Anda di halaman 1dari 12

Skrining Kanker Serviks Dengan Metode Inspeksi

Visual Asam Asetat (IVA)


Bio Swadi Ghutama
102011388
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk Jakarta Barat 1510
email : bioswadighutama@ymail.com

I. Pendahuluan
Kanker serviks merupakan penyakit kanker perempuan yang menimbulkan kematian
terbanyak akibat penyakit kanker terutama di negara berkembang. Diperkirakan dijumpai kanker
serviks baru sebanyak 500000 orang di seluruh dunia dan sebagian besar terjadi di negara
berkembang. Salah satu penyebabnya adalah karena infeksi Human Papilloma Virus (HPV) yang
merangsang perubahan perilaku sel epitel serviks. Banyak penelitian dengan studi kasus control
dan kohort didapatkan risiko relative hubungan antara infeksi HPV dan kanker serviks antara 20
sampai 70. Infeksi HPV merupakan penyakit menular seksual yang utama pada populasi, dan
estimasi terjangkit berkisar 14-20% pada negara di Eropa sampai 70% di Amerika Serikat, atau
95% di populasi di Afrika. Terdapat factor risiko yang berhubungan dengan kanker serviks
adalah aktivitas seksual pada usia muda (<16 tahun), hubungan seksual dengan multipartner,
menderita HIV, dan wanita perokok. Tanda kanker serviks biasanya asimptomatik, tanda yg tidak
spesifik seperti secret vagina yang agak berlebihan dan kadang disertai dengan bercak
perdarahan. Gejala umumnya berupa perdarahan pervaginam (pasca senggama, diantara haid)
dan keputihan. Pada penyakit lanjut keluhan berupa keluar cairan pervaginam yang berbau
busuk, nyeri panggul, nyeri pinggang dan pinggul, sering berkemih, BAB dan BAK yang sakit.
Gejala penyakit yang residif berupa nyeri pinggang, edema kaki unilateral, dan obstruksi ureter.1

II. Pembahasan

Sampai saat ini kanker mulut rahim masih merupakan masalah kesehatan perempuan di
indonesia sehubungan dengan angka kejadian dan angka kematiannya yang tinggi.
Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang lemah, status sosial ekonomi
yang rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan sarana dan prasarana, jenis histopatologi
dan derajat pendidikan ikut serta dalam menentukan prognosis dari penderita. Di negara maju,
angka kejadian dan angka kematian kanker mulut rahim telah menurun karenan suksesnya
program deteksi dini. Akan tetapi, secara umum kanker mulut rahim menempati posisi kedua
terbanyak pada keganasan wanita (setelah kanker payudara) diperkirakan diderita oleh 500.000
wanita tiap tahunnya. Di Indonesia, diperkirakan 40 ribu kasus baru kanker mulut rahin
ditemukan setiap tahunnya. Di rumah sakit Dr. Cipto mangunkusumo, frekuensi kanker serviks
76,2% di antara kanker ginekologik. Dari data 17 rumah sakit di jakarta tahun 1977 kanker
serviks menduduki urutan pertama yaitu 432 kasus di antara 918 kanker pada perempuan.2
Epidemiologi
Kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak kedua pada wanita dan menjadi
penyebab lebih dari 250.000 kematian pada tahun 2005. Kurang lebih 80% kematian tersebut
terjadi di negara berkembang. Tanpa prenatalaksanaan yang adekuat, diperkirakan kematian
akibat kanker serviks akan meningkat 25% dalam sepuluh tahun mendatang. Di Indonesia yang
berpenduduk sekitar 220 juta jiwa, terdapat sekitar 52 juta perempuan yang terancam kanker
serviks. Selama decade terakhir ini insidens penyakit menular seksual cukup cepat meningkat di
berbagai negeri di dunia. Banyak laporan mengenai penyakit ini, tetapi angka-angka yang
dilaporkan tidak menggambarkan angka yang sesungguhnya. Hal tersebut disebabkan antara lain
oleh banyaknya kasus yang tidak dilaporkan, karena belum ada undang-undang yang
mengharuskan melaporkan setiap kasus baru yang ditemukan, system laporan belum seragam,
banyak kasus asimptomatik terutama wanita, pengontrolan belum berjalan baik, dan fasilitas
diagnostic yang ada sekarang ini kurang sempurna sehingga seringkali terjadi salah diagnosis
dan penanganannya.3

Faktor etiologi
2

Faktor etiologi yang perlu mendapat perhatian adalah infeksi human pavilloma virus (HPV).
HPV tipe 16, 18,31,33,35,45,51,52,56 dan 58 sering ditemukan pada kanker dan lesi prakanker.
Infeksi virus papiloma sering terdapat pada wanita yang aktif secara seksual.3
Faktor risiko
Perilaku seksual
Dari studi epidemiologi, kanker serviks skuamosa berhubungan kuat dengan perilaku seksual,
seperti berganti-ganti mitra seks dan usia melakukan hubungan seks yang pertama. Risiko
meningkat lebih dari sepuluh kali bila mitra seks enam atau lebih, atau bila hubungan seks
pertama di bawah umur 15 tahun. Risiko akan meningkat apabila hubungan dengan pria berisiko
tinggi mengidap kandiloma akuminatum. Pria berisiko tinggi adalah pria yang melakukan
hubungan seks dengan banyak mitra seks.3
Merokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogenik baik yang dihisap sebagai rokok/sigaret
maupun yang dikunyah.Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic hydrocarbons
heterocyclic amine yang sangat karsinogenik dan mutagen, sedangkan bila dikunyah ia
menghasilkan nitrosamine. Bahan yang berasal dari tembakau yang dihisap terdapat pada getah
serviks wanita perokok dan dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus. Ali dkk bahkan
membuktikan bahwa bahan-bahan tersebut dapat menyebabkan kerusakan DNA epitel serviks
sehingga mengakibatkan neoplasma serviks.3
Nutrisi
Banyak sayur dan buah mengandung bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat mencegah
kanker.Dari beberapa penellitian, ternyata defisiensi terhadap asam folat, vitamin C, E, beta
karotin/retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks.3

Perubahan sistem imun


3

Perubahan sistem imun dihubungkan dnegan meningkatnya risiko terjadinya karsinoma serviks
invasive.Hal ini dihubungkan dengan penderita yang terinfeksi dengan human immunodeficiency
virus (HIV) meningkatkan angka kejadian kanker serviks prainvasif dan invasive.3
Program IVA di puskesmas
Pemeriksaan IVA dapat dilakukan oleh tenaga perawat yang sudah terlatih, oleh bidan,
dokter umum atau oleh dokter spesialis. Adapun pelatihannya, telah ada kesepakatan antara
pihak yang berpengalaman dan berkecimpung dalam kegiatan pelatihan deteksi dini dengan
metode IVA ini, hingga disepakati IVA selama 5 (lima) hari. Dua hari untuk pembekalan teori
dan juga dry workshop. Adapun tiga hari untuk pelatihan di klinik dan di lapangan bersifat
wet workshop dalam artian latihan dengan memeriksa langsung pada klien. Sangat disarankan
setelah pelatihan tersebut tetap dilanjutkan dengan pendamping atau supervisi, hingga dapat
dicapai suatu kemampuan yang dinilai kompeten jika personil yang bersangkutan telah
melakukan pemeriksaan pada 100 orang klien dan mendapatka 3 (tiga) hasil pemeriksaan yang
positif dan benar. (laporan hasil loka karya penanggulangan kanker rahim balikpapan, 25 juli
2008).3
Skrining dan deteksi penyakit dalam populasi
Misi epidemiologi adalah untuk menunjang program kesehatan masyarakat. Tujuan ahli
epidemiologi adalah untuk memahami kausalitas dan hubungan penyakit sehingga program
pengendalian penyakit, pencegahan dan program perlindungan dapat dikembangkan dan
diterapkan untuk melindungi populasi. Program skrining merupakan salah satu alat yang
digunakan untuk mencapai misi dan sasaran epidemiologi tersebut. Program skrining dapat
dilakukan secara pasif seperti pemeriksaan mata disekolah dasar atau secara ambisius seperti
skrining multifase yang diadakan di mal perbelanjaan atau bazar kesehatan. Skrining
didefinisikan sebagai pelaksanaan prosedur sederhana dan cepat untuk mengidentifikasi dan
memisahkan orang yang tampaknya sehat, tetapi kemungkinan berisiko terkena penyakit, dari
mereka

yang

mungkin

tidak

terkena

penyakit

tersebut.

Skrining

dilakukan

untuk

mengidentifikasi mereka yang diduga mengidap penyakit sehingga mereka dapat dikirim untuk
menjalani pemeriksaan medis dan studi diagnostik yang lebih pasti. Skrining multifase adalah
penggunaan suatu kombinasi tes dan diagnostik yang dilakukan secara berurutan oleh tekhnisi
4

dibawah arahan medis terhadap sekelompok besar orang yang sehat. Skrining multifase
menggunakan

serangkaian

tes

skrining

tersebut

sebagai

upaya

pencegahan

untuk

mengidentifikasi penyakit atau kondisi apa pun pad apopulasi yang kelihatannya sehat.4
Skrining terkadang dipertukarkan maknanya dengan diagnosis, tetapi skrining itu sendiri
merupakan prekursor untuk diagnosis. Tes skrining, seperti tes penglihatan, pengukuran tekanan
darah, pap smears, pemeriksaan darah, dan x-rays dada dilakukan pada kelompok besar atau
populasi. Tes skrining memiliki titik potong yang digunakan untuk menentukan mana orang yang
berpenyakit dan mana yang tidak. Diagnosis diberikan kepada pasien secara perorangan oleh
dokter atau institusi perawatan kesehatan berkualitas lainnya. Diagnosis selain menggunakan
hasil tes, juga melibatkan evaluasi tanda dan gejala, dan mungkin melibatkan penilaian yang
subjektif berdasarkan pengalaman dokternya. Diagnosis adalah hak prerogatif dokter. Tes
skrining dapat dilakukan oleh tekhnisi medis di bawah pengawasan dokter. Skrining tidak
ditujukan untuk menyaingi diagnosis, tetapi lebih sebagai proses yang digunakan untuk
mendeteksi kemungkinan suatu kondisi penyakit sehingga dapat dirujuk untuk diagnosis.
Diagnosis tidak hanya memperkuat atau menyanggah tes skrining, tetapi juga dapat membantu
menetapkan validitas, sensitivitas, dan spesifisitas uji.4
Pertimbangan program skrining
Wilson dan junger menetapkan beberapa hal yang harus dipertimbangkan ahli epidemiologi saat
merencanakan dan melaksanakan program skrining. Dari sudut pandang ksehatan masyarakat,
skrining paling efektif jika dapat mencapai sebagian besar populasi.4
Berikut faktor yang perlu dipertimbangkan ketika merencanakan program skrining untuk
kelompok populasi yang besar :
a. Penyakit atau kondisi yang sedang diskrining harus merupakan masalah medis utama
b. Pengobatan yang dapat diterima harus tersedia untuk individu berpenyakit yang
terungkap saat proses skrining dilakukan.
c. Harus tersedia akses ke fasilitas dan pelayanan perawatan kesehatan untuk diagnosis dan
pengobatan lanjut penyakit yang ditemukan
d. Penyakit harus memiliki perjalanan yang dapat dikenali, dengan keadaan awal dan
lanjutannya yang dapat diidentifikasi
e. Harus tersedia tes atau pemeriksaan yang tepat dan efektif untuk penyakit
5

f. Tes dan proses uji harus dapat diterima oleh masyarakat umum
g. Riwayat alami penyakit atau kondisi harus cukup dipahami, termasuk fase reguler dan
perjalanan penyakit, dengan periode awal yang dapat diidentifikasi melalui uji.
h. Kebijakan, prosedur, dan tingkatan uji harus ditentukan untuk menentukan siapa yang
harus dirujuk untuk pemeriksaan, diagnosis dan tindakan lebih lanjut.
i. Proses harus cukup sederhana sehingga sebagian besar kelompok mau berpartisipasi
j. Skrining jangan dijadikan kegiatan sesekali saja, tetapi harus dilakukan dalam proses
yang teratur dan berkelanjutan.4
Jenis-jenis skrining pada kanker serviks
Ada beberapa metode skrinning yang dapat digunakan, tergantung dari ketrsediaan sumber daya.
Metode skrining yang baik memiliki beberapa persyaratan, yaitu akurat, dapat diulangi
(reproducible), murah, mudah dikerjakan dan ditindak-lanjuti, akseptabel, serta aman. Beberapa
metode yang diakui WHO adalah sebagai berikut.5
1. Metode sitologi
a. Tes pap konvensional
Tes pap atau pemeriksaan sitology diperkenalkan oleh dr. George papanicolau sejak tahun
1943. Sejak tes ini dikenal luas, kejadian kanker leher Rahim di Negara-negara maju
menurun drastic.Pemeriksaan ini merupakan suatu prosedur pemeriksaan yang mudah,
murah dan non-invasif.Beberapa penulis melaporkan sensitivitas pemeriksaan ini berkisar
antara 78%-93%, teapi pemeriksaan ini tak luput dari hasil positif palsu sekitar 15-37%
dan negative palsu 7-40%. Sebagian besar kesalahan tersebut disebabkan oleh
pengambilan sediaan yang tidak adekuat, kesalahan tersebut disebabkan oleh
pengambilan sediaan yang tidak adekuat, kesalahan dalam proses pembuatan sediaan dan
kesalahan interpretasi.5
b. Pemeriksaan sitology cairan (liquid base cytology/LBC)
Dikenal juga dengan thin prep atau monolayer. Tujuan metode ini adalah mengurangi
hasil negative palsu dari pemeriksaan tes pap konvensional dengan cara optimalisasi
tekhnik koleki dan preparasi sel. Pada pemeriksaan ini sel dikoleksi dengan sikat khusus
yang dicelupkan ke dalam tabung yang sudah berisi larutan fiksasi. Keuntungan
pengunaan tekhnik monolayer ini adalah sel abnormal lebih tersebar dan mudah
tertangkap dengan fiksasi monolayer sehingga mudah dikenali. Kerugiannya adalah
butuh waktu yang cukup lama untuk pengolahan slide dna biaya yang lebih mahal.5
6

2. Metode pemeriksaan DNA-HPV


Deteksi DNA HPV dapat dilakukan dengan metode hibridisasi berbagai cara mulai cara southern
blot yang dianggap sebagai baku emas, filter in situ, dot blot, hibridisasi in situ yang memerlukan
jaringan biopsy, atau dengan cara pembesaran sepertyi PCR (polymerase chain reaction) yang
amat sensitive.5
3. Metode inspeksi visual
a Inspeksi visual dengan lugol iodin (VILI)
b Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA)
Selain dua metode visual ini, dikenal juga metode visual kolposkopi dan servikografi
Setiap metode skrinning mempunyai sensitifitas dan spesifisitas berbeda.Sampai saat ini belum
ada metode yang ideal dimana sensitivitas dan spesifisitas 100% (absolut).Oleh karena itu, dalam
pemeriksaan skrinning, setiap wanita harus mendapat penjelasan dahulu (informed consent).5
Sensitivitas dan spesifisitas: uji validitas
Sensitivitas adalah kemampuan suatu uji untuk mengidentifikasi dengan benar mereka yang
terkena penyakit- presentase mereka yang terkena penyakit dan terbukti terkena penyakit seperti
yang diperhatikan melalui uji. Sensitivitas memperlihatkan proporsi orang yang benar-benar
sakit dalam suatu populasi yang menjalani skrining dan teridentifikasi secara tepat terkena
penyakit melalui tes skrining.5

sensitivitas=

positif benar
positif benar
=
positif benar +negatif palsu semua orang berpenyakit

Spesifisitas adalah kemampuan suatu uji untuk mengidentifikasi dengan benar presentase mereka
yang tidak terkena penyakit- orang yang tidak terkena penyakit dan terbukti tidak terkena
penyakit seperti yang ditujukkan melalui suatu uji. Spesifisitas menunjukkan proporsi orang
yang tidak terkena penyakit dalam populasi yang menjalani skrining dan mereka yang
diidentifikasi dengan benar sebagai orang yang tidak terkena penyakit melalui uji skrining.5

spesifisitas=

negatif benar
negatif benar
=
X 100
negatif benar + positif palsu semua orang berpenyakit

Sensitivitas dan spesifisitas bukan nilai yang mutlak, setiap uji perorangan akan menghasilkan
respons yang berbeda. Sensitivitas dan spesifisitas terbentuk untuk setiap tes melalui penggunaan
tes yang berulang kali dalam satu rentang waktu. Penggunaan tes dalam jangka panjang dapat
menetapkan reliabilitas, validitas dan mengungkat kelemahan tes tersebut. Ahli epidemiologi
harus mengetahui seberapa baik tes dapat berfungsi dan apakah tes itu cukup efektif untuk
menskrining orang yang sakit dari orang yang sehat dalam populasi umum. Ahli epidemiologi
juga ingin mengetahui kemampuan uji untuk mengetahui positif palsu (positives false) dan
negatif palsu (false negatif). Bagaimana uji sensitifitas tersebut? Hasil tes skrining dapat
dibandingkan dnegan diagnosis yang dibuat oleh dokter, yang akan membantu menetapkan
validitas, sensitivitas dan spesifisitas uji sekaligus membantu standardisasi tes tersebut.5
Disebut positif palsu jika tes skrining memperlihatkan bahwa individu terkena penyakit, tetapi
sebenernya dia tidak terkena penyakit. Tes itu keliru dalam mengidikasikan bahwa seseorang
terkena penyakit sementara pada kenyataanya dia sehat dan tidak berpenyakit. Hasil tes telah
keliru mengatakannya terkena penyakit, mencap orang yang sehat terkena penyakit.5
Negatif palsu adalah kebalikan dari positif palsu. Negatif palsu adalah ketika uji skrining
mengindikasikan bahwa seseorang tidak terkena penyakit, tetapi pada kenyataanya orang itu
terkena penyakit. Tes telah keliru dalam mengindikasikan bahwa seseorang sehat sementara dia
sakit atau terkena penyakit. Tes telah keliru mengatakan tidak terkena penyakit, mencap orang
yang sakit sebagai orang yang sehat.5
Dikatakan positif benar, jika uji menyatakan seseorang terkena penyakit dan orang itu memang
benar terkena penyakit. Negatif benar adalah jika uji menyatakan seseorang sehat dan tidak
terkena penyakit sementara pada kenyataanya memang sehat dan bebas dari penyakit.5
Akurasi pemeriksaan IVA
Beberapa penelitian terdahulu menyebutkan bahwa IVA menjadi alternatif metode skrining
kanker leher rahim di daerah-daerah yang memiliki sumber daya terbatas. Namun demikian,
akurasi metode ini dalam penerapan klinis masih terus dikaji diberbagai negara berkembang.
8

Penelitian universitas zimbabwe dan JHPIEGO cervical cancer project yang melibatkan 2.203
perempuan di zimbabwe melaporkan bahwa skrining dengan metode IVA dapat mengidentifikasi
sebagian besar lesi prakanker dan kanker. Sensitivitas IVA dibanding dengan pemeriksaan
sitologi (tes Pap) berturut-turut adalah 76,7% dan 44,3%. Meskipun begitu, dilaporkan juga
bahwa IVA kurang spesifik, angka spesifisitas IVA hanya 64,1% dibanding sitologi 90,6%.
Penelitian lainnya mengambil sampel 1997 perempuan di daerah pedesaan cina, dilakukan oleh
belinson JL dan kawan-kawan untuk menilai sensitivitas metode IVA pada lesi prakanker tahap
NIS 2 atau yang lebih tinggi, dikkonfirmasi dengan kolposkopi dan biopsi leher raim. Hasilnya
penerlitian menunjukkan bahwa sensitivitas IVA untuk NIS 2 atau yang lebih tinggi adalah 71%
sementara angka spesifisitas 74%.3
Memeprhatikan permasalahan dalam penangulangangan kanker serviks Indonesia , inspeksi
visual asam asetat (IVA) dapat menjadi metode alternative untuk skrinning. Pertimbangan ini
dibuat dengan alas an:
1. Mudah dan praktis dilaksanakan
2. Dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan nondokter ginekologi. Bahkan oleh bidan praktik
swasta maupun di tempat-tempat terpencil
3. Alat-alat yang dibutuhkan sangat sederhana hanya untuk pemeriksaan ginekologi dasar
4. Biaya murah, sesuai untuk pusat pelayanan sederhana
5. Hasil langsung diketahui dan
6. Dapat segera diterapi (see and treat)
Pendekatan the screen and threat, based on visual inspection dengan asam asetat sebagai
screening test.3
IVA
A. Definisi
Tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka 9asam asetat 2%) dan larutan iosium
lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang terjadi setelah dilakukan
olesan.Tujuannya untuk melihat adanya sel yang mengalami dysplasia sebagai salah satu
metode skrinning kanker mulut Rahim.Tes ini lebih cocok digunakan di Negara yang
berkembang, misalnya kamboja.
B. Indikasi
Skrinning kanker mulut Rahim
C. Kontraindikasi

Tidak direkomendasikan pada wanita pasca menopause, karena daerah zona transisional
seringkali terletak di kanalis servikalias dan tidak tampak dengan pemeriksaan inspekulo.
D. Persiapan dan syarat
Persiapan alat dan bahan
Sabun dan air untuk mencuci tnagan
Lampu yang terang untuk melihat serviks
Speculum dengan desinfeksi tingkat tinggi
Sarung tangan sekali pakai atau desinfeksi tingkay tinggi
Meja ginekologi
Lidi kapas
Asam asetat 3-5% atau anggur putih (white vinegar)
Larutan iodium lugol
Larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi instrument dan sarung tangan
Format pencatatan
Persiapan tindakan

Menerangkan prosedur tindakan, bagaimana dikerjakan, dan apa artinya hasil test
positif. Yakinkan bahwa pasien telah memahami dan menandatangani informed

consent.
Pemeriksaan inspekulo secara umum meliputi dinding vagia, serviks, dan forniks.
E. Tekhnik prosedur
Sesuaikan pencahayaan untuk mendapatkan gambaran terbaik dari serviks
Gunakan lidi kapas untuk membersihkand arah, mucus dan kotoran lain pada

serviks
Identifikasi daerah sambungan skuamo-columnar (zona transformasi) dan area di

sekitarnya.
Oleskan larutan asam cuka atau lugol, tunggu 1-2 menit untuk terjadinya
perubahan warna. Amati setiap perubahan pada serviks, perhatian dengan cermat

daerah di sekitar zona transformasi.


Lihat dengan cermat SCTdan yakinkan area ini dapat semuanya terlihat. Catat bila
serviks mudah berdarah. Lihat adanya plaque warna putih dan tebal atau epitel
acetowhite bila menggunakan larutan asam asetat atau warna kekuningan bila
menggunakan larutan lugol. Bersihkan segala darah dan debris pada saat

pemeriksaan
Bersihkan sisa larutan asam asetat dan larutan lugol dengan lidi kapas atau kasa
bersih
10

Lepaskan speculum dengan hati-hati


Catat hasil pengamatan, dan gambar denah temuan
F. Komplikasi/efek samping
Tidak ada
G. Interpretasi
IVA positif bila ditemukan adanya area berwarna putih (cetonwhite) dan permukaannya
meninggi dengan batas yang jelas disekitar zona transformasi.2
Tes Pap
Pemeriksaan apusan Pap saat ini merupakan suatu keharusan bagi wanita, sebagai sarana
pencegahan dan deteksi dini kanker serviks, yang seyogyanya dilaksanakan oleh setiap wanita
yang telah menikah sampai dengan umur kurang lebih 65 tahun, bila dua kali pemeriksaan apusa
Pap terakhir negative dan tidak pernah mempunyai riwayat hasil pemeriksaan abnormal
sebelumnya. Pemeriksaan ini harus dilakukan secara berkala minimal satu tahun sekali,
walaupun awanita itu tidak mempunyai keluhan pada organ saluran genital, karena kanker
serviks pada stadium dini biasanya tanpa keluhan dan dengan mata biasa tidak mungkin dapat
dideteksi. Pemeriksaan skrining apusan pap secara berkala, diharapkan dapat menemukan kasuskasus kanker serviks dini atau lesi prakanker yang belum menimbulkan gejala secara klinik,
sehingga dapat dilakukan terapi dengan tuntas. Ketepatan diagnosis sitology pada skrinning
deteksi kanker serviks terutama sangat tergantung pada representative tiaknya sediaan apusan
Pap yang dibuat, disamping factor-faktor lain, seperti fiksasi, pulasan sediaan dan kemahiran
interpretasi.6
Representative tidaknya sediaan apusan pap sangat dipengaruhi oleh cara/tehnik pengambilan
bahan pemeriksaan, cara pembuatan sediaan dan alat pengambil secret yang digunakan. Oleh
karena itu sebelum melangkah kepada penilaian sitology apusan pap perlu dipahami terlebih
dahulu mengenai cara pengambilan dan cara pembuatan sediaan sitology apusan pap yang tepat
dan benar dengan cara seksama.6

11

IV. Daftar pustaka :


1. Buku ilmu kandungan
2. Rasjidin I. Manual prakanker serviks. Jakarta: CV sagung seto; 2008.h.5-54
3. Rasjidin I. Panduan penatalaksanaan kanker ginekologik berdasarkan evidence based.
Jakarta: EGC;2007.h.6-19
4. Timmreck TC. Epidemiologi: suatu pengantar. Edisi 2. Jakarta: EGC;2004.h. 337-345
5. Jurnal : 2008. Skrinning kanker rahim dengan metode inpeksi visual asam asetat (IVA).
Health technology assessment indonesia, departemen kesehatan republik indonesia hal 336.
6. Lestadi J. Penuntun diagnostik praktis sitologi ginekologik apusan pap. Jakarta: widya
7.

medika; 1997.h. 1-4, 17

12

Anda mungkin juga menyukai