Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Ada dua posisi yang berbeda untuk perhitungan bagi hasil dari pendapatan yang diterima
bank syariah. Pertama, bagi hasil pendapatan antara bank dengan nasabah dimana bank
sebagai mudharib dan nasabah sebagai sahibul maal. Kedua, bagi hasil pendapatan antara
bank dengan nasabah di mana bank sebagai sahibul maal dan nasabah sebagai mudharib.
Berbeda dengan mekanisme ekonomi kovensional yang menggunakan instrumen bunga,
mekanisme ekonomi Islam menggunakan instrumen profit yaitu berupa sistem bagi hasil,
salah satunya adalah lembaga keuangan syariah. Hal ini menjadi ciri khas ekonomi
Islam. Ekonomi syariah terbebas dari kedua kedhaliman kapitalisme dan sosialisme,
serta mengajarkan tegaknya nilai-nilai keadilan, kejujuran, transparansi, anti korupsi dan
eksploitasi. Artinya, misi utama ekonomi syariah ialah tegaknya nilai-nilai akhlak moral

dalam aktivitas bisnis baik individu, perusahaan ataupun Negara.


1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian bagi hasil dan rukun serta syaratnya?
2. Apa-apa saja faktor yang mempengaruhi bagi hasil?
3. Bagaimana konsep bagi hasil?
4. Bagaimana analisis bagi hasil pada bank syariah?
5. Apa-apa saja yang termasuk dalam jenis-jenis bagi hasil?
6. Bagaimana mekanisme perhitungan bagi hasil?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian bagi hasil
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi bagi hasil
3. Mengetahui konsep bagi hasil
4. Mengetahui analisis bagi hasil pada bank syariah
5. Mengetahui jenis-jenis bagi hasil
6. Mengetahui mekanisme perhitungan bagi hasil
7.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1.

PENGERTIAN BAGI HASIL


Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan
bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan
adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak
atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syariah merupakan ciri khusus yang
ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan syariah yang berkaitan dengan
pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak
(akad).Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai
kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di
masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.
Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syariah terdiri
dari dua sistem, yaitu:

2.1.1. Pengertian Profit Sharing


Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam
kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah perbedaan
yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar
dari biaya total (total cost).
Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan
kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya
yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Pada perbankan syariah
istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat
diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang
diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan.
Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk
dari perjanjian kerjasama antara pemodal (Investor) dan pengelola modal
(enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara

keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat
keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal
perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung
bersama sesuai porsi masing-masing.
Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal investasinya
secara utuh ataupun keseluruhan, dan bagi pengelola modal tidak mendapatkan
upah/hasil dari jerih payahnya atas kerja yang telah dilakukannya.
Keuntungan yang didapat dari hasil usaha tersebut akan dilakukan
pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biaya-biaya yang
telah dikeluarkan selama proses usaha. Keuntungan usaha dalam dunia bisnis bisa
negatif, artinya usaha merugi, positif berarti ada angka lebih sisa dari pendapatan
dikurangi biaya-biaya, dan nol artinya antara pendapatan dan biaya menjadi
balance. Keuntungan yang dibagikan adalah keuntungan bersih (net profit) yang
merupakan lebihan dari selisih atas pengurangan total cost terhadap total revenue.

2.1.2.

Rukun dan Syarat Bagi Hasil


Seperti yang telah dijelaskan di awal bahwa bagi hasil yang sering dijalankan
dalam lembaga keuangan islam adalah bagi hasil musyarakah dan mudlarabah.
Karena itu, syarat dan rukun bagi hasil dibatasi mengenai keduanya. Sebagai
sebuah akad, musyarakah dan mudlarabah mempunyai syarat dan rukun yang
mempengaruhi keabsahannya.
Musyarakah akan menjadi akad sah apabila telah terpenuhi syarat dan rukunnya.
Syarat Musyarakah yaitu:

Melafadzkan kata-kata yang menunjukkan izin yang akan mengendalikan

harta.
Anggota syarikat percaya mempercayai.
Mencampurkan harta yang akan disyarikatkan.

Adapun Rukun melakukan musyarakah adalah :

Macam harta modal

Nisbah bagi hasil dari modal yang diserikatkan


Kadar pekerjaan masing-masing pihak yang berserikat.

Mengenai rukun mudlarabah, ada beberapa hal yang harus dipenuhi, yakni:

Malik atau shahibul maal ialah yang mempunyai modal.


Amil atau mudharib ialah yang akan menjalankan modal.
Amal, ialah harta pokok atau modal.
Shighat, atau perintah atau usaha dari yang menyuruh berusaha

Adapun syarat mudlarabah adalah:

Barang yang diserahkan adalah mata uang. Tidak sah menyerahkan harta

benda atau emas perak yang masih dicampur atau masih berbentuk perhiasan.
Melafadzkan ijab dari yang punya modal, dan qobul dari yang

menjalankannya.
Diterapkan dengan jelas, bagi hasil bagian pemilik modal dan mudharib.
Dibedakan dengan jelas antara modal dan hasil yang akan dibagihasilkan
dengan kesepakatan.

Untuk mengurangi timbulnya perselisihan terutama atas biayabiaya yang timbul,


maka disarankan bahwa yang dibagihasilkan adalah pendapatan atau hasil bruto.
Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa keuntungan atau hasil netto yang
dibagihasilkan, dengan catatan bahwa biaya-biaya yang dapat menimbulkan
keraguan tentang keabsahannya seperti transportasi debitur, uang makan, uang
saku debitur dan semacamnya tidak perlu dimasukkan untuk mengurangi
pendapatan bruto tersebut.
Jika yang dibagihasilkan bruto, maka disamping menyebutkan nisbah atau
prosentase bagian hasil masing-masing, bank juga memberikan kepada nasabah
beberapa bagian dari hasil bruto yang diperoleh, harus disepakati pula margin
keuntungan atau profit bank dari bagian yang disetor ke bank syariah. Maka
disetorkan oleh nasabah ke bank syariah dari cicilan / angsuran pokok modal
mudlarabahnya juga termasuk profit bank sekaligus. Jika yang dibagihasilkan
dari hasil netto, cukup dengan menyebutkan nisbah. Sedangkan pembayaran
modal mudlarabah berada di luar nisbah bagi hasil yang telah didapatkan.

Sebelumnya telah kita ketahui bahwa dalam ekonomi islam tidak ada instrumen bunga,
karena didalamnya mengandung unsur riba. Mengapa harus menggunakan bagi hasil dan
menghindari sistem bunga?. Jawaban dari pertanyaan ini berdasarkan pijakan dari AlQuran, yaitu:
Doktrin kerjasama dalam ekonomi Islam dapat menciptakan kerja produktif seharihari dalam masyarakat. Dalam surah Al-Baqarah : 190
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi)
janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai

orang-orang yang melampaui batas.


Meningkatkan kesejahteraan dan mencegah kesengsaraan sosial.
Terdapat dalam surah Ali-Imran : 103
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah
kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di
tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
Juga terdapat dalam surah Al-Maidah : 3
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah [394], daging babi,
(daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik,
yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas,
kecuali yang sempat kamu menyembelihnya [395], dan (diharamkan
bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga)
mengundi nasib dengan anak panah [396], (mengundi nasib dengan
anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini [397] orang-orang kafir
telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah
kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.
Maka barang siapa terpaksa[398] karena kelaparan tanpa sengaja
berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
At-Taubah : 71 dan 105

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka


(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah)
Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada

kamu apa yang telah kamu kerjakan.


Mencegah penindasan ekonomi dan distribusi kekayaan yang tidak merata.
Al-Isra :16
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada
orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka
melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku
terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu

sehancur-hancurnya.
Melindungi kepentingan ekonomi lemah.
Membangun organisasi yang berprinsip syarikah, sehingga terjadi proses yang kuat
membantu yang lemah.
Az-Zukhruf: 32
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan
antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah
meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar
sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu

lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.


Pembagian kerja (spesialisasi) berdasarkan saling ketergantungan serta pertukaran
barang dan jasa karena tidak mungkin berdiri sendiri.
Al-Alaq
Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas

2.2.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BAGI HASIL


Karakteristik yang menjadi ciri khas dari ekonomi Islam adalah bagi hasil (profit
sharing) yang diartikan: distribusi beberapa bagian dari laba pada para pegawai dari
suatu perusahaan. Hal itu bisa berupa bonus uang tunai tahunan yang didasarkan pada

laba yang diperolah pada tahun-tahun sebelumnya, atau dapat berbentuk pembayaran
mingguan atau bulanan, dan lain-lain.
Sebenarnya inti dari mekanisme investasi bagi hasil adalah terletak pada kerjasama yang
baik antara shohibul maal dan mudharib. Hal ini merupakan karakter dari masyarakat
ekonomi Islam sendiri dalam segala bidang kegiatan ekonominya.
Faktor yang mempengaruhi bagi hasil ada 2 yaitu langsung dan tidak langsung.
2.2.1. Faktor Langsung
Diantara faktor yang langsung (direct factors) yang mempengaruhi perhitungan
bagi hasil adalah investment rate, jumlah dana yang tersedia, dan nisbah bagi
hasil (profit sharing ratio).
Investment rate merupakan persentase aktual dana yang diinvestasikan dari
total dana. Jika bank menentukan investment rate sebesar 80%, hal ini berarti
20% dari total dana dialokasikan untuk memenuhi likuiditas.
Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan dana dari berbagai
sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung
dengan menggunakan salah satu metode ini:
Rata-rata saldo minimum bulanan,
Rata-rata total saldo harian.
Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk
diinvestasikan, akan menghasilkan jumlah dana aktual yang digunakan.
nisbah bagi hasil (profit sharing ratio).
Salah satuciri al-mudharabah adalah nisbah bagi hasilyang harus ditentukan

dan disetujui pada awal perjanjian.


Nisbah antara satu bank dan bank lainnya dapat berbeda.
Nisbah juga dapat berbeda dari waktu ke waktu dalam satu bank, misalnya

deposito 1 bulan, 3 bulan, dan 12 bulan.


Nisbah juga dapat berbeda dari satu account dan account lainnya sesuai
besarnya dana dan jatuh temponya.

2.2.2. Faktor tidak Langsung


Penentuan butir-butir pendapatan dab biaya mudharabah.

Bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan biaya (profit
and sharing). Pendapatan yang dibagi hasilkan merupakan pendapatan

yang diterima dikurangi biaya-biaya.


Jika semua biaya ditanggung bank, hal ini disebut revenue sharing.

Kebijakan akuntansi (prinsip dan metode akuntansi)


Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktivitas yang
diterapkan, terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya.

2.3.

KONSEP BAGI HASIL


Konsep bagi hasil ini sangat berbeda sekali dengan konsep bunga yang diterapkan oleh
sistem ekonomi konvensional. Dalam ekonomi syariah, konsep bagi hasil dapat
dijabarkan sebagai berikut.
Pemilik dana menanamkan dananya melalui institusi keuangan yang bertindak

sebagai pengelola dana.


Pengelola mengelola dana-dana tersebut dalam sistem yang dikenal dengan
sistem pool

of

fund (penghimpunan

dana),

selanjutnya

pengelola

akan

menginvestasikan dana-dana tersebut kedalam proyek atau usaha-usaha yang layak

dan menguntungkan serta memenuhi semua aspek syariah.


Kedua belah pihak membuat kesepakatan (akad) yang berisi ruang lingkup kerjasama,
jumlah nominal dana, nisbah, dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.[8]
Sumber dana terdiri dari:
Simpanan: tabungan dan simpanan berjangka.
Modal : simpanan pokok, simpanan wajib, dana lain-lain.
Hutang pihak lain.

2.4. ANALISIS

BAGI HASIL BANK SYARIAH

Pengumpulan dana yang dilakukan oleh Bank Syariah yang berasal dari para Nasabah,
para pemilik modal atau dana titipan dari pihak ketiga perlu dikelola dengan penuh
amanah dan istiqomah, dengan harapan dana tersebut mendatangkan keuntungan yang
besar, baik untuk nasabah maupun syariah.
Prinsip utama yang harus dikembangkan bank syariah dalam kaitan dengan manajemen
dana adalah bahwa Bank Syariah harus mampu memberikan bagi hasil kepada

penyimpan dana, minimal sama dengan atau lebih besar dari suku bunga yang berlaku di
bank-bank konvensional dan mampu menarik bagi hasil dari debitur lebih rendah
daripada bunga yang berlaku di bank konvensional. Oleh karena itu upaya manajemen
dana bank syariah perlu dilakukan secara baik. Hal tersebut harus dilakukan guna untuk
mencapai hasil keuntugan yang besar, agar bagi hasil yang dilakukan dapat peningkatan
tabungan nasabah.
Selain mengenai pengumpulan dana, yang perlu di analisis lagi adalah mengenai
perbedaan

anatara

bagi

hasil

dengan

bunga

bank

pada

perbankan

konvensional. Perbedaan itu dapat dilihat dari tabel berikut ini:


BUNGA
Penentuan bunga dibuat pada waktu
akad dengan asumsi harus selalu
untung.

BAGI HASIL
Pcnentuan besarnya rasio/nisbah bagi
hasil dibuat pada waktu akad dengan
berpedoman pada kemungkinan

Besarnya prosentase berdasarkan pada

untung rugi.
Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan

jumlah uang (modal) yang

pada jumlah keuntungan yang

dipinjamkan.

diperoleh
Bagi hasil bergantung pada

Pembayaran bunga tetap seperti yang


dijanjikan tanpa pertimbangan apakah
proyek yang dijalankan oleh pihak
nasabah untung atau rugi.

keuntungan proyek yang dijalankan


Bila usaha merugi, kerugian akan
ditanggung bersama oleh kedua belah

Jumlah pembayaran bunga tidak

pihak.
Jumlah pembagian laba meningkat

meningkat sekalipun jumlah

sesuai

keuntungan berlipat atau keadaan

dengan peningkatan jumlah

ekonomi sedang booming.


Eksistensi bunga diragukan ( kalau

pendapatan

tidak dikecam) oleh semua agama,


termasuk islam.

Tidak ada yang meragukan keabsahan


bagi hasil

Dari tabel diatas dapat dilihat beberapa perbedaan mendasar tentang bank syariah dan
bank konvensional, sehingga dalam waktu yang relative muda bank syariah mampu
dijadikan rekonstruksiasi perbankan nasional.

2.5.

JENIS-JENIS AKAD BAGI HASIL


Bentuk-bentuk kontrak kerjasama bagi hasil dalam perbankan syariah secara umum dapat
dilakukan dalam empat akad, yaitu Musyarakah, Mudharabah, Muzaraah dan Musaqah.
Namun, pada penerapannya prinsip yang digunakan pada sistem bagi hasil,

pada

umumnya bank syariah menggunakan kontrak kerjasama pada akad Musyarakah dan
Mudharabah.
2.5.1. Musyarakah
Musyarakah atau sering disebut sharikah berasal dari fiil madhi yang mempunyai
arti: sekutu atau teman sepersekutuan, perkumpulan, perserikatan. Syirkah dari segi
etimologi berarti: al-ihtilath mempunyai arti: campur atau percampuran. Maksud
dari percampuran disini adalah seorang mencampurkan hartanya dengan harta
orang lain sehingga antara bagian yang satu dengan bagian yang lainya sulit untuk
dibedakan lagi.
Adapun secara terminologi para ahli fikih mendefinisikan sebagai akad antara
orang-orang yang berserikat dalam modal maupun keuntungan. Hasil keuntungan
dibagihasilkan sesuai dengan kesepakatan bersama di awal sebelum melakukan
usaha. Sedang kerugian ditanggung secara proposional sampai batas modal masingmasing. Secara umum dapat diartikan patungan modal usaha dengan bagi hasil
menurut kesepakatan, sedangkan pelaksananya bisa ditunjuk salah satu dari mereka.
Akad Syirkah diperbolehkan menurut Ulama Fiqih, berdasarkan Al-quran dan Alhadits. Dalam Al-quran Allah Subhanahu Wa Taala Berfirman dalam QS. Shaad:
24
Artinya: Daud berkata: "Sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadamu dengan
meminta

kambingmu

itu

untuk

ditambahkan

kepada

kambingnya.

Dan

sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian


mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang

beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini". Dan
Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada
Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.
Ayat di atas menunjukkan perkenan dan pengakuan Allah akan adanya perserikatan
dalam kepemilikan harta. dalam surat Shad: 24 Perserikatan terjadi atas dasar Akad
(ikhtiyary).
Dalam Hadits Qudsi dinyatakan sebagai berikut :
Artinya: Dari Abi Hurairah Radhiallahu anhu ia berkata: Rasulullah SAW
bersabda: Allah Subhanahu Wa Taala berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari
dua orang yang sedang berserikat selama salah satu dari keduanya tidak khianat
terhadap saudaranya (temanya). Apabila diantara
mereka ada yang saling berkhianat, maka Aku akan keluar dari mereka (H.R Abu
Dawud)
Dalam Hadits diatas menunjukan bahwa Rahmat Allah Subhanahu Wa Taala
tercurahkan atas dua pihak yang sedang berkongsi selama mereka tidak melakukan
penghianatan, manakala berkhianat maka bisnisnya akan tercela dan keberkahanpun
akan sirna dari padanya.
Berdasarkan keterangan Al-quran dan Hadits Rasul tersebut diatas pada prinsipnya
seluruh Fuqaha sepakat menetapkan bahwa hukum syirkah adalah Mubah,
meskipun Mereka memperselisihkan keabsahan beberapa jenis hukum syirkah.
Ulama fiqih membagi Syirkah menjadi 2 macam yaitu:
2.5.1.1. Syirkah Amlak (milik)
Syirkah Amlak ialah: persekutuan antara dua orang atau lebih untuk
memiliki harta bersama tanpa melalui akad Syirkah. Syirkah dalam
kategori ini dibagi menjadi dua macam yaitu:
a. Syirkah Ikhtiyariyah
yaitu: Syirkah yang terjadi atas perbuatan dan kehendak pihak-pihak
b.

yang berserikat.
Syirkah Ijbariyah
yaitu: Syirkah yang terjadi tanpa keinginan para pihak yang
bersangkutan, seperti persekutuan ahli waris.

2.5.1.2. Syirkah Uqud (Akad)

Syirkah Uqud yaitu: persekutuan antara dua orang atau lebih


untuk

mengikatkan

diri

dalam

perserikatan

modal

dan

keuntungan. Syirkah dalam kategori ini dibagi menjadi empat


macam:
a. Syirkah Inan
yaitu: sebuah persekutuan dimana posisi dan komposisi pihak-pihak
yang terlibat didalamnya adalah sama baik dalam hal modal, pekerjaan,
maupun dalam hal keuntungan dan resiko kerugian.
b. Syirkah Mufawadhah
yaitu: sebuah persekutuan dimana posisi dan komposisi pihak-pihak
yang terlibat didalamnya adalah tidak sama, baik dalam hal modal,
pekerjaan, maupun dalam keuntungan dan resiko kerugian.
c. Syirkah Abdan
yaitu: persekutuan dua pihak atau lebih untuk mengerjakan sesuatu
pekerjaan. Hasil atau upah dari pekerjaan tersebut dibagi sesuai dengan
kesepakatan diantara mereka.
d. Syirkah Wujuh
yaitu: persekutuan antara dua pihak pengusaha untuk melekukan
kerjasama dimana masing-masing pihak sama sekali tidak menyertakan
modal. Mereka menjalankan usahanya berdasarkan kepercayaan pihak
ketiga.
2.5.2. Mudharabah
Mudlarabah berasal dari fiil madhi, yang mempunyai arti memukul atau berjalan.18
Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang
memukulkan kakinya dengan menjalankan usaha.
Definisi secara etimologi (bahasa) ini memiliki dua relevansi antara keduanya,
yaitu: pertama karena yang melakukan usaha ('amil) yadhrib fil ardhi (berjalan
dimuka bumi) dengan bepergian padanya untuk berdagang, maka ia berhak
mendapatkan keuntungan karena usaha dan
kerjanya. Seperti firman Allah Subhanahu Wa Taala :" Dan sebagian orang-orang
yang lain berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah". Kedua, karena

masing-masing orang yang bersyarikat yadhribu bisahmin (memotong/ mengambil


bagian) dalam keuntungan.
Mudharabah adalah termasuk macam syarikat yang paling lama dan paling banyak
dipakai dalam masyarakat, dan telah dikenal oleh bangsa Arab sebelum Islam serta
telah dijalankan oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam sebelum kenabiannya
sebagaimana telah diakui dan disetujui Nabi Shalallahu Alaihi Wasalla setelah
kenabiannya. Penamaan macam syarikat ini dengan (mudlarabah) adalah menurut
umat Islam di Iraq dan mereka juga menamainya dengan (Mu'amalah) dikatakan;
'aamaltu rajulan mu'amalatan yang berarti adalah saya memberinya uang untuk
mudlarabah.
Para penduduk Hijaz menamainya dengan Qiradh yaitu berasal dari fiil madhi
qardh yang berarti al-qath'u atau pemotongan. Hal itu karena pemilik harta
memotong dari sebagian hartanya sebagai modal dan menyerahkan hak
pengurusanya kepada orang yang mengelolanya dan pengelola memotong untuk
pemilik bagian dari keuntungan sebagai hasil
dari usaha dan kerjanya. Sedangkan pengertian menurut istilah para ulama fikih
mudlarabah adalah sebagai berikut :
a. Mazhab Hanafi mendefiniskan mudlarabah sebagai akad atas suatu syarikat
dalam keuntungan dengan modal harta dari satu pihak dan dengan pekerjaan
(usaha) dari pihak yang lain. Secara tekstual ditegaskan bahwa syarikat
mudlarabah adalah suatu akad (kontrak) dan mereka juga menjelaskan unsurunsur pentingnya yaitu; berdirinya syarikat ini atas usaha fisik dari satu pihak
dan atas modal dari pihak yang lain, namun tidak menjelaskan dalam definisi
tersebut cara pembagian keuntungan antara kedua orang yang bersyarikat itu.
Sebagaimana mereka juga tidak menyebutkan syarat yang harus dipengaruhi
pada masing-masing pihak yang melakukan kontrak dan syarat yang harus
dipenuhi pada modal.
b. Mazhab Maliki mendefiniskan mudlarabah sebagai suatu pemberian mandat
(taukiil) untuk berdagang dengan mata uang tunai yang diserahkan (kepada
pengelolanya) dengan mendapatkan sebagian dari keuntungannya, jika
diketahui jumlah dan keuntungan. Mazhab Maliki menyebutkan berbagai
persyaratan dan batasan yang harus dipenuhi dalam mudlarabah dan cara
pembagian keuntungan yaitu dengan bagian jelas yang tertentu sesuai

kesepakatan antara kedua pihak yang bersyarikat. Namun definisi ini tidak
menegaskan kategorisasi mudlarabah sebagai suatu akad (kontrak), melainkan
ia menyebutkan bahwa mudlarabah adalah pembayaran (penyerahan modal) itu
sendiri.
Demikian pula definisi ini telah menetapkan wakalah bagi pihak mudharib
('amil) sebelum pengelola modal mudlarabah dan mempengaruhi keabsahannya
bukannya sebelum akad. Sebagaimana terdapat perbedaan antara seorang wakil
kadang mengambil jumlah tertentu dari keuntungan kerjanya. Seorang wakil
kadang mengambil jumlah tertentu dari keuntungan baik modal itu
mendapatkan keuntungan atau tidak mendapatkan keuntungan, sedangkan
seorang mudharib tidak berhak mendapatkan apapun kecuali pada saat
mengalami keuntungan dan baginya adalah sejumlah tertentu dari rasio
pembagian. Definisi ini juga tidak menyebutkan apa yang harus dipenuhi oleh
masing-masing pihak yang melakukan akad.
c. Mazhab Syafi'i mendefiniskan mudlarabah sebagai suatu akad yang memuat
penyerahan

modal

kepada

orang

lain

untuk

mengusahakannya

dan

keuntungannya dibagi antara mereka berdua. Meskipun mazhab Syafi'I telah


menegaskan kategorisasi mudlarabah sebagai suatu akad, namun ia tidak
menyebutkan apa yang harus dipenuhi dari persyaratan kedua pihak yang
melakukan akad, sebagaimana ia juga tidak menjelaskan cara pembagian
keuntungan.
d. Mazhab Hanbali mendefiniskan mudlarabah sebagai penyerahan suatu modal
tertentu dan jelas jumlahnya

atau semaknanya kepada orang yang

mengusahakannya dengan mendapatkan bagian tertentu dari keuntungan.


Meskipun definisi ini telah menyebutkan bahwa pembagian keuntungan adalah
antara kedua orang yang bersyarikat menurut yang mereka tentukan, namun ia
tidak menyebutkan lafadz akad sebagaimana juga belum menyebutkan
persyaratan yang harus dipenuhi pada diri kedua orang yang melakukan akad.22
Dari berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa definisi
mudlarabah adalah suatu akad (kontrak) yang memuat

penyerahan modal

khusus atau semaknanya tertentu dalam jumlah, jenis dan karakternya (sifatnya)
dari orang yang diperbolehkan mengelola harta (jaiz attasharruf) kepada orang

lain yang 'aqil, mumayyiz dan bijaksana, yang ia pergunakan untuk berdagang
dengan mendapatkan bagian tertentu dari keuntungannya menurut nisbah
pembagiannya dalam kesepakatan. Secara lebih sederhana mudlarabah adalah
akad yang dilakukan oleh pemilik modal dengan pengelola, di mana keuntungan
disepakati di awal untuk dibagi dua dan kerugian ditanggung oleh pemodal.
Dasar yang dijadikan landasan hukumnya adalah firman Allah dalam Surat
Muzammil 20:
Artinya: Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri kurang
dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan
segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan
ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat
menentukan batasbatas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan
kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah dari Al Qur'an. Dia mengetahui
bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang
berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang
lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah dari Al
Qur'an dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah
pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu
perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh nya di sisi Allah sebagai
balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah
ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
Firman Allah dalam surat al-Jumu'ah: 10:
Artinya: Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka
bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyakbanyak supaya
kamu beruntung.
Firman Allah dalam surat al-Baqarah: 198
Artinya: "Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia dari Tuhanmu. Maka
apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di
Masy'arilharam . Dan berdzikirlah Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya
kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orangorang yang sesat".

2.6.

MEKANISME PERHITUNGAN BAGI HASIL


Belum adanya standar pola operasi yang dikeluarkan oleh otoritas moneter menjadikan
bank-bank syariah yang pada saat ini sudah beroperasi melakukan adopsi atau menyusun
pola operasi secara sendiri-sendiri. Ketidakseragaman pola operasi yang diterapkan yang
pada akhirnya akan mempersulit otoritas moneter, pemilik dana serta bank yang
bersangkutan melakukan kontrol serta mengukur tingkat kepatuhan dan keberhasilan dari

usaha bank-bank tersebut. Berikut contoh cara menghitung bagi hasil pada bank syariah:
1. Menghitung saldo rata-rata dari sumber dana bank yang berdasar data dari hasil
perhitungan di atas.
Giro Wadiah
Tabungan Mudharabah
Deposito Mudharabah 1 bulan
Deposito Mudharabah 3 bulan
Deposito Mudharabah 6 bulan
Deposito Mudharabah 12 bulan
Total Sumber Dana

: Rp. 60.000
: Rp. 150.000
: Rp. 50.000
: Rp. 40.000
: Rp. 175.000
: Rp. 75.000
: Rp. 550.000

2. Menghitung rata-rata pelemparan dana yang dilakukan oleh bank dalam sebulan,
kemudian menghitung jumlah total pelemparan dana baik dalam bentuk pembiayaan
bagi hasil, jual beli maupun SBPU.
Jumlah posisi rata-rata pelemparan dana dari hasil perhitungan diatas adalah :

3.

Pembiayaan
SBPU

: Rp. 480.000
: Rp. 100.000

Menghitung jumlah pendapatan yang akan dibagikan kepada nasabah, dengan


menghitung jumlah dari :
Pendapatan Pembiayaan
: Rp. 8.000
Pendapatan SBPU
: Rp. 2.000
Dalam menghitung jumlah pendapatan yang akan dibagikan kepada nasabah dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Membandingkan antara Total Aktiva Produktif dengan Total Dana Pihak III, dalam
hal ini Total Aktiva Produktif > Total Dana Pihak III. Total dana Pihak III Rp.
550.000 semua digunakan sebagai sumber dana aktiva produktif. Dengan rincian
Rp. 480.000 dialokasikan kedalam pembiayaan dan Rp. 70.000 kedalam SBPU

b. Menghitung porsi pendapatan yang dibagikan dari masing-masing jenis aktiva


produktif berdasarkan alokasi sumber dana diatas.
Pembiayaan
: (480.000/480.000) x 8.000
SBPU
: (70.000/100.000) x 2.000
Jumlah total pendapatan di bagikan
4.

= 8.000
= 1.400 +
9.400

Perhitungan bagi hasil nasabah


a. Menghitung jumlah pendapatan dibagikan untuk masing-masing dana
Tabungan
: (150.000/550.000) x 9.400 = 2.564
Deposito 1 bulan
: (50.000/550.000)
x 9.400 = 855
Deposito 3 bulan
: (40.000/550.000)
x 9.400 = 684
Deposito 6 bulan
: (175.000/550.000) x 9.400 = 2.991
Deposito 12 bulan
: (75.000/550.000)
x 9.400 = 1.282
b. Menghitung pendapatan bagi hasil yang akan dibayarkan kepada masing-masing
jenis dana sesuai dengan kesepakatan nisbah
Tabungan
45/100
x 2.564 = 1.154
Deposito 1 bulan
: 65/100
x 855 = 556
Deposito 3 bulan
: 66/100
x 684 = 451
Deposito 6 bulan
: 66/100
x 2.991 = 1.974
Deposito 12 bulan
: 67/100
x 1.282 = 859
c. Menghitung ekuivalen rate untuk masing-masing jenis sumber dana untuk jangka
waktu 31 hari
Tabungan
: (1.154/150.000) x 365/31 x 100%
Deposito 1 bulan : (556/50.000)
x 365/31 x 100%
Deposito 3 bulan : (451/40.000)
x 365/31 x 100%
Deposito 6 bulan : (1.974/175.000) x 365/31 x 100%
Deposito 12 bulan : (859/75.000)
x 36/31 x 100%

= 9.06%
= 13.09%
= 13.28%
= 13.28%
= 13.49%

Pada umumnya bank-bank syariah di Indonesia dalam perhitungan bagi hasilnya


menggunakan sistem bobot pada setiap dana investasi, dengan mengalikan prosentase bobot
tersebut dengan saldo rata-rata. Semakin labil investasi tersebut semakin kecil bobot yang
dikenakan, dan semakin stabil investasi maka semakin besar bobot yang dikenakan pada
investasi tersebut, hal ini diterapkan sebagai bentuk dari pengamanan risiko pada setiap dana
invesatasi. Bobot akan mempengaruhi besarnya bagi hasil yang akan didistribusikan
sehingga akan berdampak pada bagi hasil yang akan diterima oleh pemilik dana.Hal ini dapat
dilihat dari contoh perhitungan sistem revenue sharing yang menggunakan bobot pada tabel
diatas.

BAB 3
PENUTUP

3.1.

Kesimpulan
Bagi hasil adalah suatu sistem pengolahan dana dalam perekonomian Islam yakni
pembagian hasil usaha antara pemilik modal (shahibul maa/) dan pengelola (Mudharib).
Pada penerapannya prinsip yang digunakan pada sistem bagi hasil, menggunakan dua
macam

kontrak

kerjasama

yaitu

akad Musyarakah dan Mudharabah. Dimana

musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu tertentu
dimana masing-mating pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Sedangkan
Mudharabah adalah perjanjian antara pemilik modal (uang dan barang) dengan
pengusaha dimana pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya suatu usaha
/proyek dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek tersebut dengan bagi hasil sesuai
dengan perjanjian.
Sedangkan mekanisme penghitungan bagi hasil dapat dilakukan dengan dua macam
pendekatan, yaitu :
a. Pendekatan profit sharing (bagi laba)
b. Pendekatan revenue sharing (bagi pendapatan).

DAFTAR PUSTAKA

http://ekowaluyoekonommuda.blogspot.co.id/2014/03/makalah-sistem-bagi-hasil-

dalam.html
https://nonkshe.wordpress.com/2012/03/13/bagi-hasil-dalam-pembiayaan-pada-

perbankan-syariah/
http://blog.umy.ac.id/cahminang/perbedaan-sistem-bunga-dan-bagi-hasil/

Anda mungkin juga menyukai