Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Manusia dengan segala sifat dan tingkah lakunya merupakan makhluk
yang sangat kompleks. Proses mempelajari manusia tidak cukup hanya ditinjau
dari segi keilmuan. Berdasarkan hal tersebut, dapat dipahami bahwa untuk
mengembangkan ergonomi diperlukan dukungan dari berbagai disiplin, antara
lain psikologi, antropologi, faal kerja, biologi, sosiologi, perencanaan kerja,
fisika, dan lain-lain (Sutalaksana, 1979). Perubahan waktu, walaupun secara
perlahan-lahan, telah merubah manusia dari keadaan primitif menjadi manusia
yang berbudaya. Kejadian ini antara lain terlihat pada perubahan rancangan
peralatan-peralatan yang dipakai, yaitu mulai dari batu yang tidak berbentuk
menjadi batu yang mulai berbentuk dengan meruncingkan beberapa bagian dari
batu tersebut. Perubahan pada alat sederhana ini menunjukkan bahwa manusia
telah sejak awal kebudayaannya berusaha memperbaiki alat-alat yang
dipakainya untuk memudahkan pemakaiannya. Hal ini terlihat lagi pada alatalat batu runcing yang bagian atasnya dipahat bulat tepat sebesar genggaman
sehingga lebih memudahkan dan menggerakan pemakaiannya.
Perkembangan teknologi saat ini begitu pesatnya, sehingga peralatan
sudah menjadi kebutuhan pokok pada berbagai lapangan pekerjaan. Artinya
peralatan dan teknologi merupakan penunjang yang penting dalam upaya
meningkatkan produktivitas untuk berbagai jenis pekerjaan. Disamping itu
disisi lain akan terjadi dampak negatifnya, bila kita kurang waspada
menghadapi bahaya potensial yang mungkin timbul. Hal ini tidak akan terjadi
jika dapat diantisipasi pelbagai resiko yang mempengaruhi kehidupan para
pekerja. Pelbagai resiko tersebut adalah kemungkinan terjadinya Penyakit
Akibat Kerja. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dan Kecelakaan
Akibat Kerja yang dapat menyebabkan kecacatan atau kematian. Antisipasi ini
harus dilakukan oleh semua pihak dengan cara penyesuaian antara pekerja,
proses kerja dan lingkungan kerja. Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan
ergonomi.
Dalam dunia kerja terdapat Undang-Undang yang mengatur tentang
ketenagakerjaan yaitu Undang-Undang No. 14 tahun 1969 tentang ketentuanketentuan pokok tenaga kerja merupakan subyek dan obyek pembangunan.

Ergonomik yang bersasaran akhir efisiensi dan keserasian kerja memiliki arti
penting bagi tenaga kerja, baik sebagai subyek maupun obyek. Akan tetapi
sering kali suatu tempat kerja mengesampingkan aspek ergonomi bagi para
pekerjanya, hal ini tentunya sangat merugikan para pekerja itu sendiri.
Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat, aman serta nyaman
merupaka hal yang diinginkan oleh semua pekerja. Di era globalisasi menunutu
pelaksanaan Kesehatan dan Keselamaan Kerja (K3) di setiap tempat kerja
termasuk di sektor kesehatan. Untuk itu perlu kita mengembangkan dan
meningkatkan K3 di sektor kesehatan dalam rangka menekan serendah
mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja,
serta meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
Pada umumnya ergonomi belum diterapkan secara merata pada sektor
kegiatan ekonomi. Gagasannya telah lama disebarluaskan sebagai unsur
hygiene perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes), tetapi sampai saat ini
kegiatan-kegiatan baru sampai pada taraf pengenalan oleh khususnya pada
pihak yang bersangkutan, sedangkan penerapannya baru pada tingkat
perintisan. Fungsi pembinaan ergonomi secara teknis merupakan tugas
pemerintah. Pusat Bina Hiperkes dan Keselamatan Kerja memiliki fungsi
pembinaan ini melalui pembinaan keahlian dan pengembangan penerapannya.
Namun begitu, sampai saat ini pengembangan kegiatan-kegiatannya baru
diselenggarakan dan masih menunggu kesiapan masyarakat untuk menerima
ergonomi dan penerapannya.
Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat, aman serta nyaman
merupakan hal yang diinginkan oleh semua pekerja. Di era globalisasi
menuntut pelaksanaan Kesehatan dan Keselamaan Kerja (K3) di setiap tempat
kerja termasuk di sektor kesehatan. Untuk itu perlu kita mengembangkan dan
mingkatkan K3 di sektor kesehatan dalam rangka menekan serendah mungkin
risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta
meningkatkan produktivitas dan efisiensi.

Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang dikemukakan diatas dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut.

Apakah yang dimaksud dengan ergonomi ditempat kerja?


Bagaimana aplikasi, metode dan pengembangan ergonomi ditempat kerja?
Apakah tujuan, manfaat pelaksanaan dan ruang lingkup dari ergonomi di tempat
kerja?
Apa saja prinsip ergonomi?
Apa saja masalah yang ditimbulkan di tempat kerja?

Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut.

Mendeskripsikan definisi dari Ergonomi.


Mendeskripsikan aplikasi, metode dan pengembangan ergonomic ditempat kerja
Mendeskripsikan tujuan, manfaat dan ruang lingkup ergonomi
Mendeskripsikan prinsip-prinsip ergonomi
Mendeskripsikan masalah ditempat kerja.

BAB 11
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Egronomi

Ergonomi yaitu ilmu yang penerapanya berusaha untuk menyerasikan


pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan
tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui
pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya (Sumamur, 1989). Ergonomi
adalah komponen kegiatan dalam ruang lingkup hiperkes yang antara lain
meliputi penyerasian pekerjaan terhadap tenaga kerja secara timbal balik untuk
efisiensi dan kenyamanan kerja.

Ergonomi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu Ergon dan Nomos. Ergon
memiliki arti kerja dan Nomos memiliki arti hukum; jadi pengertian Ergonomik
itu sendiri secara garis besar adalah Studi tentang manusia untuk menciptakan
system kerja yang lebih sehat, aman dan nyaman (Arif, 2009).
Pusat dari ergonomi adalah manusia. Konsep ergonomi adalah berdasarkan
kesadaran, keterbatasan kemampuan, dan kapabilitas manusia. Sehingga dalam
usaha untuk mencegah cidera, meningkatkan produktivitas, efisiensi dan
kenyamanan dibutuhkan penyerasian antara lingkungan kerja, pekerjaan dan
manusia yang terlibat dengan pekerjaan tersebut.
Konsep ergonomi serta keselamatan kesehatan kerja merupakan konsep
penting untuk diterapkan dalam suatu industri, khususnya dalam perancangan
stasiun kerjanya. Kecenderungan yang ada saat ini adalah, pada industri skala
kecil menengah. Konsep tersebut kurang begitu diperhatikan, sehingga dapat
menimbulkan resiko kerja baik dari segi bahaya kondisi lingkungan fisik, sikap
dan cara kerja (Laksmiwaty, 2009).
Tujuan penerapan ergonomi adalah untuk peningkatan kualitas kehidupan
yang lebih baik. Dengan penerapan ergonomi ini, maka akan tercipta lingkungan
kerja aman, sehat dan nyaman sehingga kerja menjadi lebih produktif dan efisien
serta adanya jaminan kualitas kerja (Tim Ergoinstitute, 2008).
Definisi ergonomi juga dapat dilakukan dengan cara menjabarkannya dalam
fokus, tujuan dan pendekatan mengenai ergonomi (Mc Coinick 1993) dimana
dalam penjelasannya disebutkan sebagai berikut:
Secara fokus
Ergonomi menfokuskan diri pada manusia dan interaksinya dengan produk,
peralatan, fasilitas, prosedur dan lingkungan dimana sehari-hari manusia
hidup dan bekerja.
Secara tujuan
Tujuan ergonomi ada dua hal, yaitu peningkatan efektifitas dan efisiensi

kerja serta peningkatan nilai-nilai kemanusiaan, seperti peningkatan


keselamatan kerja, pengurangan rasa lelah dan sebagainya.
Secara pendekatan
Pendekatan ergonomi adalah aplikasi informasi mengenai keterbatasanketerbatasan manusia, kemampuan, karakteristik tingkah laku dan motivasi
untuk merancang prosedur dan lingkungan tempat aktivitas manusia
tersebut sehari-hari.
Berdasarkan ketiga pendekatan tersebut diatas, definisi ergonomi dapat
terangkumkan dalam definisi yang dikemukakan Chapanis (1985), yaitu
ergonomi adalah ilmu untuk menggali dan mengaplikasikan informasi-informasi
mengenai perilaku manusia, kemampuan, keterbatasan dan karakteristik manusia
lainnya untuk merancang peralatan, mesin, sistem, pekerjaan dan lingkungan
untuk meningkatkan produktivitas, keselamatan, kenyamanan dan efektifitas
pekerjaan manusia.
Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang memanfaatkan informasiinformasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia dalam rangka
membuat sistem kerja yang ENASE (efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien).
Ergonomi dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan.Keduanya mengarah kepada tujuan yang sama yakni
peningkatan kualitas kehidupan kerja (quality of working life). Aspek kualitas
kehidupan kerja merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi rasa
kepercayaan dan rasa kepemilikan pekerja kepada perusahaan, yang berujung
kepada produktivitas dan kualitas kerja (Arif, 2009).
Ergonomi mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan
manusia. Sasaran penelitian ergonomi ialah manusia pada saat bekerja dalam
lingkungan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian
tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress
atau tekanan yang akan dihadapi. Salah satu upaya yang dilakukan antara lain
menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan,
pengaturan suhu, cahaya dan kelembapan. Hal ini bertujuan agar sesuai dengan
kebutuhan tubuh manusia. Ada salah satu definisi yang menyebutkan bahwa
ergonomi bertujuan untuk fitting the job to the worker. Ergonomi juga
bertujuan sebagai ilmu terapan biologi manusia dan hubungannya dengan ilmu
teknik bagi pekerja dan lingkungan kerjanya, agar mendapatkan kepuasan kerja
yang maksimal selain meningkatkan produktivitasnya.
Contoh : suatu perusahaan kerajinan mengubah cara kerja duduk di lantai

dengan bekerja di meja kerja, mengatur tata ruangan menjadi lebih baik,
mengadakan ventilasi, menambah penerangan, mengadakan ruang makan,
mengorganisasi waktu istirahat, menyelenggarakan pertandingan olahraga, dan
lain-lain. Dengan usaha ini, keluhan-keluhan tenaga kerja berkurang dan
produksi tidak pernah terganggu oleh masalah-masalah ketenagakerjaan. Dengan
begitu, produksi dapat mengimbangi perluasan dari pemasaran.
2.1.1 Perkembangan Ergonomi
Perkembang ergonomi dipopulerkan pertama kali pada tahun 1949
sebagai judul buku yang dikarang oleh Prof. K. F. H. Murrel (1949)
Sedangkan kata ergonomi itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu
ergon (kerja) dan nomos (aturan/prinsip/kaidah). Istilah ergonomi
digunakan secara luas di Eropa. Di Amerika Serikat dikenal istilah human
factor atau human engineering. Kedua istilah tersebut (ergonomic dan
human factor) hanya berbeda pada penekanannya. Intinya kedua kata
tersebut sama-sama menekankan pada performansi dan perilaku manusia.
Menurut Hawkins (1987), untuk mencapai tujuan praktisnya, keduanya
dapat digunakan sebagai referensi untuk teknologi yang sama.
Ergonomi telah menjadi bagian dari perkembangan budaya manusia
sejak 4000 tahun yang lalu (Dan Mac Leod, 1995). Perkembangan ilmu
ergonomi dimulai saat manusia merancang benda-benda sederhana, seperti
batu untuk membantu tangan dalam melakukan pekerjaannya, sampai
dilakukannya perbaikan atau perubahan pada alat bantu tersebut untuk
memudahkan penggunanya. Pada awalnya perkembangan tersebut masih
tidak teratur dan tidak terarah, bahkan kadang-kadang terjadi secara
kebetulan.
Perkembangan ergonomi modern dimulai kurang lebih seratus tahun
yang lalu pada saat Taylor (1880-an) dan Gilberth (1890-an) secara
terpisah melakukan studi tentang waktu dan gerakan. Penggunaan
ergonomi secara nyata dimulai pada Perang Dunia I untuk
mengoptimasikan interaksi antara produk dengan manusia. Pada tahun
1924 sampai 1930 Hawthorne Works of Wertern Electric (Amerika)
melakukan suatu percobaan tentang ergonomi yang selanjutnya dikenal
dengan Hawthorne Effects (Efek Hawthorne). Hasil percobaan ini
memberikan konsep baru tentang motivasi ditempat kerja dan menunjukan
hubungan fisik dan langsung antara manusia dan mesin. Kemajuan

ergonomi semakin terasa setelah Perang Dunia II dengan adanya bukti


nyata bahwa penggunaan peralatan yang sesuai dapat meningkatkan
kemauan manusia untuk bekerja lebih efektif. Hal tersebut banyak
dilakukan pada perusahaan-perusahaan senjata perang.

2.1.2 Pengelompokan Bidang Kajian Egronomi


Faal Kerja
Faal Kerja, yaitu bidang kajian ergonomi yang meneliti energi
manusia yang dikeluarkan dalam suatu pekerjaan. Tujuan dan
bidang kajian ini adalah untuk perancangan sistem kerja yang dapat
meminimasi konsumsi energi yang dikeluarkan saat bekerja (Dr. Ir.
Iftikar Z. Sutalaksana, 1979).
Menurut Sutalaksana, bekerja merupakan suatu kegiatan
manusia merubah keadaan-keadaan tertentu dari alam lingkungan
yang ditujukan untuk mempertahankan dan memelihara
kelangsungan hidupnya. Studi ergonomi yang kaitannya dengan
kerja manusia dalam hal ini ditunjukan untuk mengevaluasi dan
merancang kembali tata cara kerja yang harus diaplikasikan, agar
dapat memberikan peningkatan efektivitas dan efesiensi selain juga
kenyamanan ataupun keamanan bagi manusia sebagai pekerjanya
Secara faal, bekerja adalah hasil kerjasama dalam koordinasi
yang sebaikbaiknya dari dria (mata, telinga, peraba, perasa dan
lain-lain), otak dan susunan saraf-saraf di pusat dan perifer, serta
otot-otot. Selanjutnya untuk petukaran zat yang diperlukan dan
harus dibuang masih diperlukan peredaran darah ked an dari otototot. Dalam hal ini, jantung, paru-paru. hati, usus, dan lain-lainnya
menunjang kelancaran proses pekerjaan.
Mula.mula koordinasi indera, susunan syaraf, otot. dan alatalat lain berjalan secara sukar dan masih harus disertai upayaupaya yang diperlukan. Kenyataan ini terlihat pada seorang tenaga
kerja baru yang sedang menjalani latihan. Lambat laun gerakan
menjadi suatu ref1eks, sehingga bekerja menjadi automatis.
Semakin cepat sifat refleks dan automatis tersebut yang disertai
semakin baik koordinasi serta hasil kerja, semakin tinggi pulalah
ketrampilan seseorang.
Otot-otot adalah salah satu organ yang terpenting terutama

untuk pekerjaan fisik. Otot bekerja dengan jalan kontraksi dan


melemas. Kekuatan ditentukan oleh jumlah yang besar seratseratnya, daya kontraksi dan cepatnya berkontraksi. Sebelum
kontraksi (mengerut), darah diantara serat-serat otot atau di luar
pembuluh-pembuluh ototnya terjepit, sehingga peredaran darah,
jadi juga pertukaran zat terganggu dan hal demikian menjadi sebab
kelelahan otot. Maka dari itu, kerutan yang selalu diselingi
pelemasan, disebut kontraksi dinamis, sangat tepat bagi bekerjanya
otot-otot.
Pekerjaan-pekerjaan demikian misalnya mengayuh pedal,
sepeda, memutar. roda, memukul lonceng, mencangkul dan
lain.lain. Kerja terus-menerus dari suatu otot, sekalipun bersifat
dinarnik, selalu diikuti dengan kelelahan, yang perlu istirahat untuk
pemulihan. Atas dasar kenyataan itu, waktu istirahat dalam kerja
atau sesudah kerja sangat penting. Kelelahan otot secara fisik
antara lain akibat zat-zat sisa metabolisme seperti asam laktat, C02,
dan sebagainya. Namun kelelahan, sesuai dengan mekanisme
kerja, tidak saja ditentukan oleh keadaan ototnya sendiri,
melainkan terdapat komponen mental psikologis yang seringsering juga besar pengaruhnya. Otot-otot yang lelah akan
menunjukkan kurangnya kekuatan dari padanya, bertambah
panjangnya waktu later kontraksi dan waktu melemas,
berkurangnya koordinasi, serta otot gemetar (tremor).
Otot dan tulang merupakan dua alat yang sangat penting dalam
bekerja. Kerutan dan pelemasan otot dipindahkan kepada tulang
menjadi gerakan-gerakan fleksi, abduksi, rotasi, supinasi dan
lain.lain. Demikian pentingnya kedua alat ini sebagai suatu
kesatuan, maka berkembanglah ilmu biomekanik, yaitu ilmu
tentang gerakan otot dan tulang, yang dengan pengetrapannya
diharapkan, agar dengan tenaga sekecil-kecilnya dapat dicapai hasil
kerja sebesar-besarnya. Biomekanika memberikan pengetahuanpengetahuan tentang gerakan-gerakan dan kekuatan pada
penggunaan leher dan kepala, tulang belakang, lengan, tangan,
kaki, jari-jari dan sebagainya.
Otot dan tulang merupakan faktor-faktor terpenting bagi
ukuran-ukuran tubuh, ukuran tinggi dan besar dari tubuh ataupun

bagian-bagiannya. Ukuran-ukuran ini menentukan pula


kemampuan fisik tenaga kerja. Peralatan kerja dan mesin perlu
serasi dengan ukuran-ukuran demikian untuk hasil kerja sebesarbesarnya. Maka berkembanglah ilrnu yang disebut Antropometri,
yaitu ilmu tentang ukuran-ukuran tubuh, baik dalam keadaan statis,
ataupun dinamis.
Yang sangat penting bagi pekerjaan adalah ukuran-ukuran:
Tinggi badan berdiri, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi pinggul, depan dan panjang
lengan.
Tinggi duduk, panjang lengan atas, panjang lengan bawah dan tangan, tinggi lutut,
jarak lekuk lutut-garis punggung, jarak lekuk lutut telapak kaki.

1. Pembagian Kerja
Pembagian kerja adalah suatu sistem pengaturan pekerjaan
atau bisa disebut juga sebagai pembagian kerja. Secara
umum jenis kerja dibedakan menjadi dua bagian yaitu kerja
fisik dan kerja mental.
a. Kerja fisik
Pengeluaran energi relatif lebih banyak, dibandingkan
kerja mental membutuhkan usaha dan energi yang cukup
besar dan kerja fisik dibedakan atau dibagi menjadi dua
macam, yaitu:
1). Kerja statis
Tidak menghasilkan gerak
Kontraksi otot bersifat isometris
Kelelahan lebih cepat terjadi
2). Kerja dinamis
Menghasilkan gerak
Kontraksi otot bersifat isotonos
Kontraksi otot bersifat ritmis
Kelelahan relatif lebih lama terjadi
b. Kerja mental
Pengeluaran energi relatif sedikit dan kerja pun
relatif lebih ringan dibandingkan dengan kerja fisik

yang membutuhkan energi lebih besar dan cukup sulit


untuk mngukur kelelahannya. Hasil kerja manusia
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:
Faktor-faktor dari individu, meliputi sikap, fisik,motivasi,
jenis kelamin, pendidikan, keterampilan, pengalaman,
dan sebagainya.
Fakto-faktor situasional, meliputi lingkungan fisik,
mesin, peralatan, metode kerja, dan sebagainya.
Selain pembagian kerja, juga terdapat kriteria-kriteria yang
dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh pekerjaan
terhadap manusia dalam suatu sistem kerja. Kriteria-kriteria
tersebut adalah:

Kriteria Faal
Meliputi kecepatan denyut jantung, konsumsi oksigen,
tekanan darah, tingkat penguapan, temperatur tubuh, komposisi
kimia dalam darah dan air seni, dst. Tujuannya adalah untuk
mengetahui perubahan fungsi alat-alat tubuh selama bekerja.
Kriteria Fisiologis kerja
Meliputi kejenuhan, emosi, motivasi, sikap, dan seterusnya.
Tujuannya adalah untuk mengetahui perubahan kejiwaan yang
timbul selama berkerja.
Kriteria Hasil kerja
Meliputi pengukuran hasil kerja yang diperoleh dari
pekerja selama berkerja. Tujuannya adalah untuk mengetahui
pengaruh kondisi kerja dengan melihat hasil kerja yang
diperoleh dari kerja.
Antropometri
Menurut Sritomo Wignjosoebroto dalam bukunya istilah
antropometri berasal dari " anthro " yang berarti manusia dan "
metri " yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat
dinyatakan sebagai satu studi yang berkaitan dengan pengukuran
dimensi tubuh manusia. Manusia pada dasarnya akan memiliki
bentuk, ukuran (tinggi, lebar dsb.) berat dll. Yang berbeda satu
dengan yang lainnya. Antropometri secara luas akan digunakan
sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam proses

perancangan (desain) produk maupun sistem kerja yang akan


memerlukan interaksi manusia. Data antropometri yang berhasil
diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal :
Perancangan areal kerja ( work station, interior mobil, dll )

Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas (tools) dan


sebagainya.

Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi/meja komputer dll.

Perancangan lingkungan kerja fisik.


Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antropometri adalah
bidang kajian ergonomi yang berhubungan dengan pengukuran
dimensi tubuh manusia untuk digunakan dalam perancangan
peralatan dan fasilitas sehingga sesuai dengan pemakainya.
Beberapa faktor yang
mempengaruhi ukuran tubuh manusia, yaitu:

Umur
Ukuran tubuh manusia akan berkembang dari saat lahir
sampai sekitar 20 tahun untuk pria dan 17 tahun untuk
wanita. Setelah itu, tidak lagi akan terjadi pertumbuhan
bahkan justru akan cenderung berubah menjadi pertumbuhan
menurun ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40
tahunan.
Jenis kelamin (sex),
Jenis kelamin pria umumnya memiliki dimensi tubuh yang
lebih besar kecuali dada dan pinggul.
Suku bangsa (etnik),
Setiap suku bangsa ataupun kelompok etnik tertentu akan
memiliki karakteristik fisik yang berbeda satu dengan yang
lainnya.
Sosio ekonomi,
Tingkat sosio ekonomi sangat mempengaruhi dimensi tubuh
manusia. Pada negara-negara maju dengan tingkat sosio
ekonomi tinggi, penduduknya mempunyai dimensi tubuh yang
besar dibandingkan dengan negara-negara berkembang.
Posisi tubuh (posture),
Sikap ataupun posisi tubuh akan berpengaruh terhadap

ukuran tubuh oleh karena itu harus posisi tubuh standar


harus diterapkan untuk survei pengukuran.

Alat Ukur Antropometri


Peralatan yang digunakan untuk mendapatkan data-data
antropometri adalah sebagai berikut:
Goniometer
Goniometer ini dipakai untuk mengukur sudut/ lekukanlekukan tubuh manusia.
Gambar 2.1 Goniometer

Macam-macam antropometer
Alat ini dipakai untuk mengukur bagianbagian tubuh manusia.

Gambar 2.2 Macam-macam antropometer

Kursi antropometri
Dipakai untuk mengukur data-data antropometri manusia
dalam posisi duduk. Data yang diperoleh biasanya dipakai
untuk merancang kursi dan ketinggian meja kerja serta untuk
perancangan fasilitas kerja yang berhubungan dengan manusia
pemakainya. Orang yang akan diukur data antropometrinya
harus duduk di kursi ini.
Gambar 2.3 Kursi Antropometri

Cara Pengukuran
Secara umum deskripsi dari pengukuran data antropometrik
terdiri dari setidaknya tiga buah tipe terminology dasar yaitu :
1. Locator yang mengidentifikasikan suatu titik atau daerah dari
tubuh yang menjadi dasar pengukuran titik atau bidang.
2. Orientator yang mengidentifikasikan arah atau tujuan dari
suatu dimensi tubuh.
3. Potensioner yang menandakan asumsi dari posisi tubuh
subyek dalam pengukuran, seperti posisi duduk.
Berikut ini cara-cara pengukuran yang sering digunakan:
Gambar 2.4 Mengukur Lebar Telapak Tangan
Gambar 2.5 Penggunaan Antropometer Papan Kepala Bergeser
(Sliding Head Board)

Gambar 2.6 Penggunaan Antropometer Dengan Sistem Grid dan


Board di Sudut
Data Antropometri
Dimensi tubuh manusia untuk perancangan produk terdiri
dari dua jenis, yaitu struktural dan fungsional. Dimensi tubuh
struktural yaitu pengukuran tubuh manusia dalam keadaan tidak
bergerak. Sedangkan dimensi tubuh fungsional adalah
pengukuran tubuh manusia dalam keadaan bergerak. Secara
umum data antropometri yang sering digunakan untuk merancang
produk dan stasiun kerja ada pada gambar 2.7.
A. Antropometri Struktural
Pengukuran manusia pada posisi diam dan linier pada
permukaan tubuh. Ada beberapa metode pengukuran tertentu
agar hasilnya representative. Disebut juga pengukuran dimensi
struktur tubuh dimana tubuh diukur dalam berbagai posisi
standar dan tidak bergerak (tetap tegak sempurna). Dimensi
tubuh yang diukur dengan posisi tetap antara lain meliputi
berat badan, tinggi tubuh dalam posisi berdiri maupun duduk,
ukuran kepala, tinggi atau panjang lutut pada saat berdiri atau
duduk, panjang lengan, dan sebagainya.

Gambar 2.7 Ukuran Tubuh Manusia yang Sering Digunakan Untuk Merancang Produk

Gambar 2.8 Antropometri Struktural Posisi Berdiri dan Duduk


Gambar di atas memperlihatkan antropometri struktural.
Antropometri struktural ini diantaranya: tinggi selangkang,
tinggi siku, tinggi mata, rentang bahu, tinggi pertengahan
pundak pada posisi duduk, jarak pantat-ibu jari kaki, dan tinggi
mata pada posisi duduk.
Penerapan data ini untuk merancang terali untuk keamanan,
jeruji, panel visual dan pencapaian panel, peralatan rekreasi,
pengaturan dan peralatan tempat penyimpanan sepatu di
rumah, dan sebagainya.

Gambar 2.9 Antropometri Struktural Kepala, Wajah, Tangan dan Kaki


B. Antropometri Fungsional
Antropometri fungsional adalah pengukuran keadaan dan
ciri-ciri fisik manusia dalam keadaan bergerak atau
memperhatikan gerakan-gerakan yang mungkin terjadi saat
pekerja tersebut melaksanakan kegiatannya. Hasil yang
diperoleh merupakan ukuran tubuh yang nantinya akan
berkaitan erat dengan gerakan-gerakan nyata yang diperlukan
tubuh untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.
Antropometri dalam posisi tubuh melaksanakan fungsinya
yang dinamis akan banyak diaplikasikan dalam proses
perancangan fasilitas ataupun ruang kerja.

Gambar 2.10 Antropometri Fungsional/dinamis

Posisi Kerja
Data ini berfungsi untuk merancang ruang mekanik dan
utilitas, ruang latihan fisik, ruang terapi fisik, dan area sejenis
lainnya.

Gambar 2.11 Antropometri Fungsional Posisi Kerja


Antropometri pada Posisi Duduk
Dinamika posisi duduk dapat lebih mudah digambarkan
dengan mempelajari mekanika sistem penyangga dan
keseluruhan struktur tulang yang terlibat di dalam geraknya.
Sumbu penyangga dari batang tubuh yang diletakkan dalam
posisi duduk adalah sebuah garis pada bidang datar koronal,
melalui titik terendah dari tulang duduk (ischial tuberosities)
di atas permukaan tempat duduk. Gambar berikut
memperlihatkan tuberosities.

Gambar 2.12 Tulang Duduk (Ischial Tuberosities) dalam Posisi Duduk

Gambar 2.13 Potongan Tulang Duduk Pada Bagian Posterior


Sebuah penelitian menunjukkan bahwa sekitar 75% dari

keseluruhan berat badan hanya disangga oleh daerah seluas 4


inci persegi atau 26 cm persegi dari tulang duduk ini. Kondisi
ini memperjelas bahwa berat badan yang diterima, disebarkan
hanya pada daerah yang kecil saja. Akibatnya, terjadi
tegangan yang sangat besar pada daerah pantat di bawahnya.
Tekanan-tekanan ini menimbulkan perasaan lelah dan
tidak nyaman. Bertahan pada posisi duduk dalam jangka
waktu yang lama tanpa mengubah-ubah posisinya, di bawah
kondisi tekanan kompresi yang terjadi, dapat menyebabkan
kurangnya aliran darah pada suatu daerah, gangguan pada
sirkulasi darah, menyebabkan nyeri, sakit dan rasa kebal.
Suatu perancangan tempat duduk harus diupayakan
sedemikian rupa sehingga berat badan yang disangga oleh
tulang duduk tersebar pada daerah yang cukup luas. Alas
yang tepat pada landasan tempat duduk dapat memenuhi
kebutuhan tersebut. Harus diupayakan agar subyek yang
sedang duduk di atas tempat duduk tersebut dapat mengubahubah posisi atau postur tubuhnya untuk mengurangi rasa
ketidaknyamanannya. Kondisi ini mendasari diperlukannya
data antropometri yang tepat. Berikut ini data-data
antropometri untuk perancangan kursi.

Gambar 2.14 Dimensi Antropometri untuk Perancangan Kursi


Keterangan:
A = Tinggi lipatan dalam lutut
F = Rentang antar siku
B = Jarak pantat-lipatan dalam lutut G = Rentang panggul
C = Tinggi siku posisi istirahat
H = Rentang bahu
D = Tinggi bahu
I = Tinggi
lumbar
E = Tinggi duduk normal

Tinggi Tempat Duduk


Salah satu pertimbangan dasar dalam perancangan suatu
tempat duduk adalah tinggi permukaan bagian atas dari
landasan tempat duduk diukur dari permukaan lantai. Jika

suatu landasan tempat duduk terlalu tinggi letaknya, bagian


bawah paha akan tertekan seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.15 Tempat Duduk Terlalu Tinggi


Landasan tempat duduk yang letaknya terlalu tinggi
dapat menyebabkan paha tertekan dan peredaran darah
terhambat. Sebagai, tambahan pula, telapak kaki tidak dapat
menapak dengan baik di atas permukaan lantai yang
mengakibatkan melemahnya stabilitas tubuh.
Jika, letak suatu landasan tempat duduk terlalu rendah
seperti gambar berikut ini.

Gambar 2.16 Tempat Duduk Terlalu Rendah


Landasan tempat duduk yang letaknya terlalu rendah
dapat menyebabkan kaki condong terjulur ke depan,
menjauhkan tubuh dari keadaan stabil. Sebagai tambahan
pula, pergerakan tubuh ke depan akan menjauhkan punggung
dari sandaran sehingga penopangan lumbar tidak terjaga
dengan tepat. Bagi orang yang bertubuh tinggi akan dapat
lebih merasa nyaman walau menggunakan kursi dengan
landasan tempat duduk yang rendah dibandingkan dengan
seseorang yang bertubuh pendek menggunakan kursi yang
landasan duduknya terlalu tinggi. Secara antropometrik,
tinggi lipatan dalam lutut haruslah menjadi ukuran pada data
yang digunakan untuk menentukan tinggi landasan tempat
duduk. Rentang data terkecil, misal data persentil ke-5, akan
menjadi pedoman yang tepat karena data ini mencakup
bagian populasi mereka yang berukuran tubuh paling kecil.
Alasannya jelas, bahwa tinggi duduk yang dapat
mengakomodasi mereka dengan ukuran tinggi lipatan lutut
paling pendek, juga dapat mengakomodasi mereka dengan
ukuran tinggi lipatan lutut yang lebih tinggi. Kedalaman
Tempat Duduk Pertimbangan dasar lain dari perancangan

sebuah kursi
adalah kedalaman landasan tempat duduk (jarak yang diukur
dari bagian depan sampai bagian belakang sebuah tempat
duduk). Bila kedalaman landasan tempat duduk terlalu besar,
bagian depan dari permukaan atau ujung dari tempat duduk
tersebut akan menekan daerah tepat di belakang lutut,
memotong peredaran darah di bagian kaki, seperti pada
gambar berikut ini.

Gambar 2.17 Landasan Tempat Duduk Terlalu Lebar


Tekanan pada jaringan-jaringan akan menyebabkan
iritasi dan ketidaknyamanan. Bahaya lebih besar ialah
terjadinya penggumpalan darah jika subyek tidak mengubah
posisi tubuhnya. Untuk menghindarkan ketidaknyamanan
pada bagian kaki, subyek akan memajukan posisi pantatnya
dan hal ini menyebabkan bagian punggungnya tidak dapat
bersandar sehingga stabilitas tubuh melemah dan tenaga otot
yang diperlukan menjadi semakin besar sebagai upaya untuk
menjaga keseimbangan. Hasilnya adalah kelelahan,
ketidaknyamanan dan sakit di bagian punggung.
Bila kedalaman landasan tempat duduk terlalu sempit,
seperti pada gambar di bawah ini, akan menimbulkan situasi
yang buruk. Kondisi ini dapat menimbulkan perasaan terjatuh
atau terjungkal dari kursi. Sebagai akibatnya, kedalaman
landasan tempat duduk yang terlalu sempit akan
menyebabkan berkurangnya penopangan pada bagian bawah
paha.

Gambar 2.18 Landasan Tempat Duduk Terlalu Sempit


Secara antropometri, jarak dari pantat ke lipatan dalam
lutut
merupakan pedoman penentuan kedalaman tempat duduk
yang
tepat.

Sandaran Punggung
Fungsi utama dari sandaran punggung adalah untuk
mengadakan penopangan bagi daerah lumbar, atau bagian
kecil dari punggung, yaitu bagian bawah yang berbentuk
cekung dimulai dari bagian pinggang sampai pertengahan
punggung.
Konfigurasi dari sandaran punggung harus dapat
menyokong
sesuai profil dari tulang belakang, terutama pada daerah
lumbar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.19, namun
harus diperhatikan supaya tidak membuatnya terlalu pas
untuk menghindarkan pemakai mengubah-ubah posisinya.
Keseluruhan tinggi sandaran punggung dapat bervariasi
sesuai dengan jenis dan maksud pemakaian suatu kursi.
Sebuah kursi untuk sekertaris lebih cocok bila penopang
lumbarnya hanya pada suatu daerah kecil saja. Kursi santai
akan lebih cocok bila sandarannya mencapai bagian belakang
kepala ataupun tengkuk. Perlu diingat untuk menyediakan
ruang tambahan bagi penonjolan daerah pantat. Jarak bersih
ini dapat
berupa daerah terbuka berbentuk ceruk antara permukaan
tempat duduk dan penopang lumbar. Bantalan yang empuk
pada bagian ini akan mengakomodasi penonjolan bagian
pantat ini.

Gambar 2.19 Sandaran Punggung

Sandaran Lengan
Sandaran lengan ini memiliki beberapa fungsi. Sandaran
ini menopang berat dari lengan dan membantu pemakai
ketika akan duduk atau bangkit dari tempat duduknya. Jika
suatu kursi digunakan untuk suatu kegiatan tertentu, misalnya
bagi seseorang yang bertugas dengan putaran-putaran tuts
yang sensitif atau panel kontrol, maka sandaran tangan
tersebut dapat berfungsi untuk menjaga agar lengan tetap
stabil sepanjang pelaksanaan pekerjaannya. Tinggi siku pada

posisi istirahat adalah pengukuran antropometri yang tepat


sebagai pedoman bagi penentuan tinggi sandaran lengan.
Bantalan Tujuan dari pemberian bantalan pada dasarnya
adalah sebagai upaya penyebaran tekanan, sehubungan
dengan berat badan pada titik persinggungan antar
permukaan dengan daerah yang lebih luas. Bahayanya,
seorang perancang seringkali beranggapan bahwa makin
empuk, dalam, dan lembut suatu bantalan, akan semakin
besar kenyamanan yang dihasilkannya. Padahal bukan
demikian kenyataannya. Seringkali justru sebuah kursi yang
tampaknya terlalu empuk justru dapat menyebabkan
kelelahan, ketidaknyamanan dan rasa sakit.
2.2 Aplikasi, Metode dan Pengembangan Ergonomi di Tempat Kerja
2.2.1 Aplikasi/ Penerapan Ergonomi di Tempat Kerja
Terdapat beberapa aplikasi / penerapan dalam pelaksanaan ilmu
ergonomik, antara lain:
a. Posisi Kerja
Terdiri dari posisi duduk dan
posisi berdiri, posisi duduk dimana kaki tidak terbebani dengan berat
tubuh dan posisi stabil selama bekerja. Sedangkan posisi berdiri
dimana posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu
secara seimbang pada dua kaki.
Posisi Kerja Duduk
Keuntungan:
Mengurangi kelelahan pada kaki.
Terhindarnya sikap yg tidak alamiah.
Berkurangnya pemakaian energi.
Gambar 2.20 Posisi Kerja
Duduk
Kerugian:
Melembeknya otot perut.
Melengkungnya punggung.
Efek buruk bagi organ bagian dalam

Posisi Kerja Berdiri


Keuntungan:

Otot perut tidak kendor, sehingga vertebra (ruas tulang


belakang) tidak rusak bila mengalami pembebanan.
Kerugian: Otot kaki cepat lelah.

Gambar 2.21: Posisi Kerja


Berdiri
b. Proses Kerja
Para pekerja dapat
menjangkau peralatan kerja sesuai dengan posisi waktu bekerja dan
sesuai dengan ukuran anthropometrinya. Harus dibedakan ukuran
anthropometri barat dan timur.

Gambar 2.22 Jangkauan

c. Tata Letak Tempat Kerja


Display harus jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitas kerja.
Sedangkan simbol yang berlaku secara internasional lebih banyak
digunakan daripada kata-kata.
d. Mengangkat beban
Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban yakni, dengan
kepala, bahu, tangan, punggung dsbnya. Beban yang terlalu berat
dapat menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan otot dan

persendian akibat gerakan yang berlebihan.


Gambar 2.23 Cara Mengangkat Beban
Beberapa faktor yang berpengaruh dalam mengangkat beban

Berat beban yang harus diangkat dan perbandingannya terhadap berat badan
operator.

Jarak horizontal dari beban relatif terhadap operator.

Gambar 2.24 Jarak antara benda terhadap operator

Ukuran beban yang harus diangkat (beban yang berukuran besar) akan memiliki
pusat massa (centre of gravity ) yang letaknya jauh dari operator, hal tersebut juga
akan mempengaruhi pandangan operator.

Ketinggian beban yang harus diangkat dan jarak perpindahan beban (mengangkat
beban dari permukaan lantai akan relatif lebih sulit daripada mengangkat beban
dari ketinggian pada permukaan pinggang).

Beban puntir (twisting load) pada operator selama aktivitas angkat beban.

Prediksi terhadap berat beban yang akan diangkat. Hal ini adalah untuk
mengantisipasi beban yang lebih berat dari yang diperkirakan.

Stabilisasi beban yang akan diangkat.

Kemudahan untuk dijangkau oleh pekerja.

Frekuensi angkat, yaitu banyaknya aktifitas angkat.


Ada 4 batasan yang dalam pengangkatan yaitu :

Batasan angkatan secara legal ( Legal Limitation )


Batasan ini dipakai sebagai batasan angkat secara internasional
yaitu :

Pria di bawah usia 16 th, maksimum angkat 14 kg.

Pria usia diantara 16 th dan 18 th, maksimum angkat 18 kg.

Pria usia lebih dari 18 th, tidak ada batsan angkat.

Wanita usia diantara 16 th dan 18 th, maksimum angkat 11 kg.

Wanita usia lebih dari 18 th, maksimum angkat adalah 16 kg.


Batasan ini dapat membantu mengurangi rasa nyeri, ngilu pada tulang
belakang bagi para wanita. Batasan angkat ini akan mengurangi
ketidaknyamanan kerja pada tulang belakang, terutama bagi operator
untuk pekerjaan berat.

Batasan angkat dengan menggunakan biomekanika (Biomechanical Limitation)


Nilai dari analisa biomekanika adalah rentang postur atau
posisis aktifitas kerja, ukuran beban dan ukuran manusia yang
dievaluasi.

Batasan angkat secara fisiologis


Metode pendekatan ini dengan mempertimbangkan ratarata
beban metabolisme dari aktifitas angkat yang berulang,
sebagaimana dapat juga ditentukan dari jumlah konsumsi oksigen.
Hal ini haruslah benarbenar diperhatikan terutama dalam rangka
untuk menentukan batasan angkat. Kelelahan kerja yang terjadi
akibat dari aktifitas yang berulangulang akan meningkatkan
resiko nyeri pada tulang belakang.

Batasan angkat secara psikofisik

Metode ini didasarkan pada sejumlah eksperimen yang


berupaya untuk mendapatkan berat pada berbagai keadaan dan
ketinggian beban yang berbeda-beda. Ada tiga macam posisi
angkat :

Dari permukaan lantai ke ketinggian genggaman tangan.

Dari ketinggian genggaman tangan dan ke ketinggian bahu.

Dari ketinggian bahu ke maksimuman jangkauan tangan vertikal.

2.2.2 Metode metode Ergonomi


Terdapat beberapa metode dalam pelaksanaan ilmu ergonomi.
Metode-metode tersebut antara lain:
Diagnosis
Dapat dilakukan melalui wawancara dengan pekerja, inspeksi tempat
kerja, penilaian fisik pekerja, uji pencahayaan, ergonomi checklist dan
pengukuran lingkungan kerja lainnya. variasi akan sangat luas mulai
dari yang sederhana sampai kompleks.
Treathment
Dapat dilakukan dengan cara perubahan posisi meubel, letak
pencahayaan atau jendela yang sesuai, Membeli furniture sesuai
dengan dimensi fisik pekerja
Follow up
Bisa dilakukan dengan cara menanyakan kenyamanan, bagian badan
yang sakit, nyeri bahu dan siku, keletihan, sakit kepala dan lain-lain.
2.2.3 Pengembangan penerapan ergonomi
Pengorganisasian kerja
Semua sikap tubuh membungkuk atau sikap tubuh yang tidak alamiah harus
dihindari. Fleksi tubuh atau kepala ke arah samping lebih melelahkan dari sedikit
membungkuk ke depan. Sikap tubuh yang disertai paling sedikit kontraksi otot
statis dirasakan paling nyaman.
Posisi ekstensi lengan yang terus-menerus baik ke depan, maupun ke samping
harus dihindari. Selain menimbulkan kelelahan, posisi lengan seperti itu sangat

mengurangi ketepatan kerja dan ketrampilan aktivitas tangan.


Selalu diusahakan agar bekerja dilakukan sambil duduk. Sikap kerja dan
kemungkinan duduk dan berdiri silih berganti juga dianjurkan.
Kedua lengan harus bergerak bersama-sama atau dalam arah yang berlawanan.
Bila hanya satu lengan saja yang bergerak terus-menerus, maka otot-otot tubuh
yang lainnya akan berkontraksi statis. Gerakan berlawanan memungkinkan pula
pengendalian saraf yang lebih cermat terhadap kegiatan pekerjaan tangan.
Bangku atau meja kerja
Pembuatan bangku dan meja kerja yang buruk atau mesin seringsering adalah penyebab kerja otot statis dan posisi tubuh yang tidak
alamiah. Maka syarat-syarat bangku kerja yang benar adalah sebagai
berikut :
Tinggi area kerja harus sesuai sehingga pekerjaan dapat dilihat dengan mudah
dengan jarak optimal dan sikap duduk yang enak. Makin kecil ukuran benda,
makin dekat jarak lihat optimal dan makin tinggi area kerja.
Pegangan, handel, peralatan dan alat-alat pembantu kerja lainnya harus
ditempatkan sedemikian pada meja atau bangku kerja, agar gerakan-gerakan yang
paling sering dilakukan dalam keadaan fleksi.
Kerja otot statis dapat dihilangkan atau sangat berkurang dengan pemberian
penunjang siku, lengan bagian bawah, atau tangan. Topangan-topangan tersebut
harus diberi bahan lembut dan dapat di stel, sehingga sesuai bagi pemakainya.
Sikap kerja
Tempat duduk
Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga orang yang
bekerja dengan sikap duduk mendapatkan kenyamanan dan tidak
mengalami penekanan-penekanan pada bagian tubuh yang dapat
mengganggu sirkulasi darah.
Meja kerja
Tinggi permukaan atas meja dibuat setinggi siku dan disesuaikan
dengan sikap tubuh pada saat bekerja.
Luas pandangan
Daerah pandangan yang jelas bila pekerja berdiri tegak dan diukur
dari tinggi mata adalah 0-30 vertical kebawah, dan 0-50
horizontal ke kanan dan ke kiri
Proses kerja
Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan posisi

waktu bekerja dan sesuai dengan ukuran anthropometrinya. Harus


dibedakan ukuran anthropometri barat dan timur.
Tata letak tempat kerja
Display harus jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitas kerja.
Sedangkan simbol yang berlaku secara internasional lebih banyak
digunakan daripada kata-kata.
Mengangkat beban
Bermacam cara dalam mengangkat beban yakni dengan kepala, bahu,
tangan, punggung , dll. Beban yang terlalu berat dapat menimbulkan
cedera tulang punggung, jaringan otot dan persendian akibat gerakan
yang berlebihan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan-kegiatan mengangkat dan
mengangkut adalah sebagai berikut :
Beban yang diperkenakan, jarak angkut dan intensitas pembebanan.
Kondisi lingkungan kerja yaitu keadaan medan yang licin, kasar, naik turun dll.
Keterampilan bekerja
Peralatan kerja beserta keamanannya

2.3 Tujuan, Manfaat Pelaksanaan dan Ruang Lingkup dari Ergonomi di


Tempat Kerja
Pelaksanaan dan penerapan ergonomi di tempat kerja di mulai dari yang
sederhana dan pada tingkat individual terlebih dahulu. Rancangan ergonomi
akan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja, serta
dapat menciptakan sistem serta lingkungan yang cocok, aman, nyaman dan
sehat.
2.3.1 Tujuan Egronomi
Adapun tujuan penerapan ergonomik adalah sebagai berikut :

Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental dengan meniadakan beban kerja


tambahan(fisik dan mental), mencegah penyakit akibat kerja, dan meningkatkan
kepuasan kerja.
Meningkatkan kesejahteraan social dengan jalan meningkatkan kualitas kontak
sesame pekerja, pengorganisasian yang lebih baik dan menghidupkan system
kebersamaan dalam tempat kerja.

Berkontribusi di dalam keseimbangan rasional antara aspek-aspek teknik,


ekonomi, antropologi dan budaya dari sistem manusia-mesin untuk tujuan
meningkatkan efisiensi sistem manusia-mesin.
2.3.2 Manfaat Penerapan Egronomi di Tempat Kerja
Manfaat dari penerapan ergonomik adalah sebagai berikut :
Menurunnya angka kesakitan akibat kerja.
Menurunnya kecelakaan kerja.
Biaya pengobatan dan kompensasi berkurang.
Stress akibat kerja berkurang.
Produktivitas membaik.
Alur kerja bertambah baik.
Rasa aman karena bebas dari gangguan cedera.
Kepuasan kerja meningkat
2.3.3 Ruang Lingkup Egronomi
Ruang lingkup ergonomi sangat luas aspeknya, antara lain
meliputi:
Teknik
Fisik, berkaitan dengan anatomi tubuh manusia, anthropometri, karakteristik
fisiolgi dan biomekanika yang berhubungan dnegan aktifitas fisik. Topik-topik
yang relevan dalam ergonomi fisik antara lain: postur kerja, pemindahan material,
gerakan berulan-ulang, MSD, tata letak tempat kerja, keselamatan dan kesehatan.
Pengalaman psikis
Anatomi, utamanya yang berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot dan
persendian
Sosiologi
Fisiologi, kaitanya dengan temperature tubuh, oxygen up take, dan aktifitas otot
Desain
Ergonomi Kognitif: berkaitan dengan proses mental manusia, termasuk di
dalamnya: persepsi, ingatan, dan reaksi, sebagai akibat dari interaksi manusia
terhadap pemakaian elemen sistem. Topik-topik yang relevan dalam ergonomi
kognitif antara lain: beban kerja, pengambilan keputusan, performance, humancomputer interaction, keandalan manusia, dan stres kerja.
Ergonomi Organisasi, berkaitan dengan optimasi sistem sosioleknik, termasuk
sturktur organisasi, kebijakan dan proses. Topik-topik yang relevan dalam
ergonomi organisasi antara lain: komunikasi, perancangan kerja, perancangan
waktu kerja, timwork, perancangan partisipasi, komunitas ergonomi, kultur

organisasi, organisasi virtual, dll.


Ergonomi Lingkungan, berkaitan dengan pencahayaan, temperatur, kebisingan,
dan getaran. Topik-topik yang relevan dengan ergonomi lingkungan antara lain:
perancangan ruang kerja, sistem akustik,dll.

2.4 Prinsip prinsip Ergonomi


Memahami prinsip ergonomi akan mempermudah evaluasi setiap tugas atau
pekerjaan meskipun ilmu pengetahuan dalam ergonomi terus mengalami
kemajuan dan teknologi yang digunakan dalam pekerjaan tersebut terus berubah.
Prinsip ergonomi adalah pedoman dalam menerapkan ergonomi di tempat kerja,
menurut Baiduri dalam diktat kuliah ergonomi terdapat 12 prinsip ergonomi
yaitu:
a.
Bekerja dalam posisi atau postur normal;
b.
Mengurangi beban berlebihan;
c.
Menempatkan peralatan agar selalu berada dalam jangkauan;
d.
Bekerja sesuai dengan ketinggian dimensi tubuh;
e.
Mengurangi gerakan berulang dan berlebihan;
f.
Minimalisasi gerakan statis;
g.
Minimalisasikan titik beban;
h.
Mencakup jarak ruang;
i.
Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman;
j.
Melakukan gerakan, olah raga, dan peregangan saat bekerja;
k.
Membuat agar display dan contoh mudah dimengerti;
l.
Mengurangi stres.

2.5 Kasus Ergonomi


Terdapat beberapa kasus dalam pelaksanaan ilmu ergonomi. Kasus-kasus
tersebut antara lain:
Dalam pengukuran performansi atlet. Pengukuran jangkauan ruang yang dibutuhkan
saat kerja. Contohnya: jangkauan dari gerakan tangan dan kaki efektif pada saat
bekerja, yang dilakukan dengan berdiri atu duduk.
Pengukuran variabilitas kerja. Contohnya: analisis kinematika dan kemampuan jarijari tangan dari seseorang juru ketik atau operator komputer.

Antropometri
dan
Aplikasinya
dalam
Perancangan
Fasilitas
Kerja
Anthropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan
ergonomis dalam memerlukan interaksi manusia.
Kasus bekerja sambil duduk: Seorang pekerja yang setiap hari menggunakan
komputer dalam bekerja dengan posisi yang tidak nyaman, maka sering kali ia
merasakan keluhan bahwa tubuhnya sering mengalami rasa sakit/nyeri, terutama
pada bagian bahu, pergelangan tangan, dan pinggang.
Kasus manual material handling: Kuli panggul di pasar sering sekali mengalami
penyakit herniadan juga low back pain akibat mengangkut beban di
luar recommended weighting limit (RWL).
Kasus information ergonomic atau kognitive ergonomic: Operator reaktor sulit untuk
membedakan beraneka macam informasi yang disampaikan oleh display terutama
pada saat situasi darurat/emergency. Hal ini disebabkan karena informasi tersebut
sulit dimengerti oleh operator tersebut. Kejadian yang serupa sering juga dialami
oleh pilot, dimana harus menghadapi banyak display pada waktu yang bersamaan.
Kondisi berikut menunjukkan beberapa tanda-tanda suatu sistem kerja yang
tidak ergonomik:

Hasil kerja (kualitas dan kuantitas) yang tidak memuaskan

Sering terjadi kecelakaan kerja atau kejadian yang hampir berupa kecelakaan

Pekerja sering melakukan kesalahan (human error)

Pekerja mengeluhkan adanya nyeri atau sakit pada leher, bahu, punggung, atau
pinggang

Alat kerja atau mesin yang tidak sesuai dengan karakteristik fisik pekerja

Pekerja terlalu cepat lelah dan butuh istirahat yang panjang

Postur kerja yang buruk, misalnya sering membungkuk, menjangkau, atau


jongkok

Lingkungan kerja yang tidak teratur, bising, pengap, atau redup

Pekerja mengeluhkan beban kerja (fisik dan mental) yang berlebihan

Komitmen kerja yang rendah

Rendahnya partisipasi pekerja dalam sistem sumbang saran atau hilangnya sikap
kepedulian terhadap pekerjaan bahkan keapatisan
Dengan ergonomi, sistem-sistem kerja dalam semua lini departemen
dirancang sedemikian rupa memperhatikan variasi pekerja dalam hal
kemampuan dan keterbatasan (fisik, psikis, dan sosio-teknis) dengan pendekatan
human-centered design (HCD). Konsep evaluasi dan perancangan ergonomi
adalah dengan memastikan bahwa tuntutan beban kerja haruslah dibawah
kemampuan rata-rata pekerja (task demand < work capacity). Dengan inilah
diperoleh rancangan sistem kerja yang produktif, aman, sehat, dan juga nyaman
bagi pekerja (Laksmiwaty, 2009).

BAB III
PENUTUP
Simpulan
Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, penulis dapat menarik
simpulan sebagai berikut.

Ergonomi adalah ilmu untuk menggali dan mengaplikasikan informasi-informasi


mengenai perilaku manusia, kemampuan, keterbatasan dan karakteristik manusia
lainnya untuk merancang peralatan, mesin, sistem, pekerjaan dan lingkungan
untuk meningkatkan produktivitas, keselamatan, kenyamanan dan efektifitas
pekerjaan manusia. Pusat dari ergonomi adalah manusia.

Penerapan Ergonomi di tempat kerja bertujuan agar pekerja saat bekerja selalu

dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Untuk dapat
mencapai tujuan tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik
dari semua pihak.

Metode-metode egronomia dalah sebagai berikut: Diagnosis, Treathment, dan


Follow up

Prinsip ergonomi akan mempermudah evaluasi setiap tugas atau pekerjaan

Pelaksaan egronomi yang tidak tepat akan menimbulkan masalah dalam pekerjaan

Saran
Pendekatan disiplin ergonomi diarahkan pada upaya memperbaiki performansi
kerja manusia seperti menambah kecepatan kerja, accuracy, keselamatan kerja
disamping untuk mengurangi energi kerja yang berlebihan serta mengurangi
datangnya kelelahan yang terlalu cepat. Disamping itu disiplin ergonomi
diharapkan mampu memperbaiki pendayagunaan sumber daya manusia serta
meminimalkan kerusakan peralatan yang disebabkan kesalahan manusia (human
errors). Manusia adalah manusia, bukannya mesin. Mesin tidak seharusnya
mengatur manusia, untuk itu bebanilah manusia (operator/pekerja) dengan tugastugas yang manusiawi.
Pendekatan khusus yang ada dalam disiplin Ergonomi ialah aplikasi yang
sistematis dari segala informasi yang relevan yang berkaitan dengan karakteristik
dan perilaku manusia didalam perancangan peralatan, fasilitas dan lingkungan
kerja yang dipakai.
DAFTAR PUSTAKA
Atin. 2015. Masalah ergonomi ditempat kerja. (Online). (http://atinkuliahku.blogspot.co.id/2012/05/makalah-masalah-ergonomi-di-tempat.html?
m=1, diakses tanggal 03 September 2015)
Dias.

2009.
Definisi
dan
ruang
lingkup
ergonomi.
(http://diasrw.blogspot.com/2009/01/difinisi-dan-ruang-lingkup.html,
tanggal 11 September 2015)

Mangapan, Tobi. 2015. Pengenalan Ergonomi dan Faal Kerja. (Online),


(file:///E:/ergonomi/FKM%20UNHAS%202013%28REMPS

(Online).
diakses

%29%20%20makalah%20k3%20ergonomi%20dan%20faal%20kerja.htm,
diakses tanggal 03 September 2015)
Sumamur. 1987. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: CV. Haji
Masagung,.
Sutalaksana.
2010.
Pengertian
ergonomi.
(http://sobatbaru.blogspot.com/2010/03/pengertian-ergonomi.html,
tanggal 11 September 2015)

(Online).
diakses

Tresnaningsih. 2007. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan.


(Online). (www.depkes.go.id, diakses tanggal 11 September 2015)

Anda mungkin juga menyukai