Anda di halaman 1dari 6

RUAT LAUT : PESTA PARA NELAYAN BLANAKAN

Oleh :
Haerudin Sabana
Fikri Ramadhan
Tubagus
Divaldo Taneo
Kelas : XI-IPA-1

Pembuatan Dongdang :
Dongdang merupakan perahu kecil yang dihias dan diisi dengan berbagai sesaji (termasuk di
dalamnya kepala kerbau yang telah disembelih pada hari sebelumnya) yang akan dilepaskan
(dilarung) ke laut pada proses ruat laut. Keberadaan dongdang ini menjadi sangat penting dan bahkan
merupakan bagian utama dari keseluruhan upacara ruat laut di kecamatan Blanakan, Kabupaten
Subang. Dongdang ini disiapkan oleh KUD Mina Fajar Sidik selaku penyelenggara kegiatan Ruat
Laut. Selain diisi sesaji dan kepala kerbau, tampak dalam hiasan dongdang adalah beraneka warna
kertas yang berwarna cerah dan bendera merah putih yang terbuat dari plastik

Penyiapan Sesajen :
Sesajen ruat laut terdiri dari ayam ingkung/bekakak, kelapa, pisang, makanan tradisional, bungabunga, kemenyan dan ditambahkan beberapa botol minuman yang sering dibawa oleh nelayan ketika
melaut.

Menghias Kapal Dengan Aneka Hasil Bumi :


Selain membuat dan menghias Dongdang, seluruh nalayan di Desa Blanakan dan sekitarnya juga
menghias kapal-kapal mereka. Kapal-kapal ini akan mengiringi pelepasan Dongdang ke tengah laut
keesokan harinya. Selain hiasan dengan janur, spanduk, bendera dan cat warna-warni yang mencolok,
para nelayan juga menggantungkan hasil bumi lainnya seperti buah-buahan (pisang, nanas, jeruk)
minuman bersoda, air mineral dan makanan ringan lainnya. Hasil bumi yang digantung-gantung
tersebut nantinya sebagian akan ikut dibuat ke dalam laut dan sebagian akan dimakan/diminum oleh
warga yang turut mengantarkan di atas kapal.

Baritan atau Hajat Babarit :


Seluruh pengurus dan anggota KUD Mina Fajar Sidik berkumpul bersama untuk memanjatkan niat,
mendengarkan tausyiah, bersholawat dan memanjatkan doa bersama yang dipimpin oleh Kiai atau
tokoh agama setempat. Posisi hajat baritan ini melingkar dan berhadap-hadapan antara tokoh
masyarakat, pengurus KUD dengan anggota atau nelayan warga Blanakan pada umumnya. Ditengahtengah lingkaran itu adalah makanan/berkat dan air/minuman yang dibawa oleh para peserta.
Keunikan lainnya adalah penggunaan bahasa Jawa sebagai pengantar dalam proses Baritan ini. Hal ini
bukan sesuatu yang aneh dikarenakan memang sebagian besar warga di Blanakan ini memang
merupakan pendatang dari timur, seperti Tegal, Cirebon dan Indramayu yang memiliki bahasa
keseharian Jawareh (Jawa Sawareh atau Separuh Jawa dan separuh Sunda).

Pembagian Berkat Baritan


Setelah Baritan selesai, iir yang dibawa tersebut dibawa pulang kembali oleh para peserta sedangkan
berkat (yang berisi nasi dan lauk-pauk) separuh dibawa pulang dan separuhnya lagi dimasukkan ke
dalam satu wadah untuk ikut dilarung keesokan harinya. Air yang dibawa pulang dipercaya bisa
membawa berkah bagi yang meminumnya

Pagelaran Wayang Kulit :


Malam hari sebelum hari-H pelepasan Dongdang ke Laut, terlebih dahulu diadakan pagelaran Wayang
Kulit semalam suntuk. Wayang kulit ini dimulai dari pukul 20.00 WIB sampai dengan pagi hari.
Meskipun disominasi oleh penonton berusia tua, penonton dalam pagelaran wayang kulit ini sangat
ramai karena ada pasar malam yang juga digelar di sekitar lokasi ruat laut yaitu di Tempat Pelelangan
Ikan (TPI). Disamping itu banyak sekali pemuda-pemudi yang menghabiskan malam mingggunya di
lokasi Ruat Laut ini hingga dini hari. Sayangnya, selalu saja terjadi perkelahian atau tindakan kurang
baik lainnya yang menyertai kegiatan hiburan pada malam hari ini. Oleh karena itu, pengamanan
dalam acara Ruat Laut ini cukup besar dan melibatkan pihak kepolisian serta LSM atau Ormas
Kepemudiaan lainnya, termasuk pramuka.

Ritual Adat Sebelum Pelepasan:


Sebelum Dongdang dibawa ke atas perahu untuk dilepaskan di tengah laut lepas terlebih dahulu
pemimpin adat setempat memimpin ritual secara adat dengan membakar kemenyan dan mantramantra. Beberapa lelaki dengan berseragam ditugaskan secara khusus untuk mengawal dongdang
hingga ke atas perahu dan melakukan pelepasan di tengah laut .

Pasukan Laut : Membelah Muara Menuju Laut Lepas


Rombongan Ratusan kapal besar dan kecil mengikuti kapal utama yang berisi Dongdang menuju laut
lepas. Para Undangan, nelayan, dan warga umum lainnya ikut naik ke kapal dan mengikuti arakarakan hingga ke titik lokasi dimana Dongdang akan dilepaskan hingga tenggelam.

Ritual Adat di Atas Kapal :


Sepanjang perjalanan ke tengah laut yang kurang lebih selama 30 menit, tokoh Adat melakukan ritual
dan pembacaan doa dan mantra-mantra di atas kapal utama sebagai cara untuk memohon kelimpahan
hasil laut di musim mendatang dan rasa syukur atas apa yang selama ini telah diperoleh. Selain itu
prosesi ini juga untuk menghormati penguasa lautan yang dipercayai keberadaannya secara turunmenurun. Prosesi ini berlangsung hingga sampai pada titik dimana Dongdang akan dilepaskan.

Pelepasan (larung) Dongdang ke laut lepas disaksikan oleh kapal-kapal pengiring lainnya

Kembali ke Dermaga :
Ketika Dongdang dilepaskan ke tengah laut dan ditenggelamkan, tidak semua kapal dapat
menyaksikan. Kapal yang pertama datang akan memutar arah kembali ke Dermaga dan kapal
dibelakangnya akan terus mengikuti sampai dengan selesai. Lalu lintas yang demikian padat dan dua
arah ini seringkali menyebabkan terjadinya kecelakaan kecil seperti tabrakan atau benturan antar
kapal bahkan ada yang menabrak mangrove karena terlalu ke pinggir. Namun demikian, suasana
kegembiraan pesta lebih mendominasi sehingga kecelakaan ringan tersebut justru dianggap sebagai
hal lucu (tontotan) bagi para peserta.

Anda mungkin juga menyukai