Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Makanan dan minuman yang dihalalkan bagi umat Islam
memiliki

ciri

makanan

yang

selalu

baik-baik,

baik

dalam

kandungan zatnya maupun dalam memperoleh makanan dan


minuman tersebut. Dalam hal ini dapat dikemukakan bahwa
semua ini ada ketentuan hukum, yang mana secara umum, Islam
(Allah) menghalalkan manusia untuk mengonsumsi makanan
yang halal seperti mengonsumsi binatang ternak (al-Anam) dan
seluruh

hewan yang baik-baik (thayib), baik hewan yang

merayap di daratan maupun yang terbang di udara, atau yang


berenang di lautan. Semua tidak ada yang diharamkan, kecuali
beberapa binatang saja yang tersurat, seperti: bangkai (almaytah), darah yang mengalir (daman masfuhan), daging babi
(lahm al-khinzir), hewan yang disembelih tetapi diperuntukkan
kepada selain Allah, dan lainnya.
Begitu dengan minuman, ada juga ketentuan hukum yang
tersurat yang mana terkandung dalam salah satu quran surah
al-Maidah ayat 90, yaitu khamr (minuman keras).

Begitulah

Islam menjaga dan memelihara kita dari segala keburukan baik


itu secara zatnya maupun hasil dalam memperolehnya. Larangan
ini bukan hanya sekedar ketentuan yang sudah ditetapkan tetapi
banyak dampak negatifnya yang akan timbul pada diri dan tubuh
kita sendiri.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana tafsir dalam surah al-Baqarah (2): 172-173?
2. Bagaimana tafsir dalam surah al-Maidah (5): 3?
3. Bagaimana tafsir dalam surah al-Maidah (5): 90?

C. TUJUAN DAN MANFAAT MASALAH


1. Tujuan Masalah
Dalam tujuan masalah

mengenai tentang pandangan

agama terhadap makananan dan minuman yang terdapat di


dalam masing-masing surah al-Baqarah:172-173, surah alMaidah:3, dan surah al-Maidah:90. Agar kita dapat memahami
penafsiran dari masing-masing ayat di dalam surah yang
bersangkutan.
2. Manfaat masalah
Di dalam pembahasan makalah ini, banyak manfaat yang
dapat kita peroleh dari mempelajari penafsiran ayat-ayat
tersebut, kita tahu mana makanan dan minuman yang baik
atau yang tidak baik bagi kesehatan jasmani dan rohani. Yang
mana, ini menunjukkan ketaatan kita kepada Sang Pencipta.

BAB II
PEMBAHASAN
PANDANGAN AGAMA TERHADAP MAKANAN DAN MINUMAN
A. SURAH AL-BAQARAH (2): 172-173












Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang
baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada
Allah jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.
Tafsir ayat
Yaitu hai orang-orang beriman silakan makan dan minum yang
baik-baik, yang telah Kami (Allah) rezekikan kepada kalian
melalui aktivitas ekonomi yang dilakukan. Kata Abdul Munim
Ahmad Tuailab, Rabb yang Maha Tinggi lagi Maha Agung,
menyeru

orang-orang

beriman

(ahl

al-iman)

supaya

mengonsumsi, mengelola, dan memiliki barang atau jasa yang


halal dan thayyib.
Pengungkapan semua itu dengan simbol makan dan minum
(al-akl), mengingat makan dan minum adalah pemenuhan hajat

manusia yang paling mendasar. Kecuali itu, Allah Yang Maha Suci
juga menuntut orang-orang beriman supaya mensyukuri nikmat
yang diberikan oleh-Nya, sebagai Pemberi nikmat (al-Munim)
yang Maha Suci nama-nama-Nya, dan sangat berkah segala
nikmat-Nya. Yang demikian itu, yaitu mengonsumsi, menyimpan,
mengelola, dan memiliki barang/jasa dengan cara yang halal lagi
baik,

itu

merupakan

hal-hal

yang

sangat

diagungkan

pembalasannya, dan dikabulkan doanya, seraya ia mengutipkan


hadis riwayat Imam Muslim yang menyatakan:

Hai

manusia!

Sesungguhnya

Allah

itu

baik,

tidak

akan

menerima (sesuatu) kecuali yang baik (pula), dan sesungguhnya


Allah itu memerintah orang-orang beriman sebagaimana Dia
memerintahkannya kepada para rasul (dahulu). (HR. Muslim).
Yang demikian itu merupakan hal yang sangat diagungkan
pembalasannya, dan dikabulkan doanya.







Dan hendaklah kamu bersyukur kepada Allah, jika kamu benarbenar hanya bersujud kepada-Nya.1
Kesadaran iman yang bersemi di hati mereka menjadikan
ajakan Allah kepada orang-orang beriman sedikit berbeda
dengan ajakan-Nya kepada seluruh manusia. Bagi orang-orang
mukmin, tidak lagi disebut kata halal, sebagaimana yang disebut
pada ayat 168, yang berbunyi:
1 Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., Tafsir Ayat
Ekonomi. (Jakarta: amzah, 2013), hal. 116-117.

















Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkahlangkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh
yang nyata bagi kamu.
Karena keimanan yang bersemi di dalam hati merupakan
jaminan kejauhan mereka dari yang tidak halal. Disini, mereka
diperintahkan untuk bersyukur disertai dengan dorongan kuat
yang tercermin pada penutup ayat 172, yaitu bersyukurlah
kepada

Allah

jika

benar-benar

hanya

kepada-Nya

kamu

menyembah.
Syukur adalah mengakui dengan tulus bahwa anugrah yang
diperoleh

semata-mata

menggunakannya

sesuai

bersumber
tujuan

dari

Allah

sambil

penganugrahannya

atau

menempatkannya pada tempat yang semestinya.2


Selanjutnya ayat 173, yang berbunyi:


























Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagi kamu bangkai,
darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih)
disebut (nama) selain Allah. Tetapi, barang siapa dalam keadaan
terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan
tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.
2 M. Quraish Shihab., Tafsir al-Mishbah,1 Volume. (Jakarta: Lentera
Hati, 2002), hal. 461.

Tafsir Ayat
Bangkai, atau al-maytah seperti yang telah dikemukakan di
atas, diharamkan karena mengandung banyak hal negatif kalau
dikonsumsi manusia, bahkan dipastikan menimbulkan dampak
negatif atau al-khabaits menurut istilah al-Quran. Semua ulama
sepakat bahwa hukum bangkai adalah haram, kecuali dari
keumuman ayat di atas, ada hadis yang mengecualikan bahwa
belalang dan ikan mati tidak termasuk dalam kategori bangkai.
Hadis yang dimaksudkan adalah:

Dihalalkan bagi kalian dua bangkai dan dua darah. Dua bangkai
(yang dihalalkan itu) adalah belalang dan ikan, dan dua darah
adalah hati dan limpa.
Sesuai dengan hadis di atas, dan senada dengan penggalan
ayat

yaitu dihalalkan bagi kalian binatang buruan

laut,sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan


al-maytah dalam sejumlah ayat al-Quran di atas adalah bangkai
binatang darat, tidak termasuk bangkai binatang laut.
Atas

dasar

pemahaman

ini,

maka

kebanyakan

ulama

membolehkan mengonsumsi semua binatang laut, baik yang


halal (masih hidup) maupun yang bangkainya yang sudah mati.
Sementara sebagian yang lain, ada yang tetap mengharamkan
hewan-hewan laut yang serupa (menyerupai) hewan darat.3
Adapun yang lain, yang dimaksud bangkai adalah binatang
yang berembus nyawanya tidak melalui cara yang sah, seperti
3 Ibid., hal. 128.

yang mati tercekik, dipukul, jatuh, ditanduk, dan diterkam


binatang buas, namun tidak sempat disembelih, dan (yang
disembelih untuk berhala). Dikecualikan dari pengertian bangkai
adalah binatang air (ikan dan sebagainya) dan belalang. Darah,
yakni darah yang mengalir bukan substansi asalnya membeku,
seperti limpa dan hati.
Kalau daging babi yakni seluruh tubuh babi, termasuk tulang,
lemak dan kulitnya.4

Adapun pengharaman daging babi, kata

lahm al-khinzir yang secara tegas menyebutkan daging babi,


menunjukkan

lahiriah

nash

(teks

wahyu

al-Quran)

hanya

mengharamkan daging babi. Hanya saja, semua ulama sepakat


megharamkan juga lemak (syahm) babi. Pasalnya, sekelompok
ulama memasukkan lemak ke dalam kategori daging. Bahkan
menurut Ibnu al-Arabi, umat telah sepakat bahwa penyebutan
keharaman/pengharaman daging babi (lahm al-khinzir), meliputi
seluruh bagian organ babi itu sendiri. 5
B. SURAH AL-MAIDAH (5): 3


Diharamkan atas kamu bangkai, darah, daging babi, yang
disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul,
4 M. Quraish Shihab., Op. Cit., hal. 462.
5 Ibid., hal. 132.

yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas,


kecuali

yang

disembelih

sempat

atas

kamu

menyembelihnya,

berhala-berhala.

Dan

dan

yang

(diharamkan

juga)

mengundi nasib dengan anak panah, itu adalah kefasikan. Pada


hari ini orang-orang yang kafir telah berputus asa untuk
(mengalahkan) agama kamu, sebab itu janganlah kamu takut
kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agama kamu, dan telah Ku-cukupkan
kepada kamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam menjadi
agama bagi kamu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan
dan tanpa sengaja berbuat dosa, maka sesungguhnya Allah
Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.
Tafsir Ayat
Pada ayat ini, Allah Swt. berfirman: Diharamkan oleh Allah
bahkan siapapun atas kamu memakan bangkai, yaitu binatang
yang mati tanpa melalui penyembelihan yang sah, juga darah
yang mengalir sehingga tidak termasuk hati dan jantung, daging
babi, yakni seluruh tubuhnya termasuk lemak dan kulitnya,
demikian juga daging hewan apa pun yang disembelih atas
nama selain Allah dalam rangka ibadah atau menolak mudharat
yang diduga dapat tercapai dengan menyembelihnya, dan
diharamkan juga yang mati karena tercekik dengan cara atau
alat apa pun, disengaja maupun tidak.
Diharamkan juga mengundi nasib dengan anak panah, yang
demikian itu adalah kefasikan, yakni perbuatan yang mengantar
pelakunya keluar dari koridor agama. Pada hari ini, yakni ketika
turunnya ayat ini pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun ke sepuluh
Hijrah ketika Nabi Saw., melaksanakan Haji Wada, atau pada
masa

kini,

orang-orang

yang

kafir,

baik

yang

mantap

kekufurannya

maupun

tidak,

telah

berputus

asa

untuk

mengalahkan dan memudarkan agama yang kamu bawa dan


juga

berputus

asa

untuk

membendung

masyarakat

yang

memeluknya dan sebab itu pula janganlah kamu takut kepada


mereka dan takutlah kepada-Ku semata-mata karena pada hari
ini juga telah Ku-sempurnakan untuk kamu agama kamu, yakni
telah Ku-turunkan semua yang kamu butuhkan dari prinsipprinsip petunjuk agama yang berkaitan dengan halal dan haram
sehingga

tugas

kamu

menganalogikannya,

dan

hanya
telah

menjabarkan
Ku-cukupkan

dan

atau

kepada

kamu

nikmat-Ku, sehingga kamu tidak butuh lagi kepada petunjuk


agama selainnya, dan telah Ku-ridhai Islam, yakni penyerahan
diri sepenuhnya kepada-Ku menjadi agama bagi kamu. Maka
barang siapa terpaksa, yakni berada dalam kondisi yang
mengancam kelangsungan hidupnya bila dia tidak memakan
makanan yang diharamkan itu karena kelaparan dan tanpa
sengaja berbuat dosa, maka dia dapat memakannya sekedar
untuk

melanjutkan

nafas

kehidupannya

dan

Allah

akan

memaafkannya karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun


lagi Maha Penyayang.
Istilah al-Azlam, dalam bentuk jamak dari kata zalam yaitu
kayu semacam anak panah sebelum ditajamkan atau dipasang
pada ujung besi. Alat ini digunaka banyak hal, antara lain
perjudian.

Al-Azlam

digunakan

untuk

mnenentukan

nasib

seseorang atau keberhasilan dan kegagalan apa yang mereka


akan usahakan. Misalnya jka mereka bermaksud bepergian atau
menikah, mereka terlebih dahulu menuju ke dukun atau penjaga
berhala/Kabah. Di sana telah ada tiga anak panah. Ada yang
bertuliskan tuhan memerintah, ada juga tuhan melarang, dan
ada lagi yang tidak bertuliskan apa-apa. Bila yang tidak

bertuliskan yang mereka dapatkan, mereka mengulangi undian


hingga memperoleh salah satu dari yang bertuliskan itu.
Semua yang disebutkan di atas, dari bangkai hingga perjudian
dan mengundi nasib adalah fisq, yakni bentuk-bentuk yang
mengakibatkan seseorang keluar dari ajaran agama. Kata fisq
pada mulanya digunakan untuk melukiskan kurma yang telah
demikian matang sehingga kulitnya terkelupas. Demikian juga
halnya dengan pelaku fusuq (perbuatan fasiq). Seseorang yang
beragama bagaikan diliputi dan dirangkul oleh tuntunan Illahi, ia
dijaga dan dipelihara serta berada dalam pagar yang aman, bila
melanggar, maka semua pagar yang melindunginya terlepas dari
dirinya sehingga ia tidak terpelihara.6
C. SURAH AL-MAIDAH (5): 90




























Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, judi,
berhala-berhala, panah-panah (yang digunakan mengundi nasib)
adalah kekejian yang termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah
ia agar kamu mendapat keberuntungan.
Tafsir Ayat
Setelah menjelaskan persoalan makanan, kini disinggung-Nya
soal minuman yang terlarang dan yang bisa berkaitan dengan
minuman.

Hai

orang-orang

yang

beriman,

sesungguhnya

meminum khamr dan segala yang memabukkan walau sedikit,


dan ber-judi, berkuban untuk berhala-berhala, panah-panah yang
6 M. Quraish Shihab., Tafsir al-Mishbah, 5 Volume. (Jakarta: Lentera
Hati, 2002), hal. 18-22.

10

digunakan mengundi nasib, adalah kekejian dari aneka kekejian


yang termasuk perbuatan setan. Maka, karena itu, jauhilah ia,
yakni

perbuatan-perbuatan

itu

agar

kamu

mendapat

keberuntungan dengan memeroleh semua yang kamu harapkan.


Imam Bukhari ketika menjelaskan perurutan larangan-larangan
itu mengemukakan bahwa, karena minuman keras merupakan
salah satu cara yang paling banyak menghilangkan harta,
disusulnya larangan meminum khamr dengan perjudian. Dan,
karena

perjudian

membinasakan
larangan

harta,

pengagungan

pembinasaan
berhala,

merupakan

agama.

karena

(mempersekutukan

ia

salah

pembinasaan
terhadap
Begitu

harta

berhala

halnya

merupakan

Allah)

satu

jikaberhala

cara

disusul
yang

yang
dengan

merupakan

dengan

pengagungan

syirik

yang

itu

disembah,

nyata
dan

merupakan syirik tersembunyi bila dilakukan penyembelihan atas


namanya, meskipun tidak disembah. Maka, dirangkaikanlah
larangan pengagungan berhala dengan salah satu bentuk syirik
tersembunyi yaitu mengundi dengan anak panah. Dan, semua itu
dikemukakan, kesemuanya dihimpun besert alasannya yaitu
bahwa semua itu adalah rijs (perbuatan keji).
Mayoritas ulama memahami bahwa pengharaman khamr dan
penamaannya sebagai rijs/keji serta perintah menghindarinya
sebagai bukti bahwa khamr adalah sesuatu yang najis. Memang,
kata ini digunakan juga oleh bahasa Arab dalam arti sesuatu
yang kotor atau najis.
Firman-Nya: fajtanibuhul/ maka hindarilah ia mengandung
kewajiban menjauhinya dari segala aspek pemanfaatan. Bukan
saja tidak boleh diminum. Tetapi juga tidak boleh dijual, dan tidak
boleh dijadikan obat. Demikian pendapat al-Qurthubi.

11

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam beberapa

penjabaran surah-surah mengenai ayat

tentang pandangan agama terhadap makanan dan minuman.


Bahwa pada intinya, memerintahkan orang-orang beriman dan
terutama para utusan Allah supaya mengonsumsi makanan dan
minuman yang baik-baik (thayyibat) serta mensyukuri anugrah
Allah dengan berbuat hal-hal yang baik (beramal shaleh).
Dalam ketentuan hukumnya telah tersurah di dalam al-Quran,
bahwa mengonsumsi barang atau jasa yang baik-baik, wajib

12

hukumnya bagi para rasul dan orang-orang yang beriman,


mengonsumsi makanan yang baik-baik merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari rasa mensyukuri terhadap nikmat Allah
yang hukumnya wajib disyukuri.
Begitu juga dengan binatang yang diharamkan, bahwa ada
beberapa kategori hewan atau binatang yang diharamkan, yaitu
hewan atau binatang yang haram karena dzatnya itu sendiri,
dalam hal ini daging babi (lahm al-khinzir) dan darah yang
mengalir (daman masfuhan) dan binatang atau hewan yang
diharamkan

karena

penyebab

kematiannya

yang

tidak

disembelih, yaitu bangkai, kecuali bangkai belalang dan ikan


mati. Ada juga binatang yang diharamkan lantaran teknik
penyembelihannya yang tidak sesuai dengan prinsip syariat
Islam.
B. SARAN
Sepanjang pembahasan dalam penulisan makalah kali ini yang
berjudul tentang Pandangan Agama terhadap Makanan dan
Minuman,

saran

dari

penulis

kepada

pembaca

agar

bisa

mengambil inti sari dari pembahasan mengenai makanan dan


minuman yang baik, yang nantinya dapat dijadikan sebagai
pembelajaran.

Penulis

juga

mengharapkan

kepada

pembaca

untuk

memberikan sarannya juga terhadap penyusunan kalimat yang telah penulis susun,
agar bisa dimaklumi untuk dapat juga sebagai koreksi bagi penulis dan kawankawan lainnya di masa yang akan datang. Aamiin.

13

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Muhammad Amin Suma, Haji. 2013. Tafsir Ayat Ekonomi. Jakarta: Amzah.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir al-Mishbah: Pesan dan keserasian a;-Quran, 1
Volume. Jakarta: Lentera Hati.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir al-Mishbah: Pesan dan keserasian a;-Quran, 5
Volume. Jakarta: Lentera Hati.
14

15

Anda mungkin juga menyukai