Anda di halaman 1dari 21

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanjut Usia (Lansia)


Lanjut Usia adalah suatu proses menjadi tua yang terjadi secara alamiah,
terus-menerus dan berkesinambungan yang

selanjutnya akan menyebabkan

perubahan anatomis, fisiologis dan biokemis pada jaringan tubuh dan akhirnya fungsi
dan kemampuan badan secara keseluruhan.16 Lansia merupakan kelompok penduduk
berumur tua yang mendapat perhatian atau pengelompokan tersendiri lebih dari 60
tahun. WHO mengelompokan lanjut usia atas tiga kelompok, yaitu :20
a. Kelompok middle age (45-59 tahun)
b. Kelompok elderly age (60-74 tahun)
c. Kelompok old age (75-90 tahun)
Menurut UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia, lansia adalah
seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. Tua dapat dipandang dari tiga segi
yaitu segi kronologis (umur sama atau telah melampaui 65 tahun), biologis
(berdasarkan perkembangan biologis yang umumnya tampak pada penampilan fisik),
dan psikologis (perilaku yang tampak pada diri seseorang).21
Klasifikasi Lanjut Usia (Lansia), yaitu :22
a. Pralansia (Prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
b. Lansia (Lanjut Usia)
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

Universitas Sumatera Utara

c. Lansia Resiko Tinggi


Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun
atau lebih dengan masalah kesehatan. (Depkes RI, 2003)
d. Lansia Potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat
mengahasilkan barang/jasa. (Depkes RI, 2003)
e. Lansia Tidak Potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung
pada bantuan orang lain. (Depkes RI, 2003)

2.2 Pengertian Obesitas


Kata obesitas berasal dari bahasa latin: obesus, obedere yang artinya gemuk
atau kegemukan. Obesitas atau gemuk merupakan suatu kelainan atau penyakit yang
ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.23
Ditinjau dari segi klinis, obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang
umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan
kadang terjadi perluasan kedalam jaringan organnya. Obesitas merupakan salah satu
bentuk salah gizi yang banyak dijumpai di antara golongan masyarakat dengan sosial
ekonomi tinggi.24 Menurut World Health Organization (WHO) 2006, obesitas
didefenisikan sebagai kumpulan lemak berlebih yang dapat mengganggu kesehatan
dengan Body Mass Index (BMI) 30 kg/m2.18

Universitas Sumatera Utara

2.3 Pengukuran Obesitas


Banyak metode yang dapat dilakukan untuk menentukan kriteria overweight
dan obesitas pada seseorang diantaranya adalah pengukuran Indeks Massa Tubuh
(IMT), tebal lemak bawah kulit, dan dengan menghitung rasio lingkar pinggang
terhadap lingkar panggul. Dalam hal ini, untuk menentukan overweight dan obesitas
dapat diketahui dengan menghitung indeks massa tubuh yang merupakan indikator
status gizi. Nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung dengan menggunakan rumus :24

Berat Badan (kg)


Indeks Massa Tubuh = -----------------------( IMT )
Tinggi Badan (m)2
WHO telah mendefenisikan sejumlah klasifikasi/kategori IMT yang dapat
mencerminkan risiko penyakit tertentu. (tabel 2.1) 25
Tabel 2.1 Klasifikasi IMT Menurut WHO Tahun 2004
Kategori
IMT
Risiko Penyakit
Kurus (underweight)
< 18,5
Rendah
Berat badan normal
18,5 24,9
Rata rata
Berat badan berlebih (overweight)
25 29,9
Meningkat
Obesitas kelas 1
30 34,9
Sedang
Obesitas kelas 2
35 39,9
Berbahaya
Obesitas kelas 3 (obesitas morbid)
40,0
Sangat berbahaya
Atmarita (1992), mengemukakan batasan terhadap tingkat kegemukan dengan
menggunakan IMT, dimana berat badan dikatakan normal bila IMT 20,1-25 untuk
laki-laki dan 18,7-22,8 untuk perempuan. Bila IMT di atas 25 maka digolongkan
sebagai overweight dan bila di atas 30 dinyatakan sebagai obese. Seseorang dikatakan
kurus atau underweight bila IMT nya sekitar 18,5-20. Sedangkan bila IMT nya 17,018,5 dinyatakan kurus dengan risiko tinggi terhadap infeksi.24

Universitas Sumatera Utara

Saat ini indeks massa tubuh (IMT) sudah digunakan untuk penentuan status
gizi pasien dewasa di beberapa rumah sakit seperti di RSCM (Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo). Dalam menentukan status gizi orang dewasa IMT ternyata sangat
sensitif untuk menentukan berat badan kurang, normal, dan lebih, baik pada laki-laki
maupun perempuan.24

2.4 Jenis Jenis Obesitas


2.4.1 Obesitas Berdasarkan Tempat Penimbunan Lemaknya
a. Obesitas Android (Tipe Apel)
Merupakan karakteristik obesitas pada laki-laki dengan ciri abdomen besar,
namun bagian paha dan pantat relatif kecil. Juga dapat terjadi pada wanita
menopause, yaitu bila lemak tertimbun di tengah bagian atas tubuh (perut, dada,
punggung, dan muka). Lemak yang menumpuk pada tipe android sebagian besar
merupakan lemak jenuh yang mengandung sel-sel lemak yang besar, sehingga lebih
mudah mengalami metabolisme.24
Menurut Vague, seorang peneliti dari Perancis, tipe android mempunyai risiko
lebih tinggi terhadap penyakit yang berhubungan dengan metabolisme lemak dan
glukosa, seperti penyakit diabetes mellitus, jantung koroner, stroke, dan tekanan
darah tinggi. Namun kegemukan tipe ini lebih mudah untuk menurunkan berat badan
dibanding tipe ginoid asalkan melaksanakan diet dan olahraga dengan disiplin.26

Universitas Sumatera Utara

b. Obesitas Ginoid (Tipe Pear)


Merupakan karakteristik dari obesitas pada wanita dengan ciri abdomen kecil,
namun bagian panggul atau pantat dan paha relatif besar. Hal ini disebabakan karena
sel-sel yang ada pada daerah tersebut lebih banyak terdiri dari lipoprotein lipase.27
Tipe ginoid lebih aman bila dibandingkan dengan tipe android, sebab lebih kecil
kemungkinan terserang penyakit yang berhubungan dengan metabolisme lemak dan
glukosa. Jenis timbunan lemaknya adalah lemak tidak jenuh dengan ukuran sel
lemaknya lebih kecil dan lembek.26

Gambar 2.1 Obesitas Berdasarkan Tempat Penimbunan Lemaknya 28

Universitas Sumatera Utara

2.4.2 Obesitas Berdasarkan Kondisi Sel 26


a. Tipe Hiperplastik
Tipe hiperplastik merupakan kegemukan yang disebabkan oleh jumlah sel
lemak lebih banyak dibandingkan dengan kondisi normal. Akan tetapi, ukuran sel
lemak tersebut masih sesuai dengan ukuran sel yang normal. Kegemukan tipe
hiperplastik biasanya terjadi sejak masa anak-anak dan sulit untuk diturunkan ke berat
badan normal. Bila terjadi penurunan berat tubuh sifatnya hanya sementara dan
kondisi tubuh akan mudah kembali ke keadaan semula.
b. Tipe Hipertropik
Kegemukan yang termasuk dalam tipe ini mempunyai jumlah sel yang
normal, tetapi ukuran sel lebih besar dari ukuran normal. Kegemukan ini biasanya
terjadi pada orang dewasa dan relatif lebih mudah menurunkan berat tubuh dibanding
tipe hiperplastik. Namun, kegemukan tipe ini mempunyai risiko lebih mudah
terserang penyakit gula dan tekanan darah tinggi.
c. Tipe Hiperplastik-Hipertropik
Pada kegemukan tipe ini jumlah maupun ukuran sel yang terdapat pada tubuh
seseorang melebihi ukuran normal. Proses kegemukan dimulai sejak masa anak-anak
dan berlangsung terus hingga dewasa. Mereka yang mengalami kegemukan tipe ini
paling sukar menurunkan berat tubuh. Dengan demikian, seseorang dengan tipe
kegemukan seperti ini paling mudah terserang berbagai penyakit degeneratif.

Universitas Sumatera Utara

2.4.3 Obesitas Berdasarkan Tingkatan29


a. Simple obesity (kegemukan ringan), merupakan kegemukan akibat kelebihan
berat tubuh sebanyak 20% dari berat ideal dan tanpa disertai penyakit diabetes
melitus, hipertensi, dan hiperlipidemia.
b. Mild obesity, merupakan kegemukan akibat kelebihan berat tubuh antara 2030% dari berat ideal yang belum disertai penyakit tertentu, tetapi sudah perlu
diwaspadai.
c. Moderat obesity, merupakan kegemukan akibat kelebihan berat tubuh antara
30-60% dihitung dari berat ideal. Pada tingkat ini penderita termasuk berisiko
tinggi untuk menderita penyakit yang berhubungan dengan obesitas.
d. Morbid obesity, merupakan kegemukan akibat kelebihan berat tubuh dari
berat ideal lebih dari 60% dengan risiko sangat tinggi terhadap penyakit
pernapasan, gagal jantung, dan kematian mendadak.
Sedangkan kegemukan atau obesitas berdasarkan usia yaitu kegemukan masa
bayi (infancy-onset obesity), masa anak-anak (childhood-onset obesity), dan masa
dewasa (adult-onset obesity).

2.5 Epidemiologi Obesitas


2.5.1 Distribusi dan Frekuensi Obesitas
a. Menurut Orang (Person)
Masalah obesitas banyak dialami oleh beberapa golongan masyarakat, antara
lain balita, anak sekolah, remaja, orang dewasa, dan orang lanjut usia. Hasil
pemantauan masalah gizi lebih pada orang dewasa yang dilakukan oleh Departemen

Universitas Sumatera Utara

Kesehatan tahun 1997 menunjukkan, prevalensi obesitas pada orang dewasa (18
tahun) adalah 2,5% (pria) dan 5,9% (wanita). Prevalensi obesitas tertinggi terjadi
pada kelompok wanita berumur 41-55 tahun (9,2%).13
Dari survei Indeks Masa Tubuh (IMT) pada kelompok usia 60 tahun di kota
besar di Indonesia tahun 2004, 15,6% pria dan 26,1% wanita mengalami obesitas.16
Sedangkan menurut penelitian pada usia lanjut kelompok binaan Puskesmas di
Kecamatan Kota Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara (2005), 19 orang (30,6%)
lansia mengalami obesitas dari 62 responden.17 Menurut penelitian Juwita (2007),
pada lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Amplas Medan, 25 orang
(20,7%) lansia mengalami obesitas dari 121 responden.18
Saat ini, 1,6 miliar orang dewasa di seluruh dunia mengalami berat badan
berlebih (overweight), dan 400 juta diantaranya mengalami obesitas. Pada tahun
2015, diperkirakan 2,3 miliar orang dewasa akan mengalami overweight dan 700 juta
di antaranya obesitas. Di Indonesia, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2007, prevalensi nasional obesitas pada penduduk berusia 15 tahun adalah
laki-laki 13,9% dan perempuan 23,8%. 15
b. Menurut Tempat (Place)
WHO (2004) menyatakan bahwa obesitas telah menjadi masalah dunia.
Panama tercatat sebagai negara dengan prevalensi obesitas tertinggi di dunia, yakni
37%. Setelah itu Peru (32%) dan Amerika Serikat (31%).6 Di daerah perkotaan Cina,
prevalensi overweight adalah 12,0% pada laki-laki dan 14,4% pada perempuan,

Universitas Sumatera Utara

sedang di daerah pedesaan prevalensi overweight pada laki-laki dan perempuan


masing-masing adalah 5,3% dan 9,8%.30
Menurut penelitian Sjarif, dkk (2002) melakukan penelitian di 10 kota-kota
besar yaitu Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Semarang, Solo, Yogyakarta,
Surabaya, Denpasar, dan Manado dengan subyek siswa sekolah dasar. Hasilnya
memperlihatkan prevalensi obesitas pada anak sebesar 17,7% di Medan, Padang
7,1%, Palembang 13,2%, Jakarta 25,0%, Semarang 24,3%, Solo 2,1%, Yogyakarta
4,0%, Surabaya 11,4%, Denpasar 11,7%, dan Manado 5,3%.23
Prevalensi nasional obesitas pada penduduk dewasa berusia 1 5 tahun di 10
provinsi di Indonesia tahun 2007 adalah Sulawesi Utara (33,3%), Jakarta (26,9%),
Gorontalo (26,3%), Maluku Utara (24,4%), Kalimantan Timur (23,5%), Papua Barat
(23,0%), Kepulauan Riau (22,8%), Papua (22,4%), Bangka Belitung (22,2%), dan
Sumatera Utara (20,9%).31

c. Menurut Waktu (Time)


National Health Survey (2004-2005), pada penduduk Australia menunjukkan
data hasil prevalensi overweight meningkat dari 29,5% menjadi 32,6% dan obesitas
dari 11,1% menjadi 16,4% pada kelompok umur 55-64 tahun.9 WHO menyatakan
bahwa obesitas telah menjadi masalah dunia. Data yang dikumpulkan dari seluruh
dunia memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi overweight dan obesitas
pada 10-15 tahun terakhir, saat ini diperkirakan sebanyak lebih dari 100 juta
penduduk dunia menderita obesitas.6

Universitas Sumatera Utara

Jumlah penderita obesitas di Indonesia terus bertambah dari tahun ke tahun.


Berdasarkan data SUSENAS tahun 1989, prevalensi obesitas di Indonesia adalah 1,1
% dan 0,7%, masing-masing untuk kota dan desa. Angka tersebut meningkat hampir
lima kali menjadi 5,3 % dan 4,3 % pada tahun 1999. SUSENAS (2004) prevalensi
obesitas mencapai 11,0%.32 Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Himpunan
Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) tahun 2004 mendapatkan angka prevalensi
obesitas (IMT30 kg/m2) 9,16 % pada pria dan 11,02 % pada wanita.33

2.5.2 Determinan Obesitas


a. Pola Makan
Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai
jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap harinya telah banyak berubah.
Perubahan ini meliputi dengan banyaknya jenis makanan, makanan dapat dibeli
kapan saja, metode pengawetan semakin canggih (makanan dapat selalu tersedia),
dan banyak produk makanan hanya memerlukan sedikit proses pemasakan, sehingga
dapat segera dimakan.25 Hal yang perlu diyakini bahwa obesitas hanya mungkin
terjadi, jika terdapat kelebihan makanan dalam tubuh terutama bahan makanan
sumber energi. Dengan kata lain, jumlah makanan yang dimakan setiap hari jauh
melebihi kebutuhan faal tubuh.34
Tampaknya memang ada kebiasaan makan yang berbeda pada orang yang
mengalami obesitas. Obesitas sering dijumpai pada orang yang senang masak atau
bekerja di dapur. Di samping itu, juga dijumpai pada orang yang memiliki gejala suka
makan pada waktu malam. Pola makan yang tinggi kalori dan lemak akan

Universitas Sumatera Utara

menyebabkan penimbunan energi dalam bentuk lemak. Hal ini diperberat dengan
kurangnya aktifitas fisik.29
b. Aktifitas Fisik
Obesitas banyak dijumpai pada orang yang kurang melakukan aktifitas fisik
dan kebanyakan duduk. Saat sekarang ini, dengan meningkatnya mekanisasi dan
kemudahan transportasi, orang cenderung kurang gerak atau menggunakan sedikit
tenaga untuk aktifitas. Dengan demikian, kurangnya pemanfaatan tenaga akan
menyebabkan simpanan tenaga/energi di dalam tubuh yang lambat laun akan semakin
bertumpuk sehingga menyebabkan obesitas. Jadi memperbanyak aktifitas fisik sangat
dianjurkan.29
Kemajuan

teknologi

menyebabkan

berkuranganya

kebutuhan

untuk

menggunakan tenaga otot manusia dalam melaksanakan tugas manual yang


memerlukan banyak energi. Dari segi transportasi, semakin banyak orang
menggunakan kendaraan, ketimbang berjalan kaki atau bersepeda walaupun pada
jarak yang tidak jauh.25 Dengan kemajuan teknologi, dimana tenaga manusia telah
banyak digantikan oleh mesin, sehingga manusia menjadi semakin dimanjakan. Oleh
karena itu, manusia menjadi kurang melakukan aktifitas fisiknya sehingga obesitas
menjadi lebih merupakan masalah kesehatan masyarakat.35
c. Faktor Psikologis 34
Faktor psikologis sering juga disebutkan sebagai salah satu faktor predisposisi
yang dapat mendorong terjadinya obesitas. Gangguan emosional akibat adanya
tekanan psikologis atau lingkungan kehidupan masyarakat yang dirasakan tidak

Universitas Sumatera Utara

menguntungkan, dapat mengubah kepribadian seseorang sehingga orang tersebut


menjadikan makanan sebagai pelariannya.
d. Genetik (Riwayat Keluarga) 29
Faktor genetik merupakan salah satu faktor yang juga berperan dalam
timbulnya obesitas. Telah lama diamati bahwa anak-anak obesitas umumnya berasal
dari keluarga dengan orang tua obesitas. Bila salah satu orang tua obesitas sekitar 4050% anak-anaknya akan mengalami obesitas, sedangkan bila kedua orang tuanya
obesitas, 80% anak-anaknya akan menjadi obesitas. Timbulnya obesitas dalam
keluarga semacam ini lebih ditentukan karena kebiasaan makan dalam keluarga yang
bersangkutan, dan bukan karena faktor genetis yang khusus. Hanya saja penelitian di
laboratorium gizi Dunn di Cambridge, Inggris baru-baru ini menunjukkan peran
faktor genetis.
e. Metabolisme Basal 26
Metabolisme basal adalah metabolisme yang dilakukan oleh organ-organ
tubuh dalam keadaan istirahat total (tidur). Kecepatan metabolisme basal setiap orang
berbeda, ada yang tinggi dan ada juga yang rendah. Seseorang yang mempunyai
kecepatan metabolisme rendah akan cenderung lebih mudah gemuk jika
dibandingkan dengan orang yang mempunyai kecepatan metabolisme tinggi.
Pada umumnya, berat badan akan semakin meningkat sesuai dengan
peningkatan usia. Secara alami, metabolisme basal pada usia yang semakin senja
akan semakin menurun. Sejalan dengan itu, aktifitas fisiknya pun juga semakin
berkurang.

Universitas Sumatera Utara

f. Hormon
Hormon adalah salah satu faktor obesitas. Hormon leptin, estrogen dan
hormon pertumbuhan mempengaruhi nafsu makan, metabolisme dan distribusi lemak
tubuh. Orang obesitas memiliki kadar hormon ini yang mendorong akumulasi lemak
tubuh.45
Pada wanita yang telah mengalami menopause, fungsi hormon tiroid di dalam
tubuhnya akan menurun. Akibatnya, kemampuan untuk menggunakan energi akan
berkurang. Apalagi pada usia lanjut terjadi penurunan metabolisme basal tubuh
sehingga mempunyai kecenderungan untuk meningkat berat badan. Selain hormon
tiroid, hormon insulin juga dapat menyebabkan kegemukan atau obesitas. Hormon
insulin mempunyai peranan dalam menyalurkan energi ke dalam sel-sel tubuh.
Seseorang yang mengalami peningkatan hormon insulin akan meningkat pula
timbunan lemak di dalam tubuhnya.26
g. Efek Samping Penggunaan Obat Obatan 26
Terdapat beberapa obat yang dapat merangsang pusat lapar di dalam tubuh.
Dengan demikian, seseorang yang mengkonsumsi obat tersebut akan meningkatkan
nafsu makannya. Apalagi jika digunakan dalam waktu yang relatif lama, seperti
dalam keadaan penyembuhan suatu penyakit. Misalnya pemberian obat oral
antidiabetes (OAD) pada penderita diabetes mellitus tipe II dapat menyebabkan
penambahan berat badan. Oleh karena itu, penggunaan obat ini sebaiknya bila
diperlukan saja. Obat yang dapat merangsang nafsu makan lainnya yaitu pil
kontrasepsi, kortikosteroid, dan antidepresan trisiklik.

Universitas Sumatera Utara

2.6 Komplikasi Obesitas 26


Hasil penelitian membuktikan bahwa kegemukan dan obesitas menimbulkan
banyak masalah dan memperbesar risiko seseorang terserang penyakit degeneratif
(penyakit yang timbul akibat ada perubahan atau kerusakan tingkat seluler yang
meluas ke jaringan yang sama). Beberapa penyakit yang disebabkan oleh obesitas,
antara lain :

2.6.1 Hipertensi
Penderita kegemukan mempunyai risiko yang tinggi terhadap hipertensi.
Seseorang dikatakan menderita hipertensi bila tekanan systole >140 mmHg dan
diastole >90 mmHg. Penderita obesitas tipe buah apel beresiko lebih tinggi dalam
kemungkinan menderita hipertensi dibandingkan dengan orang yang kurus dan
penderita obesitas tipe buah pear.26
Berat badan yang berlebih sudah tentu akan meningkatkan beban jantung
dalam memompa darah keseluruh tubuh. Hal ini menyebabkan tekanan darah
cenderung akan lebih tinggi. Selain itu, pembuluh darah pada lansia lebih tebal dan
kaku atau disebut aterosklerosis, sehingga tekanan darah akan meningkat. Untuk itu
lansia hendaknya mengurangi konsumsi natrium (garam), karena garam yang berlebih
dalam tubuh dapat meningkatkan tekanan darah.22

2.6.2 Diabetes Mellitus (DM)


Obesitas dapat menyebabkan penyakit diabetes mellitus tipe II. Sebagaimana
diketahui, diabetes mellitus adalah suatu keadaan/kelainan dimana terdapat gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh kekurangan

Universitas Sumatera Utara

insulin atau tidak berfungsinya insulin, akibatnya gula dalam darah tertimbun
(tinggi). Biasanya 75% penderita DM tipe II adalah orang yang mengalami obesitas
atau riwayat obesitas.22
Diabetes mellitus sebenarnya merupakan penyakit keturunan, tetapi kondisi
tersebut tidak selalu timbul jika seseorang tidak kelebihan berat badan. Pada
umumnya, penderita diabetes mempunyai kadar lemak yang abnormal dalam darah.26
2.6.3 Kanker 26
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laki-laki yang mengalami obesitas akan
berisiko lebih tinggi untuk menderita kanker usus besar, rektum, dan kelenjar prostat.
Adapun pada wanita penderita obesitas, akan mengalami risiko terkena penyakit
kanker payudara dan rahim. Wanita yang telah menopause, umumnya pada usia lebih
dari 50 tahun dan mengalami kelebihan berat badan akan mudah terserang penyakit
kanker payudara. Untuk mengurangi risiko terkena kanker, konsumsi lemak total
harus dikurangi.

2.6.4 Penyakit Jantung Koroner (PJK)


Penyakit

jantung

koroner

merupakan penyakit

yang

terjadi akibat

penyempitan pembuluh darah koroner (pembuluh darah yang mendarahi dinding


jantung). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 500 penderita kegemukan sekitar
88% mendapat risiko terserang penyakit jantung koroner. Meningkatnya faktor risiko
penyakit jantung koroner sejalan dengan terjadinya penambahan berat badan
seseorang.26

Universitas Sumatera Utara

Konsumsi lemak jenuh dan kolesterol yang berlebihan akan meningkatkan


risiko penyakit ini. Lemak jenuh dan kolesterol hanya terdapat pada bahan makanan
hewani. Oleh karena itu, usia lanjut lebih disarankan mengkonsumsi ikan karena
dapat menurunkan risiko menderita penyakit jantung dibandingkan sumber protein
hewan lain. Pengaruh kegemukan pada penyakit jantung koroner tidak selalu berdiri
sendiri, tetapi biasanya diperburuk oleh faktor risiko lain seperti hipertensi, diabetes,
dan hiperlipidemia.22

2.6.5

Arthritis dan Gout 26


Orang yang menderita kegemukan dan obesitas mempunyai risiko tinggi

terhadap penyakit arthritis (radang sendi) yang lebih serius bila dibandingkan dengan
orang yang memiliki berat badan ideal atau gemuk.
Gout merupakan salah satu bentuk penyakit arthritis atau lebih tepatnya
radang sendi akibat meningkatnya kadar asam urat dan terbentuknya kristal asam urat
pada sendi. Penyakit ini sering menyerang penderita kegemukan yang mengalami
kelebihan berat badan > 30% dari berat badan ideal dan kandungan asam urat dalam
darahnya tinggi.
2.6.6 Batu Empedu 26
Sewaktu tubuh mengubah kelebihan lemak makanan menjadi lemak tubuh,
cairan empedu lebih banyak diproduksi di dalam hati dan di simpan dalam kantong
empedu. Hal inilah yang meningkatkan risiko terkena penyakit batu empedu (adanya
endapan zat-zat berbentuk seperti batu di dalam empedu). Lebih sering terjadi pada

Universitas Sumatera Utara

penderita obesitas tipe buah apel. Penurunan berat badan tidak akan mengobati
penyakit batu empedu, tetapi hanya akan membantu dalam pencegahannya.

2.7 Perawatan dan Pengelolaan Obesitas


2.7.1 Perawatan Obesitas 34
Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam perawatan obesitas antara lain
adalah :
Pertama, haruslah ditumbuhkan keyakinan pada diri penderita, alasan-alasan
apa yang mengharuskan melakukan upaya menurunkan berat badannya. Jadi langkah
pertama adalah menumbuhkan motivasi dalam diri penderita mengapa ia harus
menurunkan berat badan.
Kedua, penderita obesitas perlu diberikan pengetahuan dasar mengenai zat
gizi dan fungsinya, proses pembentukan dan penggunaan energi dalam tubuh. Dengan
demikian, penderita dituntun untuk mengusahakan terjadinya keseimbangan antara
pemasukan energi yang berasal dari makanan yang dimakannya dan penggunaan
energi oleh tubuh sehingga ia mampu mengendalikan konsumsi makanan.
Ketiga, penderita obesitas harus dibebaskan dari berbagai informasi yang
salah yang mungkin didapatnya dari tulisan-tuisan yang bernada promosi atau yang
dibuat oleh penulis yang bukan ahli yang dapat membawa akibat buruk bagi dirinya.
Karena dasar penurunan berat badan adalah mengurangi jumlah energi yang masuk
yang berasal dari makanan dan menaikkan pengeluaran energi melalui penambahan
kegiatan fisik.

Universitas Sumatera Utara

Keempat, mendorong terjadinya perubahan perilaku. Tidak dapat di sangkal


bahwa untuk memenuhi diet secara sungguh-sungguh untuk penurunan berat badan
tidaklah mudah. Oleh karena itu, disamping pendekatan dari sudut medis dan
dietetika dalam upaya penanggulangan obesitas juga dilakukan pendekatan psikologis
untuk mendorong perubahan perilaku.
Kelima, mengenai kepatuhan penderita terhadap diet yang harus dijalani.
Keenam, mengenai penyusunan diet yang diberikan harus didasarkan atas
kebiasaan dan perilaku penderita sehari-hari dalam hal makanan. Mereka yang biasa
sarapan pagi dengan roti sebagai makanan pokok, harus diberi diet roti untuk makan
pagi. Apabila penderita selalu merasa tidak puas itu justru merupakan pendorong
baginya untuk tidak mematuhi dietnya.

2.7.2 Pengelolaan Obesitas


Pada lansia yang mengalami obesitas, perawatan dan pengelolaan berat badan
umumnya berkisar pada modifikasi makanan, aktifitas fisik/latihan, dan perubahan
perilaku. Khusus bagi lansia ada menu seimbang dalam sehari, yaitu : 36

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Pola Susunan Makanan Lansia Dalam Sehari


Kelompok Makanan
Jenis Pangan
Jumlah Porsi Per Hari
Per Porsi
Laki-Laki
Perempuan
Bahan Pokok
Nasi
3
2
(1 prg = 200 g)
Lauk pauk
Daging
1.5
2
(1 ptg = 50 g)
Tahu
5
4
(1 ptg = 25 g)
Sayuran
Bayam
1.5
1.5
(1 mgk = 100 g)
Buah-buahan
Pepaya
2
2
(1 ptg = 100 g)
Susu
Skim
1
1
(1 gls = 100 g)
Sumber : Ditjen Binkesmas, Depkes RI (1992)
Upaya untuk menurunkan berat badan tidak hanya dengan pengaturan
makanan atau diet saja tetapi harus juga disertai dengan peningkatan aktifitas fisik.
Hal ini disebabkan karena aktifitas fisik sangat penting dalam membantu mengurangi
cadangan energi yang tertimbun didalam tubuh.31 Menurut Almatsier (2000).
Aktifitas dikelompokkan atas :37
a. Ringan, jika membutuhkan energi 75% untuk duduk dan berdiri, sedangkan
untuk keadaan berdiri sambil bergerak dibutuhkan 25% energi.
b. Sedang, jika membutuhkan energi 40% untuk duduk dan berdiri, sedangkan
pada pekerjaan khusus seperti menyetrika pakaian dibutuhkan 60% energi.
c. Berat, jika membutuhkan energi 75% untuk pekerjaan khusus seperti mencuci
pakaian dan 25% energi untuk duduk dan berdiri.

Universitas Sumatera Utara

2.8 Pencegahan Obesitas


2.8.1 Pencegahan Primer 22
Pencegahan ini merupakan suatu upaya yang ditujukan kepada semua orang,
khususnya kelompok yang berisiko menderita obesitas. Dalam hal ini upaya promotif
dan preventif dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan lansia guna mencegah
terjadinya penyakit-penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan, termasuk
obesitas. Kegiatan yang dilakukan berupa :
a. Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan yang
datang ke posyandu lansia secara periodik atau di puskesmas dengan
menggunakan KMS lansia.
b. Promosi kesehatan untuk mengubah perilaku masyarakat khususnya lansia
dalam hal konsumsi pangan (merencanakan menu harian makanan dengan gizi
seimbang, seperti membatasi konsumsi lemak dan mengkonsumsi makanan
berserat) dalam bentuk penyuluhan.
c. Melakukan olahraga atau aktifitas fisik secara teratur sesuai dengan
kemampuan dan kondisi masing-masing lansia.

2.8.2 Pencegahan Sekunder 16,18


Upaya yang dilakukan bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang
diakibatkan oleh proses degeneratif. Upaya yang dilakukan adalah pengobatan bagi
penderita obesitas. Diantaranya penggunaan obat obat pelangsing, akupuntur, dan
pembedahan.

Universitas Sumatera Utara

a. Penggunaan obat-obat pelangsing : harus dibawah pengawasan dokter karena


tidak semua masalah obesitas dapat diberi obat. Penggunaannyapun sebaiknya
hanya sebagai tindakan sementara.
b. Akupuntur : sebaiknya hanya dilakukan untuk mempermudah dalam
melakukan diet. Penelitian mengungkapkan bahwa akupuntur pada telinga
dapat menekan nafsu makan, sehingga akan mengurangi konsumsi makanan
yang pada akhirnya dapat menurunkan berat badan.
c. Pembedahan : merupakan jalan pintas bagi penderita obesitas. Pada umumnya
dengan pembedahan, penderita obesitas akan mengalami berat badan hingga
35%, penurunan kolesterol tubuh mencapai 50%, penurunan trigliserida, dan
penurunan insulin pada penderita diabetes mellitus.

2.8.3 Pencegahan Tertier 18


Upaya yang dilakukan adalah pengobatan lanjut perawatan bagi penderita
obesitas. Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan
mengadakan rehabilitasi (upaya untuk mempertahankan fungsi organ seoptimal
mungkin) berupa rehabilitasi mental dan kegiatan fisik. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan adalah melalui psikoterapi. Misalnya dengan melakukan diet rendah kalori
seimbang disertai dengan melakukan aktifitas fisik secara rutin.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai