Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PRAKTIKUM

KONSERVASI SUMBERDAYA PERAIRAN


DI CANDI SUMBERAWAN, DESA TOYOMARTO, KECAMATAN SINGOSARI,
KABUPATEN MALANG, JAWA TIMUR.
DITUJUKAN MEMENUHI TUGAS AKHIR PRAKTIKUM
KONSERVASI SUMBERDAYA PERAIRAN

DISUSUN OLEH:
KELAS M01

MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat,
karunia dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan yang
ditujukan untuk memenuhi praktikum mata kuliah Konservasi Sumberdaya
Perairan, Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Jurusan Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Brawijaya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu dan Bapak Dosen mata kuliah
Konservasi Sumberdaya Perairan Kelas M01 Manajemen Sumberdaya Perairan
yang telah membimbing kami dengan pemberian materi dalam kelas dan lapang,
serta terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyiapkan,
memberikan masukan dalam penyusunan laporan ini.
Akhirnya dalam segala keterbatasan serta pengetahuan, kami menyadari
bahwa dalam laporan ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena
itu, kami mengharapkan saran dan komentar yang dapat dijadikan masukan
dalam menyempurnakan kekurangan kami di masa datang dan semoga dapat
bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Malang, 17 Juni 2016


Penyusun

ii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
DAFTAR TABEL..................................................................................................vi
1.

PENDAHULUAN...........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................2
1.3 Tujuan....................................................................................................3
1.4 Waktu Dan Tempat Praktikum................................................................3

2.

TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................4
2.1 Candi Sumberawan................................................................................4
2.2 Kualitas Air.............................................................................................5
2.3 Benthos..................................................................................................6
2.4 Landscape dan Land Use.......................................................................6
2.4.1 Landscape.....................................................................................6
2.4.2 Land Use.......................................................................................7
2.5 Kuisioner................................................................................................7

3.

METODE.......................................................................................................9
3.1 Kualitas Air.............................................................................................9
3.1.1 Analisa Prosedur.........................................................................11
3.1.2 Skema Kerja................................................................................12
3.2 Benthos................................................................................................14
3.3 Landscape dan Land Use.....................................................................15
3.4 Kuisioner..............................................................................................16

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................17


4.1 Kualitas Air...........................................................................................17
4.2 Benthos..................................................................................................20
4.3 Landscape dan Land use.......................................................................23
4.4 Kuisioner................................................................................................26

5.

PENUTUP...................................................................................................31
5.1 Kesimpulan...........................................................................................31
iii

5.2 Saran....................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................32
LAMPIRAN.........................................................................................................35

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Candi Sumberawan............................................................................4


Gambar 2. Lingkungan sekitar candi sumber awan............................................25
Gambar 3. Diagram jenis kelamin responden.....................................................27
Gambar 4. Diagram umur responden.................................................................27
Gambar 5. Diagram jenis pekerjaan responden..................................................28
Gambar 6. Diagram sumber air irigasi pertanian................................................29
Gambar 7. Diagram jenis bahan kimia yang digunakan dalam pertanian...........29
Gambar 8. Diagram frekuensi pemberian pupuk ...............................................30

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Organisme bentos yang terdapat di perairan sumberawan...................22

vi

1. PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Konservasi sumberdaya alam hayati adalah pengelolaan sumberdaya alam

hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin


kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas keanekaragaman dan nilainya (UU No. 5 Tahun 1990). Menurut Piagam
Pelestarian Pusaka Indonesia (2003) dalam Priyatmono (2014), pengertian
konservasi dalam hal cagar budaya adalah upaya pengelolaan pusaka (pusaka
budaya/cagar budaya) melalui kegiatan penelitian, perencanaan, perlindungan,
pemeliharaan, pemanfaatan, pengawasan dan/atau pengembangan secara
selektif untuk menjaga kesinambungan, keserasian dan daya dukungnya dalam
menjawab dinamika jaman untuk membangun kehidupan bangsa yang lebih
berkualitas.
Alasan perlu dilakukannya konservasi karena beberapa permasalahan
yaitu kepentingan berbagai sektor dalam pemerintahan, masyarakat dan swasta
tidak selalu seiring. Banyak tantangan yang harus dihadapi dalam proses
pembangunan nasional secara keseluruhan, khususnya jumlah penduduk yang
besar dan menuntut tersedianya berbagai kebutuhan dasar. Peningkatan
kebutuhan dasar tersebut antara lain menyebabkan sebagian areal hutan alam
berubah fungsi dan menyempit dengan rata-rata pengurangan 15.000-20.000
hektar

per

tahun.

Kawasan

diluar

hutan yang

mendukung

kehidupan

keanekaragaman hayati seperti daerah persawahan dan kebun-kebun rakyat


berubah peruntukan dan cenderung menjadi miskin keanekaragaman hayatinya.
Pemanfaatan lahan untuk kepentingan berbagai sektor lain, tidak selalu
memperhitungkan akibat yang terjadi pada lingkungan hidup. Indonesia
menganut asas pemanfaatan kekayaan alam yang berupa keanekaragaman
hayati secara lestari, seperti disebutkan dalam UU No. 5 tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Namun pada
kenyataannya, perubahan ekosistem alami terus berlangsung hingga melebihi
batas kemampuan untuk memulihkan diri. Gejala penyusutan kekayaan alam ini
semakin terasa pada beberapa dekade terakhir. Pemanfaatan ekosistem alami
dengan

mengubah

habitat

berlangsung

sangat

cepat,

sehingga

terjadi

pelangkaan banyak jenis tumbuhan dan hewan baik yang hidup di hutan, sungai,
danau, pantai dan lain-lain. Banyak di antara jenis-jenis tersebut belum diketahui
manfaatnya, sehingga dikhawatirkan akan musnah tanpa sempat diketahui

peranannya dan tanpa dokumentasi tertulis mengenai keberadaanya. Akibatnya,


Indonesia sering kali menjadi sasaran kecaman, sebagai negara yang telah
mengabaikan keanekaragaman hayati, baik dalam tingkat ekosistem, jenis
maupun genetik (Soeriaatmadja, 1991 dalam Astirin, 2000).
Candi

Sumberawan

direkomendasikan

dalam

praktikum

konservasi

sumberdaya perairan karena pengembangan kawasan wisata ini berdasarkan


pemetaan zonasi sesuai zonasi cagar budaya yang juga mendukung upaya
pelestarian lingkungan (konservasi alam). Sistem Zonasi ini terdiri atas: (1) Zona
inti; area perlindungan utama untuk menjaga bagian terpenting Cagar Budaya,
(2) Zona penyangga; berfungsi melindungi zona inti, (3) Zona pengembangan;
diperuntukan bagi pengembangan potensi Cagar Budaya, (4) Zona penunjang;
diperuntukan bagi sarana dan prasarana penunjang serta untuk kegiatan
komersial dan rekreasi umum. Lokasi kajian meliputi kawasan situs Candi
Sumberawan dan kawasan sekitarnya. Daerah disekitar Candi Sumberawan
merupakan hutan pinus di kaki gunung Arjuna sisi selatan, letaknya 650 m di
atas permukaan laut dan terdapat pula sumber mata air. Stupa Sumberawan
berada dibawah pengawasan Dinas Perhutani dan lokasinya termasuk dalam
hutan lindung dengan fungsi sebagai lahan dengan tujuan istimewa (LDTI), yang
diberikan untuk tujuan istimewa dan fungsinya adalah untuk perlindungan situs
ekologi dan budaya.
1.2

Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari praktikum mata kuliah konservasi sumberdaya

perairan di Candi Sumberawan, Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari,


Kabupaten Malang, Jawa Timur adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kualitas air yang ada di dalam wilayah konservasi Candi
Sumberawan?
2. Bagaimana kondisi benthos yang ada di dalam wilayah konservasi Candi
Sumberawan?
3. Bagaimana Landscape dan landuse yang ada di dalam wilayah
konservasi Candi Sumberawan?
4. Bagaimana kondisi lapang dari hasil kuisioner dengan warga sekitar yang
ada di dalam wilayah konservasi Candi Sumberawan?

1.3

Tujuan
Tujuan dari diadakannya praktikum mata kuliah konservasi sumberdaya

perairan di Candi Sumberawan, Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari,


Kabupaten Malang, Jawa Timur adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kualitas air yang ada di dalam wilayah konservasi
Candi Sumberawan.
2. Untuk mengetahui jenis benthos yang ada di dalam wilayah konservasi
Candi Sumberawan.
3. Untuk mengetahui Landscape dan landuse yang ada di dalam wilayah
konservasi Candi Sumberawan.
4. Untuk mendapatkan data lapang melalui kuisioner dengan warga sekitar
yang ada di dalam wilayah konservasi Candi Sumberawan.
1.4

Waktu Dan Tempat Praktikum


Praktikum mata kuliah konservasi sumberdaya perairan dilaksanakan pada

hari Senin, 30 Mei 2016 di Candi Sumberawan, Desa Toyomarto, Kecamatan


Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Candi Sumberawan
Candi Sumberawan merupakan peninggalan sejarah yang berasal dari

sekitar abad 14 atau awal abad 15. Dalam prasasti Negarakertagama disebutkan
bahwa, Candi

Sumberawan diidentifikasikan

sebagai

Kasurangganan

atau

Taman Surga Nimfa dan telah dikunjungi oleh Raja Hayam Wuruk dari Majapahit
di 1359. Candi Sumberawan pertama kali ditemukan pada tahun 1904 dan pada
1937 diadakan pemugaran oleh pemerintahan Hindia Belanda pada bagian
kaki candi. Candi sumberawan merupakan satu-satunya candi yang berbentuk
stupa di Jawa Timur, bentuk bangunan candi dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Candi Sumberawan (Google Image, 2016)


Candi Sumberawan terletak di kaki Gunung Arjuna pada ketinggian 650
meter dpl, tepatnya di Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten
Malang. Situs ini merupakan peninggalan kerajaan Singosari dan hanya berjarak
sekitar 6 km dari Candi Singosari. Sering disebut juga Candi Rawan karena
terletak di tepi rawa yang mata airnya selalu mengalir sepanjang tahun. Candi ini
tidak berbentuk selayaknya candi pada umumnya, candi Sumberawan hanya
berbentuk seperti stupa dan merupakan candi Budha dan peninggalan dari
kerajaan Singhasari.
Candi Sumberawan pertama kali ditemukan pada tahun 1904, kemudian
pada tahun 1935 diadakan kunjungan oleh peneliti dari Dinas Purbakala. Para
ahli

purbakala

memperkirakan

Candi

Sumberawan

dulunya

bernama

Kasurangganan, sebuah nama yang terkenal dalam kitab Negarakertagama. Dari


bentuk-bentuk yang tertulis pada bagian batur dan dagoba (stupa) dapat
diperkirakan bahwa bangunan candi didirikan sekitar abad ke-14 hingga 15

Masehi, yaitu pada periode Majapahit. Bentuk stupanya menunjukkan latar


belakang Budhistis, mirip stupa candi Borobudur.
Candi yang berada sekitar 5 km dari kota Malang ini terbuat dari batuan
andesit dengan dimensi panjang 6,25 meter, lebar 6,25 meter, dan tinggi 5,23
meter. Konon candi ini dibangun untuk menghormati raja Hayam Wuruk dari
kerajaan Majapahit yang berkunjung ke daerah itu pada tahun 1359. Menariknya,
Candi Sumberawan merupakan satu-satunya stupa yang ditemukan di Jawa
Timur.
2.2

Kualitas Air

a. Derajat Keasaman (pH)


Derajat keasaman (pH) dalam suatu perairan merupakan salah satu
parameter kimia yang penting dalam memantau kestabilan perairan. Perubahan
nilai pH suatu perairan terhadap organisme aquatik mempunyai batasan tertentu
dengan nilai pH yang bervariasi. Nilai pH dalam suatu perairan merupakan suatu
indikasi terganggunya perairan tersebut. Berkurangnya nilai pH dalam suatu
perairan ditandai dengan semakin meningkatnya senyawa organik di perairan
tersebut (Simanjuntak, 2012).
b. Suhu
Peningkatan suhu menyebabkan turunnya kadar oksigen terlarut karena
peningkatan suhu menyebabkan tingginya aktifitas metabolisme dan respirasi
organisme yang menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan
suhu perairan sebesar 10C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi
oksigen namun oksigen terlarut cenderung menurun akibat kenaikan suhu
tersebut. Adanya perubahan suhu dapat menyebabkan terjadinya sirkulasi dan
stratifikasi air yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh
terhadap distribusi air (Sudirman dan Husrin, 2014).
c. Karbondioksida (CO2)
Karbondioksida merupakan gas yang dibutuhkan oleh tumbuhan air untuk
melakukan fotosintesis. Karbondioksida sangat berpengaruh terhadap oksigen.
Bila karbondioksida dalam suatu perairan tinggi maka oksigen menjadi rendah
begitu pula pH air. Kandungan karbondioksida yang masih bisa ditoleransi oleh
fitoplankton adalah 12 mg/L (Sari et al., 2013).

d. Oksigen (O2)
Oksigen terlarut merupakan salah satu penunjang utama kehidupan di
laut dan indikator kesuburan perairan. Kadar oksigen terlarut semakin menurun
seiring dengan semakin meningkatnya limbah organik di perairan. Hal ini
disebabkan oksigen yang ada, dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan zat
organik menjadi zat anorganik. Rendahnya kadar oksigen terlarut pada
kedalaman yang semakin dekat ke dasar perairan, erat kaitannya dengan
banyaknya kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk proses penguraian zat
organik menjadi zat anorganik oleh mikroorganisme. Sedangkan aktivitas proses
fotosintetis semakin berkurang (Simanjuntak, 2012).
2.3

Benthos
Benthos merupakan kelompok organisme yang hidup di dalam atau di

permukaan sedimen dasar perairan. Bentos memiliki sifat kepekaan terhadap


beberapa bahan pencemar, mobilitas yang rendah, mudah ditangkap dan
memiliki kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam
keseimbangan suatu ekosistem perairan dapat menjadi indikator kondisi ekologi
terkini pada kawasan tertentu (Nyabakken,1992).
Bentos memegang peranan yang penting dalam komunitas perairan,
terutama dalam proses mineralisasi dan pendaurulangan bahan organik. Selain
itu dalam rantai makanan, hewan bentos menempati tingkat rantai makanan
(tropik-level) kedua dan ketiga. Sebagai konsumer tingkat pertama, hewan
bentos terdiri dari pemakan tingkat tinggi dan sebagai konsumer kedua, hewan
bentosa hanya bisa memangsa zooplankton atau sesama hewan bentos lainnya
(Dahuri et al.,1996).
2.4

Landscape dan Land Use

2.4.1 Landscape
Ladang atau Lahan adalah bagian dari bentang alam (landscape) yang
mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi
dan bahkan keadaan vegetasi alami yang secara potensial akan berpengaruh
terhadap penggunaan lahan. Lahan mempunyai sifat keruangan, unsur estetis
dan merupakan lokasi aktivitas ekonomi manusia. Keberadaannya sangat
terbatas, oleh karena itu diperlukan pertimbangan dalam pemanfaatannya agar
memberikan hasil yang optimal bagi perikehidupan (Mather, 1986).

Menurut Suratman (2004), landscape (bentang lahan) adalah sebagian


ruang di permukaan bumi yang terdiri dari system-sistem yang dibentuk oleh
interaksi dan interdepensi antara bentuklahan (landform), batuan, bahan
pelapukan batuan, tanah, air, udara, tetumbuhan, hewan laut tepi pantai, energi
dan manusia yang secara keseluruhan membentuk satu kesatuan.
Ada 2 macam pendekatan dalam penentuan tata guna lahan. Pendekatan
pertama adalah berdasarkan asumsi bahwa tata guna lahan ditentukan oleh
kondisi fisik lahan, sedangkan pendekatan kedua berdasarkan asumsi bahwa
tata guna lahan ditentukan oleh kekuatan ekonomi (Mather, 1986).
2.4.2 Land Use
Penggunaan lahan atau yang lebih dikenal dengan land use dalam suatu
kegiatan merupakan salah satu istilah yang sering digunakan di dunia
perencanaan, yang dimana artinya cukup jelas, yang mengacu pada bagaimana
dan untuk apa lahan ataupun tanah pada umumnya digunakan, apakah
dimanfaatkan untuk perumahan, komersial, kawasan industri, lahan terbuka
(Mather, 1986).
Menurut Lindgren (1985), tentang (Land Use Planning and Remote
Sensing). Penggunaan lahan adalah semua jenis penggunaan sumber daya
lahan oleh manusia baik untuk pertanian, lapangan olah raga, rumah mukim
serta kegiatan lain sepanjang masih ada keterkaitannya dengan lahan.
Definisi secara umum tentang Land use merupakan upaya dalam
merencanakan penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi
pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi tertentu, misalnya fungsi
pemukiman, perdagangan, industri, dll. Rencana tata guna lahan merupakan
kerangka kerja yang menetapkan keputusan-keputusan terkait tentang lokasi,
kapasitas dan jadwal pembuatan jalan, saluran air bersih dan air limbah, gedung
sekolah, pusat kesehatan, taman dan pusat-pusat pelayanan serta fasilitas
umum lainnya (Mather, 1986).
2.5

Kuisioner
Kuisioner juga sering dikenal sebagai angket. Kuisioner merupakan

instrumen pengumpulan data atau informasi yang dioperasionalisasikan ke


dalam bentuk item atau pertanyaan. Penyusunan kuesioner dilakukan dengan
harapan dapat mengetahui variable-variabel apa saja yang menurut responden

merupakan hal yang penting. Tujuan penyusunan kuesioner adalah untuk


memperbaiki bagian-bagian yang dianggap kurang tepat untuk diterapkan dalam
pengambilan data terhadap responden. Kuesiner dapat didefinisikan sebagai
daftar pertanyaan yang akan digunakan untuk memperoleh data dari sumbernya
secara

langsung

melalui

proses

komunikasi

atau

dengan

mengajukan

pertanyaan.
Menurut Setiawan (2014), kuisioner atau daftar pertanyaan adalah sebuat
set pertanyaan yang secara logis berhubungan dengan masalah penelitian, dan
tiap pertanyaan merupakan jawaban jawaban yang mempunyai makna dalam
menguji hipotesis. Daftar pertanyaan tersebut dibuat cukup terperinci dan
lengkap. Menurut Wingkel (1987), angket adalh suatu daftar atau kumpulan
pertanyaan tertulis yang harus dijawab secara tertulis juga. Angket merupakan
salah satu alat pengumpul data dalam asesmen nontes, yang berupa
serangkaian pertanyaan atau pernyataan yang diajukan pada responden
(peserta didik, orang tua atau masyarakat). Angket dikenal dengan sebutan
kuesioner. Alat asesmen ini secara garis besar terdiri dari tiga bagian yakni : (1)
Judul angket, (2) Pengantar yang berisi tujuan atau cara pengisian angket dan
(3) item item pertanyaan, bisa juga opini atau pendapat dan fakta.

3. METODE
3.1

Kualitas Air
Pada praktikum Konservasi Sumberdaya Perairan parameter kualitas air

yang diukur adalah suhu, pH, DO dan CO2. Adapun fungsi alat yang digunakan
dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
a. Suhu
Alat yang digunakan pada pengukuran suhu, yaitu:

- Thermometer Hg

: untuk mengukur suhu perairan

- Stopwatch

: untuk menghitung lama thermometer di perairan

- Tali rafia

: untuk memegang thermometer

b. Derjat Keasaman (pH)


Alat yang digunakan pada pengurukan pH, yaitu:

- Kotak standard pH

: untuk mengetahui pH air sungai dan sebagai


indikator pembanding

- Stopwatch

: untuk menghitung waktu yang digunakan dalam


praktikum

c. Oksigen Terlarut (DO)


Alat yang digunakan pada pengukuran DO, yaitu:

- Botol DO (318 ml)

: sebagai tempat air sampel dan larutan yang diuji

- Pipet tetes

: untuk mengambil larutan dalam skala kecil

- Buret

: sebagai tempat larutan titrasi

- Statif

: sebagai penyangga buret

- Washing bottle

: sebagai wadah aquades

- Nampan

: sebagai tempat alat dan bahan yang akan


digunakan

d. CO2
Alat yang digunakan dalam pengukuran CO2, yaitu:

- Gelas ukur

: untuk mengukur volume air sampel yang akan


diuji

- Erlenmeyer

: sebagai tempat larutan air sampel yang akan diuji

- Pipet tetes

: untuk mengambil larutan dalam skala kecil

- Statif

: sebagai penyangga buret

- Buret

: sebagai tempat titrasi

- Washing bottle

: sebagai wadah aquades

- Nampan

: tempat alat dan bahan yang akan digunakan

Adapun fungsi bahan yang digunakan pada pengukuran kualitas air pada
praktikum Konservasi Sumberdaya Perairan antara lain adalah sebagai berikut:
a. Suhu
Bahan yang digunakan dalam pengukuran suhu, yaitu:

- Air sungai

: sebagai air sampel yang akan diukur nilai suhunya

b. Derajat Keasaman (pH)


Bahan yang digunakan dalam pengukuran pH, yaitu:
- Air sungai

: sebagai air sampel yang akan diukur nilai pHnya

c. Oksigen Terlarut (DO)


Bahan yang digunakan dalam pengukuran DO, yaitu:
- Air sungai

: sebagai air sampel yang akan diukur nilai Donya

- MnSO4

: untuk mengikat oksigen di perairan

- NaOH+KI

: untuk membuat endapan coklat dan melepas


ikatan I2

- H2SO4 (1:1)

: untuk melarutkan endapan coklat dan indikator


suasana asam

- Amylum

: sebagai indikator suasana basa dan indikator


warna ungu

- Na2S2O3 0,025 N

: sebagai larutan titrasi dan menetralkan I dan O

- Aquades

: untuk kalibrasi

d. CO2
Bahan yang digunakan dalam pengukuran CO2, yaitu:
- Air sungai

: sebagai air sampel yang akan diukur nilai CO2 nya

- Indikator PP

: sebagai indikator suasana basa dan warna pink

- Na2CO3 0,0454 N

: sebagai larutan titrasi

- Aquades

: untuk kalibrasi

3.1.1 Analisa Prosedur


a.

Suhu
10

Pada praktikum Konservasi Sumberdaya Perairan dengan pengukuran


suhu, pertama yang harus dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan yang
akan

digunakan.

Selanjutnya

pengukuran

suhu

air

dilakukan

dengan

memasukkan thermometer Hg langsung ke dalam air dengan membelakangi


sinar matahari sampai batas skala baca dan membiarkan 2-5 menit sampai skala
suhu pada thermometer menunjukan angka yang stabil, pembacaan skala
thermometer dilakukan dengan cepat setelah mengangkat thermometer dari air
dan hasil pengamatan dicatat dalam skala C.
b.
Derajat Keasaman (pH)
Pada praktikum Konservasi Sumberdaya Perairan pada pengukuran pH
yang harus dilakukan pertama kali adalah menyiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan. Selanjutnya adalah memasukkan pH paper ke dalam air sekitar 1
menit. Kemudian dikibas-kibaskan pH paper sampai setengah kering dan
dicocokkan perubahan warna pH paper dengan kotak standar pH. Dicatat hasil
ppengamatan yang telah didapatkan dari perairan tersebut.
c.
Oksigen Terlarut (DO)
Pada praktikum Konservasi Sumberdaya Perairan pada pengukuran DO,
hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan menyiapkan alat dan bahan
yang akan digunakan. Selanjutnya diukur dan dicatat volume botol DO yang
akan digunakan. Botol DO dimasukkan ke dalam perairan dengan posisi 450.
Botol DO perlahan ditutup selagi masih berada di dalam perairan dan jangan
sampai terjadi gelembung udara. Apa bila masih ada gelembung udara maka
diulangi. Setelah itu ditambahkan 2 ml larutan MnSO4 dan 2 ml larutan NaOH+KI.
Botol DO dibolak-balik sampai larutan homogen kemudian diendapkan. Air
bening diatas endapan dibuang kemudian di tambahkan 2 ml H2SO4 pekat.
Selanjutnya dikocok sampai endapan larut dan ditambahkan 4 tetes amylum
sebagai indicator warna ungu dan pengkondisian basa. Lalu di tambahkan dan
kemudian di titrasi dengan Na2S2O3 0,025 N sampai terjadi perubahan tidak
berwarna (bening) pertama kali.
Dicatat volume titran (Na2S2O3) yang terpakai kemudian hitung dengan
menggunakan rumus :

d.

CO2
Pada praktikum Konservasi Sumberdaya Perairan cara untuk mengukur

CO2 yang perlu dilakukan pertama kali adalah dengan menyiapkan alat dan
bahan yang akan digunakan. Selanjutnya dimasukkan 25 ml air sampel ke dalam

11

erlenmayer. Setelah itu, ditambahkan 1-2 tetes indikator PP. Bila air berwarna
pink berarti air tersebut tidak mengandung CO 2 bebas. Sedangkan bila air
sampel tetap tidak berwarna, maka dititrasi dengan larutan Na 2CO3 0,0454 N
sampai warna menjadi merah (pink) pertama kali. Dicatat volume titrannya untuk
menghitung kadar CO2 dengan menggunakan rumus :

3.1.2

Skema Kerja

a. Suhu
Thermometer

HHg
-

dimasukkan ke dalam perairan bak, dengan posisi


membelakangi sinar matahari sampai batas skala baca
dan jangan tersentuh tangan

ditunggu + 2 5 menit

dibaca skala air raksa saat masih dalam perairan


Botol-DO dicatat dalam skala oC.
dicatat volume botol DO
Hasil

dimasukkan dalam perairan denga posisi 45


diisi perlahan dengan air jangan sampai terdapat gelembung

b. pH

udara

ditegakkan secara perlahan jika volume hampir penuh


pH
paper
ditutup di dalam perairan jika volume sudah penuh
Boto DO berisi
air sampel
disiapkan
pH paper
dicelupkan kedalam perairan dan tunggu 1 menit
dibuka tutup botolnya
diangkat pH paper dan dikibas-kibaskan sampai setengah kering
ditambahkan
ml MnSO
danwarna
NaOH+KI
4
dicocokkan
warna ph2paper
dengan
pada kotak standart pH
dihomogenkan
dan diampkan sampai terdapat endapan coklat
dicatat nilai
pH
dibuang air jernih
c. DO Hasil

ditambahkan 2ml H2SO4 pekat dan di kocok sampai endapan


larut
ditambahkan 3-4 tetes amylum dan dihomogrnkan
dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,025 N
dititrasi sampai bening pertama kali
dicatat volume larutan Na2S2O3 yang terpakai
dihitung dengan rumus:

Hasil

12

13

d. CO2

Air Sampel
-

dimasukkan 25 ml air sampel ke dalam erlenmenyer

ditambahkan 1 2 tetes indikator PP

bila air berwarna merah berarti tidak mengandung CO2 bebas


bila air sampel tidak berwarna ditirasi dengan Na2CO3 0,045N
hingga warna pink pertama kali

dicatat volume titran

dihitung dengan rumus :


CO2 (mg/l) =

Hasil

3.2

Benthos
Cara kerja pengambilan bentos dilapangan adalah pertama menentukan

lokasi pengambilan sampel, kemudian sediakan Eckman greb untuk mengambil


bentos dengan cara memasukkan Eckman greb ke dasar perairan dan diulang
sebanyak 5 titik pada lokasi yang sama dan dimasukkan dalam saringan kotak
dengan ukuran kasa 1 mm. Mengayak bentos tersebut kemudian sampel bentos
dimasukkan dalam plastik ukuran 5 kg. Setelah dimasukkan dalam plastik lalu
tuangkan formalin pekat (70%) kira-kira 100 ml sampai bentos terendam dan
teteskan larutan rosbengal untuk memudahkan menyortir di labolatorium. Setelah
sampai di labolatorium maka sampel bentos dikeluarkan dalam plastik dan
disaring lagi menggunakan saringan bentos size 3 mm. Setelah disaring dan
dibilas dengan air lalu disortir. Proses penyortiran dilakukan menggunakan lup
dan lampu dan menggunakan baki dan cawan petri. Setelah semua selesai
disortir maka sampel bentos mulai di buat spesimen (Dwirastina, 2013).
Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan menggunakan jaring
surber (25 x 40) cm, Pengambilan contoh makrozoobentos dilakukan dengan
meletakkan jaring surber di dasar sungai. Posisi jaring surber diletakkan
menghadap arah datangnya arus (Michael, 1994). Makrozoobentos diambil

14

dengan cara mengeruk bagian luasan petak. Setelah proses pengambilan contoh
makrozoobentos

selesai,

makrozoobentos

segera

disortir

menggunakan

saringan. Hasil sortiran segera dimasukan dalam botol sampel lalu diawetkan
dengan alkohol 70%. Makrozoobentos lalu diidentifikasi menggunakan bukubuku indentifikasi (Seymour, 1992 dalam Marmita et al., 2013).
3.3

Landscape dan Land Use


Pada

Landscape

praktikum
dan

Konservasi

Land

Use

kita

Sumberdaya
menggunakan

Perairan
metode

tentang
deskripsi

materi
atau

menggambarkan tempat praktikum. Yang kita laksanakan di Sumberawan. Untuk


Landscape kita menggambarkan atau mendeskripsikan tentang lingkungan fisik
(iklim, topografi, hidrologi, dan keadaan vegetasi alam) di sekitar Sumberawan.
Dan untuk Land Use kita juga menggambarkan dan mendeskripsikan apakah
Sumberawan itu termasuk cagar alam, taman nasional yang dapat kita lihat
dengan acuan Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dan apakah Sumberawan tersebut
masuk ke dalam penyangga kehidupan, pemanfaatan, dan pengawetan apabila
kita lihat dalam hal campur tangan masyarakat sekitar Sumberawan.
Perencanaan lanskap ekowisata hutan mangrove menggunakan metode
Perencanaan dan desain lanskap ekowisata yang terdiri dari beberapa tahapan
sebagai proses perencanaan yaitu inventarisasi, analisis, sintesis, perencanaan,
dan perancangan desain. Inventarisasi data dilakukan pada unsur-unsur lanskap
seperti lokasi, tata guna lahan, aksesibilitas, topografi, tanah, iklim, hidrologi,
vegetasi dan satwa. Hasil dari kegiatan inventarisasi, analisis, dan sintesis
disajikan secara spasial, dengan memanfaatkan berbagai teknik komputerisasi
dengan memanfaatkan teknik Geographic Information System (GIS), yaitu
kegiatan analisis danoverlay dari berbagai data yang sudah dikumpulkan
dilakukan dengan lebih efisien dan akurat (Nugraha et al., 2015).
Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan
memerlukan pemikiran yang seksama dalam mengambil keputusan pemanfaatan
yang paling menguntungkan
pemikiran

terhadap

tindakan

dari sumberdaya lahan yang terbatas, namun


konservasinya

mendatang juga harus dilakukan.

untuk

pengggunaan

masa

Terkait dengan hal di atas dan semakin

mendesaknya permasalahan perubahan fungsi hutan menjadi penggunaan lahan


yang mengancam keberadaan dan kelestarian hutan dan lingkungan secara

15

keseluruhan diperlukan perhatian yang serius dari pihak-pihak yang berwenang


seperti Dinas Kehutanan Daerah, Dinas Kehutanan Provinsi, Departemen
Kehutanan, dan pihak lain Upaya lain yang mendesak untuk dilakukan
melakukan pembenahan tata ruang termasuk penghentian konversi lahan hutan
menjadi non hutan pada kawasan hutan. Terkait dengan hal tersebut maka
seluruh stakeholders yang berkepentingan perlu dilibatkan secara aktif mulai
dalam

proses

perencanaan

sampai

dengan

monitoring

dan

evaluasi

(Sitorus,1998 dalam Antoko et al., 2008).


3.4

Kuisioner
Pada praktikum Konservasi Sumberdaya Perairan yang dilaksanakan pada

tanggal 30 Mei 2016 di Sumberawan, adapun dalam pengambilan sampel pada


kuisioner ini metode yang digunakan yaitu metode wawancara lisan secara
langsung dengan responden. Penentuan responden dengan cara acak dari satu
tempat ke tempat yang lain. Menurut Hendri (2009), kuesioner merupakan daftar
pertanyaan yang akan digunakan oleh periset untuk memperoleh data dari
sumbernya

secara

langsung

melalui

proses

komunikasi

atau

dengan

mengajukan pertanyaan.
Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data. Cara merujuk pada sesuatu yang abstrak,
tetapi dapat diwujudkan dalam benda yang kasat mata, tetapi hanya dapat
dipertontonkan penggunaannya. Dengan demikian angket/kuesioner adalah
daftar pertanyaan yang disiapkan oleh peneliti dimana tiap pertanyaannya
berkaitan dengan masalah penelitian. Angket tersebut pada akhirnya diberikan
kepada responden untuk dimintakan jawaban.

16

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Kualitas Air

a. Oksigen Terlarut
Pada praktikum Konservasi tentang kualitas air yang dilakukan oleh 5
kelompok dengan lokasi pengamatan yang berbeda didapatkan nilai oksigen
terlarut (DO) oleh kelompok 1 sampai kelompok 5 secara berturut turut yaitu 6
mg/l, 7,5 mg/l, 6 mg/l, 6,36 mg/l dan 7,1 mg/l. Pengukuran dilakukan dalam
waktu yang hampir bersamaan, yaitu pada pagi hari sekitar pukul 08.25 WIB.
Dari hasil pengukuran tersebut yang dilakukan oleh 5 kelompok diketahui bahwa
nilai oksigen terlarut di perairan sungai kawasan Candi Sumberawan tergolong
masih dapat ditolerir oleh organisme perairan untuk hidup diperairan tersebut. Di
perairan air tawar, kadar oksigen terlarut antara 15 mg/l pada suhu 0C dan 8
mg/l pada suhu 25C.
Menurut Pangkey (2008), oksigen

terlarut

merupakan

parameter

kualitas air yang terpenting dalam usaha budidaya. Kandungan oksigen di


bawah 5 mg/L dapat menurunkan daya atau kemauan makan dan pertumbuhan
ikan yang dipelihara. Kelarutan oksigen di bawah 3 mg/L dapat menyebabkan
ikan mengalami stres, sedangkan pada kandungan oksigen di bawah 2
mg/L

menyebabkan

kematian

pada

ikan. Berdasrkan hasil pengukuran

kelompok 1 diperoleh nilai DO sebesar 6 mg/l hal ini membuktikan bahwa


kandungan oksigen terlarut masih baik untuk pertumbuhan biota akuatik yang
ada didalamnya.
Menurut Suparjo (2009), kehidupan air dapat bertahan jika terdapat
oksigen terlarut minimal 5 mg/l. Untuk selebihnya tergantung pada ketahanan
organisme, derajat keaktifannnya, kehadiran bahan pencemar dan fluktuasi
suhu. Konsentrasi DO dapat menjadi indikator adanya pencemaran organik.
Menurut Arifin (2013) dalam Tatangindatu et al. (2013), oksigen terlarut
yang seimbang untuk hewan budidaya adalah lebih dari 5 mg/L. Jika oksigen
terlarut tidak seimbang akan menyebabkan stress pada ikan karena otak tidak
mendapat suplai oksigen yang cukup, serta kematian akibat kekurangan oksigen
(anoxia) yang disebabkan jaringan tubuh ikan tidak dapat mengikat oksigen yang
terlarut dalam darah. Pada siang hari, oksigen dihasilkan melalui proses
fotosintesa sedangkan pada malam hari, oksigen yang terbentuk akan digunakan
kembali oleh alga untuk proses metabolisme pada saat tidak ada cahaya. Kadar
oksigen maksimum terjadi pada sore hari dan minimum menjelang pagi hari.
17

b. Suhu
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari praktikum Konservasi tentang
kualitas air yang dilakukan oleh 5 kelompok dengan lokasi pengamatan yang
berbeda didapatkan nilai suhu oleh kelompok 1 sampai kelompok 5 secara
berturut turut yaitu 21 oC, 21oC, 27oC, 21oC dan 23oC. Pengukuran dilakukan
dalam waktu yang hampir bersamaan, yaitu pada pagi hari sekitar pukul 08.25
WIB. Hasil yang didapat pada kelompok 1, 2 dan kelompok 4 menunjukan
kondisi suhu yang cukup rendah yaitu sebesar 21oC, hal ini dikarenakan lokasi
pengukuran dikelilingi pepohonan maka penetrasi radiasi cahaya matahari belum
optimal sampai ke lokasi perairan ini. Kemudian hasil yang didapat pada
kelompok 5 pun demikian halnya seperti lokasi kelompok 1, 2 dan kelompok 4
yaitu cenderung bersuhu rendah yaitu sebesar 23oC. Berbeda dengan hasil yang
di dapat oleh kelompok 3, nilai suhu yang di dapat yaitu sebesar 27 oC, hal ini
karena lokasi pengukuran tidak langsung tertutupi oleh tanaman atau
pepohonan, maka penetrasi radiasi cahaya matahari sudah optimal. Dari hasil
pengukuran 5 kelompok tersebut diketahui bahwa nilai suhu perairan sungai di
wilayah Candi Sumberawan masih tergolong pada kisaran suhu optimum
perairan pada umumnya. Suhu perairan ini dipengaruhi beberapa faktor
diantaranya adalah waktu pengambilan sampel dan hal hal yang ada disekitar
tempat pengukuran.
Menurut Macan (1978) dalam Siahaan (2011), suhu air sungai merupakan
faktor pembatas bagi organisme akuatik. Hal ini berpengaruh pada distribusi
organisme akuatik. umumnya kisaran suhu perairan tawar di Indonesia berkisar
antara 21,3 31,4 oC. Faktor yang mempengaruhi adalah cuaca dan intensitas
matahari. Sedangkan pernyataan Tatangindatu et al. (2013), menyatakan bahwa
kisaran yang baik untuk menunjang pertumbuhan optimal adalah 28oC 32oC.
Pada dasarnya suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan
pertumbuhan ikan. Menurut Kordi dan Tancung (2005) dalam Maniagasi et al.
(2013),

menyatakan

bahwa

suhu

mempengaruhi

aktivitas

metabolisme

organisme, oleh karena itu penyebaran organisme di perairan tawar dibatasi oleh
suhu perairan tersebut. Suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan
pertumbuhan biota air. Suhu air sangat berkaitan erat dengan konsentrasi
oksigen terlarut dalam air dan laju konsumsi oksigen hewan air. Suhu air
berbanding terbalik dengan konsentrasi jenuh oksigen terlarut dan berbanding
lurus dengan laju konsumsi oksigen hewan air serta laju reaksi kimia di dalam air.

18

Menurut Kangkan (2006), suhu yang optimal bagi pertumbuhan ikan


tropis berkisar antara 25C 32oC. Semakin tinggi suhu semakin cepat perairan
mengalami kejenuhan akan oksigen yang mendorong terjadinya difusi oksigen
dari air ke udara, sehingga konsentrasi oksigen terlarutdalam perairan semakin
menurun.
c. Derajat Keasaman (pH)
Pada praktikum Konservasi tentang kualitas air yang dilakukan oleh 5
kelompok dengan lokasi pengamatan yang berbeda didapatkan nilai pH perairan
oleh kelompok 1 sampai kelompok 5 didapat hasil yang sama yaitu sebesar 7
atau dapat dikatakan kondisi perairan sungai di kawasan Candi Sumberawan
adalah netral, tidak cenderung asam maupun basa. Maka dari hasil analisa nilai
pH di 5 lokasi badan sungai pada kawasan Candi Sumberawan merupakan nilai
pH yang optimum atau baik untuk hidup organisme akuatik.
Menurut Effendi (2003) dalam Suryanto (2011), sebagian besar biota
akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 8,5.
Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses
nitrifikasi akan berakhir bila pH rendah. Dengan demikian nilai pH pada kisaran
antara 8 9 menunjukkan bahwa perairan tersebut sangat mendukung untuk
kehidupan biota perairan.
Berdasarkan standart baku mutu PP No. 82 Tahun 2001 (kelas II),
menyatakan pH yang baik untuk kegiatan budidaya ikan air tawar berkisar antara
6 - 9. Apabila pH yang sangat rendah, menyebabkan kelarutan logam-logam
dalam air makin besar, akan bersifat toksik bagi organisme air, sebaliknya pH
yang tinggi dapat meningkatkan kosentrasi amoniak dalam air yang juga bersifat
toksik bagi organisme air (Frasawi et al., 2013).
Derajat keasaman air ditentukan oleh konsentrasi ion H+ yang dinyatakan
dalam angka 1 14. Derajat keasaman air sangat mempengaruhi tingkat
kesuburan air untuk memelihara ikan atau konsentrasi CO2 dan senyawa yang
bersifat asam. Keasaman air ideal untuk memelihara ikan berkisar 7,5 8,5.
Namun pH 6,5 9 masih tergolong baik untuk memelihara ikan. Lebih kecil dari
itu ikan tidak mampu beradaptasi. Air yang terlalu alkali atau basa dengan kadar
pH 11 akan bersifat racun bagi ikan (Bachtiar, 2002 dalam Hidayati, 2009).
b. Karbondioksida (CO2)

19

Pada praktikum Konservasi tentang kualitas air yang dilakukan oleh 5


kelompok dengan lokasi pengamatan yang berbeda didapatkan nilai CO 2
perairan oleh kelompok 1 sampai kelompok 5 secara berturut turut yaitu 39,95
mg/l, 7,8 mg/l, 39,95 mg/l, 6,5 mg/l dan 23,1 mg/l. Kadar karbondioksida yang
terdapat pada kelima lokasi badan sungai, rata rata masih tergolong pada
kisaran yang baik untuk organisme akuatik tumbuh, karena lebih dari 5 mg/L
(ppm). Namun untuk hasil yang didapat oleh kelompok 4 sebesar 6.5 mg/l
tergolong kurang baik, meskipun kadar karbondioksida sebesar 10 mg/L masih
dapat ditolerir oleh ikan asalkan kadar oksigen terlarut terpenuhi.
Menurut Effendi (2003) dalam Adawiyah (2011), menjelaskan bahwa
kadar karbondioksida di perairan mengalami penurunan bahkan hilang karena
proses fotosintesis, evaporasi dan agitasi air. Kadar CO2 bebas sebesar 10 mg/
liter masih dapat ditoleransi oleh organisme akuatik, asal disertai dengan kadar
oksigen yang cukup. Sebagian besar organisme akuatik masih dapat bertahan
hingga kadar karbondioksida bebas mencapai 60 mg/ liter.
Menurut Kordi dan Andi (2005), karbondioksida (CO2) merupakan gas
yang dibutuhkan oleh tumbuh-tumbuhan air renik maupun tingkat tinggi untuk
melakukan fotosintesis. Meskipun peranan karbondioksida sangat besar bagi
kehidupan organisme air, namun kandungannya yang berlebihan sangat
mengganggu, bahkan menjadi racun secara langsung bagi biota budidaya,
terutama di kolam dan tambak.
Hal ini sesuai dengan Boyd (1988) dalam Effendi (2003), perairan yang
diperuntukkan bagi kepentingan perikanan sebaiknya mengandung kadar
karbondioksida bebas < 5 mg/L. Kadar karbondioksida bebas sebesar 10 mg/L
masih dapat ditolelir oleh organisme akuatik, asal disertai dengan kadar oksigen
yang cukup. Sebagian besar organisme akuatik masih dapat bertahan hidup
hingga kadar karbondioksida bebas mencapai sebesar 60 mg/L.

4.2 Benthos
Pada Praktikum Konservasi yang dilaksanakan pada tanggal 30 Mei 2016
di Sumberawan pada Kelas M01 untuk pengamatan Bentos didapatkan hasil
bahwa perairan tersebut mengalami pencemaran ringan. Hal ini ditunjukkan
dengan ditemukannya jenis bentos seperti Oligochaeta, thiaridae, planaridae,
baetidae, hydropsychidae. Pengambilan sampel bentos dalam suatu perairan
dapat digunakan sebagai alat pendukung untuk melakukan konservasi
20

sumberdaya air. Bentos dapat dijadikan sebagai indikator suatu perairan hal ini
disebabkan karena bentos hidupnya menetap dalam suatu substrat dan umur
bentos berkisar antara 1-2 tahun. Selain itu bentos merupakan organisme air
yang mudah terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik fisik ataupun kimia.
Bentos memiliki tingkat kepekaan dan keterbatasan gerak sehingga dapat
digunakan sebagai bioindikator pencemaran perairan.
Menurut Guntur (1993) dalam Asra (2009), bentos merupakan hewan
yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada di dasar perairan baik yang
sesil, yang merayap maupun menggali lubang. Beberapa sifat hidup hewan
bentos memberikan keuntungan untuk digunakan sebagai indikator biologi
diantaranya mempunyai habitat relatif menetap. Dengan demikian, perubahanperubahan kualitas air tempat hidupnya akan berpengaruh terhadap komposisi
dan kelimpahannya. Komposisi atau kelimpahan makrozoobentos bergantung
kepada toleransi ataupun sensitifitasnya terhadap perubahan lingkungan.
Beberapa organisme makrozoobentos sering digunakan sebagai spesies
indikator kandungan bahan organik dan dapat memberikan gambaran yang lebih
tepat dibandingkan pengujian fisika dan kimia.
Cara menentukan kualitas perairan berdasarkan Benthos yang ada di
perairan tersebut salah satunya yaitu dengan pendekatan kualitatif dimana kita
melihat jenis-jenis daripada Benthos yang hidup diperairan itu sendiri. jenis-jenis
bentos berdasarkan tingkat kerusakan perairan adalah sebagai berikut :
1. Perairan bersih adalah Planaria, Perla, Isoperia, Leuctra, Nemoura,
Eodyonurus dan Ephemera.
2. Perairan tercemar organik

ringan

adalah

Caenis,

Ephemerella,

Baetidae, Limnophillus dan Hydropsyche.


3. Perairan tercemar organik sedang adalah Simulium, Lymnaea dan
Physa.
4. Perairan tercemar organik berat adalah Chironomous dan Tubifex.
Berikut ini adalah organisme benthos yang didapat dari perairan kawasan
Sumberawan dapat dilihat pada Tabel 1 :

Tabel 1. Organisme Bentos yang ada di perairan Sumberawan

21

No.

Organisme

Kondisi Perairan

1.

Perairan tercemar organik ringan

Baetidae
2.

Perairan bersih

Planaridae
3.

Perairan tercemar organik ringan

Thiaridae
4.

Oligochaeta

Perairan tercemar organik


sedang

22

5.

Perairan tercemar organik ringan

Hydropsychidae

4.3 Landscape dan Land use


Pada praktikum konservasi sumberdaya perairan yang dilakukan di
Sumberawan didapatkan hasil landuse dan landscape sebagai berikut. Kawasan
Sumberawan terdapat persawahan masyarakat, irigasi yang dimanfaatkan warga
untuk mengairi sawah, mencuci baju dan perlengkapan lain untuk kegiatan
pertanian. Selain itu terdapat candi Sumberawan yang merupakan peninggalan
sejarah dari Museum Trowulan Mojokerto, candi tersebut dimanfaatkan untuk
kegiatan ritual masyarakat dan juga wisata. Berhadapan dengan candi
Sumberawan terdapat tandon air untuk masyarakat Dukuh Sumberawan yang
dilindungi dengan pagar untuk menghindari kerusakan yang dapat mencemari air
tersebut. Terdapat pula kolam yang dimanfaatkan oleh berbagai pihak seperti
irigasi, PDAM dan pemancingan. Selain itu di area Sumberawan terdapat warung
yang menjual berbagai makanan untuk pengunjung. Bersebelahan dengan
warung juga terdapat toilet atau MCK. Kawasan Sumberawan terdapat bagian
yang khusus dan khas yaitu sumber air nmSumberawan yang dimanfaatkan
masyarakat serta umum.
Kawasan

Sumberawan

merupakan

wilayah

pemeliharaan

atau

perlindungan dan pemanfaatan karena kawasan ini merupakan kawasan cagar


alam sesuai dengan UU No.5 Tahun 1990. Cagar alam adalah kawasan suaka
alam karena kawasan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan
ekosistemnya

atau

ekosistem

tertentu

yang

perlu

dilindungi

dan

perkembangannya berlangsung secara alami. Kawasan suaka alam merupakam


kawasan yang tergolong ke dalam keadaan alam yang memiliki ciri khas
tumbuhan tertentu, satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai
wilayah sistem penyangga kehidupan. Jadi kawasan Sumber Awan ini

23

merupakan

kawasan

perlindungan

dan

pemanfaatan.

Pemeliharaannya

termasuk dalam pemeliharaan ex-situ karena ditanam diluar habitat aslinya.


Salah satu alasan ditanam pohon pinus dan perlu dilakukan konservasi
pohon pinus itu sendiri adalah mengikuti peraturan dari Perhutani dimana
sumbernya berasal dari gunung Arjuna pada tahun 1987. Pohon pinus digunakan
sebagai kawasan yang dimanfaatkan dan diambil getahnya untuk dimanfaatkan,
getahnya yang diambil digunakan sebagai pembuat karet seperti karet ban serta
digunakan untuk perindustrian. Sementara pohonnya digunakan untuk hutan
produksi. Berikut ini merupakan alasan pohon pinus dilindungi :
1. Karena pertumbuhannya lambat dan merupakan alih fungsi dari lereng
Gunung Arjuna
2. Kawasan ini dikelola oleh Dinas Perhutani
Dalam hal ini tata guna lahan di kawasan Sumberawan digunakan untuk
banyak hal, yaitu :

Pemancingan
Camping
Irigasi
PDAM

Tempat wisata
MCK
Konservasi air

Berikut ini merupakan tumbuhan yang ada di kawasan Sumberawan :


1.
2.
3.
4.

Pohon pinus
Pohon pisang
Bambu
Flamboyan

Dapat dikatakan bahwasanya wilayah Candi Sumberawan merupakan


suatu kawasan yang sudah dikonservasi, karena melihat adanya tanaman
seperti

pohon

Pinus

pada

kawasan

candi

yang

sudah

mendapatkan

perlindungan dari pihak badan perhutani. Pohon Pinus dilindungi karena


beberapa alasan seperti halnya jika dilihat dari perkembangannya, pohon Pinus
membutuhkan kurun waktu sangat lama untuk tumbuh dibandingkan dengan
pohon lainnya. Perlu diketahui bahwa lahan di Sumberawan ini sebelumnya
merupakan lahan pemanfaatan sebelum diberlakukan sebagai salah satu
wilayah konservasi. Pemanfaatan pohon Pinus yang berada pada kawasan candi
sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan karet yang
diambil langsung dari getah pohon pinus dan dimanfaatkan oleh masyarakat
sekitar. Selain itu, tanaman yang tumbuh di daerah candi tersebut merupakan
tanaman yang berasal dari luar dengan pertumbuhan tanaman secara exitu.

24

Lahan yang berada pada kawasan candi sumberawan dijadikan sebagai


wilayah konservasi pohon pinus, perlindungan cagar budaya, dan wisata. Selain
itu kawasan ini juga dimanfaatkan sebagai irigasi dalam bidang pertanian, serta
digunakan dalam kegiatan alam seperti perkemahan dan kegiatan memancing.
Kawasan cagar alam dan cagar budaya ini mempengaruhi peletakan fungsi dan
fasilitas yang disediakan. Pada candi sumberawan digunakan sebagai tempat
keagamaan seperti ritual yang dilakukan oleh beberapa umat dikawasan
tersebut. Kawasan ini dapat dikatakan exsitu dilihat dari asal tumbuhan yang
terdapat pada wilayah candi Sumberawan. Beberapa tanaman pinus yang ada di
sekitar area perhutani tersebut dikatakan oleh masyarakat sekitar berasal dari
lereng gunung Arjuno. Jenis tanaman lainnya seperti pohin Jambu, pohon
pisang, pohon flamboyan juga terdapat di daerah Sumberawan
Alasan Kawasan Sumberawan digunakan untuk konservasi air adalah
karena terdapat sumber mata air dan pohon pinus yang digunakan sebagai
penyangga. Di kawasan sumber awas juga terdapat cagar budaya yang dibuka
untuk umum dan dibuka mulai pukul 07.30-13.00 WIB. Di daerah ini terdapat
sumber mata air yang menjadi sumber air untuk masyarakat Dusun Sumber
Awan.

Gambar 2. Lingkungan sekitar candi sumber awan


(Google Image, 2016)
Menurut Ping (2012), pengelolaan dan pengembanga DAS secara lestari
dapat didekati

dengan lokasi penggunaan lahan (land use) secara tepat di

dalam DAS. Dalam mewujudkannya diperlukan evaluasi kemampuan lahan


melalui klasifikasi kemampuan lahan yang menetapkan pola penggunaan lahan
(land use) sesuai dengan daya dukungnya .

25

Menurut Harjianto (2016) Pengelolaan lahan dengan faktor pembatas


lereng dan erosi diperlukan penerapan konservasi tanah secara mekanik
maupun vegetasi, dalam jangka panjang dengan penggunaan lahan (land use)
berupa vegetasi permanen dan hutan di lahan dengan faktor pembatas
lereng dan erosi, akan mengurangi daya rusak air hujan terhadap tanah
Dari literatur diatas kita dapat menyimpulkan bahwa pengelolaan dan
pengembangan DAS secara lestari dapat didekati dengan lokasi penggunaan
lahan (landuse) sesuai dengan keadaan di candi Sumber Awan dimana lokasi
penggunaan lahannya sangat efektif dan efisien karena dimanfaatkan secara
optimal seperti pemanfaatan pohon pinus, pemanfaatan sumber air sebagai mata
air masyarakat candi Sumberawan. Mata air tersebut dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar dalam berbagai kegunaan seperti pengairan sawah, untuk
mencuci, mandi, air minum dan lain-lain. Mata air tersebut juga memiliki aliranaliran yang nantinya akan membentuk sungai. Sungai ataupun aliran sungai
tersebut akan menyinggahi berbagai tempat yang nantinya air sungai tersebut
dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal.

4.4 Kuisioner
Analisa kuisioner dilakukan di Candi Sumberawan Desa Toyomerto
Kecamatan Singosari Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur. Data kuisioner
digunakan untuk mengumpulkan data dengan menggunakan metode wawancara
secara langsung kepada responden. Pada dasarnya kuisioner ini digunakan
untuk mengetahui jenis pestisida yang digunakan dan analisa residunya.
Pengambilan sampel kuisioner ini dilakukan kepada masyarakat disekitar desa
tersebut selama 5 jam.
1.1 Profil Responden
Profil responden kuisioneradalah masyarakat di Candi Sumberawan Desa
Toyomerto Kecamatan Singosari Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur
sebanyak 21 responden yang memiliki profesi pekerjaan berbeda-beda. Dari 21
responden tersebut terdapat 10 perempuan (48 %) dan 11 laki-laki (52 %). Dari
berbagai jenis pekerjaan yang didominasi masyarakat berjenis kelamin laki-laki
memiliki pekerjaan sebagai pemilik lahan yang sering dimanfaatkan untuk lading
pertanian. Diagram jenis kelamin dapat dilihat pada gambar 3.

26

Gambar 3. Diagram jenis kelamin responden

Usia responden terdiri dari empat range pengelompokan yaitu yang


pertama berkisar antara 30 sampai 45 tahun sebanyak 11 orang (54%), 45
sampai 60 tahun sebanyak 6 orang (30%), 60 sampai 75 tahun ada 2 orang
(10%) dan range umur 75 sampai 90 tahun terdapat I orang (6%). Diagram usia
responden dapat dilihat pada diagram 4.

Gambar 4. Diagram umur responden

Dari beberapa responden terdapat beberapa pekerjaan yaitu ada 4 yang


terdiri dari petani, buruh tani, buruh bangunan dan pemilik lahan. Kebanyakan
dari responden yang memiliki lahan. Pada pekerjaan petani terdapat 4 orang
responden (19%), pekerjaan buruh tani terdapat 3 orang responden (14%), buruh
bangunan sebagai pekerjaan responden terdapat 3 orang (14%) dan pekerjaan
dengan pemilik lahan terdapat 11 responden (53%). Diagram pekerjaan dapat
dilihat pada diagram 5.

27

Gambar 5. Diagram jenis pekerjaan responden


1.2 Analisis Hasil Praktikum
Gambaran penggunaan pestisida dianalisis secara deskriptif berdasarkan
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dalam kuisioner. Terdapat 8 jenis
pertanyaan yang diberikan (1) jenis tanaman yang ditaman, (2) jenis pengairan,
(3) asal air yang digunkan untuk pengairan, (4) penggunaan bahan kimia, (5)
jenis bahan kimia yang digunakan, (6) nama bahan kimia yang digunakan, (7)
frekuensi penggunaan bahan kimia dan (8) pengaturan pembuangan limbah.
Pertanyaan 1 dan 3 digunakan untuk mengetahui aktivitas pertanian warga dan
pertanyaan 5 dan 7 untuk mengetahui aktifitas penggunaan bahan kimia
pendukung kegiatan pertanian.
Sumber air yang digunakan sebagai air irigasi lahan pertanian yaitu
berasal dari mata air, sungai dan sumur. Ada 11 responden yang memanfaatkan
sumber air yaitu dari mata air sumberawan, sungai dan air hujan. Responden
yang menggunakan pengairan menggunakan sumber mata air ada 6 responden
(55%). Pengairan menggunakan air sungai sebanyak 1 responden (9%) dan
yang menggunakan air hujan sebanyak 4 responden (36%). Diagram sumber air
irigasi dapat dilihat pada diagram 6.

28

Gambar 6. Diagram sumber air irigasi pertanian

Gambar 6. Diagram Sumber Air Irigasi Pertanian

Jenis bahan kimia yang digunakan untuk mendukung kegiatan pertanian


warga

Desa

Toyomerto

Kecamatan

Singosari

Kabupaten

Malang

dari

keseluruhan responden hanya 11 responden yang mewakili penggunaan bahan


kimia. Bahan kimia yang digunakan oleh para responden dengan menggunakan
gabungan pupuk dari Urea dengan ZA, Urea dengan Ponska, Urea dan TSP dan
terdapat responden yang menggunakan pupuk organik yaitu pupuk kandang.
Penggunaan pupuk Urea dengan ZA ada 4 responden (37%), pupuk Urea
dengan Ponska ada 3 responden (37%), sedangkan penggunaan pupuk Urea
dan TSP ada 2 responden (18%) dan yang menggunakan pupuk organik berupa
pupuk kandang ada 2 responden (18%). Diagram bahan kimia yang digunakan
dapat dilihat pada diagram 7.

Gambar 7. Diagram jenis bahan kimia yang digunakan dalam pertanian


Frekuensi penggunaan pupuk dari bahan kimia dan organik desa toyomerto
sendiri terdapat setidaknya tiga frekuensi dalam pemberian pupuk 1 bulan sekali,
2 bulan sekali dan 1,5 bulan sekali. Dari 11 responden yang menggunakan
bahan kimia. Frekuensi 1 bulan sekali ada 4 responden (36%), 2 bulan sekali
ada 5 orang responden (46%) dan 1,5 bulan ada 2 orang responden (18%).
29

Pada frekuensi yang digunakan untuk lahan pertaniannya. Diagram frekuensi


penggunaan pupuk dapat dilihat pada diagram 8.

Gambar 8. Diagram frekuensi pemberian pupuk pada lahan pertanian

5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari Praktikum Konservasi Sumberdaya Perairan dapat diambil
kesimpulan yaitu :

Kawasan

Sumberawan

merupakan

wilayah

pemeliharaan

atau

perlindungan dan pemanfaatan karena kawasan ini merupakan kawasan


cagar alam. Alasan Kawasan Sumberawan digunakan untuk konservasi
air adalah karena terdapat sumber mata air dan pohon pinus yang
digunakan sebagai penyangga.
30

Hasil dari pengukuran kualitas air adalah :


KELOMPOK

Parameter
o

Suhu ( C)

DO (mg/l)

CO2 (mg/l)

pH

Kelompok 1

21

39,95

Kelompok 2

21

7,5

7,8

Kelompok 3

27

39,95

Kelompok 4

21

6,36

6,5

Kelompok 5

23

7,1

23,1

Benthos yang ditemukan dalam perairan sumberawan yaitu Oligochaeta,


thiaridae, planaridae, baetidae, hydropsychidae. Dengan ditemukan jenis
bentos

tersebut

dapat

dikatakan

perairan

tersebut

mengalami

pencemaran ringan.
Data responden sebanyak 21 orang dengan pekerjaan, usia, jenis
kelamin yang berbeda-beda.

5.2 Saran

Diharapkan untuk masyarakat agar ikut berperan dalam menjaga dan


mengelola sumber mata air sumberawan karena mata air sangat
penting untuk keberlanjutan hidup.

Sebaiknya mahasiswa ikut diikut sertakan dalam konservasi mata air


sumberawan. Dalam konservasi mata air sumberawan ini harus ada
stakeholder terkait bukan hanya masyarakat namun pemerintah juga
harus ikut berperan penting.

31

DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, R. 2011. Diversitas Fitoplankton di Danau Tasikardi Terkait dengan
Kandungan Karbondioksia dan Nitrogen. Fakultas Sains dan Teknologi.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Antoko, B.S., Sanudin dan A. Sukmana. 2008. Perubahan Fungsi Hutan Di
Kabupaten Asahan, Sumatera Utara (Forest Land Use Change (Fluc) In
Asahan District, North Sumatra). Info Hutan. 5 (4): 307-316.
Asra, R. 2009. Makrozoobentos sebagai Indikator Biologi dari Kualitas Air di
Sungai Kumpeh dan Danau Arang-arang Kabupaten Muaro Jambi, Jambi.
Biospecies. 2 (1): 23-25.
Astirin, O. P. 2000. Permasalahan Pengelolaan Keanekaragaman Hayati di
Indonesia Problems of Biodiversity Management in Indonesia.
BIODIVERSITAS. 1 (1): 36-40.
Dahuri, H. R., J. Rais, S. P. Ginting dan H. J. Sitepu, 1996. Pengelolaan Sumber
Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita.
Jakarta.
Dwirastina, M. 2013. Teknik Pengambilan Dan Identifikasi Bentos Kelas
Oligochaeta Di Daerah Indakiat Riau Pekanbaru. Balai Riset Perikanan
Perairan Umum, Mariana-Palembang. 11 (2) : 41-44
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Cetakan Pertama. Kanisius. Yogyakarta.
Frasawi, A., Robert, R. dan Juliaan, W. 2013. Potensi Budidaya Ikan di Waduk
Embung Klamalu Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat: Kajian
Kualitas Fisika Kimia Air. Jurnal Budidaya Perairan. 1 (3): 24-30.
Google Image. 2016. Gambar Candi Sumberawan. Di akses pada tanggal 15
Juni 2016 pada pukul 15.30 WIB.
Harjianto, M. 2016. Evaluasi Kemampuan Lahan untuk Arahan Penggunaan
Lahan di Daerah Aliran Sungai Lawo, Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian
Kehutanan Wallace. 5 (1): 1-11.
Hendri, J. 2009. Riset Pemasaran. Universitas Gunadarma. Jogja
Hidayati, T. 2009. Perbedaan Laju Pertumbuhan Ikan Nila pada Kolam Air
Tenang dan Kolam Air Deras. Skripsi. IKIP PGRI. Semarang.
Kangkan, A. L. 2006. Studi Penentuan Lokasi untuk Pengembangan Budidaya
Laut Berdasarkan Parameter Fisika, Kimia dan Biologi di Teluk Kupang,
Nusa Tenggara Timur. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.
Kordi, M.G.H. dan Andi. 2005. Pengelolaan Kualitas Air. PT. Rineka Cipta,
Jakarta.
Lindgren D.T. 1985. Land Use Planning and Remote Sensing, Martinus Nijhoff
Publishers, Doldrecht.
Maniagasi, R., Sipriana, S, Tumembouw, dan Yoppy, M. 2013. Analisa Kualitas
Fisika Kimia Air di Areal Budidaya Ikan Danau Tondano Provinsi Sulawesi

32

Utara. Jurnal Budidaya Perairan. 1 (2): 29-37.Mather, A. S. (1986), Land


Use. Longman. London and New York.
Marmita, R., Siahaan, R., Koneri, R dan Langloy, L.M. 2013. Makrozoobentos
Sebagai Indikator Biologis Dalam Menentukan Kualitas Air Sungai
Ranoyapo, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Sains. 13
(1) : 58-61
Nugraha, B., I. S. Banuwa Dan S. Widagdo. 2015.Perencanaan lanskap
Ekowisata Hutan Mangrove di Pantai Sariringgung Desa Sidodadi
Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. Jurnal Sylva Lestari.
3 (2): 5366.
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia.
Jakarta.
Ping LY, Sung CTB, Joo GK and Moradi A. 2012. Effects of Four Soil
Conservation Methods on Soil Aggregate Stability. Malaysian
Journal of Soil Science, 16: 43-56.
Pangkey, H. 2008. Aquaculture Development on the Islands of Tidore City. Jurnal
Perikanan dan Kelautan. 4 (2): 27-34.
Priyatmono, A. F. 2014. Konservasi Berbasis Masyarakat sebagai Salah Satu
Upaya Selamatkan Bangunan Cagar Budaya di Kota Solo. Simposium
Nasional RAPI XIII. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sari, R. M., S. Ngabekti dan F. P. Martin. 2013. Keanekaragaman Fitoplankton di
Aliran Sumber Air Panas Condrodimuko Gedongsongo Kabupaten
Semarang. Unnes Journal of Life Science. 2(1): 9-15.
Setiawan, I. 2014. Gambaran Kecerdasan Emosional Siswa yang Mengikuti dan
yang Tidak Mengikuti Kegiatan. Ekstrakurikuler Palang Merah Remaja.
Universitas Pendidikan Indonesia. Jakarta.
Siahaan, R., A. Indrawan, D. Soedarma dan L. B. Prasetya. 2011. Kualitas Air
Sungai Cisadane, Jawa Barat Banten. Jurnal Ilmiah Sains. 11(2): 268273.
Simanjuntak, M. 2012. Kualitas Air Laut Ditinjau dari Aspek Zat Hara, Oksigen
Terlarut dan pH di Perairan Banggai, Sulawesi Tengah. Jurnal ilmu dan
Teknologi Kelautan Tropis. 4(2): 290-303.
Sudirman, N dan S. Husrin. Status Baku Mutu Air Laut Untuk Kehidupan Biota
dan Indeks Pencemaran Perairan di Pesisir Cirebon pada Musim
Kemarau. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 6 (2): 149-154.
Suparjo, M. N. 2009. Kondisi Pencemaran Perairan Sungai Babon Semarang.
Jurnal Saintek Perikanan. 4 (2): 38-45.
Suratman, W. 2004. Petunjuk Praktikum Evaluasi Kesesuaian Lahan (Handout).
Fakultas Geografi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

33

Suryanto, A. M. 2011. Kelimpahan dan Komposisi Fitoplankton di Waduk


Selorejo Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang. Jurnal Kelautan. 4 (2).
Tatangindatu, F., O. Kalesaran dan R. Rompas. 2013. Studi Parameter Fisika
Kimia Air pada Areal Budidaya Ikan di Danau Tondano, Desa Paleloan,
Kabupaten Minahasa. Budidaya Perairan. 1 (2): 8-19.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1990. Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistem.
Winkel, W. S dan Hastuti S. 2006. Bimbingan dan Konseling di Institusi
Pendidikan. Yogyakarta : Media Abadi.

34

LAMPIRAN

a. Foto Lokasi Praktikum

Candi Sumberawan

b. Foto Responden

c.

Foto Praktikum

35

Pengambilan sampel
untuk kualitas air

Hasil benthos

Daerah untuk andscape


dan Landuse

Metode Kicking untuk


mengambil benthos

Hasil benthos

Pengambilan benthos

36

Pengukuran DO

Pengukuran
Pegukuran CO
suhu
2

Alat dan Bahan yang


digunakan dalam
pengukuran kualitas air

37

Anda mungkin juga menyukai