seperti jenis kelamin, ras, umur, makanan yang diawetkan,
genetik, lingkungan.
• Jenis Kelamin
Karsinoma nasofaring lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. apa
sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin ada
hubungannya dengan faktor genetik, kebiasaan hidup, pekerjaan dan
lain-lain.
3
• Ras
Kanker jenis ini lebih sering mempengaruhi orang-orang di Asia dan Afrika
Utara. Di Amerika Serikat, imigran Asia memiliki risiko lebih tinggi dari
jenis kanker, dibandingkan orang Asia kelahiran Amerika.
• Umur
Kanker nasofaring dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering
didiagnosis pada orang dewasa antara usia 30 tahun dan 50 tahun.
Bahan kimia yang dilepaskan dalam uap saat memasak makanan, seperti
ikan dan sayuran diawetkan, dapat masuk ke rongga hidung,
meningkatkan risiko karsinoma nasofaring. Paparan bahan kimia ini pada
usia dini, lebih dapat meningkatkan risiko. Kebiasaan penduduk Eskimo
memakan makanan yang diawetkan (daging dan ikan) terutama pada
musim dingin menyebabkan tingginya kejadian karsinoma ini.
• Genetik
• Lingkungan
Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap
sejenis kayu tertentu, kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu
masak tertentu, dan kebiasaan makan makanan terlalu panas. Terdapat
hubungan antara kadar nikel dalam air minum dan makanan dengan
mortalitas karsinoma nasofaring, sedangkan adanya hubungan dengan
keganasan lain tidak jelas.
4
2.3 Patogenesis dan penyebaran Karsinoma Nasofaring
Jenis KNF yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa (KSS) dengan
variasi berupa karsinoma sel transisional dan limfoepitelioma Secara histologi
ada 3 pe tumor: 1) tipe proliferatif, massa tumor tumbuh di nasofaring dan
menyebabkan keluhan obstruksi hidung. 2) tipe ulserang, masa menyebabkan
gejala epistaksis; 3) tipe infiltratif, tumor tumbuh di submukosa.
Penyebaran lokal
Penyebaran limfatik
Daerah nasofaring kaya akan saluran limfe, dan penyebaran pertama KNF
adalah ke KGB leher. KGB leher ipsilateral lebih sering terkena, tetapi
dapat juga mengenai KGB kontralateral atau bilateral. Penyebaran limfatik
5
dapat secara langsung ke KGB yang terkena atau melalui KGB retrofaring
atam parafaring. Pembesaran KGB parafaring menyebabkan leher kaku dan
tortikolis
Metastasis jauh
Metastasis yang sering terjadi adalah metastasis ke paru, tulang, dan hepar
T3 Tumor melibatkan struktur tulang dari basis kranii dan atau sinus
paranasal
6
KGB regional (N)
Stadium 0 Tis N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T1 N1 M0
T2 N0 M0
7
T2 N1 M0
Stadium III T1 N2 M0
T2 N2 M0
T2 N0 M0
T3 N0 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
Stadium IVA T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N3 M0
8
Gangguan pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat
asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosen-müller). Gangguan dapat
berupa tinitus, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga
(otalgia). Tidak jarang pasien dengan gangguan pendengaran ini baru kemudian
disadari bahwa penyebabnya adalah karsinoma nasofaring.
Dapat pula disertai dengan destruksi tulang tengkorak dan bila sudah
terjadi demikian, biasanya prognosisnya buruk. Metastasis ke kelenjar leher
dalam bentuk benjolan di leher yang mendorong pasien untuk berobat, karena
sebelumnya tidak terdapat keluhan lain.
9
Ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
1) Anamnesis
Terdiri dari gejala hidung, gejala telinga, gejala mata dan saraf, serta
gejala metastasis/leher. Gejala tersebut mencakup hidung tersumbat,
lender bercampur darah, tinitus, telinga terasa penuh, otalgia, diplopia dan
neuralgia trigeminal (saraf III, IV, V, VI), dan muncul benjolan pada
leher.
2) Pemeriksaan Fisik
Rinoskopi posterior
Nasofaringoskopi (fiber/rigid)
3) Pemeriksaan Penunjang
CT scan/MRI Nasofaring
10
dengan CT Scan, gambaran erosi tulang juga sangat jelas terlihat
pada CT scan.
Serologi
Diperiksa titer Ig A anti VCA dan IgA anti-EA. Pada pasien KNF
titer tersebut Tinggi
Biopsi Nasofaring
11
FNAB juga dilakukan untuk pemeriksaan Sitologi pada KGB
leher yg besar (Internal Jugular Chain Superior, Posterior cervical
Triangle node, Supraclavicular node). Sitologi dilakukan dengan
kerokan permukaan mukosa nasofaring secara transnasal atau
transoral. Biasanya digunakan untuk skrining. Jika secara
endoskopi tampak massa di nasofaring, dilakukan biopsi.
1) Limfoma Malignum
2) Proses non keganasan (TB kelenjar)
3) Metastasis (tumor sekunder)
Sampai saat ini radioterapi masih merupakan pilihan utama untuk KNF.
Dengan metode sekarang, angka bertahan hidup 5 tahun pascaradioterapi
mencapai 75%. KNF stadium 1 dan 2 diberikan radioterapi saja, sedangkan
stadium 3 dan 4 perlu radioterapi bersama kemoterapi, atau radiasi yang
dilanjutkan kemoterapi. Radiasi eksternal 6000-7000 cGy diberikan secara
bertahap pada tumor primer atau kedua sisi leher.
12
spinalis. IMRT juga dapat sekaligus mengobati tumor primer dan KGB
regional. Dengan IMRT, komplikasi radioterapi (mis, xerostomia) berkurang.
Kemoterapi
Kemoterapi diberikan pada kasus dengan tumor lokal yang besar, yaitu pada
KNF stadium T3 atau T4, serta semua kasus yang sudah ada pembesaran
kelenjar. Kemoterapi dapat diberikan bersama radioterapi atau pascaradioterapi.
Kemoterapi yang diberikan berupa cisplatin atau cisplatin serta 5 fluorouracil
(5-FU). Kemoterapi juga baik digunakan untuk metastasis dari limfoepitelioma
dan KNF tak berdiferensiasi.
Targeted therapy atau terapi target adalah terapi kanker alternatif menggunakan
obat khusus yang bekerja pada gen atau protein sel kanker Gen atau protein
yang ditargetkan pada pengobatan ini adalah yang berfungsi untuk mendukung
tumbuh kembang sel kanker. Beberapa jenis gen yang berhubungan dengan
perkembangan sel kanker adalah gen tumor supresor, onkogen (seperti HER2
13
dan RAS), atau gen perbaikan DNA seperti BRCA1 dan BRCA2. Terapi target
mencegah sinyal replikasi, menghancurkan sel kanker, atau mencegah sel hidup
lebih lama dari seharusnya.
Pada kanker sel skuamosa kepala leher, terdapat mutasi gen yang disetujui dan
dievaluasi kegunaannya untuk menjadi target dari terapi ini, yaitu epidermal
growth factor ceptor (EGFR) karena tingginya ekspresi gen ini pada pasien.
Obat antibodi monoklonal yang bekerja pada EGFR dan disetujui penggunaan
nya pada kanker sel skuamosa kepala leher adalah cetuximab Indikasi
penggunaan cetuximab adalah: 1) kasus rekuren; 2) tidak dapat dilakukan
pembedahan, atau 3) metastasis tanpa kemungkinan operasi atau radioterapi.
Obat ini cukup mahal, dan studi awal pada pasien kanker nasofaring
menunjukkan respons parsial pada 11,7% pasien, dan waktu yang dibutuhkan
hingga terjadinya proses perbaikan yaitu hingga 2,7 bulan. Efek samping
berupa dermatitis, penyakit paru interstisial, emboli paru, hingga gagal ginjal
dan sepsis.
Obat lain yang juga ditargetkan untuk kanker kepala leher adalah nimotuzumab
Target obat ini juga pada EGFR. Obat ini diberikan kepada pasien kanker
kepala leher lokal yang sudah stadium lanjut, pasien rekuren dan metastasis.
Pemberian nimotuzumab menunjukkan peningkatan waktu bebas progresi
(progression free survival), kontrol regional (locoregional control), dan bebas
penyakit (disease fre survival). Efek samping penggunaan juga lebih ringan,
berupa mukositis, mual dan muntah. Rendahnya efek samping ini disebabkan
oleh struktur obat yang berikatan secara bivalen. Ikatan tersebut membantu obat
ini lebih selektif dalam berikatan dengan sel-sel yang mengalami overekspresi
gen EGFR.
Obat-obatan Simptomatik
14
Keluhan yang biasa timbul saat sedang diradiasi terutama adalah akibat reaksi
akut pada mukosa mulut, berupa nyeri untuk mengunyah dan menelan. Keluhan
ini dapat dikurangi dengan obat kumur yang mengandung antiseptik dan
adstringent, (diberikan 3 – 4 sehari). Bila ada tanda-tanda moniliasis, dapat
diberikan antimikotik.
Pemberian obat-obat yang mengandung anestesi lokal dapat mengurangi
keluhan nyeri menelan.
Sedangkan untuk keluhan umum, misalnya nausea, anoreksia dan sebagainya
dapat diberikan terapi simptomatik.
Radioterapi juga diberikan pada kasus metastasis untuk tulang,
paru, hati, dan otak.
Rehabilitasi Medik
Pasien dengan metastasis tulang perlu diberikan korset untuk
melindungi terhadap kemungkinan terjadinya fraktur patologis.
15
BAB III
KESIMPULAN
Karsinoma Nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang
terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher
merupakan karsinoma nasofaring. Faktor Resiko karsinoma nasofaring adalah virus
Epstein-Barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus
Epstein-Barr yang cukup tinggi, tetapi virus ini bukan satu-satunya faktor, karena
banyak faktor lain yang sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini,
seperti jenis kelamin, ras, umur, makanan yang diawetkan, genetik, lingkungan.
Stadium Klinis pada KNF sangat penting untuk terapi dan evaluasi hasil terapi.
Sistem klasifikasi stadium menggunakan sistem Union for International Cancer
Control (UICC) yang menggunakan penilaian TNM ( Ukuran tumor, KGB yang
terlibat, metastasis).
Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Dari anamesis dapat dijumpai beberapa gejala seperti
gejala hidung, gejala telinga, gejala mata dan saraf, serta gejala metastasis/leher.
Dapat dilakukan pemeriksaan nasofaring Rinoskopi posterior dan Nasofaringoskopi
(fiber/rigid). Diagnosis pasti karsinoma nasofaring ditegakkan dengan pemeriksaan
patologi anatomi dengan spesimen berasal dari biopsi nasofaring. Hasil biopsi
menunjukkan jenis keganasan dan derajat diferensiasi.
Tatalaksana Karsinoma Nasofaring mencakup radiasi, kemotrapi, kombinasi
keduanya, dan didukung dengan terapi simptomatik sesuai dengan gejala.
16
DAFTAR PUSTAKA
17