Oleh :
SEPTIYA HIDAYATUN NUR
D1A011323
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2015
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh :
SEPTIYA HIDAYATUN NUR
D1A011323
Menyetujui:
Pembimbing Pertama,
ABSTRACT
This research aims to know how the procedure of acquiring freehold titlle
in the Sekaroh protected forest area and how the legal protection of the freehold
titlle because for now the government was attempt cancellation. The method uses
empirical legal research with a statute approach, conceptual approach and
sociological approach. From the research we can know that people get a freehold
titlle with a continuous control and then registration in PRONA 2001.If we look
the legal status of the Sekaroh protected forest, the freehold tiltle can be cancelled
because it was imprint after the forest appointed to the protected forest when 1982
with the Ministry of Agriculture Decree, and than the legal protection of the
freehold titlle is nothing.
Keywords: Legal Protection, Freehold Title Owner.
I.
PENDAHULUAN
KPW STN Nusa Tenggara Barat, Peluang Menyelesaikan Konplik Hutan Sekaroh
didukung Undang-Undang,http://tanintbbergerak.blogspot.com/2010/12/peluang-menyelesaikankonplik-hutan.html, diakses 20 Oktober 2014 pukul 14.45 WITA.
ii
pengembangan wawasan
iii
ini
menggunakan
metode
penelitian
hukum
iv
II. PEMBAHASAN
Gambaran Umum Desa Sekaroh
Desa Sekaroh merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan
Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur, dan pada tanggal 1 Desember 2009
desa Sekaroh resmi menjadi sebuah desa setelah mengalami pemekaran
karena sebelumnya merupakan bagian dari desa Pemongkong, kecamatan
Jerowaru.
Luas desa Sekaroh adalah 5100,2 H atau 83,96 KM 2 dengan bentang
wilayah berupa dataran dan perbukitan yang terbagi menjadi 7 (tujuh) dusun
yaitu: Dusun Pengoros, Dusun Aroinak, Dusun Transmigrasi, Dusun Ujung
Gol, Dusun Ujung Ketangge, Dusun Telone, dan Dusun Sunut.
Menurut data iklim yang tercatat dalam stasiun Meteorologi dari
Selaparang, Mataram selama 10 tahun (2000 2009) Hutan Lindung Sekaroh
memiliki curah hujan rata-rata tahunan sebesar 1.539,3 mm dengan 4 bulan
kering, dan bulan kering bisa lebih lama (sampai 6 bulan). Suhu rata-rata di
desa sekaroh sekitar 20-35 C.2
Status Hutan Lindung Desa Sekaroh.
Apabila ditinjau dari sejarah, pada awalnya Hutan Sekaroh
merupakan tanah negara bebas (GG/Ground Goverment) yang karena
kondisinya berupa belukar, hutan rusak, bekas ladang berpindah, maka daerah
ini perlu dipertahankan menjadi kawasan hutan. 3 Suatu hutan apabila akan
ditetapkan menjadi kawasan hutan maka perlu dilakukan kegiatan
pengukuhan, yang mana kegiatan pengukuhan ini bertujuan untuk
mendapatkan kepastian mengenai status, fungsi, letak, batas, dan luas
kawasan hutan seperti yang disebutkan dalam Pasal 14 UU No. 41 tahun
1999 tentang Kehutanan yang berbunyi: (1) Berdasarkan inventarisasi hutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, pemerintah menyelenggarakan
pengukuhan kawasan hutan. (2) Kegiatan pengukuhan kawasan hutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan untuk memberikan kepastian
hukum atas kawasan hutan.
Pengukuhan hutan dilakukan oleh Panitia Tata Batas. Tugas panitia
Tata Batas ini adalah membantu pelaksanaan pengukuhan hutan, yang
meliputi:4 1. Memberi saran/pertimbangan persiapan pelaksanaan penataan
batas dan pekerjaan pelaksanaan di lapangan; 2. Membantu menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapi dalam menentukan trayek batas pelaksanaan
pemancangan batas dan lain-lainnya; 3. Memeriksa pekerjaan dan hasil-hasil
pelaksanaan
pekerjaan
tata
batas
di
lapangan;
4.
Membuat
dan
3
4
Ibid, hlm.17
Salim HS, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, (Jakarta: Sinar Grafika,2002), hlm. 49
vi
1990 dan Surat Keputusan Gubernur Kepala daerah Tingkat I Nusa Tenggara
Barat Nomor 497 Tahun 1990 tanggal 24 September 1990.
Proses pengukuhan hutan Sekaroh dimulai pada tahun 1982, dimulai
dengan tahap Penunjukan hutan Sekaroh seluas 3.000 Ha menjadi hutan
Lindung berdasarkan SK Mentri Pertanian No. 756/Kpts/Um/10/1982 yang
ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Oktober 1982. Selanjutnya pada tahun
1992 dilakukan Penataan Batas kawasan hutan. Proses penataan batas ini
berkaitan dengan penataan batas luar kawasan hutan, penataan batas fungsi
kawasan hutan, dan penataan batas kawasan konservasi perairan. Terhitung
sejak bulan Januari sampai dengan bulan Maret tahun 1992 dilakukan
pengumuman terhadap hasil pemancangan batas sementara (tahap I) hutan
Sekaroh dibeberapa tempat. Pada saat pengumuman batas-batas hutan
Sekaroh ini telah diberikan kesepakatan kepada penduduk untuk memeriksa
batas-batas hutan Sekaroh tersebut, dan telah dipastikan bahwa di dalam
kawasan hutan yang dimaksud sudah tidak ada lagi tanah-tanah penduduk
maupun pihak ketiga lainnya. Pada tanggal 14 Maret tahun 1992 Panitia Tata
Batas kemudian berkumpul dan memeriksa trayek batas serta sepakat untuk
menetapkan batas sementara sebagian kelompok hutan Sekaroh (tahap I)
sebagai batas tetap kawasan hutan dan selanjutnya pada tanggal 28 Maret
tahun 1994 dibuatlah Berita Acara Tata Batas dengan melampirkan sebuah
peta kemudian ditanda tangani oleh Panitia Tata Batas. Setelah itu tahun 2002
Hutan Sekaroh kemudian ditetapkan menjadi Hutan Tetap dengan fungsi
vii
5
6
viii
ix
mengetahui fisik dari tanahnya tersebut dan baru mengetahui setelah adanya
sengketa dengan Dinas Kehutanan dan sertifikat tersebut sudah beberapa kali
berpindah tangan.
Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Sertifikat Hak Milik Atas Tanah
Di Wilayah Hutan Lindung Desa Sekaroh.
Pada zaman dahulu penguasaan masyarakat atas tanah banyak yang
tidak mempunyai surat-surat atau sertifikat sebagai bukti kepemilikan dan
hanya didasarkan dengan adanya penguasaan fisik secara terus menerus
sehingga tanah tersebut menjadi miliknya. Kepemilikan hak atas tanah oleh
masyarakat zaman dahulu sebelum lahirnya UUPA didasarkan dengan hukum
adat dan hukum barat.
Pendaftaran tanah untuk memberikan kepastian hukum dan
perlindungan hukum bagi pemiliknya memang sudah seharusnya dilakukan
terlebih lagi bagi tanah yang dimiliki oleh masyarakat adat karena seperti
yang kita lihat belakangan bahwa sering terjadi penggusuran terhadap hakhak masyarakat adat sehingga tidak dipungkiri bahwa hal seperti ini pada
ahirnya yang dapat memicu terjadinya konflik.
Di dalam Undang- Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
juga mengakui keberadaan dari masyarakat hukum adat di dalam
penyelenggaraan kehutanan seperti yang disebutkan dalam Pasal 4 ayat (3)
yang berbunyi: penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak
masyarakat hukum adat, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
pada
peraturan-peraturan tersebut,
bahwa
segala
kegiatan
xi
xii
xiii
III. PENUTUP
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari hasil penelitian tersebut adalah sebagai
berikut: 1. Sertifikat hak milik atas tanah yang dimiliki oleh beberapa warga
di kawasan hutan lindung desa Sekaroh diperoleh melalui program PRONA
tahun 2001. Dalam melakukan pendaftaran tanah melalui PRONA ini,untuk
melengkapi data-data yuridis pemilik menyerahakan bukti berupa keterangan
kepemilikan dari desa, SPPT/PBB, akta hibah karena tanah garapan yang
dimiliki diperoleh melalui Hibah, dan surat keterangan sporadik dari desa.
2. Sertifikat Hak Milik yang diterbitkan oleh BPN pada tahun 2001 di dalam
kawasan hutan lindung desa Sekaroh diterbitkan pada tahun 2001, sehingga
jika melihat status hutan Sekaroh yang telah dikukuhkan sejak tahun 1982
maka tidak ada perlindungan hukum terhadap sertifikat tersebut dan secara
hukum sertifkat itu dapat dibatalkan.
SARAN
Adapun saran yang ingin penulis sampaikan adalah: 1. Perlu adanya
pembenahan dan keterbukaan oleh pihak BPN dalam pengelolaan
administrasi pertanahan, sehingga dapat mengantisipasi terjadinya berbagai
permasalahan yang mungkin akan muncul dikemudian hari; 2. Sebelum BPN
menerbitkan sertifikat di wilayah hutan lindung Sekaroh dibutuhkan adanya
koordinasi dan komunikasi yang baik antara pihak BPN dan DISHUTBUN
xiv
agar permasalahan atau konflik yang serupa tidak terjadi lagi, mengingat
bahwa dalam proses pengukuhan hutan Sekaroh pihak BPN ikut serta
menjadi panitia Tata Batas dan menyetujui batas-batas hutan Sekaroh
RTK.15 yang ditetapkan pada tahun 1992; 3. Dalam pengelolaan hutan
lindung Sekaroh perlu adanya pengawasan dari pihak Dishutbun agar semua
kegiatan yang dilakukan di dalam kawasan hutan lindung Sekaroh dapat
terkontrol dengan baik dan perlu adanya sikap tegas dari Dishutbun untuk
menindak lanjut para pelaku kejahatan di dalam kawasan hutan lindung;
4.Kesadaran masyarakat untuk menjaga dan memelihara kawasan hutan
sangat diperlukan demi keberlangsungan hidup dan keseimbangan ekosistem
agar dapat tercapainya kemakmuran dan keserasian antara lingkungan dan
sosial masyarakat yang sesuai dengan asas penyelenggaraan kehutanan yang
berkeadilan dan berkelanjutan.
xv
DAFTAR PUSTAKA
2. Peraturan Perundang-undangan