Anda di halaman 1dari 32

20

BAB III
PEMBAHASAN
3.1.

Surveillance
Ada tiga alat pengamat yang dipasang di AirNAv Indonesia Cabang

Denpasar Bandara Internasional Ngurah Rai Bali yaitu berupa Primary


Surveillance Radar (PSR), Secondary Surveillance Radar (SSR), dan Monopulse
Secondary Surveillance Radar (MSSR).
3.1.1.

Primary Surveillance Radar (PSR)


PSR merupakan peralatan untuk mendeteksi dan mengetahui posisi dan

data target yang ada di sekelilingnya secara pasif, dimana pesawat tidak ikut aktif
jika terkena pancaran sinyal RF radar primer. Pancaran tersebut dipantulkan oleh
badan pesawat dan dapat diterima di sistem penerima radar, dimana RF energi
yang terpancar dari antena PSR ini bila mengenai Target yang In Line, maka RF
energi tersebut akan terpantul dan diterima kembali oleh Sistem Radar ini.
Waktu yang dibutuhkan oleh RF energi pada saat terpancar sampai
diterima kembali oleh PSR akan dikonversikan dalam bentuk jarak (Range). Arah
pancaran dan arah pantulan dari RF energi akan dikonversikan dalam bentuk
informasi bearing (Azimuth).

Gambar 3.1 Sinyal RF pada PSR

20

21

Peralatan PSR bekerja pada frekuensi 1.3 GHz-1.5 GHz dan 2.7 GHz-2.9
GHz dengan output power sebesar 650 kW-1600 kW.

Gambar 3.2 Antena PSR

3.1.2.

Secondary Sueveillance Radar (SSR)


Peralatan SSR bekerja pada frekwensi 1030 MHz sampai dengan 1090

MHz, output power sebesar 1,8 kW-3,5 kW. SSR merupakan jenis radar yang
aktif, dalam artian pesawat harus dilengkapi juga dengan transponder.

Gambar 3.3 Antena SSR

Interogator yang ada di ground membangkitkan pulsa RF 1030 MHz


yang dimodulasikan dengan pesan ke pesawat. Pesan interogasi ini disebut juga
dengan interrogation mode. Transponder yang ada di pesawat kemudian

mendeteksi pesan dan menjawabnya dengan mengirim kembali pulsa RF sebesar


1090 MHz yang dimodulasikan dengan pesan yang disebut Replies. Receiver yang
ada pada ground mencari sinyal RF tersebut dan kemudian memprosesnya untuk
dianalisa oleh peralatan eksternal (ekstraktor processor dan display console)
Interogator SSR mengirimkan deretan pulsa-pulsa ke udara secara
periodik yang disebut MODES. Pulsa-pusa yang dipancarkan tersebut terdiri
dari tiga pulsa, seperti gambar 3.4. di bawah ini :
P1

P2

P3

P1

P2

P3

2s

Gambar 3.4 Pulsa Interogasi ke Suatu Pesawat

Waktu interval P1-P3 adalah pertanyaan dari introgator digunakan


sebagai penentuan mode pada SSR. Mode yang ada pada SSR, yaitu:
Tabel 3.1 Interval Pulsa Integrator
P1-P3 (s)

MODE

3.1.3.

TIPE INTEROGATOR

Militer

Militer

3/A

Identifikasi (kode pesawat)

17

Identifikasi (kode pesawat)

21

Identifikasi (ketinggian)

25

N/U

Monopulse Secondary Surveilance Radar (MSSR)


Radar Merk INDRA merupakan jenis Monopulse Secondary Surveillance

Radar atau disebut MSSR. MSSR merupakan peningkatan dari SSR konvensional
untuk mengatasi masalah-masalah yang biasanya terjadi pada SSR konvensional,
yaitu:

a.

Jawaban atau reply masuk melalui side lobe antenna.

b.

Pantulan karena adanya halangan/Obstacles

c.

Jawaban/Reply yang diinterogasi oleh SSR lain

d.

Jawaban/Reply yang garbled (kacau)


Masalah-masalah pada SSR konvensional tersebut, sebetulnya sudah

diatasi dengan beberapa teknik, yaitu :


a.

ISLS (Interrogation Side Lobe Suppression) yaitu satu pulsa P2 ()


dipancarkan secara omnidirectional melalui antena tersendiri dibelakang
antenna utama. Ini akan mencegah Transponder menjawab Interogasi yang
datang tidak dari Lobe utama.

b.

RSLS (Receiver Side Lobe Suppression), kalaupun masih ada jawaban yang
masuk melalui Side Lobe, dilakukan perbandingan antara V dan V. Jika
V> V maka jawaban masuk melalui Lobe utama.
Pada

MSSR,

teknik-teknik

tersebut

diatas

ditingkatkan

dengan

menambah kanal penerimaan. Kalau sebelumnya dikenal kanal (transmit &


receive) dan (transmit & receive), maka pada MSSR terdapat tiga kanal yaitu
(transmit & receive), (transmit & receive) dan (receive only). Kanal
digunakan untuk memastikan jawaban/reply masuk dalam Lobe utama. Jika V>
V maka jawaban masuk dari Lobe utama. Perbedaan dengan cara SSR (V>
V) adalah ada koefisien/nilai yang ditambahkan yaitu K(1,2), sehingga definisi
Lobe utama menjadi V> V+K1. Jawaban yang masuk dari Lobe utama harus
lebih besar dari Side Lobe.

Gambar 3.5 Pola pancaran dari 3 channel

Gambar 3.6 Secondary Lobe Suppression

Kanal digunakan untuk menghaluskan Lobe utama (kanal ). Artinya


jika reply yang diterima dengan nilai V> V+K2, maka dia masuk dari Lobe
utama. Nilai K1 dan K2 dapat diatur. Teknik ini merupakan peningkatan teknik
RSLS. Kesimpulan sementara, pada MSSR semua jawaban/reply harus masuk
Lobe utama. Dengan sempitnya sudut Lobe utama, akan memungkinkan dengan
satu pulsa membedakan reply-reply yg masuk.
Masalah lain yang juga harus diatasi adalah

yang disebabkan oleh

obstacle. Transponder menjawab interogasi yang datang karena pantulan obstacle


tersebut. Pada SSR , biasanya diatasi dengan cara merubah Ground Slope dari
antena. Atau dengan menerapkan aturan TVBC. Pada MSSR ada teknik lain yang
diterapkan yaitu teknik IISLS (Improved Interrogation Side Lobe Suppression).
Teknik ini memancarkan pulsa P1, yang disebut P1 control, pada kanal
bersama dengan pulsa P2. Pulsa P1 control sinkron dengan pulsa P1 pada kanal
tetapi levelnya lebih rendah dari pulsa P2. Jika pesawat dalam Lobe utama, pulsa
P1 control dan P1 akan tiba pada saat yang sama dengan level yang lebih besar
dari pulsa P2, transponder akan menjawab interogasi.

Gambar 3.7 Proses IISLS (Improved Interrogation Side Lobe Suppression)

Jika pesawat tidak dalam Lobe utama, pertama transponder akan


menerima pulsa P1 control karena dipancarkan pada kanal . Pulsa P2 dengan
level normal, tiba setelah 2s kemudian (didahului atau diikuti oleh pulsa P1,
tergantung delay karena pantulan). Transponder akan membandingkan pulsa
pertama yang diterima terhadap pulsa kedua dengan level normal (P1 atau P2
tergantung delay), dan tidak akan menjawab. Bila transponder menolak interogasi
karena datang dari Side Lobe atau tidak sesuai standard, ini akan menahan dirinya
dari interogasi selama 35s. Selama periode ini semua interogasi yang datang
tidak dijawab. Untuk menghindari ini, IISLS diprogram pada sektor tertentu.
Tingkat kepadatan lalu lintas udara yang semakin tinggi serta banyaknya
peralatan SSR yang sudah terpasang menimbulkan masalah yang dikenal sebagai
FRUIT dan Garbling. FRUIT (False Reply Unsynchronized with Interrogation
Transmission) adalah reply dari satu Transponder yang diterima oleh semua SSR
yang ada. Garbling adalah jika dua pesawat berada dalam Lobe utama pada waktu
yang sama dan sangat berdekatan, sehingga reply dari transponder akan tumpang
tindih. Pada SSR masalah FRUIT diselesaikan di Extractor dengan cara
Correlation Criteria. Teknologi Mode S yang sudah diterapkan merupakan
pemecahan untuk masalah Garbling dan juga FRUIT
Mode S atau Mode Select adalah cara baru untuk menginterogasi
pesawat dengan menggunakan alamat yang berbeda, alamat pesawat pada pesawat
tertentu yang hanya akan menjawab.
Radar Mode S memungkinkan untuk meningkatkan :
1.

Pengamatan dan komunikasi data yang diberikan ke kontroler

2.

Standard separasi dengan menghilangkan garbling karena penjadwalan


interogasi.

3.

Radar Mode S juga dapat digunakan untuk melakukan penghubung data


antara radar dan pesawat karena kemungkinannya untuk melakukan
pertukaran data yang lebih panjang.

Keuntungan ini dimungkinkan karena prinsip Mode S yaitu:


1.

Dapat mengiterogasi ke satu alamat pesawat secara selektif menggantikan


prinsip pancaran dalam beam antena dan terjadi pertukaran informasi yang
lebih banyak.

2.

Setiap pesawat di identifikasi oleh satu kode.

3.

Alamat Reply Mode S mampu sampai 16 juta kode.


Radar Mode S mampu memberikan fungsi :

1.

Pengamatan pesawat yang dilengkapi dengan transponder SSR maupun


Mode S.

2.

Komunikasi data dengan pesawat yang dilengkapi dengan transponder


Mode S.

3.

Koordinasi pengamatan dengan Radar Mode S lainnya (Surveillance


Coordination Network).
Radar Mode S dapat mengiterogasi pesawat dengan cara :

1.

Mode All Call

2.

Mode Roll Call


Prosesnya dari interogasi ini awalnya Radar Mode S memancarkan

interogasi All Call untuk mendapat jawaban dari transponder. Jawaban yang
dibuat oleh satu transponder Mode S kepada satu Radar Mode S berisi 24 bit
alamat pesawat. Karena alamatnya unik yang

diberikan kepada satu pesawat,

sehingga identifikasinya tidak meragukan. Radar Mode S kemudian dapat


menginterogasi transponder Mode S secara selektif dengan memancarkan
interogasi Mode S Roll Call yang dialamatkan pada transponder pesawat tersebut.
Transponder hanya menjawab interogasi Roll Call itu yang berisi alamatnya.
Interogasi All Call secara teratur tetap dipancarkan supaya memperoleh pesawat
baru yang masuk cakupan radar dan menginterogasi pesawat yang hanya
dilengkapi transponder SSR. Setelah pesawat didapat, radar processor
mengamati

secara

tepat

pesawat

dan

menghitung

untuk

menginterogasi ke transponder dan menerima jawaban Roll Call.

memastikan

Radar Mode S menerima informasi dari transponder Mode S yang bisa


berupa :
1.

Alamat pesawat yang digunakan untuk memperoleh pesawat yang


dilengkapi Mode S.

2.

Parameter-parameter, status, ketinggian, identitas dan kecepatan pesawat.

3.

Pesan data link.


Ada tiga mode yang digunakan pada Radar Mode S yaitu antara lain :

1.

Mode All Call


Interogasi ini terdiri dari pulsa P1, P3 dan P4 (0.8 s). Pulsa P2 dipancarkan
seperti normalnya. Semua transponder SSR menjawab dengan mode A dan C.
Transponder Mode S tidak menjawab interogasi ini.

2.

Mode Mode S All Call


Interogasi ini sama seperti Mode All Call kecuali pulsa P4 lebih lebar yaitu
menjadi 1,6s. Transponder

SSR menjawab mode A dan C. Transponder

Mode S menjawab dengan kode spesial, yang berisi identitas dan alamat
pesawat.
3.

Mode Roll Call (Discrete)


Interogasi ini diarahkan khusus pada pesawat yang dilengkapi Transponder
Mode S. Interogasi terdiri dari pulsa P1, P2 dan P6. Pulsa P2 dipancarkan
melalui kanal dengan amplitudo sama dengan P1 dan P3. Ini secara efektif
menekan Transponder SSR untuk tidak menjawab. Pulsa P6 adalah suatu
blok data DPSK yang berisi suatu pesan 56 bit atau 112 bit.
Jika Transponder Mode S menerima sebuah interogasi Roll Call yang valid,
dia akan menjawab setelah 128 s setelah penerimaan. Jawaban dipancarkan
pada frekuensi 1090 MHz dan menggunakan transmisi 56 bit atau 112 bit
PPM (Pulse Positioning Modulation). Pada Mode Roll Call Pulsa P5
dipancarkan melalui kanal sebagai kontrol pengganti pulsa P2 yang
dipancarkan melalui kanal . Pulsa P5 berfungsi sebagai kontrol SLS.

3.2.

Automation
Pada sistem radar yang dioperasikan di AirNav Indonesia Cabang

Denpasar Bandara Internasional Ngurah Rai Bali menggunakan dua Data


Processing system yaitu Radar Data Processing System (RDPS) dan Flight Data
Processing System (FDPS).

(RDPS)

Radar Data Processing System


RDPS adalah fasilitas yang memproses data-data penerbangan yang

dihimpun dari fasilitas pengamatan yang memiliki konfigurasi sebagai berikut:


a.

Radar Data Interfaces

b.

Radar Bypass Mode

c.

ADS (Aero Drome System)

d.

Radar Message Processing

e.

Coordinate Conversion

f.

Multi Radar Tracking

g.

Track and Flight Plan Association

h.

Radar Data Presentation

i.

Short-Term Conflict Alert

j.

Minimum Safe Altitude Warning

k.

Rectricted Airspace Instrusion

l.

Radar Weather Processing


RDPS memproses data Radar yang masuk ke peralatan dan kemudian

ditampilkan di Radar display MMI (Man Machine Interfaces).

(FDPS)

Flight Data Processing System


FDPS adalah sistem yang memproses data penerbangan sehingga bisa

digunakan oleh operator ATC yang akan melakukan pelayanan lalu lintas
penerbangan. Fasilitas FDPS memiliki beberapa konfigurasi, yaitu:
a.

External Communication Flight Data

b.

Flight Data Interfaces

c.

Flight Message Processing

d.

Route Conversion

e.

Trajectory Estimation

f.

Diplomatic Clearance Processing

g.

Flight Strip Manager

h.

Flight Plan Database Manager

i.

Repetitive Flight Plan (RPL) Manager

j.

Training Flight Plan Processing

k.

SSR Code Manager

l.

Flight Confromance Monitoring

3.3.

RADAR MSSR AirNav Indonesia Cabang Denpasar Bandar Udara


Internasional Ngurah Rai Bali
Di Bandara Internasional Ngurai Rai menggunakan 2 jenis Radar yaitu

Radar PSR dan SSR merk NEC dan Radar MSSR merk INDRA. Yang akan
dijelaskan dalam tulisan ini adalah Radar MSSR merk INDRA.

RADAR MSSR Merk INDRA AirNav Indonesia Cabang Denpasar


Bandara Internasional Ngurah Rai Bali
Radar MSSR merk INDRA merupakan Radar MSSR yang beroperasi di

Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Spesifikasi dari Radar INDRA
yaitu :

Gambar 3.8 Antena Radar INDRA

Merk

: INDRA

Type

: RS-20MP/S

Negara

: Spanyol

Frequency

: 1030MHz

Power

: 3 KW

Tahun

: 2012

Gambar 3.9 Rak Radar INDRA

Radar ini teridiri dari 2 rak atau Frame yang dimensinya sama yaitu 19
inchi dengan ukuran spesifik sebagai berikut:

Tinggi: 1,7m atau 38 U mm (1U=44,25mm)

Lebar : 19 inci
Rak ini mendistribusikan tegangan ke peralatan di dalamnya dan

menyambungkan sinya RF dari channel Interrogation ke antena. Bagian-bagian


dari rak, yaitu:

Gambar 3.10 Block Diagram Power Distribution Circuit

a.

Power Distribution Circuit


Rangkaian ini mendistribusikan tegangan (3fasa, netral, dan ground)
sebagai tegangan satu fasa melalui Unit PRC. Salah satu tegangan satu fasa
ini digunakan sebagai sumber tegangan ke channel 1 yang ada di dalam
Frame kiri. Channel 1 terdiri dari TFU1, TPS1, MEX1, MVEX1,
SWITCH1 dan NTP1. Tegangan satu fasa yang kedua digunakan sebagai
sumber tegangan ke peralatan yang diletakan dalam Frame dari rak tersebut
jika diperlukan dalam sistem Radar. Tegangan yang sama juga digunakan
sebagai sumber tegangan pada panel depan auxiliary strips. Panel Auxilary
strips hanya digunakan untuk sumber tegangan ke instrumen tes luar.
Tegangan satu fasa yang ketiga digunakan sebagai tegangan sumber ke alat
cahnnel 2 yang diletakan di kanan Frame. Channel 2 terdiri dari TFU2,
TPS2, MEX2, MVEX2, SWITCH2 dan NTP2.

b.

Power Relay Control (PRC) Unit


Digunakan sebagai pendistribusi sumber tegangan (3 fasa) antara kedua
Frame dari rak MSSR Mode S, mengarahkan tegangan DC dan sebagai
sinyal kontrol ke unit saklar RF. Unit ini memiliki panel depan yang terdiri
dari beberapa bagian, yaitu:
1.

Tiga saklar daya yang disebut A, B dan C.

2.

Satu Timing Counter yang digunakan sebagai indikasi dari lama waktu
sistem menyala.

3.

Satu Control Key yang digunakan untuk kontrol perputaran antena.

Gambar 3.11 Panel Depan Unit PRC

c.

Radio Frequency Switch (RRF) Device


Alat ini digunakan untuk menghubungkan tiga RF (Sum, Omni dan
Difference) channel dari interrogator ke antena dan untuk mencocokan
channel interogator lainnya dengan beban 50. RRF memiliki 4 port
interkoneksi. Setiap port mengandung 3 koneksi dengan tujuan untuk
meyambungkan ketiga sinyal RF (Sum, Omni, dan Difference).

Gambar 3.12 Koneksi RRF

d.

Rear Connections (PAN) Panel


Panel ini digunakan untuk menghbungkan sinyal luar dari MSSR Mode S.
Mengandung beberapa bagian, yaitu:
1.

Auxiliary Power Switch (AUX)

2.

AC IN sebagai input AC.

3.

Antenna Rotation Control Connector (CTRL ANT) fungsinya untuk


mengontrol putaran antena yang dihasilkan oleh unit PRC ke Antena
Drive System.

4.

Central Timing System (SRCH) sebagai penerima inputan data waktu


dari GPS.

5.

Graphic (SGR-200PPI) System Connections, sebagai modul tampilan.

6.

External Trigger Signal

7.

Encoder Connectors (Antenna Drive System Connections), sebagai


pencuplik sinyal yang ada di Antenna Drive System.

8.

Output Serial Lines, sebagai sambungan keluaran serial ASTERIX


MSSR dan Mode S untuk pengiriman data ke ATC.

Gambar 3.13 Panel Koneksi Belakang Rak MSSR INDRA

Sistem IRS-20MP/S teridiri dari dua channel interrogator yang identik.


Setiap channel terdiri dari:
1.

Mode S Transmitter mengandung EMU, SDU, SAU, dan CTU

2.

Transmitter-Receiver-Antenna Interface Unit (TRA)

3.

Transmitter Power Supply Module (TPS)

4.

Transmitter Fans Unit (TFU)

5.

Multi-ChannelReceiver Unit (MRU)

6.

Mode S Power Supply Extractor Unit (MFEX)

7.

Mode S Extractor Fans Unit (MVEX)

8.

Mode S Extractor (MEX)


Setiap channel tersambung ke satu port pada RRF. Melewati RRF,

channel yang dalam keadaan main akan terhubung ke antena dan channel yang
standby tersambung ke beban 50.
Dari gambar dapat dilihat bahwa peralatan ini memiliki sistem 2 channel
yang mengandung:
a.

Transmitter (Mode S Transmitter)

b.

Receiver

c.

Data Extractor

36

Gambar 3.14 Block Diagram MSSR INDRA IRS-20MP/S

37

Channel yang menjadi main tersambung ke Large Vertical Aperture


(LVA) Monopulse Antenna yang dapat di gabungkan dengan antena Radar
Primary atau dalam antena Motor Drive di penggunaannya dapat berdiri sendiri.
Kontrol dan monitor dari sistem Interrogator dapat menggunakan local control
dan remote controlmelalui UCS (Control System Unit) yang sudah dipasang
dalam

Management

and

Control

System.

Remote

control

mengijinkan

performance yang sama dengan local control.


3.3.1.1 Proses Transmisi
Mode S transmitter menerima sinyal dari data extractor dengan tujuan
untuk memodulasikan, menguatkan, dan menghasilkan sinyal RF yang akan di
pancarkan dari interogasi untuk channel SUM (P1, P2, P3, P4, dan P6, tergantung
dari mode interogasi) dan channel OMNI (P1, P2 dan P5 tergantung mode
interogasi). Transmitter dapat memilih mode yang ada (1, 2, 3/A, B, C, D,
Intermode dan S). Keluaran daya maksimum yang dapat dihasilkan channel SUM
dan OMNI adalah 65dBm 1dB.
Mode interogasi, interlacing, daya output, dan segala jenis karakteristik
transmisi (seperti PRF, interogation period, azimuth sectors, dan lain-lain) diatur
pada Management and Control System (SLG di local dan SRG di lokasi remote
diterimanya melalui sistem komunikasi). Sinyal RF SUM dan OMNI di arahkan
melalui TRA (Transmitter/Receiver/Antena Interface) ke saklar RF (RRF). Dari
titik ini, sinyal akan dipancarkan melalui antena yang kemudian dapat mengirim
interrogation ke pesawat.

Gambar 3.15 Proses Transmisi

3.3.1.2. Proses Penerimaan


Reply dari transponder ke sistem Radar diterima secara terus menerus
oleh Antena SUM, OMNI dan DIFF. Sinyal ini melewati pedestal dan diarahkan
ke channel utama penerima oleh RRF dan TRA. Penerimaan secara terus menerus
oleh channel SUM dan DIFF ditujukan untuk menentukan target azimuth.
Penerimaan dari SUM dan OMNI digunakan untuk mengurangi reply yang
diterima oleh SUM Diagram Side Lobes (RSLS). Multichannel Receiver Unit
kemudian menghasilkan empat video sebagai output, yaitu: SUM, DIFF, OMNI
dan Monopulse video (ini kemudian diduplikasi untuk dikirim ke kedua channel
data extractor). Video ini kemudian dikirim ke Modul Extractor dimana informasi
data Radar diekstrak dan dikirim ke Management and Control System (SLG dan
SRG-informasi diterima melalui sistem komunikasi) dan sistem Graphic.

Gambar 3.16 Proses Penerimaan

3.3.1.3. Modul Transmitter


Modul transmitter Mode S adalah dual transmittersolid-state dengan dua
jalur, yaitu SUM dan OMNI. Transmitter mode S ini menerima sinyal dari data
extractor untuk memodulasikan, menguatkan dan memancarkan pulsa interrogasi.
Transmitter SUM menghasilkan pulsa P1, P3 dan P4 untuk SSR dan P1, P2 dan
P6 untuk interogasi Mode S. Pada transimitter OMNI menghasilkan P2/P1 dan P2
untuk ISLS/IISLS pada SSR dan P5 untuk ISLS pada interogasi Mode S.
terdiri dari empat modul, yaitu:
1.

2.

3.

EMU (Exciter Modulator Unit) berfungsi sebagai:


a.

SUM Channel: Sebagai modulator amplitude dan fasa

b.

OMNI Channel: Sebagai modulator amplitude dan pre-amplifier

c.

Juga mengandung rangkaian BIT (Built In Test) sendiri.

SDU (Sum Driver Unit) berfungsi sebagai:


a.

SUM Channel: sebagai Pre-Amplifier

b.

Memiliki rangkaian BIT sendiri.

CTU (Control Transmitter Unit) berfungsi sebagai:


a.

OMNI Channel: sebagai tahapan penguat akhir.

b.

Pengatur Power channel OMNI.

c.
4.

Memiliki rangkaian BIT sendiri.

SAU (SUM Amplifier Unit) berfungsi sebagai:


a.

SUM Channel : sebagai tahapan penguat akhir.

b.

Pengatur Power channel SUM.

c.

Memiliki rangkaian BIT sendiri.

Tabel 3.2 Antarmuka Transmitter

Berikut dibawah ini gambar 3.17. merupakan gambar dari modul


Transmitter Antenna Pedestal.

Gambar 3.17 Modul Transmitter

3.3.1.4. Modul Extractor


Modul Extractor memiliki fungsi sebagai berikut
a.

Menghasilkan sinyal modulasi yang akan ditransmisikan.

b.

Menerima dan memroses video yang diterima dari MRU.

c.

Mendeteksi reply SSR dan Mode S.

d.

Menghasilkan plot untuk semua pesawat.

e.

Keluaran plot (dalam format ASTERIX) ke Management and Control


System ke Sistem Grafik dan ke ATC.

Gambar 3.18 Block Diagram Modul Extraktor

Ekstraktor juga mengimplementasikan BITE (Built in Test Equipment)


yang dijalankan real time dan didistribusikan ke unit-unit berbeda dari Radar.
Informasi yang didapatkan dari BITE seperti alarm yang mungkin terjadi
ditampilkan dalam aplikasi UCS dalam keadaan local dan remote.
Modul Extraktor dibagi menjadi 3 blok proses utama untuk melakukan
fungsi-fungsi berikut ini
1.

Pemroses video

2.

Real Time Channel Controller (RTCC), yaitu


a.

Interrogator Scheduler

b.

SSR dan Mode S Reply Processors

3.

Link Control (LC), yaitu


a.

Plot Assignor Function (PAF)

b.

Link Management Process (LMP)

c.

Roll-Call List

3.3.1.5. Transmitter-Receiver-Antenna Interface Unit (TRA)


Fungsi utama dari TRA yaitu:
1.

Mengarahkan sinyal RG atau sebagai circulator pasif:


a.

Saat transmisi, TRA mengarahkan keluaran daya pada 1030 MHz ke


antena LVA (SUM dan OMNI)

b.

Saat penerimaan, TRA mengarahkan reply yang diterima pada 1090


MHz ke MRU (SUM, OMNI, dan DIFF). TRA mengandung 3 Filter
pre-selective (untuk SUM, OMNI, dan DIFF) dengan menghilangkan
sinyal di luar pita.

2.

Dari titik tes:


a.

Sinyal yang dipancarkan (SUM dan OMNI) dapat diukur.

b.

Sinyal tes luar (pulsa atau reply) pada level RF menuju ke MRU dapat
dimasukan.

Tabel 3.3 Antar Muka TRA

3.3.1.6. Transmitter Power Supply Unit (TPS)


Modul sumber daya ini menghasilkan tegangan DC yang dibutuhkan oleh
EMU, SDU, CTU, SAU, dan TRA. TPS menghasilkan lima keluaran dan lima
titik tes, yaitu:

+48VDC

+28VDC

+15VDC/-15VDC

+5VDC

Gambar 3.19 Modul TPS

3.3.1.7. Multi-channel Receiver Unit (MRU)


Sinyal reply dikirim oleh transponder pesawat pada frekuensi 1090 MHz
dan diterima oleh tiga antena yaitu SUM, OMNI dan DIFF yang kemudian
diarahkan menuju MRU melalui saklar RF dan Unit TRA. MRU mengandung 3
channel penerima (SUM, DIFF dan OMNI) yang memproses dan me-demodulasi
sinyal RF dengan tujuan mendapatkan 4 sinyal video, yaitu: SUM Video, OMNI
Video, DIFF Video dan Monopulse Video. Yang kemudian sinyal video ini dikirim
ke unit extarctor di bagian video digitalizing board (TCPD) pada kedua unit
extractor sehingga channel standby juga menerima sinyal video yang sama pada
satu waktu.

Tabel 3.4 Antar Muka MRU

PadaMRU terjadi tahapan sebagai berikut:


1.

Penguatan RF (1090 MHz)

2.

Filter image frekuensi (atenuasi tinggi pada 1030MHz, 970MHz)

3.

Menghasilkan dan mendistribusikan sinyal local oscillator (1030MHz ke


demodulasi pada IF)

4.

Pengubahan RF menjadi Intermediet Frekuensi (IF)

5.

Pengatan pada IF

6.

Bandpass fillter pada IF

7.

Atenuasi yang dapat dirubah, diatur oleh GTC: untuk mengatur perubahan
power tergantung targetnya.

3.3.1.8. Mode S Extractor Unit (MEX)


Modul MEX menerima dan memproses video yang diterima dari modul
MRU, berfungsi untuk mendeteksi Reply SSR dan Mode S, membentuk plot dari
pesawat pada ATC dan Radar Maintenance Display. MEX juga mengirim sinyal
modulasi ke transmitter dan dapat menginterogasi ulang jika dibutuhkan.
MEX terdiri dari beberapa bagian, yaitu:
1.

Kartu MICA03 untuk antar muka dengan modul transmitter dan TRA.

2.

Kartu MICA02 untuk antar muka dengan semua sinyal perangkat keras I/O
(i.e. ACP, ARP, etc.)

3.

Modul proses MCPU yang terdiri dari:

a.

TCPD (Control and Digital Process Card) untuk menghasilkan sinyal


proses digital (deteksi reply dan decoding) dan Real Time Control Channel
untuk operasi Mode S. Papan ini adalah FPGA yang mengandung 10 juta
gerbang dengan dua prosesor PowerPc.

b.

TDLS (Serial Lines Distribution Card) untuk menghasilkan empat protokol


kabel serial. Modul ini dipasang jika dibutuhkan kabel serial.

c.

TCPU: Kartu CPU dengan satu prosesor PowerPC.

3.3.1.9. Pengoperasian RADAR INDRA


Untuk pengoperasian Radar INDRA memiliki dua sistem, yaitu dengan
menggunakan SLG dan SRG. Kemudian pada sistem lokal terdapat kotak pedestal
yang memiliki panel-panel yang mengatur distribusi sumber daya.
SLG merupakan sistem kontrol peralatan yang bersifat lokal dan
diletakan dekat dengan sistem Radar dan dihubungkan dengan LAN. Sedangkan
SRG merupakan sistem remote yang dihubungkan dengan LAN yang diletakan
pada daerah yang berbeda dengan sistem Radar. Kedua sistem ini dapat mengatur
atau melihat semua elemen dari stasiun Radar dengan sistem user interface.
Kedua sistem ini merupakan sistem yang identik.
Sebelum mengoperasikan dengan menggunakan SLG atau SRG, Radar
INDRA perlu dioperasikan secara manual. Berikut merupakan cara mengaktifkan
Radar Indra secara manual:
1.

On kan Switch pada Box PLN (UPS)

2.

On Kan Switch pada Rak Radar INDRA, pada modul PRC perhatikan posisi
Key Remote

3.

On kan Komputer SLG

4.

On kan Switch pada Box Padestal (perhatikan inverter harus menunjukan


58,2 Hz) hal ini menunjukan listrik yg menyuplai motor stabil. Perhatikan
Key Switch posisi Local Mode

5.

On kan Tombol Switch Encoder 1 dan Encoder 2, indikator lampu akan


berwarna hijau (itu menandakan Encoder 1 dan Encoder 2 Normal)

6.

Tekan secara bertahap tombol Hijau pada MOTOR 1 dan MOTOR 2 (lampu
indikator akan menyala, itu berarti MOTOR berkerja normal).

7.

Selanjutnya, Pada Komputer SLG Klik Main Screen sehingga menampilkan


menu Tab General. Klik Integrator ()

hal ini menandakan radar

memancarkan Integrator dan siap untuk menerima Reply dan mengolahnya


sebagai data.
8.

Perhatikan di Display akan muncul target atau pesawat yang berada dalam
range jangkauan radar.

9.

Kondisi Normal
Cara untuk menghidupkan Radar INDRA dengan menggunakan SLG

adalah sebagai berikut:


1.

On kan Switch pada Box PLN (UPS)

2.

On Kan Switch pada Rak Radar INDRA, pada modul PRC perhatikan posisi
Key Remote

3.

On kan Komputer SLG

4.

On kan Switch pada Box Padestal (perhatikan inverter harus menunjukan


58,2 Hz) hal ini menunjukan listrik yg menyuplai motor stabil. Perhatikan
Key Switch posisi Remote

5.

On kan Tombol Switch Encoder 1 dan Encoder 2. (indikator lampu akan


berwarna hijau)

6.

Pada Komputer SLG, Klik SLG Main Screen sehingga tampil diagram blok
radar selanjutnya klik pada Padestal maka akan tampil pilihan
menghidupkan motor. Pilih salah satu dari motor yang akan di hidupkan.

7.

Indikator lampu (orange pojok kiri atas pada Box Padestal akan akan
menyala) sytem akan Run Up

8.

Setelah antena berputar maka lampu indikator Run Up akan mati, beberapa
saat kemudian hidupkan Motor yang satunya lagi sehinga ke dua motor On.

9.

Pada Box pedestal akan menunjukan indikator lampu keduannya menyala


warna hijau.

10.

Pada Komputer SLG, Klik Main Screen sehingga menampilkan menu Tab
General. Klik Integrator () hal ini menandakan radar memancarkan
Integrator dan siap untuk menerima Reply dan mengolahnya sebagai data.

11.

Perhatikan di Display akan muncul target atau pesawat yang berada dalam
range jangkauan radar.
Berikut merupakan cara untuk mematikan peralatan Radar INDRA:

1.

Gunakan Komputer SLG dengan Profil (local) dan Pasword (level 4). Posisi
Key Remote.

2.

Perhatikan tanda () intergration pada Komputer SLG pada Tab General,


harus di hilangkan.( agar radar tidak memancarkan integrator)

3.

Klik SLG Main Screen pada Komputer SLG sehingga muncul tampilan
diagram blok radar, klik pada Padestal, maka akan muncul pilihan untuk
mematikan motor antena. (pilih () off kan kedua motor, maka antena akan
berhenti berputar)

4.

Matikan Komputer SLG dengan klik kiri bagian atas dan ikuti perintah
shotdown.

5.

Pada Box Padestal, matikan tombol Ecoder 1 dan Encoder 2 (indikator


lampu hijau akan padam)

6.

Off kan semua Switch pada bagian dalam Box Padestal, bila perlu Switch
OBS (lampu Obstruction light)

7.

Matikan Switch Rak Radar INDRA di modul PRC (Power Relay Control,
letaknya pada bagian atas Radar)

8.

Off kan Switch pada Box PLN (UPS) untuk memutuskan aliran listrik.
Selain dapat dimatikan dengan menggunakan system SLG atau SRG,

juga dapat dilakukan operasi mematikan peralatan secara manual dengan langkahlangkah berikut ini, yaitu:
1.

Perhatikan tanda () intergration pada Komputer SLG pada Tab General,


harus di hilangkan.( agar radar tidak memancarkan integrator)

2.

Atur kunci Pedestal Box pada posisi LOCAL MODE, (tujuan agar kita bisa
menggunakan tombol2 perintah pada Pedestal Box)

3.

Tekan tombol Merah pada MOTOR 1 dan MOTOR 2 secara bertahap,


lampu indikator motor akan mati (menandakan motor pemutar antenna off)

4.

Tekan Switch Encoder 1 dan Encoder 2 ke posisi Off (lampu indikator


Encoder akan padam)

5.

Off kan semua Switch pada bagian dalam box Padestal, bila perlu Switch
OBS (lampu Obstruction light)

6.

Matikan Switch Rak Radar INDRA di modul PRC (Power Relay Control,
letaknya pada bagian atas Radar)

7.

Off kan Switch pada Box PLN (UPS) untuk memutuskan aliran listrik.
Selain operasi mengaktifkan dan mematikan peralatan Radar INDRA,

pengoperasian yang umum dilakukan adalah change over. Change over


merupakan pemindahan pemancar mana yang memancarkan sinyal ke udara.
Berikut merupakan langkah-langkah untuk melakukan change over dari
Transmitter 1 ke Transmitter 2:
1.

Aktifkan Komputer SLG, ubah posisi Remote ke Local

2.

Gunakan Profil 4 dengan Pawsord 4

3.

Arahkan crusor computer SLG ke Main screen dan kemudian Klik MSSR
sehingga muncul Tab General, klik Tab General dan perhatikan Kolom
Switchover ubah posisi dari Otomatic menjadi Manual.

4.

Perhatikan Kolom Operation : saat TX 1 Main dan TX 2 Standby maka


yang muncul keterangan : Main Standby

5.

Klik keterangan Kolom Operational, maka akan muncul :


Main - Standby (artinya TX1 Main dan TX2 Standby) Maintenance
Standby - Main (artinya TX2 Main dan TX1 Standby)

6.

Pilih Standby - Main ( TX 1 akan change ke TX2)

7.

Kembalikan Switchover keposisi Otomatis

8.

Change Over berhasil dilakukan

3.3.2.

Teknik Modulasi Pada MSSR Mode S Radar INDRA


Proses Interogasi pada Mode S untuk format Uplink menggunakan

transmisi pulsa sampai Pulsa ke 6 atau di sebut P6 dengan teknik modulasi


Differential Phase Shift Keying (DPSK). DPSK ini adalah jenis modulasi fase
yang menyampaikan data dengan mengubah fase gelombang pembawa. Semua
informasi selanjutnya di pulsa P6 dikodekan sebagai 180 fase pembalikan
frekuensi pembawa. DPSK adalah semacam fase shift keying yang menghindari
kebutuhan untuk sinyal referensi yang melekat pada penerima. Setiap pembalikan
harus memiliki durasi 0,08 s. Setiap bagian fase yang diterima memiliki durasi
0,25 s dan dikenal sebagai "Chip". Pada Teknik Modulasi DPSK decoder
membandingkan fase antara dua chip berturut-turut dan memverifikasi data yang
pasti. Berikut ini merupakan gambar yang menunjukan format gelombang pulsa
yang di modulasikan menggunakan teknik Modulasi DPSK.

Gambar 3.20. Mode S Diferential Phase Shift Keying (DPSK)


(Sumber : www.basicradar.com)

Interogasi blok data terdiri dari urutan 56 bit atau 112 bit. Chip data
diposisikan setelah fase pembalikan data dalam P6. Sinyal pembawa pada kondisi
0

180 terjadi fase pembalikan sinyal sebelumnya dimana chip akan mencirikan
chip sebagai 1 biner. Apabila tidak adanya fase pembalikan sebelumnya harus
menunjukkan 0 biner. Setelah fase pembalikan sinkron semua pembalikan fase
berikutnya menunjukkan informasi P6 yaitu 56 bit atau 112 bit. Semua waktu
berikutnya diambil dari sudut fase pembalikan pertama. Rangkaian chip dimulai

0,5s setelah pembalikan sinkron. Pada akhir pulsa P6 terdapat guard interval
0,5s untuk memastikan bahwa transmisi yang berbeda tidak mengganggu satu
sama lain. Total durasi pulsa P6 adalah 16,25s terdiri dari (56 chip data) atau
maksimal 30,25s yaitu terdiri (112 chip data). P6 dimulai dengan fase awal
pembalikan pada awal pulsa P6 dengan panjang 1,25s. Hal ini dikenal sebagai
fase pembalikan sinkron. Untuk menekan antena side lobe P5 pulsa
ditransmisikan oleh antena omnidirectional.
Berikut ini Gambar 3.21. merupakan Blok Diagram dari Penerima
Modulasi DPSK.

Gambar 3.21. Block Diagram Dari Penerima DPSK


(Sumber : www.basicradar.com)

Gambar 3.21. diatas menunjukkan metode pilihan jelas dari demodulasi.


Pada DPSK decoder ini, urutan sinyal pembawa dari demodulasi sinyal yang
dikodekan secara diferensial melalui proses yang saling melengkapi. Sinyal yang
diterima seluruhnya tertunda selama tepat 0,25s dimana sinyal pembawa dan
bagian yang tertunda akan dibandingkan apakah sudah sesuai.

Berikut dibawah ini Gambar 3.22 merupakan hasil analisis gelombang


Dekoder.

Gambar 3.22. Analisis Gelombang Dekoder


(Sumber : www.basicradar.com)

Dalam Gambar 3.22. sinyal (C) adalah output dari mixer yang
ditampilkan, dibentuk oleh super posisi dari sinyal tertunda (B) dan diperoleh dari
undelayed pembawa dari sinyal (A). Alokasi tingkat output hanya dapat
dilakukan, jika dengan pembalikan fase sinkron pada awal pulsa P6 yang memicu
counter untuk Clock Register geser. Sinyal (D) merupakan sinyal digital yang
dihasilkan dari gelombang dekoder yang dimodulasi secara DPSK dan
ditampilkan berbentuk square signal sehingga lebih mudah diterjemahkan.

Anda mungkin juga menyukai