Anda di halaman 1dari 35

Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Indonesia

Ilmu pengetahuan dan teknologi yang dipelopori bangsa Barat pada masa kolonial
Belanda temyata belum mampu mendorong terjadinya revolusi Ilmu pengetahuan
dan teknologi di Indonesia Pada mesa Pendudukan Jepang sempat diperkenalkan
beberapa teknologi baru, khususnya dalam bidang pertanian Aken tetapi, tarnyata
hal tersebut tidak banyak berpengaruh terhadap masyarakat pada masa itu.
Penerapan teknologi modem di dalam masyarakat hanya terpusat pada bidang
tertentu dan sebagian besar dikuasai oleh pengusaha asing Pada masa itu,
Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan dengan negara-negara Barat dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut di antaranya
disebabkan oleh fektor-faktor sebagai berikut.

1. Terbatasnya jumlah penduduk Indonesia yang mendapat pendidikan.


2. Terbatasnya jumlah orang Indonesia yang terlibat langsung dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Tidak adanya keinginan baik dari penguasa kolonial Belanda maupun penguasa
swasta asing dalam melakukan alih teknologi bagi penduduk pribumi.
4. Tidak tegadinya industrialisasi.
5. Tidak teradinya inovasi teknologi yang berarti dalam masyarakat Indonesia
sendiri.

Setelah berakhimya masa kolonial Belanda, Indonesia pun mulai merintis usaha
pengembangan iptek secara bertahap. Lembaga pendidikan dan pusat penelitian
warisan kolonial Belanda pun menjadi modal besar yang dapat dimanfaatkan oleh
Indonesia, di antaranya sebagai berikut.

1. Techrusche Hoge School (THS - kini ITB) atau Sekolah Tinggi Teknik di Bandung.
2. Landbouw Hoge School atau Sekolah Tinggi Pertanian di Bogor.
3. Rechts Hoge School (RHS) atau Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta.
4. Geneeskundige Hoge School (GHS) atau Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta.
5
6.

Institut Ejkman di Jakarta, dan


Observatorium Boscha di Lembang, Jawa Barat

Pada awal tahun 1970-an, perkembangan Iptek mulai menunjukkan kemajuan.


Indikator kemajuan ditentukan oleh faktor-faktor:

1.

perkembangan ekonomi,

2.

perluasan kesempatan pendidikan,

industrialisasi

4,

modernisasi pertanian, dan

5.

perubahan sosiai budaya.

Perkembangan iptek di Indonesia sendiri tidak terlepas dari peran dan kebijakan
pemerintah. Pemerintah membentuk Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI)
pada tanggal 8 Maret 1956. Pada tanggal 6 Marat 1862. dibentuk Departemen
Urusan Riset Nasional (Durenas). Dengan berdirinya Durenas, maka MIPI masuk
dalam lembaga ini sebagai badan riset khusus. Durenas kemudian berganti nama
menjadi Departeman Riset Nasional (DRN) pada tahun 1963. Badan ini bertugas
merumuskan, mengamati, mengarahkan, dan mengendalikan kegiatan riset dan
teknologi di Indonesia.

Pada tanggal 23 Agustus 1967, pemerintah mendirikan Lembaga Ilmu Pengetahuan


Indonesia (LIPI) sabagai fusi dan Departemen Riset Nasional dan MIPI. Adapun
fungsi yang diemban LIPI adaiah sabagai berikut.

1. Memberi nasehat kepada pimpinan pemerintahan dalam hal perumusan dan


penyusunan kebijakan nasional dalam ilmu pengetahuan yang merupakan bagian
dari kebijaksanaan nasional secara keseluruhan.
2. Membimbing aparatur-aparatur penelitian ilmiah dan pengembangan teknologi
yang ada.
3. Membina tenaga-tenaga penelitian agar mempunyai rasa kesadaran dan
tanggung jawab yang tinggi untuk memungkinkan perkembangan yang pesat di
Indonesia.
4. Menanam, memupuk, mengembangkan, dan membina kesadaran ilmiah rakyat
Indonesia.
5. Menyelenggarakan hubungan dan kerja sama dengan badan internasional dan
badan ilmiah negera lain sesuai dengan peraturan yang berlaku.

LIPI memiliki beberapa lembaga sebagai realisasi dari fungsi pemhinaan tenagatenaga penelitian yang ditujukan untuk mengembangkan potensi iptek di Indonesia.
Lembaga-lembaga tersebut antara lain sebagai berikut.

1.

Lembaga Biologi Nasional (LBN)

2.

Lembaga Geologi dan Partambangan Nasional (LGPN)

3.

Lembaga Metalurgi Nasional (LMN)

4.

Lembaga Oseanologi Nasional (LON)

5.

Lembaga Fisika Nasional (LFN)

6.

Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN)

7.

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan)

8.

Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal)

9.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

10. Pusat Penelitian, ilmu Pengetahuan, dan Teknologi (Puspitek).

Pendirian lembaga-lembaga tersebut merupakan wujud nyata pemerintah untuk


memperkuat usaha pengembangan iptek di Indonesia. Pengembangan Iptek di
Indonesia juga dlsesuaikan dengan pembangunan bidang pertanian, industri, dan
pertambangan. Namun, pengembangan iptek ini tidak terlepas dari keharusan
memperhatikan kelestarian sumber daya alam, dan lingkungan hidup serta
peningkatan taraf hidup rakyat di pedesaan. Berkaitan dengan hal tersebut,
prioritas riset dan teknologi meliputi bidang-bidang sebagai berikut.

1. Bidang kebutuhan dasar manusia yang menunjang usaha peningkatan daya


mampu fisik dan mental manusia Indonesia melalui usaha pemenuhan kebutuhan
dasar. Penelitian difokuskan pada masalah pangan dan kesehatan.

2. Bidang sumber alam dan energi yang menunjang pemanfaatan, pemeliharaan,


penggunaan sumber alam, dan energi untuk pembangunan nasional. Semua ini
diwujudkan melalui penelitian terhadap masalah sumber alam hayati, nirhayati,
mineral, energi konvensional dan non-konvenslonal, serta masalah bencana alam.

3. Bidang industri untuk meningkatkan kemampuan nasional. Penelitian difokuskan


pada kemungkinan pengolahan bahan baku menjadi bahan jadi.

4. Bidang pertahanan dan keamanan yang menunjang kemampuan pertahanan dan


keamanan nasional. Penelitian difokuskan pada peningkatan ketahanan bangsa
untuk masa kini, daya tangkal dewasa ini, dan masa mendatang.

5. Bidang sosial, ekonomi, filsafat, budaya, hukum dan perundang-undangan yang


berusaha menunjang pembangunan nasional di bidang-bidang tersebut. Berbagai
penelitian harus dicurahkan pada studi dan dampak teknologi dalam proses
pembangunan.

PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DI INDONESIA


Di Indonesia, ilmu pengetahuan dan teknologi mulai berkembang sejak masa
kolonial Belanda. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa
kolonial Belanda ini ditandai dengan berdirinya perusahaan swasta asing, misi
keagamaan dan pendidikan Barat. Teknologi modern Barat memperkenalkan
teknologinya yang pertama dengan melalui pabrik gula. Modernisasi teknologi
tersebut kemudian menyebar ke sektor lainya, seperti pada galangan kapal,
pertambangan batu bara, timah, gas dan minyak bumi. Sejak pertengahan abad ke19 perkembangan ilmu pengetahuan Barat telah tersebar di Indonesia dengan
melalui pembukaan sekolah-sekolah Barat bagi penduduk bumiputra.
Masa Kolonial
Perkembangan ilmu pengetahuan memberikan dampak yang besar dalam
penemuan baru di bidang teknologi. Pada akhir abad ke-15 muncul gerakan yang
bertujuan mengembangkan kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang dikenal
dengan istilah renaisans, yaitu suatu gerakan yang ingin melahirkan kembali
kebudayaan Yunani dan Romawi Kuno. Renains menjunjung tinggi kemampuan
manusia, baik cara berpikir atau menemukan dan menciptakan. Dengan adanya
gerakan ini, semua orang bebas berpikir untuk menghasilkan penemuan baru di
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
Perkembangan ilmu dan teknologi
sarana ini dihubungkan dengan pembangunan jalan dan jembatan. sarana ini
bersifat lebih murah dan diminati masyarakat

Ambivalensi Faktor-faktor Penyebab


Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi di Indonesia
Ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia belum mencapai standar negara-negara maju. Meski
sering kita dengar informasi kemenangan olimpiade sains dan banyaknya tenaga ahli Indonesia
bekerja di perusahaan teknologi mutakhir, tapi kalau dilihat dari banyaknya teknologi berasal dari
luar dapat dikatakan penguasaan ilmu dan terutama aplikasinya masih tertinggal. Selama lebih dari
30 tahun periode pembangunan tampaknya kita masih tetap dalam kategori negara berkembang.
Berbeda dengan negara China (RRC) dalam waktu yang sama berkembang dan berubah cepat
menjadi lebih modern.
Sebuah penelitian menjelaskan perbedaaan signifikan berkaitan dengan dukungan terhadap ilmu dan
teknologi antara negara dunia pertama dan dunia ketiga. Penggunaan uang untuk research and
developmentseperti dijelaskan dalam penelitian tersebut benar-benar jauh dari perkiraan. Antara
negara-negara dunia pertama dan dunia ketiga penggunaan uang untuk penelitian dan pengembangan
memiliki angka perbandingan 97,1% : 2,9%. Sedikit sekali dana dikeluarkan untuk penelitian dan

pengembangan di negara-negara dunia ketiga. Sedangkan jumlah ilmuwan dan sarjana teknik terkait
dengan penelitian dan pengembangan adalah 87,4% : 12,6% (Ihde, 1990).
Fenomena ini tentu menarik untuk direfleksikan. Dukungan publik, baik itu secara finansial maupun
moral, terhadap perlunya pengembangan ilmu dan teknologi sangat kurang. Ada kesan kita
terkondisikan, terutama secara ekonomi dan politik, untuk tidak berkembang. Faktor-faktor
berpengaruh yang bisa ditelaah secara filosofis, di antaranya faktor agama, budaya, dan kolonialisme.
Saya melihat adanya ambivalensi pada faktor-faktor tersebut. Yaitu ketika ia dilihat sebagai yang
memiliki pengaruh terhadap kemajuan tetapi juga menghambatnya.
Agama selalu diteorikan memiliki peran penting berkenaan dengan perkembangan ilmu. Dalam
sejarah, banyak ilmuwan-ilmuwan berasal dari tradisi keagamaan terutama agama-agama
Abrahamisme. Islam menjadi referensi bagaimana agama dikatakan dapat berperan sebagai faktor
berpengaruh terhadap perkembangan ilmu. Peradaban Islam masa lalu pernah memiliki tradisi
keilmuan yang mengatasi peradaban lainnya. Penemuan keilmuan ilmuwan-ilmuwan Islam kemudian
menjadi mainstream dan landasan sains modern. Meski demikian, kita tidak bisa mengatakan
Islam sebagai faktor inheren perkembangan ilmu. Karena kita ketahui, tradisi keilmuan ini tak ikut
menyebar seperti halnya Islam itu sendiri. Islam di Nusantara, misalnya, lebih memiliki kontribusi
dalam sastra dan filsafat. Bahkan kita saksikan bagaimana zaman keemasan Islam yang penuh
dengan tradisi keilmuan ini kemudian berakhir.
Apakah Islam menjadi pemicu perkembangan ilmu? Pertanyaannya kemudian mengapa negara
dengan mayoritas beragama Islam, seperti Indonesia dan Bangladesh, relatif tertinggal dengan negara
lainnya? Azyumardi Azra (2005), seorang pemikir dan pemerhati Islam, mengatakan dunia Islam
sekarang secara keilmuan relatif tertinggal. Jumlah lembaga penelitian ilmu, ilmuwan, dan karya
keilmuan dalam dunia Islam, menurutnya, berada di bawah rata-rata. Berbeda dengan negara-negara
berideologi sekuler, yang nota bene tidak mengenal Islam, jauh lebih maju. Penguasaan ilmu dan
aplikasinya tentu tidak semata-mata disebabkan oleh faktor agama.
Teknosains mutakhir telah menyingkap batas-batas dunia dan menghasilkan kesimpulan-kesimpulan
yang dalam arti tertentu bertentangan dengan ajaran agama. Teori evolusi mendapat tentangan
masyarakat agamis karena telah menjelaskan proses terbentuknya kehidupan secara materialistik.
Demikian pula teori-teori kosmologi telah menyingkap dunia sampai batas-batas tak terbayangkan.
Ilmu pada dasarnya adalah cara pandang materialistik tentang alam. Percaya kepada yang gaib
merupakan pilar agama Islam yang berdiri secara diametral dengan ideologi saintisme. Secara
fondasional, ilmu memahami materialitas sebagai realitas ultima ditentukan secara instrumental
sampai tingkat subatomik. Yang gaib atau non-material bukanlah kebenaran. Akibatnya,
perkembangan ilmu telah mencuatkan pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang Tuhan. Dengan
argumen ini dapat diproposisikan bagaimana agama pada dasarnya bersifat ambivalen terhadap
perkembangan ilmu.
Selain agama, kita dapati adanya ambivalensi pada budaya (atau lebih spesifik nilai-nilai budaya).
Teknologi selalu menuntut kebaruan sehingga diasumsikan bertentangan dengan nilai-nilai budaya
yang dalam banyak hal tak ingin berubah. Meski demikian, ia dapat berpengaruh secara signifikan
sebagai sesuatu yang menyebabkan kemajuan. Jepang menjadi contoh negara yang memegang erat

tradisi tapi pada saat yang sama unggul teknologinya. Kebiasan bekerja (keuletan) dan kerja sama
dalam berinovasi menjadi etos pemicu yang sering dipahami berasal dari nilai-nilai budayanya.
Namun tak sedikit budaya menghambat dan bahkan menolak hidup dengan teknologi. Kasus
Indonesia menarik bila dilihat berdasarkan faktor nilai-nilai budaya. Karena ada banyak budaya yang
melatari negara kesatuan Republik Indonesia.
Gagasan tentang teknologi inheren dengan budaya dapat dijadikan argumen berkenaan dengan hal
ini. Setiap budaya memiliki kekhasan dalam membuat dan menggunakan teknologi. Don Ihde,
seorang filsuf pascafenomenologi, mengistilahkannya dengan multistabilitas teknologi-budaya
(1990). Multistabilitas adalah khas dalam pascafenomenologi Ihdedibedakan dengan teori
variasi dalam fenomenologi sebelumnya. Dengan multistabilitas dijelaskan bahwa persepsi manusia
terstruktur seturut dengan pengalaman, bersifat kultural, sehingga terdapat aneka ragam bentuk
persepsi (polymorphy of perception). Tidak seperti teori variasi dimana dalam posisi perseptual
yang sama (dalam konteks keberlainan) dipahami adanya realitas yang sama. Dengan multistabilitas,
meski kita melihat realitas dalam posisi perseptual yang sama, seperti misal teknologi, pemahaman
terhadapnya dapat berbeda-beda.
Proses adaptasi terhadap lingkungan menjadi pertimbangan tersendiri bagaimana teknologi dalam
suatu budaya kemudian berkembang. Kompleksitas sistem sosial, ekonomi dan politik menjadi
pemicu berkembangnya suatu tatanan bersifat teknologis. Adaptasi berkenaan dengan penerimaan
kebaruan dalam hal ini mengandaikan suatu proses bersifat transaksional. Teknologi menjadi niscaya
apabila lingkungan mengondisikan kita untuk menggunakannnya. Ada proses tertentu yang membuat
inovasi teknologis kemudian relevan digunakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan. Pemikiran
ini dapat dibandingkan dengan filsafat multistabilitas Ihde yang selalu mengandaikan keunikan
sehingga kita tidak bisa menerima dan menggunakan teknologi. Padahal apabila lingkungan
mengondisikan untuk berkembang atau beradaptasi, masalah multistabilitas (persepsi) dalam
kaitannya dengan transfer dan penciptaan teknologi dapat diatasi.
Selain agama dan budaya, kolonialisme juga memiliki pengaruh terhadap perkembangan ilmu dan
teknologi. Kemajuan ilmu di India, misalnya, diteorikan terkait dengan kesuksesan kolonialisme
(Ihde, 1990). Kolonialisme, alih-alih menjadi penghambat, malah menjadi faktor menentukan.
Peninggalan kolonialisme, terutama Belanda, di Indonesia dalam wujud teknologi infrastruktur
seperti jalan, jembatan dan bendungan. Selain itu teknologi dihasilkan dari sumber daya alam seperti
pertambangan dan perkebunan (karet, kelapa sawit, timah). Sumber daya alam tersebut merupakan
bahan mentah yang kemudian menjadi bahan baku dari teknologi. Pohon karet menghasilkan karet
sebagai bahan mentah agar dapat diolah untuk membuat ban. Ban menjadi bahan baku teknologi
transportasi seperti mobil dan motor.
Selain infrastruktur teknologi, peran kolonialisme di Indonesia menjadi nyata dalam pendidikan ilmu
sosial dan politik. Terbentuknya negara Republik Indonesia tak lepas dari jasa para tokoh pendiri
yang mendapat pendidikan Belanda. Jadi selain teknologi, juga perlu dilihat kontribusinya dalam
ilmu sosial dan politik. Persepsi publik terhadap kolonialisme selalu bersifat negatif dengan asumsi
telah menjajah secara ekonomi dan politik sehingga kita kesulitan untuk mengembangkan diri.
Namun seperti telah dijelaskan, kolonialisme pada masanya telah membuka mata dan menjadi
penghubung untuk melihat dunia modern.

Terlepas dari ambivalensi faktor-faktor seperti tersebut di atas kita tetap perlu memberdayakan
pendidikan ilmu sebagai infrastruktur teknologi. Peran serta negara sangat menentukan dalam
konteks ini. Pengadaan instrumen ilmu di sekolah-sekolah, misalnya, menjadi relevan sebagai sebuah
langkah untuk memperkenalkan dunia teknologis yang kini semakin berjarak dengan kenyataan.
Selain itu, penting juga sebagai negara kepulauan memikirkan teknologi mana yang tepat dan sesuai
dengan cara berpikir dan karakter kebudayaan di Indonesia. Karena tidak semua teknologi baik pada
dirinya. Strategi seperti ini bisa dijadikan alternatif untuk mengatasi ketertinggalan. Kita tentunya tak
ingin menerima begitu saja teknologi yang tidak dimengerti esensi tekniknya sehingga membuat kita
menjadi terasing dan kehilangan identitas.[]
Referensi
Ihde, Don. (1990). Technology and the Lifeworld: from Garden to Earth. Indiana
University Press. Bloomington/Indianapolis.
-. (1993). Postphenomenology: Essays
Northwestern University Press. Evanston, USA.

in

the

Postmodern

Context.

Azra, Azyumardi. (2005). Reintegrasi Ilmu-ilmu dalam Islam. Dalam Integrasi Ilmu dan
Agama: Interpretasi dan Aksi. Editor: Zainal Abidin Bagir, Jarot Wahyudi, Afnan Anshori.
Penerbit Mizan, Bandung.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada awalnya yang pertama muncul adalah filsafat dan ilmu-ilmu khusus merupakan
bagian dari filsafat, sehingga di katakan bahwa fisafat merupakan induk atau ibu dari semua
ilmu(mater scientiarum). Karena objek material filsafat bersifat umum yaitu seluruh kenyataan,
pada hal ilmu-ilmu membutuhkan objek khusus. Hal ini menyebabkan berpisahnya ilmu dari
filsafat.
Meskipun pada perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan diri dari filsafat, ini
tidak berarti hubungan filsafat dengan ilmu-ilmu khusus menjadi terputus. Dengan ciri
kekhususan yang dimiliki setiap ilmu, hal ini menimbulkan batas-batas yang tegas di antara
masing-masing ilmu. Dengan kata lain tidak ada bidang pengetahuan yang menjadi penghubung
ilmu-ilmu yang terpisah. Di sinilah filsafat berusaha untuk menyatu padukan masing-masing
ilmu. Tugas filsafat adalah mengatasi spesialisasi dan merumuskan suatu pandangan hidup yang
didasarkan atas pengalaman kemanusian yang luas.
Ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju dan mengalami perkembangan. Berkaitan
dengan dunia pendidikan perkembangan pengetahuan dan teknologi terus berlangsung. Dari
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut dipergunakan untuk kemajuan kehidupan
masyarakat.
Judul makalah ini sengaja dipilih karena menarik perhatian penulis untuk dicermati dan perlu
mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ?

2.
3.
C.
1.
2.
3.

Apa pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ?


Apakah dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ?
Tujuan Penulisan
Mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Mengetahui dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Ilmu pengetahuan serta teknologim selalu mengalami perkembangan mulai dari zaman prasejarah hangga sampai sekarang ini. Adapun periodisasi perkrmbangan dan teknologi sebagai
berikut :
1) Zaman purba (4 juta tahun yang lalu)
Di kenal dengan zaman batu, zaman batu adalah masa zaman prasejarah yang luas, ketika
manusia menciptakan alat dari batu (karena tidak memiliki teknologi yang lebih baik). Kayu,
tulang dan bahan lain juga di gunakan, di bentuk untuk di manfaatkan sebagai alat memotong
dan senjata. Istilah ini berasal dari sistem 3 zaman. Zaman batu sekarang di pilah lagi menjadi
masa paleolitikum, mesolitikum, megalitikum dan neolitikum, yang masing-masing di pilahpilah lagi lebih jauh.
Ciri ilmu yang di kembangkan adalah kemampuan mengamati, membedakan, memilih, dan
melakukan percobaan. Hasil dari periode ini adalah pembuatan alat-alat batu.
2) Zaman yunani (600-200 SM)
Antara masa 600 SM hingga 200 SM sejarah mencatat adanya kemajuan berpikir umat
manusia dalam lapangan ilmu dan teknologi yang berpusat di yunani. Pada waktu itu terjadi
perubahan besar pada cara berpikir umat manusia.
Manusia mulai berpikir dan berusaha mengungkap kabut rahasia alam dan tersusunlah ilmu
serta teknologi sementara itu pythagoras (580-500 SM) seorang ahli fllsafat berhasil menemukan
berbagai
dasar
ilmu
dia
telah
menemukan
hukum
atau
dalil pythagoras.
penemuan pythagoras ini mendasri ilmu matematika, Sedangkan Sokrates (470-399 SM) melalui
percakapan atau dialog dengan murid-muridnya telah meletakkan metode berpikir. Sokrates
merumuskan suatu perkataan atau pengertian, mengadakan analisa sosial dengan diskusi dan
memantapkan suatu norma dalam bidang etika.

Masih banyak pemikir-pemikir Yunani yang berjasa menyusun ilmu. Plato (427-347 SM)
adalah seorang pemikir yang menganggap bahwa yang berada di balik semua benda di alam ini
adalah ide, yang bersifat abad.
Kemudian Aristoteles (384-322 SM) sebagai murid Plato, telah berjasa menulis banyak buku
yang berisi berbagai ilmu. Buku peninggalan Aristoteles yang penting bagi ilmu dan teknologi
antara lain Logika, Biologi, dan Metafisika. Sebenarnya Aristoteles masih banyak menulis kitabkitab yang penting dalam bidang politik, etika, dan estetika.
3) Zaman pertengahan (31 SM-628 SM)
Zaman ini sering disebut zaman kegelapan karena perkembangan ilmu pengetahuan terhenti
di Eropa. Agama Kristen mulai berkembang & mendominasi kehidupan masyarakat eropa.
Namun sebaliknya perkembangan IPTEK di dunia islam.
Ptolemeus ( + 200 M) menyusun peta bumi sebagaiman dikenalnya pada zamannya itu
dengan mencantumkan 5000 tempat berdasarkan koordinat-koordinat yang hingga sekarang
masih berlaku. (Sardiman , 1996: 76) 3) Zaman Pertengahan (31 SM-628 M) Pada zaman
pertengahan oleh para ilmuwan sering dinamakan Abad Kegelapan. Hal ini disebabkan
perkembangan ilmu pengetahuan yang sudah ada sejak zaman Yunani-Romawi menjadi terhenti
di Eropa. Pada waktu itu agama Kristen berkembang di Eropa.. Kekuasaan gereja begitu
dominan dan sangat menentukan kehidupan di Eropa. Semua kehidupan harus diatur dengan
doktrin gereja atau hukum dan ketentuan Tuhan. Gereja tidak memberikan kebebasan berpikir.
Hal ini telah menyebabkan kemunduran bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Apabila di Eropa mengalami Abad Kegelapan dalam perkembangan ilmu pengetahuan,
tetapi di timur, di dunia Islam mengalami perkembangan. Perkembangan kekuasaan Islam di
timur (di Asia Barat) telah membawa perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia Islam mulai menonjol terutama setelah
terjadi masa penerjemahan yang terjadi pada tahun 750-850 di masa kekhalifahan Abasiyah.
Pada waktu itu para cendekiawan muslim dan cendekiawan Barat melakukan penerjemahan
karya-karya klasik dari Yunani, Romawi Kuno, dan Persia. Setelah dipadu dengan pemahaman
terhadap kandungan Al-Quran telah melahirkan pemikiran-pemikiran baru dalam bidang ilmu
pengetahuan. Para cendekiawan itu juga melakukan penyelidikan. Fase ini mendorong
perkembangan ilmu pengetahuan di masa-masa berikutnya.
Pada zaman Islam itu karya-karya Yunani terutama karya Aristoteles banyak diterjemahkan
oleh ahli-ahli Arab, Yahudi dan Persia. Penterjemahan itu kemudian disebarluaskan, sehingga
menjadi dasar perkembangan dan kemajuan ilmu teknologi di dunia Barat dewasa ini. Para ahli
Islam menaruh perhatian besar terhadap ilmu kedokteran, ilmu obat-obatan, astronomi, ilmu
kimia, ilmu bumi, ilmu tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya. Demikian pula ilmu pasti
berkembang, terutama sekali perhitungan sistem desimal dan dasardasar aljabar.
Tokoh ahli ilmu Islam itu antara lain ialah Al Khawarizmi (825 M) Al Khawarizmi (825
M) menyusun buku Aljabar, yang menjadi standar hinga dewasa ini.Ia juga menegaskan dan
memantapkan perhitungan desimal, dengan mengganti angka Romawi dengan angka Arab
seperti yang dipakai dewasa ini. Penulisan desimal jauh lebih unggul daripada penulisan angka
Romawi. Sebenarnya Al Khawarizmi mengembangkan perhitungan desimal itu dari para ahli
matematika Hindu seperti Aryabhata (476 M) dan Brahmagupta (628 M). Pada bidang aljabar Al
Khawarizmi menemukan perhitungan akar negative.
Kemudian Omar Khayam (1043-1132), juga seorang ahli sastra (penyair) dan
matematikus. Ia berhasil menemukan pemecahan persamaan pangkat tiga. Selama zaman Islam

itu, penelitian kimia mulai dirintis, walaupun mula-mula dimaksudkan untuk percobaan
membuat logam emas.
Percobaan itu sendiri tidak pernah berhasil, tetapi efek sampingnya menumbuhkan ilmu
kimia atau al Kimia, umpamanya pembuatan salmiak yang berguna bagi ilmu kedokteran. Ilmu
kedokteran pada zaman Islam memang mengalami kemajuan. Nama-nama seperti Al Razi
(Razes, 850-923 M)
Al Razi (Razes, 850-923 M) dan Ibnu Sina (Avicenna, 980-1037 M) menghiasi dunia
kedokteran. Ibnu Sina menulis kitab kedokteran yang sampai tahun 1650 menjadi buku standar.
Abu Qasim juga menulis ensiklopedi kedokteran dan telah mendalami ilmu bedah. Ibnu Rusd
(Averoes,1126-1198) telah menterjemahkan kitab-kitab Aristoteles. Pada zaman Islam cabangcabang ilmu lainnya seperti astronomi, matematika, dan filsafat juga berkembang. Sebuah peta
yang memuat 70 daerah yang dikenal waktu itu sudah disusun oleh Al Idrisi (1100-1166).
4) Zaman Modern (658 M-Sekarang
Perkembangan ilmu pengetahuan di zaman modern didorong atau diawali dengan
berkembangnya zaman Renaissans. Masa ini merupakan fase lahir dan berkembangnya kembali
budaya Yunani Romawi Kuno. Perkembangan Renaissance tidak terlepas dari fase sebelumnya
yakni, perkembangan ilmu pengetahuan pada masa penerjemahan di masa Islam.
Setelah zaman Romawi, ilmu pengetahuan tidak hanya mengklasifikasikan atau
menentukan sesuatu itu termasuk kelas atau kelompok tertentu, tetapi memahami sesuatu atau
benda-benda itu memiliki susunan dan aturan yang ada hukum-hukumnya.Leonardo Pisa ahli
aljabar dari Italia, terus melakukan penyelidikan sehingga menemukan tiga akar dari persamaan
pangkat tiga. Ilmu-ilmu alam terus berkembang. Kemudian tampil ilmuawan-ilmuwan seperti
Copernicus, Galileo, dan Keppler. Mereka telah melakukan penelitian tentang tata surya.
Copernicus dan Galileo telah memantapkan prinsip heliosentris (matahari sebagai pusat tata
surya), merombak teori geosentrisme (bumi sebagai pusat). Bumi ini bulat, bukan datar. Francis
Bacon juga merupakan ilmuwan penting saat itu. Ia telah mengembangkan ilmu alam dan
kegiatan eksperimental (empiriame). Perkembangan di zaman Renaissans terus bertambah maju.
Memasuki zaman
Aufklarung (zaman Penceharan), perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terus
berkembang. Orang mulai mengandalkan kekuatan akal dan meninggalkan dogma-dogma
agama.
Fase zaman Aufklarung merupakan fase yang amat penting bagi perkembangan ilmu
pengetahuan. Para filsuf dan ilmuwan besar pada masa Aufklarung, anatara lain Issac Newton. Ia
telah mengembangkan ilmu pengetahuan alam berdasarkan prinsip-prinsip matematika. Newton
yang mendorong perkembangan teori gravitasi, perhitungan Calculus, dan Optika. Tokoh lain,
seperti Montesquieu, J.J Rousseau.
Zaman modern diawali dengan zaman Renaissance (fase kebangkitan kembali iptek di
eropa). Orang mulai mengandalkan kekuatan rasio (akal),dan meninggalkandogmadogma agama.
Ilmuwan zaman modern yang sangat terkenal dan sempat menjadi orang number wahid sedunia,ialah William Henry Gates atau dikenal dengan nama Bill Gates,pemilik microsoft
corporation bersama sahabatnya Paul Allen.
Dalam perkembangannya, ilmu pengetahuan seolah-olah tidak dapat dikendalikan oleh
manusia, mengingat begitu cepat kemajuannya. Aplikasi dari ilmu pengetahuan yang
mengembangkan teknologi pun semakin berkembang. Pada abad ke-20, perkembangan iptek

semakin menakjubkan. Dari zaman atom dan nuklir, berkembang pula teknologi informasi,
komunikasi, telekomunikasi, dan kini kita kenal zaman komputer dan internet.
B. Pengaruh Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Abad ke-21, saat di mana kita hidup sekarang, merupakan masa di mana Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (IPTEK) mengalami perkembangan yang sangat pesat. Yang paling jelas adalah
perkembangan alat komunikasi. Yang mulanya dulu hanya ada surat dan telepon kabel, kini telah
berkembang menjadi handphone, laptop, tablet PC, i-pad dan lain sebagainya. Hal ini tentunya
membawa dampak yang besar bagi kehidupan manusia. Begitu banyak pekerjaan yang dapat
diselesaikan dengan lebih mudah dan cepat dari pada sebelumnya. Dalam hal ini tujuan
perkembangan teknologi, yaitu membuat kehidupan manusia dapat berjalan dengan lebih mudah
bisa dikatakan telah tercapai. Namun, sejalan dengan hukum alam, setiap hal apa lagi suatu
perubahan pasti akan membawa efek samping tertentu bagi setiap pihak yang terlibat dalam
siklus tersebut. Banyak hal yang berubah terkait dengan perkembangan IPTEK ini, terutama pola
hidup masyarakat.
Perubahan alat komunikasi terutama yang memberi dampak paling besar. Masyarakat yang
pada awalnya hanya menggunakan surat mulai menggunakan handphone, e-mail, skype dan lain
sebagainya untuk berkomunikasi. Hal paling sederhana dan paling lekat dengan kehidupan kita
saat ini adalah Handphone. Handphone sebagai alat yang umum dipakai saat ini bisa dikatakan
bukan lagi barang mewah. Hal ini disebabkan karena setiap kalangan masyarakat sudah dapat
memiliki benda mungil penuh manfaat ini. Mulai dari pekerja kantoran hingga supir angkot
memilikinya. Jika diingat kembali pada masa awal tahun 2000, sangat sulit bagi seseorang untuk
memiliki benda ini. bisa dikatakan Handphone saat itu termasuk pada kalangan benda mewah.
Hanya orang-orang kaya dan yang benar-benar memiliki kepentingan yang memilikinya, apalagi
laptop dan PC. Namun hanya dalam waktu 11 tahun hal ini berubah pesat. Perkembangan zama
ternyata juga menuntut perkembangan kebutuhan. Ha ini aka terlihat jelas di kalangan
mahasiswa. Saat ini mahasiswa yang tidak memiliki handphone, laptop atau PC akan sangat
kasulitan karena begitu banyak pekerjaan yang bergantung pada alat-alat ini.
Hal di atas ternyata tidaklah sesempit itu. Begitu banyak hal lain yang ikut terpengaruh akan
perkembangan alat-alat ini. Perubahan pola komunikasi ini kemudian akan mengubah standar
ekonomi masyarakat. Masyarakat, terutama orang tua, dituntut untuk memiliki penghasilan lebih
demi mengikuti perkembangan ini. Kenyataan bahwa perbedaan antara barang mewah dan
barang biasa menjadi semakin kabur, membuat tuntutan ini terkadang terasa semakin berat.
Standar dari kemewahan terus berubah dan semakin menuntut perkembangan ekonomi
masyarakat di tengah semakin sulitnya persaingan ekonomi di antara masyaraka. Bagi yang tidak
mampu mengimbangi akan semakin tersisih dan lama kelamaan akan tersingkir bila ia tetap tidak
bisa beradaptasi dan survive. Hal ini tentunya akan semakin sulit bagi mereka yang tidak
memiliki kemampuan (skill) atau koneksi yang dapat membantu untuk meningkatkan taraf hidup
mereka.
Dalam segi positif perkembangan ini memang membuat masyarakat semakin mudah dalam
mengakses informasi. Setiap orang dapat mengakses informasi apapun yang mereka butuhkan
dari seluruh dunia. Namun penyebaran informasi ini terkadang tidak terkendali. Begitu banyak
informasi yang memerlukan pertumbangan lebih lanjut untuk disebarkan secara bebas tanpa
pengawasan. Hal ini sering kali menghasilkan efek samping negatif pada anak-anak di bawah
umur yang dengan bebasnya menyaksikan dan mempelajari hal-hal tidak atau belum layak untuk
mereka konsumsi dari berita yang publikasinya dilakukan tanpa melalui proses sensor yang
benar.

Meskipun teknologi itu diciptakan untuk kepentingan bersama dan untuk memudahkan
masyarakat dalam beraktivitas, akan tetapi tetap saja ada efek samping negatif seperti yang telah
dipaparkan di atas. Semua itu kembali kepada individu yang menjalani, bagaimana ia
memanfaatkan dan akan digunakan untuk apa teknologi tersebut.
C. Dampak Perkrmbangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Di bawah ini akan di jelaskan mengenai dampak dalam penggunaan teknologi :
1. Dampak positif
a) Sebagai media penghubung
Tak dapat dipungkiri jika Internet adalah hal yang sangat melekat kepada kita. Karena internet
memiliki fungsi yang amat banyak. Dengan internet, kita dapat melakukan komunikasi dengan
orang yang berada jauh antara kita, kita dapat bertukar file, email, maupun koneksi.
b) Kemudahan bertransaksi
Salah satu dampak yang bisa kita rasakan adalah kemudahan transaksi dengan pelanggan kita.
Kemudahan pembayaran, kemudahan pengiriman, hingga kemudahan mencari order. Karena kita
dapat memanfaatkan internet, atau memanfaatkan SMS Banking yang dapat kita manfaatkan
sewaktu-waktu.
c) Kemudahan mencari informasi
Dengan adanya teknologi masa kini yang semakin berkembang, kita dapat mencari informasi
dengan sangat mudah sekali. Kita dapat mencari informasi lowongan pekerjaan, informasi
bencana alam, informasi kurs mata uang, hingga informasi lalu lintas.

2. Dampak negatif
a) Akses pornografi
Inilah hal yang sangat rentan dalam teknologi masa kini. Karena mudahnya dan bebasnya
internet, dapat memudahkan anak untuk mencari konten porno yang dapat berakibat buruk
kepada ank kita nantinya. Oleh karena itu, dihimbau kepada keluarga taupun orang tua untuk
selalu mengawasi anaknya.
b) Penipuan online
Hal ini juga sangat rentan terjadi di dalam dunia teknologi masa kini. Dengan adanya teknologi
yang terus berkembang, penjahat juga memanfaatkannya untuk kepentingan diri sendiri. Mereka
mengembangkan teknologi untuk melakukan kejahatan yang dapat berdampak buruk kepada
orang lain. Oleh karena itu, kita diharap waspada dengan hal-hal yang seperti ini.
Teknologi Informasi dan Komunikasi yang perkembangannya begitu cepat secara tidak
langsung mengharuskan manusia untuk menggunakannya dalam segala aktivitasnya Beberapa
penerapan dari Teknologi Informasi dan Komunikasi antara lain :
1. Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Perusahaan Penerapan Teknologi
Informasi dan Komunikasi banyak digunakan para usahawan. Kebutuhan efisiensi waktu dan
biaya menyebabkan setiap pelaku usaha merasa perlu menerapkan teknologi informasi dalam
lingkungan kerja.
2. Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Dunia Bisnis, Dalam dunia bisnis
Teknologi Informasi dan Komunikasi dimanfaatkan untuk perdagangan secara elektronik atau

dikenal sebagai E-Commerce.E-Commerce adalah perdagangan menggunakan jaringan


komunikasi internet.
3. Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Perbankan
Dalam dunia perbankan Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah diterapkannya transaksi
perbankan lewat internet atau dikenal dengan Internet Banking.
4. Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pendidikan Teknologi pembelajaran
terus mengalami perkembangan seirng perkembangan zaman. Dalam pelaksanaan pembelajaran
sehari-hari Makalah Teknologi Informasi dan Komunikasi sering dijumpai kombinasi teknologi
audio/data, video/data, audio/video, dan internet. Internet merupakan alat komunikasi yang
murah dimana memungkinkan terjadinya interaksi antara dua orang atau lebih.
5. Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Kesehatan
Sistem berbasis kartu cerdas (smart card) dapat digunakan juru medis untuk mengetahui riwayat
penyakit pasien yang datang ke rumah sakit.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ilmu pengetahuan serta teknologi selalu mengalami perkembangan mulai dari zaman prasejarah hingga sampai sekarang ini. Adapun prodesiasi perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi sebagai berikut:
1. Zaman Purba (4 juta tahun lalu)
2. Zaman Yunani (600-200 SM)
3. Zaman Pertengahan (31 SM-628M)
4. Zaman Modern (658M-sekarang)
Abad ke-21, saat di mana kita hidup sekarang, merupakan masa di mana Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (IPTEK) mengalami perkembangan yang sangat pesat. Yang paling jelas adalah
perkembangan alat komunikasi. Yang mulanya dulu hanya ada surat dan telepon kabel, kini telah
berkembang menjadi handphone, laptop, tablet PC, i-pad dan lain sebagainya. Hal ini tentunya
membawa dampak yang besar bagi kehidupan manusia. Begitu banyak pekerjaan yang dapat
diselesaikan dengan lebih mudah dan cepat dari pada sebelumnya. Dalam hal ini tujuan
perkembangan teknologi, yaitu membuat kehidupan manusia dapat berjalan dengan lebih mudah
bisa dikatakan telah tercapai.
Namun, sejalan dengan hukum alam, setiap hal apa lagi suatu perubahan pasti akan
membawa efek samping tertentu bagi setiap pihak yang terlibat dalam siklus tersebut. Banyak
hal yang berubah terkait dengan perkembangan IPTEK ini, terutama pola hidup masyarakat.
B. SARAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa banyak perubahan
terhadap pola hidup masyarakat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa
dampak positif dan memudahkan segala urusan kehidupan sehari-hari. Namun, jika kita lalai

akan merusak dan berdampak negative buat penggunanya. Jadi, penulis menyarankan mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tetap dalam norma dan koridor agama.

DAFTAR PUSTAKA
Lestari.Puji., (2009), antropologi 2, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
http://zarkasyii.blogspot.com/
http://google.co.id/perkembangan-ilmu-pengetahuan-dan-teknologi-serta-dampaknya/
http://25vs28.blogdetik.com/2010/11/25/perkembangan-ilmu-pengetahuan-dan-teknologi/
BAB 1
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Perkembangan teknologi sekarang ini telah banyak menunjukkan kemajuan yang


luar biasa. Banyak hal dari sektor kehidupan yang telah menggunakan keberadaan
dari teknologi itu sendiri. Kehadirannya telah memberikan dampak yang cukup
besar terhadap kehidupan umat manusia dalam berbagai aspek dimensi. Demikian
halnya dengan teknologi komnukasi yang merupakan peralatan perangkat keras
dalam struktur organisasi yang mengandung nilai sosial yang memungkinkan
individu untuk mengumpulkan, memproses dan saling tukar informasi (menurut
Rogers,1986). Keadaan yang demikian, dimana sebuah teknologi yang mampu
merubah sesuatu yang belum tentu dapat dilakukan menjadi sebuah kenyataan.
Misalnya, kalau dahulu orang tidak dapat berbicara dengan orang lain yang berada
di suatu tempat yang berjarak jauh, maka setelah adanya telepon orang dapat
berbicara tanpa batas dan jarak waktu. Dari sinilah, semula dengan ditemukannya
berbagai perangkat elektronik lainnya. Hingga akhirnya teknologi ini berintegrasi
satu dengan lainnya. Teknologi komunikasi yang telah ada merupakan sebuah
jawaban dari adanya perkembangan zaman. Hal ini terjadi karena semakin
berkembang maju sebuah peradaban manusia maka teknologi pun akan terus

mengalami perkembangan untuk menyelaraskan pola peradaban manusia itu


sendiri.

Strategi Pengembangan Ilmu di Indonesia


Model pengembangan ilmu sangat berkaitan dengan pembangunan, sebab ilmu
merupakan prasyarat bagi pembangunan. Ilmu membimbing aktivitas manusia
dalam pembangunan, baik pembangunan fisik maupun non-fisik. Oleh karena itu
strategi pengembangan ilmu di Indonesia merupakan faktor yang sangat penting.

Beberapa syarat yang dibutuhkan bagi strategi pengembangan ilmu di Indonesia


yaitu:

Pertama, terbentuknya masyarakat ilmiah yang memiliki kekuatan tawar-menawar


(Bargaining power), baik dengan pemerintah maupun dengan perusahaanperusahaan besar. Di sinilah letak pentingnya ilmu pengetahuan sebagai
masyarakat sebagaimana yang ditenggarai oleh Daoed Joesoef. Salah seorang
tokoh postmodernisme, Jean Francois Lyotard, sangat memperhatikan persoalan ini.
Ia menegaskan bahwa transformasi ilmu pengetahuan akan memperhatikan akibat
pada kekuatan politik yang ada, kekuatan mereka ini, terutama civil society, akan
dipertimbangkan kembali dalam hubungan (baik de jure maupun de facto) dengan
perusahaan-perusahaan besar.

Muhammad A.S. Hikam mengatakan bahwa istilah civil society (masyarakat madani)
dalam tradisi Eropa sampai abad ke-18 mengacu pada pengertian suatu
kelompok/kekuatan yang mendominasi seluruh kelompok masyarakat lain. Bagi Karl
Marx, yang dimaksud civil society adalah kelas borjuasi. Dalam pengertian ini civil
society didefinisikan sebagai wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi
dan bercirikan: kesukarelaan (voluantry), keswamsembadaan (self-generation), selfsupporting, kemandirian tinggi berhadapan dengan negara, dan keterikatan dengan
norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti wargannya.

Kedua, pengembangan ilmu di Indonesia tidak bebas nilai (value-free), melainkan


harus memperlihatkan landasan metafisis, epistemologi, dan aksiologis dari
pandangan hidup bangsa Indonesia. Van Melsen menekankan pentingnya hubungan
antara ilmu pengetahuan dengan pandangan hidup, karena ilmu pengetahuan tidak
pernah dapat memberikan penyelesaian terakhir dan menentukan, lantaran tidak
ada ilmu yang mendasarkan dirinya sendiri secara absolut.

Di sinilah perlunya pandangan hidup, terutama peletakan ontologis, epistemologis,


dan aksiologis bagi ilmu pengetahuan, sehingga terjadi harmoni antara rasionalitas
dengan kearifan.

Ketiga, pengembangan ilmu di Indonesia harus memperhatikan relasi antar ilmu


tanpa mengorbankan otonomi antara masing-masing disiplin ilmu. Di sini diperlukan
filsafat sebagai mediator, terutama bidang ilmu Filsafat Ilmu. Dalam hal ini Gaston
Bachelard menegaskan perlunya hubungan yang erat antara ilmu dengan filsafat.
Filsafat harus mampu memodifikasi bahasa teknisnya agar dapat memahami
perkembangan ilmu dewasa ini. Sebaliknya ilmu pengetahuan harus dapat
memanfaatkan kreativitas filsafat. Di sinilah diperlukan filsafat ilmu, sebab filsafat
ilmu mendorong upaya ke arah pemahaman disiplin ilmu lain, interdisipliner sistem.

Keempat, pengembangan ilmu di Indonesia harus memperhatikan dimensi


religiusitas, karena masyarakat Indonesia masih sangat kental dengan nuansa
religiusitasnya. Walaupun bisa terjadi kendala pengembangan ilmu yang
disebabkan oleh agama dalam arti eksoteris (lembaga atau pranata
keagamaannya), bukan dalam arti esoteris (hakikat keagamaan itu sendiri). Oleh
karena itu dimensi esoteris keagamaan perlu digali agar masyarakat ilmiah dapat
memadukan dimensi ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai religius atau
mengembangkan sinyal-sinyal yang terkandung secara implisit dalam ajaran agama
tentang manfaat ilmu pengetahuan bagi umat manusia.

LATAR BELAKANG
Pancasila digali dari budaya bangsa Indonesia sendiri, sehingga Pancasila
mempunyai fungsi dan peranan yang sangat luas dalam kehidupan bermasyarat,
berbangsa, dan bernegara. Fungsi dan peranan itu terus berkembang sesuai
dengan tuntutan zaman. Itulah sebabnya, Pancasila memiliki berbagai predikat
sebagai sebutan nama yang menggambarkan fungsi dan peranannya.
Fungsi dan peranan Pancasila oleh PB7 Pusat, 1993 (dalam Surajiyo, 2010)
diuraikan mulai dari yang abstrak sampai yang kongret menjadi sepuluh, yakni
Pancasila sebagai jiwa bangsa, Pancasila sebagai sebagai kepribadian bangsa
Indonesia, Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia, Pancasila sebagai
sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, pancasila sebagai perjanjian luhur,
Pancasila sebagai pandangan hidup yang mempersatukan bangsa Indonesia,
Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia, Pancasila sebagai satusatunya asa dalam kehidupan bermasyarakt berbangsa dan bernegara, Pancasila
sebagai moral Pembangunan dan Pembangaunan nasional sebagai pengamalan
Pancasila.
Pancasila sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasr Negara
dari Negara Kesatuaan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten

dalam kehipan bernegara. Tujuan nasional sebagai mana ditegaskan dalam


Pembukaan UUD1945 diwujukkan melalui pelaksanaan penyenggaraan Negara yang
berkedaulatan rakyat dan demokratis denga menutamakan persatuan dan kesatuan
bangsa, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Penyenggaraan Negara dilaksanakan
melalui pembangunan nasional dalam segalah aspek kehidupan bangsa, oleh
penyenggara Negara, bersama-sama segenap rakyat Indonesia diseluh wilayah
Negara Republik Indonesia.
Pembangunan nasional merupakan usaha penningkatan kualitas manusia dan
manyarakat Indonesia yangdilakukan secara berkelanjutan, berlandaskan
kemampuan nasional, dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahun dan
teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Dalam
pelaksanaanya mengacu pada kepribadian bangsa dan nilai-nilai luhur yang
universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri,
berkeadilan, sejahterah, maju, dan kukuh kekuatan moral dan etikanya (Surajiyo,
2010:156-157).

PEMBAHASAN
Definisi Ilmu Pengetahuan
Menurut Webster (dalam Suhartono, 2008:64) bahwa pengetahuan menjelaskan
tentang adanya suatu hal yang diperoleh secara biasa atau sehari-hari (regularly)
melalui pengalaman-pengalaman, kesadaran, informasi, dan sebagainya.
Sedangkan ilmu, di dalamnya terkandung pengetahuan yang pasti, lebih praktis,
sistematis, metodik, ilmiah dan mencakup kebenaran umum mengenai objek studi
yang lebih bersifat fisis (natural).
Sejalan dengan pendapat di atas (Surajiyo, 2010:26) menyebutkan bahwa
pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menuturkan apabila
seseorang mengenal tentang sesuatu. Suatu hal yang menjadi pengetahuannya
adalah selalu terdiri atas unsure yang mengetahui dan diketahui serta kesadaran
mengenai hal yang ingin diketahuinya. Jadi bisa dikatakan pengetahuan adalah
hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk
memahami suatu objek yang dihadapinya, atau hasil usaha manusia untuk
memaahami suatu objek tertentu. Sedangkan ilmu menurut The Liang Gie 1987
(dalam Surajiyo, 2010:56) ilmu adalah rangkaian aktifitas penelaahan yang mencari
penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional empitis
mengenai dunia inidalam berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan
sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia.
Aktivitas
Ilmu
Metode
Bagan 1.1 (Surajiyo, 2010:56)

pengetahuan

Dalam bagan tersebut memperlihatkan bahwa ilmu harus diusahakan


dengan aktivitas manusia, aktivitas itu dilaksanakan dengan metode tertentu, dan
akhirnya aktivitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis. Baik
ilmu maupun pengetahuan adalah sama pentingnya dalam hidup dan kehidupan
manusia. Ilmu membentuk daya intelegensia yang melahirkan adanya skiil atau
keterampilan yang bisa mengonsumsi masalah-masalah atau kebutuhan keseharian
(termasuk tujuan langsung). Sedangkan pengetahuan, membentuk daya moralitas
keilmuan yang kemudian melahirkan tingkah laku dan perbuatan yang berkaitan
dengan masalah-masalah yang tercakup ditujuan akhir kehidupan manusia (tujuan
tak langsung) (Suhartono, 2008:64).
Ilmu sebagai aktivitas ilmiah dapat berwujud penelaahan (study),
penyelidikan (inquiry), usaha menemukan (attempt to find) atau pencarian (search).
Oleh karena itu, pencarian biasanya dilakukan berulang kali, maka dalam dunia ilmu
kini dipergunakan istilah research (penelitian) untuk aktivitas ilmiah yang paling
berbobot guna menemukan pengetahuan baru. Metode ilmiah merupakan
procedural yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, tata langkah, dan
cara teknis untuk memperoleh pengetahuan baru atau memperkembangkan
pengetahuan yang ada (Surajiyo, 2010:56).
Metode yang berkaitan dengan pola procedural meliputi pengamatan, percobaan,
pengukuran, survey, deduksi, induksi, analisis, dan lain-lain. Berkaitan dengan tata
langkah meliputi penentuan masalah, perumusan hipotesis (bila perlu),
pengumpulan data, penurunan kesimpulan, dan pengujian hasil. Sedangkan yang
berkaitan dengan berbagai teknik meliputi daftar pertanyaan, wawancara,
perhitungan, pemanasan dll. Dan yang terakhir, yang berkaitan dengan aneka alat,
meliputi timbangan, meteran, perapian, computer, dan lain-lain.
Dari aktivitas ilmiah dengan metode ilmiah yang dilakukan oleh para ilmuan
dapatlah dihimpun sekumpulan pengetahuan yang baru atau disempurnakakan
pengetahuan yang telah ada, sehingga dikalangan ilmuan maupun para filsuf pada
umumnya terdapat kesepakatan bahwa ilmu adalah sekumpulan pengetahuan yang
sistematis. Adapun menurut Bahm (dalam Surajiyo, 2010:57) definisi ilmu
pengetahuan melibatkan paling tidak enam macam komponen, yaitu masalah
(problem), sikap (attitude), metode (method), aktivitas (activity), kesimpulan
(conclution), dan pengaruh (effects).
Ciri-Ciri Ilmu Pengetahuan
Ciri persoalan pengetahuan ilmiah antara lain adalah persoala dalam ilmu itu
penting untuk segera dipecahkan dengan maksuduntuk memperoleh jawaban.
Dalam hal ini memang ilmu muncul dari adanya problema itu telah diketahuinya
sebagai suatu persoalan yang tidak terselesaikan dalam pengetahuan sehariharinya. Disamping itu, setiap ilmu dapat memecahkan masalah sehingga mencapai
suatu kejelasan serta kebenaran, walaupun bukan kebenaran akhir yang abadi dan
mutlak. Kemudian bahwa setiap jawaban dalam masalah ilmu yang telah berupa
kebenaran harus dapat diuji oleh orang lain. Pengujiannya baik dalam pembenaran
atau penyangkalan. Hal ini juga bahwa setiap masalah dalam ilmu harus dapat

dijawab dengan cara penelaahan dan penelitian keilmuan yang seksama, sehingga
dapat dijelaskan dan didefinisikan (Surajiyo, 2010:58).
Ilmu pengetahuan atau pengetahuan ilmiah menurut The Liang Gie 1987 (dalam
Surajiyo, 2010:59) mempunyai 5 ciri pokok: (1) Empiris, pengetahuan diperoleh
berdasarkan pengamatan dan percobaan, (2) sistematis, berbagai keterangan dan
data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan itu mempunyai hubungan
ketergantungan yang teratur, (3) objektif, ilmu berarti pengetahuan itu bebas dari
prasangka perseorangan atau kesukaan pribadi, (4) analitis, pengetahuan ilmiah
berusaha membeda-bedakan pokok soalnya ke dalam bagian yang terperinci untuk
memahami berbagai sifat, hubungan, dan peranan dari bagian-bagian itu, (5)
verifikatif, dapat diperiksa oleh siapapun juga.
Adapun Joesoef 1987 (dalam Surajiyo, 2010:59) menunjukkan bahwa pengertian
ilmu mengacu pada tiga hal, yaitu produk, proses, dan masyarakat. Ilmu
pengetahuan sebagai produk, yaitu pengetahuan yang telah diketahui dan diakui
kebenarannya oleh masyarakat ilmuan. Pengetahuan ilmiah dalam hal ini terbatas
pada kenyataan-kenyataan yang mengandung kemungkinan untuk disepakati dan
terbuka untuk diteliti, diuji, dan dibantah seseorang.
Ilmu pengetahuan sebagai proses artinya, kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan
demi penemuan dan pemahaman dunia alami sebagaimana adanya, bukan
sebagaimana yang kita kehendaki. Metode ilmiah yang khas dipakai dalam proses
ini adalah analisis-rasional, objektif, sejauh mungkin impersonal dari masalahmasalah yang didasarkan pada percobaan dan data yang dapat diamati.
Ilmu pengetahuan sebagai masyarakat artinya, dunia pergaulan yang tindaktanduknya, prilaku dan sikap serta tutur katanya diatur oleh empat ketentuan yaitu
universalisme, komunalisme, tanpa pamrih, dan skeptisisme yang teratur.
Van Melsen 1985 (dalam Surajiyo, 2010:59-60) mengemukakan ada delapan ciri
yang menandai ilmu yaitu:
1)
Ilmu pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu kesluruhan yang
secara logis koheren. Itu berarti adanya system dalam penelitian (metode) maupun
harus (susunan logis).
2)
Ilmu pengetahuan tanpa pamrih, karena hal itu erat kaitannya dengan
tanggung jawab ilmuan.
3)

Universalitas ilmu pengetahuan.

4)
Objektivitas, artinya setiap ilmu terpimpin oleh objek dan tidak didistorsi oleh
prasangka-prasangka subjektif.
5)
Ilmu pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti ilmiah yang
bersangkutan, oleh karena itu ilmu pengetahuan harus dapat dikomunikasikan.
6)
Progresivitas, artinya suatujawaban ilmiah baru bersifat ilmiah
sungguhsungguh, bila menggandung pertanyaan baru dan menimbulkan problem
baru lagi.

7)
Kritis, artinya tidak ada teori yang definitive, setiap teori terbuka bagi suatu
peninjauan kritis yang memanfaatkan data-data baru.
8)
Ilmu pengetahuan harus dapat digunakan sebagai perwujudan kebertautan
antara teori dengan praktis.
Menurut Kasmadi, dkk 1990 (dalam Surajiyo 2010:60) demi objektivitas ilmu,
ilmuwan harus bekerja dengan cara ilmiah. Sifat ilmiah dalam ilmu dapat
diwujudkan, jika dipenuhi syarat-syarat yang intinya adalah: (1) ilmu harus memiliki
objek, (2) ilmu harus mempunyai metode, (3) ilmu harus sistematik, (4) ilmu
bersifat universal.

Sekilas Tentang Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan


Pemikiran filsafat banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Namun pada dasarnya
filsafat baik di Barat, India, Cina muncul dari yang sifatnya religious. Di Yunani
dengan mitosnya, di India dengan kitabnya Weda (agama Hindu), dan di Cina
dengan Cofusiusnya. Di Barat mitos dapat lenyap sama sekali dan rasio yang
menonjol, sedangkan di India filsafat tidak akan bisa lepas dengan induknya dalam
hal ini agama Hindu. Pembagian secara periodisasi filsafat Barat adalah zaman
Kuno, zaman Abad Pertengahan, zaman Modern, dan Masa Kini. Aliran yang muncul
dan berpengaruh terhadap pemikiran filsafat adalah Positifisme, Marxisme,
Eksistensialisme, Fenomenologi, Pragmatisme, dan Neo-Kantianianisme, dan Neotomisme. Pembagian secara periodesasi filsafat Cina adalah zaman Kuno, zaman
Pembaruan, zaman Neo-konfusionisme, dan Zamaan Modern. Tema yang pokok di
fisafat Cina adalah masalah perikemanusiaan (jen). Pembagian cecara periodesasi
filsafat India adalah periode Weda, Wiracarita, Sutra-sutra, dan Skolastik. Dalam
filsafat India yang penting adalah bagaimana manusia bisa berteman dengan dunia
bukan untuk menguasai dunia. Adapun dalam filsafat Islam hanya ada dua periode,
yaitu periode Mutakallimin dan periode filsafat Islam (Sujiyono, 2010: 79).
Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah peradapan
manusia karena pada waktu itu terjadi perubahan pola pikir manusia dari mite-mite
menjadi lebih rasional. Pola pikir mite-mite adalah pola pikir masyarakat yang
sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam, seperti gempa
bumu dan pelangi. Gempa bumi tidak dianggap fenomena alam biasa, tetapi Dewa
Bumi sedang menggoyangkan kepalanya. Namun, ketika filsafat diperkenalkan,
fenomena alam tersebut tidak lagi dianggap sebagai aktivitas Dewa, tetapi aktivitas
alam yang terjadi secara kausalitas. Perubahan pola piker tersebut kelihatannya
sederhana, tetapi implikasinya tidak sederhana karena selama ini alam ditakuti dan
dijauhi kemudian didekati bahkan dieksploitasi. Manusia yang dahulunya pasif
menghadapi fenomena alam menjadi lebih proaktif dan kreatif, sehingga alam
dijadikan objek penelitian dan pengkajian. Dari proses inilah kemudian ilmu
berkembang dari rahim filsafat, yang akhirnya kita nikmati dalam bentuk teknologi.
Karena itu, periode perkembangan filsafat Yunani merupakan poin untuk memasuki
peradapan baru umat manusia.

Jadi, perkembangan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini tidaklah berlangsung


secara mendadak, melainkan secara bertahap, evolutif. Karena untuk memahami
sejarah perkembangan ilmu mau tidak mau harus melakukan pembagian , atau
klarifikasi secara periodic, karena setiap periode menampilkan ciri khas tertentu
dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan pemikiran secara teoritis
senantiasa mengacu pada peradapan Yunani.
Ilmu Dan Masyarakat
Pada masa lampau kedudukan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari
belum dapat dirasakan. Ilmu sama sekali tidak memberikan pengaruhnya terhadap
masyarakat. Ungkapan Aristoteles tentang ilmu umat manusia menjamin
urusannya untuk hidup sehari-hari, barulah ia arahkan pengetahuannya kepada
ilmu pengetahuan Van Melsen 1987 (dalam Surajiyo, 2010:137).
Bagi manusia, kebenaran universal merupakan suatu kebutuhan yang amat
berguna. Adapun kegunaannya adalah untuk memperluas pandangan atau
wawasan yang kemudian dapat membentuk suatu pandangan hidup atau filsafat
hidup. Dengan filsafat hidup, manusia dapat memahami arti dirinya (substansi),
sehingga ia dapat menempatkan keberadaannya (eksistensi) dalam hidup dan
kehidupannya. Dengan adanya tujuan hidup inilah manusia menciptakan pedoman
hidup, sikap hidup, cara hidup, dan tingkah laku hidup sehari-hari.
Akan tetapi filsafat hidup itu justru sering kali berbenturan dengan realitas
kehidupan sehari-hari. menolong orang lain adalah suatu bentuk filsafat hidup
yang baik. Tetapi, tidak semua prilaku menolong itu bisa membuahkan kebaikan.
Karena bisa saja menolong justru mengembangkan sifat pemalas. Kiranya,
penerapan filsafat hidup harus mempertimbangkan ketetapan sasaran objek.
Menolong orang ;lain haruslah mempertimbangkan secara bijak, apakah oranag
lain itu memang memerlukan pertolongan atau tidak. Jadi,pada penerapan filsafat
hidup seharusnya mempertimbangkan refelansinya dengan keadaan nyata, yakni
harus da hubungan kausal (Suhartono, 2008:91-92).
Dewasa ini ilmu sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari, seolah-olah manusia
sekarang tidak dapat hidup tanpa ilmu pengetahuan. Kebutuhan manusia yang
paling sederhana pun sekarang memerlukan ilmu, misalnya kebutuhan pangan,
sandang dan papan, sangat tergantung dengan ilmu, meski yang paling sederhana
pun. Maka kegiatan ilmiah dewasa ini berdasarkan pada dua keyakinan berikut:
1)
Segala sesuatu dalam realitas dapat diselidiki secara ilmiah, bukan saja untuk
mengerti sealitas yang lebih baik, melainkan juga untuk menguasainy lebih
mendalam menurus segala aspeknya.
2)
Semua aspek realitas membutuhkan juga penyelidikan primer, seperti air,
udara, cahaya, kehangatan da tempat tinggal tidak akan cukup tanpa penyelidikan
itu, Van Melsen 1987 (dalam Surajiyo, 2010:137).
Dengan demikian, ilmu mengalami fungsi yang berubah secara radikal, dari tidak
berguna sama sekali dalam kehidupan praktis menjadi tempat tergantung
kehidupan manusia. Penemuan-penemuan secara empiris memberikan

kemungkinan baru, yang ternyata ada gunanya dalam praktis. Ilmu yang semula
rasional-empiris menjadi rasional-eksperimental. Dengan demikian, ilmu
mempunyai akibat yakni berguna dalam kehidupan masyarakat.
Pengertian Dan Unsur-Unsur Kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari kata Sansakerta buddayah, yaitu bentuk jamak dari
buddi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan bisa diartikan halhal yng bersangkutan dengan akal. Ada sarjana lain yang mengupas kata budaya
sebagai suatu perkembangan dari majemuk bidi-daya, yang berarti daya dari budi.
Oleh karena itu, mereka mereka membedakan budaya dari kebudayaan. Demikian
budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa, dan rasa itu.
(Koentjaraningrat, 1986 dalam Surajiyo, 2010:137-138).
Sejalan dengan pendapat di atas Sutan Takdir Alisyahbana mengatakan bahwa
kebudayaan adalah manifestasi dari cara berpikir sehingga menurutnya pola
kebudayaan itu sangat luas sebab semua laku dan perbuatan tercakup didalamnya
dan dapat diungkapkan pada basis cara berpikir termasuk di dalamnya perasaan,
karena perasaan juga merupakan maksud dari pikiran. Sedangkan menurut
Malinowski menyebutkan bahwa kebudayaan pada prinsipnya berdasarkan atasas
berbagai system kebutuhan manusia. Tiap tingkat kebutuhan itu menghadirkan
corak budaya yang khas. Misalnya guna memenuhi kebutuhan manusia akan
keselamatanya maka timbul kebudayaan yang berupa perlindungan, yakni
seperangkat budaya dalam bentuk tertentu,seperti lembaga kemasyarakatan
(Widyosiswoyo,1996 dalam Surajio, 2010:138).
Unsur kebudayaan dalam KBBI berarti bagian suatu kebudayaan yang dapat
digunakan sebagai satuan analisis tertentu. Dengan adanya unsure tersebut,
kebudayaan di sini lebih mengadung makna totalitas dari sekedar penjumlahan
unsir-unsur yang terdapat di dalamnya. Oleh karna itu, dikenal adanya unsure-unsur
yang universal yang melahirkan kebudayaan universal. Menurut C. Kluckhohn ada
tujuh unsure dalam kebudayaan universal, yaitu system religi dan upacara
keagamaan, system organisasi kemasyarakatan, system pengetahuan system mata
pencarian hidup, system teknologi dan peralatan, bahasa, serta kesenian
(Widyosiswoyo,1996 dalam Surajiyo, 2010:138-139).
Pengaruh Timbal Balik Antara Ilmu Dan Kebudayaan
Ilmu adalah bagian dari pengetahuan. Untuk mendapatkan ilmu diperlukan caracara tertentu, ialah adanya suatu metode dan mempergunakan system, mempunyai
objek formal dan objek material. Karena pengetahuan adalah unsure dari
kebudayaan, maka ilmu yang merupakan dari pengetahuan dengan sendirinya juga
merupakan salah satu unsure kebudayaan (Asdi, 1991 dalam Surajiyo, 2010:140).
Kecuali ilmu merupakan unsur dari kebudayaan, anatara ilmu dan kebudayaan ada
hubungan timbal balik. Perkembangan ilmu tergantung pada perkembangan
kebudayaan, sedangakan perkembangan ilmu dapat memberikan pengaruh pada
kebudayaan. Keadaan social dan kebudayaan, saling tergantung dan saling

mendukung. Pada beberapa kebudayaan, ilmu dapat berkembang subur. Di sini ilmu
mempunyai perana ganda, yakni :
1)

Ilmu merupakan sumber nilai yang mendukung pengembangan kebudayaan.

2)
Ilmu merupakan sumber nilai yang mengisi pembetukan watak bangsa (Materi
Dasar Pendidikan Program Akta Mengajar V, hlm. 141 dalam Surajiyo, 2010:140).

Peranan Ilmu Terhadap Pengembangan Kebudayaan Nasional


Untuk memahami bagaimana peranan Ilmu terhadap pengembanga kebudayaan
nasional perlu diketahui dahulu tentang pengertian kebudayaan nasional,
kebudayaan nasional dan manusia Indonesia, dan peranan ilmu terhadap
kebudayaan nasional.
Pengertian Kebudayaan Nasional
Di dalam KBBI istilah kebudayaan diartikan sebagai: a) hasil kegiatan dan
penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat
istiadat, dan b) keseluruan pengetahuan manusia sebagai mahluk social yang
digunakan untuk memahami lingkungan serta pengelammanya yang menjadi
pedoman tingkah lakunya. Sedangkan kebudayaan nasional diartikan sebagai
kebudayaan yang dianut oleh semua warga dalam suatu Negara. Artinya,
keseluruhan cara hidup, cara perpikir, dan pandangan hidup suatu bangsa yang
terekspresi dalam seluruh segi kehidupanya dalam ruang dan waktu tertentu.
Menurut Notosusanto, kebudayaan nasional adalah kebudayaan daerah dan
kebudayaan kesatuan. Bagi bangsa kita, kesadaran kearah perwujudan kebudayaan
nasional berakar dalam pengalaman historis bangsa kita, yakni kesadaran akan
persamaan nasib, kesatuan, yang mencapai puncaknya pada tanggal 17 Agustus
1945. Sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928merupakan cerminan
kesadaran nasional yang pada dasarnya bersumber pada kesadaran akan
persamaan kebudayaan (Maran, 2000 dalam Surajiyo, 2010: 141)
Dengan rumusan lain dapat dikatakan bahwa kebudayaan nasional adalah paduan
seluruh lapisan kebudayaan bangsa Indonesia, yang mencerminkan semua aspek
perikehidupan bangsa. Dari pendapat di atas secara sederhana kebudayaan
nasional sebagai puncak kebudayaan daerah. Oleh karena itu, unsure-unsur
kebudayaan seperti bahasa, kesenian, agama, dan adat istiadat dari pelbagai
kehidupan bangsa di dalam wilayah nusantara hendaknya dilestarikan dan diangkat
menjadi unsure-unsur kebudayaan nasional.
Kebudayaan Nasional Dan Manusia Indonesia
Masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri, yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 hanya mungkin terwujud bila seluruh upaya pembangunan
nasional berpijak pada landasan budaya yang dinamis. Dinamis atau tidaknya
kebudayaan nasional akan tampak dari mampu atau tidaknya kebudayaan tersebut
merangsang pertumbuhan serta perkembangan serta kekuatan aktif kreatif yang

dimiliki manusia dan masyarakat Indonesia. Jadi yang dibutuhkan adalah suatu
ruang kebudayaan yang memungkinkan manusia Indonesia secara bebas
mengekspresikan atau mengaktualisasikan diri dalam pelbagai bentuk. Dengan
demikian kebudayaan nasional hendaknya menjadi ruang bagi manusia Indonesia
untuk berprasangka atau mengambil inisiatif, untuk menyatakan pendapat baik
secara lisan maupun tertulis, untuk berkreasi dalam pelbagai bidang kehidupan,
khususnya dalam bidang ilmu dan teknologi modern yang merupakan syarat dasar
bagi terwujudnya kemajuan dan kemaknuran.
Proses pembentukan kebudayaan modern harus berdasar-pijak pada unsure-unsur
budaya tradisional. Jika tidak, cepat atau lambat, kita akan kehilangan jati diri
sebagai warga Indonesia. Kebudayaan nasional moderen bukan lah suatu
kebudayaan yang lain sama sekali, yang dicangkokkan dari luar pada tubuh
kebudayaan tradisional yang selama ini menjadi dasar kehidupan masyarakat
bangsa Indonesia. Kebudayaan nasional modern haruslah merupakan hasil kreatif
antara berbagai unsur kebudayaan modern seperti ilmu dan teknologi dengan
unsure-unsur kebudayaan tradisional seperti sebi, bahasa, agama, dan arsitektur
tradisional. Maka suatu proses dialektis yang bersifat kreatif sangat diperlukan agar
arah perkembangan kebudayaan nasional tidak melenceng dari tujuan
sesungguhnya, yakni memberikan indentitas keindonesian pada diri setiap manusia
Indonesia sekaligus sebagai tali perekat persatuan dan kesatuan masyarakat
Indonesia yang bersifat makjmuk. Pentingnya makna kebudayaan nasional di sini
sebagai factor yang dapat mencegah menajamnya polarisasi kebudayaan ke dalam
berbagai komunitas, yang justru bisa membahayakan persatuan dan kesatuan
bangsa. Untuk itu kejelasan sosok dan identitas kebudayaan nasional merupakan
suatu keharusan. Dengan demikian, kebudayaan nasional dapat diharapkan
menjadi kerangka referensi bagi setiap manusia Indonesia dalam
mengidentifikasikan dirinya (Maran, 2000 dalam surajiyo, 2010: 141-142).
Peranan Ilmu terhadap Kebudayaan Nasional
Pengembangan kebudayaan nasional pada hakikatnya adalah perubahan dari
kebudayaan yang sekarang bersifat konvensional ke arah situasi kebudayaan yang
lebih mencerminkan aspirasi tujuan nasional. Langkah-langkah yang sistematik
menurut Endang Daruni Asdi (1991) adalah sebagai berikut:
1)
Ilmu dan kegiatan keilmuan disesuaikan dengan kebudayaan yang ada dalam
masyarakat kita, dengan pendekatan yang edukatif dan persuatif dan menghindari
konflik-konflik, bertitik tolak dari reinterpretasi nilai yang ada dalam argumentasi
keilmuan.
2)
Menghindari scientisme dan pendasaran terhadap akal sebagai satu-satunya
sumber kebenaran.
3)
Meningkatkan integritas ilmuwan dan lembaga keilmuan, dan melaksanakan
dengan konsekuen kaidah moral kegiatan keilmuan.
4)
Pendidikan keilmuan sekaligus dikaitkan dengan pendidikan moral. Etika
dalam kegiatan keilmuan mempunyai kaidah imperative.

5)
Pengembangan ilmu disertai pengembangan bidang filsafat. Filsafat ilmu
hendaknya diberikan di Pendidikan Tinggi. Walaupun demikian kegiatan ilmiah tidak
berarti lepas dari control pemerintah dan control masyarakat (Surajiyo, 2010:142143).

Strategi Kebudayaan
Strategi kebudayaan merupakan upaya bagaimana menangani kebudayaan
khususnya di Indonesia yang beragam budaya. Untuk mengetahui hal tersebut
perlu diketahui lebih dahulu apa sebenarnya fungsi kebudayaan nasional, kemudian
bagaimana strategi kebudayaan dari para ahli budaya di Indonesia.
Fungsi Kebudayaan Nasional
Kebudayaan nasional mempunyai dua fungsi pokok, yaitu pertama, sebagai
pedoman dalam membina persatuan dan kesatuan bangsa bagi masyarakat
majemuk Indonesia. Dengan perkataan lain, fungsi pertama kebudayaan Indonesia
adalah memperkuat jati diri kita sebagai bangsa. Kedua, sebagai pedoman dalam
pengambilalihan dan pengembangan ilmu dan teknologi modern.
Menurut Koendjaraningrat (dalam Surajiyo, 2010:143) fungsi kebudayaan nasional
adalah, pertama, sebagai system gagasan dan perlambang yang member identitas
kepada warga Negara Indonesia. Kedua, sebagai system gagasan dan perlambang
yang dapat dipakai oleh semua warga Indonesia yang beraneka ragam untuk saling
berkomunikasi. Maksudnya untuk memperkuat rasa solidaritas.
Dari pendapat di atas tampak bahwa kebudayaan nasional merupakan sarana
peemberi identiras bangsa, wahana komunikasi, dan penguat solidaritas, serta
pedoman alih ilmu dan teknologi. Agar kebudayaan nasional dapat berfungsi,
sebagaimana terungkap di atas, dibutuhkan system dan demokratisasi budaya,
yakni suatu system yang mendukung kebebasan dan otonomi manusia
sertalembaga-lembaga social yang mengatur kehidupan masyarakat. Melalui
system demokratisasi budaya diharapkan akan tercipta perluasan dan
penyempurnaan kelembagaan social agar mampu menghadapi perubahan dan
peluasan lingkungan interaksi social. Peluasan intraksi social ini berkaitan erat
dengan rekayasa norma dan budaya nasional dan moderen untuk menopang
perluasan bentuk hubungan social baru yang kemudian dapat dilembagakan. Untuk
itu lembaga-lembaga kehidupan seperti religi, bahasa, seni, politik, ekonomi, dan
social, serta ilmu pengetahuan perlu didukung pertumbuhanya (Maran 2000 dalam
surajiyo, 2010:143).
Strategi Kebudayaan di Indonesia
Menurut Sutan Takdir Alisyahbana, kebeudayaan Indonesia yang disebutkan
kebudayaan Indonesia raya harus diciptakan sebagai sesuatu yang mengambil
banyak unsure dari kebudayaan barat. Unsure tersebut antara lain adalah teknologi,
oreontasi ekonomi, keterampilan berorganisasi, dan ilmu pengetahuan. Adapun
Sanusipani berpendapat bahwa kebudayaan nasional Indonesia sebagai

kebudayaan timur harus mementingkan kerohanian, perasaan, dan gotong rong.


Oleh karna itu, manusia Indonesia tidak boleh melupakan sejarahnya
(Widyosiswoyo, 1996 dalam Surajiyo, 2010:144).
Untuk dapat menciptakan kebudayaan nasional Indonesia sebagai kegiatan dan
proses demi kejayaan bangsa dan Negara diperlukan adanya sterategi yang tanggu.
Menurut Slamet Sustresno ada lima masalah yakni sebagai berikut: (1) akulturasi,
(2) progresivitas berarti maju, (3) system pendidikan di Indonesia harus mampu
menanamkan kebudayaan social, (4) kebijaksanaan bahasa nasional, (5) sosialisasi
pancasila sebagai dasar Negara melalui pendidikan moral Pancasila disekolah dasar
menengah, dan mata kuliah pancasilah di perguruan tinggi.
Selain kelima langkah di atas perlu satu langkah lagi yang elensial, yakni
mengikuti rakyat sebab rakyat yang merupakan sumberkekuatan, rakyat
merupakan pendukung kebudayaan, dan untuk rakyat juga semua ini dilakukan.
Dari kehidupan rakyatlah dapat diperoleh sumber budaya atau ilham bagi pencipta
kebudayaan sehingga kebudayaan yang diciptakan dapt mengakar pada rakyat.
Dengan rakyat sebagai pendukung budaya, kebudayaan dapat lebih lestari dalam
kehidupan masyarakat.

Strategi pengembangan Ilmu di Indonesia


Muncul persoalan sejauhmana Pancasila sebagai paradigma pembangunan
khususnya dalam pengembangan ilmu pengetahun dan teknologi. Untuk menjawab
persoalan ini maka kajianya tentu menyentu secara filosofis, yakni berawal dari
pengertian paradigma, pengertian ilmu, kemudian mengenai landasan ontologis,
epistimonologis, axiologis dan antropologis Pancasilah dan bahasan terahir masalah
Pancasilah sebagai para dikma pengembangan ilmu pngetahuan dan teknologi.
Pengertian Paradigma
Paradigma menurut Tomas S. Kuhn (dalam Surajiyo, 2010:157) adalah suatu asumsi
dasar dan asumsi teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai), sehingga
menjadi sumber hukum, metode, serta penerapan dalam ilmu pengetahuan
sehingga sangat menentukan sifat, ciri, serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Perkembangan atau kemajuan ilmiah bersifat revolusianer, bukan komulatif sebagai
mana aggapan sebelumnya. Revolusi ilmiah itu pertama-tama menyentu wilayah
paradigma, cara pandang terhadap dunia dan contoh prestasi atau praktik ilmiah
konkrit. Cara kerja paradigma dan terjadinya revolusi ilmiah dapat digambarkan
kedalam tahap-tahap berikut.
Tahap pertama, paradigma ini membimbing dan mengarahkan aktivitas ilmiah
dalam masa ilmu normal (normal science). Di sini para ilmuan kesempatan
menyabarkan dan mengembangkan paradigma sebagai model ilmiah yang
digelutinya secara rinci dan mendalam. Dalam tahap ini para ilmuan tidak bersifat
kritis terhadap paradigma yang membimbing aktifitas ilmiahnya. Selama
menjalankan aktivitas ilmiahnya para ilmuan menjumpaii berbagai fenomona yang
tidak dapat diterangkan dengan pardigma yang digunakan sebagai bimbingan atau

arahan aktivitas ilmiahnya, ini dinamakan anomaly. Anomaly adalah suatu keadaan
yang memperlihatkan adanya ketidakcocokan antara kenyataan (fenomena) dengan
paradigma yang dipakai.
Tahap kedua, menumpuknya anomaly menimbulkan krisis kepercayaan dari para
ilmuan terhadap paradigma. Paradigma mulai diperiksa dan dipertanyakan. Para
ilmuan mulai keluar dari jalur ilmu normal.
Tahap ketiga, para ilmuan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang sama
dengan memperluas dan memperkemabangkan suatu paradigma tandingan yang
dipandang bisa memecahkan masalah dan membimbing aktivitas ilmiah berikutnya.
Proses peralian dari paradigma lama ke paradigma baru ini dinamakan revolusi
ilmiah (Rizal Mustanyir, dkk, 2001 dalam Surajiyo 2010:157).
PARADIGMA
Dalam Masa Normal Science

ANOMALI

PARADIGMA BARU
Revolusi Ilmiah
(bagan 1.2 Surajiyo, 2010:158)

Istilah ilmiah paradigma berkembang dalam berbagai bidangai bidang


kehidupan manusia serta ilmu pengetahuaan lain misalnya politik, hukum, ekonomi,
budaya, serta bidang lainnya. Dalam masalah yang popular istilah paradigma
berkembang menjadi termonologi yang mengandung konotasi pengertian sumber
nilai, karangka pikiran, orentasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu
perkembangan, perubahan, serta proses dalam suatu bidang tertentu termasuk
bidan pembangunan, reformasi maupun dalam pendidikan. (Kaelan, 2000 dalam
Surajiyo, 2010:158)
Landasan Otologis, Epistemologis, Axiologis, Dan Antropologis Pancasila
Landasan Otologis dimaksud untuk mengungkapkan jenis keberadaan yang
diterapkan pada Pancasila. Landasan epistomologis dimaksudkan untuk
mengungkapkan sumber pengetahuan dan kebenaran tentang pancasila sebagai
system filsafat dan ideology. Landasan aksiologis dimaksud untuk memgungkapkan
jenis nilai dasar yang terkandung dalam pancasila. Landasan antropologis

dimaksudkan untuk mengungkapkan hakikat manusia dalam rangka pengembangan


system filsafat pancasila.
Pertama, landasan Ontologis pancasila. Menurut Damardjati Supadjar, dkk, 1996
( dalam Surajiyo, 2010:158-159) pandangan ontology dari pancasila adalah Tuhan,
manusia, satu, rakyat, dan adil. Tuhan adalah sebab pertama dari segala sesuatu,
yang Esa dan segala sesuatu tergantung pada-Nya. Manusia memiliki susunan
hakikat pribadi yang monopluralis, yakni bertubuh-berjiwa, bersifat individumakhluk social, berkedudukan sebagai pribadi berdiri sendiri-makhluk Tuhan yang
menimbulkan kebutuhan kejiwaan dan religious, yang seharusnya dipelihara
dengan baik dalam kesatuan yang seimbang, harmonis dan dinamis. Satu secara
mutlak tidak dapat terbagi, rakyat adalah keseluruhan semua orang, warga dalam
lingkungan daerah atau lingkungan tertentu. Hakikat rakyat adalah pilar Negara dan
yang berdaulat. Adil ialah dipenuhinya segala sesuatu yang merupakan hak dalam
hubungan hidup kemanusiaan yang mencakup hubungan antara Negara dan warga
Negara, dan hubungan antar sesame warga Negara.
Kedua, landasan epistemologis pancasila. Sumber dalam Epistemologis ada dua
aliran, yakni emperisme dan rasionalisme. Pengetahuan empiris pancasila bahwa
pancasila merupakan cerminan dari masyarakat Indonesia pada saat kelahirannya
digali dari budaya bangsa Indonesia sendiri. Pengetahuan rasionalis pancasila
bahwa pancasila merupakan hasil perenungan yang mendalam dari tokoh-tokoh
kenegaraan Indonesia untuk mengarahkan kehidupan bangsa Indonesia dalam
bernegara. Dengan dasar perenungan dan pertimbangan akal, lima inti kehidupan
manisia yakni berketuhanan, berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan, dan
berkeadilan dengan tambahan ciri khas bangsa Indonesia menjadi sifat kolektif,
dasar hidup bangsa Indonesia dalam mencapai kehidupan yang dicita-citakan,
sehingga pancasila menjadi aksioma kehidupan bangsa Indonesia dalam
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Ketiga, Landasan Aksiologis Pancasila. landasan aksiologis pancasila merujuk
kepada nilai-nilai dasar yang terdapat di dalam pembukuan UUD 1945. Nilai-nilai
dasar harus menjiwai, menghayati nilai intrumenya yang terdapat dalam
intrumentalnya yang terdapat di dalam dalam peraturan perundang-undanagnan
berupa Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR, Undang-Undang, pengaturan
pengganti undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan
Daerah. Jadi, aktualisasi nilai-nilai dasar tersebut konsektual dan konsisten dengan
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Keempat, Landasan Antropologi Pancasila. Filsafat antropologis pancasila
memandang manusia sebagai monupluralis. Menurut (Notonegoro, 1975 dalam
Surajiyo 2010:160) manusia sebagai monopluraris demensi-demensinya dijabarkan
sebagai berikut.(1) Susunan kodrat, manusia terdiri atas jiwa yang terbagi menjadi
beberapa unsure seperti akal, rasa, dan karsa, raga terdiri atas benda mati, unsur
hewan, dan unsure tumbuhan, (2) sifat kodrat manusia mencakup sifat manusia
sebagai makluk individu dan makluk social, (3) kedudukan kodrat manusia
mencakup kedudukan manusia sebagai makluk berdiri sendiri dan makluk tuhan.

Dari susunan kodrat, sifat kodrat dan kedudukan kodrat manusia tersebut, manusia
dapat memelirarah hubungan dengan tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesame
manusia, dan dengan alam sekitarnya secara serasi, selaras, dan seimbang.
Aktualisasi nilai filsafat antropologis pancasilah dalam pembangunan diformulasikan
dalam konsep pembangunan manusia seutuhnya.
Pancasila Sebagai Paradigma Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pembangunan nasional adalah upaya bangsa untuk mencapai tujuan nasionalnya
sebagaimana yang dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945. Pada hakikatnya
Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung arti bahwa
segala aspek pembangunan harus mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Negara
dalam rangka mewujudkan tujuannya melalui pembangunan nasional untuk
mewujudkan tujuan seluruh warganya harus dikembalikan pada dasar-dasar hakikat
Pancasila.
Dalam upaya manusia mawujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat dan
martabatnya maka manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK). Pancasila telah memberikan dasar nilai-nilai bagi pengembangan iptek
demi kesejahteraan hidup manusia. Pengembanga iptek sebagai hasil hasil budaya
manusia harus didasarkan pada moral ketuhanan dan kemanusiaan yang beradap.
Oleh karena itu, pada hakikatnya sila-sila Pancasila harus merupakan sumber nilai,
kerangka pikir, serta basis moralitas bagi pengembangan iptek.
Menurut Kaelan, 2000 (dalam Surajiyo, 2010: 161-163) bahwa Pancasila merupakan
satu kesatuan dari sila-silanya harus merupakan sumber nilai, kerangka berpikir
serta asas moralitas bagi pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh
karena itu, sila-sila dalam Pancasila menunjukkan system etika dalam
pembangunan iptek, yakni:
1)
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengimplementasiakn ilmu pengetahuan,
mencipta, perimbangan antara rasional dan irrasional, antara akal, rasa, dan
kehendak. Sila pertama menempatkan manusia di alam semesta bukan sebagai
pusatnya, melainkan sebagai bagian yang sistematik dari alam yang diolahnya.
2)
Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradap, memberikan dasar-dasar moralitas
bahwa manusia dalam mengembangkan iptek haruslah secara beradap.
Pengembangan iptek juga harus didasarkan pada hakikat tujuan demi
kesejahteraan umat manusia. Iptek harus dapat diabdikan untuk peningkatan
harkat dan martabat manusia, bukan menjadikan manusia sebagai makhluk yang
angkuh dan sombong akibat dari penggunaan iptek.
3)
Sila Persatuan Indonesia, memberikan kesadaran bangsa Indonesia bahwa
rasa nasionalisme bangsa Indonesia akibat dari sumbangan iptek, dengan iptek
persatuan dan kesatuan bangsa dapat terwujud dan terpelihara, persaudaraan dan
persahabatan antardaerah di berbagai daerah terjalin karena tidak lepas dari factor
kemajuan iptek.
4)
Sila Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam
Permusyaratan/Perwakilan, mendasari pengembangan iptek secara demokratis.

Artinya setiap ilmuwan haruslah memiliki kebebasan untuk mengembangkan iptek.


Selain itu dalam pengembangan iptek setiap ilmuwan harus menghormati dan
menghargai kebebasan orang lain dan harus memiliki sikap yang terbuka untuk
dikritik, dikaji ulang maupun dibandingkan dengan penemuan teori lainnya.
5)
Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, kemajuan iptek harus
dapat menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan, yaitu
keseimbangan keadilan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, manusia
dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat
bangsa dan Negara, serta manusia dengan alam lingkungannya.
Kedudukan Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional menurut Syarbaini,
2003 (dalam Surajiyo, 2010: 162-163) harus memperhatikan konsep berikut: (1)
Pancasila harus menjadi kerangka kognitif dalam identitas diri sebagai bangsa, (2)
Pancasila sebagai landasan pembangunan nasional, (3) Pancasila merupakan arah
pembangunan nasional, (4) Pancasila merupakan etos pembangunan nasional, (5)
Pancasila sebagai moral pembangunan.
Visi Ilmu di Indonesia
Visi adalah wawasan ke depan yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu. Visi
bersifat intuitif yang menggerakkan jiwa dan menggerakkan jiwa untuk berbuat. Visi
tersebut merupakan sumber inspirasi, motivasi, dan kreatifitas yang menggarahkan
proses penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara menuju masa depan
yang dicita-citakan. Penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara
diorientasikan kea rah perwujudan visi tersebut karena pada hakikatnya hal itu
merupakan penegasan cita-cita bersama seluruh rakyat.
Bagi bangsa Indonesia strategi pengembangan ilmu pengetahuan yang paling tepat
menurut Wibisono, 1994 (dalam Surajiyo, 2010:163) ada dua hal pokok, yaitu visi
dan orientasi filosofisnya diletakkan pada nilai-nilai Pancasila di dalam menghadapi
masalah-masalah yang harus dipecahkan sebagai data atau fakta objektif dalam
satu kesatuan integrative. Visi dan orientasi operasionalnya diletakkan pada
dimensi-dimensi berikut:
a.
Teleogis, dalam arti bahwa ilmu pengetahuan hanya sekedar sarana yang
memang harus kita pergunakan untuk mencapai suatu teleos (tujuan), yaitu
sebagaimana merupakan ideal kita untuk mewujudkan cita-cita sebagaimana
dicantumkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
b.
Etis, dalam arti bahwa ilmu pengetahuan harus kita operasionalisasikan untuk
meningkatkan harkat dan martabat manusia. Manusia harus berada pada tempat
yang sentral. Sifat etis ini menuntut penerapan ilmu pengetahuan secar
bertanggung jawab.
c.
Integral atau Integratif, dalam arti bahwa penerapan ilmu pengetahuan untuk
meningkatkan kualitas manusia, sekaligus juga diarahkan untuk meningkatkan
kualitas struktur masyarakatnya, sebab manusia selalu hidup dalam relasi baik
dengan sesame maupun dengan masyarakat yang menjadi ajangnya. Peningkatan

kualitas manusia harus terintegrasikan ke dalam masyarakat yang juga harus


ditingkatkan kualitas strukturnya.
Dengan ilmu di atas perlu refleksi anjuran-anjuran bagaimana membangun
pemikiran ilmiah di Indonesia Jacob (dalam Surajiyo, 2010:163) mengajurkan bahwa
dalam rangka mengimbangi perkembangan iptek yang cenderung mengancam
otonomi manusia, para ilmuwan selayaknya jika memperhatikan agama, etika,
filsafat, dan sejarah ilmu. Mintaredja (dalam Surajiyo, 2010:164) juga menyarankan
agar ilmu dapat leih aktif dan mampu berfungsi sebagaimana mestinya, hal-hal
dasar yang perlu diperhatikan antara lain:
1)
Ilmu harus mampu mempunyai kebudayaanmasyarakat karena dengan
memperhatikan kebudayaan masyarakat, ilmu dapat berkembang persis seperti
yang diharapkan masyarakat.
2)
Adanya keinsyafan tidak selalu kesadaran bahwa ilmu bukan satu-satunya
untuk memperoleh kebenaran.
3)
Pendidikan moral (etika) dan etika Pancasila serta moral keagamaan syarat
mutlak bagi moral para ilmuan agar memiliki etika professional yang seimbang.
4)
Perlu pendidikan filsafat , khususnya pendidikan filsafat ilmu atau
epistemology bagi Pendidikan Tinggi.

KAJIAN PUSTAKA
Surajiyo. 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara.
Suhartono, Suparlan. 2008. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jogjakarta: Arruz Media.

BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu ciri khas ilmu pengetahuan adalah sebagai suatu aktivitas, yaitu sebagai suatu
kegiatan yang di lakukan secara sadar oleh manusia, ilmu penganut pola tertentu dan tidak terjadi
secara kebetulan. Ilmu tidak saja melibatkan aktifitas tunngal, melainkan suatu rangkaian
aktvitas, sehinnga dupakand engan dmikian merupakan suatu proses, proses dalam rangkaian
aktivitas ini bersifat intelektual, an mengarah pada tujuan-tujuan tertentu.di samping imu sebagai
aktivitas, ilmu juga sebagai suatu produk, dalam hal ini ilmu dapat di artikan sebagai kumpulan
pengetahuan yang merupakan hasil berpikir manusia. Kedua ciri dasar ilmu yaitu ujud aktivitas
manusia dan hasil aktivitas tersebut, merupakan sisi yang tidak terpisahkan dari ciri ketiga yang
di miliki ilmu yaitu sebagai suatu metode.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi strategi pengembangan imu itu?
2. Bagaimana strategi pengembangan ilmu di indonesia?
3. Bagaimanakah ilmu itu dapat berkembang?

C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui definisi dari strategi pengembangan ilmu.
2. Untuk mengetahui bagaimana strategi pengembangan ilmu di indonesia.
3. Untuk mengetahui bagaimana ilmu itu dapat berkmbang.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN STRATEGI PENGEMBANGAN ILMU


Berbicara tentan strategi pengembangan ilmu dewasa ini terdapat adanya tiga macam
pendapat. Pertama,pendapat yang menyatakan bahwa ilmu berkmbang dala otonomi dan
tertutup,dalam arti pengaruh konteks di batasi atau bahkan di singkirkan, sciencefor the
sake of scienceonly merupakan semboyan yang sering di dengungkan. Kedua,pendapat
yang menyatakan bahwa ilmu lebur dalam konteks,tidak hanya memberikan refleksi, bahkan
juga memberikan justikasi, dengan ilmu ini cendrung memasuku awasan untuk menjadikan
dirinya sebagai ideologi, ketiga, pendapat yang menyatakan ilmu dan konteks saling meresapi
dan saling memberi pengaruh untuk menjaga agar dirinya beserta temuan- temuannya tidak
terjebak dalam kemiskinan relevansi dan aktualitasnya, science for the sake human
progressadalah pendiriannya. Sebagai produk politik yang di jabarkan secara konstitusional
dalam GBHN.di tentukan bahwa iptek selain merupakan azasfaktor dominan juga,di nyatakan
sebagai sasaan pembangunan.[1]

B. STRATEGI PENGEMBANGAN ILMU DI INDONESIA


Model pengembangan ilmu sangat terkait dengan pembangunan, sebab ilmu merupakan
prasyarat bagi pembangunan. Ilmu membimbing aktivitas manusia dalam pembangunan, baik
pembangunn fisik maupun nir-fisik . oleh karna itu strategi pengembangan ilmu di indonesia
merupakan faktor yang sangat penting.[2]
Beberapa syarat yang di butuhkn bagi strategi pengembangan ilmu di indonesia yaitu:
Pertama, terbentuknya masyarakat ilmiyah yang memiliki kekuatan tawar menawarbaik
dengan pemerintah maupun dengan perusahaan perusahaan besar. Disinilah letak pentingnya

ilmu pengetahuan sebagai masyarakat sebagai mana yang di tengarai olehDaoed Joesoef. Sh
aeorang tokoh postmodernisme, Jeans francois, sangat memprhatikan persoalan ini ia
menegaskan bahwa transformasi ilmu pengetahuan akan memperhatikan akibat pada kekuatan
publik yang ada, kekuatan mereka ini , terutama civil society , akan di pertimbangkan
kembali dalam hubungan (baik de jure maupun de facto) dengan perusahaa- perusahaan
besar.[3]
Kedua pengembangan ilmu di indonesia tidak bebas nilai, melainkan harus
memperlihatkan landasan metafisis, epistimologis, dan aksiologis dari pandangan hidup bangsa
indonisia. Van melsen menekankan pentingnya hubungan antara pentingnya ilmu pengetahuan
dengan pandangan hidup, karna ilmu pengetahuan tidak perna dapat memberikan penyelesaian
terakhir dan menentukan, lantaran tidak ada ilmu yang mendasarkan dirinya sendiri secara
absolut. Di sinilah perlumya pandangan hidup, terutama peletakan landasan ontologis,
wpistimologis, dan aksiologis bagi ilmu pengetahuan, sehinnga terjadi harmoni antara
rasionalitas dengan kearifan.
Ketiga , pengembangan ilmu di indonesia haruslah memprhatikan relasi antar ilmu tanpa
mengorbankan otonomi antar masing- masing disiplin ilmu. Di sinu di perlukan filsafat sebagai
mediator, terutama bidang filsafat ilmu. Dalam hal ini gaston bachelard menegaskan perlunya
hubungan yang erat antara ilmu dengan filsafat. Filsafat, ujarnya, harus mampu memodifikasi
bahasa teknisnya agar dapat memahami perkembngan ilmu dewasa ini, sebaliknya ilmu
pengetahuan harus dapat memanfaatkan kreatifitas filsafat. Di sinilah di perlukan filsafat ilmu,
sebab filsafat ilmu mendorong upaya kearah pemahamn di siplin ilmu lain, imterdisipliner
sistem.
Keempat penegemabgan ilmu di indonesia harus memprhatikan dimensi religiusitas,
karna masyrakat indonesia masih sangat kental dengan nuansa religiusnya, walaupun bisa terjadi
kendala pengembangan ilmu yang di sebabkan oleh agama dalam arti eksoteris, (lembaga atau
pranata keagamaannya ) bukan dalam arti esoteris (hakikat keagaam itu sendiri) oleh karna itu
dimensi eseteris keagamaan perlu di gali agar masyrakat ilmiyah dapat memadukan dimensi
ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai religius atau mengembangkan sinyal-sinyal yang terkandung
secara implisit dalam ajaran agama tentang manfaat ilmu pengetahuan bagi umat manusia.[4]

C. PERKEMBANGAN ILMU

Ilmu pengetahuan berkembang karena ada kebutuhan manusia untuk dapat


mempertahankan diri. Untuk dapat bertahan, manusia harus dapat menguasai alam semesta.
Penguasaan terhadap alam semesta itu dilakukan dengan tidak merusak tatanan alam itu sendiri.
Kerusakan terhadap tatanan alam akan berdampak pada kehidupan umat manusia. Agar
penguasaan alam semesta tidak bertampak pada perusakan, maka penguasaan terhadap ilmu
pengetahuan perlu dibaringi dengan norma dan etika.
Ilmuwan harus mempunyai norma dan etika. Tanpa norma dan etika, ilmu pengetahuan
dapat dimanfaatkan untuk memenuhi keserakahan orang-orang tertentu yang lebih kuat Tujuan

ilmu pengetahuan adalah untuk menciptakan kesejahteraan umat manusia dengan tetap
mempertimbangan harmoni antara kehidupan umat manusia dan alam sekitarnya.[5]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
strategi pengembangan ilmu dewasa ini terdapat adanya tiga macam pendapat.
Pertama,pendapat yang menyatakan bahwa ilmu berkmbang dala otonomi dan tertutup,dalam arti
pengaruh konteks di batasi atau bahkan di singkirkan, sciencefor the sake of
scienceonly merupakan semboyan yang sering di dengungkan. Kedua,pendapat yang
menyatakan bahwa ilmu lebur dalam konteks,tidak hanya memberikan refleksi, bahkan juga
memberikan justikasi, dengan ilmu ini cendrung memasuku awasan untuk menjadikan dirinya
sebagai ideologi, ketiga, pendapat yang menyatakan ilmu dan konteks saling meresapi dan saling
memberi pengaruh untuk menjaga agar dirinya beserta temuan- temuannya tidak terjebak dalam
kemiskinan relevansidan aktualitasnya

B. SARAN
Saran dari makalah ini yaitu agar penulis dapat menambah literatur lain mengenai
pengertian istilah-istilah penting yang terdapat dalam tulisan agar pembaca dapat mudah
memahami

Anda mungkin juga menyukai