A.
Definisi
B.
Klasifikasi
1.
Eliminasi Urine
Liminasi urine normalnya adalah pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini sangat
tergantung pada fungsi-fungsi organ liminasi urine seperti ginjal, ureter, bladder,
dan uretra.
a.
1)
Ginjal
Ginjal adalah organ yang berbentuk kacang berwarna merah tua, panjang 12,5 cm
dan tebalnya 2, 5 cm. Beratnya kurang lebih 125-175 gr pada laki-laki dan 115-155
gr pada wanita. Ginjal terletak pada bagian rongga abdomn bagian atas stinggi
vertebra thorakal 11 dan 12. Ginjal dilindungi oleh otot-otot abdomen, jaringan
lemak atau adipose.
Ginjal mnghasilkan hormone eritropoitin yang berfungsi merangsang produksi
ritropoisetil yang merupakan bahan baku sel darah merah sumsum tulang.
Hormone ini dirangsang oleh adanya kekurangan aliran darah.
Fungsi utama ginjal:
2)
Ureter
Setlah urine terbentuk kemudian akan dialirkan ke pelvis ginjal lalu ke bladder
melalui ureter. Lapisan tengah ureter terdiri atas otot-otot yang distimulasi oleh
transmisi impuls elektrik berasal dari syaraf otonom. Akibat gerakan peristaltik
ureter maka urine didorong ke kandung kemih (Tarwoto, wartonah, 2006).
Ureter merupakan stuktut trubuler yang mmiliki panjang 25-30 cm dan berdiameter
1,25 cm pada orang dewasa. Ureter membentang pada posisi retroperitoneum
untuk memasuki kandung kemih didalam rongga panggul (pelvis) pada sambungan
ureterovesikalis. Urine yang keluar dari ureter ke kandung kemih umumnya steril.
(Fundamental Keperawatan vol. 2 edisi 4, 2005)
3)
Kandung kemih
Kandung kemih merupakan tempat penampungan urine. Terdiri atas 2 bagian yaitu
bagian fundus atau body yang merupakan otot lingkat, tersususn dari otot detrusol
dan bagian leher yang berhubungan langsung dengan uretra. (Tarwoto, wartonah,
2006).
Kandung kemih merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi dan
tersusun atas jaringan otot serta merupakan tempat urine dan merupakan organ
eksresi. Apabila kandung kemih berada pada rongga panggul dibelakan simfisis
pubis. Pada pria, kandung kemih terletak pada rektum bagian posterior dan pada
wanita kandung kemih terletak pada dinding anteriour uterus dan vagina.
(Fundamental Keperawatan vol. 2 edisi 4, 2005)
4)
Uretra
b.
1)
Usia dan berat badan dapat mempengaruhi jumlah pengeluaran urine. Pada usia
lanjut, volum bladder berkurang, demikian juga wanita hamil sehingga frekuensi
berkemih juga akan lebih sering.
2)
Sosiokultural
Budaya masyarakat dimana sebagian masyarakat hanya dapat miksi pada tempat
tertutup dan sebaliknya pada masyarakat yang dapat miksi pada lokasi terbuka.
3)
Psikologis
Kebiasaan Seseorang
Misalnya seseorang hanya bisa berkemih di toilet sehingga ia tidak dapat berkemih
menggunakan pot urin.
5)
Tonus otot
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot bladder, otot abdomen, dan pelvis untuk
berkontraksi. Jika ada gangguan tonus otot, dorongan untuk berkemih juga akan
kurang.
6)
Kondisi penyakit
Pada pasien yang demam terjadi penurunan produksi urin karena banyak cairan
yang dikeluarkan melalui kulit. Radangan dan iritasi organ kemih menimbulkan
retensi urin.
8)
Pembedahan
Pengobatan
Penggunaan duritik meningkatkan output urin, anti kolinergik, dan anti hipertensi
menimbulkan retensi urin.
10) Pemriksaan diagnostik
Intravenus pyelogram dimana pasien dibatasi intak sebelum prosedur untuk
mengurangi output urine. Cystocospy dapat mnimbulkan edema lokal pada uretra,
spasme, dan spinter bladder sehingga dapat menimbulkan urine.
c.
1)
Retensi Urine
Inkontinensia Urine
pertama, stress inkontinensia yaitu stress yang terjadi pada saat tekanan intraabdomen meningkat seperti pada saat batuk atau tertawa
kedua, urge inkontinensia yaitu inkontinensia yang terjadi saat klien terdesak ingin
berkemih, hal ini terjadi akibat infeksi saluran kemih bagian bawah atau spasme
bladder.
3)
Enurisis
1)
Frekuensi : meningkatnya frekuensi berkemih tanpa intake cairan yang
meningkat, biasanya terjadi pada cystitis, stress dan wanita hamil.
2)
Urgency : perasaan ingin segera berkemih dan biasanya terjadi pada anakanak karena kemampuan spinter untik mengontrol berkurang.
3)
Dysuria : rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih misalnya pada infeksi
saluran kemih, trauma dan struktur uretra.
4)
Polyuria : produksi urine melebihi normal, tanpa peningkatan intake cairan
misalnya pada pasien DM.
5)
Urinary supression : keadaan diman ginjal memproduksi urin secara tiba-tiba.
Anuria (urine kurang dari 100 ml/24 jam), olyguria (urine berkisar 100-500 ml/24
jam).
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
a.
Pengkajian
Riwayat keperawatan
Pola berkemih
b.
Pemeriksaan fisik
1.
Abdomen
Genetalia wanita
Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi jaringan vagina.
3.
Genetalia laki-laki
d.
Pemeriksaan diagnostik
pH (N:4,5-8,0)
Keton (N:negatif)
Gangguan neuromuskuler
2.
Spasme bladder
3.
Trauma pelvic
4.
5.
Inkontinentia
2.
3.
Sering ke toilet
4.
Menghidari minum
5.
Spasme bladder
6.
Setiap berkemih kuramg dari 100 ml atau lebih dari 550 ml.
2.
3.
Intervensi
Rasional
1.
Monitor keadaan
bladder setiap 2 jam
1.
Membantu
mencegah distensi atau
komplikasi
2.
Tingkatkan aktivitas
dengan kolaborasi
dokter/fisioterapi
3.
Kolaborasi dalam
bladder training
4.
Hindari faktor
pencetus inkontinensia urine
seperti cemas
5.
Kolaborasi dengan
dokter dalam pengobatan
dan keteterisasi
6.
Jelaskan tentang:
Pengobatan
Kateter
Penyebab
Tindakan lainnya.
2.
Meningkatkan
kekuatan otot ginjal dan
fungsi bladder
3.
Menguatkan otot
dasar pelvis
4.
Mengurangi/menghi
dari inkontinensia
5.
Mengatasi faktor
penyebab
6.
Meningkatkan
pengetahuan dan
diharapkan pasien lebih
kooperatif.
b.
Retensi urine
Obstruksi mekanis.
Pembesaran prostat.
Trauma.
Pembedahan.
Kehamilan.
Distensi bladder.
Hipertropi prostat.
Kanker.
Intervensi
Rasional
1.
Monitor keadaan bladder setiap 2
jam
1.
Menentukan masalah
2.
Memonitor keseimbangan c
3.
4.
Mencegah nokturia
2.
Ukur intake dan output cairan
setiap 4 jam
3.
Berikan cairan 2000 ml/hari
dengan kolaborasi
4.
Kurangi minum setelah jam 6
malam
5.
Membantu memonitor
keseimbangan cairan
6.
5.
Kaji dan monitor analisis urine
elektrolit dan berat badan
6.
7.
Lakukan relaksasi ketika duduk
berkemih
bladder
7.
Relaksasi pikiran dapat
meningkatkan kemampuaan berk
8.
9.
Mengeluarkan urine
8.
Ajarkan tehniklatihan dengan
kolaborasi dokter/fisioterapi
9.
Kolaborasi dalam pemasangan
kateter
b.
2.
Eliminasi Bowel
1)
Makanan yang masuk akan dicerna secara mekanik dan kimiawi dimulut dan
dilambuung dengan bantuan enzim, asam lambung. Selanjutnya maknan yang
sudah dalam bentuk chyme didorong ke usus halus.
2)
Saluran gastrointestinal bawah meliputi usus halus dan usus besar. Usus halus
terdiri atas duodenum, jejunum, dan ileum yang panjangnya kira-kira 6 meter dan
diameter 2,5 cm. Usus besar terdiri atas cecum, colon, dan rectum yang kemudian
bermuara pada anus. Panjang usus besar sekitar 1,5 meter dan diameternya kirakira 6 cm. Usus menerima zat makanan yang sudah berbentuk chyme (setengah
padat) dari lambung untuk mengabsorrpsi air, nutrien, dan elektrolit. Usus sendiri
mensekresi mucus, potassium, bikarbonat, dan enzim.
Chyme bergerak arena adanya peristaltik usus dan akan berkumpul menjadi feses
di usus besar. Dari makan sampai mencapai rektum normalnya diperlukan waktu 12
jam. Gerakan haustral adalah gerakan untuk mendorong materi cair dan semipadat
sepanjang kolon, gerkan peristaltik adalah berupa gelombang, gerakan maju ke
anus. (Tarwoto Wartonah : 2006 hal 67)
b.
Proses defekasi
Refleks ini berawal dari feses yang masuk ke rektum sehingga terjadi distensi
rektum, yang kemudian menyebabkan rangsnagan pada flektus mesentrikus dan
terjadilah gerakan peristaltik. Setelah feses tiba di anus, secara sistematis spinter
interna relaksasi maka terjadilah defekasi.
2)
Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum yang kemudian
diteruskan ke spinal cord. Dari spinal cord kemudian dikembalikan ke kolon
desenden, sigmoid dan rektum yang menyebabkan intensifnyaa peristaltik,
relaksasi spinter interna, maka terjadinya defekasi.
Dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi otot andomen, tekanan diafragma,
dan kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otopt femur dan posisi
jongkok. Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan normalnya 7-10 liter/24 jam.
Jenis gas yang terbanyak adlah CO2 , metana H2S, O2 dan nitrogen.
Fese terdiri atas 75% air dan 25% materi padat. Feses normalnya berwarna coklat
karena pengaruh sterkobilin, mobilin dan aktivitas bakteri. Bau khas karena
pengaruh dari mikroorganisme. Konsistensinya lembek namun berbentuk. (Tarwoto
Wartonah : 2006 hal 67)
c.
1)
Usia
Pada usia bayi kantrol defekasi belum berkembang, sedangkan pada usia lanjut
kontrol defekasi menurun.
2)
Diet
Intake cairan
Intake cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras,
disebabkan karena absorsi cairan yang meningkat.
4)
Aktivitas
Tonus otot abdomen , pelvis, dan diafreagma akan sangat membantu proses
defekasi. Gerakan peristaltik akan memudahkan bahan feses bergerak sepanjang
kolon.
5)
Fisiologis
Keadaan cemas, takut, dan marah akan meningkatkan peristaltik akan menudahkan
bahan feses bergerak sepanjang kolon.
6)
Pengobatan
Gaya hidup
Kebiasaan untuk melatih pola buang air besar sejak kecil sejak kecil secara teratur,
fasilitas buang air besar, dan kebiasaan menahan buang air besar.
8)
Prosedur diagnostik
Klien yang akan dilakukan prosedur diagnostik biasanya dipuaskan atau dilakukan
klisma dahulu agar tidak dapat buang air besar kecuali setelah makan.
9)
Penyakit
1)
Konstipasi
Gangguan eliminasi yang diakibatkan adnaya feses yang kering dan keras melalui
usus besar. Biasanya disebabkan oleh pola defekasi yang tidak diatur, penggunaan
laksatif yang lama, sters psikologis, obat-obatan, kurang aktivitas, usia.
2)
Fecal imfaction
Masa feses yang keras dilipatan rektum yang diakibatkna oleh retensi dan
akumulasi material feses yng berkepanjangan. Biasanya disebabkan ole konstipasi,
intake cairan yang kurang, kurang aktivitas, diet rendah serat, dan kelemahan tonus
otot.
3)
Diare
Keluarnya feses cairan dan meningkatkan frekuensi buang air besar akibat cepatnya
chyme melewati usus besar, sehingga usus besar tidak mempunyai waktu yang
cukup untuk menyerap air. Diare dapat disebabkan karena sters fisik, obat-obatan,
alergi, penyakit kolon, dan iritasi intestinal.
4)
Inkontinensia
Hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas yang
melalui spinter anus akibat kerusakan fungsi spinter atau persyarafan di daerah
anus. Penyebabnya karena penyakit-penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord,
tumor spinter anus eksterna.
5)
Kembung
Hemorroid
Pengkajian
1)
Riwayat keperawatan
a)
b)
c)
d)
Diet : makanamempengaruhi defekasi, makanan yang biasa dimakan,
makanan yang dihindari, dan pola makan yang teratur atau tidak.
e)
f)
g)
h)
Sters : stres berkepanjangan atau pendek, koping untuk menghadapi atau
bagaimana menerima.
i)
Pembedahan/penyakit menetap.
2)
Pemeriksaan fisik
a)
Abdomen : distensi, simetris, gerakan peristaltik, adanya massa pada perut,
tenderness.
b)
Rektum dan anus : tanda-tanda inflamasi, perubahan warna, lesi, fistula,
hemoroid, adanya massa, tenderness.
3)
Keadaan feses
a)
Konsistensi, bentuk, bau, warna, jumlah, unsur abnormal dalam feses, lendir.
4)
Pemeriksaan diagnostik
a)
Anuskopi
b)
Proktosigmoidoskopi
c)
f.
1)
Definisi : kondisi dimana seseorang mengalami perubahan pola yang normal dalam
berdefekasi dengan karakteristik menurunnya frekuensi buang air besar dan feses
yang keras.
Kemungkinan berhubungan dengan :
a)
Imobilitas
b)
c)
Ileus
d)
Stres
e)
Kurang privasi
f)
g)
b)
Mual
c)
Nyeri abdomen
d)
e)
Anemia
b)
Hipotiroiddisme
c)
Dialisa mginjal
d)
Pembedahan abdomen
e)
Paralisis
f)
b)
Terjadinya perubahan pola hidup untuk menurunkan faktor penyebab
konstipasi.
intervensi
Rasional
Meningkatkan eliminasi
b.
c.
d.
b.
c.
d.
Peradangan bowel
b.
c.
Gastritis/enteritis
Intervensi
Rasional
1.
Monitor/kaji kembali konsistensi,
warna, bau feses, pergerkan usus, cek
berat badan setiap hari
1.
2.
3.
4.
2.
Monitor dan cek elektrolit, intake
dan output cairan
3.
Kolaborasi dengan dokter
pemberian cairan IV, oral, dan
makanan lunak
5.
Frekuensi buang air besar yang
meningkat menyebabkan iritasi kulit
sekitar anus
4.
Berikan antidiare, tingkatkan
intake cairan
6.
5.
Cek kulit bagian perineal dan jaga
dari gangguan integritas
6.
Kolaborasi dengan ahli diet,
tentang diet rendah serat dan lunak
7.
Stress meningkatkan stimulus
bowel
8.
Meningkatkan pengetahuan dan
mencegah diare
7.
Hindari stress dan lakukan
istirahat cukup
8.
Berikan pendidikan kesehatan
tentang:
Cairan
Diet
Obat-obatan
Perubahan gaya hidup
b.
c.
Gangguan neuromuskuler
d.
Fetal impaction
Injuri spinalcord
b.
Pembedahan usus
c.
Stroke
d.
e.
Usia tua
Intervensi
Rasional
1.
1.
2.
Pasien terganggu ADL karena
takut buang air besar
3.
4.
Membantu mengontrol buang air
besar
5.
Membantu mengontrol buang air
besar
5.
Lakukan bowel training dengan
kolaborasi fisioterapis
6.
6.
7.
Mengontrol frekuensi buang air
besar.
7.
Berikan pengobatan dengan
kolaborasi dengan dokter