Saat ini tren konsumsi daging pada masyarakat mengarah kepada makanan 'fast food' yang
banyak menawarkan produk-produk restrukturisasi daging, ikan, dan unggas. Namun produk tersebut
masih terbatas pada pangsa pasar tertentu dan relatif mahal, sehingga masyarakat kalangan menengah
ke bawah masih sulit menjangkaunya. Teknologi restrukturisasi memungkinkan untuk menghasilkan
produk daging yang mempunyai nilai tambah melalui pengolahan potongan karkas yang berkualitas
rendah. Dari produk restrukturisasi memungkinkan diciptakannya bermacam-macam produk baru
sesuai dengan permintaan pasar.
Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk mengolah daging yang berkualitas rendah
adalah melalui proses restrukturisasi, yaitu proses pembentukan kembali bagian sekunder karkas
menjadi bentuk yang mempunyai nilai tambah, dengan nilai jual yang masih terjangkau dan
mempunyai karakteristik menyerupai steak dan daging pada umumnya. Sebagian besar produk daging
hasil restrukturisasi dibuat melalui ekstraksi protein daging dengan menggunakan garam, fosfat, dan
manipulasi mekanis. Dimana dengan pemasakan secukupnya maka akan terbentuk matriks gelatinisasi
yang terbentuk akibat pemanasan.
Restrukturisasi sebenarnya sudah umum digunakan untuk pengolahan daging di negaranegara Amerika . Pada tahun 1977 telah dilakukan prosesing terhadap 37% kalkun; 20% unggas dan
19% daging sapi. Proses ini pada dasarnya adalah menggabungkan keseluruhan bagian sekunder
karkas (bagian leher, paha depan dan bagian tetelan lainnya) yang kemudian diikat dengan
membentuk satu kesatuan, dengan bahan pengikatnya berupa aditif (non meat aditif), pengemulsi
daging, dan ekstraksi protein miofibrillar.
Terdapat empat metoda untuk proses restrukturisasi daging, antara lain dibuat flakel
menyerupai keripik dan dibentuk (flaking dan forming), dicincang dan dibentuk (chunking dan
forming), diiris tipis dan dibentuk (sectioning dan forming), dan kombinasi dari metoda-metoda
tersebut. Perlakuan mekanis untuk proses retrukturisasi antara lain dapat dilakukan dengan cara
dicincang, diiris, disuwir, dicincang dan iris, ditumbuk, atau diiris dan ditumbuk. Menurut Boles,
(2007) dalam ikatan dalam produk daging restrukturisasi diperoleh melalui pembentukan gel panas
dan dingin (heat and coldset). Produk daging restrukturisasi konvensional tergantung pada ikatan
karena panas (hot set) dari protein daging yang diekstraksi dengan kombinasi antara garam, phosphat,
dan pengolahan mekanis. Sedangkan untuk produk (cold set) memungkinkan produk dipasarkan
dalam bentuk mentah. Faktor produksi yang mempengaruhi proses pengikatan pada proses
restrukturisasi adalah garam dan fosfat, suhu, transglutaminase, gum dan manipulasi mekanis.
atau
sumberprotein
lainnya.
Sedang
untuk
memudahkan
atau ditumbuk untuk memecah struktur protein . Sedang sebelum dilakukan pencampuran terlebih
dahulu ditambahkan garam, nitrit, dan phosphat. Pembentukan dapat dilakukan dalam selongsong
atau cetakan, dimana untuk sistem dingin dapat menggunakan cetakan patties .
Beberapa kelemahan pada produk restrukturisasi, diantaranya adalah oksidasi yang bisa
menimbulkan ketengikan, warna produk tidak seragam, tingkat penerimaan konsumen di tingkat
pengecer, dan lain-lain . Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan penambahan nitrat, fosfat, asam
askorbat, antioksidan, dan pengasapan . Disisi lain daging hasil restrukturisasi memiliki struktur dan
tekstur yang baik dan mempunyai nilai tambah tinggi merupakan keunggulan komparatif dan
kompetitif bagi pelaku usaha di bidang peternakan karena dapat meningkatkan nilai jual dibanding
bentuk segarnya. Dengan demikian memicu berkembangnya industri pengolahan daging yang
memanfaatkan daging berkualitas rendah baik dalam skala industri besar maupun rumah tangga .
Sumber :
Miskiyah.2007.Teknologi
Restrukturisasi
untuk
Meningkatkan
Mutu
Daging
Kualitas