Anda di halaman 1dari 4

CERPEN 2

Emak
Kenapa sih aku harus manggil dengan sebutan emak? tanyaku

pada ibu.
Memangnya emak kenapa? Tanya ibuku.
Kan enggak gaul banget!. Jawabku sambil menggerutu.
Memangnya ada peraturan yang menyuruh kalau kita harus memanggil
ibu dengan sebutan yang gaul? Tanya ibuku.
Tapi Esha malu, mak. Teman-teman esha manggilnya keren-keren,
mamilah atau mamalah, bahkan ada yang bunda, Esha kan kalah keren,
mak?.
Terserah kamu saja sha, emak capek!.jawab ibu sambil tetap fokus
menggoreng ikan di dapur.
Esha memang lahir dari keluarga yang kebudayaannya sama. Darah
jawa kental mengalir di tubuhnya. Keluarga esha juga membiasakan
anak-anaknya agar tetap menjaga kebudayaan itu.bahkan kakakkakaknya yang tinggal di luar negeri masih faseh berbahasa jawa.
Esha kenapa?kok mukanya ditekuk-tekuk kayak gitu,sih. Tanya kakak
perempuanku yang bernama Gendhis.
Gak kenapa-kenapa? jawabku ketus.
Berantem lagi sama emak, ya?
Emak gak bisa ngertiin aku, kak!

Esha, Esha, emak yang gak ngertiin kamu atau kamu yang gak ngertiin
emak.
Ahh,,,kakak jangan bikin aku tambah jengkel deh. Jawabku kesal.
Daripada kamu cemberut terus, mendingan kamu mandi aja sana, jangan
lupa minta maaf sama emak, gak dikasih uang jajan baru tahu rasa.
Iya, iya.
Keesokan harinya, di sekolah Esha dihebohkan dengan kedatangan
siswa pindahan dari Singapura. Esha kelihatan antusias sekali saat
melihat murid baru itu datang kekelasnya. Pak dudung, Guru Biologi yang
mengantarnya.
Hello guys, nama saya Sammy indra buwono, panggil aja aku Sam
katanya singkat.
Cowok berkulit kuning langsat dan berwajah oriental itu dipersilahkan
duduk, dan ia ternyata memilih duduk di belakang Esha. Saat jam
istirahat Esha mulai bercengkrama dengan Sam. Ternyata Sam pindah
kesini hanya untuk menemui ayahnya yang tinggal di Indonesia,
sedangkan ibunya tinggal di Singapura.
Sepulang sekolah, ketika aku sedang merapikan tasku, Sam
kemudian berdiri di sampingku dan memandangiku dengan serius.
Kenapa? tanyaku mengejutkannya.
Enggak. Eh,,,temenin aku makan es krim di seberang sana, ya!
Oh, iya deh.
Saat sedang makan es krim, tiba-tiba handphone Sam berbunyi, cepatcepat ia mengangkatnya. Kring,,,kring,,,,kring.

Enyak,,,,! teriak Sam.


Esha hampir saja keselek es krim melihat cowok keren yang berdiri
didepannya memanggil seseorang yang bertelepon dengannya dengan
sebutan enyak. Sam terlihat gembira sekali dan berkali-kali ia menyebut
kata enyak. 15 menit kemudian ia menutup teleponnya.
Ibu aku telpon. Baru ditinggal sebentar aja udah kangen. Kata Sam
tanpa di Tanya.
Kamu manggil ibu kamu dengan sebutan enyak? Tanya esha heran.
Iya, emangnya kenapa? Aneh?
Enggak sih, tapi kamu gak malu?
Enggaklah, ibu aku orang Betawi asli, lho! jawab Sam bangga.
Bahkan saat di singapura kamu juga manggil enyak?
Ngapain malu, aku bangga manggil ibu aku enyak, aku senang aku punya
sebutan yang berbeda buat ibu aku, lagian kita manggil ibu kita dengan
sebutan apapun, kayak mom, mami, atau lainnya, tapi artinya sama aja
kan!
Mendengar jawaban itu, esha teringat ibunya yang marah padanya
karena mempersoalkan nama panggilan. Sekarang ia sadar bahwa
panggilan emak itu gak buruk kok, itu nama dari daerahku, aku wajib
memelihara kebudayaan yang ada, biar gak hilang tergerus jaman yang
tambah modern ini.
Sejak kejadian itu esha tak lagi malu memanggil ibunya emak, bahkan
dimanapun dia berada ia sudah tidak canggung lagi, ia tak

memperdulikan orang lain yang melihatnya. Mau emak, mau enyak, mau
inong, toh artinya sama saja.

~Selesai~

Anda mungkin juga menyukai