Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Pes
1.

Pengertian Pes.
Pes merupakan penyakit zoonosa terutama pada tikus dan rodent
lain yang disebabkan oleh bakteri Yesirnia pestis dan dapat ditularkan ke
manusia melalui gigitan pinjal. Pes merupakan penyakit menular yang
dapat menyebabkan terjadinya wabah (Widoyono, 2008:42). Pes
merupakan penyakit yang sangat fatal dengan gejala bakterimia, demam
yang tinggi, shock, mental, kelemahan, kegelisahan dan koma.
Penyakit Pes, salah satu diantara 3 penyakit epidemi yang menjadi
subjek International Health Regulation sebagai Re-emerging Infectious
Deseases atau penyakit yang kemungkinan timbul kembali serta
berpotensi sebagai wabah.

Pemerintah Indonesia maupun dunia

menetapkan penyakit pes menjadi salah satu penyakit karatina yang


tercatat dalam Interntional Health Regulation. Penyakit ini juga termasuk
dalam Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) atau
Kedaruratan Kesehatan yang Meresahkan Dunia. (PHEIC) adalah KLB
yang merupakan ancaman kesehatan bagi negara lain dan kemungkinan
membutuhkan koordinasi internasional dalam penanggulangannya (Sub
Direktorat Zoonosis, 2008:1).

Gambar II.1 Penderita pes


2. Penyebab Penyakit Pes
Penyakit pes disebabkan oleh oleh bakteri Yesirnia pestis atau
Pasteurella pestis. bakteri bakteri ini termasuk bakteri gram negatif yang
berbentuk batang pendek tebal, dengan ujung membulat dengan ukuran

15,2 x 0,5-0,7 mikron, besifat bipolar, non motil, tidak berflagel dan tidak
berspora. (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:3). Pertumbuhan Yersinia pestis
akan lebih cepat pada media yang mengandung darah atau cairan
jaringan dan paling cepat bila berada pada suhu 30OC.

Gambar II.2 Bentuk Yesirnia pestis


Inokulum virulen yang diturunkan dari jaringan yang terinfeksi
bakteri Yersinia pestis akan menghasilkan koloni berwarna abu-abu dan
kental, namun setelah dipindahkan ke laboratorium koloni tersebut
menjadi berubah dan kasar. Dibawah mikroskop kuman tampak bipolar
sehingga terlihat seperti peniti. Kuman yang selalu diselubungi lendir ini
tidak bergerak, tidak membentuk spora (Soedarto, 2012).
3. Cara Penularan
Secara alamiah penyakit pes dapat bertahan pada rodent. Bakteri
Yesirnia pestis yang terdapat pada tikus yang sakit dapat ditularkan ke
manusia melalui cara-cara berikut ini:
a. Tikus liar (wild rodent) yang terinfeksi bakteri Yesirnia pestis digigit oleh
pinjal, selanjutnya pinjal tersebut menggigit manusia yang sedang
berada di hutan.
b. Tikus liar menggigit langsung manusia yang sedang berada di hutan.
c. Tikus rumah yang infektif digigit oleh pinjal. Kemudian pinjal menggigit
manusia lain.
d. Masuknya tikus hutan yang membawa pinjal infektif ke pemukiman,
pinjal kemudian pindah atau menginfeksi tikus rumah. Kemudian
melalui gigitan pinjal ditularkan lagi ke manusia.
e. Penularan pes dari orang ke orang juga bisa terjadi melalui gigitan
pinjal manusia (Pulex iritan).

f. Penularan dari manusia ke manusia juga bisa terjadi melalui percikan


ludah atau pernafasan (Widoyono, 2008:43).
4. Jenis Pes.
a. Pes Bubo adalah jenis yang umum pada pes yang dihasilkan oleh
gigitan pinjal infektif. Bakteri Yesirnia pestis masuk melalui kulit dari
tempat gigitan pinjal kemudian melewati sistem limfe menuju limfe
nodus. limfe nodus mengalami inflamsi serta membesar dan bakteri
pes tersebut akan bereplikasi memperbanyak diri.
b. Pes Septicemis adalah pes yang terjadi ketika infeksi menyebar
melalui pembuluh darah tanpa terjadinya bubo. Dan jika sampai di otak
dapat menimbulkan kematian.
c. Pes Pneumonia adalah jenis pes yang paling virulent yang dibiarkan
kemudian masuk kedalam paru-paru. Jenis pes ini sangat ditakuti
karena bisa menular melalui udara (Balai Litbang, 2011:16).
5. Gejala Klinis
Penyakit pes bubo memiliki gejala demam tinggi, tubuh menggigil,
perasaan tidak enak, dan malas, nyeri otot, sakit kepala hebat,
pembengkakan kelenjar/bubo pada lipat paha, ketiak, dan leher,
pembengkakan kelenjar limpa, dan serangan tiba-tiba. Sedangkan gejala
penyakit pes pneumonik adalah batuk hebat, air liur berbuih, berdarah,
susah bernafas, dan sesak nafas (Balai Litbang, 2011:17).
6. Diagnosis Pes
Untuk mendiagnosa penyakit pes, ada tiga

diagnosis yang

dilakukan diantaranya adalah diagnosis lapangan, diagnosis klinis, dan


diagnosis laboratorium. Diagnosis lapangan ditegakkan untuk mengetahui
ada tidaknya tikus yang mati tanpa sebab yang jelas di daerah fokus pes
atau bekas fokus pes.
Diagnosis selanjutnya yang dilakukan adalah diagnosis klinis.
Diagnosis klinis yaitu adanya demam tanpa sebab-sebab yang jelas (FUO
= Fever Unknown Origin), timbul bubo atau mringkil atau sekelan
(pembengkakan kelenjar) sebesar buah duku diantara leher, ketiak,
selangkangan, dan batuk darah mendadak tanpa gejala yang jelas
sebelumnya.
Diagnosis

terakhir

yaitu

diagnosis

laboratorium.

Ada

dua

pemeriksaan laboratorium untuk surveilans penyakit pes. Pemeriksaan

yang pertama yaitu pemeriksaan serologi pada manusia, tikus, dan


spesies pengerat lain. Pemeriksaan yang kedua yaitu pemeriksaan
bakteriologi yang dilakukan pada manusia, tikus, dan pinjal. Pada
manusia bagian yang diperiksa

yaitu darah, bubo, dan sputum.

Sedangkan pada organ tikus yang diperiksa yaitu limpa, paru, dan hati.
Pada pinjal, dilakukan kultur ke mencit untuk mengetahui apa benar pinjal
infektif pes (Balai Litbang, 2011).
7. Pencegahan Pes
Pencegahan penyakit pes dapat dilakukan melalui penyuluhan dan
pendidikan kesehatan kepada masyarakat dengan cara mencegah atau
mengurangi kontak dengan tikus serta pinjal. Untuk mencegah atau
mengurangi kontak dengan tikus dan pinjal usaha yang dilakukan adalah
menempatkan kandang ternak diluar rumah, membuka beberapa genting
pada siang hari atau memasang genting kaca sehingga sinar matahari
bisa masuk kedalam

rumah,

perbaikan kontruksi rumah seperti

plesterisasi, menyimpan bahan makanan dan makanan didalam lemari


makanan sehingga tidak bisa dijangkau oleh tikus, tidak tidur dibawah
atau di lantai dan melaporkan kepada petugas Puskesmas jika
menemukan adanya tikus mati tanpa sebab yang jelas (Balai Litbang,
2011).
8. Pengobatan Pes
a. Untuk terduga pes diberikan Tetracycline atau Choramphenicol 4x250
mg selama 5 hari berturut-turut.
b. Untuk penderita pes diberikan Streptomycine dengan dosis 3 gram/hari
selama 2 hari, kemudian dosis dukurangi menjadi 2 gram/hari selama
5

hari.

Setelah

panas

hilang

dilanjutkan

dengan

pemberian

Tetracycline dengan dosis 4-6 gram/hari selama 2 hari, kemudian dosis


diturunkan menjadi 2 gram/hari selama 5 hari. Dan dengan pemberian
Chlompenicol dengan dosis 6-8 gram/hari selama 2 hari, kemudian
dosisnya diturunkan menjadi 2 gram/hari selama 5 hari (Balai Litbang,
2011).

B. Program Pemberantasan Pes


Program pemberantasan pes bertujuan untuk mempertahankan agar
kasus keamatian karena pes tetap nol, mencegah penularan pes dari daerah
fokus ke daerah lain termasuk masuknya pes dari negara lain, memantau
bekas lokasi pes akan terjadinya relaps.
1. Sasaran program
a. Daerah fokus pes adalah desa/dusun/RW yang ditemukan bakteri
Yesirnia pestis baik pada pinjal, rodent, tanah dan manusia. Ditemukan
serologi positif pada manusia dan tikus (titer 1:128)
b. Daerah terancam adalah desa/dusun/RW yang berbatasan langsung
dengan daerah fokus pes dan memiliki jalur perhubungan dengan
daerah fokus pes. Ditemukan serologi positif pada manusia dan tikus
(titer < 1:128)
c. Bekas daerah fokus pes adalah desa/dusun/RW yng masih dianggap
potensial sebagai daerah enzootic pes.
2. Pelaksanaan Program
a. Pengamatan Terhadap Rodent dan Pinjal.
Kegiatan pengamatan terhadap rodent dan pinjal dilakukan
dengan cara trapping menggunakan perangkap hidup (life trap).
Pemasangan perangkap dilakukan pada sore hari dan dikumpulkan
kembali pada keesokan harinya. Untuk dusun yang memiliki hutan
pemasangan trap dilakukan dengan perbandingan 30% di dalam
rumah, 30% di kebun dan 40% dihutan. Sedangkan untuk dusun yang
tidak memiliki hutan pemasangan trap dilakukan dengan perbandingan
40% di dalam rumah dan 60% di kebun. Trapping dilakukan selama 5
hari berturut-turut dan pemasangan trap setiap harinya adalah
200/hari. Jadi total trap yang dipasang adalah 1000 buah.
1) Pada daerah fokus.
Pengamatan dilakukan sepanjang tahun, sebulan sekali
selama 5 hari berturut-turut. Jika ditemukan Yesirnia pestis pada
manusia, rodent, pinjal perlu dilakukan trapping ulang 2 minggu
sekali selama 5 hari berturut-turut sampai tidak ditemukan lagi
spesimen positif.

2) Pada daerah terancam.


Pengamatan dilakukan 3 bulan sekali selama 5 hari beruturutturut. Jika ditemukan Yesirnia pestis pada manusia, rodent, pinjal
perlu dilakukan trapping ulang 2 minggu sekali selama 5 hari
berturut-turut sampai tidak ditemukan lagi spesimen positif
3) Pada bekas daerah fokus.
Pengamatan dilakukan 1 tahun sekali atau 2 tahun sekali
selama 5 hari berturut-turut (Sub Direktorat Zoonosis, 2008).
Kegiatan pengamatan pada rodent dan pinjal harus dilakukan
terus menerus untuk mencegah terulangnya ledakan pes. dengan
kegiatan tersebut, dapat diperoleh informasi mengenai indikator dalam
pelaksanaan sistem kewaspadaan dini pes. indikatornya meliputi jenis
tikus tertangkap, proporsi hasil tangkapan tikus rumah dibanding tikus
ladang/kebun, serta indeks pinjal umum dan khusus. Dari informasi
tersebut maka penularan penyakit pes dapat dicegah.
b. Pengamatan pada Manusia.
Pengamatan terhadap manusia dilakukan secara aktif dan pasif.
Pengamatan secara aktif adalah pengamatan yang dilakukan dengan
mencari tersangka penderita dengan gejala panas menggigil dengan
bubo atau panas dengan batuk darah secara tiba-tiba.. Pengamatan
secara pasif adalah pengamatan yang dilakukan di puskesmas
maupun rumah sakit terhadap penderita/tersangka pes. Untuk daerah
fokus pengamatan dilakukan secara aktif dan pasif, untuk daerah
terancam dan daerah bekas fokus dilakukan pengamatan secara pasif.
c. Pengamatan terhadap hewan lain.
Pengamatan terhadapa hewan lain hanya dilakukan didaerah
fokus. Pengamatan yang dilakukan adalah dengan melakukan survei
serologi pes untuk anjing domestik sebanyak 6 bulan sekali.
d. Sistem Kewaspadaan Dini
Untuk mengetahui secara dini akan adanya penularan pes dari
rodent ke hewan lain (kucing, kelinci, marmut, anjing) dan pada
manusia perlu adanya sistem kewaspadaan dini. Kewaspadaan yang
dimaksud adalah peningkatan surveilans terhadap manusia, hewan
dan lingkungan. Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan

10

didalam mendiagnosa kemungkinan terjadinya pes disuatu wilayah,


antara lain adalah:
1) Keadaan desa/dusun/RW yang mengalami musim paceklik atau
setelah panen raya.
2) Terganggunya habitat tikus seperti kebakaran hutan, gunung api
meletus, banjir dan gempa bumi.
3) Ditemukan tikus mati tanpa sebab yang jelas.
4) Hasil penangkapan tikus di dalam rumah lebih besar dari tangkapan
tikus di kebun.
5) Indeks pinjal umum 2 dan indeks pinjal khusus Xenopsylla
cheopis 1.
6) Adanya serologi positif pada rodent dan manusia.
Suatu desa/dusu/RW dikatakan KLB apabila pada pemeriksaan
serokonversi meningkat empat kali lipat, indeks pinjal umum 2 dan
indeks pinjal khusus Xenopsylla cheopis 1.
e. Tindakan yang dilakukan apabila ada wabah Pes.
1) Penemuan penderita
Di kelurahan yang ada kasus Pes pencarian penderita baru
setiap hari dari rumah ke rumah. Mengambil spesimen pada
penderita/tersangka pes dan orang yang meninggal. sedngkan
kelurahan yang berbatasan dengan desa terjangkit Pencarian
penderita baru lebih diintensifkan.
2) Terhadap Rodent
Pengamatan pada tikus dan pinjal lebih intensif. Jika ada tikus
yang ditemukan mati dimasukkan kedalam kantong plastik untuk
diperiksa di laboratorium.
3) Tindakan terhadap Manusia
Bila ditemukan pes maka dilakukan isolasi di rumah masingmasing dan orang yang serumah dilarang keluar desa, para
penderita yang ditemukan diberi pengobatan penuh. Dan jika di
rumahnya terdapat tikus mati diberikan pengobatan selama 5 hari
dan dipantau setiap hari.
4) Flea control
Untuk pemberantasan flea dilakukan dengan cara dusting
menggunakan insektisida yang dicampur dengan tepung.

11

C. Tinjauan Tentang Pinjal.


1. Klasifikasi.
Pinjal atau kutu termasuk dalam class Insecta dan family Pulicidae.
Untuk lebih jelasnya, pinjal dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Dunia

: Animalia

Filum

: Arthropoda

Kelas

: Insecta

Ordo

: Siphonaptera

Famili

: Pulicidea

Genus

: Xenopsylla

Spesies

: Cheopis

Jenis pinjal penyebab penyakit pes yaitu Xenopsylla cheopis, Pulex


iritans, Neopsylla sondaica, dan Stivalius cognatus. Di antara beberapa
jenis pinjal tersebut, vektor utama penyakit pes yaitu Xenopsylla cheopis
(Sub Direktorat Zoonosis, 2008).
2. Morfologi
Pinjal adalah serangga dari ordo Siphonaptera berbentuk pipih
dibagian samping (dorso lateral) berukuran kecil antara 1,5 mm sampai 4
mm. Serangga ini berwarna coklat muda atau tua Kepala dan dada
terpisah secara jelas. Kepalanya kecil berbentuk segitiga dengan 3 ruas
antena yang dan memiliki mulut berbentuk mengarah ke bawah yang
digunakan untuk menusuk dan menghisap. Bagian torak terdiri atas 3
ruas yaitu protoraks, mesotoraks dan metatoraks (Sucipto, Cecep Dani,
2011).
3. Jenis Pinjal
a. Xenopsylla cheopis
Tidak memiliki pronotal, genal comb. Mesotoraks dengan garis
pleural, stermit ke IX membentuk tangkai memanjang. Pada jantan
terdapat jarak antara bulu antipigidial dan tepi tergum ke VII dan
klasper agak meluas membentuk segitiga dan letak bulu klasper
berderat tidak teratur. Sedangkan pada betina bulga spermateka tidak
lebih besar daripada pangkal hila.

12

Gambar II.3 Xenopsylla cheopis


b. Stivalius cognatus
Memiliki pronotal comb yang berjumlah 12 setiap sisinya. Pada
kepala bagian depannya terdapat banyak bulu okular, tepi stermal
posterior ke VII membulat, bulga spermateka bulat memanjang hilla
pendek membengkok. Pada jantan ujung slemum ke IX dengan cuping
ventro apikal melebihi ujung tepinya, sedangkan betina memiliki ujung
sklerit tidak membengkok tapi melengkung dibagian pangkalnya dan
bursa kapulatriks pendek tegak lurus dan meluas sampai bagian
dorsal.

Gambar II.4 Stivalius cognatus


c. Neopsylla sondaica
Memiliki ganal comb dan pronotal com yang berjumlah 2 dan
terletak vertikal.

Gambar II.5 Neopsylla sondaica

13

d. Pulex iritans
Tidak memiliki genal comb dan pronotal comb, mesotoraks tanpa
garis pleurai, segmen toraks I-III lebih panjang daripada segmen
abdominal pertama, hanya ada satu bulu panjang pada tepi bawah
posterio batas kepala, bulu okuler terletak dibawah mata dan
spermatekanya berpigmen (Sub Direktorat Zoonosis, 2008).

Gambar II.6 Pulex iritans


4. Siklus Hidup
Pinjal mengalami metamorfose sempurna dengan melalui 4 tahap
perkembangan yaitu telur, larva, pupa dan dewasa.
a. Telur
Sepanjang hidupnya seekor pinjal betina dapat menghasilkan
telur sebanyak 400-500 butir. Telur biasanya diletakkan diantara
rambut hostnya. Telur ini relatif halus, berbentuk lonjong dengan
panjang 0,5 mm berwarna keputihan. Telur akan menetas sekitar 2 hari
sampai 3 minggu, tergantung suhu dan kelembaban.
b. Larva
Larva yang baru menetas bentuknya memanjang, langsing
seperti ulat berwarna kuning krem dan sangat aktif menghindari
cahaya. Larva ini terdiri atas 3 ruas toraks dan 10 ruas abdomen, yang
masing-masing dilengkapi dengan bulu-bulu panjang. Larva dewasa
panjangnya 6 mm. Larva memiliki mulut yang digunakan menggigit dan
mengunyah makanan. Larva ini mengalami 3 kali pergantian kulit
sebelum menjadi pupa. Periode ini berlangsung selama 7 sampai 10
hari atau lebih tergantung suhu dan kelembaban. Larva ini kemudian
akan menggulung atau mengkerut hingga berukuran 4x2 mm dan
berubah menjadi pupa.

14

c. Pupa
Stadium pupa merupakan tahapan yang sensitif terhadap adanya
perubahan konsentrasi karbon dioksida dilingkungan sekitarnya.
Stadium pupa berlangsung dalam waktu 10 sampai 17 hari pada suhu
yang sesuai, tetapi bisa berbulan-bulan pada suhu yang kurang
optimal.
d. Dewasa
Dari telur sampai jadi pinjal dewasa diperlukan waktu 2 minggu
sampai 1 tahun atau lebih. baik jantan maupun yang betina, pinjal
dewasa membutuhkan darah untuk kelangsungan hidupnya. Kaki
belakang pinjal dapat dipakai sebagai alat peloncat sejauh 30 sampai
50 cm kesamping dan keatas. Pinjal menghisap darah paling sedikit 1
kali sehari. Pinjal dewasa dapat hidup mencapai 1 tahun atau lebih
tergantung makananya (Sucipto, Cecep Dani, 2011).
5. Indeks Pinjal
Indeks Pinjal adalah kepadatan pinjal pada tubuh tikus. indeks pinjal
digunakan untuk mengetahui kepadatan investasi rata-rata dari pinjal
pada tubuh tikus. Adapun jenis-jenis indeks pinjal yaitu:
a. Indeks Pinjal Umum = Total jumlah pinjal yang ditemukan dibagi
dengan jumlah tikus yang diperiksa
b. Indeks Pinjal Khusus = Jumlah pinjal dari spesies X yang ditemukan
dibagi dengan jumlah tikus yang diperiksa
c. Indek pinjal di sarang = jumlah pinjal yang tertangkap disarang, dibagi
dengan jumlah sarang yang diperiksa.
Nilai indeks pinjal umum tidak boleh lebih dari 2 sedangkan nilai
indeks pinjal khusus Xenopsylla cheopis tidak boleh lebih dari 1 (WHO,
1999).
D. Tinjauan Tentang Tikus
1. Tikus sebagai reservoir
Reservoir utama dari penyakit pes adalah tikus. Selain tikus, kucing
juga dapat menjadi sumber penularan kepada manusia. Di amerika bajing
juga merupakan sumber penularan penyakit yang penting. Kuman-kuman
pes yang terdapat didalam darah tikus yang sakit dapat ditularkan ke
hewan lain dan manusia (Yudhastuti, Ririh 2011).

15

2. Klasifikasi
Tikus dan mencit termasuk familia Muridae dari kelompok mamalia.
Dan ordo rodentia (hewan pengerat) untuk lebih jelas tikus dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Dunia

: Animalia

Filum

: Chordata

Sub Filum

: Vertebrata

Kelas

: Mammalia

Subklas

: Theria

Ordo

: Rodentia

Sub ordo

: Myomorpha

Famili

: Muridae

Sub famili

: Murinae

Genus

: Bandicota, Rattus dan Mus (Depkes, 2008:4).

Menurut tempat hidupnya tikus dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu


tikus bukit (Niviventer), tikus ladang (Rattus exulans), tikus sawah (Rattus
argentiventer), tikus kebun (Rattus tiomanicus), tikus rumah (Rattus rattus
diardi, Mus musculus) ). Tikus-tikus ini merupakan jenis tikus yang dapat
membawa penyakit pes (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:31)
3. Identifikasi Tikus
Identifikasi tikus merupakan penentuan jenis tikus berdasarkan
morfologinya. Untuk menentukan jenis tikus digunakan tanda sebagai
berikut:
a. Panjang total (Total Lenght), dari ujung hidung sampai ujung ekor.
b. Panjang ekor (Tail), dari anus sampai ujung ekor.
c. Panjang telapak kaki belakang (Hind Foot), dari tumit sampai ujung jari
terpanjang.
d. Panjang telinga (Ear), dari pangkal daun telinga sampai ujung daun
telinga.
e. Jumlah punting susu pada betina, yaitu jumlah punting susu dibagian
dada dan perut. Contoh 2+2 = 8 artinya 2 pasang dibagian dada dan 2
pasang dibagian perut, jumlahnya 8. 3+2= 10 artinya 3 pasang
dibagian dada dan 2 pasang dibagian perut, jumlahnya 10. 3+3=12
artinya 3 pasang dibagian dada dan 3 pasang dibagian perut,
jumlahnya 12 (Balai Litbang, 2011:10).

16

4. Jenis-Jenis Tikus.
a. Rattus norvegicus (tikus got).

Gambar II.7 Rattus norvegicus


Panjang ujung kepala sampai ujung ekor 300 sampai 400 mm,
ekor 170 sampai 230 mm, telapak kaki belakang 42 sampai 47 mm,
telinga 18 sampai 22 mm, rumus mamae atau punting susu 3+3 = 12.
Warna rambut badan atas coklat kelabu, rambut bagian perut kelabu.
Banyak dijumpai di saluran air/riol/got di daerah pemukiman kota dan
pasar.
b. Rattus rattus diardi/tanezumi (tikus rumah).

Gambar II.8 Rattus tanezumi


Panjang total dari ujung kepala sampai ujung ekor 220 sampai
370 mm, ekor 101 sampai 180 mm, telapak kaki belakang 20 sampai
39 mm, telinga 13 sampai 23 mm. Rumus mamae 2+3 = 10. Warna
rambut badan atas coklat tua dan rambut badan perut coklat tua
kelabu. Tikus jenis ini banyak dijumpai di rumah (atap, kamar, dapur)
dan gudang, jarang ditemukan di kebun sekitar rumah.
c. Rattus exulans (tikus ladang).
Panjang ujung kepala sampai ujung ekor ekor 139 sampai 365
mm, ekor 108 sampai 147 mm, telapak kaki belakang 24 sampai 35
mm, telinga 11 sampai 28 mm. Rumus mamae 2+2 = 8. Warna rambut
badan atas coklat kelabu, rambut bagian perut putih kelabu.

17

Habitatnya terdapat di semak-semak, ladang sayuran dan pinggiran


hutan, kadang-kadang masuk ke rumah.

Gambar II.9 Rattus exulans


d. Rattus tiomanicus (tikus pohon).

Gambar II.10 Rattus tiomanicus


Panjang ujung kepala sampai ekor 245 sampai 397 mm, ekor
123 sampai 225 mm, telapak kaki belakang 24 sampai 42 mm, telinga
12 sampai 29 mm. Rumus mamae 2+3= 10. Warna rambut badan atas
coklat kelabu, rambut bagian perut putih krem. Habitatnya terdapat di
semak, pohon, di kebun.
e. Rattus niviventer (tikus bukit/dada putih)

Gambar II.11 Rattus niviventer


Panjang ujung kepala sampai ujung ekor 187 sampai 370 mm,
ekor 100 sampai 210 mm, telapak kaki belakang 18 sampai 33 mm,
telinga 16 sampai 32 mm. Rumus mamae 2+2= 8. Berambut kaku,
warna rambut badan atas kuning coklat kemerahan, rambut bagian
perut putih. Ekor bagian atas berwarna coklat dan bagian bawah

18

berwarna putih. Terdapat di daerah pegunungan, semak-semak,


rumpun bambu dan hutan.
f. Rattus argentiventer (tikus sawah).

Gambar II.12 Rattus argentiventer


Panjang ujung kepala sampai ujung ekor 270 sampai 370 mm,
ekor 130 sampai 192 mm, telapak kaki belakang 32 sampai 39 mm,
telinga 18 sampai 21 mm. Rumus mamae 3+3= 12. Warna rambut
bagian atas coklat muda berbintik-bintik putih, rambut bagian perut
putih atau coklat pucat. Terdapat di sawah dan padang alang-alang
(Litbang P2B2, 2011).
g. Rattus sabanus

Gambar II.13 Rattus sabanus


Panjang ujung kepala sampai ujung ekor 430 sampai 520 mm,
ekor 130 sampai 145 mm, telapak kaki belakang 42 sampai 50 mm,
telinga 20 sampai 24 mm. Rumus mamae 2+2= 8. Warna rambut
bagian atas coklat pucat, rambut bagian perut agak dan berwarna
putih.
h. Mus musculus
Tikus ini dikenal sebagai mencit atau tikus piti karena ukurannya
kecil. Panjang ujung kepala sampai ujung ekor 175 mm, ekor 81
sampai 108 mm, telapak kaki belakang 12 sampai 18 mm, telinga 8
sampai 12 mm. Rumus mamae 3+2= 10. Warna rambut badan atas

19

dan bagian perut coklat kelabu. Biasanya terdapat didalam rumah,


dalam lemari, dan tempat penyimpanan barang lain.

Gambar II.14 Mus musculus


i. Mus casteneus.
Tikus ini berasal dari Asia tenggara. Panjang ujung kepala
sampai ujung ekor 175 mm, ekor 60 sampai 120 mm, telapak kaki
belakang 12 sampai 16 mm, telinga 8 sampai 12 mm. Rumus mamae
3+2= 10. Warna rambut bagian atas coklat kelabu, sedangkan rambut
bagian perut berwarna abu-abu tua (Sub Direktorat Zoonosis, 2008).

Gambar II.15 Mus castaneus


5. Kemampuan Alat Indera
a. Mencium.
Rodentia memilik daya penciuman yang tajam. Sebelum keluar
sarangnya tikus akan mencium-cium bau sekelilingnya. Mengeluarkan
urin dan sekresi genital yang memberikan tanda yang akan dideteksi
oleh tikus lainnya. Dapat memberikan tanda akan bahaya dan
digunakan untuk membedakan antara tikus sefamili atau tikus asing.
b. Menyentuh.

20

Sentuhan

badan

dan

kibasan

ekor

digunakan

selama

menjelajah, kontak dengan lantai, dinding. Hal ini sangat membantu


dalam orientasi dan kewaspadaan binatang ini terhadap rintangan
didepannya.
c. Mendengar.
Rodentia sangat sensitif terhadap suara yang mendadak. Selain
itu rodentia juga dapat mendengar dan mengirim suara ultra.
d. Melihat.
Mata tikus khusus untuk melihat pada malam hari. Tikus dapat
mendeteksi gerakan pada jarak lebih dari 10 meter. Dan dapat
membedakan antara pola benda yang sederhana dengan obyek yang
ukurannya berbeda-beda. Mampu melakukan perkiraan pada jarak
lebih dari 1 meter. Perkiraan yang tepat ini sebagai usaha untuk
meloncat bila diperlukan.
e. Mengecap.
Rasa mengecap pada tikus berkembang sangat baik. Tikus dan
mencit dapat mendeteksi dan menolak air minum yang mengandung
phenylthiocarbamide 3 ppm (Depkes, 2008).
6. Tanda-tanda Keberadaan Tikus
a. Bekas gigitan (Gnawing)
Bekas gigitan yang ditinggalkan tikus pada benda yang terbuat
dari kayu atau kain. Biasanya dapat dilihat pada pintu, jendela, bekasbekas kain.
b. Jalan Tikus (Run ways)
Salah satu kebiasaan tikus adalah selalu memakai jalan yang
sama dan biasanya berjalan searah dengan dinding. Tikus jarang
menyebarangi ruangan. Bekas jalan (run ways) ini pada umumnya
kotor dan berminyak.
c. Lubang Terowongan (Burrows)
Tikus tidak biasa membuat lubang. Lubang tersebut merupakan
jalan masuk kedalam sistem terowongan dalam tanah, baik didalam
tanah yang terbuka, dekat timbunan sampah, ditepi landasan, dekat
gudang-gudang yang langsung didirikan diatas maupun disepanjang
selokan.
d. Kotoran (Dropping)

21

Biasanya kotoran tikus dapat dikenal karena mempunyai tandatanda sebagai berikut. Untuk kotoran yang baru bentuknya lembek,
mengkilap dan berwarna gelap. Untuk kotoran yang sudah lama,
bersifat keras, kering dan berwarna abu-abu.
e. Bekas Telapak (Tracks/Paths)
Bekas kaki tikus dapat dilihat dengan jelas. Jejak kaki yang lama
selalu tertutup debu. Kaki belakang tikus memiliki 5 jari sedangkan kaki
depan tikus memiliki 4 jari kaki. Jejak kaki belakang lebih nampak
daripada kaki deapan.
f. Suara (Voice)
Jika terdapat banyak tikus, mereka sering terdengar berlari-lari
dan mencicit diatas rumah, setelah hari menjadi gelap atau dikala
mereka sedang mencari makan.
g. Tikus hidup dan tikus mati (Life And Death Rats)
Didalam rumah kadang kala ditemukan tikus yang telah mati,
disamping

tikus

diemukannya

sedang

tikus

yang

berlari-lari

didalam

telah

atau

mati

rumah.

yang

Dengan

masih

hidup

menunjukkan bahwa didalam rumah atau daerah tersebut terdapat


tikus (Kusnadi, Chasan S., 2006).
7. Pengendalian Tikus
a. Pengendalian Secara Sanitasi.
Sanitasi yang dilakukan untuk mengusir tikus penghuni rumah
adalah dengan menghilangkan atau menata tempat yang disenangi
tikus. Caranya yaitu dengan membersihkan sampah atau membenahi
tumpukan barang sehingga mengurangi kemungkinan tikus menetap
dan bersarang di tempat tersebut.
b. Perangkap (trap)
Penggunaan

perangkap

merupakan

metode

pengendalian

terhadap tikus yang paling tua digunakan. trapping merupakan cara


yang efektif, aman, dan ekonomis karena perangkap dapat digunakan
beberapa kali. Ada 2 jenis perangkap yang biasa digunakan yaitu live
trap dan snap trap.
1) Life trap perangkap hidup biasanya perangkat berbentuk kotak
persegi panjang dengan pintu berengsel dengan mekanisme pegas
untuk menutup pintu sekali binatang telah memasuki perangkap.

22

2) Snap trap adalah tipe perangkap yang dapat membunuh tikus pada
saat ditangkap. Perangkap jenis ini sangat berbahaya karena dapat
membunuh hewan bukan sasaran, apabila menyentuh umpan dan
juga

berbahaya

bagi

manusia

yang

beraktivitas

di

sekitar

perangkap. Perangkap ini harus diperiksa setiap beberapa jam


untuk mengurangi kemungkinan bahwa pinjal telah meninggalkan
tubuh inang yang mati (WHO, 1999).
c. Rat Proofing
Rat proofing adalah bangunan secara terperinci untuk mencegah
masuknya tikus kedalam bangunan. Untuk itu fondasi bangunan, lantai
dan dinding hendaknya dibuat dari bahan yang kuat sehingga tidak
dapat ditembus tikus.
8. Keberhasilan Penangkapan Tikus (Trap success)
Pemasangan perangkap dilakukan agar tikus yang tertangkap
dalam keadaan hidup. Pemasangan perangkap atau trapping merupakan
cara baik untuk mendapatkan sampel tikus dalam kondisi hidup. Dalam
melakukan pengendalian tikus menggunakan perangkap, terdapat istilah
trap success atau keberhasilan penangkapan tikus. Keberhasilan
penangkapan tikus (trap success) adalah banyaknya tikus yang
tertangkap dibagi dengan jumlah perangkap yang dipasang yang dikali
dengan periode pemasangan, kemudian dikalikan 100 persen (WHO,
1999:145).
Keberhasilan penangkapan tikus (trap success) berfungsi sebagai
informasi seberapa besar investasi pinjal pada daerah tertentu dan pada
waktu tertentu. Menurut Hadi, et al, 2007 (Irawati, J, et al, 2014) trap
success dalam kondisi normal adalah 7% didalam rumah dan 2% diluar
rumah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penangkapan tikus
(trap success) antara lain :
a. Jenis perangkap
Terdapat beberapa tipe perangkap tikus, antara lain perangkap
mati (snap trap), perangkap hidup (live trap), dan papan lem (glue
boards). Live trap dapat cukup baik untuk digunakan sebagai
perangkap tikus di perumahan maupun di kebun.

23

Perangkap harus terbuat dari bahan-bahan yang kuat dan padat.


Ukuran perangkap harus cukup luas dan kuat, sehingga tikus masuk
dapat terperangkap di dalamnya. Hewan-hewan yang tertangkap pada
perangkap atau tidak dapat membuka pintu dan keluar dari perangkap.
Perangkap dipasang dengan diberi umpan yang dipasang tegak lurus
dengan pintu kandang bagian depan yang terbuka. Tikus yang
tertangkap pada perangkap jenis ini dapat terbunuh karena leher tikus
patah disebabkan pintu terperangkap yang menutup dengan cepat.
b. Umpan
Umpan yang digunakan dalam pengendalian tikus harus menarik
bagi tikus. Pemberian umpan yang tepat akan menjadi faktor yang
mempengaruhi keberhasilan penangkapan tikus. Pemasangan umpan
pada perangkap harus disesuaikan dengan wilayah atau tempat
pemasangan.
c. Aktivitas manusia
Aktivitas

manusia

menjadi

faktor

yang

mempengaruhi

keberhasilan penangkapan tikus. Oleh karena itu, dalam proses


trapping, waktu pemasangan perangkap harus diperhatikan. Untuk
menghindari aktivitas manusia maka perangkap dipasang mulai pukul
18.00 WIB kemudian diambil esok harinya antara pukul 06.00 09.00
WIB, dengan asumsi pada jam-jam tersebut aktivitas manusia sudah
berkurang.
d. Peletakan perangkap
Perangkap diletakan pada tempat yang diperkirakan sebagai
jalan tikus atau sering dikunjungi tikus, misalnya bagian dapur.
Perangkap diletakan sejajar dan berdekatan (bersebelahan) dengan
posisi silang bertolak belakang berjarak 30 cm. Pemasangan
perangkap tikus yang ideal yaitu dalam setiap wilayah 10 m 2 diberi
satu buah perangkap (Kemenkes, 2014).

E. Kerangka Konsep.

Pes

International Health
Regulation (IHR) 1969
Penyakit Karantina

24

Pelaksanaan Kegiatan Pemberantasan


Pes
1. Pengamatan rodent dan pinjal
2.
3.
4.
5.

Pengamatan Manusia
Pengamatan pada spesies lain
Sistem Kewaspadaan Dini (SKD)
Tindakan yang dilakukan bila ada
wabah pes

Daerah Fokus
Trapping
dilakukan 2 x
sebulan
selama 5 hari
berturut-turut.

Daerah Terancam

Bekas daerah fokus

Trapping
dilakukan 3
bulan
sekaliselama 5
hari berturut-

Trapping
dilakukan 1 atau
2 tahun sekali
selama 5 hari
berturut-turut.

Jenis Tikus
Trap Succes

Jenis Pinjal
Indeks Pinjal
Keterangan
Diteliti
Tidak diteliti
Gambar II. Kerangka Konsep
Menurut International Health Regulation (IHR) 1969 Pes merupakan penyakit
karantina yang bisa menimbulkan kejadian luar biasa. Supaya tidak menyebar ke
daerah lain, perlu adanya tindakan pemberantasan. Salah satu upaya yang
dilakukan adalah pengamatan pada rodent dan pinjal. Pengamatan rodent dan
pinjal dilakukan di daerah fokus, daerah terancam dan bekas daerah fokus.
Pengamatan rodent dan pinjal di daerah fokus dilakukan 2 minggu sekali selama
5 hari berturut-turut dengan cara trapping. Untuk mengetahui keberhasilan

25

penangkapan tikus (trap success), jenis tikus, jenis pinjal yang ditemukan serta
indeks pinjal atau tingkat kepadatan pinjal melakukan trapping.

26

Anda mungkin juga menyukai