Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

Kata leukemia berarti darah putih, karena banyaknya sel darah putih yang ditemukan
pada penderita sebelum diberi terapi. Sel darah putih yang tampak banyak merupakan sel
yang muda, misalnya promielosit. Jumlah yang semakin meninggi ini dapat mengganggu
fungsi normal dari sel lainnya. Leukemia merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
proliferasi dini yang berlebihan dari sel darah putih. Leukemia merupakan keganasan
hematologis akibat proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai
tingkatan sel induk hematopoetik.
Pada tahun 2000, terdapat sekitar 256,000 anak dan dewasa di seluruh dunia menderita
penyakit sejenis leukemia, dan 209,000 orang diantaranya meninggal karena penyakit
tersebut,hampir 90% dari semua penderita yang terdiagnosa adalah dewasa.
Leukemia merupakan keganasan yang sering dijumpai tetapi hanya merupakan
sebagian kecil dari kanker secara keseluruhan. Beberapa data epidemiologi menunjukkan
hasil bahwa insidensi leukemia di negara barat adalah 13/100.000 penduduk/tahun. Frekuensi
relatif leukemia di negara barat menurut Gunz adalah Leukemia akut (LMA dan LLA) 60%,
LLK 25%, LMK 15%, di Afrika, 10-20% penderita LMA memiliki kloroma di sekitar orbita
mata. Di Kenya, Tiongkok, dan India, LMK mengenai penderita berumur 20-40 tahun. Pada
orang Asia Timur dan India Timur jarang ditemui LLK, di Indonesia , frekuensi LLK sangat
rendah. LMK merupakan leukemia kronis yang paling sering di jumpai. Leukemia
merupakan 2,8% dari seluruh kasus kangker, belum ada angka pasti mengenai insiden
leukemia di indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Leukemia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya akumulasi leukosit
abnormal dalam sumsum tulang dan darah.Sel-sel abnormal ini menyebabkan timbulnya
gejala karena kegagalan sumsum tulang (yaitu anemia, neutropenia, trombositopenia) dan
infiltrasi organ (misalnya hati,limpa, kelenjar getah bening, meningens, otak, kulit, atau
testis)(5).
Leukemia merupakan suatu penyakit yang dikenal dengan adanya proliferasi neoplastik
dari sel-sel organ hemopoetik, yang terjadi sebagai akibat mutasi somatik sel bakal (stem
cell) yang akan membentuk suatu klon sel leukemia (1,2,3,4).
Leukemia atau kanker darah juga didefinisikan sekelompok penyakit neoplastik yang
beragam, ditandai oleh perbanyakan secara tak normal atau transformasi maligna dari sel-sel
pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid. Sel-sel normal di dalam sumsum
tulang digantikan oleh sel tak normal atau abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum
dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Sel leukemia mempengaruhi
hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal dan imunitas tubuh penderita.
Sel darah normal
Kebanyakan sel-sel darah berkembang di dalam sumsum tulang yang disebut stem sel.
Sumsum tulang adalah bagian jaringan lunak yang terletak di setiap pusat tulang. Stem sel
berkembang menjadi berbagai macam sel darah yang memiliki fungsi yang berbeda-beda:
Sel darah putih: membantu melawan infeksi.
Sel darah putih memiliki beberapa jenis yaitu
limfosit,monosit,basofil,neutrofil

batang,

neutrofil segmen, dan eosinofil.


Sel darah merah: membantu membawa
oksigen ke seluruh tubuh

Platelet:

membantu

pembekuan

darah

sehingga tidak terjadi perdarahan

Sel darah putih, sel darah merah, dan platelet terbentu dari sel stem dimana mereka
sangat dibutuhkan oleh tubuh. Saat sel-sel tersebut menua dan rusak, sel tersebut akan mati,
dan sel baru akan menggantikan tempat mereka.
Gambar di bawah menunjukkan bagaimana sel stem berkembang menjadi beberapa tipe
sel darah putih.

Pertama, sel stem akan berkembang menjadi sel stem myeloid atau sel stem limfosit:

Sel stem myeloid berkembang menjadi myeloid blast. Myeloid blast ini dapat
berkembang menjadi seld darah merah, platelet, atau menjadi beberapa jenis dari sel

darah putih.
Sel stem limfoid akan berkembang menjadi limfoid blast. Limfoid blast ini dapat
berkembang menjadi beberapa tipe sel darah putih seperti sel B atau sel T

Sel darah putih yang dihasilkan dari myeloid blast berbeda dari sel darah putih yang
dihasilkan limfoid blast ini.
Sel Leukemia
3

Pada orang dengan leukemia, sumsum tulang membuat sel darah putih yang
abnormal.Sel yang abnormal tersebut adalah sel leukemia.
Tidak seperti sel darah normal, sel leukemia tidak mati saat waktunya tiba. Mereka
malah memadati dan mendesak sel darah putih normal, sel darah merah, dan platelet. Hal ini
membuat sel darah normal kesulitan dalam menjalankan fungsi normal mereka.
II. Epidemiologi
Leukemia menurut usia didapatkan data yaitu, Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
terbanyak pada anak-anak dan dewasa, Leukemia Granulositik Kronik (LGK) pada semua
usia, lebih sering pada orang dewasa, Leukemia Granulositik Kronik pada semua usia
tersering usia 40-60 tahun, Leukemia Limfositik Kronik (LLK) terbanyak pada orang tua.
Leukemia Mieoloblastik Akut lebih sering ditemukan pada usia dewasa (85%) daripada
anak-anak (15%). Walaupun leukemia menyerang kedua jenis kelamin, tetapi pria terserang
sedikit lebih banyak dibandingkan wanita dengan perbandingan 2 : 1(5).
III. Etiologi
Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti. Diperkirakan leukemi tidak disebabkan
oleh penyebab tunggal, tetapi gabungan dari faktor resiko antara lain(6) :

Terinfeksi virus.
Agen virus sudah lama diidentifikasi sebagai penyebab leukemia pada hewan. Pada
tahun 1980, diisolasi virus HTLV-1( human Tcell lymphotropic virus type 1) yang
menyerupai virus penyebab AIDS dari leukemia sel T manusia pada limfosit seorang
penderita limfoma kulit dan sejak saat itu diisolasi dari sampel serum penderita leukemia

sel T.
Faktor Genetik.
Pengaruh genetik maupun faktor-faktor lingkungan kelihatannya memainkan peranan ,
namun jarang terdapat leukemia familial, tetapi insidensi leukemia lebih tinggi dari
saudara kandung anak-anak yang terserang , dengan insidensi yang meningkat sampai
20% pada kembar monozigot (identik).
Kelainan Herediter.
Individu dengan kelainan kromosom, seperti Sindrom Down, kelihatannya mempunyai

insidensi leukemia akut 20 puluh kali lipat.


Faktor lingkungan.
- Radiasi. Kontak dengan radiasi ionisasi disertai manifestasi leukemia
yang timbul bertahun-tahun kemudian.
- Zat Kimia. Zat kimia misalnya : benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon,
dan agen antineoplastik dikaitkan dengan frekuensi yang meningkat khusus
4

nya agen-agen alkil. Kemungkinan leukemia meningkat pada penderita yang


diobati baik dengan radiasi maupun kemoterapi.
Radiasi
Orang yang terekspos radiasi yang sangat tinggi lebih memiliki kecenderungan untuk
mengidap leukemia mieloblastik akut, leukemia mielositik kronik,atau leukemia
limfoblastik akut.
Ledakan bom atom: telah menyebabkan radiasi yang sangat tinggi (contohnya seperti
ledakan di jepang pada perang dunia kedua). Terjadi peningkatan resiko mengidap
leukemia pada orang-orang, terutama anak-anak, yang selamat dari ledakan bom
tersebut.
Radioterapi: radioterapi untuk kanker dan kondisi lainnya adalah sumber eksposur
radiasi tinggi lainnya. Radioterapi meningkatkan resiko leukemia.
X-rays: dental x-rays dan x-rays diagnostik lainnya (seperti CT-Scan) mengekspos
orang-orang terhadap level radiasi yang lebih rendah. Belum diketahui apakah radiasi
level rendah ini dapat menghubungkan leukemia dengan anak-anak maupun orang
dewasa. Peneliti sedang mempelajari apakah melakukan banyak foto x-rays dapat
meningkatkan resiko leukemia. Mereka juga mempelajari apakah menjalani CT-Scan

ketika anak-anak dapat meningkatkan resiko leukemia.


Benzene
Terekspose benzene di tempat kerjadapat menyebabkan leukemia mieloblastik akut.
Selain itu benzene juga dapat menyebabkan leukemia mielositik kronik atau leukemia
limfoblastik akut. Benzene banyak digunakan pada industri kimia. Benzene juga

ditemukan pada asap rokok dan gasoline.


Merokok
Merokok dapat meningkatkan resiko leukemia mieloblastik akut.
Kemoterapi
Pasien kanker yang diterapi dengan beberapa tipe obat pelawan kanker kadang akan
mengidap leukemia mieloblastik akut atau leukemia limfoblastik akut. Contohnya,
diterapi dengan obat bernama alkylating agen atau topoisomerase inhibitor dapat
dihubungkan dengan kemungkinan kecil berkembangnya leukemia akut.
Memiliki satu atau lebih faktor resiko tidak berarti seseorang akan mengidap leukemia.
Kebanyakan orang yang memiliki faktor resiko tidak pernah berkembang menjadi leukemia.
IV. Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan kita dengan infeksi.
Sel ini secara normal berkembang sesuai dengan perintah, dapat dikontrol sesuai dengan
kebutuhan tubuh kita. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum
tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak
5

berfungsi seperti biasanya. Sel leukemia memblok produksi sel darah putih yang normal ,
merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemia juga merusak produksi sel darah
lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk
menyuplai oksigen pada jaringan.(6)
Menurut Smeltzer dan Bare (2001) analisa sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan
mengenai aberasi kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia,. Perubahan
kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan
seluruh kromosom, atau perubahan struktur, yang termasuk translokasi ini, dua atau lebih
kromosom mengubah bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap
menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih
mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut
seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang
kompleks). Penyusunan kembali kromosom (translokasi kromosom) mengganggu
pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tak terkendali dan
menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan
tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa
menyusup ke dalam organ lainnya, termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal dan
otak.
Jika penyebab leukemia virus, virus tersebut akan masuk ke dalam tubuh manusia jika
struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia. Bila struktur antigen individu
tidak sama dengan struktur antigen virus, maka virus tersebut ditolaknya seperti pada benda
asing lain. Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh,
terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh (kulit disebut juga
antigen jaringan ). Oleh WHO terhadap antigen jaringan telah ditetapkan istilah HL-A
(Human Leucocyte Lucos A). Sistem HL-A individu ini diturunkan menurut hukum
genetika sehingga adanya peranan faktor ras dan keluarga dalam etiologi leukemia tidak
dapat diabaikan.
Leukemia merupakan proliferasi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan
biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit darah yang disebabkan karena
terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah yaitu sumsum tulang. Penyakit ini
6

sering disebut kanker darah. Keadaan yang sebenarnya sumsum tulang bekerja aktif
membuat sel-sel darah tetapi yang dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel ini
mendesak pertumbuhan sel darah normal.
Proses patofisiologi leukemia dimulai dari transformasi ganas sel induk hematologis
dan turunannya. Proliferasi ganas sel induk ini menghasilkan sel leukemia dan
mengakibatkan penekanan hematopoesis normal, sehingga terjadi bone marrow
hipoaktivasi, infiltrasi sel leukemia ke dalam organ, sehingga menimbulkan organomegali,
katabolisme sel meningkat, sehingga terjadi keadaan hiperkatabolisme.

V. Klasifikasi
Leukemia dapat diklafikasikan ke dalam :
1. Maturitas sel (5):
Leukemia Akut
Leukemia akut biasanya merupakan penyakit yang bersifat agresif, dengan
transformasi ganas yang menyebabkan terjadinya akumulasi progenitor sumsum
tulang dini, disebut sel blast. Gambaran klinis dominan

penyakit-penyakit ini

biasanya adalah kegagalan sumsum tulang yang disebabkan akumulasi sel blas
walaupun juga terjadi infiltrasi jaringan. Apabila tidak diobati, penyakit ini biasanya
cepat bersifat fatal, tetapi, secara paradoks, lebih mudah diobati dibandingkan
leukemia kronik.

Leukemia Kronik
Leukemia kronik dibedakan dari leukemia akut berdasarkan progresinya yang lebih
lambat. Sebaliknya, leukemia kronik lebih sulit diobati.

2. Tipe-tipe sel asal (5)

Mieloblastik (Mieloblast yang dihasilkan sumsum tulang)


Limfoblastik (limfoblast yang dihasilkan sistem limfatik)
Normalnya, sel asal (mieloblast dan limfoblast) tak ada pada darah perifer. Maturitas

sel dan tipe sel dikombinasikan untuk membentuk empat tipe utama leukemia :
1. LEUKEMIA MIELOBLASTIK AKUT (LMA)

Leukemia Mieloblastik Akut (LMA) atau dapat juga disebut leukemia granulositik akut
(LGA), mengenai sel stem hematopetik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel mieloid,
monosit, granulosit (basofil, netrofil, eosinofil), eritrosit, dan trombosit. Dikarakteristikan
oleh produksi berlebihan dari mieloblast. Semua kelompok usia dapat terkena insidensi
meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling
sering terjadi.(1)
Gambaran klinis LMA, antara lain yaitu terdapat peningkatan leukosit immature,
pembesaran pada limfe, rasa lelah, pucat, nafsu makan menurun, anemia, ptekie, perdarahan ,
nyeri tulang, Infeksi,pembesaran kelenjer getah bening,limpa,hati dan kelenjer mediastinum.
Kadang-kadang juga ditemukan hipertrofi gusi ,khususnya pada leukemia akut monoblastik
dan mielomonositik. (1,6)
Pada tahun 1976 tujuh ahli hematologi dari Amerika,Perancis,dan Ingris melakukan
kerjasama dan mereka mengusulkan klasifikasi baru untuk leukemia akut. Klasifikasi itu
kemudian diterima dan dikenal sebagai klasifikasi FAB ( French American British). FAB
membagi LMA menjadi 6 jenis (1):

M-1: Diferensiasi granulositik tanpa pematangan


M-2: Diferensiasi granulositik disertai pematangan menjadi stadium promielositik
M-3: Diferensiasi granulositik disertai promielosit hipergranular yang dikaitkan

dengan pembekuan intra vaskular tersebar (Disseminated intravascular coagulation).


M-4: Leukemia mielomonoblastik akut: kedua garis sel granulosit dan monosit.
M-5a: Leukemia monoblastik akut : kurang berdiferesiasi
M-5b: Leukemia monoblastik akut : berdiferensiasi baik
M-6: Eritroblast predominan disertai diseritropoiesis berat
M-7: Leukemia megakariositik.

2. LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK (LMK)


Leukemia granulositik kronis (LGK), juga termasuk dalam keganasan sel stem mieloid.
Namun, lebih banyak terdapat sel normal di banding pada bentuk akut, sehingga penyakit ini
lebih ringan. Abnormalitas genetika yang dinamakan kromosom Philadelpia ditemukan 90%
sampai 95% pasien dengan LMK. LMK jarang menyerang individu di bawah 20 tahun,
namun insidensinya meningkat sesuai pertambahan usia. (2)
Gambaran menonjol(2) adalah :

Adanya kromosom Philadelphia pada sel sel darah. Ini adalah kromosom abnormal

yang ditemukan pada sel sel sumsum tulang.


Krisis Blast. Fase yang dikarakteristik oleh proliferasi tiba-tiba dari jumlah besar
mieloblast. Temuan ini menandakan pengubahan LMK menjadi LMA. Kematian
sering terjadi dalam beberapa bulan saat sel sel leukemia menjadi resisten terhadap
kemoterapi selama krisis blast.

3. LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT (LLA)


Leukemia Limfositik Akut (LLA) dianggap sebagai suatu proliferasi ganas limfoblas.
Paling sering terjadi pada anak-anak, dengan laki-laki lebih banyak dibanding
perempuan,dengan puncak insidensi pada usia 4 tahun. Setelah usia 15 tahun , LLA jarang
terjadi. Manifestasi dari LLA adalah berupa proliferasi limfoblas abnormal dalam sum-sum
tulang dan tempat-tempat ekstramedular. (4)
Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal menghasilkan sel darah
merah dalam jumlah yang memadai, yaitu berupa lemah dan sesak nafas, karena anemia (sel
darah merah terlalu sedikit), infeksi dan demam karena berkurangnya jumlah sel darah putih,
perdarahan karena jumlah trombosit yang terlalu sedikit. (4)

Manifestasi klinis (4):

Hematopoesis normal terhambat

Penurunan jumlah leukosit

Penurunan sel darah merah

Penurunan trombosit
9

4. LEUKEMIA LIMFOSITIK KRONIK (LLK)


Leukemia Limfositik Kronik (LLK) ditandai dengan adanya sejumlah besar limfosit
(salah satu jenis sel darah putih) matang yang bersifat ganas dan pembesaran kelenjar getah
bening. Lebih dari 3/4 penderita berumur lebih dari 60 tahun, dan 2-3 kali lebih sering
menyerang pria. Pada awalnya penambahan jumlah limfosit matang yang ganas terjadi di
kelenjar getah bening. Kemudian menyebar ke hati dan limpa, dan kedua nya mulai
membesar. Masuknya limfosit ini ke dalam sumsum tulang akan menggeser sel-sel yang
normal, sehingga terjadi anemia dan penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit di
dalam darah. Kadar dan aktivitas antibodi (protein untuk melawan infeksi) juga berkurang.
Sistem kekebalan yang biasanya melindungi tubuh terhadap serangan dari luar, seringkali
menjadi salah arah dan menghancurkan jaringan tubuh yang normal(3).
Manifestasinya adalah :

Adanya anemia

Pembesaran nodus limfa

Pembesaran organ abdomen

Jumlah eritrosi dan trombosit mungkin normal atau menurun

Terjadi penurunan jumlah limfosit (limfositopenia)

VI. Manifestasi Klinis


Seperti semua sel darah lainnya, sel leukemia beredar di seluruh tubuh. Gejala leukemia
bergantung pada jumlah sel leukemia dan dimana sel leukemia tersebut terkumpul dalam
tubuh. Orang dengan leukemia kronik dapat tidak memiliki gejala. Seorang dokter sering
menemukan penyakit tersebut dalam pemeriksaan darah rutin secara tidak sengaja.
Seseorang dengan leukemia akut biasanya pergi ke dokter saat mereka merasa sakit.
Jika otak telah terkena, mereka mungkin mengalami sakit kepala, muntah, kehilangan

10

kontrol otot, atau kejang. Leukemia juga dapat mempengaruhi bagian tubuh seperti saluran
cerna, ginjal, paru, jantung, atau testis.
Gejala leukemia yang ditimbulkan umumnya berbeda diantara penderita, namun
demikian secara umum dapat digambarkan sebagai berikut(6):
1. Anemia.
Penderita akan menampakkan cepat lelah, pucat dan bernafas cepat (sel darah merah
dibawah normal menyebabkan oxygen dalam tubuh kurang, akibatnya penderita bernafas
cepat

sebagai

kompensasi

pemenuhan

kekurangan

oxygen

dalam

tubuh).

2. Perdarahan.
Ketika Platelet (sel pembeku darah) tidak terproduksi dengan wajar karena didominasi
oleh sel darah putih, maka penderita akan mengalami perdarahan salah satunya di jaringan
kulit (banyaknya bintik merah lebar/kecil dijaringan kulit).

3. Terserang Infeksi.
Sel darah putih berperan sebagai pelindung daya tahan tubuh, terutama melawan
penyakit infeksi. Pada Penderita Leukemia, sel darah putih yang dibentuk tidak normal
(abnormal) sehingga tidak berfungsi semestinya. Akibatnya tubuh si penderita rentan
terkena infeksi virus/bakteri, bahkan dengan sendirinya akan menampakkan keluhan adanya
demam,

keluar

cairan

putih

dari

hidung

(meler)

dan

batuk.

4. Nyeri Tulang dan Persendian.


Hal ini disebabkan sebagai akibat dari sumsum tulang (bone marrow) didesak padat
oleh sel darah putih.

11

5. Nyeri Perut.
Nyeri perut juga merupakan salah satu indikasi gejala leukemia, dimana sel leukemia
dapat terkumpul pada organ ginjal, hati dan empedu yang menyebabkan pembesaran pada
organ-organ tubuh ini dan timbulah nyeri. Nyeri perut ini dapat berdampak hilangnya nafsu
makan penderita leukemia.
6. Pembengkakan Kelenjar Limfe.
Penderita kemungkinan besar mengalami pembengkakan pada kelenjar limfe, baik itu
yang dibawah lengan, leher, dada dan lainnya. Kelenjar limfe bertugas menyaring darah, sel
leukemia dapat terkumpul disini dan menyebabkan pembengkakan.
7. Kesulitan Bernafas (Dyspnea).
Penderita mungkin menampakkan gejala kesulitan bernafas dan nyeri dada, apabila
terjadi hal ini maka harus segera mendapatkan pertolongan medis.

VII. Penegakan Diagnosis


Penegakan diagnosis leukemia dilakukan secara terperinci melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang sehingga dapat diperoleh data-data yang
maksimal untuk mendukung diagnosis. Terkadang diagnosis leukemia ditemukan secara
tidak sengaja saat pasien menjalani pemeriksaan kesehatan rutin.Pemeriksaan

riwayat

penyakit yang lebih teliti dilakukan dan pasien dapat melaporkan riwayat leukemia atau
gejala dan faktor resiko yang ada.
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan gumpalan, atau abnormalitas lain dan gejala
dari leukemia. Pada pemeriksaan fisik biasanya akan diperiksa ada tidaknya pembengkakan
pada kelenjar getah bening, limfe, dan hati.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan darah perifer pada leukemia dapat diketenukan:

Akut

Jumlah Leukosit
Rendah,normal,atau tinggi

Differential Leukosit
Jika tinggi, maka sel blas
12

akan

predominan,

Jika

normal atau rendah mungkin


Konik

Tinggi

sel blast sangat sedikit


Sel blast <10%

Penyakit Leukemia dapat dipastikan dengan beberapa pemeriksaan penunjang,


diantaranya adalah Biopsi, Pemeriksaan darah {complete blood count (CBC)}, CT or CAT
scan, magnetic resonance imaging (MRI), X-ray, Ultrasound, Spinal tap/lumbar puncture.

Tes darah: laboratorium akan memeriksa jumlah sel-sel darah. Leukemia menyebabkan
jumlah sel-sel darah putih meningkat sangat tinggi, dan jumlah trombosit dan
hemoglobin dalam sel-sel darah merah menurun. Pemeriksaan laboratorium juga akan
meneliti darah untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda kelainan pada hati dan/atau
ginjal.

Biopsi: dokter akan mengambil sedikit jaringan sumsum tulang dari tulang pinggul atau
tulang besar lainnya. Ahli patologi kemudian akan memeriksa sampel di bawah
mikroskop, untuk mencari sel-sel kanker. Cara ini disebut biopsi, yang merupakan cara
terbaik untuk mengetahui apakah ada sel-sel leukemia di dalam sumsum tulang.

Sitogenetik: laboratorium akan memeriksa kromosom sel dari sampel darah tepi,
sumsum tulang (bone marrow sample), atau kelenjar getah bening.

Lumbal puncture: dengan menggunakan jarum yang panjang dan tipis, dokter perlahanlahan akan mengambil cairan cerebrospinal (cairan yang mengisi ruang di otak dan
sumsum tulang belakang). Prosedur ini berlangsung sekitar 30 menit dan dilakukan
dengan anestesi lokal. Pasien harus berbaring selama beberapa jam setelahnya, agar
13

tidak pusing. Laboratorium akan memeriksa cairan apakah ada sel-sel leukemia atau
tanda-tanda penyakit lainnya.

Sinar X pada dada: sinar X ini dapat menguak tanda-tanda penyakit di dada.

VIII. Tata Laksana


Leukemia Granulositik Kronik
Sebagian besar pengobatan tidak menyembuhkan penyakit, tetapi hanya
memperlambat perkembangan penyakit. Pengobatan dianggap berhasil apabila jumlah
sel darah putih dapat diturunkan sampai kurang dari 50.000/mikroliter darah. Pengobatan
yang terbaik sekalipun tidak bisa menghancurkan semua sel leukemik.Satu-satunya
kesempatan penyembuhan adalah dengan pencangkokan sumsum tulang. Pencangkokan
paling efektif jika dilakukan pada stadium awal dan kurang efektif jika dilakukan pada
fase akselerasi atau krisis blast. Obat interferon alfa bisa menormalkan kembali sumsum
tulang dan menyebabkan remisi. Hidroksiurea per-oral (ditelan) merupakan kemoterapi
yang paling banyak digunakan untuk penyakit ini. Busulfan juga efektif, tetapi karena
memiliki efek samping yang serius, maka pemakaiannya tidak boleh terlalu lama. Terapi
penyinaran untuk limpa kadang membantu mengurangi jumlah sel leukemik. Kadang
limpa harus diangkat melalui pembedahan (splenektomi) untuk: mengurangi rasa tidak
nyaman di perut, meningkatkan jumlah trombosit, mengurangi kemungkinan
dilakukannya tranfusi. (2)
Leukemia Limfoblastik Akut :
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan selsel leukemik sehingga sel normal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum tulang.
Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa hari
atau beberapa minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang.
Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin memerlukan:
transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi
perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi. (4)
Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang
selama beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri dari prednison peroral (ditelan) dan dosis mingguan dari vinkristin dengan antrasiklin atau asparaginase
intravena. Untuk mengatasi sel leukemik di otak, biasanya diberikan suntikan
metotreksat langsung ke dalam cairan spinal dan terapi penyinaran ke otak. Beberapa
14

minggu atau beberapa bulan setelah pengobatan awal yang intensif untuk
menghancurkan sel leukemik, diberikan pengobatan tambahan (kemoterapi konsolidasi)
untuk menghancurkan sisa-sisa sel leukemik. Pengobatan bisa berlangsung selama 2-3
tahun. (4)
Sel-sel leukemik bisa kembali muncul, seringkali di sumsum tulang, otak atau buah
zakar. Pemunculan kembali sel leukemik di sumsum tulang merupakan masalah yang
sangat serius. Penderita harus kembali menjalani kemoterapi. Pencangkokan sumsum
tulang menjanjikan kesempatan untuk sembuh pada penderita ini. Jika sel leukemik
kembali muncul di otak, maka obat kemoterapi disuntikkan ke dalam cairan spinal
sebanyak 1-2 kali/minggu. Pemunculan kembali sel leukemik di buah zakar, biasanya
diatasi dengan kemoterapi dan terapi penyinaran. (4)
Pengobatan Leukeumia Limfositik Kronik
Leukemia limfositik kronik berkembang dengan lambat, sehingga banyak penderita
yang tidak memerlukan pengobatan selama bertahun-tahun sampai jumlah limfosit
sangat banyak, kelenjar getah bening membesar atau terjadi penurunan jumlah eritrosit
atau trombosit. Anemia diatasi dengan transfusi darah dan suntikan eritropoietin (obat
yang merangsang pembentukan sel-sel darah merah). Jika jumlah trombosit sangat
menurun,

diberikan

transfusi

trombosit.

Infeksi

diatasi

dengan

antibiotik.

Terapi penyinaran digunakan untuk memperkecil ukuran kelenjar getah bening, hati atau
limpa. (3)
Obat antikanker saja atau ditambah kortikosteroid diberikan jika jumlah limfositnya
sangat banyak. Prednison dan kortikosteroid lainnya bisa menyebabkan perbaikan pada
penderita leukemia yang sudah menyebar. Tetapi respon ini biasanya berlangsung singkat
dan setelah pemakaian jangka panjang, kortikosteroid menyebabkan beberapa efek
samping. Leukemia sel B diobati dengan alkylating agent, yang membunuh sel kanker
dengan mempengaruhi DNAnya. Leukemia sel berambut diobati dengan interferon alfa
dan pentostatin. (3)
IX. Pengobatan
Kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan kanker ini
menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung pada jenis
leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua obat atau
lebih.
Terapi Biologi

15

Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk
meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan melalui
suntikan di dalam pembuluh darah balik.
Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan
adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini
memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan
sumsum tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang
digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan
sel-sel leukemia.

Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi tinggi
untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah mesin yang besar
akan mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat
menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang
diarahkan ke seluruh tubuh. (Iradiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum
transplantasi sumsum tulang.)
Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell).
Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi,
radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus
sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel
induk (stem cell) yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah
balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel
induk (stem cell) hasil transplantasi ini.
Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap di rumah
sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi
sampai sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah
putih dalam jumlah yang memadai.
16

X. Prognosis
Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam

: dubia
: dubia ad malam
: dubia ad malam

Daftar Pustaka

1. Kurnianda J. Leukemia Mieloblastik Akut. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
2.Edisi 4.FKUI: Jakarta 2007.Hlm:706-09.
2. Fadjari H. Leukemia Granulositik Kronik. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
2.Edisi 4.FKUI: Jakarta 2007.Hlm:688-91.
3. Rotty LWA. Leukemia Limfositik Kronik. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
2.Edisi 4.FKUI: Jakarta 2007.Hlm:735-38.
4. Fianza PI. Leukemia Limfoblastik Akut. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
2.Edisi4.FKUI: Jakarta 2007.Hlm:728-34.
5. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Leukemia. Dalam Buku Hematologi.Edisi 4.Penerbit
Buku Kedokteran EGC: Jakarta 2002. Hlm: 150-66.
6. Leukemia. Available at: www.emedicinehealth.com/leukemia/article_em.htm. Accessed on
December 13th,2011.

17

Anda mungkin juga menyukai