Analisa Kualitatif
Analisa Kualitatif
4. Larutkan residu dalam 15 ml air. Larutan dibagi dua (larutan F 10 ml, dan larutan G 5 ml).
5. Untuk menguji adanya sakarin :
a. Kedalam 10 ml larutan F ditambahkan 2 ml H2SO4 encer (1+3). Panaskan sampai mendidih.
b. Tambahkan sedikit berlebih larutan KMnO4 % sampai terbentuk warna merah jambu yang
persisten, dinginkan.
c. Tambahkan kurang lebih 1 g NaOH. Saring, masukkan filtrat ke dalam pinggan porselin.
Uapkan sampai kering.
d. Panaskan pada 210 215 OC dalam tanur selama 20 menit. Larutkan residu dalam air.
e. Pindahkan larutan ke dalam labu pemisah, asamkan dan ekstrak dengan eter. Uapkan eter.
f. Larutkan residu dalam air. Tambahkan 1 tetes FeCl3 netral 0.5 %. Terbentuknya warna violet
menandakan adanya asam salisilat yang dibentuk dari sakarin
6. Untuk menguji adanya asam p-Hidroksibenzoat :
a. Netralkan 5 ml larutan G dengan NH4.
b. Uji dengan pereaksi million. Terbentuknya warna merah mawar menunjukkan adanya asam pHidroksibenzoat.
B. NATRIUM BENZOAT : ANALISA KUANTITATIF
Prinsip
Dalam sample yang sudah dijenuhi oleh larutan NaCl, asam benzoate yang ada dalam sample
diubah menjadi Natrium Benzoat yang larut air dengan penambahan NaOH.
Jika larutan Natrium Benzoat si asamkan dengan HCl berlebih, akan terbentuk asam benzoate
yang larut dalam air yang dapat diekstrak dengan kloroform. Kloroform dapat di hilangkan
dengan penguapan, residu yang mengandung asam benzoate dilarutkan dalam alcohol dan
dititrasi dengan NaOH standart.
Pereaksi
1. NaCl
2. NaOH 10 %
3. HCl (1+3)
4. Khloroform
5. NaOH 0.05 N
Peralatan
1. Labu takar 500 ml dan 250 ml
2. Labu pemisah 500 ml
3. Buret
Cara kerja
Persiapan sampel
Prosedur Umum
1. Homogenkan sampel, jika padatan atau semi padatan harus digiling terlebih dahulu.
Pindahkan 100 g sampel ke dalam labu takar 500 ml.
2. Tambahkan NaCl powder dalam jumlah yang cukup untuk menjenuhkan air yang ada dalam
sampel, kemudian buat alkali dengan penambahan larutan NaOH 10 % (periksa dengan kertas
litmus).
3. Encerkan sampai tanda tera dengan larutan NaCl jenuh. Kocok merata.
4. Biarkan sedikitnya 2 jam dengan pengocokan berkali kali secara berkala. Lebih disukai bila
dibiarkan semalaman. Saring dengan kertas Whatman No. 4.
5. Jika sampel mengandung banyak lemak yang dapat mengkontaminasi filtrate, tambahkan
beberapa ml larutan NaOH ke dalam filtrate, kemudian ekstrak dengan eter sebelum penetapan
selanjutnya.
6. Jika sampel mengandung alcohol, perlakuan seperti mempersiapkan sampel cider.
Sampel Saus Tomat
1. Ke dalam 100 g sampel ditambahkan 15 g NaCl dan pindahkan campuran ke dalam labu takar
500 ml, cuci wadah semula dengan lebih kurang 150 ml larutan NaCl januh.
2. Tambahkan NaOH 10 % sampai alkali, kemudian tepatkan sampai tanda tera dengan larutan
NaCl jenuh. Biarkan selama sedikitnya 2 jam, kocok setiap selang waktu tertentu, sentrifusa jika
perlu, kemudian saring.
Cider yang Mengandung Alkohol dan Produk Sejenisnya
1. Ke dalam 250 ml sampel tambvahkan NaOH 10 % sampai alkalis, uapkan pada penangas uap
sampai volume larutan menjadi 100 ml.
2. Pindahkan sampel ke dalam labu takar 250 ml, tambahkan 30 g NaCl, kocok sampai larut.
3. Tepatkan sampai tanda tera dengan larutan NaCl jenuh. Biarkan sedikitnya selama 2 jam,
kocok secara teratur dan kemudian di saring.
Jellies, Jam, Preserves, dan Marmalades
1. Campurkan 100 150 g sampel dengan 300 ml larutan NaCl jenuh. Tambahkan 15 g NaCl dan
buat larutan menjadi alkali dengan NaOH 10 %.
2. Pindahkan ke dalam labu takar 500 ml dan encerkan sampai tanda tera dengan larutan NaCl
jenuh.
3. Biarkan sedikitnya selama 2 jam, kocok teratur, sentrifusa bila perlu dan kemudian disaring.
Penetapan Sampel
1. Pipet 100 ml atau secukupnya (bisa lebih asal tepat) filtrate sampel, masukkan ke dalam labu
pemisah. Netralkan dengan penambahan HCl encer (1+3) dan tambahkan lagi 5 ml HCl (sesudah
netral)
2. Ekstrak dengan menggunakan kloroform beberapa kali dengan volume kloroform berturut
turut 70, 50, 40 dan 30 ml. untuk mencegah pembentukan emulsi, goyang goyang secara
kontinu setiap kali ekstraksi dengan gerakan rotasi. Lapisan kloroform biasanya memisah dengan
mudah sesudah di biarkan beberapa menit.
3. Jika terbentuk emulsi, hilangkan dengan mengocok lapisan kloroform menggunakan gelas
pengaduk atau dengan memindahkan dan memisahkan emulsi dengan menggunakan labu
pemisah lain atau dengan sentrifusa beberapa menit.
4. Setiap kali ekstraksi selesai, ambil bagian jernih kloroform sebanyak mungkin, usahakan
jangan tercampur dengan emulsi. Jika lapisan kloroform yang diperoleh kurang jernih, maka
perlu dicuci dengan aquades sampai jernih.
5. Pindahkan seluruh ekstrak kloroform yang di peroleh ke dalam Erlenmeyer 250 ml yang
kering, cuci labu pemisah (tempat ekstrak kloroform) dengan 5 10 kloroform.
6. Destilasi dengan lambat pada suhu rendah sampai volume ekstrak seperempat dari volume
semula. Kemudian uapkan sampai kering pada suhu kamar di atas penangas air sampai tinggal
beberapa tetes cairan saja yang tinggal.
7. Keringkan residu semalaman (atau sampai bau asam asetat hilang jika sampelnya adalah saus
tomat) dalam desikator yang berisi H2SO4 pekat.
8. Larutan residu asam benzoat dalam 50 ml alkohol netral (cek dengan fenolftalen), tambahkan
12 15 ml air dan 1 atau 2 tetes indicator fenolftalen dan titrasi dengan NaOH 0.05 N.
Perhitungan
- Corong pemisah
- Gelas piala
- Buret
- Pipet tetes
Bahan bahan :
- Contoh yang akan dianalisa (makanan dalam kaleng)
- Kloroform
- NaOH 10 %
- NaCl 30 %
- Air suling
- HCl (1 : 3)
- Alkohol (4 : 1)
- Naoh 0.5 N
- Indikator penolptalen
Urutan Kerja :
1. Masukkan 100 g contoh dalam bentuk cairan atau contoh padatan yang telah di haluskan dan
kemudian di encerkan sampai 300 ml.
2. Tambahkan 10 ml NaOH 10% dan 10 ml NaCl 30%, kemudian tambah dengan air sampai
volume 400 ml dan saring. Kemudian dikocok selama 2 jam dan biarkan.
3. Tambahkan air suling ke dalam labu takar sampai volumenya 500 ml kemudian saring dengan
menggunakan kertas Whatman no. 4
4. Pipet 100 ml filtrate (hasil saringan) dalam botol pengocok, lalu netralkan dengan HCl (1 : 3)
dan di test dengan kertas pH.
5. Tambahkan 50 ml kloroform dan kocok perlahan lahan untuk menghindari terbentuknya
emulsi.
6. Pindahkan ke dalam botol pemisah dan pisahkan larutannya. Kemudian ambil 25 ml cairan
melalui kran (bagian bawah) dan masukkan ke dalam gelas piala. Diamkan beberapa waktu
sampai kloroform menguap habis.
7. Larutkan residu dengan 50 ml alcohol (4 : 1), kemudian tambahkan air suling dan titrasi
dengan larutan NaOH 0.05 N sampai pH tepat 0.1 atau warna merah jambu dengan
menggunakan indicator pheenolpthale.
Perhitungan
1 ml NaOH 0.05 N = 0.0072 g natrium benzoate anhidrat.
c. Penentuan asam salisilat
Acara :
Penentuan asam salisilat secara kualitatif.
Tujuan :
Melakukan pengujian/analisa kualitatif asam salisilat yang terdapat dalam bahan makanan.
Alat alat
- Erlenmeyer
- Gelas piala
- Pipet ukur
- Sendok porselin
- Penangas air
- Pemanas/lampu spiritus
- Cawan penguapan
Bahan bahan :
- Bahan yang akan dianalisa (minuman ringan)
- Air suling
- Asam sulfat 4 N
- Larutan Ferriklorida
- Air brom
- Asam asetat
- Spiritus
Urutan kerja :
1. Larutkan 1 bagian contoh dalam 4 bagian air suling, aduk dan bila perlu disaring
2. Ambil kira kira 50 100 ml larutan, kemudian diasamkan dengan asam sulfat encer (4 N)
3. Kemudian kocoklah 2 kali dengan 20 ml petroleum eter
4. Larutan yang telah tercampur baik tersebut, diuapkan eternya pada penangas air sampai
potreleum eternya kering
5. Residu di larutkan dalam air dan setengah dari larutan yang di dapat dicampur dengan
beberapa tetes larutan ferriklorida
6. Sisanya yang lain dicampurkan dengan air brom
7. Apabila terdapat asam salisilat dalam bahan (contoh) maka dengan ferriklorida akan menjadi
berwarna violet yang tidak hilang pada penambahan dengan spiritus atau sedikit asam
cuka/asetat
8. Pada penambahan dengan air brom terjadi endapan putih
d. Penentuan asam benzoate
Acara :
Penentuan asam benzoate secara kualitatif
Tujuan :
Melakukan pengujian kualitatif asam benzoate dalam suatu bahan (makanan/minuman)
Alat alat :
- Gelas piala
- Erlenmeyer
- Corong gelas
- Pipet ukur
- Pemanas/lampu spiritus
- Oven
- Penangas air
- Termometer
Bahan bahan :
- Bahan yang akan dianalisis
- Air suling
- Asam sulfat 4 N
- Petroleum eter
- Asam nitrat berasap (HNO3 65 %)
- H2SO4 pekat
- KNO3
- Amonia mendidih
- (NH4)2
- (NH4)2S
- Hidroksil amine-HCl
- Kertas saring
Urutan kerja :
1. Satu bagian contoh dilarutkan dalam 4 bagian air, diaduk dan bila perlu disaring.
2. Ambil kira kira 50 100 ml larutan (filtrate) yang kemudian diasamkan dengan asam sulfat
4 N, dua kali dikocok berturut turut dengan 20 ml dan 10 ml potreleum eter.
3. Larutan yang mengandung potreleum eter tersebut dipanaskan pada penangas air sampai habis
menguap.
4. Residu yang tertinggal ditetesi dengan 10 tetes H2SO4 pekat atau dengan 1 tetes asam nitrat
berasap (HNO3 65 %) juga dapat digunakan 50 ml KNO3.
5. Kemudian panaskan dengan oven sampai suhu 180 OC selama 3 menit.
6. Setelah dingin cairan dibuat alkalis dengan menambah ammonia dan kemudian di didihkan.
7. Setelah dingin diberi (NH4)2S atau 40 mg hidroksil amine-HCl.
8. Timbulnya warna merah coklat menunjukkan adanya asam benzoate.
e. Penetapan asam borat dan boraks
Acara :
Penetapan asam borat dan asam boraks
Tujuan :
Melakukan pengujian/analisa secara kuantitatif adanya zat pengawet boraks atau asam borat.
Alat alat :
- Pipet ukur
- Penangas air
- Erlenmeyer
- Cawan pengabuan
- Batang pengaduk
- Pipet tetes
- Pipet volumetric
- Gelas piala
- Kertas saring
Bahan bahan :
- Contoh yang dianalisa (susu dalam kaleng)
- Asam tumerat
- HCl
- NH4OH
- Air kapur (lime water)
- Air suling
- Kertas pH
Urutan kerja :
1. Buatlah kertas tumerat dari kertas saring yang dicelupkan dalam asam tumerat dan
dikeringkan di udara.
2. Asamkan contoh yang akan dianalisa dengan HCL, dengan perbandingan 7 ml HCl dalam 100
ml contoh.
3. Celupkan kertas tumerat tadi ke dalam contoh yang telah diasamkan da diamkan kertas
- Pipet tetes
Bahan bahan :
- Contoh (makanan/minuman)
- Asam asetat glacial
- Asam perklorat 0.1 N
- Kristal violet
Urutan kerja :
1. Ambillah 0.3 g contoh yang telah di keringkan pada suhu 120 OC selama 4 jam yang
kemudian di larutkan dalam 20 ml asam asetat glacial.
2. Titrasilah dengan asam perklorat 0.1 N dengan 2 tetes larutan kristal violet sebagai indicator,
sehingga warna ungu larutan berubah menjadi biru kemudian hijau
3. Buatlah percobaan blanko (tanpa contoh)
Acara 3 :
Pengujian dulsin secara kualitatif
Tujuan
Menguji ada atau tidaknya dulsin sebagai zat pemanis buatan dalam makanan/minuman.
Alat alat :
- Gelas piala
- Corong
- Erlenmeyer
- Gelas ukur
- Neraca
- Penangas air
Bahan bahan :
- Contoh (makanan/minuman)
- Larutan H3PO4 25 %
- Kloroform
- Serbuk tragakan
- Larutan asam karbonat
- Larutan merkuri nitrat 1 -2 g HgO yang baru saja dicuci dengan air dan dilarutkan dalam
NHO3, tambahkan larutan NaOH (konsentrasi tak penting) sehingga endapan yang terjadi tidak
larut lagi, kemudian tambahkan air sampai volume 15 ml cairannya didekantasi dan dapat
digunakan.
- PbO2 padat
Urutan kerja :
1. Contoh yang akan diuji dilarutkan dalam 4 bagian berat air dan bila perlu dilakukan
penyaringan.
2. Ambillah 50 100 ml larutan diasamkan dengan larutan asam phosphate 25 % dan kocok
dengan kloroform.
3. Tambahkan 5 10 g serbuk tragakan dan kocok kuat kuat.
4. Tuangkan cairannya ke dalam gelas piala dan kemudian uapkan.
5. Sisa penguapan yang diperoleh dilarutkan dengan larutan asam karbonat encer dan kemudian
disaring.
6. Filtratnya diuapkan sampai kering, suspensikan sisa penguapan 5 ml dan 4 tetes merkuri nitrat.
Acara :
Pengujian zat warna tambahan
Tujuan :
Mengetahui ada tidaknya zat warna yang ditambahkan dalam makanan/minuman.
Alat alat :
- neraca analitik
- Gelas piala
- Gelas ukur
- Pemanas
- Pipet tetes
Bahan bahan :
- Contoh makanan/minuman yang berwarna (jam, saus tomat, sirup, minuman ringan)
- Larutan KHSO3 10 %
- Larutan HCl pekat
- Larutan H2SO4 pekat
- Larutan NaOH 10 %
- Larutan NH4OH 10 %
- Benang wool putih yang tidak berlemak
Urutan kerja :
1. Masukkan 50 ml contoh ke dalam gelas piala dan tambahkan 5 ml larutan KHSO3 10 % dan
masukkan pula 10 cm benang wool putih yang tidak berlemak.
2. Didihkan campuran tersebut selama 10 menit dan kemudian didinginkan.
3. Setelah dingin angkat benang wool dan cuci dengan air suling dan kemudian dikeringkan.
4. Amati warna yang terbentuk, apabila benanf wool berwarna, berarti ada zat warna tambahan.
5. Benang wool dipotong potong dan potongan tersebut ditetesi dengan NH4OH 10 %. Jika
berubah menjadi hijau kotor berarti menunjukkan adanya zat warna alam. Jika terbentuk warna
lain, maka kemungkinan terdapat zat warna tambahan.
6. Ambil 3 potong benang wool lainnya yang masing masing diuji dengan 1 2 tetes HCl
pekat, H2SO4 pekat dan larutan NaOH 10 %.
7. Amati perubahan perubahan warna yang terjadi pada setiap potong benang wool.
NAMA
KELAS
: XI AKM 1
NO. ABSEN : 14
ZAT ADITIF PADA MAKANAN
A. PENGERTIAN ZAT ADITIF
Zat aditif pada makanan atau disebut juga bahan tambahan makanan menurut pengertian dari
Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai
makanan dan biasanya bukan merupakan ingreditas (komposisi) khas makanan, mempunyai atau
tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud
teknologi pada pembuatannya, dan untuk menghasilkan dan mempengaruhi sifat khas makanan
tersebut. Zat aditif pada makanan tersebut tidak boleh digunakan untuk menutupi kerusakan dari
makanan.
B. FUNGSI ZAT ADITIF
Zat aditif yang ditambahkan pada makanan bukanlah masalah baru. Sejak zaman prasejarah,
menusia telah menggunakan garam untuk mengawetkan ikan dan daging. Rempah rempah
sudah digunakan pada masa Mesopotamia Purba sebagai bumbu dan pengharum makanan.
Peralihan masyarakat agraris menjadi masyarakat industri serta semakin meningkatnya proses
urbanisasi telah meningkatkan penggunaan zat aditif pada makanan.
Pada zaman modern dewasa ini, kompetisi pemasaran menyebabkan kalangan industri memakai
lebih banyak zat aditif agar produk makanan mereka lebih lezat dan lebih menarik. Disamping
zat aditif yang memang perlu ditambahkan untuk meningkatkan nilai gizi makanan, biasanya
lebih banyak lagi zat aditif yang tidak mengandung nilai gizi. Zat yang disebut terakhir ini
meliputi zat pewarna, zat penyedap, zat pemanis, zat pengharum dan zat pengawet. Karena zat
aditif sangat banyak, orang sering memperingatkan agar kita berhati hati dengan makanan
yang mengandung zat kimia. Sudah tentu pemikiran tersebut agak lucu, sebab makanan sendiri
adalah zat kimia. Yang perlu diperhatikan adalah beberapa zat kimia tertentu dalam makanan
yang mungkin membahayakan kesehatan kita.
Tidak dapat disangkal bahwa zat aditif banyak yangmenguntungkan dan berguna bagi kesehatan.
Untuk mencegah penyakit gondok, tubuh kita perlu iodine yang cukup sehingga garam dapur
(NaCl) perlu ditambahi kalium iodide (Kl) atau kalium iodat (KlO3).
Jika kita banyak memakan bahan segar dari alam, mungkin tubuh kita tidak memerlukan vitamin
tambahan. Akan tetapi, pada zaman modern ini makin banyak makanan yang diproses oleh
pabrik dan pengolahannya sering mengurangi vitamin yang dikandung makanan tersebut. Oleh
karena itu, pada makanan produk industri perlu ditambahkan vitamin tertentu. Misalnya, vitamin
A ditambahkan pada margarin, vitamin B1 pada beras, vitamin C pada minuman botol dan
vitamin D pada susu.
C. JENIS JENIS ZAT ADITIF SERTA BAHAYA DAN KERUGIANNYA
Untuk zat aditif alami (dari alam) tidak banyak menimbulkan bahaya bagi kesehatan, sedangkan
untuk zat aditif sintetis sering menimbulkan resiko bagi kesehatan.
1. Pemakaian Penyedap Rasa
Penyedap rasa yang umum digunakan adalah Vetcin atau Mono Sodium Glutamat (MSG)
merupakan garam dari asam glutamat yang merupakan asam amino yang sering terdapat pada
hasil fermentasi pembuatan kecap. MSG dibuat dari hasil fermentasi tetes tebu (karbohidrat)
dengan bantuan bakteri Micrococcus Glutamicus. Dalam jumlah yang wajar tidak menimbulkan
risiko, tetapi jika dalam jumlah yang berlebih MSG dapat menimbulkan gejala Chinese
Restaurant Syndrome yaitu gejala dengan adanya rasa haus, sesak nafas, letih atau sakit kepala.
Di Negara maju MSG masih dipertentangkan, hanya tidak boleh untuk makanan bayi dibawah 3
bulan.
2. Pemakaian Pemanis Sintetis
Untuk mencegah kegemukan, kini banyak dipakai pemanis yang tidak berkalori sebagai
pengganti gula. Pemanis yang paling banyak digunakan dalam makanan dan obat obatan
adalah sakarin yang manisnya 500 kali gula dan natrium siklamat yang manisnya 50 kali gula.
Akan tetapi, sejak dasawarsa 1970-an badan FDA di Amerika Serikat telah melarang penggunaan
natrium siklamat yang dicurigai sebagai penyebab kanker.
Pada permen, kini banyak digunakan sorbitol, yaitu suatu senyawa polihidroksi yang
mengandung kalori sama dengan gula. Dibandingkan gula, keunggulannya adalah tidak terurai
dalam mulut sehingga tidak merusak gigi. Akan tetapi, pemakaian sorbitol yang terlalu banyak
dapat menimbulkan diare
Tingkat kemanisan aspartan 200 kali gula. Banyak digunakan untuk mengganti gula pada
penderita diabetes dan yang melakukan diet.
3. Pemakaian Pewarna
Zat pewarna dimaksudkan untuk membuat makan lebih menarik sehingga diharapkan nafsu
makan bertambah dan dari segi bisnis makanan semakin laris. Zat pewarna yang diperoleh dari
nabati (tumbuhan) umumnya tidak menimbulkan efek samping, misalnya warna merah dari
tomat, kuning dari kunyit, oranye dari wortel, hijau dari daun suji atau pandan dan lain
sebagainya. Ada juga zat warna yang berfungsi sebagai vitamin tambahan, misalnya karoten
dari wortel yang dipakai untuk mewarnai mentega atau margarine. Tubuh kita akan mengubah
- karoten menjadi vitamin A. akan tetapi, kebanyakan zat warna hanya berfungsi untuk estetika
dan tidak mengandung nilai gizi.
Dalam bidang industri kini makin banyak dipakai zat pewarna sintetik, karena zat pewarna alami
mudah memudar dan kurang cemerlang warnanya. Sudah tentu zat zat sintetik ini tidak boleh
membahayakan kesehatan. Di Amerika Serikat, badan FDA ( Food and Drug Administration)
telah melarang pemakaian beberapa zat pewarna makanan yang terbukti bersifat karsinogen
(penyebab kanker).
Pewarna yang dugunakan oleh Depkes RI dikelompokkan :
a. Pewarna alami : karoten, khlorophyl, kurkumin, caramel.
b. Pewarna sintetis : tartazin, karmoisin, biru berlian, teritrosin,
indigotin, sunset yellow FCF, hijau FCF, poncean 4R dan lain sebagainya.
Pewarna sintetis yang diizinkan jika digunakan dalam jumlah wajar, tidak menimbulkan risiko.
Tetapi ada beberapa pewarna sintetis dalam jumlah berlebih akan menyebabkan kanker kandung
kemih dan kelainan pada ginjal.
Pewarna yang dilarang Depkes RI adalah pewarna sintetis untuk tekstil, tetapi disalah gunakan
(dipakai untuk makanan). Misalnya rhodamin B, auramin, magneta dan lainnya yang banyak
dipakai pada terasi, sirup atau makanan tanpa izin Depkes RI. Pewarna ini berbahaya dan akan
terakumulasi pada tubuh dan menyebabkan kerusakan pada ginjal, kandung kemih dan kanker.
4. Pemakaian Pengawet
Penambahan zat pengawet pada makanan bertujuan untuk menghambat pertumbuhan jamur atau
bakteri serta untuk memperlambat oksidasi yang dapat merusak makanan. Makanan produk
industri yang menggunakan minyak tumbuhan atau lemak hewan sangat perlu ditambahi zat
pengawet.
Untuk mencegah pertumbuhan jamur dan bakteri, zat pengawet yang banyak dipakai adalah
natrium benzoate. Zat itu aman dan tidak berbahaya. Adapun untuk memperlambat oksidasi,
sering digunakan dua zat antioksidan yang disebut BHT (butyl hidroksi toluene) dan BHA (butyl
hidroksi anisol)
Penelitian akhir akhir ini menunjukkan bahwa pemakaian BHT sebagai zat pengawet
mengandung keuntungan dan kejelekan. BHT dapat menyembuhkan tumor dan membuat awet
muda. Akan tetapi, pemakaian BHT yang terlalu banyak juga dapat menimbulkan alergi.
Satu lagi zat yang dibolehkan dipakai sebagai pengawet adalah K-sorbat. Dimana kedua zat ini
dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pengawet yang paling aman adalah asam cuka
(untuk acar) dan garam (untuk asinan ikan dan telur). Pengawet yang dilarang pemerintah adalah
asam salisilat.
5. Pemakaian Pengharum
Zat pengharum pada makanan umumnya merupakan ester yang memberikan aroma buah, seperti
amil asetat (pisang), amil valerat (apel), etil butirat (nenas), butyl propionat (rum) dan propil
asetat (pear).
Diantara zat aditif pada makanan, zat pengharum ini boleh dikatakan paling aman dan belum
pernah terdengar menimbulkan efek samping yang merugikan.
D. BATAS PENGGUNAAN
Batas penggunaan bahan tambahan makanan di atur oleh Peraturan Mentri Kesehatan Republik
Indonesia No. 722/MENKES/PER/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan.
Batasan penggunaan berdasarka risiko adalah ADI (Acceptable Daily Intake) yaitu batasan yang
tidak menimbulkan risiko / bahaya jika dikonsumsi oleh manusia. Perhitungannya dengan
menggunakan per kilogram bobot badan.
Zat Aditif Batasan PERMENKES RI per Kg Makanan Batasan ADI per Kg Bobot Makanan:
Zat Adiktif
BHA
BHT
Asam Asetat
Asam Sitrat
Sakarin
Siklamat
Aspartam
Asam Benzoat
Asam Sorbat
Beta karoten
Karamal
Tartrazin
100 mg-1000 mg
Secukupnya
5 g 40 g
50 mg 300 mg
500 mg 3 g
600 mg 1 g
500 mg 3 g
100 mg 600 mg
150 mg 300 mg
30 mg-300 mg
0 0,125 mg
Tidak ada batasan
Tidak ada batasan
0,5 mg
0, 25 mg
Tidak ada batasan
0-7,5 mg
Karmoisin
Eritrosin
MSG
50 mg-300 mg
30 mg- 300 mg
secukupnya
0 -4 mg
0-0,6 mg
0-120 mg
Kedua senyawa ini dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pengawet yang paling
aman adalah asam cuka (untuk acar), Gula(untuk manisan) dan garam (untuk asinan ikan atau
telur). Pengawet yang dilarang Depkes RI adalah asam salisilat.
4. belerang dioksida,
5. etil p-hidroksi benzoat,
6. kalium benzoat,
7. kalium bisulfit,
8. kalium nitrat,
9. kalium nitrit,
10. kalium propionat,
11. kalium sorbat,
12. kalium sulfit,
13. kalsium benzoat,
14. kalsium propionat,
15. kalsium sorbat,
16. natrium benzoat,
17. metil p-hidroksi benzoat,
18. natrium bisulfit,
19. natrium metabisulfit,
20. natrium nitrat,
21. natrium nitrit,
22. natrium propionat,
23. natrium sulfit,
23. nisin,
24.propil -p- hidroksi benzoat.
Daftar pengawet yang aman beserta takaran maksimum yang digunakan :
1. Asam Benzoat : jumlah maksimum digunakan adalah = 1 g/kg
2. Natrium Benzoat : jumlah maksimum digunakan adalah = 1 g/kg
3. Belerang Oksida : jumlah maksimum digunakan adalah = 500 mg/kg
4. Asam Propionat : jumlah maksimum digunakan adalah = 2 g/kg (roti) dan 3 g/kg (keju olahan)
Contoh Efek Samping dari beberapa jenis pengawet :
Formalin dengan adanya asam kromatropat dalam asam sulfat disertai pemanasan beberapa
menit akan terjadi pewarnaan violet (Herlich, 1990). Reaksi asam kromatropat mengikuti prinsip
kondensasi senyawa fenol dengan formaldehida membentuk senyawa berwarna (3,4,5,6dibenzoxanthylium). Pewarnaan disebabkan terbentuknya ion karbenium- oksonium yang stabil
karena mesomeri (Schunack, Mayer & Haake, 1990).
Di Bawah ini reaksi Formalin dengan Asam Kromatropat :
Senyawa Fluoral P juga dapat digunakan untuk menguji adanya formalin dengan menetesi bahan
yang diduga mengandung formalin yang akan menghasilkan suatu senyawa kompleks yang
berwarna ungu.
Adapun cara analisis formalin secara kuantitatif :
Formalin juga dapat ditentukan kadarnya secara titrasi asam basa dengan menambahkan
hidrogen peroksida dan NaOH 1 N dan pemanasan hingga pembuihan berhenti, dan dititrasi
dengan HCl 1 N menggunakan indikator fenolftalein (Ditjen POM, 1979).
Reaksi :
HCHO + H2O2 HCOOH + H2O
HCOOH + NaOH HCOONa + H2O
NaOH + HCl NaCl + H2O
1 ml natrium hidroksida 1 N setara dengan 30, 03 mg formalin.
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Dasar Teori
Bahan tambahan secara definitif dapat di artikan sebagai: bahan yang ditambahkan dengan
sengaja dan kemudian terdapat dalam makanan sebagai akibat dari berbagai tahap budi daya,
pengolahan, penyimpana, maupun pengemasan pada kenyataanya berbagai bahan tambahan yang
di sekarang merupakan modifikasi bahan-bahan yang secara alamiah ada dalam bahan makanan
sebelumnya (slamet sudarmadji)
Adapun tujuan penggunaan bahan tambahan makanan adalah untuk :
1. mempertahankan atau memperbaiki nilai gizi makanan misalnya vitamin, iodine, besi, asam
amino.
2. mempertahankan kesegaran bahan terutama untuk menghambat kerusakan bahan oleh
mikroorganisme. Contohnya natrium nitrit, anti oksidan, BHA (butilated hidroksi anisol) BHT
(butilared hidroksid trisol).
3. membantu mempermudah pengolahan dan persiapan contohnya pengemulsi, penstabil,
pengental, pengembang.
4. membantu memperbaiki kenampakan atau aroma makanan contohnya pewarna makanan.
Dan adapun jenis bahan tambahan makanan antara lain:
1. berdasarkan asal bahan
a. bahan alami
b. bahan identik alami
c. bahan sintetis
2. berdasarkan cara penambahan
a. sengaja di tambahkan
b. tidak sengja di tambahkan
3. berdasarkan aturan penggunaan
a. aman (generally recognized as safe = GRAS)
b. memakai aturan penggunaan (non- GRAS)
di bawah ini ada beberapa contoh bahan tambahan makanan yang di pakai dalam industri pangan
yaitu:
(pengasam) juga berguna untuk mengikat logam yang dapat mengkatalis oksidasi komponen cita
rasa dan warna. Daam minuman hasil fermentasi malt, pengkelat akan mengkompleks Cu. Cu
bebas akan mengakibatkan oksidasi senyawa polifenol yang kemudian dengan protein
menyebabkan kekeruhan.
Penggunaan EDTA yamg berlebihan dalam bahan makanan akan menyebabkan tubuh
kekurangan Ca dan mimeral lain. Hal ini di sebabkan EDTA sangat efektif mengkelat ion logam.
Karena itu dslsm garam EDTA di tambahkan juga Ca dalam bentuk garam EDTA dari Na dan
Ca.
B. Zat Pemanis Sintetik.
Zat pemanis sintetik merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu
mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebnut, sedangkan kalori yang di hasilkanya
jauh lebih rendah dari pada gula. Umumnya zat pemanis sintetik mempunyai struktur kimia yang
berbeda dengan struktur polihidrat gula alam.
Meskipun telah banyak di temukan zat pemanis sintetik, tetapi hanya beberapa saja yang boleh di
pakai dalan bahan makanan. Mula-mula garam Na dan Ca-siklamat yang kemanisanya 30 kali
kemanisan sukrosa di gunakan sebagai pemanis. Kemudian penggunaanya di larang di amerika
serikat karena diperkirakan bersifat karsinogen.
Di Indonesia penggunaan siklamat masih di ijinkan, tetapi sebenarnya hasil metabolisme
siklamat yaitu sikloheksamina merupakan senyawa karsinogenik; pembuangan sikloheksamina
merupakan senyawa karsinogenik; pembuangan sikloheksamina melalui urine dapat merangsang
tumbuhnysa tumor kandung kemih pada tikus.
NH2
NH- SO2- O-Na
Na-siklamat(Na-silkohekanasulfamat)
walaupun demikian, uji ulang siklamat yang di lakukan terhadap galur tikus dan hamster ternyata
menunjukan hasil negatif terhadap sifat merangsang terjaadinya tumor kandung kemih.
Zat pemanis sintetik yang kini banyak di gunakan dalam makanan dan minuman dalah garam
Ca- atau Na-sakarin. Penggunaan sakarin tergantung dari intensitas kemanisan yang di
kehendaki. Pada konsentrasi tinggi, sakarin akan menimbulkan rasa pahit-getir. Kemanisan
sakarin 400 kali lebih besar dari kemanisan larutan sukrosa 10%.
1.2. Tujuan
mahasiswa dapat menguji ada atau tidaknya sakarin sebagai zat pemanis buatan dalam suatu
makanan atau minuman
5. pipet tetes
b. bahan
1. contoh (makanan atau minuman)
2. larutan NaOH (1:20)
3. larutan HCL 13%
4. larutan FeCL3 1 N
5. asam asetat 50 %
2.2. langkah kerja
1. analisa sakarin secara kalitatif
1. masukan 25 mg contoh atau 25 ml minuman ke dalam gelas piala.
2. larutkan dalam 1,5 ml larutan NaOH (1:20)
3. uapkan sampai kering di atas pemanas, kemudian dinginkan.
4. larutkan dalam 10 ml HCL 13 %, tambah setetes larutan FeCL3 1N
5. mengamati perubahan warna yang terjadi, apabila larutan berwarna violet berarti a\da asam
siklamat yang terbentuk dari sakarin.
2. analisa kualitatif kalsium (Ca)
2.1. ambil 3 ml larutan contoh kemudian masukan ke dalam tabung reaksi.
2.2. tambahkan larutan ammonium oksalat jenuh, maka akan terbentuk endapan putih, jika ke
dalam endapan tersebut di tambahkan asam asetat 2 % endapan tidak larut, apabila di tambah
dengan larutan asam klorida 2 % endapan akan larut.
3. analisa kualitatif klorida.
1. ambil 5 ml larutan contoh dan masukan ke dalam tabung reaksi.
2. panaskan dengan menambah 2,5 ml kalium permanganat 1 % dan asam sulfat 0,1 N, apabila
tercium bau khlor dan akan membirukan kertas yang di tetesi larutan kanji, berarti bahan
mengandung khlor.
Sesudah larutan pocari sweet di tambah larutan ammonium oksalat terdapat endapan.
Kemudian setelah di tambah asam asetat 2% endapan tidak larut lagi. akan tetapi setalah di
tambah larutan asam klorida 2% endapan menjadi larut lagi.
3. analisa kualitatif klorida
larutan Hasil yang di proleh
Larutan pocari sweet + kalium permanganat 1 % + asam sulfat 0,1 % + larutan kanji
Sesudah larutan pocari sweet dipanaskan dan di tambahkan kalium permanganat 1 % dan asam
sulfat 0,1 N sampai tercium adanya bau khlor akan tetapi setelah di teteskan pada kertas tidak
berwarna.
1141,62 0,004
Melihat hasil analisis benzoat yang ada dalam
saos tomat tersebut ternyata ada beberapa saos
yang mengandung benzoat melebihi kadar
ISSN 1907-9850
maksimum yang diperbolehkan menurut
Peraturan
Mentri
Kesehatan
No.
722/MENKES/Per/IX/1988 maupun SNI 01354-1994 yaitu 1000 mg/kg (Anonimus, 1988
dan Kumara, 1986). Pada Tabel 2 dapat dilihat
bahwa saos tomat yang bermerek (sampel A, B,
dan C) mengandung pengawet benzoat jauh lebih
rendah dari batas maksimum (600,12 716,32
mg/kg). Sedangkan ada 3 jenis saos yang tidak
bermerek mengandung pengawet benzoat
melebihi batas maksimumyang diperbolehkan,
tapi selebihnya masih berada hanya sedikit di
bawah 1000 mg/kg. Dengan kata lain bahwa
sekitar 31,22% dari sampel saos tomat yang
mengandung pengawet benzoat melebihi batas
maksimum.
Penggunaan pengawet benzoat yang
ditemukan pada saos tomat yang tidak bermerek
melebihi
dari
kadar
maksimum
yang
diperbolehkan, menunjukkan bahwa ada
beberapa kemungkinan yang mendasari hal itu
seperti: (1) Kurangnya kontrol terhadap
produsen karena produknya tidak memiliki ijin
DepKes RI, (2) ketidaktahuan produsen terhadap
efek yang ditimbulkan oleh benzoat yang
berlebih terhadap orang yang mengkonsumsinya,
(3) adanya keinginan produsen agar produknya
awet dalam kurun waktu cukup lama sehingga
penambahan
bahan
pengawet
tidak
memperhatikan ketentuan yang berlaku.
SIMPULAN DAN SARAN
Adapun simpulan yang dapat diambil
dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Saos tomat yang beredar di wilayah Kota
Denpasar baik yang bermerek maupun tidak,
semuanya menggunakan bahan pengawet
benzoat yang ditunjukkan oleh uji positif
terhadap uji kualitatif.
2. Kadar benzoat pada saos tomat bekisar
antara 600,12 1271,86 mg/kg.
3. Saos tomat yang bermerek mengandung
benzoat lebih rendah dari batas maksimum
kadar
benzoat
yang
diperbolehkan.
Sementara itu, sekitar 33% sampel saos
tomat yang tidak bermerek mengandung
benzoat melebihi batas maksimum yang
diperbolehkan.
Saran
Berdasarkan
hasil
penelitian
ini
diharapkan agar masyarakat memperoleh
informasi tepat, bahwa semua saos tomat
mengandung bahan pengawet benzoat, sehingga
mereka dapat mengontrol dirinya untuk tidak
mengkonsumsi saos tomat secara berlebihan.
Begitu juga, diharapkan bahwa hasil penelitian
ini menjadi masukkan bagi BPOM dalam
melaksanakan tugasnya sebagai pemeriksa setiap
produk makanan yang beredar di Denpasar
khususnya dan Bali umumnya.
Additives
Zat aditif pada makanan adalah zat yang ditambahkan dan
dicampurkan dalam pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu. Jenisjenis
zat aditif antara lain pewarna, penyedap rasa, penambah aroma,
pemanis, pengawet, pengemulsi dan pemutih.
Zat aditif pada makanan ada yang berasal dari alam dan ada yang
buatan (sintetik). Untuk zat aditif alami tidak banyak menyebabkan efek
samping. Lain halnya dengan zat aditif sintetik.
CONTOH ZAT ADITIF :
Monosodium Glutamat
Monosodium glutamat atau MSG adalah salah satu bahan tambahan
makanan yang digunakan untuk menghasilkan flafour atau cita rasa yang
lebih enak dan lebih nyaman ke dalam masakan, banyak menimbulkan
kontroversi baik bagi para produsen maupun konsumen pangan karena
beberapa bagian masyarakat percaya bahwa bila mengkonsumsi makanan
yang mengandung MSG, mereka sering menunjukkan gejala-gejala alergi. Di
Cina gejala alergi ini dikenal dengan nama Chinese Restaurant Syndrome
(CRS).
Beberapa laporan menyatakan bahwa orang-orang yang makan di
restoran Cina, setelah pulang timbul gejala-gejala alergi sebagai berikut:
mula-mula terasa kesemutan pada punggung dan leher, bagian rahang
bawah, lengan serta punggung lengan menjadi panas, juga gejala-gejala lain
seperti wajah berkeringat, sesak dada dan pusing kepala akibat
mengkonsumsi MSG berlebihan. Gejala-gejala ini mula-mula ditemukan oleh
seorang dokter Cina yang bernama Ho Man Kwok pada tahun 1968 yaitu
timbulnya gejala-gejala tertentu setelah kira-kira 20 sampai 30 menit
konsumen menyantap makanan di restoran China.
Komisi penasehat FDA (FDAs Advisory Committee) bidang
Hypersensitivity to Food Constituents dari hasil penelitiannya melaporkan 2
hal mengenai gejala CRS tersebut yaitu:
MSG dicurigai sebagai penyebab CRS dan pada saat itu ditemukan bahwa
ternyata hidangan sup itulah yang dianggap sebagai penyebab utama
timbulnya gejala CRS tersebut.
Kesimpulan Komisi Penasihat FDA terhadap penelitian tersebut yaitu
MSG tidak mempunyai potensi untuk mengancam kesehatan masyarakat
umum tetapi reaksi hipersensitif atau alergi akibat mengkonsumsi MSG
memang dapat terjadi pada sebagian kecil masyarakat. Ambang batas MSG
untuk manusia adalah 2 sampai 3 g, dan dengan dosis lebih dari 5 g maka
gejala alergi (CRS) akan muncul dengan kemungkinan 30 persen.
Penggunan vetsin (MSG) dalam beberapa jenis makanan bayi yang
dipasarkan dalam bentuk bubur halus, yang dikenal sebagai baby Foods
sesungguhnya dilakukan hanya untuk memikat konsumen (ibu-ibu) oleh rasa
lezat. Sedangkan pengaruhnya terhadap makanan, vetsin tidak akan
menambah gizi maupun selera makan bagi bayi karena bayi tidak begitu
peduli oleh rasa. Dari hasil penelitian Dr. John Alney dari fakultas Kedokteran
Universitas Washington, St. Louis pada tahun 1969 menunjukkan bahwa
penggunaan vetsin dalam dosis yang tinggi (0,5 mg/kg berat badan setiap
hari atau lebih) diberikan sebagai makanan kepada bayi-bayi tikus putih
menimbulkan kerusakan beberapa sel syaraf di dalam bagian otak yang
disebut Hypothalamus. Bagian otak inilah yang bertanggung jawab menjadi
pusat pengendalian selera makan, suhu dan fungsi lainnya yang penting.
Bagi ibu-ibu yang sedang mengandung dan mengkonsumsi MSG dalam
jumlah besar, di dalam plasentanya ternyata ditemukan MSG dua kali lebih
banyak dibanding dalam serum darah ibunya. Hal ini berarti jabang bayi
mendapat masukan MSG dua kali lebih besar.
Percobaan terhadap vetsin dari segi gizi dan rasa bagi bayi tidak ada
gunanya, maka penghindaran pemakaian dan konsumsi MSG bagi bayi dan
ibu mengandung perlu diperhatikan, dikurangi atau bila perlu dicegah.
Sakarin dan Siklamat
Penggunaan sakarin dan siklamat sebagai zat pemanis makanan dari
beberapa penelitian ternyata dapat menimbulkan karsinogen. Dari hasil uji
coba menunjukkan bahwa meningkatnya tumor kandung kemih pada tikus
melibatkan pemberian dosis kombinasi sakarin dan siklamat dengan
perbandingan 1: 9.
Siklamat yang memiliki tingkat kemanisan yang tinggi dan enak
rasanya tanpa rasa pahit walaupun tidak berbahaya dan digunakan secara
luas dalam makanan dan minuman selama bertahun-tahun, keamanannya
mulai diragukan karena dilaporkan dari hasil penelitian pada tahun 1969
bahwa siklamat dapat menyebabkan timbulnya kankaer kandung kemih pada
tikus yang diberi ransum siklamat. Hasil metabolisme siklamat yaitu
sikloheksilamina mempunyai sifat karsinogenik. Tingkat peracunan siklamat
melalui mulut pada tikus percobaan yaitu LD50 (50% hewan percobaan mati)
sebesar 12,0 g/kg berat badan. Penelitian lain menunjukkan bahwa siklamat dapat menyebabkan
atropi yaitu terjadinya pengecilan testicular dan
kerusakan kromosom.
Pada penelitian lainnya menunjukkan bahwa siklamat terbukti tidak
oleh mikroorganisme.
Contoh : Asam benzoate, asam sorbat
e. Pewarna digunakan untuk memperbaiki atau
member warna pada makanan.
Contoh : beta karoten , turmeric, tartrazin,
karmoisin.
f. Penyedap rasa untuk mempertegas rasa.
Contoh : Vetsin (MSG), HPV (Hydrolisis
Vegetable Protein), garam guanilat dan garam
inosilat.
2. Keuntungan Penggunaan Zat Adiktif Makanan.
a. Menghasilkan makanan yang tahan lama dengan
tetap segar dan tidak berubah rasa.
b. Mencegah reaksi yang dapat membahayakan
kesehatan dari makanan jika disimpan lama
(makanan tetap aman).
B. BATAS PENGGUNAAN.
Batasan penggunaan berdasarkan resiko adalah
ADI (Acceptable Daily Intake) yaitu batasan yang
tidak
menimbulkan
resiko/bahaya
jika
dikomsumsi oleh manusia. Perhitungannya
dengan menggunakan perkilo gram bobot badan.
Zat
Batasan
Batasan
Adiktif
PERMENKES ADI per
RI
per
kgkg Bobot
Makanan
Badan
BHA
100 mg-1000 mg 0 0,3 mg
BHT
kurkumin, caramel.
b. Pewarna sintetis : Tartrazin, karmoisin, biru
berlian, teritrosin, indigotin, sunset yellow FCF,
hijau FCF, poncean 4R dan lain-lain
Pewarna sintetis yang diijinkan jika digunakan
dalam jumlah wajar, tidak menimbulkan resiko.
Tetapi ada beberapa pewarna sintetis dalam
jumlah berlebih menyebabkan kanker kandung
kemih dan kelainan pada ginjal.
Pewarna yang dilarang Depkes RI adalah
pewarna
sintetis
untuk
tekstil
tetapi
disalahgunakan (dipakai untuk makanan).
Contohnya rhodamin B, Auramin, Magenta dan
lain-lain yang banyak dipakai pada terasi, sirup
atau makanan tanpa ijin Depkes RI. Pewarna ini
berbahaya dan akan terakumulasi pada tubuh dan
menyebabkan kerusakan pada ginjal, kandung
kemih dan kanker.
4. Penggunaan Pengawet.
Pengawet yang diijinkan :
a. Na-benzoat
b. K- sorbet
Kedua senyawa ini dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Pengawet yang
paling aman adalah asam cuka (untuk acar),
Gula(untuk manisan) dan garam (untuk asinan
ikan atau telur). Pengawet yang dilarang Depkes
RI adalah asam salisilat.
PENGAWETAN DAN BAHAN KIMIA
1) PENGAWETAN SECARA ALAMI
Proses pengawetan secara alami meliputi
pemanasan
(pengeringan
&
pengasapan),pendinginan dan penggaraman.
a. Pendinginan
Teknik ini adalah teknik yang paling terkenal
karena sering digunakan oleh masyarakat umum
di desa dan di kota. Konsep dan teori dari sistem
pendinginan adalah memasukkan makanan pada
tempat atau ruangan yang bersuhu sangat rendah.
Untuk mendinginkan makanan atau minuman
bisa dengan memasukkannya ke dalam kulkas
atau lemari es atau bisa juga dengan menaruh di
wadah yang berisi es. Biasanya para nelayan
menggunakan wadah yang berisi es untuk
mengawetkan ikan hasil tangkapannya. Di rumahrumah biasanya menggunakan lemari es untuk
d. Enzim Papain
Berupa getah pepaya, disadap dari buahnya yang
berumur 2,5-3 bulan. Dapat digunakan untuk
mengepukan daging, bahan penjernih pada
industri minuman bir, industri tekstil, industri
penyamakan kulit, industri pharmasi dan alat-alat
kecantikan (kosmetik) dan lain-lain. Enzim
papain biasa diperdagangkan dalam bentuk
serbuk putih kekuningan, halus, dan kadar airnya
8%. Enzim ini harus disimpan dibawah suhu 60o
C. Pada 1 (satu) buah pepaya dapat dilakukan 5
kali sadapan. Tiap sadapan menghasilkan + 20
gram getah. Getah dapat diambil setiap 4 hari
dengan jalan menggoreskan buah tersebut dengan
pisau.
3) PENGAWETAN SECARA KIMIA
Menggunakan bahan-bahan kimia, seperti gula
pasir, garam dapur, nitrat, nitrit, natrium benzoat,
asam propionat, asam sitrat, garam sulfat, dan
lain-lian. Proses pengasapan juga termasuk cara
kimia sebab bahan-bahan kimia dalam asap
dimasukkan ke dalam makanan yang diawetkan.
Apabila jumlah pemakaiannya tepat, pengawetan
dengan bahan-bahan kimia dalam makanan
sangat praktis karena dapat menghambat
berkembangbiaknya mikroorganisme seperti
jamur atau kapang, bakteri, dan ragi.
a. Asam propionat (natrium propionat atau kalsium
propionat)
Sering digunakan untuk mencegah tumbuhnya
jamur atau kapang. Untuk bahan tepung terigu,
dosis maksimum yang digunakan adalah 0,32 %
atau 3,2 gram/kg bahan; sedngkan untuk bahan
dari keju, dosis maksimum sebesar 0,3 % atau 3
gram/kg bahan.
b. Asam Sitrat (citric acid)
Merupakan senyawa intermedier dari asam
organik yang berbentuk kristal atau serbuk putih.
Asam sitrat ini maudah larut dalam air, spriritus,
dan ethanol, tidak berbau, rasanya sangat asam,
serta jika dipanaskan akan meleleh kemudian
terurai yang selanjutnya terbakar sampai menjadi
arang. Asam sitrat juga terdapat dalam sari buahbuahan seperti nenas, jeruk, lemon, markisa.
Asam ini dipakai untuk meningkatkan rasa asam
(mengatur tingkat keasaman) pada berbagai
g. Gula pasir
Digunakan sebagai pengawet dan lebih efektif
bila dipakai dengan tujuan menghambat
pertumbuhan bakteri. Sebagai bahan pengawet,
pengunaan gula pasir minimal 3% atau 30
gram/kg bahan.
h. Kaporit (Calsium hypochlorit atau hypochloris
calsiucus atau chlor kalk atau kapur klor)
Merupakan campuran dari calsium hypochlorit,
-chlorida da -oksida, berupa serbuk putih yang
sering menggumpal hingga membentuk butiran.
Biasanya mengandung 25~70 % chlor aktif dan
baunya sangat khas. Kaporit yang mengandung
klor ini digunakan untuk mensterilkan air minum
dan kolam renang, serta mencuci ikan.
i. Natrium Metabisulfit
Natrium metabisulfit yang diperdagangkan
berbentuk
kristal.
Pemakaiannya
dalam
pengolahan bahan pangan bertujuan untuk
mencegah proses pencoklatan pada buah sebelum
diolah, menghilangkan bau dan rasa getir
terutama pada ubi kayu serta untuk
mempertahankan warna agar tetap
menarik. Natrium metabisulfit dapat dilarutkan
bersama-sama bahan atau diasapkan. Prinsip
pengasapan tersebut adalah mengalirkan gas SO2
ke dalam bahan sebelum pengeringan.
Pengasapan dilakukan selama + 15 menit.
Maksimum penggunaannya sebanyak 2 gram/kg
bahan. Natrium metabisulfit yang berlebihan akan
hilang sewaktu pengeringan.
j. Nitrit dan Nitrat
Terdapat dalam bentuk garam kalium dan natrium
nitrit. Natrium nitrit berbentuk butiran berwarna
putih, sedangkan kalium nitrit berwarna putih
atau kuning dan kelarutannya tinggi dalam air.
Nitrit dan nitrat dapat menghambat pertumbuhan
bakteri pada daging dan ikan dalam waktu yang
singkat. Sering digunakan pada danging yang
telah dilayukan untuk mempertahankan warna
merah daging. Jumlah nitrit yang ditambahkan
biasanya 0,1 % atau 1 gram/kg bahan yang
diawetkan. Untuk nitrat 0,2 % atau 2 gram/kg
bahan. Apabila lebih dari jumlah tersebut akan
menyebabkan keracunan, oleh sebab itu
pemakaian nitrit dan nitrat diatur dalam undang-
segarnya.
2. Jangan lupa cicipi juga rasanya. Biasanya lidah
kita juga cukup jeli membedakan mana makanan
yang aman dan mana yang tidak. Makanan yang
tidak aman umumnya berasa tajam, semisal
sangat gurih dan membuat lidah bergetar.
3. Perhatikan juga kualitas makanan tersebut,
apakah masih segar, atau malah sudah berjamur
yang bisa menyebabkan keracunan. Makanan
yang sudah berjamur menandakan proses
pengawetan tidak berjalan sempurna, atau
makanan tersebut sudah kedaluwarsa.
4. Baui juga aromanya. Bau apek atau tengik
pertanda makanan tersebut sudah rusak atau
terkontaminasi oleh mikroorganisme.
5. Amati komposisinya. Bacalah dengan teliti
adakah kandungan bahan-bahan makanan
tambahan yang berbahaya yang bisa merusak
kesehatan.
6. Ingat juga, kriteria aman itu bervariasi. Aman
buat satu orang belum tentu aman buat yang
lainnya. Bisa saja pada anak tertentu bahan
pengawet ini menimbulkan reaksi alergi. Tentu
saja reaksi semacam ini tidak akan muncul jika
konsumennya tidak memiliki riwayat alergi.
7. Kalaupun hendak membeli makanan impor,
usahakan produknya telah terdaftar di Badan
POM (Pengawas Obat dan Makanan) yang bisa
dicermati dalam label yang tertera di
kemasannya.