Anda di halaman 1dari 3

Sejarah Kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan

Khalifah Utsman bin Affan


(33-45 Hijriah/644-656 Masehi).
Menjelang wafat, Umar bin Khattab berpesan. Selama tiga hari, imam masjid
hendaknya diserahkan pada Suhaib Al-Rumi. Namun pada hari keempat hendaknya
telah dipilih seorang pemimpin penggantinya. Umar memberikan enam nama. Mereka
adalah Ali bin Abu Thalib, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqas,
Abdurrahman bin Auff dan Thalhah anak Ubaidillah.
Keenam orang itu berkumpul. Abdurrahman bin Auff memulai pembicaraan dengan
mengatakan siapa dia antara mereka yang bersedia mengundurkan diri. Ia lalu
menyatakan dirinya mundur dari pencalonan. Tiga orang lainnya menyusul. Tinggallah
Utsman dan Ali. Abdurrahman ditunjuk menjadi penentu. Ia lalu menemui banyak orang
meminta pendapat mereka. Namun pendapat masyarakat pun terbelah.
Imar anak Yasir mengusulkan Ali. Begitu pula Mikdad. Sedangkan Abdullah anak Abu
Sarah berkampanye keras buat Utsman. Abdullah dulu masuk Islam, lalu balik menjadi
kafir kembali sehingga dijatuhi hukuman mati oleh Rasul. Atas jaminan Utsman
hukuman tersebut tidak dilaksanakan. Abdullah dan Utsman adalah "saudara susu".
Konon, sebagian besar warga memang cenderung memilih Utsman. Saat itu,
kehidupan ekonomi Madinah sangat baik. Perilaku masyarakat pun bergeser. Mereka
mulai enggan pada tokoh yang kesehariannya sangat sederhana dan tegas seperti Abu
Bakar atau Umar. Ali mempunyai kepribadian yang serupa itu. Sedangkan Ustman
adalah seorang yang sangat kaya dan pemurah.
Abdurrahman -yang juga sangat kaya-- pun memutuskan Ustman sebagai khalifah. Ali
sempat protes. Abdurrahman adalah ipar Ustman. Mereka sama-sama keluarga
Umayah. Sedangkan Ali, sebagaimana Muhammad, adalah keluarga Hasyim. Sejak
lama kedua keluarga itu bersaing. Namun Abdurrahman meyakinkan Ali bahwa
keputusannya adalah murni dari nurani. Ali kemudian menerima keputusan itu.
Maka jadilah Ustman khalifah tertua. Pada saat diangkat, ia telah berusia 70 tahun. Ia
lahir di Thalif pada 576 Masehi atau enam tahun lebih muda ketimbang Muhammad.
Atas ajakan Abu Bakar, Ustman masuk Islam. Rasulullah sangat menyayangi Ustman
sehingga ia dinikahkan dengan Ruqaya, putri Muhammad. Setelah Ruqayah meninggal,
Muhammad menikahkan kembali Ustman dengan putri lainnya, Ummu Khulthum.
Masyarakat mengenal Ustman sebagai dermawan. Dalam ekspedisi Tabuk yang
dipimpin oleh Rasul, Ustman menyerahkan 950 ekor unta, 50 kuda dan uang tunai 1000
dinar. Artinya, sepertiga dari biaya ekspedisi itu ia tanggung seorang diri. Pada masa
pemerintahan Abu Bakar, Ustman juga pernah memberikan gandum yang diangkut
dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering itu.
Di masanya, kekuatan Islam melebarkan ekspansi. Untuk pertama kalinya, Islam

mempunyai armada laut yang tangguh. Muawiyah bin Abu Sofyan yang menguasai
wilayah Syria, Palestina dan Libanon membangun armada itu. Sekitar 1.700 kapal
dipakainya untuk mengembangkan wilayah ke pulau-pulau di Laut Tengah. Siprus,
Pulau Rodhes digempur. Konstantinopel pun sempat dikepung.
Namun, Ustman mempunyai kekurangan yang serius. Ia terlalu banyak mengangkat
keluarganya menjadi pejabat pemerintah. Posisi-posisi penting diserahkannya pada
keluarga Umayah. Yang paling kontroversial adalah pengangkatan Marwan bin Hakam
sebagai sekretaris negara. Banyak yang curiga, Marwan-lah yang sebenarnya
memegang kendali kekuasaan di masa Ustman.
Di masa itu, posisi Muawiyah anak Abu Sofyan mulai menjulang menyingkirkan nama
besar seperti Khalid bin Walid. Amr bin Ash yang sukses menjadi Gubernur Mesir,
diberhentikan diganti dengan Abdullah bin Abu Sarah -keluarga yang paling aktif
berkampanye untuk Ustman dulu. Usman minta bantuan Amr kembali begitu Abdullah
menghadapi kesulitan. Setelah itu, ia mencopot lagi Amr dan memberikan kembali kursi
pada Abdullah.
Sebagai Gubernur Irak, Azerbaijan dan Armenia, Ustman mengangkat saudaranya
seibu, Walid bin Ukbah menggantikan tokoh besar Saad bin Abi Waqas. Namun Walid
tak mampu menjalankan pemerintahan secara baik. Ketidakpuasan menjalar ke seluruh
masyarakat. Bersamaan dengan itu, muncul pula tokoh Abdullah bin Sabak. Dulu ia
seorang Yahudi, dan kini menjadi seorang muslim yang santun dan saleh. Ia
memperoleh simpati dari banyak orang.
Abdullah berpendapat bahwa yang paling berhak menjadi pengganti Muhammd adalah
Ali. Ia juga menyebut bakal adanya Imam Mahdi yang akan muncul menyelamatkan
umat di masa mendatang -sebuah konsep mirip kebangkitan Nabi Isa yang dianut
orang-orang Nasrani. Segera konsep itu diterima masyarakat di wilayah bekas
kekuasaan Persia, di Iran dan Irak. Pengaruh Abdullah bin Sabak meluas. Ustman
gagal mengatasi masalah ini secara bijak. Abdullah bin Sabak diusir ke Mesir. Abu Dzar
Al-Ghiffari, tokoh yang sangat saleh dan dekat dengan Abdullah, diasingkan di luar kota
Madinah sampai meninggal.
Beberapa tokoh mendesak Ustman untuk mundur. Namun Ustman menolak. Ali
mengingatkan Ustman untuk kembali ke garis Abu Bakar dan Umar. Ustman merasa
tidak ada yang keliru dalam langkahnya. Malah Marwan berdiri dan berseru siap
mempertahankan kekhalifahan itu dengan pedang. Situasai tambah panas. Pada bulan
Zulkaedah 35 Hijriah atau 656 Masehi, 500 pasukan dari Mesir, 500 pasukan dari
Basrah dan 500 pasukan dari Kufah bergerak. Mereka berdalih hendak menunaikan
ibadah haji, namun ternyata mengepung Madinah.
Ketiganya bersatu mendesak Ustman yang ketika itu telah berusia 82 tahun untuk
mundur. Dari Mesir mencalonkan Ali, dari Basrah mendukung Thalhah dan dari Kufah
memilih Zubair untuk menjadi khalifah pengganti. Ketiganya menolak, dan malah
melindungi Ustman dan membujuk para prajurit tersebut untuk pulang. Namun mereka

menolak dan malah mengepung Madinah selama 40 hari. Suatu malam mereka malah
masuk untuk menguasai Madinah. Ustman yang berkhutbah mengecam tindakan
mereka, dilempari hingga pingsan.
Ustman membujuk Ali agar meyakinkan para pemberontak. Ali melakukannya asal
Ustman tak lagi menuruti kata-kata Marwan. Ustman bersedia. Atas saran Ali, para
pemberontak itu pulang. Namun tiba-tiba Ustman, atas saran Marwan, menjabut
janjinya itu. Massa marah.Pemberontak balik ke Madinah. M
Muhammad anak Abu Bakar siap mengayunkan pedang. Namun tak jadi melakukannya
setelah ditegur Ustman. Al Ghafiki menghantamkan besi ke kepala Ustman, sebelum
Sudan anak Hamran menusukkan pedang. Pada tanggal 8 Zulhijah 35 Hijriah, Ustman
menghembuskan nafas terakhirnya sambil memeluk Quran yang dibacanya. Sejak itu,
kekuasaan Islam semakin sering diwarnai oleh tetesan darah.
Ustman juga membuat langkah penting bagi umat. Ia memperlebar bangunan Masjid
Nabawi di Madinah dan Masjid Al-Haram di Mekah. Ia juga menyelesaikan
pengumpulan naskah Quran yang telah dirintis oleh kedua pendahulunya. Ia menunjuk
empat pencatat Quran, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan
Abdurrahman bin Harits, untuk memimpin sekelompok juru tulis. Kertas didatangkan
dari Mesir dan Syria. Tujuh Quran ditulisnya, Masing-masing dikirim ke Mekah,
Damaskus, San'a, Bahrain, Basrah, Kufah dan Madinah.
Di masa Ustman, ekspedisi damai ke Tiongkok dilakukan. Saad bin Abi Waqqas
bertemu dengan Kaisar Chiu Tang Su dan sempat bermukim di Kanton.
Sumber : http://sdityasirukebonjeruk.blogspot.com/2012/10/sejarahkepemimpinan-khalifah-utsman.html

Anda mungkin juga menyukai