Anda di halaman 1dari 12

INDIKATOR KEMAMPUAN KOGNITIF

A. Kemampuan Pemahaman Matematika

Kemampuan pemahaman matematis adalah salah satu tujuan penting dalam


pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa
bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu dengan pemahaman siswa dapat lebih
mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri.
Pemahaman matematis juga merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang
disampaikan oleh guru, sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep
yang diharapkan. Hal ini sesuai
dengan Hudoyo yang menyatakan: Tujuan mengajar adalah agar pengetahuan yang
disampaikan dapat dipahami peserta didik. Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil
membawa siswa kepada tujuan yang ingin dicapai yaitu agar bahan yang disampaikan
dipahami sepenuhnya oleh siswa.
Pemahaman merupakan terjemahan dari istilah understanding yang diartikan sebagai
penyerapan arti suatu materi yang dipelajari. Lebih lanjut Michener menyatakan bahwa
pemahaman merupakan salah satu aspek dalam Taksonomi Bloom. Pemahaman diartikan
sebagai penyerapan arti suatu materi bahan yang dipelajari. Untuk memahami suatu objek
secara mendalam seseorang harus mengetahui:
1. Objek itu sendiri
2. Relasinya dengan objek lain yang sejenis
3. Relasinya dengan objek lain yang tidak sejenis
4. Relasi-dual dengan objek lainnya yang sejenis
5. Relasi dengan objek dalam teori lainnya.
Ada tiga macam pemahaman matematik, yaitu : pengubahan (translation), pemberian
arti (interpretasi) dan pembuatan ekstrapolasi (ekstrapolation).
Pemahaman translasi digunakan untuk menyampaikan informasi dengan bahasa dan
bentuk yang lain dan menyangkut pemberian makna dari suatu informasi yang bervariasi.
Interpolasi digunakan untuk menafsirkan maksud dari bacaan, tidak hanya dengan kata-kata
dan frase, tetapi juga mencakup pemahaman suatu informasi dari sebuah ide. Sedangkan
ekstrapolasi mencakup estimasi dan prediksi yang didasarkan pada sebuah pemikiran,

gambaran kondisi dari suatu informasi, juga mencakup pembuatan kesimpulan dengan
konsekuensi yang sesuai dengan informasi jenjang kognitif ketiga yaitu penerapan
(application) yang menggunakan atau menerapkan suatu bahan yang sudah dipelajari ke
dalam situasi baru, yaitu berupa ide, teori atau petunjuk teknis.
Bloom mengklasifikasikan pemahaman (Comprehension) ke dalam jenjang kognitif
kedua yang menggambarkan suatu pengertian, sehingga siswa diharapkan mampu memahami
ide-ide matematika bila mereka dapat menggunakan beberapa kaidah yang relevan. Dalam
tingkatan ini siswa diharapkan mengetahui bagaimana berkomunikasi dan menggunakan
idenya untuk berkomunikasi. Dalam pemahaman tidak hanya sekedar memahami sebuah
informasi tetapi termasuk juga keobjektifan, sikap dan makna yang terkandung dari sebuah
informasi. Dengan kata lain seorang siswa dapat mengubah suatu informasi yang ada dalam
pikirannya kedalam bentuk lain yang lebih berarti.
Ada beberapa jenis pemahaman menurut para ahli yaitu:
1. Polya, membedakan empat jenis pemahaman:
a. Pemahaman mekanikal, yaitu dapat mengingat dan menerapkan sesuatu secara rutin
atau perhitungan sederhana.
b. Pemahaman induktif, yaitu dapat mencobakan sesuatu dalam kasus sederhana dan tahu
bahwa sesuatu itu berlaku dalam kasus serupa.
c. Pemahaman rasional, yaitu dapat membuktikan kebenaran sesuatu.
d. Pemahaman intuitif, yaitu dapat memperkirakan kebenaran sesuatu tanpa ragu-ragu,
sebelum menganalisis secara analitik.
2. Polattsek, membedakan dua jenis pemahaman:
a. Pemahaman komputasional, yaitu dapat menerapkan sesuatu pada perhitungan
rutin/sederhana, atau mengerjakan sesuatu secara algoritmik saja.
b. Pemahaman fungsional, yaitu dapat mengkaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara
benar dan menyadari proses yang dilakukan.
3. Copeland, membedakan dua jenis pemahaman:
a. Knowing how to, yaitu dapat mengerjakan sesuatu secara rutin/algoritmik.
b. Knowing, yaitu dapat mengerjakan sesuatu dengan sadar akan proses yang
dikerjakannya.
4. Skemp, membedakan dua jenis pemahaman:
a. Pemahaman instrumental, yaitu hafal sesuatu secara terpisah atau dapat menerapkan
sesuatu pada perhitungan rutin/sederhana, mengerjakan sesuatu secara algoritmik saja.
b. Pemahaman relasional, yaitu dapat mengkaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara
benar dan menyadari proses yang dilakukan.
Pemahaman instrumental diartikan sebagai pemahaman konsep yang saling terpisah dan
hanya hafal rumus dalam perhitungan sederhana. Dalam hal ini seseorang hanya memahami

urutan pengerjaan atau algoritma. Sedangkan pemahaman relasional termuat skema atau
struktur yang dapat digunakan pada penjelasan masalah yang lebih luas dan sifat
pemakaiannya lebih bermakna.
Sedangkan pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap konsep matematika menurut
NCTM (1989 : 223) dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan


Mengidentifikasi dan membuat contoh dan bukan contoh
Menggunakan model, diagram dan simbol-simbol untuk merepresentasikan suatu konsep
Mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk lainnya
Mengenal berbagai makna dan interpretasi konsep
Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat yang menentukan suatu

konsep
7. Membandingkan dan membedakan konsep-konsep.
Pemahaman matematis penting untuk belajar matematika secara bermakna, tentunya
para guru mengharapkan pemahaman yang dicapai siswa tidak terbatas pada pemahaman
yang bersifat dapat menghubungkan. Menurut Ausubel bahwa belajar bermakna bila
informasi yang akan dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki
siswa sehingga siswa dapat mengkaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang
dimiliki. Artinya siswa dapat mengkaitkan antara pengetahuan yang dipunyai dengan keadaan
lain sehingga belajar dengan memahami.
B. Kemampuan Komunikasi Matematika
Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu cara untuk menyampaikan suatu
pesan dari pembawa pesan ke penerima pesan untuk memberitahu, pendapat, atau perilaku
baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media. Di dalam berkomunikasi
tersebut harus dipikirkan bagaimana caranya agar pesan yang disampaikan seseorang itu dapat
dipahami oleh orang lain. Untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, orang dapat
menyampaikan dengan berbagai bahasa termasuk bahasa matematis.
Sedangkan kemampuan komunikasi matematis dapat diartikan sebagai suatu
kemampuan siswa dalam menyampaikan sesuatu yang diketahuinya melalui peristiwa dialog
atau saling hubungan yang terjadi di lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan pesan.
Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari siswa, misalnya berupa
konsep, rumus, atau strategi penyelesaian suatu masalah. Pihak yang terlibat dalam peristiwa
komunikasi di dalam kelas adalah guru dan siswa. Cara pengalihan pesannya dapat secara
lisan maupun tertulis.

Di dalam proses pembelajaran matematika di kelas, komunikasi gagasan matematika


bisa berlangsung antara guru dengan siswa, antara buku dengan siswa, dan antara siswa
dengan siswa. Menurut Hiebert setiap kali kita mengkomunikasikan gagasan-gagasan
matematika, kita harus menyajikan gagasan tersebut dengan suatu cara tertentu. Ini
merupakan hal yang sangat penting, sebab bila tidak demikian, komunikasi tersebut tidak
akan berlangsung efektif. Gagasan tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan orang yang
kita ajak berkomunikasi. Kita harus mampu menyesuaikan dengan sistem representasi yang
mampu mereka gunakan. Tanpa itu, komunikasi hanya akan berlangsung dari satu arah dan
tidak mencapai sasaran.
Sedangkan indikator kemampuan siswa dalam komunikasi matematis pada
pembelajaran matematika menurut NCTM (1989 : 214) dapat dilihat dari:
1. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tertulis, dan
mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual
2. Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide Matematika baik
secara lisan maupun dalam bentuk visual lainnya
3. Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi Matematika dan strukturstrukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model
situasi.
Within (1992) menyatakan kemampuan komunikasi menjadi penting ketika diskusi
antar siswa dilakukan, dimana siswa diharapkan mampu menyatakan, menjelaskan,
menggambarkan, mendengar, menanyakan dan bekerjasama sehingga dapat membawa siswa
pada pemahaman yang mendalam tentang matematika. Anak-anak yang diberikan kesempatan
untuk bekerja dalam kelompok dalam mengumpulkan dan menyajikan data, mereka
menunjukkan kemajuan baik di saat mereka saling mendengarkan ide yang satu dan yang lain,
mendiskusikannya bersama kemudian menyusun kesimpulan yang menjadi pendapat
kelompoknya. Ternyata mereka belajar sebagian besar dari berkomunikasi dan mengkontruksi
sendiri pengetahuan mereka.
Kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat dari kemampuan berikut :
1. Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam idea matematika.
2. Menjelaskan idea, situasi, dan relasi matematik, secara lisan dan tulisan dengan benda
nyata, gambar, grafik dan aljabar
3. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika

4. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika


5. Membaca dengan pemahaman suatu presentasi Matematika tertulis
6. Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi
7. Menjelaskan dan membuat pertanyaan matematika yang telah dipelajari.
C. Kemampuan Representasi (representation)
Kemampuan representasi matematis adalah salah satu standar proses yang perlu
ditumbuhkan dan dimiliki siswa. Standar proses ini hendaknya disampaikan selama proses
belajar matematika. Karakteristik Pendidikan Matematika Realistik (PMR) berpotensi dapat
membelajarkan siswa menciptakan dan menggunakan representasi.
D. Kemampuan Penalaran Matematika
Penalaran merupakan terjemahan dari reasoning. Penalaran merupakan salah satu
kompetensi dasar matematik disamping pemahaman, komunikasi dan pemecahan masalah.
Penalaran juga merupakan proses mental dalam mengembangkan pikiran dari beberapa fakta
atau prinsip.
Penalaran adalah proses berfikir yang dilakukan dengan satu cara untuk menarik
kesimpulan. Kesimpulan yang bersifat umum dapat ditarik dari kasus-kasus yang bersifat
individual. Tetapi dapat pula sebaliknya, dari hal yang bersifat individual menjadi kasus yang
bersifat umum. Bernalar adalah melakukan percobaan di dalam pikiran dengan hasil pada
setiap langkah dalam untaian percobaan itu telah diketahui oleh penalar dari pengalaman
tersebut. Sedangkan Shurter dan Pierce penalaran didefinisikan sebagai proses pencapaian
kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan.
Ciri-ciri penalaran adalah
1. adanya suatu pola pikir yang disebut logika. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kegiatan
penalaran merupakan suatu proses berpikir logis. Berpikir logis ini diartikan sebagai
berpikir menurut suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu.
2. proses berpikirnya bersifat analitik. Penalaran merupakan suatu kegiatan yang
mengandalkan diri pada suatu analitik, dalam kerangka berpikir yang dipergunakan untuk
analitik tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan.
Kemampuan penalaran meliputi:
1. penalaran umum yang berhubungan dengan kemampuan untuk menemukan penyelesaian
atau pemecahan masalah.
2. kemampuan yang berhubungan dengan penarikan kesimpulan, seperti pada silogisme, dan
yang berhubungan dengan kemampuan menilai implikasi dari suatu argumentasi.

3. kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan, tidak hanya hubungan antara bendabenda tetapi juga hubungan antara ide-ide, dan kemudian mempergunakan hubungan itu
untuk memperoleh benda-benda atau ide-ide lain.
Dilihat dari prosesnya penalaran terdiri atas penalaran deduktif dan penalaran induktif.
Penalaran deduktif adalah proses penalaran yang konklusinya diturunkan secara mutlak
menurut premis-premisnya. Sedangkan penalaran induktif adalah proses penalaran dalam
memperoleh kesimpulan umum yang didasarkan pada data empiris.
Penalaran deduktif disebut juga deduksi sedangkan penalaran induktif biasa disebut
induksi. Perbedaan antara deduktif dan induktif terletak pada sifat kesimpulan yang
diturunkannya. Deduksi didefinisikan sebagai proses penalaran dari umum ke khusus,
sedangkan induksi didefinisikan sebagai proses penalaran dari khusus ke umum. Pada
dasarnya perbedaan pokok antara deduksi dan induksi adalah bahwa deduksi berhubungan
dengan kesahihan argumen, sedangkan induksi berhubungan dengan derajat kemungkinan
kebenaran konklusi.
Penalaran deduktif dan penalaran induktif adalah kedua-duanya merupakan argumen
dari serangkaian proposisi yang bersifat terstruktur, terdiri dari beberapa premis dan
kesimpulan atau konklusi, sedangkan perbedaan keduanya adalah terdapat pada sifat
kesimpulan yang diturunkannya.
Penalaran deduktif diantaranya meliputi : modus ponens, modus tollens dan silogisme;
sedangkan penalaran induktif diantaranya meliputi: analogi, generalisasi, dan hubungan
kausal. Dari pembagian jenis penalaran deduktif dan induktif tersebut, disini peneliti akan
meneliti lebih jauh jenis penalaran induktif yaitu analogi dan generalisasi.
E. Kemampuan Koneksi Matematik Siswa
Ada dua tipe umum koneksi matematik menurut NCTM (1989), yaitu modeling
connections dan mathematical connections. Modeling connections merupakan hubungan
antara situasi masalah yang muncul di dalam dunia nyata atau dalam disiplin ilmu lain dengan
representasi matematiknya, sedangkan mathematical connections adalah hubungan antara dua
representasi yang ekuivalen, dan antara proses penyelesaian dari masing-masing representasi.
Keterangan NCTM tersebut mengindikasikan bahwa koneksi matematika terbagi
kedalam tiga aspek kelompok koneksi, yaitu: aspek koneksi antar topik matematika, aspek
koneksi dengan disiplin ilmu lain, dan aspek koneksi dengan dunia nyata siswa/ koneksi
dengan kehidupan sehari-hari.

Koneksi dengan kata lain dapat diartikan sebagai keterkaitan, dalam hal ini koneksi
matematika dapat diartikan sebagai keterkaitan antara konsep-konsep matematika secara
internal yaitu berhubungan dengan matematika itu sendiri ataupun keterkaitan secara
eksternal, yaitu matematika dengan bidang lain baik bidang studi lain maupun dengan
kehidupan sehari-hari.
Bruner menyatakan dalam matematika setiap konsep berkaitan dengan konsep yang
lain. Begitupula dengan yang lainnya, misalnya dalil dan dalil, antara teori dan teori, antara
topik dengan topik, ataupun antara cabang matematika dengan cabang matematika lain. Oleh
karena itu agar siswa lebih berhasil dalam belajar matematika, maka harus banyak diberikan
kesempatan untuk melihat keterkaitan-keterkaitan itu.
Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral. Artinya dalam memperkenalkan
suatu konsep atau bahan yang masih baru perlu memperhatikan konsep atau bahan yang telah
dipelajari siswa sebelumnya. Bahan yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang baru
dipelajari, dan sekaligus untuk mengingatkannya kembali.
Menurut Sumarmo (2005 : 7), kemampuan koneksi matematis siswa dapat dilihat dari
indikator-indikator berikut:
1. Mengenali representasi ekuivalen dari konsep yang sama
2. Mengenali hubungan prosedur matematika suatu representasi keprosedur representasi yang
ekuivalen
3. Menggunakan dan menilai keterkaitan antar topik matematika dan keterkaitan diluar
matematika
4. Menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
F. Kemampuan pemecahan masalah (problem solving)
Masalah adalah sebuah kata yang sering terdengan oleh kita.Namun sesuatu menjadi
masalah tergantung bagaimana seseorang mendapatkan masalah tersebut sesuai
kemampuannya.Terkadang dalam pendidikan matematika SD ada masalah bagi kelas rendah
namun bukan masalah bagi kelas tinggi.Masalah merupakan suatu konflik,hambatan bagi
siswa dalam menyelesaikan tugas belajaraannya di kelas. Namun masalah harus diselesaikan
agar proses berpikir siswa terus berkembang.Semakin banyak siswa dapat menyelesaikan
setiap permasalahan matematika,maka siswa akan kaya akan variasi dalam menyelesaikan
soal-soal matematika dalam bentuk apapun baikyang rutin maupun yang tidak rutin. Jenis
masalah dalam pembelajaran SD ada 4 yaitu:

a. Masalah Translasi adalah masalah yang berhubungan aktivitas sehari-hari siswa.


contoh: Ade membeli permen Sugus 12 buah.Bagaimana cara Ade membagikan kepada 24
orang temannya agar semua kebagian dengan adil?
b. Masalah Aplikasi adalah masalah yang menerapkan suatu konsep,rumus matematika
dalam sebuah soal-soal matematika.
Contoh: suatu kolam berbentuk persegipanjang yang berukuran panjang 20 meter dan lebar
10 meter.Berapa luas kolam tersebut?
c. Masalah Proses/Pola adalah masalah yang memiliki pola, keteraturan dalam
penyelesainnya.
Contoh: 2 4 6 8 Berapa angka berikutnya?
d. Masalah Teka-teki adalah masalah yang sifat menerka atau dapat berupa permainan namun
tetap mengacu pada konsep dalam matematika.
contoh:Aku adalah anggota bilangan Asli,aku adalah bilangan perkasa,jika kelipatannku
dijumlahkan angka-angkanya hasilnya adalah aku,siapakah aku?
Pemecahan masalah memerlukan strategi dalam menyelesaikannya. Kebenaran,
ketepatan, keuletan dan kecepatan adalah suatu hal yang diperlukan dalam penyelesaian
masalah. Keterampilan siswa dalam menyusun suatu strategi adalah suatu kemampuan yang
harus dilihat oleh guru. Jawaban benar bukan standar ukur mutlak, namun proses yang lebih
penting darimana siswa dapat mendapatkan jawaban tersebut.
G. Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa
Munandar (1999) mengatakan ciri-ciri kemampuan kreativitas yang berhubungan
dengan kognisi dapat dilihat dari keterampilan berfikir lancar, keterampilan berfikir luwes,
keterampilan berfikir orisinil,dan keterampilan menilai. Keterampilan berfikir lancar memiliki
ciri-ciri:
1. Mencetuskan banyak gagasan dalam menyelesaikan masalah
2. Memberikan banyak cara atau saran untul melakukan berbagai hal
3. Bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak daripada yang lain.
Kemampuan berfikir luwes mempunyai ciri-ciri:
a. Menghasilkan gagasan penyelesaian masalah atau jawaban suatu pertanyaan yang
bervariasi
b. Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda
c. Menyajikan suatu konsep dengan cara yang berbeda.
Kemampuan berfikir orisinil mempunyai ciri-ciri:
1. memberikan gagasan yang baru dalam menyelesaikan masalah
2. membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur.
Kemampuan keterampilan memperinci (mengelaborasi) mempunyai ciri-ciri:

a. mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain


b. menambah atau memperinci suatu gagasan sehingga meningkatkan kualitas gagasan
tersebut.
Sedangkan kemampuan keterampilan mengevaluasi mempunyai ciri-ciri:
a. Dapat menentukan kebenaran suatu kebenaran pertanyaan atau kebenaran suatu rencana
penyelesaian masalah
b. Dapat mencetuskan gagasan-gagasan penyelesaian suatu masalah dan dapat
melaksanakannya dengan benar
c. Mempunyai alasan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mencapai suatu keputusan.
Menurut Rothenberg dan Hausmen bahwa beberapa ahli mempunyai perbedaan
pendapat mengenai kreativitas, namun terdapat persamaan diantaranya:
1. Kreativitas berhubungan dengan sesuatu yang baru dan bernila
2. Kreativitas meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk dalam keilmuan matematik
3. Kemampuan kretivitas berbeda dengan kemampuan intelegensi, artinya walaupun
intelegensinya tinggi belum tentu kreatif begitu pun sebaliknya
4. Setiap orang mempunyai potensi untuk kreatif jika memiliki sifat spontan dan terbuka.
Menurut Stenberg dan Lubart berdasarkan investment theory of creativity yang mereka
kembangkan bahwa terdapat enam atribut dari kreativitas yaitu kecerdasan (intelligence),
pengetahuan (knowledge), motivasi (motivation), dukungan lingkungan (an encouragement
environment), ketepatan cara atau gaya berfikir (appropriate thinking style), dan ketepatan
person (an appropriate personality).
Menurut Fisher (1995), kreativitas adalah kemampuan dan sikap seseorang untuk
membuat produk yang baru. Sedangkan menurut Evan (1991), kreativitas adalah kemampuan
untuk menemukan kaitan-kaitan yang baru, kemampuan melihat sesuatu dari sudut pandang
yang baru, dan kemampuan untuk membentuk kombinasi-kombinasi dari banyak konsep yang
ada pada fikiran. Kreativitas bukanlah mengadakan sesuatu yang tidak ada menjadi ada, akan
tetapi kretivitas adalah kemampuan untuk menghasilkan ide-ide baru dengan cara membuat
kombinasi, membuat perubahan, atau mengaplikasikan ide-ide yang ada pada wilayah yang
berbeda (Harris, 1998). Dari pendapat diatas, dapat diartikan bahwa berfikir kreatif adalah
aktivitas berfikir agar muncul kreativitas pada seseorang, atau berfikir untuk menghasilkan
hal yang baru bagi dirinya.
LTSIN (2001) secara khusus mendefinisikan berfikir kreatif adalah creative thinking is
the process which we use when we come up with a new idea. It is the merging of ideas which

have not been merged before. LTSIN menyatakan bahwa berfikir kreatif adalah proses
(bukan hasil) untuk menghasilkan ide baru dan ide itu merupakan gabungan dari ide-ide yang
sebelumnya belum disatukan.
Lebih detail lagi LTSIN (2001) menyatakan bahwa ide seseorang berfikir kretif minimal
mempunyai salah satu karakteristik dari:
a.
b.
c.
d.
e.

ide itu belum ada sebelumnya


sudah ada di tempat lain hanya saja ia tidak tahu
ia menemukan proses baru untuk melakukan sesuatu
ia menerapkan proses yang sudah ada pada area yang berbeda
ia mengembangkan sebuah cara untuk melihat sesuatu pada perspektif yang berbeda. Dari
lima karakteristik diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa berfikir kreatif dapat berupa ide
baru yang belum ada sebelumnya dan dapat berupa ide baru sebagai penyempurnaan dari
yang sudah ada sebelumnya.
Kepekaan berfikir kreatif dapat diukur dengan indikator-indikator yang telah ditentukan

para ahli, salah satunya menurut Torrance. Menurut Torrance kemampuan berfikir kreatif
terbagi menjadi tiga hal, yaitu :
1. Fluency (kelamcaran), yaitu menghasilkan banyak ide dalam berbagai kategori/ bidang.
2. Originality (Keaslian), yaitu memiliki ide-ide baru untuk memecahkan persoalan.
3. elaboration (Penguraian), yaitu kemampuan memecahkan masalah secara detail.
Sedangkan Guilford menyebutkan lima indikator berfikir kreatif, yaitu:
1. Kepekaan (problem sensitivity), adalah kemampuan mendeteksi , mengenali, dan
memahami serta menanggapi suatu pernyataan, situasi, atau masalah;
2. Kelancaran (fluency), adalah kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan;
3. Keluwesan (flexibility), adalah kemampuan untuk mengemukakan bermacam-macam
pemecahan atau pendekatan terhadap masalah;
4. keaslian (originality), adalah kemampuan untuk mencetuskan gagsan dengan cara-cara
yang asli, tidak klise, dan jarang diberikan kebanyakan orang;
5. Elaborasi (elaboration), adalah kemampuan menambah suatu situasi atau masalah
sehingga menjadi lengkap, dan merincinya secara detail, yang didalamnya terdapat berupa
tabel, grafik, gambar, model dan kata-kata.
H. Kemampuan Berpikir Kritis

Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk memproses, mengevaluasi, dan


menggunakan informasi untuk mencari solusi yang logis. Sayangnya tidak semua orang
dilahirkan memiliki kemampuan ini dan jarang pula diajarkan di sekolah-sekolah.
Berpikir kritis mempunyai beberapa ciri atau karakteristik, diantaranya: disposisi,
argumen, alasan, sudut pandang, kriteria, dan prosedur untuk mengaplikasikan kriteria.
Apabila seseorang memiliki ciri atau kriteria tersebut, bisa jadi dia mempunyai kemampuan
untuk berpikir kritis. Di bawah ini beberapa latihan yang bisa anda pergunakan untuk
membantu mengajarkan berpikir kritis kepada peserta didik:
Mengenali dan mengelompokkan
Cobalah untuk membuat kegiatan mengenali dan mengelompokkan dengan peserta didik
sehingga akan membantu mereka untuk menggunakan kriteria ketika berpikir. Misalnya: anda
bisa memberi mereka daftar nama binatang dan mintalah mereka untuk mengelompokkan
berdasarkan karakteristik biologis, seperti vertebrata dan invertebrata, dan sebagainya. Ini
akan membantu peserta didik untuk mengenali informasi penting yang relevan dengan
subyek. Ini juga akan membantu mereka untuk mengelompokkan benda-benda berdasarkan
bentuk dan kriteria yang logis.
Permainan Puzzles
Puzzle merupakan salah satu cara yang baik untuk mengajarkan berpikir kritis kepada peserta
didik. Materi pelajaran disampaikan dalam bentuk puzzle, berupa informasi yang terpisahpisah. Kemudian peserta didik diminta untuk menyusunnya menjadi sebuah informasi yang
utuh. Atau bisa juga peserta didik diminta untuk melengkapi informasi yang hilang. Guru bisa
melengkapi kegiatan ini dengan mind map. Kegiatan menyusun dan melengkapi informasi ini
akan menjadi sebuah pengalaman yang menyenangkan bagi peserta didik. Tentu saja kegiatan
ini sangat membantu peserta didik untuk memecahkan masalah dengan menggunakan analisis
yang logis dan melatih mereka berpikir berpikir out of the box.
Mengingat Informasi
Kegiatan bisa dilakukan dalam bentuk permainan juga. Materi pelajaran yang disampaikan,
dalam bentuk bagan atau peta pikiran, anda perlihatkan kepada peserta didik untuk beberapa
waktu lamanya. Setelah itu, mintalah mereka untuk membuat bagan atau peta pikiran itu tanpa
melihat lagi.
I. Berpikir reflektif
Berpikir reflektif adalah kemampuan individu di dalam menyeleksi pengetahuan yang
pernah diperolehnya, yang relevan dengan tujuan pemecahan masalah, serta
memanfaatkannya secara efektif di dalam memecahkan masalahnya.

Apabila seseorang individu ingin mencapai sesuatu tujuan, ia harus dapat memecahkan
masalah-masalah yang menghambatnya. Apabila individu dapat menemukan cara-cara untuk
mengatasi hambatan yang ada, dan akhirnya dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka
berarti individu sudah melakukan berpikir reflektif.
Di dalam berpikir reflektif tidak semata-mata tergantung pada pengetahuan yang ada
pada masing-masing individu, karena adanya perbedaan individual, ada yang dapat
memanfaatkan pengetahuannya untuk pemecahan maslah, ada yang tidak dapat.

http://danapriyanto.blogspot.com/2013/01/indikator-kemampuan-kognitif_1486.html

Anda mungkin juga menyukai