4.rob Imam-Wahyudi PDF
4.rob Imam-Wahyudi PDF
: 29 - 35
penurunan
tanah,
memodelkan
secara
matematis dan fisik sebagai dasar penyusunan
konsep penanganan banjir/genangan rob.
Kemudian perlu kajian kasus serupa di beberapa
kota maju luar negeri yang lebih berpengalaman
dalam
penanganan,
sehingga
dapat
mengembangkan
sistem
polder
yang
implementatif khususnya di Kota Semarang dan
Pekalongan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan jangka panjang
untuk menangani dan mengantisipasi banjir rob
akibat kenaikan muka air laut dan penurunan
tanah. Lebih detail tujuan tersebut adalah:
- memperjelas fenomena kenaikan muka air laut
dan penurunan tanah
- mendapatkan model penanganan kondisi
identik
di
negara
lain
yang
lebih
berpengalaman dan maju, yaitu di La Briere,
Nantes, Prancis dan Rotterdam Belanda
- mengembangkan model implementasi sistem
polder di Indonesia, khususnya di Kota
Semarang dan Pekalongan.
Kajian Pustaka
Kenaikan Muka Air Laut
Pemanasan global berdampak terhadap
cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai,
pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan
manusia. Ketika atmosfer menghangat, lapisan
permukaan lautan juga akan menghangat,
sehingga volumenya akan membesar dan
menaikkan tinggi permukaan laut. Perubahan
tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi
kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm
akan menenggelamkan daerah Belanda, 17,5%
daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau.
Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai,
(a)
(b)
Gambar 1
(a) Perubahan Tinggi Muka Laut
(sumber : www.wikipedia.com, 2009)
(b) Grafik Prediksi Kenaikan Air Laut di
Rotterdam (Arnoud Molenaar, 2008)
Penurunan Tanah
Indikasi penurunan muka tanah di
Semarang dapat diketahui dari beberapa sumber
data. Berdasarkan pengukuran dan data
penurunan muka tanah di daerah perbukitan di
Kota Semarang lebih kecil dibanding penurunan
di daerah pantai. Dari pengamatan lapangan
penurunan muka tanah di kawasan bekas rawa
dan tambak menunjukkan penurunan yang
paling besar, misal di perumahan Tanah Mas,
Pantai Tanjung Mas, dengan penurunan antara
5,5 - 7,23 cm per tahun (Wahyudi, 2001).
Sistem Polder
Sistem Polder adalah suatu cara
penanganan banjir dengan bangunan fisik, yang
meliputi sistem drainase, kolam retensi, tanggul
yang mengelilingi kawasan, serta pompa
dan/pintu air, sebagai satu kesatuan pengelolaan
tata air tak terpisahkan (Pusair, 2007).
Pembangunan sistem polder tidak dapat
dilakukan secara sendiri-sendiri, melainkan
perlu direncanakan dan dilaksanakan secara
terpadu, disesuaikan dengan rencana tata ruang
wilayah dan tata air secara makro. Kombinasi
kapasitas pompa dan kolam retensi harus
mampu mengendalikan muka air pada suatu
kawasan polder dan tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap sistem drainase secara makro.
Kelengkapan sarana fisik untuk sistem polder
antara lain: tanggul untuk isolasi dengan air laut,
saluran air, kolam retensi (tampungan) dan
pompa (Rosdianti, 2009).
30
Gambar 3
Pintu Gerak Roze dan Le Brivet,
Pengendali Elevasi Air di La Briere
(Eksperimen Peneliti)
Kelembagaan Pengelolaan Sistem Polder
La Briere
Secara kelembagaan, pengelola terdiri dari
perwakilan pengguna (majelis) dan Badan
Pelaksana. Majelis merupakan perwakilan
pemerintah (municipal), wilayah (commune),
kalangan pertanian, peternakan, permukiman,
juga ada representasi dari wakil rakyat (Elue).
Majelis memberikan garis besar pedoman
pengelolaan dan implementasinya. Keputusan
majelis dilaksanakan oleh Badan pelaksana
dalam hal ini adalah Parc Naturelle de la Briere.
Organisasi pengelolaan Parc Naturelle de La
Briere
diantaranya meliputi pengelolaan:
infrastruktur dan lingkungan (Environnement et
Amenagement), arsitektur ruang (Architecture
Urbanisme), lahan hijau (Entretien Espaces Verts),
turis dan budaya (Tourisme et Culturelle).
Gambar 4
Tinggi Muka Darat di Rotterdam
(Muka Air Laut Saat Pasang +2,2 M)
Infrastruktur Pengendali Elevasi Air
Tanggul yang ada di Sungai Rhine
direncanakan untuk ketinggian air maksimal
+2,2 m. Padahal elevasi muka air laut dapat
melebihi itu, untuk itu dibuat dua pintu gerak
besar. Yang pertama ada di dekat muara sungai
(gambar 5a). Pintu tersebut bergerak secara
horizontal. Pintu berikutnya untuk menjaga
keamanan dan mengendalikan elevasi air, dibuat
31
Gambar 7
Station Pompa yang Mengendalikan 2
Elevasi Catchment Area yang Berbeda
(Arnoud Molenaar, 2008)
Gambar 5
Pintu Gerak Air di Muara Sungai Rhine
(a) dan Dekat Pusat Kota (B) Digunakan
untuk Menahan Kenaikan Air Laut
Gambar 6
Sebelum Pompa, Upaya Mengendalikan
Elevasi Air Dengan Kincir Angin
Untuk membuang air dari area polder
ke sungai atau laut digunakan pompa dan kincir
32
Kelembagaan Pengelolaan
Kelembagaan pengelolaan air di
Belanda memiliki kedudukan yang tinggi. Badan
pengelola air (water board) memiliki kedudukan
yang setara dengan municipality (walikota).
Gambar 8 mempresentasikan strata kedudukan
dari pemerintah Kerajaan Belanda, provinsi,
kota dan water board. Ketua dari badan tersebut
diangkat oleh kerajaan sama dengan walikota.
Gambar 8
Strata Badan Pengelola Air
di Kerajaan Belanda
Gambar 9
Rencana Sistem Drainase Semarang
untuk Menanggulangi Kenaikan Air Laut
(Sumber Pemkot Semarang, Herman
Mondeel, 2010)
Polder Kali Banger memiliki catchment
area 675 Ha, adapun wilayah administrasi ada di
kecamatan Semarang Timur yang meliputi 9
Kelurahan
yaitu:
Kelurahan
Rejomulyo,
Kelurahan Mlati Baru, Kelurahan Mlatiharjo,
33
34
No.
Studi
Kota
Kota
35