Anda di halaman 1dari 11

Sihir Dan Perdukunan Merusak Tauhid !

12 JUNI 2010 3 KOMENTAR

Ustadz Abdullah bin Taslim. MA


Fenomena kesyirikan dan pelanggaran tauhid banyak terjadi di masyarakat kita,
karena kurangnya pengetahuan mereka tentang masalah tauhid dan keimanan,
serta hal-hal yang bisa mendangkalkan bahkan merusak akidah (keyakinan)
seorang muslim.
Kenyataan ini diisyaratkan dalam banyak ayat al-Quran, di antaranya dalam firman
Allah Taala:
{}
Dan sebagian besar manusia tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam
keadaan mempersekutukan-Nya (dengan sembahan-sembahan lain) (QS
Yusuf:106).
Ibnu Abbas radhiyallahu anhu menjelaskan arti ayat ini: Kalau ditanyakan kepada
mereka: Siapakah yang menciptakan langit? Siapakah yang menciptakan bumi?
Siapakah yang menciptakan gunung? Maka mereka akan menjawab: Allah (yang
menciptakan semua itu), (tapi bersamaan dengan itu) mereka mempersekutukan
Allah (dengan beribadah dan menyembah kepada selain-Nya)[1].
Semakna dengan ayat di atas Allah Taala juga berfirman:
{
}
Dan sebagian besar manusia tidak beriman (dengan iman yang benar) walaupun
kamu sangat menginginkannya (QS Yusuf:103).
Artinya: Mayoritas manusia walaupun kamu sangat menginginkan dan bersunguhsungguh untuk (menyampaikan) petunjuk (Allah), mereka tidak akan beriman
kepada Allah (dengan iman yang benar), karena mereka memegang teguh
(keyakinan) kafir (dan syirik) yang merupakan agama (warisan) nenek moyang
mereka[2].
Dalam hadits yang shahih Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam lebih menegaskan
hal ini dalam sabda beliau:

Tidak akan terjadi hari kiamat sampai beberapa qabilah (suku/kelompok) dari
umatku bergabung dengan orang-orang musyrik dan sampai mereka menyembah
berhala (segala sesuatu yang disembah selain Allah Taala)[3].
Ayat-ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa perbuatan syirik terus ada dan
terjadi di umat Islam sampai datangnya hari kiamat[4].
Tukang sihir dan dukun adalah Thagut sekaligus syaitan dari kalangan
manusia
Allah Taala berfirman:
{ }
Apakah akan Aku beritakan kepada kalian, kepada siapa syaitan-syaitan itu turun?
Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi banyak berbuat jahat/buruk (para
dukun dan tukang sihir). Syaitan-syaitan tersebut menyampaikan berita yang
mereka dengar (dengan mencuri berita dari langit, kepada para dukun dan tukang
sihir), dan kebanyakan mereka adalah para pendusta (QS asy-Syuaraa:221-223).
Imam Qatadah rahimahullah[5] menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan para
pendusta lagi banyak berbuat jahat/buruk adalah para dukun dan tukang sihir[6],
mereka itulah teman-teman dekat para syaitan yang mendapat berita yang dicuri
para syaitan tersebut dari langit[7].
Bahkan sahabat yang mulia Abdullah bin Masud radhiyallahu anhu ketika
menafsirkan firman Allah Azza wa jalla:

{

}
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan
(dari kalangan) manusia dan (dari kalangan) jin, sebagian mereka membisikkan
kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah untuk menipu
(manusia) (QS al-Anaam:112).
Baliau radhiyallahu anhu berkata: Para dukun (dan tukang sihir) adalah syaitansyaitan (dari kalangan) manusia[8].
Dalam atsar/riwayat yang lain sahabat yang mulia Jabir bin Abdillah radhiyallahu
anhu ketika ditanya tentang arti Thagut, beliau radhiyallahu anhu berkata:
mereka adalah para dukun yang syaitan-syaitan turun kepada mereka[9].
Thagut adalah segala sesuatu yang dijadikan sembahan selain Allah Taala dan
dijadikan sekutu bagi-Nya[10]. Allah Taala telah mewajibkan kita untuk
mengingkari dan menjauhi Thagut dalam segala bentuknya, bahkan tidak akan
benar keimanan dan tauhid seorang hamba tanpa mengingkari dan menjauhinya.
Allah Taala berfirman:

{}
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus seorang rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu (QS an-Nahl:36).
Dalam ayat lain Dia Taala berfirman:
{
}
Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah (sematamata), maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat
(dan) tidak akan putus (kalimat tauhid Laa ilaaha illallah). Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS al-Baqarah:256).
Demikianlah profil sangat buruk para dukun dan tukang sihir, tapi mengapa masih
saja ada orang yang mau mempercayai mereka, bahkan menyandarkan nasib hidup
mereka kepada teman-teman syaitan ini? Bukankah ini merupakan kebodohan yang
nyata dan penentangan besar terhadap Allah Taala dan agama-Nya?
Termasuk dalam kategori dukun dan tukang sihir adalah tukang santet, tukang
tenung, ahli nujum, peramal, dan orang yang disebut sebagai
paranormal[11] atau orang pintar.
Praktek kufur dan syirik yang biasa dilakukan oleh para dukun dan tukang
sihir
Allah Taala berfirman:
{




}
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan
Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir),
padahal Sulaiman tidak kafir (mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang
kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang
diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil, yaitu Harut dan Marut,
sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum
mengatakan, Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), maka janganlah kamu
kafir. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu
mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu
(ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali
dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat
kepada diri mereka sendiri dan tidak memberi manfaat. Padahal sesungguhnya
mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan
sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan

mereka menjual dirinya sendiri dengan sihir, kalau mereka mengetahui (QS alBaqarah:102).
Ayat ini dengan tegas menyatakan kafirnya para dukun dan tukang sihir[12], yang
ini disebabkan perbuatan syirik dan kufur yang mereka lakukan, yaitu:
1- Mengaku-ngaku mengetahui hal-hal yang gaib, padahal ini merupakan
kekhususan bagi Allah Azza wa jalla, sebagaimana dalam firman-Nya:
{
}
Katakanlah:Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara
yang ghaib, kecuali Allah, dan mereka tidak mengetahui bilamana mereka akan
dibangkitkan (QS an-Naml:65).
Juga dalam firman-Nya:
{
}

(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan
kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya,
maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di
belakangnya (QS al-Jin:26-27).
Imam al-Qurthubi rahimahullah, ketika menafsirkan ayat di atas, beliau berkata:
(Para) ahli nujum dan orang-orang yang seperti mereka (para dukun dan tukang
sihir) yang melakukan (praktek perdukunan) dengan memukul batu-batu kerikil,
melihat buku-buku (perdukunan), atau mengusir burung (sebagai tanda kesialan
atau keberuntungan), mereka itu bukanlah rasul yang diridhai-Nya untuk
diperlihatkan-Nya kepada mereka perkara-perkara gaib yang mereka inginkan,
bahkan mereka adalah orang yang kafir (kepada-Nya), berdusta (besar) atas
(nama)-Nya dengan kebohongan, penipuan dan prasangka (dusta) yang mereka
(lakukan)[13].
Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh ketika menjelaskan makna sabda
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam:
Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal kemudian membenarkan
ucapannya, maka sungguh dia telah kafir terhadap agama yang diturunkan kepada
nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam[14].
Beliau berkata: Dalam hadits ini terdapat dalil yang menunjukkan kafirnya dukun
dan tukang sihir, karena mereka mengaku-ngaku mengetahui ilmu gaib, yang ini
merupakan kekafiran[15].
Adapun perkara-perkara gaib yang disampaikan oleh para dukun yang terkadang
benar, maka itu adalah berita yang dicuri oleh para syaitan dari langit, lalu mereka
sampaikan kepada teman-teman dekat mereka, yaitu para dukun dan tukang sihir,

yang kemudian mencampuradukkan berita tersebut dengan seratus kedustaan


sebelum disampaikan kepada orang lain, sebagaimana yang dijelaskan dalam
hadits shahih[16].
Oleh karena itu, Rasulullah r ketika ditanya tentang al-kuhhaan (para dukun), beliau
r menjawab: Mereka adalah orang-orang yang tidak punya arti (orang-orang yang
hina), kemudian si penanya berkata: Sesungguhnya para dukun tersebut
terkadang menyampaikan kepada kami suatu (berita) yang (kemudian ternyata)
benar. Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Kalimat (berita)
yang benar itu adalah yang dicuri (dari berita di langit) oleh jin (syaitan), lalu
dimasukkannya ke telinga teman dekatnya (dukun dan tukang sihir), yang
kemudian mereka mencampuradukkan berita tersebut dengan seratus
kedustaan[17].
Peristiwa pencurian berita dari langit oleh para syaitan banyak terjadi di jaman
Jahiliyah sebelum diutusnya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, adapun setelah
diutusnya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam maka itu tidak banyak terjadi,
karena Allah Taala telah menjadikan bintang-bintang sebagai penjaga langit dan
pembakar para syaitan yang mencuri berita dari langit[18]. Sebagaimana dalam
firman Allah Taala:
{
.}
(Para Jin itu berkata): Dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui
(rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan
panah-panah api. Dan sesungguhnya kami dahulu (sebelum diutusnya Rasulullah r)
dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan
(berita-beritanya). Tetapi sekarang (setelah diutusnya Rasulullah r) barangsiapa
yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah
api yang mengintai (untuk membakarnya) (QS al-Jin:8-9).
2- Bekerjasama dengan syaitan dan melakukan perbuatan kufur/syirik sebagai
syarat agar syaitan mau membantu mereka dalam praktek sihir dan perdukunan.
Para dukun dan tukang sihir selalu bekerjasama dengan para jin dan setan dalam
menjalankan praktek perdukunan dan sihir mereka, bahkan para jin dan setan
tersebut tidak mau membantu mereka dalam praktek tersebut sampai mereka
melakukan perbuatan syirik dan kafir kepada Allah Taala, misalnya
mempersembahkan hewan qurban untuk para jin dan setan tersebut, menghinakan
al-Quran dengan berbagai macam cara, atau perbuatan-perbuatan kafir
lainnya[19]. Allah Taala berfirman:

{
}

Dan bahwasannya ada beberapa orang dari (kalangan) manusia meminta


perlindungan kepada beberapa laki-laki dari (kalangan) jin, maka jin-jin itu
menambah bagi mereka dosa dan kesalahan (QS al-Jin:6).
Dalam ayat lain Allah Taala berfirman:

{

}
Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menghimpunkan mereka semuanya, (dan Dia
berfirman): Hai golongan jin (syaitan), sesungguhnya kamu telah banyak
(menyesatkan) manusia, lalu berkatalah teman-teman dekat mereka dari golongan
manusia (para dukun dan tukang sihir): Ya Rabb kami, sesungguhnya sebagian
dari kami telah mendapatkan kesenangan/manfaat dari sebagian (yang lain) dan
kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami. Allah
berfirman: Neraka itulah tempat tinggal kalian, sedang kalian kekal didalamnya,
kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Rabbmu Maha
Bijaksana lagi Maha Mengetahui (QS al-Anaam:128).
Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata: Kesenangan/manfaat yang didapatkan jin
dari manusia adalah dengan berita bohong menakutkan, perdukunan dan sihir yang
diberikan jin kepada manusia (dukun dan tukang sihir)[20].
Syaikh Abdurrahman as-Sadi rahimahullah berkata: Jin (syaitan) mendapatkan
kesenangan dengan manusia mentaatinya, menyembahnya, mengagungkannya
dan berlindung kepadanya (berbuat syirik dan kufur kepada AllahTaala). Sedangkan
manusia mendapatkan kesenangan dengan dipenuhi dan tercapainya keinginannya
dengan sebab bantuan dari para jin untuk memuaskan keinginannya. Maka orang
yang menghambakan diri pada jin (sebagai imbalannya) jin tersebut akan
membantunya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya[21].
Oleh karena itulah, Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah ketika menerangkan
sebab kafirnya para dukun dan tukang sihir, beliau berkata: Karena dukun dan
tukang sihir mengaku-ngaku (mengetahui) ilmu gaib, dan ini adalah kekafiran, juga
karena mereka tidak akan (mungkin) mencapai tujuan mereka (melakukan sihir dan
perdukunan) kecuali dengan melayani jin (syaitan) dan menjadikannya sembahan
selain Allah, dan ini adalah perbuatan kufur kepada Allah dan syirik (menyekutukan
Allah Taala)[22].
Hukum mendatangi dukun dan tukang sihir
Mendatangi dan bertanya kepada teman-teman dekat syaitan ini adalah perbuatan
dosa yang sangat besar dan bahkan bisa jadi merupakan kekafiran kepada
Allah Taala[23], dengan perincian sebagai berikut:
Mendatangi dan bertanya kepada mereka tentang sesuatu, tanpa
membenarkannya (hanya sekedar bertanya), maka ini hukumnya dosa yang sangat

besar dan tidak diterima shalatnya selama empat puluh hari[24], berdasarkan
sabda Rasululah Shallallahu alaihi wa sallam: Barangsiapa yang mendatangi
tukang ramal (orang yang mengaku mengetahui ilmu gaib, termasuk dukun dan
tukang sihir[25]), kemudian bertanya tentang sesuatu hal kepadanya, maka tidak
akan diterima shalat orang tersebut selama empat puluh malam (hari)[26].
Mendatangi dan bertanya kepada mereka tentang sesuatu, kemudian
membenarkan ucapan/berita yang mereka sampaikan, maka ini adalah kufur/kafir
terhadap Allah Taala[27], berdasarkan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa
sallam: Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal kemudian
membenarkan ucapannya, maka sungguh dia telah kafir terhadap agama yang
diturunkan kepada nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam[28].
Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh berkata: Orang yang membenarkan
dukun dan tukang sihir, meyakini (benarnya ucapan mereka), dan meridhai hal
tersebut, maka ini merupakan kekafiran (kepada Allah Taala)[29].
Bolehkah menghilangkan/mengobati sihir dengan bantuan dukun/tukang
sihir?
Jawabnya: jelas tidak boleh, karena kalau mendatangi dan membenarkan tukang
sihir/dukun adalah perbuatan kafir kepada Allah Taala, maka terlebih lagi meminta
bantuan kepada mereka untuk menghilangkan sihir![30].
Oleh karena itu, dalam hadits yang shahih, ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam ditanya tentang an-Nusyrah (cara mengobati sihir) yang biasa dilakukan
orang-orang di jaman Jahiliyah, yaitu dengan meminta tukang sihir/dukun atau
memakai sihir untuk menghilangkan sihir tersebut[31], Beliau Shallallahu alaihi wa
sallammenjawab: Itu termasuk perbuatan syaitan[32].
Adapun mengobati sihir dengan ruqyah (pengobatan dengan membacakan ayatayat Al Qur-an dan zikir-zikir dari sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam), taawwudzaat (zikir-zikir meminta perlindungan dari Allah yang bersumber
dari Al Qur-an dan sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam) yang
disyariatkan, dan pengobatan-pengobatan (lain) yang diperbolehkan (dalam
agama), maka ini boleh dilakukan dan inilah pengobatan yang diridhai Allah Taala,
serta benar-benar bisa diharapkan kesembuhannya dengan izin-Nya[33].
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullah berkata: an-Nusyrah adalah (cara)
menghilangkan sihir dari orang yang terkena sihir, yang ini ada dua macam:
(pertama): menghilangkan sihir dengan sihir yang semisalnya (dengan bantuan
dukun/tukang sihir). Inilah yang termasuk perbuatan syaitan (seperti yang
disebutkan dalam hadits di atas), karena sihir itu termasuk perbuatannya, maka (ini
dilakukan dengan cara) yang melakukan pengobatan (dukun/tukang sihir) dan si
pasien melakukan pendekatan diri kepada syaitan sesuai dengan yang diinginkan
syaitan tersebut, (agar) kemudian syaitan tersebut menghilangkan sihir dari si

pasien. Yang kedua: menghilangkan sihir dengan ruqyah (pengobatan dengan


membacakan ayat-ayat Al Qur-an dan zikir-zikir dari sunnah Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam), taawwudzaat (zikir-zikir meminta perlindungan dari Allah yang
bersumber dari Al Qur-an dan sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam), doadoa, dan pengobatan-pengobatan (lain) yang diperbolehkan (dalam agama), maka
ini (hukumnya) boleh bahkan dianjurkan (dalam Islam)[34].
Larangan penggunaan sihir ini juga berlaku dalam perkara-perkara lain, meskipun
perkara itu dianggap baik oleh sebagian orang, misalnya mendekatkan/menguatkan
hubungan cinta pasutri, mendamaikan dua orang yang sedang berselisih, dan lain
sebagainya.
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin semoga Allah Taala merahmatinya
ketika ditanya tentang hukum menjadikan harmonis hubungan suami-istri dengan
sihir, beliau menjawab: Ini (hukumnya) diharamkan (dalam Islam) dan tidak boleh
(dilakukan), ini disebut al-Athfu (mendekatkan), sedangkan sihir yang digunakan
untuk memisahkan (suami-istri) disebut ash-Sharfu (memalingkan), dan ini juga
diharamkan (dalam Islam). Bahkan terkadang (perbuatan) ini bisa jadi (hukumnya
sampai pada) kekafiran dan syirik (menyekutukan Allah Taala).
Allah Taala berfirman:
{

}

Sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum
mengatakan, Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), maka janganlah kamu
kafir. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu
mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu
(ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali
dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat
kepada diri mereka sendiri dan tidak memberi manfaat. Padahal sesungguhnya
mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan
sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat(QS al-Baqarah:102)[35].
Penutup
Demikianlah penjelasan tentang sihir dan perdukunan, dan pengaruh buruknya
dalam merusak tauhid dan keimanan seorang muslim. Oleh sebab itu, wajib bagi
setiap muslim yang ingin menjaga keutuhan imannya kepada Allah Taala untuk
menjauhi bahkan memerangi semua bentuk praktek sihir dan perdukunan, serta
melarang keras dan menasehati orang lain yang masih terpengaruh dengan para
dukun dan tukang sihir untuk menjauhi mereka.
Sebagai penutup, renungkanlah nasehat berharga dari firman Allah Taala berikut:
{
}

Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh (yang nyata) bagimu, maka jadikanlah ia
musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanyalah (ingin) mengajak
golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala (QS
Faathir:6).

Kota Kendari, 23 Jumadal tsaniyah1431 H
Abdullah bin Taslim al-Buthoni
Artikel: ibnuabbaskendari.wordpress.com

[1] Dinukil oleh imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsir beliau (2/649), lihat juga
kitab Taisiirul Kariimir Rahmaan (hal. 406).

[2] Kitab Fathul Qadiir (4/77).


[3] HR Abu Dawud (no. 4252), at-Tirmidzi (no. 2219) dan Ibnu Majah (no. 3952),
dinyatakan shahih oleh imam at-Tirmidzi dan syaikh al-Albani.
[4] Lihat kitab al-Aqiidatul Islaamiyyah (hal. 33-34) tulisan syaikh Muhammad bin
Jamil Zainu rahimahullah.
[5] Beliau adalah Qotadah bin Diaamah As Saduusi Al Bashri (wafat setelah tahun
110 H), imam besar dari kalangan tabiin yang sangat terpercaya dan kuat dalam
meriwayatkan hadits Rasulullah r (lihat kitab Taqriibut tahdziib, hal. 409).
[6] Dinukil oleh imam al-Bagawi dalam Maaalimut tanziil (6/135) dan Ibnul
Jauzi rahimahullah dalam Zaadul masiir (6/149).
[7] Lihat kitab Maaalimut tanziil (6/135).
[8] Dinukil oleh imam asy-Syaukani rahimahullah dalam tafsir beliau Fathul Qadiir
(2/466).
[9] Dinukil oleh imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsir beliau (1/680).
[10] Lihat Tafsir Ibnu Katsir (1/416).
[11] Meskipun yang lebih tepat disebut ora normal (tidak normal).
[12] Lihat kitab Zaadul masiir (1/122).
[13] Kitab al-Jaami liahkaamil Quran (19/28).

[14] HR Ahmad (2/429) dan al-Hakim (1/49), dishahihkan oleh alHakim rahimahullah, disepakati oleh adz-Dzahabirahimahullah dan Syaikh alAlbani rahimahullah dalam Ash-Shahiihah (no. 3387).
[15] Kitab Fathul Majiid (hal. 356).
[16] HSR al-Bukhari (no. 4424).
[17] HSR al-Bukhari (no. 5429) dan Muslim (no. 2228).
[18] Lihat kitab Fathul Majiid (hal. 353) dan at-Tamhiid li syarhi kitaabit tauhiid
(hal. 318).
[19] Lihat kitab at-Tamhiid li syarhi kitaabit tauhiid (hal. 317) dan kitab Hum laisu
bisyai (hal. 4).
[20] Kitab al-Jaami liahkaamil Quran (7/75).
[21] Kitab Taisiirul Kariimir Rahmaan (hal. 273).
[22] Lihat kitab Risaalatun fi hukmis sihri wal kahaanah (hal. 5).
[23] Lihat kitab Fathul Majiid (hal. 354) dan at-Tamhiid li syarhi kitaabit tauhiid
(hal. 320).
[24] Lihat kitab Taisiirul Aziizil Hamiid (hal. 358), at-Tamhiid li syarhi kitaabit
tauhiid (hal. 320) dan kitab Hum laisu bisyai (hal. 4).
[25] Lihat kitab Syarhu shahiihi Muslim karya imam anNawawi rahimahullah (14/227).
[26] HSR Muslim (no. 2230).
[27] Lihat kitab Taisiirul Aziizil Hamiid (hal. 358), at-Tamhiid li syarhi kitaabit
tauhiid (hal. 320) dan kitab Hum laisu bisyai (hal. 4).
[28] HR Ahmad (2/429) dan al-Hakim (1/49), dishahihkan oleh alHakim rahimahullah, disepakati oleh adz-Dzahabirahimahullah dan Syaikh alAlbani rahimahullah dalam Ash-Shahiihah (no. 3387).
[29] Kitab Fathul Majiid (hal. 356).
[30] Lihat kitab Risaalatun fi hukmis sihri wal kahaanah (hal. 11).
[31] Lihat kitab Risaalatun fi hukmis sihri wal kahaanah (hal. 11-12).
[32] HR Abu Dawud (no. 3868), Ahmad (3/294) dan al-Hakim rahimahullah (4/464),
dishahihkan oleh al-Hakimrahimahullah, disepakati oleh adzDzahabi rahimahullah dan Syaikh al-Albani rahimahullah.

[33] Lihat kitab Risaalatun fi hukmis sihri wal kahaanah (hal. 12) dan kitab Hum
laisu bisyai (hal. 17).
[34] Kitab Ilaamul muwaqqiiin (4/396).
[35] Kitab Majmuu fataawa wa rasa-il syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah (2/143).
(2/143).
http://ibnuabbaskendari.wordpress.com/2010/06/12/sihir-dan-perdukunan-merusaktauhid/

Anda mungkin juga menyukai