Anda di halaman 1dari 9

DEMOKRASI DAN DEMOKRATISASI

Peran partai politik dalam sistem demokrasi di indonesia

Oleh
IBNU TSANI ROSYADA
071211331008

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2014

Latar belakang
Sejarah perkembangan partai partai politik di Indonesia sangat mewarnai perkembangan
demokrasi di Indonesia. Hal ini sangat mudah dipahami, karena partai politik merupakan
gambaran kekuatan peran rakyat dalam percaturan politik nasional. Berawal dari keinginan untuk
merdeka dan mempertahankan kemerdekaan serta mengisi pembangunan, partai politik
merupakan sarana yang dapat menyatukan orang-orang yang mempunyai pikiran serupa dan
orientasi sehingga pengaruh mereka bisa lebih besar dalam pembuatan dan pelaksanaan
keputusan.
Menurut Neuman, (Budiharjo: 2007) partai politik merupakan perantara yang besar yang
menghubungkan kekuatan kekuatan-kekuatan idiologi sosial dengan pemerintahn yang resmi.
Dalam konteks pelaksanaan Demokrasi, Partai Politik memiliki fungsi sebagai penyalur
artikulasi dan agregasi kepentingan politik yang paling mapan dalam sebuah sistem politik
modern. Sifat penting dari partai politik menjadi semakin terlihat manakala dihubungkan dengan
kepentingan publik yang perlu didengar oleh pemerintah (pelaksana kekuasaan eksekutif) dan
parlemen (pemegang kekuasaan legislatif). Alasan utama dari pentingnya keberadaan partai
politik dalam proses demokrasi, khususnya demokrasi tidak langsung adalah karena ruang
geografis yang semakin luas dan populasi penduduk yang semakin besar dalam wilayah suatu
negara, sehingga dalam situasi tersebut masyarakat tidak mungkin menyalurkan aspirasinya
secara langsung. Berdasarkan uraian di atas, maka secara sederhana partai politik memiliki tugas
untuk menjadi jembatan antara rakyat dan pemerintah, sehingga dengan demikian maka partai
politik merupakan salah satu pilar utama dan institusi demokrasi yang penting selain dari
lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, pemilihan umum, serta pers yang independen dalam
rangka membangun kehidupan politik yang berkualitas dan beradab.
Keberadaban dan kualitas kehidupan politik yang dimaksud adalah bahwa partai politik
dengan berbagai peran dan fungsinya diupayakan mampu meredam (bahkan menyelesaikan)
berbagai persoalan yang muncul dalam masyarakat modern seperti saat ini. Dengan demikian
maka keberadaban yang akan terbangun melalui partai politik dapat terwujud ketika perbedaan
pendapat yang berpotensi menimbulkan konflik destruktif secara eskalatif dapat diselesaikan
melalui cara-cara dialogis yang konstruktif. Keberadaban dan kualitas kehidupan politik yang
dimaksud adalah bahwa partai politik dengan berbagai peran dan fungsinya diupayakan mampu
meredam (bahkan menyelesaikan) berbagai persoalan yang muncul dalam masyarakat modern
seperti saat ini.
Selain itu sebagai mana yang kita ketahui bahwa partai politik di negara manapun
merupakan lembaga infra struktur politik masyarakat yang menjalankan fungsi partisipasi
politik, komunikasi politik dalam rangka pendidikan politik dan kampanye politik, artikulasi
politik, dan agregasi kepetingan politik. Dalam teori kelembagaan partai politik merupakan
sarana dalam medorong pembangunan politik bagi seluruh warga negara. Partai politik
mempunyai posisi (status) dan peranan (role) yang sangat penting dalam setiap sistem

demokrasi. Partai memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-proses
pemerintahan dengan warga negara. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa partai politiklah
yang sebetulnya menentukan demokrasi, seperti dikatakan oleh Schattscheider (1942),
Political parties created democracy. Karena itu, partai merupakan pilar yang sangat penting
untuk diperkuat derajat pelembagaannya (the degree of institutionalization) dalam setiap sistem
politik yang demokratis. Bahkan, oleh Schattscheider dikatakan pula, Modern democracy is
unthinkable save in terms of the parties.
Namun demikian, banyak juga pandangan kritis dan bahkan skeptis terhadap partai
politik. Yang paling serius di antaranya menyatakan bahwa partai politik itu sebenarnya tidak
lebih daripada kendaraan politik bagi sekelompok elite yang berkuasa atau berniat memuaskan
nafsu birahi kekuasaannya sendiri. Partai politik hanyalah berfungsi sebagai alat bagi segelintir
orang yang kebetulan beruntung yang berhasil memenangkan suara rakyat yang mudah
dikelabui, untuk memaksakan berlakunya kebijakan-kebijakan publik tertentu at the expense of
the general will (Rousseau, 1762) atau kepentingan umum (Perot, 1992)
Rumusan masalah
1. Bagaimana peran partai politik di Indonesia, sejak awal kemerdekaan, orde lama, orde
baru dan era reformasi?

Pembahasan
Peran Partai Politik sebagai dalam Sistem Demokrasi di Indonesia
Peranan partai politik yang secara sederhana dapat diartikan sebagai representation of
idea, yaitu bertindak untuk mewakili kepentingan-kepentingan warga, memberikan jalan
kompromi bagi pendapat/tuntutan yang saling bersaing, serta menyediakan sarana kompromi
bagi suksesi kepemimpinan politik secara damai dan legitimate. (Budiharjo, 2007)
Dalam konteks parpol sebagai jembatan komunikasi antara rakyat dan pemerintah
(yang berkuasa), maka partai politik melalui jajaran struktural partai pada berbagai tingkatan
administratif harus secara aktif menjadi bagian dalam kehidupan sosial dan politik dalam suatu
entitas masyarakat tertentu.
Sebagai salah satu institusi demokrasi yang memegang peranan penting dalam proses
demokrasi, maka partai politik harus dapat menempatkan posisinya secara aktif dan kreatif
dalam rangka menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai representation of idea. Partai politik,
bersama-sama dengan institusi demokrasi lainnya seperti lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif,
dan pers, harus secara konsisten melaksanakan tugas dan fungsi-fungsinya baik pada masa

persiapan pemilihan umum (pre election) maupun pada masa setelah pemilihan umum (post
election).
Pada masa sebelum pemilihan umum sampai dengan pelaksanaan pemilihan umum partai
politik bertugas untuk memperoleh suara sebanyak-banyaknya untuk memperoleh jumlah kursi
yang banyak di lembaga legislatif pada semua tingkatan, mulai dari DPR RI, DPRD Provinsi,
dan DPRD Kabupaten/Kota. Sedangkan pada masa pasca pemilihan umum sampai dengan
pelaksanaannya di periode selanjutnya, partai politik idealnya tetap harus melakukan kegiatankegiatan yang diarahkan pada tujuan organisasi dan mempersiapkan diri untuk menghadapi
pemilihan umum di periode selanjutnya. Dengan demikian partai politik memiliki peranan dan
kekuatan politik yang besar dalam system pemerimtahan demokrasi.
Awal kemerdekaan
Pada awal kemerdekaan, partai politik belum berperan secara optimal sebagai wadah
menyalurkan aspirasi politik rakyat. Hal ini terlihat dari timbulnya gejolak dan ketidakpuasan
sekelompok masyarakat yang merassa aspirasinya tidak terwadahi dalam bentuk gerakangerakan separatis seperti proklamasi Negara islam Indonesia oleh kartosuwiryo tahun 1949. Dari
peristiwa tersebut dapat disimpulkan bahwa partai politik sebagai sarana penyalur aspirasi masih
memiliki kekuatan politik yang lemah.
Sejak proklamasi kemerdekaan indonesia tanggal 17 Agustus 1945 ruang demokrasi
yang luas untuk kepartaian terbuka lebar akan tetapi pada saat PPKI sebagai dewan konstituante
memutuskan membentuk satu partai tunggal dengan pertimbangan bahwa sistem multi partai
akan memecah belah rakyat dan akan menimbulkan kekacauan dengan demikian di bentuklah
Partai Nasional Indonesia.Tujuan utama pendirian partai ini adalah untuk memperkuat persatuan
bangsa dan negara serta membela republik indonesia yang berdaulat, adil dan makmur .Inilah
kebutuhan di dirikannya Partai Nasional Indonesia akan tetapi ketika terjadi protes rakyat dan
elit politik yang tidak setuju dengan satu partai tunggal maka pemerintah melalui wakil presiden
M. Hatta mengeluarkan maklumat yang pada intinya berisi memberikan kesempatan kepada
rakyat untuk mendirikan partai politik. Maklumat itu kemudian dikenal dengan Maklumat
Pemerintah tanggal 3 November 1945. Partai politik yang muncul setelah Maklumat Pemerintah
tanggal 3 November 1945 dikeluarkan antara lain Masyumi, Partai Komunis Indonesia, Partai
Buruh Indonesia, Parkindo, Partai Rakyat Jelata, Partai Sosialis Indonesia, Partai Rakyat
Sosialis, Partai Katolik, Permai, dan PNI serta partai - partai kecil lainnya.
Dari terbukanya ruang demokrasi ini pemilu di anggap satu-satunya solusi untuk memilih
pemimpin atau mengatur berbagai kebijakan negara dalam mengurus serta membagi kewenangan
pemerintahan.
Di masa awal kemerdekaan ini partai politik belum berperan secara optimal sebagai
wadah untuk menyalurkan aspirasi politik rakyat. Hal ini terlihat dari timbulnya berbagai gejolak
dan ketidak puasan di sekelompok masyarakat yang merasa aspirasinya tidak terwadahi dalam

bentuk gerakan-gerakan separatis seperti proklamasi Negara Islam oleh Kartosuwiryo tahun
1949, terbentuknya negara-negara koloni baru belanda yang bernuansa kedaerahan.Negaranegara baru ini sengaja diciptakan oleh Belanda untuk memecah belah persatuan dan kesatuan.
Namun mengapa hal itu terjadi dan ditangkap oleh rakyat di wilayah itu? Jawabannya adalah
bahwa aspirasi rakyat berbelok arah mengikuti aspirasi penjajah, Karena tersumbatnya saluran
aspirasi yang disebabkan kapasitas sistem politik. Negara baru buatan belanda ini sesungguhnya
merupakan politik devide at impera Belanda. Belum cukup memadai untuk mewadahi
berbagai aspirasi yang berkembang. Di sini boleh dikatakan bahwa rendahnya kapasitas sistem
politik, lebih disebabkan oleh karena sistem politik masih berada pada tahap awal
perkembangannya.Artinya kondisi ini bisa di maklumi
Era orde lama
Di zaman pemerintahan orde lama peran partai politik sebagai penyalur aspirasi rakyat
masih belum terlaksana sesuai yang diharapkan. Partai politik cenderung terperangkap oleh
kepentingan partai dan kelompoknya masing-masing dan bukan kepentingan rakyat secara
keseluruhan. Sebagai akibatnya adalah terjadinya ketidak stabilan system kehidupan politik dam
kemasyarakatan yang ditandai dengan ketidakstabilan system politik. Namun di awal era ini atau
pada masa demokrasi terpimpin partai politik memiliki kekuatan yang sangat besar dalam system
pemerintahan, karena pada massa itu presiden sukarno menjadikan politik sebagai panglima,
sering terjadinya pergantian cabinet pada masa demokrasi liberal 1950-1959 menunjukkan
bahwa partai politik sangat memiliki pengaruh besar dalam pemerintahan.
Namun pada masa demokrasi terpimpin tahun 1959 pasca dekrit presiden kekuatan partai
politik mengalami penurunan karena keputusan politik pada masa itu banyak ditentukan oleh
presiden. Berdasarkan penpers no. 7 tahun 1959 tanggal 31 desember 1959, kehidupan partai
politik ditata ulang dengan menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh partai politik,
partai politik yang tidak memenuhi syarat dibubarkan. Dengan dikeluarkanya penpers itu, maka
parttai politik yang masig dapat bertahan anatara lain, PNI, Masyumi, Partai NU, PKI, Partai
katolik, PARKINDO, PSI, Partai Murba, Partai IPKI, PSII, dan Partai Perti. Dalam keadaan
seperti itu, kekuatan politik yang ada pada waktu itu adalah presiden dan ABRI, serta beberapa
partai terutama PKI (Badrika, 2006).
Era orde baru
Di zaman orde baru peran partai politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
mencoba ditata melalui UU no. tahun 1973, partai politik yang jumlahnya cukup banyak ditata
menjadi 3 kekuatan politik yang terdiri dari 2 parta politik yaitu PPP dan PDI serta 1 Golkar.
(Badrika, 2006). Namun penataan partai politik tersebut tidak membuat semakin berperanya
partai politik sebagai sarana aspirasi politik rakyat dalam pembuatan keputusan. Partai politik
yang diharapakan dapat mewadahi aspirasi politik yang natinya akan menjadi kebijakan public
tidak terwujud. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kebijakan politik yang dihasilkan pada

pemerintahan orde baru ternyata kurang memeperhatikan aspirasi politik rakyat dan cenderung
merupakan sarana legitimasi penguasa dan kelompok tertentu.
Pada masa ini partai politik hampi tidak memiliki peranan berarti, politik sama sekali
tidak ditempatkan sebagai kekuatan politik namun lebih pada mesin politik pemerintah dan
sebagai asseoris demokrasi.
Era reformasi
Di masa inilah partai politik,mendapatkan ruang yang luas untuk mewujudkan wujud diri
sebagai organisasi yang memiliki peran dan fungsi memobilisasi rakyat atas nama kepentingankepentingan politik sekaligus memberi legitimasi pada proses-proses politik, di antaranya adalah
tentang suksesi kepemimpinan nasional. Namun harapan ini membentur pada konflik antara
partai politik dimana dalam pemilu 1999, terjadi penolakan terhadap Habibie juga Megawati
Soekarnoputri dari satu kelompok terhadap kelompok yang lainnya.Ini artinya partai politik
menyuarakan kepentingan rakyat akan tetapi secara dalam hubungan dengan partai berada dalam
masaha ketidak profesionalan. Penolakan terhadap Habibie sebagai representasi penolakan
terhadap Orde Baru, yang memiliki kaitan kuat dengan Soeharto. Sementara terhadap
Megawati, penolakan dilakukan oleh partai-partai Islam beserta Golkar yang memanfaatkan isue
haram presiden wanita. Gerakan asal bukan Habibie atau Megawati yang akhirnya
melahirkan bangunan aliansi partai-partai Islam (PAN,PPP,PBB, dan Partai Keadilan) yang
dikenal kala itu sebagai kelompok Poros Tengah.
Bangunan aliansi yang dilakukan poros tengah yang kemudian menyeret PKB untuk
menghianati PDI Perjuangan dan mengusung K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi
Presiden Republik Indonesia setelah Habibie. Namun dalam perjalanannya, keakraban Amien
Rais (sebagai pemimpin poros tengah) dan Gus Dur terberai kembali akibat dari perbedaaanperbedaan kepentingan politik yang dilakukan masing-masing.
Pada keterberaian ini pula yang meruntuhkan legitimasi politik Gus Dur sebagai
Presiden, walaupun disisi lain, terdapat berbagai kepentingan politik yang ikut meramaikannya
seperti kepentingan politik militer, PDI Perjuangan, kelompok penguasa korporatisme nasional
yang dihegemoni Soeharto atau Orde Baru, termasuk kepentingan modal asing atau Negara lain
(seperti Amerika Serikat, Uni Eropa) yang terusik atas beberapa kebijakan ekonomi nasional
yang dilakukan Kabinet Gus Dur serta dari kelompok kepentingan ideologis yang radikal untuk
mengubah konsepsi Indonesia menjadi berkarakter politik Islam atau demokrasi Liberal.
Dari tarikan kepentingan kekuasaan suksesi nasional yang dilakukan para elite, yang
selanjutnya membangun perspektif tersendiri dalam konflik-konflik konstitusi di Indonesia .
Seperti dalam kejatuhan K.H. Abdurrahman Wahid memperkuat perlunya tindakan
amandemen atas UUD 1945, karena konstitusi tersebut membuka perseteruan interpretasi
dan dianggap menjadi sumber kekacauan ketatanegaraan di Indonesia. Terlebih pada perdebatan
sistem politik Indonesia , apakah presidensil atau parlementer? Dalam kasus Gus Dur, sistem
presidensil versi UUD 1945 terbukti rentan, dan bisa terdeviasi pada sistem parlementer.

Maka dari sistem yang mendua, MPR periode 1999-2004 melakukan perubahan terhadap
UUD 1945 dalam kekuasaan politik Soeharto tindakan amandemen merupakan tindakan yang
diharamkan walau terdapat beberapa amandemen yang ditengarai tidak sejalan dengan keinginan
rakyat terutama mengenai pasal-pasal politik yang krusial, bahkan beberapa pasal-pasal yang
diamandemen meletakan pada bentuk konspirasi demi kepentingan dan penyelamatan terhadap
kelompok-kelompok tertentu. Dan tidaklah menjadi aneh jika dimasa Megawati (pasca Gus Dur)
dalam pidato kenegaraannya 16 Agustus 2001 mengusung komisi konstitusi, yang berkembang
di Sidang Tahunan MPR 2001 dan memunculkan perbedaan tajam antara sikap konservatisme
di majelis karena kegagalannya membentuk komisi dan tidak mampu melakukan perubahanperubahan atas pasal-pasal krusial. Padahal tanpa komisi konstitusi independent akan menjadi
kesulitan untuk dapat menghasilkan dasar-dasar berbangsa dan bernegara yang lebih demokratis
serta mencerminkan kepentingan rakyat.
Kemudian dalam kepemimipinan Megawati Soekarno purti kekuatan kepartaian terus
menguat terutama persaingan politik antara aliran politik nasionalis dan aliran politik agamis.
Golongan Karya bagaimanapun juga mempunya hubugan historis yang tidak perna berbarengan
degan PDI - Perjuangan.Kekuatan nasionalis terpecah menjadi dua bagian.Peluang ini di
manfaatkan kelopok nasionalis lainnya untuk menaikan citra politik masanya dengan melakukan
pembusukan dari luar terhadap partai-partai lama yang berkuasa .Dalam pemilihan Umum 2004
Partai Nasionalis aliran nasionalis religus yakni demokrat memenagkan pemilihan presiden
secara langsung. SBY JK Golkar memainkan JK sebagai calon dari partai Golkar dan
kolaborasi yang menarik mernjadi kekuatan yang cukup sepurna dan Persoalan lain adalah degan
adanya partai politik yang terlalu banyak dalam pemilu setelah selesai pemilihan umum presiden
dan legislatif dan eksekutif di puat daerah propinsi,kabupaten/kota mengalami masalah yang
berkebanjangan yang kemudian berdampak pada tindakan-tindakan kekerasan yang terjadi
hamper di seluruh Indonesia.Dengan sejumlah masalah yang banyak dalam dalam pemilihanpemilihan umum partai politik di Indonesia mendapat riuang yang besar dan menda[patkan
pemasukan dari para kandidikat yang maju menjadi calon di legislattif maupun di
eksekutif.Peran partai politik semakin kuat dabn semakin tidak terkontrol dalam pemilihan
umum 2009 Partai politk tetap menjadi lembaga yang sakral untuk menentukan karir politik para
politisi yang hendak mencalonkan diri.Karena partai politik sudah menjadi lembaga yang
moderat di pemilihan umum 2009 untuk pemilihan presiden SBY merangkul orang netral dan
sebagai ekonom dan itu adalah suatu strategi yang menarik sehingga dalam pemilihan umum
2009 SBY - Boediyono menang dalam pemilihan umum 2009 dan yang menjadi pertanyaan
hingga hari ini partai demokrat menang dalam pemilihan umum 2009 dari mana kemenagan itu
dan bagaimana kemenagan itu sampai hari ini pertanyaan itu menjadi misterius dan belum ada
jawabannya.Kasus Cikias di angkat dalam rangkaian menjawab pertanyaan itu akan tetapi kasus
cikias menghilang begitu saja.Kasus Ceanturypun demikian ,Kasus Mafia Pajakpun demikian
dan berbagai kasus korupsi di masa kepemimpina SBY-JK dan SBY-Boediyono saat ini.
Partai politik menjadi kendaraan politik yang mempunyai legitimasi yang kuat akan
tetapi kepentingan rakyat sudah tidak lagi terlihat secara nyata oleh karena partai politik menjadi
alat elit politik.

Perbandingan peran partai poitik di era, kemerdekaan, orde lama, orde baru dan era baru
Melihat perkembangan peran partai politik sejak era kemerdekaan hingga era reformasi sangat
Rekomendasi
Melihat peranan partai politik yang sangat signifikan dalam sisitem demokrasi di
Indonesia, perlu adanya perbaikan dalam tubuh partai politik Indonesia. Peran yang sedemikian
besar dalam demokrasi di Indonesia justru berbanding terbalik dengan kinerja partai politik saat
ini, yang hanya focus pada perebutan kekuasaan dan kepentingan kelompok yang hanya bekerja
pada saat menjeang pemiihan umum serta mengabaikan fungsi utama partai politik. Oleh karena
itu diharapakan partai politik mampu menjalankan fungsi sebagai sarana komunikasi politik,
sarana sosialisasi politik, serta rekuitmen politik.
Sebagai sarana komunikasi politik, kader-kader partai politik yang ada legisatif harus
selalu intensive dalam melakukan komunikasi dengan masyarakat yang diwakilinya, mereka
harus melakukan pertemuan rutin dengan para konstituen sehingga wakil rakyat yang ada di
legislative benar-benar mewakili suara rakyat. Dalam hal ini partai politik memiiki peran untuk
mengontrol kader-kadernya sehingga peran partai poitik sebagai jembatan atau sarana
komunikasi antar rakyat dan pemerintah berjalan dengan baik.
Sedangkan sebagai sarana sosialisasi politik, partai politik harus selau aktif memberikan
sosialisasi terhadap masyarakat akan kepedulian dan kesadaran politik, dalam hal ini partai
politik tidak hanya bekerja ketika tahun-tahun menjelang pemilu saja, tapi partai politik juga
terus bekerja sepanjang tahun karna partai politik bertanggung jawab dalam melakukan
pendidikan politik terhadap seluruh warga negara demi kemajuan sistem demokrasi yang ada.
Sebagai sarana rekuitmen politik, ini merupakan fungsi partai politik yang paling penting
dalam sistem demokrasi, baik buruknya suatu pemerintahan tergantung actor-aktor yang
menjalankanya. Oleh karena itu partai politik harus selektif dalam melakukan rekuitmen, tidak
hanya melakukan hal pragmatis demi kepentingan kelompok saja. Diharapkan partai politik
mampu menyeleksi dan mendidik kader-kader yang militan yang siap untuk mengabdikan
dirinya terhadap pemerintahan sehingga pemerintahan yang ada benar-benar dikendalikan oleh
orang-orang yang berkualitas bukan orang-orang karbitan.
Jika partai politik mampu menjalankan fungsinya dengan baik maka cita-cita yang ada
dalam pembukaan dalam undang-undang dasar dan niai-nilai dalam pancasila bukan hanya
sekedar harapan, bukan hanya sekedar hanyalan tapi akan benar-benar dapat dirasakan.

Kesimpulan
Daftar isi
Badrika, I wayan. 2006. Sejarah, Jakarta: Erlangga.
Budiharjo, Miriam. 2007. Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
edisi revisi.
Schattscheider. 1942. Party Government, Farrar & Rinehart, New York.
Rousseau, Jean Jacques.1762. The social contract Or principles of political right, Translated by
G. D. H. Cole, public domain Rendered into HTML and text by Jon Roland of the Constitution
Society.
H. Ross Perot ,(199), United We Stand., Text of the book published by Perot in 1992 to mark the
launch of his Presidential campaign, complete with charts. The text is hosted by the site of the
organization he created that year United We Stand America, as saved by The Internet Archive..

Anda mungkin juga menyukai