Anda di halaman 1dari 33

BAB 1

PENDAHULUAN
Pada setiap diagnosa kehamilan, seorang ahli kebidanan selalu mendeteksi
letak janin yang meliputi situs, habitus, presentasi, dan stasio atau penurunan.
Situs adalah hubungan antara sumbu panjang ibu dan sumbu panjang janin, terdiri
atas situs membujur yang meliputi letak kepala dan sungsang serta letak
melintang atau letak lintang. Pada letak kepala janin memiliki presentasi yang
bervariasi. Yang membedakan ini adalah hipomoklion dari janin yang dikandung.
Letak kepala terdiri dari letak belakang kepala dengan hipomoklion pada
suboksiput, letak dahi dengan hipomoklion sinus maksilaris, letak puncak dengan
hipomoklion pada glabela, dan letak muka dengan hipomoklion pada os hyoid.
Sedangkan pada letak sungsang dikenal letak bokong murni, letak bokong kaki,
dan letak lutut/ kaki. Hal ini penting untuk mengetahui penanganan apakah yang
akan diberikan, penyulit yang akan dihadapi, dan bagaimana prognosanya
terhadap ibu maupun janin yang dikandungnya.
Secara statistik 95% wanita yang melahirkan secara normal, masa
pemulihannya akan lebih cepat dibandingkan persalinan dengan tindakan khusus.
Dalam beberapa kasus letak sungsang, pada wanita hamil, bersalin, maupun nifas
dapat dilakukan pelahiran secara spontan ataupun bisa dengan tindakan khusus/
tindakan operatif.

Tindakan operatif ini dapat berlangsung secara vaginam

maupun abdominam.
Tindakan operatif pervaginam :
1. Persalinan spontan
2. Manual aid
3. Ekstraksi sungsang
Tindakan perabdominal:
1. Operasi sesarea

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
I. LETAK SUNGSANG
A. Definisi
Disebut letak sungsang jika presentasi janin adalah bokong (breech
presentation). Presentasi bokong terjadi ketika bokong janin lebih dulu memasuki
rongga panggul. Istilah breech (bokong) berasal dari kata britches, yang
menggambarkan kain untuk menutupi selangkangan dan paha. Presentasi bokong
umumnya diketahui sebelum aterm. Namun, yang paling sering terjadi, sebelum
persalinan dimulai, bayi seringkali berputar spontan sehingga menjadi presentasi
kepala. Oleh karena itu, presentasi bokong hanya terjadi pada sekitar 3 sampai 4
persen kelahiran bayi tunggal (Cunningham, 2010).

Gambar 2.1 Letak Sungsang Janin


B. Faktor Resiko
Menjelang kehamilan aterm, kavum uteri telah mempersiapkan janin pada
letak longitudinal dengan presentasi belakang kepala. Faktor-faktor predisposisi
untuk presentasi bokong di luar usia gestasi adalah relaksasi uterus yang
disebabkan oleh multiparitas, janin multipel, hidramnion, oligohidramnion,
hidrosefalus, anensefalus, riwayat presentasi bokong, anomali uterus, dan
berbagai tumor dalam panggul. Frekuensi presentasi bokong juga meningkat pada
kasus plasenta previa, meskipun hanya sedikit kasus presentasi bokong yang

berhubungan dengan plasenta previa. Tidak terdapat korelasi yang kuat antara
presentasi bokong dengan panggul sempit (Cunningham, 2010).
Janin yang hidup tidak menjamin terjadinya perubahan presentasi secara
spontan. Sebagai contoh, pada penelitian di Polandia, seorang wanita dirawat di
rumah sakit Parkland dengan kehamilan aterm dan janin yang diketahui telah mati
berdasarkan pemeriksaan USG saat itu. Pada waktu pertama kali dilakukan
induksi dengan oksitosin, presentasinya adalah presentasi kepala. Tiga hari
berikutnya, pada waktu dilakukan percobaan induksi persalinan yang kedua,
presentasi janin berubah menjadi presentasi bokong. Tiga hari berikutnya, ketika
dilakukan induksi yang ketiga dan berhasil, ternyata janin sudah berada pada
presentasi kepala lagi (Cunningham, 2010).
C. Jenis-Jenis Letak Sungsang
Jenis-jenis letak sungsang diklasifikasikan berdasarakan posisi bokong dan
kaki janin.
1. Letak bokong murni (Frank Breech)
Bokong bagian terendah, kedua kaki lurus keatas.
2. Letak bokong kaki (Complete Breech)
Selain bokong, teraba satu atau dua kaki setinggi bokong.
3. Incomplete Breech
Letak lutut : teraba satu atau dua lutut.
Letak kaki : teraba satu atau dua kaki (Angsar, 2009).

Gambar 2.2 Jenis-jenis Letak Sungsang


3

D. Diagnosis
1. Pemeriksaan Abdominal
Pada pemeriksaan abdomen, pada pemeriksaan leopold didapatkan:
Leopold I : bagian janin keras, berbatas tegas, bulat, dapat diraba dengan
ballotement sudah menempati fundus uteri.
Leopold II : menunjukkan punggung sudah berada pada satu sisi abdomen
dan bagian-bagian kecil (ekstremitas) berada pada sisi lain.
Leopold III : bila engagement belum terjadi (diameter intertrokanterika
panggul janin belum lewat pintu atas panggul), bokong janin masih dapat
digerakkan di atas pintu atas panggul dengan perabaan bagian janin yang
lunak, berbatas tidak tegas, dan berbentuk tidak beraturan.
Leopold IV menunjukkan posisi bokong yang berada di bawah simfisis.
Suara jantung janin biasanya terdengar paling keras di daerah sedikit di
atas umbilikus, sedangkan bila telah engagement kepala janin, suara
jantung terdengar paling jelas di bawah umbilikus (Angsar, 2009).
2. Pemeriksaan Dalam (Vaginal toucher)
Dengan pemeriksaan vaginal toucher, dapat diketahui presentasi janin.
Presentasi bokong murni (Frank breech) biasanya lebih sering ditemukan pada
prImigravida, dimana kedua tuberositas ischiadica, sakrum, maupun anus
biasanya teraba. Kedua kaki janin ke atas tidak menutupi bagian tersebut dan
setelah terjadi penurunan lebih lanjut, genitalia eksterna dapat dikenali terutama
pada partus lama, bokong dapat sangat membengkak sehingga sulit membedakan
muka dan bokong. Anus bisa disangka mulut dan tuberositas ischiadica dapat
disangka tulang pipi. Dengan pemeriksaan cermat, kesalahan tersebut bisa
dihindari karena jari tangan pemeriksa akan menghadapi tahanan otot pada anus
sedangkan pada rahang teraba lebih keras. Selanjutnya, ketika jari tangan
dikeluarkan dari anus kadang-kadang jari tersebut berlumuran mekoneum. Mulut
dan kedua tonjolan tulang pipi akan membentuk bangunan segitiga sedangkan
tuberositas ischiadica dan anus akan membentuk satu garis lurus akan tetapi
petunjuk yang lebih tepat bisa diperoleh berdasarkan lokasi sakrum dan prosesus

spinosus yang dapat menegakkan diagnosis tentang posisi dan macamnya


(Cunningham 2010; Nabhan AF, 2011).
Pada presentasi bokong sempurna (Complete breech), yang banyak
ditemukan pada multigravida, kaki dapat diraba di sebelah bokong, sedangkan
pada presentasi bokong tak sempurna (incomplete breech), letak satu kaki atau
kedua kaki lebih rendah daripada bokong. Pada presentasi bokong tak sempurna,
kaki kanan arau kiri dapat ditentukan berdasarkan hubungannya dengan ibu jari
kaki. Ketika bokong turun jauh dalam rongga panggul, genitalia dapat diraba
(Cunningham, 2010; Nabhan AF, 2011).
Pemeriksaan dalam juga berguna untuk menilai kemajuan persalinan,
seperti pola dilatasi serviks maupun penurunan janin. Selain itu dengan
pemeriksaan ini juga dapat mengeksklusi adanya prolaps tali pusat (Cunningham,
2010).
3. Teknik Pencitraan
Pada wanita yang dicurigai letak sungsang, pemeriksaan USG awal
sebaiknya dilakukan untuk memastikan presentasi bokong, memperkirakan berat
badan janin dan bila mungkin untuk mengidentifikasi adanya anomali janin,
placenta previa, ataupun kehamilan ganda (Cunningham FG, et al, 2010; Nabhan
AF, 2011). Letak sungsang memiliki kemungkinan lebih besar terhadap kelainan
letak plasenta (Kotaska, 2009).
E. Penyulit Pada Letak Sungsang
Dibandingkan dengan bayi dengan presentasi letak kepala, bayi letak
sungsang mempunyai resiko yang lebih tinggi apabila dilahirkan pervaginam, oleh
karena resiko asfiksia, terlilitnya tali pusat, dan trauma pada saat melahirkan bahu
dan kepala (Kotaska, 2009).
Pelahiran bokong akan menarik umbilikus dan tali pusat masuk ke dalam
panggul, yang berarti akan menekan tali pusat. Oleh karenanya, begitu bokong
melewati introitus vagina, perut, dada, lengan, dan kepala harus segera dilahirkan.
Pada situasi yang tidak menguntungkan ini, alternatif yang ada pada pelahiran
pervaginam tidak memuaskan:
5

1. Pelahiran dapat tertunda beberapa menit sementara after coming head


menyesuaikan dengan panggul ibu, ini menyebabkan hipoksia dan asidosis akan
bertambah berat.
2. Pelahiran dapat dipacu tetapi ini akan menyebabkan trauma akibat kompresi,
traksi atau keduanya.
Ada dua keadaan yang menjadi predesposisi kelahiran melalui pervaginam
menjadi sulit :
1. Panggul ibu yang kurang memadai
Karena tidak ada waktu untuk mengadakan moulage pada after coming
head, panggul sempit sedang yang sebelumnya tidak menimbulkan masalah pada
pelahiran janin presentasi kepala berukuran normal ternyata merupakan keadaan
yang berbahaya bagi bayi dengan presentasi bokong. Panggul ginekoid (bulat) dan
antropoid (lonjong) adalah bentuk panggul yang memadai, sedangkan panggul
platipekoid (mendatar anteroposterior) dan android (bentuk jantung) adalah
bentuk panggul yang kurang memadai (Cunningham, 2010).
2. Hiperekstensi janin
Pada sekitar 5 persen atau kurang kasus presentasi bokong aterm, kepala
janin dapat berada dalam posisi hiperekstensi yang ekstrem. Pada hiperekstensi
ini, pelahiran pervaginam akan menyebabkan kerusakan medula spinalis
servikalis. Pada umumnya, hiperekstensi nyata yang baru diketahui setelah
persalinan dimulai merupakan indikasi seksio caesarea (Cunningham, 2010).
Keuntungan persalinan secara seksio caesaria lebih berdampak pada ibu
primigravida. Pada primigravida resiko kematian persalinan spontan pada letak
sungsang lebih tinggi sebanyak 5,7 kali lebih tinggi dari pada persalinan seksio.
Pada multipara persalinan spontan letak sungsang hanya beresiko 2,2 kali lebih
tinggi dari pada persalinan seksio. Sedangkan pada grande multipara, di temukan
tidak ada perbedaan antara keduanya yang berarti (Judith et al, 1986).
F. Komplikasi
Pada presentasi bokong, peningkatan frekuensi komplikasi berikut ini
dapat diperkirakan :
1. Morbiditas dan mortalitas perinatal akibat pelahiran yang sulit.
6

2. Berat lahir rendah pada pelahiran preterm, pertumbuhan terhambat, atau


keduanya.
3. Prolaps tali pusat.
4. Plasenta previa.
5. Anomali janin, neonatus dan bayi.
6. Anomali dan tumor uterus.
7. Janin multipel.
8. Interverensi operatif, terutama seksio sesaria (Angsar, 2009).
G. Prognosa
Baik ibu maupun janin akan menghadapi resiko yang lebih besar pada
presentasi bokong daripada presentasi kepala meski tidak sama derajatnya. Pada
sebuah analisis terhadap 57.819 kehamilan di Belanda, Schutte dkk. (1985)
melaporkan bahwa mortalitas perinatal lebih tinggi pada bayi dengan presentasi
bokong. Peneliti menyimpulkan bahwa presentasi bokong tidak terjadi secara
kebetulan, melainkan merupakan konsekuensi kualitas janin yang jelek. Krebs
dkk. (1999) melaporkan bahwa cerebral palsy pada janin dengan presentasi
bokong tidak terkait dengan metode pelahiran. Sehingga tampaknya intervensi
medis tidak mungkin mengurangi mortalitas perinatal yang menyertai presentasi
bokong. Kemungkinan ini telah diduga sebelumnya oleh Hytten (1982) serta oleh
Susuki dan Yamamuro (1985). Konsep ini diperkuat lagi dengan laporan dari
Nelson dan Ellenberg (1986) yang mengamati bahwa sepertiga anak dengan
cerebral palsy yang dilahirkan dengan presentasi bokong ternyata mengalami
malformasi nonserebral penting (Cunningham, 2010).
II. VERSI
A. Definisi
Versi merupakan tindakan untuk mengubah presentasi janin secara
artifisial, baik melalui penggantian salah satu kutub janin dengan yang lainnya
pada presentasi longitudinal, atau mengkonversi letak oblik atau letak lintang
menjadi presentasi longitudinal. Versi ini tergantung apakah kepala atau bokong
yang akan dijadikan presentasi karena dapat dilakukan versi sefalik (kepala) atau
7

podalik (kaki). Pada versi luar (eksternal), manipulasi dilakukan sepenuhnya


melalui dinding abdomen; sementara pada versi dalam (internal), seluruh tangan
penolong dimasukkan ke dalam kavum uteri (Angsar, 2009).
B. Klasifikasi
1. Berdasar arah pemutaran:
a. Versi sefalik, yaitu : bagian terendah diubah menjadi letak kepala.
b. Versi podalik, yaitu : bagian terendah diubah menjadi letak bokong.
2. Berdasar cara pemutaran:
a. Versi luar (versi eksternal)
- Versi sefalik
- Versi podalik
b. Versi dalam (versi internal)
c. Versi kombinasi : suatu versi yang dilakukan dengan tangan penolong
satu berada di dalam kavum uterus sedang tangan yang lain di dinding
perut ibu (Angsar, 2009; Cunningham, 2010).
C. Indikasi
1. Versi sefalik
a. Letak lintang
b. Letak sungsang
2. Versi podalik
a. Letak lintang
b. Presentasi kepala dengan tali pusat terkemuka
c. Presentasi kepala dengan tangan terkemuka
d. Presentasi dahi (Angsar, 2009).
D. Kontraindikasi
1. Perdarahan antepartum
Bila pada perdarahan anterpartum (plasenta previa atau plasenta letak
rendah), dilakukan pemutaran janin, ditakutkan plasenta akan terlepas dari
insersinya sehingga perdarahan bertambah banyak.
2. Hipertensi
Pada wanita hamil dengan hipertensi pada umumnya sudah terjadi
perubahan-perubahan pada pembuluh darah arteriole di plasenta. Bila
dilakukan manipulasi dari luar kemungkinan akan mengenai plasenta,
sehingga pembuluh darah tersebut akan pecah dan dapat terjadi solusio
plasenta.
3. Cacat Rahim

Jaringan parut akibat pembedahan pada dinding rahim merupakan tempat


dengan tahanan yang lemah, sehingga bila dilakukan manipulasi dari luar
ditakutkan terjadi ruptura uteri.
4. Kehamilan ganda
Bila dilakukan versi luar pada kehamilan ganda, maka pada waktu bahu
janin diputar, janin yang lain dapat ikut terputar.
5. Primigravida tua
Bila dijumpai kelainan letak pada primigravida tua, janin harus dilahirkan
perabdominam.
6. Insufisiensi plasenta
Menggambarkan adanya gawat janin sehingga perlu dilahirkan segera.
7. Extended legs (relatif) (Angsar, 2009).
D. Versi Sefalik Eksternal
Masalah yang terus menetap hingga kini bukan apakah versi kepala
eksternal dapat dilakukan dan dengan teknik apa, melainkan apakah prosedur
tersebut memang diperlukan, aman, dan murah. Versi luar telah lama dikenal oleh
para pendahulu di bidang kebidanan, dan selama dua dekade belakangan minat
terhadap hal ini diperbaharui dengan tersedianya USG, pemantau janin elektronik
dan zat tokolitik yang efektif (Cunningham, 2010).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rajasekaran Anandradjan
Soundaraghavan (2013) versi sefalik eksternal memiliki angka keberhasilan 19
persen pada primigravida, dan 29 persen pada multigravida. Pada penelitian, 54
persen kasus memiliki plasenta anterior, menurut Schoret all, letak plasenta
anterior tidak mempengaruhi tingkat kesuksesan, hal ini kontras dengan penelitian
oleh Brocks et al yang menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara letak
plasenta anterior dengan kegagalan versi sefalik eksternal yaitu sebesar 59 persen.
Pada penelitian, pasien tidak diberikan tokolisis, menurut Van Dorsten et all dan
Morison et all, penggunaan tokolisis meningkatkan tingkat kesuksesan sebesar 68
persen. Schorr et all dan Carlan et all menyatakan tingkat kesuksesan epidural
anesthesia sebesar 51 dan 59 persen dengan 2 persen terbutalin sebagai tokolisis.
Versi sefalik eksternal memiliki tingkat kesuksesan yang lebih tinggi pada
multigravida dan tidak memiliki efek yang tidak diinginkan terhadap maternal dan
perinatal (http://www.scopmed.org/fulltextpdf.php?mno=44988).

Gambar 2.3 Versi Sefalik Luar


1. Indikasi
Jika didapati presentasi bokong atau bahu (letak lintang) didiagnosis pada
minggu-minggu terakhir kehamilan. Konversi menjadi presentasi verteks dapat
dicoba dengan versi luar asalkan tidak terdapat disproporsi nyata antara besar
janin dan ukuran panggul, juga terdapat plasenta previa (Angsar, 2009).
2. Faktor-faktor yang berkaitan dengan keberhasilan versi kepala eksternal
Faktor yang paling konsisten dihubungkan dengan keberhasilan versi
sefalik luar adalah paritas. Penelitian Hellstrom dkk pada tahun 1990 hanya
berhasil mengidentifikasi 3 diantara 16 variabel yang dihubungkan dengan versi
luar yang berhasil. Faktor terpenting adalah paritas, kemudian presentasi janin,
lalu banyaknya cairan amnion. Versi lebih berhasil pada wanita para dengan janin
yang belum cakap (unengaged) yang diliputi cairan amnion dalam jumlah normal.
Lau dakk. (1997) juga mengidentifikasi 3 diantara 19 variabel yang diteliti untuk
memperkirakan versi yang akan gagal. Variabel tersebut adalah bagian terbawah
janin yang telah cakap (engaged), kesulitan mempalpasi kepala janin, dan uterus
yang tegang pada perabaan. Bila ketiga faktor ini ada, versi luar tidak akan
berhasil. Bila hanya terdapat dua, keberhasilannya kurang dari 20 persen. Bila
tidak ada ketiga faktor, angka keberhasilan mencapai 94 persen.
10

Usia gestasi juga penting karena semakin dini versi luar dilakukan,
semakin besar peluang kesuksesannya. Sebaliknya, semakin jauh dari aterm
dilakukannya versi eksternal, semakin tinggi angka pembalikan spontannya. Pihak
lain melaporkan bahwa, meski kontroversial, penentu kegagalan versi diantaranya
adalah berkurangnya volume cairan amnion, berat badan ibu berlebih, lokasi
plasenta di anterior, dilatasi serviks, penurunan bokong ke rongga panggul, serta
posisi tulang belakang janin di anterior atau posteror.
Johnson dan Elliot (1995) menggunakan stimulasi akustik janin untuk
mengagetkan janin dengan presentasi bokong agar memutar tulang belakangnya
ke lateral demi tercapainya keberhasilan versi eksternal. Benifla dkk (1994)
melakukan amnioinfusi transabdominal untuk memfasilitasi berhasilnya versi
eksternal pada enam wanita yang sebelumnya mengalami kegagalan versi.
Menurut Fortunato dkk (1988), versi luar menggunakan tokolisis cenderung lebih
sukses karena :
1. Bagian terbawah janin belum turun ke rongga panggul
2. Terdapat cairan amnion dalam jumlah normal
3. Punggung janin tidak terletak di posterior
4. Wanita yang bersangkutan tidak obesitas
(Cunningham, 2010).
3. Syarat
Syarat-syarat dilakukannya versi luar adalah sebagai berikut :
1. Bagian terendah janin masih dapat didorong ke atas keluar pintu atas
panggul (PAP).
2. Dinding perut ibu harus cukup tipis (ibu tidak gemuk) dan rileks, agar
3.
4.
5.
6.

penolong dapat memegang bagian-bagian janin.


Janin harus dapat lahir pervaginam.
Selaput ketuban harus masih utuh.
Pada ibu yang inpartu pembukaan serviks kurang dari 4 cm.
Saat mengerjakan versi luar dalam kehamilan (sebelum inpartu) :
- Pada primigravida umur kehamilan 34-36 minggu
- Multigravida dapat pada umur kehamilan lebih dari 38 minggu
(Angsar, 2009).

4. Teknik
Versi luar yang dilakukan untuk mengubah bagian terendah janin dari satu
kutub ke kutub yang berlawanan (letak sungsang diubah menjadi letak kepala),
terdiri dari 4 tahap yaitu:
11

Tahap mobilisasi

: mengeluarkan bagian terendah dari pintu atas

panggul.
Tahap eksenterasi

: membawa bagian terendah ke fosa iliaka agar

radius rotasi lebih pendek.


Tahap rotasi
: memutar bagian terendah janin ke kutub yang
dikehendaki.
Tahap fiksasi

: memfiksasi badan janin agar tidak memutar

kembali.
Tahap mobilisasi dan eksenterasi
1. Ibu tidur terlentang dengan posisi Trendelenburg dan tungkai fleksi pada
sendi paha dan lutut. Kandung kemih sebaiknya kosong.
2. Perut ibu diberi talk dan tidak perlu diberi narcosis. Penolong berdiri di
samping kiri ibu menghadap ke arah kaki ibu. Mobilisasi terendah janin
dilakukan dengan meletakkan kedua telapak tangan penolong pada pintu
atas panggul dan mengangkat bagian terendah janin keluar dari pingu atas
panggul. Setelah itu dilakukan eksenterasi, yaitu membawabagian terendah
janin ke tepi panggul (fosa iliaka) agar radius pemutaran lebih pendek
(Angsar, 2009).

Gambar 2.4 Tahap Eksenterasi


Tahap rotasi
1. Pada waktu hendak melakukan rotasi, penolong mengubah posisi
berdirinya yaitu menghadap ke muka ibu. Satu tangan penolong
12

memegang bagian terendah, satu tangan memegang bagian atas dan


dengan gerakan yang bersamaan dilakukan pemutaran, sehingga janin
berada dalam presentasi yang dikehendaki.
2. Pemutaran dilakukan ke arah:
a. Yang paling rendah tahanannya (ke arah perut ibu) atau
b. Presentasi yang paling dekat
3. Setelah tahap rotasi selesai, penolong mendengarkan denyut jantung janin
dan denyut jantung janin diobservasi selama 5-10 menit.
4. Bila dalam observasi tersebut terjadi gawat janin, maka janin harus segera
diputar kembali ke presentasi semula. Bila pada pemutaran dijumpai
tahanan, perlu dikontrol denyut jantung janin. Bila terdapat tanda-tanda
denyut jantung janin tidak teratur dan meningkat, janganlah pemutaran
dilangsungkan (Angsar, 2009).

Gambar 2.5 Tahap Rotasi


Tahap fiksasi
Bila rotasi sudah dikerjakan, dan penilaian denyut jantung janin baik maka
dapat dilanjutkan dengan fiksasi janin. Fiksasi dapat dilakukan dengan memakai
gurita. Ibu diminta tetap memakai gurita, setiap hari sampai saat pemeriksaan 1
minggu kemudian (Angsar, 2009).

13

Gambar 2.6 Tahap Fiksasi

5. Penyulit
Resiko versi luar diantaranya adalah solusio plasenta, ruptur uteri, emboli
cairan amnion, pendarahan fetomaternal, isoimunisasi, persalinan preterm, gawat
janin, dan kematian janin. Penyulit tidak fatal yang dilaporkan diantaranya adalah
deselerasi frekuensi denyut jantung janin pada hampir pada 40 persen janin dan
pendarahan fetomaternal pada 4 persen janin. Cedera pleksus brachialis pada janin
setelah versi luar yang berhasil juga memiliki angka kejadian yang tinggi. Karena
kekhawatiran akan ruptur uteri, wanita yang memiliki riwayat seksio caesaria
pada masa lalu, sebelumnya akan disingkirkan dari sebagian besar protokol versi
sefalik luar (Cunningham, 2010).
III. PERSALINAN SUNGSANG
Ada perbedaan mendasar antara proses persalinan presentasi kepala dan
presentasi bokong. Pada presentasi kepala , setelah kepala dilahirkan, biasanya
dengan sendirinya akan diikuti seluruh badan tanpa kesulitan. Sedangkan pada
presentasi bokong, secara berturut-turut bagian-bagian bayi yang semakin besar
dan semakin padat akan dilahirkan. Pengeluaran bayi utuh secara spontan pada
presentasi bokong jarang berhasil dilaksanakan. Biasanya, baik pelahiran dengan

14

seksio sesarea maupun pelahiran pervaginam menuntut ketrampilan dokter ahli


kebidanan agar tercapai hasil akhir yang baik (Angsar, 2009; Cunningham, 2010).
A. Jenis Pimpinan Persalinan Sungsang
1. Persalinan Pervaginam
Berdasarkan tenaga yang dipakai untuk melahirkan janin, dibagi menjadi 3
:
a. Persalinan spontan (spontaneous breech)
Janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu sendiri.
b. Manual aid (partial breech extraction)
Janin dilahirkan sebagian dengan tenaga dan kekuatan ibu dan
sebagian lagi dengan tenaga penolong.
c. Ekstrasi sungsang (total breech extraction)
Janin dilahirkan seluruhnya dengan memakai tenaga penolong.
2. Persalinan per abdominam (Sectio Caesaria)
(Angsar, 2009)
B. Prosedur Pertolongan Persalinan Spontan (Spontaneous Breech)
a. Tahapan :
1.

Tahap Pertama: fase lambat, yaitu mulai lahirnya bokong sampai

pusar.
2.

Tahap Kedua: fase cepat, yaitu mulai dari lahirnya pusar sampai

mulut.
3. Tahap Ketiga: fase lambat, yaitu mulai lahirnya mulut sampai seluruh
kepala lahir.
b. Cardinal movement
Bokong akan memasuki panggul (engagement dan descencus) dengan
diameter bitrokanter dalam posisi oblik. Pinggul janin bagian depan (anterior)
mengalami penurunan lebih cepat dibandingkan pinggul belakangnya (posterior).
Dengan demikian, pinggul depan akan mencapai pintu tengah panggul terlebih
dahulu. Kombinasi antara tahanan dinding panggul dan kekuatan yang mendorong
ke bawah (kaudal) akan menghasilkan putaran paksi dalam yang membawa
sakrum ke arah tranversal (jam 3 atau 9), sehingga posisi diameter bitrokanter di
pintu bawah panggul menjadi anteroposterior.
Penurunan bokong berlangsung terus setelah terjadinya putaran paksi
dalam. Perineum akan meregang, vulva membuka, dan pinggul depan akan lahir
terlebih dahulu. Pada saat itu, tubuh janin mengalami putaran paksi dalam dan
penurunan, sehingga mendorong pinggul bawah menekan perineum. Dengan
15

demikian, lahirlah bokong dengan posisi diameter bitrokanter anteroposterior,


diikuti putaran paksi luar. Putaran paksi luar akan membuat posisi diameter
bitrokanter dari anteroposterior menjadi transversal. Kelahiran bagian tubuh lain
akan terjadi kemudian baik secara spontan maupun dengan bantuan (Angsar,
2009).
c. Teknik kelahiran sungsang persalinan spontan
1.

Sebelum melakukan pimpinan persalinan penolong harus memperhatikan


sekali lagi persiapan untuk ibu, janin, maupun penolong. Pada persiapan

2.

kelahiran janin harus selalu disediakan cunam Piper.


Ibu tidur dalam posisi litotomi, sedang penolong berdiri di depan vulva.
Ketika timbul his, ibu disuruh mengejan dengan merangkul kedua pangkal
paha. Pada waktu bokong mulai membuka vulva (crowning) disuntikkan
2-5 unit oksitosin intra muskulus. Pemberian oksitosin ini adalah untuk
merangsang kontraksi rahim sehingga fase cepat dapat diselesaikan dalam

3.

2 his berikutnya.
Episiotomi dikerjakan pada saat bokong membuka vulva. Segera setelah
bokong lahir, bokong dicengkam secara Brahct, yaitu kedua ibu jari
penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan jari-jari lain memegang

4.

panggul.
Pada setiap his ibu disuruh mengejan. Pada waktu tali pusat lahir dan

5.

tampak sangat teregang, tali pusat dikendorkan lebih dahulu.


Kemudian penolong melakukan hiperlordosis pada badan janin guna
mengikuti rotasi anterior, yaitu punggung janin didekatkan perut ibu.
Penolong hanya mengikuti gerakan ini tanpa melakukan tarikan, sehingga
gerakan tersebut hanya disesuaikan dengan gaya berat badan janin.
Bersamaan dengan dimulainya gerakan hiperlordosis ini, seorang asisten
melakukan ekspresi Kristeller pada fundus uteri, sesuai dengan sumbu
panggul. Maksud ekspresi Kristeller ini adalah:
Agar tenaga mengejan lebih kuat, sehingga fase cepat dapat segera

6.

diselesaikan (berakhir).
Menjaga agar kepala janin tetap dalam posisi fleksi
Menghindari terjadinya ruang kosong antara fundus uteri dan

kepala janin, sehingga tidak terjadi lengan menjungkir.


Dengan gerakan hiperlordosis ini berturut-turut lahir pusar, perut, bahu,
lengan, dagu, mulut dan akhirnya seluruh kepala.
16

7.

Janin yang baru dilahirkan diletakkan di perut ibu. Seorang asisten segera
menghisap lendir dan bersamaan itu penolong memotong tali pusat
(Angsar, 2009).

Gambar 2.7 Cara Bracht


d. Keuntungan

Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir, sehingga mengurangi


bahaya infeksi.

Cara ini adalah cara yang paling mendekati persalinan fisiologik, sehingga
mengurangi trauma pada janin (Angsar, 2009).

e. Kerugian

5-10% persalinan secara Brahct mengalami kegagalan, sehingga tidak


semua persalinan letak sungsang dapat dipimpin dengan cara Brahct.

Persalinan secara Brahct mengalami kegagalan terutama dalam keadaan


panggul sempit, janin besar, jalan lahir kaku misalnya pada primigravida,
adanya lengan menjungkit atau menunjuk (Angsar, 2009).

C. Prosedur Manual Aid (Partial Breech Extraction)


a. Indikasi
1.

Persalian secara Brahct mengalami kegagalan, misalnya terjadi


kemacetan baik pada waktu melahirkan bahu atau kepala.

2.

Di negara Amerika, sebagian besar ahli kebidanan cenderung untuk


melahirkan letak sungsang secara manual aid, karena mereka
17

menganggap bahwa sejak pusar lahir adalah fase yang sangat


berbahaya bagi janin, karena pada saat itulah kepala masuk ke dalam
PAP, dan kemungkinan besar tali pusat terjepit di antara kepala janin
dan PAP (Angsar, 2009).
b. Tahapan
1. Tahap pertama, lahirnya bokong sampai pusar dilahirkan dengan
kekuatan tenaga ibu sendiri.
2. Tahap kedua, lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong.
Cara untuk melahirkan bahu dan lengan ialah secara:
a. Klasik (Deventer)
b. Mueller
c. Lovset
d. Bickenbach
3. Tahap ketiga, lahirnya kepala. Dapat dilahirkan dengan cara:
a. Mauriceau (Veit-Smellie)
b. Najouks
c. Wigand Martin-Winckel
d. Prague terbalik
e. Cunam Piper
c. Teknik Pelahiran
Tahap Pertama: dilakukan persalinan secara Brahct sampai pusar lahir
Tahap Kedua : melahirkan bahu dan lengan oleh penolong

Cara Klasik
1. Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara klasik ini ialah
melahirkan lengan belakang lebih dahulu, karena lengan belakang
berada di ruangan yang lebih luas (sakrum), baru kemudian
melahirkan lengan depan yang berada di bawah simfisis. Tetapi bila
lengan depan sukar dilahirkan, maka lengan depan diputar menjadi
lengan belakang, yaitu dengan memutar gelang bahu ke arah
belakang dan baru kemudian lengan belakang ini dilahirkan.
2. Kedua kaki janin dipegang dengan tangan kanan penolong pada
pergelangan kakinya dan dielevasi ke atas sejauh mungkin,
sehingga perut janin mendekati perut ibu.
3. Bersamaan dengan itu tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam
jalan lahir dan dengan jari tengah dan telunjuk menelusuri bahu
janin sampai fosa kubiti kemudian lengan bawah dilahirkan dengan
gerakan seolah-oleh lengan bawah mengusap muka janin.
18

4. Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan kaki


janin diganti dengan tangan kanan penolong dan ditarik curam ke
bawah sehingga punggung janin mendekati punggung ibu.
5. Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan
6. Bila lengan depan sukar dilahirkan, maka harus diputar menjadi
lengan belakang. Gelang bahu dan lengan yang sudah lahir
dicengkeram dengan kedua tangan penolong sedemikian rupa
sehingga kedua ibu jari tangan penolong terletak di punggung dan
sejajar sumbu badan janin sedang jari-jari lain mencengkam dada.
Putaran diarahkan ke perut dan dada janin, sehingga lengan depan
terletak di belakang, kemudian lengan belakang ini dilahirkan
dengan teknik tersebut di atas.
7. Deventer melakukan cara klasik ini dengan tidak mengubah lengan
depan menjadi lengan belakang. Cara ini lazim disebut Deventer.
Keuntungan cara klasik ialah pada umumnya dapat dilakukan pada
semua persalinan letak sungsang, tetapi kerugiannya ialah lengan
janin masih relatif tinggi di dalam panggul, sehingga jari penolong
harus masuk ke dalam jalan lahir yang dapat menimbulkan infeksi
(Angsar, 2009).

Gambar 2.8 Teknik pelahiran cara klasik

19

Cara Mueller
1. Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara Mueller ialah
melahirkan bahu dan lengan depan lebih dahulu dengan ekstraksi,
baru kemudian melahirkan bahu dan lengan belakang.
2. Bokong janin dipegang secara femuro-pelviks (duimbekken greep)
yaitu kedua ibu jari penolong diletakkan sejajar spina sakralis
media dan jari telunjuk pada krista iliaka dan jari-jari lain
mencengkam paha bagian depan. Dengan pegangan ini badan janin
ditarik curam ke bawah sejauh mungkin sampai bahu depan tampak
di bawah simfisis, dan lengan depan dilahirkan dengan mengait
lengan bawahnya.
3. Setelah bahu depan dan lengan depan lahir, maka badan janin yang
masih dipegang secara femuro-pelviks ditarik ke atas, sampai bahu
belakang lahir. Bila bahu belakang tidak lahir dengan sendirinya,
maka lengan belakang dilahirkan dengan mengait lengan bawah
dengan kedua jari penolong. Keuntungan dengan teknik Mueller
ini ialah tangan penolong tidak masuk jauh ke dalam jalan lahir,
sehingga bahaya infeksi minimal (Angsar, 2009).

20

Gambar 2.9 Teknik pelahiran cara Mueller

Cara Lovset
1. Prinsip persalinan secara Lovset ialah memutar badan janin dalam
setengah lingkaran bolak-balik sambil dilakukan traksi curam ke
bawah sehingga bahu yang sebelumnya berada di belakang
akhirnya lahir di bawah simfisis. Hal ini berdasarkan kenyataan
bahwa adanya iklinasi antara pintu atas panggul dengan sumbu
panggul dan bentuk lengkungan panggul yang mempunyai
lengkungan depan lebih pendek dari lengkuungan di belakang,
sehingga setiap saat bahu belakang selalu dalam posisi lebih rendah
2.

dari bahu depan.


Badan janin dipegang secara femuro-pelviks dan sambil dilakukan
traksi curam ke bawah badan janin diputar setengah lingkaran,
sehingga bahu belakang menjadi bahu depan. Kemudian sambil
dilakukan traksi, badan janin diputar kembali ke arah yang
berlawanan setengah lingkaran, demikian seterusnya bolak-balik,
sehingga bahu belakang tampak di bawah simfisis dan lengan dapat

3.

dilahirkan.
Bila lengan janin tidak dapat lahir dengan sendirinya, maka lengan
janin ini dapat dilahirkan dengan mengait lengan bawah dengan jari
penolong (Angsar, 2009).

21

Gambar 2.10 Teknik pelahiran cara Lovset


Keuntungan
a. Teknik sederhana dan jarang gagal
b. Dapat dilakukan pada segala macam letak sungsang tanpa
memperhatikan posisi lengan.
c. Tangan penolong tidak masuk ke dalam lahir, sehingga bahaya
infeksi minimal
Penggunaan cara lovset ini dalam memimpin persalian sungsang
dengan penyulit :
a. Primigravida
b. Janin yang besar
c. Panggul yang relatif sempit

Cara Bickenbachs
Prinsip persalinan secara Bickenbachs ialah merupakan kombinasi
antara cara Mueller dengan cara Klasik. Teknik ini hampir sama dengan
cara Klasik
Melahirkan lengan menunjuk (nuchal arm)
1. Yang dimaksud lengan menunjuk ialah bila salah satu lengan janin
melingkar di belakang leher dan menunjuk ke suatu arah. Berhubung
dengan posisi lengan semacam ini tidak mungkin dilahirkan karena
tersangkut di belakang leher, maka lengan tersebut harus dapat
diubah sedemikian rupa, sehingga terletak di depan dada.
2. Bila lengan belakang yang menunjuk, maka badan atas janin
dicengkam dengan kedua tangan penolong, sehingga kedua ibu jari
22

diletakkan pada punggung janin sejajar sumbu panjang badan.


Sedangkan jari-jari lain mencengkam dada. Badan anak diputar
searah dengan arah lengan menunjuk ke arah belakang (sakrum),
sehingga lengan tersebut terletak di depan dada dan menjadi lengan
belakang. Kemudian lengan ini dilahirkan dengan cara klasik
3. Bila lengan depan yang menunjuk, maka dilahirkan dengan cara
yang sama, hanya cara memegang badan atas dibalik, yaitu ibu jari
diletakkan di dada dan jari lain mencengkam punggung.

Gambar 2.11 Nuchal Arm pada pelahiran teknik Bickenbachs


Melahirkan lengan menjungkit
Yang dimaksud lengan menjungkit ialah bila lengan dalam posisi lurus ke
atas di samping kepala. Cara terbaik untuk melahirkan lengan menjungkit
ialah dengan cara Lovset. Perlu diingat, bila sedang melakukan pimpinan
persalinan secara Bracht, kemudian terjadi kemacetan bahu dan lengan,
maka harus dilakukan periksa dalam apakah kemacetan tersebut karena
kelainan posisi lengan tersebut di atas (Angsar, 2009).
3. Tahap Ketiga : Lahirnya kepala
Kepala dapat dilahirkan dengan cara :

Mauriceau (Veit-Smellie)

Najouks

Wigand Martin-Winckel

Prague terbalik

Cunam Piper
23

a) Cara Mauriceau (Veit-Smellie)


a. Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke
dalam jalan lahir. Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut, jari
telunjuk dan jari keempat mencengkam fossa canina, jari lain
mencengkam leher.
b. Badan anak diletakkan di atas lengan bawah penolong, seolah-olah
janin menunggang kuda.
c. Jari telunjuk dan jari tengah penolong yang lain mencengkam leher
janin dari arah punggung
d. Kedua tangan penolong menarik kepala curam ke bawah sambil
seorang asisten melakukan ekspresi Kristeller.
e. Tenaga tarikan terutama dilakukan oleh tangan penolong yang
mencengkam leher janin dari arah punggung.
f.

Bila subocciput tampak di bawah symphisis, kepala janin dielevasi ke


atas dengan subocciput sebagai hipomoklion sehingga berturut-turut
lahir dagu, mulut, hidung, dahi, UUB, dan akhirnya lahir seluruh
kepala janin (Angsar, 2009).

Gambar 2.12 Pelahiran kepala cara Mauriceau


b) Cara Najouks
Teknik ini dilakukan bila kepala masih tinggi,sehingga jari penolong tidak
dapat dimasukkan ke dalam mulut janin.

24

a.

Kedua tangan penolong menarik bahu curam ke bawah, bersamaan


itu seorang asisten mendorong kepala janin ke arah bawah.

b.

Cara ini tidak dianjurkan karena menimbulkan trauma yang berat


pada sumsum tulang di daerah leher (Angsar, 2009).

Gambar 2.13 Pelahiran kepala cara Naujoks


c) Cara Prague Terbalik
Teknik ini dipakai bila occiput dengan UUK berada di belakang dekat
sacrum dan muka janin menghadap symphisis.
a.

Satu tangan penolong mencengkam leher dari arah bawah dan


punggung janin diletakkan pada telapak tangan penolong.

b.

Tangan penolong yang lain memegang kedua pergelangan kaki.

c.

Kaki janin ditarik ke atas bersamaan dengan tarikan pada bahu


janin, sehingga perut janin mendekati perut ibu.

d.

Dengan laring sebagai hipomoklion, kepala janin dapat dilahirkan


(Angsar, 2009).

25

Gambar 2.14 Pelahiran kepala cara Prague terbalik


d) Cara Cunam Piper
A. Cunam piper dibuat khusus untuk melahirkan kepala janin pada letak
sungsang, sehingga mempunyai bentuk khusus, yaitu :
a. Daun cunam berfenestra, yang mempunyai lengkungan panggul
yang agak mendatar (baik untuk pemasangan yang tinggi).
b. Tangkai panjang, melengkung ke atas dan terbuka. Keadaan ini
dapat menghindari kompresi yang berlebihan pada janin.
B. Teknik
a. Seorang asisten memegang badan janin pada kedua kaki, dan kedua
lengan janin diletakkan di punggung janin. Kemudian badan janin
dielevasi ke atas, sehingga punggung janin mendekati punggung
ibu.
b. Pemasangan cunam pada after coming head tekniknya sama dengan
pemasangan cunam pada letak belakang kepala. Pada kasus ini
cunam dimasukkan dari arah bawah, sejajar dengan lipatan paha
belakang.
c. Setelah subocciput tampak di bawah symphisis, cunam dielevasi ke
atas dengan subocciput sebagai hipomoklion. Berturut-turut lahir
dagu, mulut, muka, dahi dan seluruh kepala janin (Angsar, 2009).

26

Gambar 2.15 Pelahiran kepala cara Cunam Piper

D. Prosedur Ekstraksi Sungsang


I. Teknik Ekstraksi Kaki
a. Setelah persiapan selesai, tangan yang searah dengan bagian-bagian
kecil janin dimasukkan secara obstetrik ke dalam jalan lahir,
sedang tangan yang lain membuka labia.
b. Tangan yang di dalam mencari kaki depan dengan menelusuri
bokong, pangkal paha sampai lutut, kemudian melakukan abduksi
dan fleksi pada paha janin sehingga kaki bawah menjadi fleksi.
c. Tangan yang di luar mendorong fundus uterus ke bawah. Setelah
kaki bawah fleksi, pergelangan kaki dipegang dengan jari telunjuk
dan jari tengah, lalu dituntun keluar dari vagina sampai batas lutut.
d. Kedua tangan penolong memegang betis janin, yaitu kedua ibu jari
diletakkan di belakang betis sejajar sumbu panjang betis, dan jarijari lain di depan betis. Dengan pegangan ini, kaki janin ditarik
curam ke bawah sampai pangkal paha lahir.
e. Pegangan dipindahkan pada pangkal paha setinggi mungkin dengan
kedua ibu jari di belakang paha, sejajar sumbu panjang paha dan
jari-jari lain di depan paha.
f. Pangkal paha ditarik curam ke bawah sampai trochanter depan
lahir. Lalu pangkal paha dengan pegangan yang sama dielevasi ke
27

atas sehingga trochanter belakang lahir. Bila kedua trochanter telah


lahir berarti bokong lahir.
g. Sebaliknya bila kaki belakang yang dilahirkan lebih dulu, maka
yang akan lahir lebih dulu ialah trochanter belakang dan untuk
emlahirkan trochanter depan maka pangkal paha ditarik terus
curam ke bawah.
h. Setelah bokong lahir, maka untuk melahirkan janin selanjutnya
dipakai teknik pegangan femuro-pelvic. Dengan pegangan ini
badan janin ditarik curam ke bawah sampai pusar lahir.
i. Selanjutnya untuk melahirkan badan janin yang lain dilakukan cara
yang sama seperti pada manual aid (Angsar, 2009).

28

Gambar 2.16 Teknik ekstraksi kaki


II. Teknik Ekstraksi Bokong
a. Ekstraksi bokong dikerjakan bila jenis letak sungsang adalah bokong
murni (frank breech), dan bokong sudah berada di dasar panggul,
sehingga sukar untuk menurunkan kaki.
b. Jari telunjuk tangan penolong yang searah dengan bagian kecil janin,
dimasukkan ke dalam jalan lahir dan diletakkan di pelipatan paha
depan. Dengan jari telunjuk ini, pelipatan paha dikait dan ditarik
curam ke bawah.
c. Untuk memperkuat tenaga tarikan ini, maka tangan penolong yang
lain mencengkam pergelangan tangan tadi, dan turut menarik curam
ke bawah.
d. Bila dengan tarikan ini trochanter depan mulai tampak di bawah
symphisis, maka jari telunjuk penolong yang lain segera mengait
pelipatan paha ditarik curam ke bawah sampai bokong lahir.
e. Setelah bokong lahir, bokong dipegang secara femuro-pelvic
(duimbekken greep), kemudian janin dapat dilahirkan dengan cara
manual aid (Angsar, 2009).

29

Gambar 2.17 Teknik ekstraksi bokong


Penyulit

Sufokasi
Bila sebagian besar badan janin telah lahir, terjadilah pengecilan rahim,
sehingga terjadi gangguan sirkulasi plasenta dan menimbulkan anoksia janin.
Keadaan ini merangsang janin untuk bernafas. Akibatnya darah, mukus,
cairan amnion, dan mekonium akan diaspirasi yang dapat menimbulkan
sufokasi.

Asfiksia fetalis
Akibat mengecilnya uterus pada waktu badan janin lahir yang menimbulkan
anoksia. Selain itu bisa juga disebabkan terjepitnya tali pusat pada waktu
kepala masuk PAP (fase cepat).

Kerusakan jaringan otak


Trauma pada otak janin dapat terjadi, khususnya pada panggul sempit atau
CPD, cervix yang belum terbuka lengkap, atau kepala janin yang dilahirkan
secara mendadak sehingga timbul dekompresi.

Fraktur pada tulang-tulang janin


Kerusakan pada tulang janin dapat berupa :
a. Fraktur tulang-tulang kepala
b.

Fraktur humerus ketika hendak melahirkan lengan yang menjungkit

(extended)
30

c. Fraktur clavicula ketika melahirkan bahu yang lebar


d. Paralisis brachialis
e. Fraktur femur
f. Dislokasi bahu
g. Dislokasi panggul terutama pada waktu melahirkan tungkai yang sangat
ekstensi (fleksi maksimal)
h. Hematoma otot-otot

Cara persalinan secara ekstraksi total merupakan cara persalinan


dengan penyulit janin yang sangat buruk, yaitu kematian 3x lebih banyak
dibanding persalinan spontan.Oleh karena itu cara persalinan ini sekarang
sudah tidak dianjurkan lagi pada janin hidup.
Kematian perinatal pada letak sungsang 5x lebih banyak dibanding

letak belakang kepala (Angsar, 2009).


E. Persalinan Sungsang Perabdominam

Beberapa kriteria yang dapat dipakai pegangan bahwa letak sungsang


harus dilakukan perabdominam, misalnya :
a. Primigravida tua
b. High social value baby
c. Riwayat persalinan yang buruk
d. Janin besar (>3,5 kg-4 kg)
e. Dicurigai adanya kesempitan panggul
f. Prematuritas

Indeks prognosis untuk menilai apakah persalinan lebih tepat dilahirkan


pervaginam atau perabdominam, menurut Zatuchni & Andros :
0

Paritas
Umur kehamilan
TBJ
Pernah
letak

Primi
> 39 minggu
> 3630 g
Tidak

Multi
38 minggu
3629-3176 g
1 kali

< 37 minggu
< 3176 g
> 2 kali

sungsang (2500 g)
Pembukaan cervix
Station

< 2 cm
< -3

3 cm
-2

> 4cm
- 1 atau
rendah

31

lebih

Arti Nilai :
3
4

: persalinan per abdominal


: evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin; bila

nilai

tetap dapat dilahirkan pervagiman


>5

: dilahirkan pervaginam

(Angsar, 2009).
F.

Komplikasi persalinan letak sungsang


a. Komplikasi pada ibu
i. Perdarahan
ii. Robekan jalan lahir
iii. Infeksi
b. Komplikasi pada bayi
i. Asfiksia bayi, dapat disebabkan oleh :
1. Kemacetan persalinan kepala (aspirasi air ketuban-

ii.
iii.
iv.
v.
vi.

vii.

lendir),
2. Perdarahan atau edema jaringan otak.
3. Kerusakan medula oblongata.
4. Kerusakan persendian tulang leher
kematian bayi karena asfiksia berat.
Trauma persalinan
Dislokasi-fraktur persendian, tulang ekstremitas
Kerusakan alat vital : limpa, hati, paru-paru atau jantung
Dislokasi fraktur
1. persendian tulang leher
2. fraktur tulang dasar kepala
3. fraktur tulang kepala
4. kerusakan pada mata
5. kerusakan hidung atau telinga
6. kerusakan pada jaringan otak.
Infeksi, dapat terjadi karena,
1. Persalinan berlangsung lama.
2. Ketuban pecah pada pembukaan kecil.
3. Manipulasi dengan pemeriksaan dalam
(Prawirohardjo, 2010)

32

DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F.G., et al, 2010. The Puerperium In : Williams Obstetrics 23rd
edition. Mc Graw Hill. New York.
Angsar M. Dikman, 2009. Ilmu Kebidanan, edisi IV, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. hal: 80-141.
Judith et al, 1986. Delivery Type And Neonatal Mortality Among 10,749 Breechs.
American Journal of Public Health. Vol 76, no. 8.
Kotaska A, et al, 2009. Vaginal Delivery of Breech Presentation. SOGC Clinical
Practice Guideline no. 226.
Nabhan AF, 2011. Evidence Based Management of Breech Presentation. An
Obsetrics and Gynecology Journal Club : episode 11
Prawirorahardjo S, Hanifa W, Sudraji S, Abdul BS, eds. Ilmu Kebidanan. Jakarta :
YBP-SP. 2010.

33

Anda mungkin juga menyukai