Anda di halaman 1dari 8

JURNAL ETIKA BISNIS: KEADILAN

DALAM BISNIS
November 14, 2014 | Nilam Mustika
Nama

: Nilam Mustika Ningsih

Npm

: 17211859

Kelas

: 4EA17

Dosen

: Bonar S. Panjaitan

Tugas Ke 2
ABSTRAK
Nilam Mustika Ningsih, 17211859
KEADILAN DALAM BISNIS
Jurnal. Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014
Kata Kunci : Keadilan dalam Bisnis, Pelaku Usaha
Bisnis selalu dikaitakan dengan keuntungan yang akan diperoleh pelaku bisnis baik materi
maupun non materi. Selain mendapatkan keuntungan, bisnis juga dapat menimbulkan kerugian.
Jika terjadi kerugian maka pelaku bisnis harus bertindak adil dalam menyelesaikan masalah
tersebut. Keadilan menyangkut beberapa pihak yang dirugikan.
Tujuan dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui pelaku bisnis bersikap adil atau tidak dalam
menjalankan bisnisnya.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bisnis selalu dikaitakan dengan keuntungan yang akan diperoleh pelaku bisnis baik materi
maupun non materi. Selain mendapatkan keuntungan, bisnis juga dapat menimbulkan kerugian.
Jika terjadi kerugian maka pelaku bisnis harus bertindak adil dalam menyelesaikan masalah
tersebut. Keadilan menyangkut beberapa pihak yang dirugikan.

Masalah keadilan berkaitan secara timbal balik dengan kegiatan bisnis, khususnya bisnis yang
baik dan etis. Di satu pihak terwujudnya keadilan dalam masyarakat akan melahirkan kondisi
yang baik bagi kelangsungan bisnis yang baik dan sehat. Praktek bisnis yang baik, etis, dan adil,
akan ikut mewujudkan keadilan masyarakat. Sebaliknya, ketidakadilan yang merajalela akan
menimbulkan gejolak sosial yang meresahkan para pelaku bisnis.
Berdasarkan uraian diatas dalam jurnal ini akan dibahas keadilan dalam bisnis dengan contoh
kasus lumpur lapindo.
1.2 Rumusan dan Batasan Masalah
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah, apakah pelaku bisnis
bertindak adil dalam menjalankan bisnisnya?
Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah diatas, maka penulis membatasi
masalah pada keadilan dalam bisnis. Data yang digunakan adalah data sekunder.
1.3 Tujuan Penelitian
Dalam penulisan ilmiah ini, tujuan yang ingin dicapai penulis adalah untuk mengetahui pelaku
bisnis bersikap adil atau tidak dalam menjalankan bisnisnya.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1

Manfaat Akademis

Menambah pengetahuan dan pemahaman yang berkaitan dengan keadilan dalam bisnis.
1.4.2

Manfaat Praktis

Sebagai masukan dan tambahan informasi untuk perusahaan yang bersangkutan mengenai
keadilan dalam bisnis.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Hakikat Keadilan
Keadilan pada hakikatnya adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya (to
give everybody his own). Definisi ini popular pada masa roma kuno sebagaimana diungkapkan
oleh Celsus.

Ada tida ciri khas yang selalu menandai keadilan, yaitu: keadilan tertuju pada orang lain,
keadilan harus ditegakkan, dan keadilan menuntut persamaan. Pertama, keadilan selalu tertuju
pada orang lain. Masalah keadilan hanya bisa timbul dalam konteks antar manusia, dengan kata
lain konteks keadilan kita selalu berurusan dengan orang lain. Kedua, keadilan harus ditegakkan
atau dilaksanakan. Keadilan tidak hanya diharapkan atau dianjurkan tapi mengikat kita, sehingga
kita mempunyai kewajiban. Dalam konteks keadilan kita selalu berurusan dengan hak orang lain.
Ketiga, keadilan menuntut persamaan ( equality ). Atas dasar keadilan kita harus memberikan
kepada setiap orang apa yang menjadi haknya tanpa kecuali.
2.2 Paham Tradisional Mengenai Keadilan
Atas pengaruh Aristoteles secara tradisional keadilan dibagi menjadi tiga:
1. Keadilan Legal
Keadilan legal menyangkut hubungan antara individu atau kelompok masyarakat dengan negara.
Intinya adalah semua orang atau kelompok masyarakat diperlakukan secara sama oleh negara
dihadapan dan berdasarkan hukum yang berlaku. Semua pihak dijamin untuk mendapatkan
perlakuan yang sama sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dasar moralnya, pertama semua orang adalah manusia yang mempunyai harkat dan martabat
yang sama oleh karena itu harus diperlakukan secara sama. Perlakuan yang diskriminatif berarti
merendahkan harkat dan martabat manusia. Kedua, semua orang adalah warga Negara yang
sama status dan kedudukannya bahkan sama kewajiban sipilnya. Karena itu, mereka semua harus
diperlakukan sama sesuai dengan hukum yang berlaku. Perlakuan tidak sama hanya mungkin
dibenarkan jika didasarkan pada alasan-alasan yang masuk akal, misalnya ia tidak memenuhi
kewajiban sebagai warga negara yang baik.
2. Keadilan Komunitatif
Keadilan ini mengatur hubungan yang adil antara orang yang satu dan yang lain atau antara
warganegara yang satu dengan warga negara lainnya. Keadilan komutatif menyangkut hubungan
horizontal antara warga yang satu dengan warga yang lain. Dalam bisnis, keadilan komutatif juga
disebut atau berlaku sebagai keadilan tukar. Dengan kata lain, keadilan komutatif menyangkut
pertukaran yang adil antara pihak-pihak yang terlibat. Prinsip keadilan komutatif menuntut agar
semua orang menepati apa yang telah dijanjikannya, mengembalikan pinjaman, memberi ganti
rugi yang seimbang, memberi imbalan atau gaji yang pantas, dan menjual barang dengan mutu
dan harga yang seimbang.
3. Keadilan Distributif
Prinsip dasar keadilan distributif yang dikenal sebagai keadilan ekonomi adalah distribusi
ekonomi yang merata atau yang dianggap adil bagi semua warga negara. Keadilan distributif
punya relevansi dalam dunia bisnis, khususnya dalam perusahaan. Berdasarkan prinsip keadilan
ala Aristoteles, setiap karyawan harus digaji sesuai dengan prestasi, tugas, dan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya. Pandangan-pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa kita dapatkan

dalam karyanya nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Lebih khususnya, dalam buku
nicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan yang berdasarkan filsafat
umum Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat hukumnya, karena hukum hanya bisa
ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan. Yang sangat penting dari pandanganya ialah
pendapat bahwa keadilan mesti dipahami dalam pengertian kesamaan. Namun Aristoteles
membuat pembedaan penting antara kesamaan numerik dan kesamaan proporsional
2.3 Teori Keadilan Adam Smith
Adam Smith hanya menerima satu konsep atau teori keadilan yaitu keadilan komutatif.
Alasannya:
1. Keadilan sesungguhnya hanya punya satu arti, yaitu keadilan komutatif yang menyangkut
kesetaraan, keseimbangan, keharmonisan hubungan antara satu orang dengan orang lain.
Ketidakadilan berarti pincangnya hubungan antarmanusia karena kesetaraan yang
terganggu.
2. Keadilan legal sudah terkandung dalam keadilan komutatif, karena keadilan legal hanya
konsekuensi lebih lanjut dari prinsip keadilan komutatif. Demi menegakkan keadilan
komutatif, negara harus bersikap netral dan memperlakukan semua pihak secara sama
tanpa terkecuali.
3. Juga menolak keadilan distributif, karena apa yang disebut keadilan selalu menyangkut
hak : semua orang tidak boleh dirugikan haknya. Keadilan distributif justru tidak
berkaitan dengan hak. Orang miskin tidak punya hak untuk menuntut dari orang kaya
untuk membagi kekayaannya kepada mereka. Orang miskin hanya bisa meminta, tidak
bisa menuntutnya sebagai sebuah hak. Orang kaya tidak bisa dipaksa untuk memperbaiki
keadaan sosial ekonomi orang miskin.
2.3.1 Prinsip Komutatif Adam Smith
1. Prinsip No Harm
Yaitu prinsip tidak merugikan orang lain, khususnya tidak merugikan hak dan kepentingan orang
lain. Prinsip ini menuntuk agar dalam interaksi sosial apapun setiap orang harus menahan dirinya
untuk tidak sampai merugikan hak dan kepentingan orang lain, sebagaimana ia sendiri tidak mau
agar hak dan kepentingannya dirugikan oleh siapapun. Dalam bisnis, tidak boleh ada pihak yang
dirugikan hak dan kepentingannya, entah sebagaikonsumen, pemasok, penyalur, karyawan,
investor, maupun masyarakat luas.
2. Prinsip Non-Intervention
Disamping prinsip no harm, juga terdapat prinsip no intervention atau tidak ikut campur tangan.
Prinsip ini menuntut agar demi jaminan dan penghargaan atas hak dan kepentingan setiap orang,
tidak seorangpun diperkenankan untuk ikut campur tangan dalam kehidupan dan kegiatan orang
lain. Campur tangan dalam bentuk apapun akan merupakan pelanggaran terhadap hak orang

tertentu yang merupakan suatu harm (kerugian) dan itu berarti telah terjadi ketidakadilan. Dalam
hubungan antara pemerintah dan rakyat, pemerintah tidak diperkenankan ikut campur tangan
dalam kehidupan pribadi setiap warga negara tanpa alasan yang dapat diterima, dan campur
tangan pemerintah akan dianggap sebagai pelanggaran keadilan. Dalam bidang ekonomi, campur
tangan pemerintah dalam urusan bisnis setiap warga negara tanpa alasan yang sah akan dianggap
sebagai tindakan tidak adil dan merupakan pelanggran atas hak individu tersebut, khususnya hak
atas kebebasan.
3. Prinsip Keadilan Tukar
Prinsip keadilan tukar atau prinsip pertukaran dagang yang fair, terutama terwujud dan terungkap
dalam mekanisme harga dalam pasar.

Dalam keadilan tukar ini, Adam Smith membedakan antara harga alamiah dan harga
pasar atau harga aktual. Harga alamiah adalah harga yang mencerminkan biaya produksi
yang telah dikeluarkan oleh produsen, yaitu terdiri dari tiga komponen biaya produksi
berupa upah buruh, keuntungan untuk pemilik modal, dan sewa. Harga pasar atau harga
aktual adalah harga yang aktual ditawarkan dan dibayar dalam transaksi dagang di dalam
pasar.

Kalau suatu barang dijual dan dibeli pada tingkat harga alamiah, itu berarti barang
tersebut dijual dan dibeli pada tingkat harga yang adil. Pada tingkat harga itu baik
produsen maupun konsumen sama-sama untung. Harga alamiah mengungkapkan
kedudukan yang setara dan seimbang antara produsen dan konsumen karena apa yang
dikeluarkan masing-masing dapat kembali (produsen : dalam bentuk harga yang
diterimanya, konsumen : dalam bentuk barang yang diperolehnya), maka keadilan nilai
tukar benar-benar terjadi.

Dalam jangka panjang, melalui mekanisme pasar yang kompetitif, harga pasar akan
berfluktuasi sedemikian rupa disekitar harga alamiah sehinggaakan melahirkan sebuah
titik ekuilibrium yang menggambarkan kesetaraan posisi produsen dan konsumen.

Dalam pasar bebas yang kompetitif, semakin langka barang dan jasa yanag ditawarkan
dan sebaliknya semakin banyak permintaan, harga akan semakin naik. Pada titik ini
produsen akan lebih diuntungkan sementara konsumen lebih dirugikan. Namun karena
harga naik, semakin banyak produsen yang tertarik untuk masuk ke bidang industri
tersebut, yang menyebabkan penawaran berlimpah dengan akibat harga menurun. Maka
konsumen menjadi diuntungkan sementara produsen dirugikan.

Dengan demikian selanjutnya harga akan berfluktuasi sesuai dengan mekanisme pasar yang
terbuka dan kompetitif. Karena itu dalam pasar yang terbuka dan kompetitif, fluktuasi harga akan
menghasilkan titik ekuilibrium : sebuah titik dimana sejumlah barang yang akan dibeli oleh
konsumen sama dengan jumlah yang ingin dijual oleh produsen, dan harga tertinggi yang ingin
dibayar konsumen sama dengan harga terrendah yang ingin ditawarkan produsen. Titik
ekuilibrium inilah yang menurut Adam Smith mengungkapkan keadilan komutatif dalam
transaksi bisnis.

2.4 Teori Keadilan Distributif Rawls John Rawls


Rawls merumuskan dua prinsip keadilan distributif, sebagai berikut:
1. The greatest equal principle, bahwa setiap orang harus memiliki hak yang sama atas
kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua orang. Ini
merupakan hal yang paling mendasar (hak asasi) yang harus dimiliki semua orang.
Dengan kata lain, hanya dengan adanya jaminan kebebasan yang sama bagi semua orang
maka keadilan akan terwujud (Prinsip Kesamaan Hak).
2. Ketidaksamaan sosial dan ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga perlu
diperhatikan asas atau prinsip berikut:

the different principle

the principle of fair equality of opportunity

Prinsip ini diharapkan memberikan keuntungan terbesar bagi orang-orang yang kurang
beruntung, serta memberikan penegasan bahwa dengan kondisi dan kesempatan yang sama,
semua posisi dan jabatan harus terbuka bagi semua orang.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Data yang Digunakan
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data
yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai
tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik
(BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
Contoh Kasus Lumpur Lapindo
Banjir lumpur panas Sidoarjo, juga dikenal dengan sebutan Lumpur Lapindo atau Lumpur
Sidoarjo (Lusi), adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo
Brantas Inc di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong kabupaten Sidoarjo,
Jawa Timur, Indonesia, sejak tanggal 29 Mei 2006. Lokasi semburan tersebut merupakan
kawasan pemukiman dan disekitarnya merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa

Timur.Tak jauh dari lokasi semburan terdapat jalan tol Surabaya-Gempol, serta jalur kereta
apilintas timur Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi.
Semburan lumpur panas tersebut diduga diakibatkan aktivitas pengeboran yang dilakukan
Lapindo Brantas di sumur tersebut. Pihak Lapindo Brantas sendiri punya dua teori soal asal
semburan. Pertama, semburan lumpur berhubungan dengan kesalahan prosedur dalam kegiatan
pengeboran. Kedua, semburan lumpur kebetulan terjadi bersamaan dengan pengeboran akibat
sesuatu yang belum diketahui atau bisa dikatakan juga bencana alam/faktor alam.
Dampak yang ditimbulkan dari semburan ini antara lain:

Lumpur menggenangi 16 desa di tiga kecamatan.

Lahan dan ternak juga terkena dampak lumpur

Sekitar 30 pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi dan


merumahkan ribuan tenaga kerja

Empat kantor pemerintah juga tak berfungsi dan para pegawai juga terancam tak bekerja.

Tidak berfungsinya sarana pendidikan (SD, SMP), Markas Koramil Porong, serta
rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon)

Rumah/tempat tinggal yang rusak akibat diterjang lumpur dan rusak sebanyak 1.683 unit.

Sampai Mei 2009, PT Lapindo, melalui PT Minarak Lapindo Jaya telah mengeluarkan uang baik
untuk mengganti tanah masyarakat maupun membuat tanggul sebesar Rp. 6 triliun.
Perkembangan terbaru diinformasikan bahwa sisa pembayaran ganti rugi sebsar 781 M.
Sudah 8 tahun sejak semburan lumpur terjadi, pembayaran ganti rugi belum juga dilunasi. Kini
pelunasan ganti rugi dimasukkan dalam APBN, sehingga pelunasan menjadi tanggungan
pemerintah.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan prinsip keadilan komutatif yang dikemukakan oleh Aristoteles yaitu menuntut agar
semua orang menepati apa yang telah dijanjikannya. PT Lapindo belum melakukan hal tersebut,
hingga saat ini pembayaran ganti rugi belum juga dilunasi padahal sudah melewati batas yang
telah ditentukan oleh pemerintah.
5.2 Saran

Kini dengan dimasukkannya pembayaran ganti rugi kedalam APBN, pemerintah dan PT Lapindo
seharusnya bisa mempercepat pembayaran tersebt. Atas dasar keadilan kita harus memberikan
kepada setiap orang apa yang menjadi haknya tanpa kecuali.
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, Kees. 2009. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius
Keraf, Sony. 2012. Etika Bisnis, Tuntunan dan Relevansinya. Edisi Baru Yogyakarta: Kanisius
Chandra
Aldiwijaya.
2012.
Studi
Kasus
Lumpur
http://www.slideshare.net/ChandraWijaya1/studi-kasus-lumpur-lapindo

Lapindo.

Dalam

Tempo.
2014.Menunngu
Lagi
Warga
Korban
Lapindo
Kecewa.Dalam
http://www.tempo.co/read/news/2014/11/13/058621679/Menunggu-Lagi-Warga-KorbanLapindo-Kecewa
Tribunnews. 2014. Pembayaran Sisa Korban Lumpur Lapindo Segera Dilakukan.Dalam
http://www.tribunnews.com/regional/2014/09/30/pembayaran-sisa-korban-lumpur-lapindosegera-dilakukan
Wikipedia.
Tanpa
Tahun.
Banjir
Lumpur
http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_lumpur_panas_Sidoarjo

Panas

Sidoarjo.

Dalam

Anda mungkin juga menyukai