Anda di halaman 1dari 49

TUGAS PENGUJIAN MATERIAL

Review JIS Z 2241

Metallic Materials Tensile Testing Method of test at


room temperature

Arbi Irsyad Fikri


Erlyna Armya S.
Frans Wensten S.
Muhammad Al-Wafiy (1406563582)
Muhammad Joshua Y.B.
Sonia Tarulli S.
Widyaningsih B.S.

Review JIS 02241


Metallic Materials-Tensile Testing-Method of Test at Room Temperature
Standar ini menspesifikasikan metode uji tarik terhadap logam dan mendefinisikan sifat
mekanik logam tersebut yang dihitung pada temperatur kamar. Standar ini berkaitan dengan
standar yang lain yaitu JIS B 7721 mengenai mesin uji tarik/kompresi, JIS B 7741 tentang
verifikasi ekstensometer, JIS G 0202 mengenai syarat pengujian besi baja, dan JIS Z 8401 tentang
pembulatan nilai.

A : %Elongasi setelah patah


Ag : %pertambahan panjang plastis pada gaya makasimum
Agt : %total pertambahan panjang
At : %total pertambahan panjang hingga patah
e : %pertambahan panjamg
mE : gradien elastis kurva stress-strain
R : stress
Rgt : tensile strength

Gauge Length
-

Panjang awal diukur pada suhu ruangan (Lo)


Panjang akhir diukur pada suhu ruangan setelah terjadi rupture (Lu)

Elongation/ Area Reduction


-

Lc adalah lebar dimana luas cross-sectionnya tereduksi


Elongasi merupakan pertambahan panjang gauge length saat test
Elongasi permanen (Lu Lo)

Ekstensometer & Ekstension


-

Extensometer gauge length (Le), panjang gauge length sebelum pengujian yang
digunakan sebagai acuan pengukuran perpanjangan dengan menggunakan ekstensometer
Extension, pertambahan panjanga extensometer gauge length (Le)
Permanent extension, pertambahan panjang extensometer gauge length setelah bebab di
lepas

Testing rate
-

Strain rate e, ukuran pertambahan panjang (strain) per satuan waktu


Crosshead separation rate Vc, perpindahan crosshead per satuan waktu
Stress rate R, penambahan beban per satuan waktu

Persen Reduciton of Area Z


-

Persen reduksi bidang Z, perubahan maksimum di cross-sectional area (So Su)

Stress
-

Beban maksimum Fm, bebab maksimum yang diterima material selama proses pengujian
pada material tanpa kontinyuitas yielding
Stress R, beban dibagi dengan luar cross-section awal, So.
Tensile strength Rm, beban maksimum Fm
Yield strength (yield point), kondisi saat material mengalami deformasi plastis tanpa
pertambahan bebab

e : persen pertambahan panjang (strain)


R : stress
R eH : upper yield strength
R eL : lower yield strength
a : initial transient effect

Proof Strength & Permanent Set Strength


Proof Strength
Plastic extension Rp, stress dimana pertambahan panjang plastis setara dengan persen
pertambahan panjang gauge length

e : persen pertambahan panjang


ep : persen pertambahan panjang plastis tertentu
R : stress
Rp : proof strength

Permanent Set Strength [Rr]


Stress saat deformasi plastis dari persen permanen elongasi tertentu atau persen pertambahan

panjang permanen atau under occurs, setelah beban dihilangkan


-

e : persen pertambahan panjang


er : persen pertambahan panjang permanent
R : stress
Rr : permanent set strength
Fracture/rupture, fenomena pemutusan spesimen uji

Simbol dan Perlambangan

Figure 7 Perbedaan metode penentuan titik luluh

: Prosentase perpanjangan titik luluh

: Prosentase perpanjangan

: Tegangan

ReH

: Upper yield strength

a
: Garis horizontal melalui titik lokal minimum terakhir sebelum menuju uniform
workhardening
b

: Garis regresi melalui daerah luluh sebelum menuju uniform workhardening

: Garis yang menunjukkan kemiringan tertinggi kurva pada awal uniform workhardening

Figure 8 Tipe kurva tegangan-regangan yang lain untuk penentuan kekuatan tarik Rm

Figure 9 Ilustrasi strain rate selama


pengujian

e : strain rate

Figure 10 Diskontinuitas yang tidak


diterima pada kurva perpanjangan stress

e : persentase perpanjangan

R : stress rate

R : stress

t : waktu pengujian tarik

a : kesalahan nilai akibat strain rate


meningkat secara tiba-tiba

tel : waktu perilaku elastik


tf : waktu setelah fracture
tpl : waktu perilaku plastis
b : daerah lower rate jika mesin tidak
sanggup mengontrol strain rate

b : stress-strain akibat peningkatan


mendadak strain

Figure 11 Benda uji berbentuk plat

Figure 12 Benda uji berbentuk kawat

Lo : panjang awal gauge


So : daerah awal cross-section
a0 : ketebalan benda uji bentuk
plat sebelum pengujian.
b0 : lebar paralel benda uji plat
sebelum pengujian
Lc : panjang paralel
L0 : panjang daerah ukur
Lt : panjang total benda uji
Lu : panjang daerah ukur setelah
patah
S0 : daerah cross-section
1 : ujung cengkraman

Fig.13 Potongan uji pada betuk batang (machined)

Keterangan:
do : diameter sejajar pada potongan dari bentuk batangan sebelum pengujian
Lc : parallel length
Lo : panjang awal gauge
Ll : panjan keseluruhan specimen uji
Lu : panjang akhir gauge setelah perpatahan
So: Luas penampang dari bagian yang sejajar
Su: daerah minimum cross-sectional setelah perpatahan

Fig. 14 potongan uji berbentuk tabung

Keterangan:
ao : ketebalan specimen (tube) sebelum pengujian
Do : diameter luar tabung sebelum pengujian
Lo: panjang awal gauge
Lt: panjang total specimen uji
Lu: panjang gauge setelah fraktur
So :luas penampang awal dari bagian yang parallel
Su : penampang minimum setelah fraktur

Figure 15 Benda uji bentuk Strip-Form

Keterangan:
ao : ketebalan specimen (tube) sebelum pengujian
bo : lebar rata-rata specimen uji (strip-form)
Lc : panjang parallel
Lo: panjang awal gauge
Lt: panjang total specimen uji
Lu: panjang gauge setelah fraktur
So :luas penampang awal dari bagian yang parallel
Su : penampang minimum setelah fraktur

Prinsip
Pengujian dilakukan dengan memberikan beban tarik pada benda uji, untuk identifikasi sifat-sifat
mekanik material. Pengujian dilakukan pada suhu antara 10oC dan 35oC.
Benda Uji
Bentuk dan Ukuran
Umum
Bentuk dan ukuran benda uji ditentukan oleh jenis material benda uji. Preparasi benda uji
logam dengan melakukan machining, punching, atau casting. Material logam dengan cross
section yang seragam dan juga material as-cast tidak memerlukan machining sehingga dapat
langsung diuji. Cross section umumnya berbentuk bulatan, persegi, segiempat, lingkaran, dan
lainnya.
Benda uji sebaiknya memenuhi persamaan
0 = 0
L0

= panjang gauge (sebaiknya tidak kurang dari 15 mm)

S0

= luas cross-sectional

= koefisien proporsionalitas (5,65)

Pengaturan bentuk dan ukuran benda uji selengkapnya dapat dilihat pada Annex B s.d. Annex E.
Benda Uji Dengan Perlakuan Mesin
Pada benda uji dengan perlakuan mesin antara diameter transisi gripped ends dengan
parallel portion harus disatukan, apabila terdapat perbedaan ukuran cross-sectional. Diameter
transisi adalah penting dan sebaiknya digambarkan pada standar produk apabila tidak terdapat
keterangan tersebut pada Annex.
Grip pada benda uji harus menyesuaikan dengan penjepit pada benda uji. Parallel length
harus selalu lebih panjang dari gauge length.
Benda Uji Tanpa Perlakuan Mesin
Pada benda uji tanpa perlakuan mesin, pengaturan jarak antara kedua grip dapat dilihat
pada Annex B s.d Annex E.
Benda uji as-cast harus memiliki diameter transisi antara gripped ends dengan parallel portion.
Diameter transisi ini penting dan sebaikya dicantumkan pada standar produk. Grip pada benda

uji harus menyesuaikan dengan penjepit pada benda uji. Parallel length harus selalu lebih
panjang dari gauge length.
Jenis Benda Uji
Jenis umum benda uji digambarkan pada Annex B s.d. Annex E menyesuaikan dengan bentuk
dan tipe produk (tabel 2.1). Jenis lain benda uji dapat dirincikan pada standar produk
Tabel 2.1 : Jenis umum benda uji

Tabel 2.2 : Klasifikasi benda uji

Tabel 2.3 : Penggolongan penggunaan benda uji

Preparasi Benda Uji


Preparasi dilakukan menyesuaikan dengan persyaratan standar untuk produk (JIS G 0416)

Pengukuran Luas Awal Daerah Cross-Sectional


Ukuran benda uji sebaiknya diukur pada beberapa titik pada daerah diantara gauge marks (min.
3). Nilai luas awal cross-sectional (S0) merupakan rata-rata dari pengukuran tersebut. Tetapi,
pada benda uji yang diruncingkan dengan alasan tertentu, nilai luas awal cross-sectional
merupakan nilai terkecil yang dapat diidentifikasi dari pengukuran tersebut.

Penandaan Panjang Awal Gauge Length


Penandaan panjang awal gauge length tidak boleh dengan membentuk takikan yang dapat
menjadi titik fraktur. Pada benda uji proporsional, nilai yang terhitung sebagai panjang awal
gauge length dapat dibulatkan pada setiap kelipatan 5 mm yang terdekat.

Ketepatan Mesin Uji


Mesin Uji
Sebaiknya Class 1 atau memenuhi spesifikasi yang lebih baik (JIS B 7721)
Extensometer
Sebaiknya Class 2 atau memenuhi spesifikasi yang lebih baik (JIS B 7741)

Kondisi Uji
Metode Grip
Untuk memperoleh penarikan yang lurus dan memastikan kesejajaran benda uji dengan
pengaturan grip, gaya awal dapat diberikan, dengan besar kurang dari 5% tegangan luluh.

Pengukuran Upper Yield Strength [ReH]


=

engukuran Lower Yield Strenth [ReL]

Proof Strength (Perpanjangan Plastis) [Rp]


Rp didapatkan dari kurva gaya-perpanjangan dengan menggambar garis sejajar dengan kurva
linier dan pada jarak yang sama ini ke sumbu prosentase perpanjangan plastis. Titik
perpotongannya merupakan gaya yang dibutuhkan untuk mencapai proof strength (perpanjangan

plastis). Proof strength didapatakan dengan membagi nilai gaya ini dengan luas penampang
awal.
Proof Strength (Perpanjangan Total) [Rt]
Rt didapatkan dari kurva gaya-perpanjangan dengan menggambar garis sejajar dengan sumbu
gaya dan pada jarak yang sama ini ke nilai total perpanjangan yang telah ditentukan. Titik
perpotongannya merupakan gaya yang dibutuhkan untuk mencapai proof strength (perpanjangan
total). Proof strength didapatakan dengan membagi nilai gaya ini dengan luas penampang awal.

Metode Verifikasi Tegangan Permanen [Rr]


Benda uji dikenai gaya menyesuaikan denga beban spesifik selam 10 hingga 12 detik. Gaya ini
diperoleh dengan mengalikan tegangan spesifik dengan luas penampang awal. Setelah gaya
dihilangkan, dapat dikonfirmasi jika perpanjangan permanen tidak lebih dari prosentase untuk
panjang awal gauge length.

Pengukuran Prosentase Perpanjangan pada Yield Point [Ac]


Pada material yang memperlihatkan fenomena luluh tidak kontinu, Ac diperoleh dari kurva gayaperpanjangan dengan mengurangi nilai perpanjangan pada ReH dari perpanjangan pada awal
uniform workhardening. Perpanjangan awal uniform workhardening ditentukan oleh titik
perpotongan garis horizontal melalui titik lokal minimum, atau garis regresi melalui daerah
luluh, sebelum menuju uniform workhardening, dan garis mengacu pada kemiringan tertinggi
pada kurva. Ac ditunjukkan sebagai prosentase gauge length extensometer.

Pengukuran dari persentasi perpanjangan plastis dari gaya maksimum Ag


Metode terdiri dari mendapatkan pada gaya maksimal dari kurva force-extension
didapatkan dengan ekstensometer dan mengurangkan dengan elastis strain.
Persentasi perpanjangan plastis pada gaya maksimal Ag dapat dihitung mengacu pada
persamaan berikut
= (
Dimana :

)x 100

: ekstensometer dari panjang gauge


: Pertambahan pada gaya maksimal

Pengukuran dari persentasi perpanjangan total pada gaya maksimal Agt


Metode ini diperoleh dari perpanjangan pada gaya maksimal dari kurva force-extension
diperoleh dari ekstensometer.
Persentasi total perpanjangan pada gaya maksimal Agt dapat dihitung mengacu pada
persamaan berikut
=
Dimana :

100

: ekstensometer dari panjang gauge


: Pertambahan pada saat perpatahan

Pengukuran dari persentasi elongasi setelah perpatahan


Persentasi elongasi setelah perpatahan A dapat diperoleh mengacu pada definisi dari 3.4.2
Untuk tujuan ini, dua bagian perpatahan dari sampel uji dapat dengan hati-hati disatukan
kembali sehingga aksisnya jatuh pada garis lurus.
Perlakuan khusus dapat diambil untuk memastikan kontak yang tepat diantara bagian
perpatahan dari sampel uji ketika mengukur panjang gauge akhir. Hal ini penting untuk sampel uji
dari penampang yang kecil dan memiliki nilai elongasi yang kecil.
Persentasi elongasi setelah fracture A dapat dihitung dengan mengacu pada persamaan
berikut :
=


100

Lo : panjang gauge awal


Lu : panjang gauge akhir setelah mengalami perpatahan
Elongasi setelah patah (Lu-Lo) dapat dihitung hingga mendekatai 0.25 mm atau lebih baik
mengukurnya dengan alat yang memiliki resolusi lebih baik.
Jika persentasi elongasi minimal kurang dari 5%,dianjurkan bahwa perlakuan khusus
harus dilakukan (lihat annex G). Hasil dari pengukuran ini valid jika hanya jarak antara oanjang
gauge Lo . namun pengujian ini valid terlepas dari lokasi perpatahan, jika persentasi elongasi
setelah fracture sama dengan atau lebih besar dari nilai yang ditunjukan.
NOTE 1 ISO 6892-1 Menjelaskan bahwa hasil valid jika hanya jarak antara perpatahan
dan penanda gauge (gauge) terdekat tidak lebih dari dari panjang gauge awal

NOTE 2 jika dibutuhkan lokasi perpatahan dari sampel uji dapat diidentifikasikan dengan
menambahkan tanda-tanda berikut ,
A : perpatahan pada atau lebih dari panjang gauge awal (Lo) dari penanda gauge (lokasi
A pada figure 16)
B : perpatahan kurang dari dari panjang gauge awal (Lo) dengan penanda gauge terdekat
(lokasi B pada figure 16)
C : perpatahan diluar gauge marks (lokasi C pada figure 16)

NOTE 3 jika celah (CP) terdapat pada middle of breadth (figure 17) ketika bagian
perpatahan dari sampel bentuk-plat disatukan kembali , elongasi setelah perpatahan dapat
dihitung dengan seluruh panjang diantara gauge marks O1O2 termasuk jarak CP ini dari
celah.

Ketika panjang pada saat perpatahan di ukur dengan menggunakan Ekstensometer


Tidak perlu memberikan tanda (gauge marks) pada sampel uji. Persentasi elongasi setelah
patah didapatkan ketika deformasi elastis berkurang dengan perpanjangan pada sampel hingga
patah. Kecuali untuk jenis sampel lain , panjang antara tanda (gauge length) saat patah dari sampel
uji dapat digunakan untuk Lo , untuk mendapatkan nilai yang dapat dibandingkan dengan metode
pencocokan bagian patahan dari sampel uji, pengaturan tambahan dapat diaplikasikan.

Pada prinsipnya pengujian dikatakan valid jika perpatahan telah terjadi di dalam
ekstensometer panjang gauge Lo,pengujian valid tanpa memperhatikan lokasi perpatahan,jika
persentasi elongasi dari perpatahan samadengan atau lebih besar dari nilai uji.
Ekstensometer digunakan pada kasus ini memiliki panjang gauge (gauge length) yang
samadengan panjang gauge (gaugelength) asal dari sampel uji, dan mampu untuk mengukur
panjang dengan akurasi sekitar 0.5% dari panjang gauge (gauge length).

Perpanjangan dari sampel uji yang non-proportional


Jika perpanjangan dari sampel uji yang non-proportional (tidak seimbang) diukur dengan
melewati panjang asli dari sampel uji, dan dapat di convert atau diubah menjadi panjang dari
sampel yang seimbang (proportional gauge length) dengan menggunakan rumus pengkonversi
atau tabel yang ada dengan penggabungan antara bagian dengan pemisahan sampel.

Pengukuran dari persentasi reduksi Area Z


Persentasi reduksi area dapat diukur mengacu pada definisi dari 3..8
Jika diperlukan dua bagian perpathan dari sampel uji dapat disatukan kembali sehingga letak
aksisnya tetap pada satu garis lurus.
Persentasi reduksi dari area Z dapat dihitung dengan persamaan berikut :
=

Dimana


100

So : luas awal penampang dari bagian yang parallel


Sn : Minimum luas penampang setelah terjadinya perpatahan
NOTE : ISO 6892-1 menjelaskan bahwa luas penampang minimum setelah
perpathan S , dapat dihitung dengan akurasi sekitar kuranglebih 2 % , namun pada
sampel uji yang berbentuk batang atau sampel uji dengan luas penampang geometri
lain hal tersebut belum tentu terjadi.

Laporan pengujian
Laporan pengujian harus memuat sekurang-kurangnya hal-hal berikut kecuali disepakati
antara bagian yang bersangkutan dengan pemisahan
Namun bagian dari beberapa hal ini dapat dihilangkan selama adanya persetujuan dengan
parties concerned with delivery
a. mengacu pada standar JIS Z 2241
b. Identifikasi dari sampel uji
c. Tipe atau jenis dari material (jika diketahui)
d. Bentuk dari sampel uji
e. Posisi pengujian dan arah pengujian dari sampel uji (jika diketahui)
f. hasil test , Hasil pengujian harus dibulatkan dengan akurasi tertentu atau lebih baik jika tidak
dispesifikasi dalam standar produk. Metode pembulatan dari nilai numerik harus sesuai dengan
JIZ Z 8401.

Nilai dari kekuatan : semua nilai dinyatakan dalam satuan Mpa

Persentasi dari titik Yield perpanjangan At : 0,1 %

Persentasi elongasi setelah terjadi perpatahan : 1%

Persentasi lain dari ekstensi(perpanjangan) dan elongasi : 0,5%

Persentasi reduksi luas : 1 %

Note : 1 Mpa = 1 N/mm2

Ketidakpastian dalam Pengukuran


Umum
Analisis ketidakpastian dalam pengukuran sangat berguna untuk mengidentifikasi sumber
ketidakonsistenan dari hasil pengukuran
Database dari standar produk, dan sifat material didasarkan standar ini dan
sebelumnya dari standar ini yang memiliki kontribusi

edisi

inheren dari ketidakpastian dalam

pengukuran. Oleh karena itu tidak tepat untuk menerapkan penyesuaian lebih lanjut untuk
ketidakpastian dalam pengukuran dan dengan demikian resiko penurunan kualitas produk telah
memenuhi persyaratan. karena itu estimasi dari ketidakpastian dalam pengukuran berasal dari
prosedur ini hanya untuk informasi saja. Kecuali secara spesifik mendapat arahan dari costumer.

Kondisi pengujian
Kondisi dari pengujian dan batas-batas dijelaskan pada standar ini , tidak diperkenankan
untuk disesuaikan untuk mendapat laporan dari ketidakpastian pengukuran. Kecuali secara
spesifik mendapat arahan dari costumer.
Hasil Pengujian
Estimasi ketidakpastian dalam pengukuran tidak digunakan untuk menilai kelayakan
standar produk, Kecuali secara spesifik mendapat arahan dari costumer.
NOTE : Dalam ISO 6892-1 arahan untuk menentukan ketidakpastian dalam pengukuran
berhubungan dengan parameter metrological dan nilai-nilai yang didapat dari pengujian
interlaboratory pada baja dan paduan aluminium yang tersedia pada Annex J dan Annex K

Annex A ( Informative)
Recomendasi yang berhubungan dengan penggunaan dari mesin uji tarik kontrolkomputer.
(deskripsi dari penyesuaian standar international tidak di masukan)

Annex B (normative)
Tipe dari sampel uji untuk produk yang tipis dari 0.1 mm atau lebih dan hingga ketebalan
3mm.
NOTE : untuk produk yang kurang dari 0.5 mm ketebalanya ,perlakuan khusus diperlukan.

B.1 Bentuk benda uji


Secara umum , ketebalan dari sampel uji harus merupakan ketebalan asal dari produk dan
ujung pegangan (Gripp ends) harus lebih lebar dibanding panjang paralel sampel uji.panjang
paralel Lo harus disambung dengan ujung pegangan (Grip ends) dari transisi radius rata rata yang
diberikan pada Tabel B1 , Lebar dari ujung pegangan (Grip ends) harus 1.2 kali atau lebih dari
bagian paralel (bo).
Karena telah disepakati sebelumnya. Sampel uji juga harus terdiri dari bagian samping
paralel dari sampel uji . untuk produk yang memiliki lebar yang sama atau kurang dari 20 mm ,
lebar dari sampel uji dapat sama dengan produk tersebut.

B.2 Dimensi dari Sampel Uji


Tiga perbedaan dari sampel uji yang tidak proporsional (non-proporsional test pieces)
sering digunakan ( seperti pada Tabel B 1)
Panjang paralel Lo , tidak boleh kurang dari Lo + 2bo, kecuali uji sampel no 5 dari tabel B.1
Pada kasus ini , panjang paralel Lo harus Lo + 2 bo kecuali ada ketidakcocokan panjang dari
produk.
Untuk bagian samping parallel sampel uji dari lebar kurang dari 20 mm , kecuali terdapat
standar produk yang khusus, maka panjang gauge asal Lo dari sampel uji harus sama dengan 50
mm . untuk tipe dari sampel uji ini, panjang bebas antara pegangan (grips) harus sama dengan Lo
+ 3bo atau lebih.
Ketika mengukur dimensi dari sampel uji , toleransi dari perubahan dimensi ada pada tabel
B.1 yang digunakan. Untuk sampel uji bagian samping paralel dimana lebar sama dengan sampel
tersebut,luas area penampang So dapat dihitung menggunakan dasar dari pengukuran dimensi dari
sampel uji.

Lebar nominal dari sampel uji dapat digunakan , ketika toleransi dari nominal dimensi
terdapat pada tabel B.2 dengan menghindari pengukuran lebar dari sampel uji pada saat pengujian
.

NOTE : pada edisi sebelumnya dari standar ini , panjang asal dari gauge Lo, ditunjukan ditunjukan
sebagai panjang gauge Lo , pada Annexes, ditunjukan panjang asaal gauge Lo yang digunakan
hampir sama.
NOTE :
a. Perbandingan Lo/bo dari sampel uji no.5 sangat kecil dibandingkan dengan sampel uji no
13B dan 13A . hasilnya ,hasil pengukuran didapatkan dengan menggunakan sampel uji ini
dapat berbeda dengan sampel uji lainya.
b. Jarak dari lebar yang di izinkan untuk masing-masing tipe dari sampel uji ini.
c. Nilai maksimal dari perubahan dimensi yang diizinkan pada seluruh panjang parallel Lo
dari sampel uji
d. Tipe dari sampel uji ditetapkan dengan Annex B dari ISO 6892-1

B3.

Persiapan Bahan Uji

Bahan uji seharusnya dipersiapkan sehingga tidak memberikan efek terhadap sifat dari
sample. Setiap bagian yang mengalami proses pengerasan melalui gaya geser atau gaya tekan
harus dihilangkan dengan machining. Untuk produk yang sangat tipis, sangat direkomendasikan
kepingan yang lebarnya harus dipotong dan selanjutnya dirakit dengan sebuah lapisan kertas
yang tahan minyak potong .

B4.

Penentuan Area persilangan S0

Area persilangan S0, seharusnya dapat dihitung melalui ukuran dimensi kepingan uji.
Agar mendapatkan hasil uji pengurangan ukuran yang tidak tentu, sangat direkomendasikan agar
area persilangan tersebut di peroeh dengan akurasi +- 1% atau yang lebih baik. Untuk produk
yang tipis, dibutuhkan teknik pengukuran yang lebih khusus pada beberapa kasus.
C1. Bentuk Bahan Uji
See fig. 12
C2. Dimensi Bahan Uji

C3.

Persiapan Kepingan Uji


Jika produk telah digulung, persiapan harus dilakukan dengan meluruskannya

C4. Menentukan Area Persilangan S0


Untuk produk dengan persilangan bundar, area persilangan yang asli dapat dihitung dari
rata pengukuran dari 2 perpotongan arah.Juga, Daerah persilangan dapat dihitung dari masa
yang diketahui sebagai panjang dan kerapatannya berdasarkan persamaan (C1)
=
Dimana :
m = Masa Keping uji (g)

1000

L1 = Panjang total keping uji (mm)


P = Kerapatan material dari keping uji (g.cm-3)

D1.

Bentuk dari keping uji

Pada kasus ini keping uji telah dimesin, bagian paralel seharusnya tersambung dengan
melalui bertransisi beberapa jari ke grip yang diakhiri dengan bentuk grip yang sesuai dengan
mesin pengujian. Jari transisi min. Antara ujung grip dengan bagian paralellnya ialah :
0,75d0
12 mm
Untuk keping uji dengan rektangular area persilangan, disarankan agar rasio lebar dan tebalnya
tidak melibihi 8:1
D2.

Dimensi dari keping uji

D.2.1 Bagian paralel dari keping uji yang dimesin


Panjang paralel dari L C akan akan sesuai dengan
a) L0+D0/2
b) L0 +1,5 S0
D.2.2 Panjang Keping uji yang tidak dimesin
a)

Panjang bebas diantara grip dari keping uji seharusnya cukup untuk
standar mengukur setidaknya jarak S0 dari grip

D.2.3 Pengukur Panjang dari Keping uji L0


D.2.3.1 Keping uji Ideal
Secara umum, keping uji ideal biasanya yang mana L0 berhubungan dengan area
persilangan S O berdasarkan persamaan (D1)
=
Dimana :
L0

: Pengukur panjang asli

: 5,65

SO

: daerah persilangan dari bagian paralel

Bentuk kawat atau bentuk batang dari keping uji memiliki daerah persilangan sirkuler
yang ditunjukkan oleh D. 1. Mereka seharusnya memiliki sejumlah dimensi seperti yang
diberikan tabel D.1

D.2.3.1.1 Keping uji no 14

D.2.3.1.2 Keping uji nomor 2 (spesifik ke JIS)


Bentuk dan dimensi dari keping uji No. 2 akan diberikan pada fig. D.3. Keping uji No. 2
seharusnya digunakan tidak lebih dari diameter 25mm

D.2.3.2 Keping uji tidak ideal


Panjang paralel Lc akan menjadi L0 + b0/2 atau lebih. Dalam kasus perselisihan, panjang
paralel L0 + b0/2 tidak biasa digunakan sampai panjang sample ternyata tidak mencukupi

D.2.3.2.1 No. 4 keping uji (spesifik ke JIS)

Bagian paralel dari keping uji No. 4 akan diselesaikan dengan dimesi. Ketika dimensi
dari keping uji No.4 seperti fig. D.4 tidak dapat dipersiapkan, diameter dari bagian paralel dan
pengukur panjang dapat ditentukan berdasarkan L0 = 4 S0

D.2.3.2.2 Sampel uji no 8 (dikhususkan untuk JIS)


NOTE : sampel uji no 8 digunakan untuk pengujian tarik dari produk sperti besi
cor dimana tidak dibutuhkan nilai elongasinya.
Bentuk dan dimensi dari sampel uji no 8 ditunjukan pada figure D.5.

Sampel uji no. 8 didapat dari sampel setelah dilakukan pengecoran dengan dimensi yang
ditunjukan pada tabel.

D.2.3.2.3 Sampel uji no 9


Bentuk dan dimensi dari sampel uji ditunjukan pada figure C.1
D.2.3.2.4 Sampel uji no. 10 (dikhususkan untuk JIS)
Bentuk dan dimensi dari sampel uji No. 10 ditunjukan pada figure D.6

D.2.3.2.5 Sampel uji No.1


Bentuk dan dimensi dari sampel uji no 1 ditunjukan pada figure D.7.

D.2.3.2.6 sampel uji no .5


Sampel uji no 5 dapat sesuai dengan B.2 , namun perubahan radius (jari-jari) harus 15mm
atau lebih

D.2.3.2.7 Sampel uji no 13


Sampel uji no. 13 sesuai dengan B.2.

D.3 preparasi dari sampel uji


Toleransi dari lebar,diameter atau panjang melintang dari sampel yang dilakukan pemesinan
dapat ditunjukan pada Tabel D.3 dan Tabel D.4.
Contoh dari aplikasi toleransi ini harus mengikuti beberapa hal yaitu
a. Toleransi pemesinan ketika menggunakan dimensi nominal untuk perhitungan
Ketika menggunakan dimensi nominal selain dari nilai pengukutan untuk melakukan
perhitungan pada luas penampang asal So , tidak terdapat sampel uji yang mempunyai

dimensi diluar dua nilai yang diberikan pada tabel D.4. untuk contohnya adalah sekitar
0.02 mm untuk diameter nominal 10 mm
10 mm + 0.02 = 10.02 mm
10 mm 0.02 = 9.98 mm
b. Toleransi dari perubahan dimensi
Toleransi yang ditunjukan pada tabel D.3. dijelaskan bahwa untuk sampel uji dengan
diameter 10 mm yang dilakukan pemesinan dengan kondisi a) deviasi antara diameter
terkecil dan terbesar yang diukur tidak boleh melebihi 0.04 mm. Karena itu juka diamter
minimal dari sampel uji adalah sebesar 9..99 mm , maka diameter maksimal tidak bileh
melebihi 9.99mm + 0.04 mm= 10.03 mm.

D.4 Penentuan dari luas penampang So


Dimensi nominal dari Sampel uji dengan Luas penampang berbentuk lingkaran dan persegi
dimana keempat permukaanya dilakukan pemesinan , dan lebar dari sampel uji berbentuk-flat atau
pipih hanya pada sisinya yang dilakukan pemesinan yang memenuhi toleransi yang ditunjukan
pada tabel D.4 yang digunakan untuk perhitungan dari luas penampang asal . untuk semua bentuk
sampel uji lain, luas penampang asal dapat dihitung dari pengukuran dengan dimensi yang sesuai.
NOTE : ISO 6982-1 menjelaskan bahwa pengukuran dapat dilakukan dengan kesalahan tidak
melebihi sekitar 0.5 % pada setiap dimensi.

Annex E (normative)
Tipe dari sampel uji yang digunakan untuk Tabung

E.1 Bentuk dari Sampel Uji


Bentuk dari sampel uji haruslah berbentuk tabung, bentuk-Strip Longitudinal memiliki
ketebalan asal dari sampel uji berbentuk tabung (sesuai figure 14 dan 15) , kemudian sampel uji
berbentuk batang didapat dari luas penampang tabung.
Sampel uji berebentuk batang , yang bagian longitundinal dan transversalnya telah dilakukan
pemesinan, mengacu pada Annex B untuk tabung dengan ketebalan kurang dari 3mm, dan Annex
D untuk ketebalan sama dengan 3mm atau lebi. Sampel uji longitudinal secara umum digunakan
untuk tabung dengan ketebalan lebih dari 0.5 mm.
E.2 Dimensi dari sampel uji
E.2.1 Sampel uji berbentuk-Tabung
Sampel uji berbentuk tabung dapat dihubungkan pada setiap ujung. Interval pada setiap plug
dan penanda gauge terdekat harus lebih besar dari Do/4 . pada beberapa kasus Interval haruslah
lebih dari Do kecuali terdapat panjang yang tidak sesuai dari sampel.
Panjang dari proyeksi plug melebihi pegangan (grips) dari mesin uji pada arah dari penanda
gauge (Gauge Marks) tidak boleh melebihi Do dan bentuknya tidak boleh terpengaruh dari
deformasi pada tabung dan panjang gauge.
E.2.1.1 Pengujian sampel proportional
E.2.1.1.1 Sampel uji no 14C
Bentuk dan dimensi dari sampel uji no 14C ditunjukan pada figure E.1 . Luas penampang
dari sampel no 14 C diambil dari tabung, Sampel uji no 14 C harus disambungkan dengan ujung
grips (Gripped Ends) . pada kasus ini panjang bagian yang di izinkan untuk terdeformasi tanpa
menyentuh plugg adalah dengan jarak dari (Lo +Do/2) hingga (Lo+ 2 Do) , tetapi (Lo+ 2Do) lebih
dianjurkan

E.2.2 Sampel uji berbentuk-Strip Longitudinal atau Bentuk-Flat transversal


Panjang paralel dari Lc dari sampel uji berbentuk-Strip Longitudinal tidak boleh dilakukan
penipisan, namun ujung gripp dari sampel uji dapat di tipiskan.
Dimensi dari sampel uji Berbentuk-Strip Longitudinal atau bentuk Flat-Transversal selain
yang tertera pada annex B dan Annex D dapat disesuaikan dengan standar produk.
Tindakan pencegahan yang khusus dapat diambil dari penipisan sampel uji yang berbentukFlat transversal.

E.2.2.1 Sampel Uji Proporsional

E.2.2.1.1 Sampel Uji no 14 B


Sampel uji no 14 B ditunjukan pada figure D.2

E.2.1.2 Benda Uji tak proporsional


E.2.1.2.1 Benda Uji no. 11 (spesifik untuk JIS)
Bentuk dan dimensi dari benda uji no. 11 ada di gambar E.2. ujung yang dijepit diisi dengan
plug logam atau di ratakan dengan hammering. Di kasus lain panjang parallel tidak boleh kurang
dari 100 mm.

E.2.2 benda uji bentuk garis bergelombang dan benda uji traverse flat

Panjang parallel dari benda uji garis bergelombang tidakboleh diratakan/dipipihkan , tapi ujung
untuk grip boleh. Benda uji ini sesuai dengan annex B dan annex D harus sejalan dengan standar
produk.
E.2.2.1 Benda uji proporsional
E.2.2.1.1 Benda Uji no 14
Ada di gambar D.2.
E.2.2.2 Benda uji tak proporsional
E.2.2.1.1 Benda Uji no 12 (spesifik untuk JIS)

E.2.3 Benda uji bentuk batangan


Metode sampling harus sesuai standar produk
E.3 Penentuan dari Luas penampang awal So
Luas penampang awal dari sampel berbentuk-Tabung dapat diperoleh dari massa sampel uji ,
panjang dari sampel uji yang terukur dan masa jenis dari mateial mengacu pada persamaan E.1

NOTE : ISO 6982-1 menjelaskan bahwa ketelitian dari luas penampang asal tidak boleh
melebihi sekitar 1 %
Kemudian, luas penampang asal dapat di hitung dari masa panjang yang diketahui dan masa
jenisnya mengacu pada persamaan C.1
=

1000

Dimana

m: masa dari sampel uji (g)


L1 : Panjang total dari sampel uji (mm)
: Massa jenis material dari sampel uji (g.cm-3)

Luas penampang awal dari sampel berbentuk strip-Longitudinal dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan (E.2)
Jika /0 <0.25

= [1 +
Dimana ,

2
]
6 (0 2 )

: ketebalan dari tabung


: rata-rata lebar dari sampel uji
0 : diameter luar dari tabung

NOTE 1 ISO 6982-1 menjelaskan bahwa perhitungan mengacu pada persamaan berikut.
=

2
( 2 2 ) +
arcsin ( ) [( 2 )2 2 ]^0.5
4
4
0
4
(

2
2
)^2 arcsin (
)
2
2

NOTE 2 ISO 6892-1 mengizinkan penggunaan persamaan So=aobo ,n jika bo/Do<0,1


Untuk sampel berbentuk-tabung , luas penampang awal dapat diperoleh mengacu pada persamaan
(E.4)
= ( )

Annex F
Estimasi nilai pemisahan crosshead dalam pertimbangan mesin uji kekakuan.

Persamaan (JB.1) tidak termasuk deformasi elastis dalam alat pengujiannya. Itu berarti bahwa
deformasi dapat dipisah menjadi deformasi pada alat pengujian dan deformasi pada benda uji.
Hasil harga regangan pada benda uji tiap satuan waktu diberikan pada persamaan F.1
= (

0
+ )

Dimana, : kekerasan alat pengujian (N/mm)


: panjang benda uji (mm)
m : kemiringan kurva ekstensi stress
: luas potongan melintang awal (mm2)
: harga pemisahan crosshead
Catatan : nilai dari m dan turunan dari bagian linier kurva stress strain tidak dapat
digunakan.
Persamaan (JB.1) tidak sesuai untuk efek kekakuan dari peralatan material (lihat JB.1).
Pendekatan yang lebih baik diberikan pada persamaan (F.2)

= (
+ )

Annex G
Metode pengukuran persentase elongasi setelah perpatahan jika nilai spesifik kurang dari
5%

Perhatian harus dilakukan ketika mengukur persentase elongasi setelah patah nilai
spesifiknya kurang dari 5%. Metodenya bisa dilihat pada gambar G.1.
Sebelum test, ukur dan beri tanda untuk gauge lengtht sepanjang 50 cm. Lalu diantara
gauge length dengan titik tengahnya dibagi dua sama panjang. Dengan demikian terdapat dua titik
gauge length dan dua titik tengahnya. Ukur titik gauge length dengan titik tengah yang jauh, beri
tanda Lo. Setelah dilakukan pengujian tarik maka akan terjadi perubahan Lo perubahan itulah yang
merupakan perubahan panjangnya.
Catatan : metode pengukuran lain dijelaskan dalam 20.2 ( metode pengukuran ekstensi saat patah
dengan ekstensionmeter)

Annex H
Metode pengukuran dari persentase elongasi setelah patah berdasarkan pembagian
panjang gauge awal.

Untuk menghindari kesalahan dalam perhitungan perubahan panjang akibat lokasi perpatahan
yang kurang sesuai dengan 20.1. Dapat dilakukan beberapa prosedur berikut ini :
a. Sebelum test, panjang gauge sebenarnya dibagi sejumlah N, dengan jarak masing-masing
5 mm (direkomendasikan) sampai 10 mm.
b. Setelah test, selisih panjang gauge yangyg paling pendek ditulis sebagai x, dan yang lebih
panjang ditulis dengan y.
i. Jika N-n merupakan bilangan ganjil seperti pada gambar H.1 a. Maka menggunakan

ii. Jika N-n merupakan bilangan genap seperti pada gambar H.1 b. Maka menggunakan

Annex I
Pengukuran persentase elongasi plastis tanpa necking pada batang dan batang kawat

Sebelum tes, bagi dua sama panjang dan tandai jarak antara gauge. Panjang gauge awal
diberi tanda Lo dan panjang gauge akhir setelah patah diberi tanda Lu. Pengukuran akhir panjang
gauge setelah patah Lu diperoleh perpatahan yang lebih

panjang daei benda uji. Untuk

pengukuran yang lebih valid, harus diperhatikan kondisi dibawah :


a. Zona pengukuran sebaiknya terletak minimal 5do dari perpatahan dan minimal 2,5do dari
grip.
b. Pengukuran panjang gauge akhir minimal sama dengan nilai spesifik dari standar produk.
Dengan rumus dibawah maka akan di dapat persentase perubahan panjang.

Catatan : untuk beberapa material logam, gaya maksimum terjadi pada awal necking.

Annex JA
Jumlah pengukuran yang digunakan untuk menghitung luas area potongan melintang
benda uji.

JA.1 Metode yang biasa digunakan untuk menghitung luas potongan melintang bagian
sejajar benda uji.
Cara ini spesifik untuk luas potongan melintang bagian panjang dari benda uji yang dilakukan
dengan mengukur nilai diameter potongan melintang. Umumnya pengukuran ini dilakukan
sebanyak tiga kali pada posisi yang berbeda kemudia di rata-rata. Tetapi, untuk benda uji
berbentuk tabung harus menggunakan annex E, dan hasilnya daiperoleh dari hasil pengukuiran
akhir.
JA.2 Konsep dimana pengukuran dimensi dibuat dengan satu titik
Untuk kasus bagian panjang dan benda uji yang tidak dimesin, berdasarkan posisi pengukuran
dimensi dalam arah memanjang pada satu titik. Hal ini bisa dilihat dari tabel JA.1 sampai tabel
JA.3 yang cukup jelas.

Annex JB
Harga pengujian berdasarkan nilai regangan yang dikendalikan (metode A)

Pada annex ini, nilai pengujian pada bagian elastis di kendalikan oleh peregangannya seperti
yang dijelaskan pada ISO 6892-1.

JB.1 Gambaran umum


Metode A akan meminimalisir variasi nilai pengujian selama beberapa saat ketika nilai
regangannya diukur dan untuk meminimalisir pengukuran dengan hasil yang tidak pasti.
Jika material menunjukkan deformasi seragam dan gaya masih konstan, nilai regangan dan
estimasi nilai regangan pada bagian memanjang akan mendekati sama. Perbedaan akan terjadi jika
materialnya diskontinyu atau berserat. Jika gaya naik, estimasi nilai regang akan dibawah nilai
regang yang ditergetkan, hal ini terjadi karena pemenuhan alat uji.
Nilai pengujian menyesuaikan beberapa kondisi.
a.

Pada range ReH, Rp, atau Rt, nilai regang ditentukan (lihat 3.7.1). pada range ini, untuk
mengurangi pengaruh pemenuhan mesin uji, penggunaan ekstensiometer sangat penting
untuk mendapatkan akurasi dalam mengontrol nilai regangnya.

b. Pada yield yang diskontinyu, estimasi nilai regang pada bagian panjang (lihat 3.7.2). pada
range ini, tidak mungkin dilakukan kontrol nilai regang menggunakan ekstensiometer
karena yield dapat terjadi diluar ekstensiometer. Hal ini dapat digunakan rumus :

Dimana : : estimasi nilai regang
panjang benda uji
c. Pada range Rp atau R1 atau akhir yielding (lihat 3.7.2). penggunaan direkomendasikan
untuk menghindari beberapa masalh kontrol yang mana akan terjadi saaat necking diluar
ekstensiomeneter.
Nilai regangan spesifik di JB.2 sampai JB.4 pemeliharaan selama pengukuran tergantung sifat
dari material terlebut (lihat juga gambar JB.1)
Bentuk kurva tegangan renganan pada pengerasan regang juga berpengaruh terhadap nilai
regangnya.

JB.2 Pengukuran upper yield strength atau membuktikan strength Rp dan R1


Nilai regang dijaga konstan dan juga pengukuran , dan Rt. Selama pengukuran
dari sifat material tersebut, nilai regang nya merupakan salah satu dari dua spesifik range
(lihat JB.1)
Range 1 : (0.000 07 0.000 014) s-1
Range 2 : (0.000 25 0.000 005) s-1 (direkomendasikan)
Jika alat uji tidak dapat mengontrol nilai regang dengan segera, estimasi nilai regang akan
melebihi bagian paralel
Hasil nilai regang pada benda uji akan dibawah nilai regang spesifik karena tidak syarat
pemenuhan alat uji tidak didapat.
JB.3 Yield strength yang lebih rendah atau persentase yield ekstensi Ao
berikut merupakan deteksi untuk upper yield strength, estimasi nilai rate melebihi bagian
paralel , dapat digunakan dua spesifik range dibawah (lihat gambar JB.1)
Range 2 : (0.000 25 0.000 05) s-1 (direkomdasikan ketika pengukuran )
Range 3 : (0.002 0.000 5) s-1

JB.4 Persentase elongasi kekuatan tarik Rm setelah perpatahan A, persentase total


ekstensi saat gaya maksimum Ag, persentase ekstensi plastis saat gaya maksimum Ag dan
persentase reduksi area Z
Setelah pengukuran yield / membuktikan sifat kekuatannya, estimasi nilai regang melebihi
bagian paralel diubah dengan salah satu spesifik range dibawah.
Range 2 : (0.000 25 0.000 005) s-1
Range 3 : (0.002 0.000 5) s-1
Range 4 : (0.006 7 0.001 33) s-1 [(0.4 0.08) min-1 ] (direkomendasikan)
Jika tujuan pengujian tarik hanya untuk mengukur kekuatan tariknya, selanjutnya estimasi nilai
regang melebihi bagian paralel benda uji berdasarkan range 3 atau range 4 dapat diaplikasikan
kedalam pengujian.

Anda mungkin juga menyukai