Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Psikologi Indonesia

2009, Vol VI, No. 2, 131-137, ISSN. 0853-3098

Himpunan Psikologi Indonesia

DINAMIKA PSIKOLOGIS NERIMO DALAM BEKERJA:


NERIMO SEBAGAI MOTIVATOR ATAU DEMOTIVATOR?
(THE PSYCHOLOGICAL DYNAMICS OF NERIMO AT WORK:
NERIMO AS MOTIVATOR OR DEMOTIVATOR?)
Ridwan Saptoto

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada


Dinamika psikologis nerimo sebagai motivator atau demotivator di lingkungan kerja perlu dipahami lebih mendalam. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain fenomenologis. Responden adalah orang
Jawa yang bekerja sebagai pegawai swasta, pegawai negeri, atau pedagang. Analisis data menunjukkan bahwa
nerimo cenderung menjadi motivator dan bukan demotivator. Nerimo membuat orang mampu menghadapi aneka
tantangan kerja, khususnya tantangan yang tak terelakkan. Mereka yang menggunakan nerimo ketika menghadapi
tantangan kerja merasa lega. Semangat mereka untuk maju muncul, mereka mampu mawas diri, berpikir danbelajar mengatasi tantangan atau menemukan pemecahan alternatif. Mereka menjadi termotivasi dalam bekerja.
Sebaliknya nerimo menjadi demotivator jika dipahami sebagai sikap menerima aneka tantangan kerja secara pasif.
Mereka memiliki keyakinan seperti ini menjadi apatis dan submisif. Perasaan tersebut pada gilirannya membuat
mereka merasa tak berdaya dan nglokro.
Kata kunci: nerimo, motivator, demotivator, tantangan kerja
The psychological dynamics of nerimo as motivator or demotivator in the work setting need to be understood deeper. This research used a qualitative approach and a phenomenological design. The respondents were Javanese
people that worked as private employees, public service employees, or entrepreneurs. The data analysis showed
that nerimo tends to become as motivator instead of demotivator. Nerimo makes humans able to face work challenges, especially the unavoidable ones. Those who used nerimo when facing work challenges became relieved.
Their spirit to move forward emerged, they were able to evaluate themselves, think and learn to solve the challenges or find alternative solutions. They became motivated in their job. Nerimo played as demotivator when it was
understood as the attitude to accept every work challenges passively. Those who had this belief became apathetic
and submissive. Those feelings made them feel helpless and nglokro.
Keywords: nerimo, motivator, demotivator, work challanges

Budaya Jawa memiliki berbagai falsafah


atau konsep hidup yang sampai saat ini
masih hidup dan dipegang teguh oleh
masyarakatnya. Salah satu konsep hidup
tersebut adalah nerimo.
Suseno (1997) mendefinisikan nerimo
sebagai sikap menerima segala sesuatu
yang terjadi atau dialami oleh diri sendiri
secara tenang, tanpa protes atau tanpa
penolakan. Endraswara (2003) selanjutnya
mengatakan bahwa nerimo berarti menerima
segala sesuatu yang terjadi dengan segenap
kesadaran psikologis maupun spiritual tanpa
menggerutu. Setiap hal yang terjadi diterima
dengan kesungguhan hati dan dianggap
sebagai karunia Tuhan.
Nerimo sebenarnya bukanlah sebuah
sikap apatis, pasif, dan menyerahkan

diri begitu saja sebagai korban peristiwa.


Menurut Endraswara (2003), di dalam nerimo
terkandung usaha keras dalam kehidupan
horizontal atau kehidupan dunia. Usaha
tersebut kemudian disandarkan kepada
hubungan vertikal dengan Tuhan. Manusia
hanya berkewajiban untuk berusaha sekuat
tenaga. Soal usaha tersebut berhasil atau
tidak, hal itu merupakan hak Tuhan. Nerimo
dengan kata lain merupakan sebuah sikap
penerimaan setelah sebelumnya manusia
berusaha dengan keras. Sikap ini diterapkan
dan memberikan dampak dalam kehidupan
sehari-hari, termasuk dalam dunia kerja.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut,
peneliti mendefinisikan nerimo sebagai
sikap menerima segala sesuatu yang terjadi
terhadap diri sendiri secara tenang dengan

132

RIDWAN SAPTOTO

penuh kesadaran psikologis maupun spiritual


setelah berusaha sekuat tenaga. Definisi
nerimo tersebut akan digunakan oleh peneliti
di dalam penelitian ini.
Taruna (dalam Baker & Hess, 2001) telah
melakukan penelitian mengenai nerimo di
dalam setting dunia kerja. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan berbagai dampak
positif dari nerimo. Nerimo membuat turnover
tenaga kerja rendah, meningkatkan kerja
sama, dan memperkuat kebutuhan berafiliasi
di antara karyawan.
Nerimo pada sisi lain ternyata memiliki
dampak negatif. Nerimo dapat menjadi
penghambat kemajuan dan pencapaian
prestasi seseorang. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Taruna (dalam Baker & Hess,
2001) ternyata juga menunjukkan bahwa
nerimo dapat membuat karyawan memiliki
kebutuhan berprestasi dan inisatif yang
rendah.
Kondisi tersebut dapat terjadi karena
nerimo dikembangkan dari konsep Islam
yang menyebutkan bahwa Tuhan telah
menentukan segalanya bagi manusia. Setiap
manusia telah ditentukan nasibnya oleh
Tuhan, sehingga tidak ada gunanya bekerja
keras (Sunyoto dalam Baker & Hess, 2001).
Hasil penelitian tersebut tampak bertentangan
dengan konsep nerimo yang dikemukakan
Endraswara (2003), yaitu bahwa nerimo
mementingkan usaha keras terlebih dahulu,
sebelum akhirnya menerima apapun hasil
usahanya sebagai kehendak Tuhan. Orang
yang nerimo seharusnya justru memiliki
motivasi kerja yang tinggi.
Hasil
penelitian
selanjutnya
yang
dilakukan oleh Ardianingrum, Nurendra, dan
Noviansyah (2009) menunjukkan bahwa
nerimo membuat masyarakat mampu
mengarahkan energinya untuk bangkit kembali
membina kehidupannya. Quick survey yang
mereka lakukan terhadap enam ratus tujuh
puluh tujuh korban gempa 27 Mei 2006 di
Yogyakarta menunjukkan bahwa nerimo justru
membuat masyarakat mampu mengarahkan
energinya untuk bangkit kembali membina
kehidupannya. Hal ini menunjukkan bahwa
nerimo menjadi motivator untuk berjuang,
berusaha, dan bekerja. Ketidak sesuaian
hasil-hasil penelitian tersebut membuat
diperlukannya sebuah kajian lebih mendalam
mengenai peran nerimo sebagai motivator

atau demotivator di dalam bekerja, dan


bagaimana dinamika psikologis yang terjadi
di dalamnya.
Berbagai ahli mengemukakan penjelasan
istilah dinamika psikologis di dalam
penelitiannya. Holloway, Suzuki, Yamamoto,
dan Mindnich (2006) menggunakan istilah
dinamika psikologis dalam penelitian mereka
terhadap para wanita di Jepang. Dinamika
psikologis dipergunakan untuk menerangkan
keterkaitan berbagai aspek psikologis
yang ada di dalam diri responden dalam
hubungannya dengan kondisi masyarakat.
Faturochman
dan
Ancok
(2001)
selanjutnya menggunakan istilah dinamika
psikologis untuk menjelaskan secara lebih
lanjut hubungan prosedur objektif dengan
penilaian keadilan. Hubungan tersebut
ternyata
terkait
dengan
aspek-aspek
psikologis yang ada dalam diri seseorang,
yaitu moralitas dan empati, dan faktor dari
lingkungannya, yaitu ketersediaan informasi.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut,
maka peneliti menyimpulkan dinamika
psikologis sebagai aliran keterkaitan antara
berbagai aspek psikologis yang ada dalam
diri seseorang dengan faktor-faktor dari luar
yang mempengaruhinya. Aliran keterkaitan
tersebut berfungsi menjelaskan secara lebih
lanjut fenomena atau konteks yang diteliti.
Definisi dinamika psikologis tersebut akan
digunakan oleh peneliti di dalam penelitian
ini.
Pertanyaan penelitian yang diajukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bagaimanakah dinamika psikologis nerimo
dalam bekerja ? Kapankah nerimo berperan
sebagai motivator atau demotivator ?
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif. Pendekatan ini dipilih karena
fenomena nerimo, khususnya sebagai
sebuah motivator atau demotivator di dalam
bekerja, merupakan hal yang masih sangat
jarang diteliti. Strauss dan Corbin (1998)
menyatakan bahwa metode penelitian
kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap
atau memahami sesuatu di balik fenomena
yang belum sedikit pun diketahui atau
mendapatkan wawasan tentang sesuatu
yang baru sedikit diketahui.
Pemahaman terhadap fenomena nerimo

Digusur

Keluarga

Nerimo

Gambar 1. Dinamika psikologis nerimo

Perubahan
aturan kerja

Penurunan
Omzet

INDIVIDU

Tugas baru tidak


sesuai bidangnya

Tidak naik
pangkat

Keyakinan
Agama

- Pasrah, menerima
apapun tanpa ada usaha
untuk memperbaiki
- Berdiam diri, tidak peduli

- Menerima apapun yang


terjadi setelah berusaha
maksimal
- Pemberian Tuhan adalah
yang terbaik
- Masalah adalah ujian
- Yakin ada hikmah

Sharing
dengan teman

Pengalaman
hidup

- Nglokro, macet
- Tidak Berdaya

- Semangat untuk maju dan


menggapai rezeki yang
lebih baik
- Siap dengan resiko
- Evaluasi dan belajar lagi
menyelesaikan masalah
- Menghadapi masalah
dengan kepala dingin

- Hati ayem tentrem


- Lega, hati plong
- Tidak spaneng, iri,
nglokro
- Tidak mengeluh

Keterangan:
: Tekanan
: Pengaruh
: Alur dinamika

RIDWAN SAPTOTO
133

Digusur

Tidak
Nerimo

Keluarga

- Gelisah, tidak tenang dan


tentram
- Pusing, sesak
- Marah
- Iri, dengki
- Stres, kerja tidak betah
- Ngoyo
- Menghalalkan segala cara

Sharing
dengan teman

Pengalaman
hidup

Gambar 2. Dinamika psikologis tidak nerimo saat menghadapi tantangan dalam bekerja

Perubahan
aturan kerja

Penurunan
Omzet

INDIVIDU

Tugas baru tidak


sesuai bidangnya

Tidak naik
pangkat

Keyakinan
Agama

Tidak dapat
berpikir jernih

Tugas tidak
terselesaikan

Keterangan:
: Tekanan
: Pengaruh
: Alur dinamika

134
RIDWAN SAPTOTO

RIDWAN SAPTOTO

tersebut membutuhkan sebuah paradigma


yang lebih bersifat menyeluruh atau holistik
dan fenomenologis, daripada paradigma yang
bersifat positivistik dan reduksionis. Hal ini
menjadi alasan kedua peneliti untuk memilih
metode penelitian kualitatif. Poerwandari
(1998) mengemukakan bahwa pendekatan
kualitatif akan memberikan kesempatan
kepada peneliti untuk mencoba memahami
situasi sesuai dengan bagaimana situasi
tersebut menampilkan diri.
Penelitian ini menggunakan desain
fenomenologi. Desain ini memungkinkan
peneliti untuk memahami makna nerimo dari
sudut pandang responden secara mendalam
tanpa tercampuri prasangka-prasangka. Hal
ini dilakukan dengan memasuki pengalaman
responden
secara
langsung.
Peneliti
kemudian berusaha untuk masuk ke dalam
dunia konseptual responden, sehingga
mampu memahami apa dan bagaimana
pengertian yang dikembangkan responden
dalam memaknai nerimo dalam bekerja.
Responden yang dilibatkan dalam penelitian
ini berjumlah tiga belas orang. Lima responden
berstatus sebagai karyawan swasta, tiga
responden bekerja sebagai pegawai negeri,
dan lima responden berstatus sebagai
pengusaha. Semua responden berasal dari
Suku Jawa. Responden memiliki rentang
usia 25 sampai dengan 45 tahun, dimana
setiap responden sudah memiliki masa
kerja minimal selama 3 tahun. Rentang usia
tersebut dipilih karena merupakan rentang
usia produktif dalam bekerja. Masa kerja
minimal ditentukan supaya responden yang
didapatkan benar-benar pernah menghadapi
hambatan dan atau situasi menantang di
dalam pekerjaannya.
Data diambil dengan menggunakan
metode wawancara. Metode ini didukung
dengan menggunakan metode observasi.
Data-data yang didapatkan kemudian
dianalisis dengan menggunakan metode
theoretical coding. Metode tersebut terdiri
dari koding terbuka (open coding), koding
aksial (axial coding), dan koding selektif
(selective coding).
Ketiga jenis koding
tersebut merupakan cara-cara yang berbeda
untuk mengolah material tekstual, dimana jika
diperlukan peneliti dapat bergerak mundur
dan maju.

135

Hasil Penelitian
Hasil analisis data terhadap tiga
belas responden menunjukkan hasil yang
konsisten. Nerimo umumnya mereka lakukan
pada saat menghadapi berbagai tantangan
di tempat kerjanya. Tantangan-tantangan
tersebut antara lain adalah penurunan omzet
atau kegagalan pencapaian target kerja,
penggusuran tempat usaha, perubahan
aturan kerja, kegagalan promosi atau
kenaikan pangkat, dan pemberian tugas dari
atasan yang tidak sesuai dengan bidang
keahliannya selama ini. Jika diperhatikan
lebih lanjut, maka tampak bahwa tantangantantangan kerja tersebut tidak dapat
diabaikan begitu saja. Pengabaian tidak
membuat tantangan kerja itu hilang. Tindakan
pengabaian justru menghambat responden
untuk beradaptasi dengan tantangan kerja
yang muncul. Responden mau tidak mau
harus menghadapi tantangan kerja tersebut
dengan nerimo.
Nerimo bagi mereka yaitu menerima
segala hal yang terjadi setelah berusaha
secara maksimal. Nerimo harus didahului
ihktiar secara sungguh-sungguh terlebih
dahulu. Hasil dari usaha tersebut sendiri
merupakan pemberian dari Tuhan, karena
Tuhan yang menentukan. Setiap pemberian
dari Tuhan adalah pemberian yang terbaik
bagi orang yang bersangkutan, sehingga
orang tersebut perlu mengucapkan rasa
syukur kepada-Nya. Tuhan selanjutnya akan
menambahkan nikmat bagi orang-orang yang
bersyukur. Masalah bagi mereka adalah ujian,
dan Tuhan memberikan ujian sesuai kekuatan
kita masing-masing. Mereka menyakini
bahwa ada hikmah di balik tantangan kerja
yang muncul.
Pemaham nerimo yang dimiliki oleh
responden
kebanyakan
berasal
dari
keyakinan agama yang dianut oleh masingmasing responden. Pemahaman nerimo
tersebut juga didapat dari keluarganya, yaitu
orangtua dan suami atau isteri responden.
Sumber lain dari pemahaman nerimo yang
dimiliki para responden berasal dari rekan
kerjanya. Pemahaman tersebut didapat
saat responden melakukan sharing dengan
rekan kerja mengenai berbagai tantangan
kerja yang dihadapinya. Pengalaman hidup
para responden pada akhirnya memperkuat
pemahaman mengenai nerimo.

136

RIDWAN SAPTOTO

Pemahaman nerimo tersebut membuat


para responden tidak terjebak untuk terusmenerus hanya memikirkan atau menyesali
tantangan kerja yang muncul. Nerimo
membuat hati mereka terasa ayem tentrem.
Hati menjadi lega, atau plong. Nerimo juga
membuat mereka tidak spaneng (tegang),
tidak iri, dan tidak mengeluh. Mereka pun
menjadi tidak nglokro atau kehilangan
semangat untuk bekerja.
Berbagai kondisi psikologis tersebut
pada tahap berikutnya membuat responden
bersemangat untuk maju dan menggapai
rezeki yang lebih baik. Mereka mampu
menghadapi tantangan dengan kepala dingin,
sehingga mereka mampu mengevaluasi,
mencari
kekurangan
atau
penyebab
masalah, belajar dari kesulitan yang ada,
dan kemudian mengemukakan alternatif
penyelesaian yang lain. Para responden juga
merasa lebih mampu menghadapi risiko di
dalam pekerjaannya. Nerimo dalam hal ini
menjadi motivator di dalam bekerja.
Para responden selanjutnya mengemukakan bahwa nerimo tidak seharusnya dipahami
sebagai sikap pasrah dalam menerima apa
pun tanpa ada usaha untuk memperbaiki.
Nerimo bukanlah sikap berdiam diri dan tidak
peduli atas berbagai tantangan kerja yang
muncul.
Pemahaman nerimo seperti ini justru akan
membuat seseorang merasa tidak berdaya
dan nglokro atau kehilangan semangat.
Orang yang bersangkutan menjadi macet
dalam kerjanya. Nerimo dalam hal ini menjadi
demotivator di dalam bekerja. Gambar
dinamika psikologis nerimo sebagai motivator
atau demotivator dalam bekerja dapat dilihat
pada gambar 1.
Para responden juga mengemukakan
hal-hal yang terjadi pada diri mereka ketika
mereka tidak nerimo saat harus berhadapan
dengan berbagai tantangan kerja. Mereka
mengemukakan
bahwa
tidak
nerimo
membuat mereka merasa gelisah, tidak
tenang, dan tidak tentram. Mereka juga
merasa pusing, sesak, stres, iri, dengki,
dan tidak betah saat bekerja. Tidak nerimo
membuat mereka menjadi ngoyo (memaksa)
dalam bekerja dan menghalalkan segala cara
untuk mendapatkan lebih.
Kondisi-kondisi
psikologis
tersebut
membuat mereka tidak dapat berpikir secara

jernih di dalam bekerja. Hal ini membuat


tugas-tugas tidak dapat terselesaikan, atau
solusi yang baik tidak dapat ditemukan.
Gambar dinamika psikologis tidak nerimo
saat menghadapi tantangan dalam bekerja
dapat dilihat pada gambar 2.
Diskusi
Dinamika psikologis nerimo sebagai
motivator atau demotivator dalam bekerja
ternyata dipengaruhi oleh pemahaman
seseorang terhadap konsep nerimo. Para
responden pada umumnya memahami
nerimo sebagai penerimaan terhadap segala
hal yang terjadi setelah berusaha secara
maksimal. Hasil dari usaha tersebut sendiri
merupakan pemberian dari Tuhan, karena
Tuhan yang menentukan. Setiap pemberian
dari Tuhan adalah pemberian yang terbaik
bagi orang yang bersangkutan, sehingga
orang tersebut perlu mengucapkan rasa
syukur kepada-Nya. Mereka menyakini
bahwa ada maksud baik dari Tuhan di balik
tantangan kerja yang muncul.
Nrimo kalo dalam Jawa itu lebih ke yang
... misalnya nggak punya duit, ya udahlah
nggak punya duit, mungkin rejekinya bukan
hari ini, mungkin besok. Kalo mengeluh kan
ya kayak tadi. Mungkin ada maksudnya,
biasanya orang Jawa kan kaya tadi, pasti
ada maksudnya. Dan semoga maksudnya itu
baik (W.R.I.01/WIRA/RATRI, 41-45).
Nerimo umumnya dilakukan pada saat
menghadapi berbagai tantangan di tempat
kerja yang tidak dapat diabaikan begitu saja.
Responden mau tidak mau harus menghadapi
tantangan kerja tersebut dengan nerimo.
Ya kita musti bisa menerima apa adanya
gitu lho mbak. Terima apa adanya, bagi saya
pribadi Mbak ya, kita harus bisa menerima,
kalo pimpinan memberikan job ini ya kita
harus bisa menerima Mbak ... (W.R.3.01/
PNS/INUL, 29-30).
Nerimo membuat hati mereka merasa
tenang atau ayem tentrem. Hati menjadi lega,
atau plong. Mereka pun menjadi tidak nglokro
atau kehilangan semangat untuk bekerja.
... biar nggak nglokro, apa, ya itu tadi,

RIDWAN SAPTOTO

nrimo, kita syukuri, semua kita syukuri ...


(W.R.2.01/WIRA/INUL, 58-59).
Tidak nerimo justru membuat para
responden merasa gelisah, tidak tenang, dan
tidak tentram. Mereka juga merasa pusing,
sesak, stres, iri, dan ngoyo (memaksa) dalam
bekerja. Nerimo dalam hal ini menghindarkan
para responden dari beban yang berat atau
stres yang destruktif pada saat mereka harus
menghadapi tantangan kerja yang tidak
terelakkan.
konsep nrimo ya ... nrimo ini pada
dasarnya itu buat meredam stres ....
(W.R.2.01/WIRA/INUL, 55).
Berbagai kondisi psikologis yang
ditimbulkan oleh nerimo tersebut pada tahap
berikutnya membuat responden bersemangat
untuk maju dan menggapai rezeki yang lebih
baik. Mereka mampu menghadapi tantangan
dengan kepala dingin, sehingga mereka
mampu mengevaluasi, mencari kekurangan
atau penyebab masalah, belajar dari kesulitan
yang ada, dan kemudian mengemukakan
alternatif penyelesaian yang lain. Nerimo
dalam hal ini menjadi motivator di dalam
bekerja. Hasil penelitian ini sesuai dengan

137

hasil penelitian Ardianingrum, dkk. (2009)


yang menemukan bahwa nerimo dapat
membuat masyarakat mampu mengarahkan
energinya untuk bangkit kembali membina
kehidupannya.
Nerimo tidak seharusnya dipahami
sebagai sikap pasrah dalam menerima apa
pun tanpa ada usaha untuk memperbaiki.
Nerimo bukanlah sikap berdiam diri dan tidak
peduli atas berbagai tantangan kerja yang
muncul. Pemahaman nerimo seperti ini justru
membuat seseorang merasa tidak berdaya
dan nglokro atau kehilangan semangat.
Nerimo dalam hal ini menjadi demotivator di
dalam bekerja.
Berdasarkan hasil penelitian yang
ditemukan, maka disarankan setiap orang
mengembangkan konsep nerimo sebagai
motivator. Nerimo sebagai motivator akan
membantu seseorang dalam menghadapi
tantangan tidak terelakkan yang terjadi di
lingkungan kerjanya. Nerimo membuat hati
menjadi lega dan tenteram. Kondisi tersebut
membuat orang yang bersangkutan mampu
menghadapi tantangan kerja dengan kepala
dingin. Orang tersebut menjadi mampu
mengevaluasi, mencari penyebab masalah,
dan mengemukakan alternatif penyelesaian
yang lain.

Daftar Pustaka
Ardianingrum, N. A., Nurendra, A. M., &
Noviansyah, M. I. (2009). Nrimo dan gotong royong sebagai model perilaku sehat
berbasis nilai tradisional Jawa (Laporan
penelitian). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Holloway, S. D., Suzuki, S., Yamamoto, Y., &


Mindnich, J. D. (2006). Relation of maternal role concepts to parenting, employment choices, and life satisfaction among
Japanese women. Sex Roles, 54, 235249 .

Baker, S., & Hess, M. (2001). Changing


concepts of work in Thailand. Journal of
Comparative International Management,
4, 33-52.

Poerwandari, E. K. (1998). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Jakarta:


LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Endraswara, S. (2003). Falsafah dan kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Strauss, A., & Corbin, J. (1998). Basics of


qualitative research: Techniques and procedures for developing grounded theory
(2nd ed.). Thousand Oaks, CA: Sage.

Faturochman, & Ancok, Djamaludin. (2001).


Dinamika psikologis penilaian keadilan.
Jurnal Psikologi, 1, 41-60.
E-mail: ridwan_psychology@ugm.ac.id

Suseno, F. M. (1997). Javanese ethics and


world-view: The Javanese idea of the
good life. Jakarta: Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai