Bab I
Bab I
daya
tahan
tubuh
dan
berbagai
tekanan
psikologis.
(Maryam,2008).
Dari bebebrapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa lansia
merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan
dan seseorang dikatakan lansia ketika usianya sudah lebih dari 60 tahun.
2. BATASAN USIA LANJUT
1) PROSES MENUA
Proses menua Merupakan proses yang normal terjadi pada
setiap manusia dan bukan merupakan suatu penyakit. Penuaan juga
dapat didefenisikan sebagai suatu proses menghilangnya secara
perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga lebih rentan 10
bebas
merusak
membrane
sel
yang
d. Teori genetic
Menurut teori ini, menua telah program secara genetic
untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat
dari perubahan biokimia yang terprogram oleh molekulmolekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami
mutasi.
e. Teori immunologi
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatusaat di
produksi suatu zat khusus. Ada jaingan tubuh tertentu yang
tubuh.
Regenerasi
jaringan
tidak
dapat
merefleksiakan
kehidupan
seseorang
kehidupan
Berkurangnya komitmen
2. Teori aktifi
Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses
tergantung dari bagaimana seorang usia lanjut merasakan
kepuasan dalam beraktivitas dan mempertahankan aktivitas
tersebut selama mungkin.
3. Teori konsekuensi fungsional
Teori yang merupakan teori fungsional adalah
sebagai berikut :
1) Teori ini mengatakan tentang konsekuensi fungsional
usia lanjut yang berhubungan dengan perubahanperubhan karena faktor usi dan faktor resiko tambahan.
2) Tanpa intervensi maka beberapa konsekuensi fungsional
akan negative dengen intervensi menjadi positif.
3. PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANJUT
USIA
1. Perbahan Fisik
a. System Indra
Perubahan sistem penglihatan pada lansia erat
kaitannya dengan presbiopi. Lensa kehilangan elastisitas
dan kaku. Otot penyangga lensa lemah, ketajaman
penglihatan dan daya akomodasi dari jarak jauh atau dekat
berkurang, penggunaan kaca mata dan sytem peneranga
yang baik dapat digunakan.
System pendengaran; presbiakus (gangguan pada
pendengaran)oleh karena hilangnya kemampuan (daya)
pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi
suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas,
dan
kemampuan
peregangan
jantung
(daya
absorbsi
e. Sistem perkemihan
Berbeda dengan sistem pencernaan, pada sistem
perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak
fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju
filtrasi, ekresi, dan reabsorbsi ginjal. Hal ini akan
memberikan efek dalam pemberian obat pada lansia.
Mereka kehilangan kemampuan mengekresi obat atau
produk metabolisme obat. Pola perkemihan tidak normal,
seperti banyak berkemih pada malam hari, sehingga
lansia
ditandai
2. Perubahan kognitif
a. Memori (daya ingat, ingatan)
Daya ingat adalah kemampuan
untuk
menerima,
masalah.
Engambilan
proses
keputusan
pada
dan
kombinasi
dari
kepribadian
aspek
kognitif.
seperti
gerakan,tindakan,
koordinasi,
yang
karena
sudah
tidak
produktif
walaupun
tenaga
kegiatan
aksesori
pernapasan.
Jalan
napas
yang
tersumbat
malam atau dini hari (PDPI, 2003). Setelah pasien asma terpajan
alergen penyebab maka akan timbul dispnea, pasien merasa seperti
tercekik dan harus berdiri atau duduk dan berusaha mengerahkan
tenaga lebih kuat untuk bernapas. Kesulitan utama terletak saat
ekspirasi, percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang selama
inspirasi namun sulit untuk memaksa udara keluar dari bronkiolus
yang sempit karena mengalami edema dan terisi mukus. Akan timbul
mengi yang merupakan ciri khas asma saat pasien berusaha
memaksakan udara keluar. Biasanya juga diikuti batuk produktif
dengan sputum berwarna keputih-putihan (Price & Wilson, 2006).
Tanda selanjutnya dapat berupa sianosis sekunder terhadap hipoksia
hebat dan gejala-gejala retensi karbon dioksida (berkeringat, takikardi
dan pelebaran tekanan nadi). Pada pasien asma kadang terjadi reaksi
kontinu yang lebih berat dan mengancam nyawa, dikenal dengan
istilah status asmatikus. Status asmatikus adalah asma yang berat
dan persisten yang tidak berespon terhadap terapi konvensional, dan
serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam (Smeltzer & Bare,
2002). Asma dapat bersifat fluktuatif (hilang timbul) yang berarti
dapat tenang tanpa gejala tidak mengganggu aktivitas tetapi dapat
eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan dapat
menimbulkan
kematian
(Depkes,
2009).
Gejala
asma
dapat
berat, infeksi saluran pernapasan, asap rokok dan stres (GINA, 2005).
Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada,
pada asma alergik biasanya disertai pilek atau bersin. Meski pada
mulanya batuk tidak disertai sekret, namun dalam perkembangannya
pasien asma akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih dan
terkadang purulen. Terdapat sebagian kecil pasien asma yang hanya
mengalami gejala batuk tanpa disertai mengi, yang dikenal dengan
istilah cough variant asthma(Sundaru, 2009).
6. Test Diagnostik / Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin, (2008) pemeriksaan penunjang Asma antara lain:
a. Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator aerosol golongan adrenergik. Peningkatan volume
ekspirasi paksa (FEV) atau kapasitas vital paksa FVC sebanyak
lebih 20% menunjukkan diagnosis Asma.
b. Tes Provokasi Bronkhus
Tes ini dilakukan pada Spirometri internal. Penurunan FEV
sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung
80-90% dari maksimum dianggap bermakna bila menimbulkan
penurunan atau lebih.
c. Pemeriksaan Kulit
Untuk menunjukkan adanya antibodi igE hipersensitif yang
spesifik dalam tubuh.
d. Pemerikasaan Laboratorium
1) Analisis Gas Darah (AGD/Astrup)
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat
hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis respiratorik.
2) Sputum
di
paru
atau
komplikasi
Asma
seperti
ini
ditujukan
untuk
pada
lingkungannya,
diajarkan
cara
aerosol,
bekerja
sangat
cepat,
memberikan
respons
yang
baik,
harus
steroid
dalam
efek
samping,
jangka
yang
lama
maka
klien
yang
merupakan
obat
pencegah
asma
9. Intervensi Keperawatan , menurut Hadibroto & Alam (2006), yang diambil dari NANDA (2012).
Tabel 1.1. Intervensi Asma Dx. 1
No
1.
Diagnosa Keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
berhubungan dengan tachipnea , 3 x 24 jam, pasien mampu :
peningkatan produksi
mukus
, a. Respiratory status : Ventilation
kekentalan sekresi dan bronchospasme. b. Respiratory status : Airway patency
c. Aspiration Control
Dengan kriteria hasil :
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah)
b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien
tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
c. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah
factor yang dapat menghambat jalan nafas
Intervensi
NIC :
Airway Management
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin
lift atau jaw thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara kassa basah
NaCl lembab
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan
12. Monitor respirasi dan status O2
No
2.
Diagnosa Keperawatan
Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan perubahan membran kapiler
alveolar
Intervensi
No
3.
Diagnosa Keperawatan
Pola Nafas tidak efektif berhubungan
dengan penyempitan bronkus,
kelelahan
Intervensi
Diagnosa Keperawatan
Intervensi
4.
Diagnosa Keperawatan
Intervensi
5.
1.
Gunakan pendekatan yang menenangkan
a. Anxiety control
2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
b. Coping
pelaku pasien
c. Impulse control
3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
Dengan Kriteria Hasil :
dirasakan selama prosedur
- Klien mampu mengidentifikasi dan
4.
Pahami
prespektif pasien terhadap situasi
mengungkapkan gejala cemas
stres
-Mengidentifikasi, mengungkapkan dan
5.
Temani pasien untuk memberikan
menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas
keamanan dan mengurangi takut
-Vital sign dalam batas normal
6.
Berikan informasi faktual mengenai
-Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan
diagnosis,
tindakan prognosis
tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya
7. Dorong keluarga untuk menemani anak
kecemasan
8. Dengarkan dengan penuh perhatian
9. Identifikasi tingkat kecemasan
10.Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
11. Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
12. Instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
13. Barikan obat untuk mengurangi
kecemasan
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A.2006. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas
Kesehatan. Depkes: Jawa Timur
Efendi, Ferry & Makhfud. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Maryam, R. Siti, dkk. (2008). Mengenal usia lanjut dan perawatannya.
Jakarta:Salemba Medika.
Nugroho, W. 2008.Gerontik dan Geriatik. EGC: Jakarta
Wong, D.L., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & Schwartz, P.
(2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatric. Jakarta: EGC
Soemantri, Irman.2008. Asuhan keperawatan Pada Klien Gangguan Sistem
Pernafasan Edisi 2.Jakarta : Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan
Boysquet, J. et., 2008. Allergic Rhinits and its Impact on Asthma (ARIA) 2008
Update (in collaboration wit the WHO). In : Journal allergy : 63. (Suppl
86) : 8-160.
Internasional, NANDA, Herman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan dan
Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC.