Oleh :
Kelompok 8
Kelas A
ANDRE KURNIAWAN
200110140011
HANA LESTARI
200110140163
200110140195
200110140196
200110140215
200110140216
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2016
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam usaha peternakan intensif, biaya pakan merupakan
komponen biaya produksi terbesar. Harga pakan yang tinggi sudah sering
dikemukakan sebagai penyebab kerugian pada peternakan unggas, karena
sebagian besar pakan yang digunakan masih diimpor seperti jagung,
tepung daging, tulang serta bungkil kedelai, berbagai usaha dilakukan
untuk meningkatkan efisiensi pakan pada usaha peternakan salah satu cara
yang umum dilakukan untuk meningkatkan efisiensi produksi adalah
dengan menambahkan imbuhan dalam pakan seperti antibiotik.
Meskipun penggunaan antibiotik diijinkan secara legal sebagai
imbuhan pakan untuk unggas, perkembangan baru di negara maju mulai
mempertanyakan resiko penggunaan antibiotik terhadap kesehatan
manusia, penggunaan antibiotik yang berlebihan dapat menyebabkan
adanya residu pada produk yang dihasilkan sehingga kemungkinan dapat
membahayakan konsumen. Oleh karena itu perlu dicari bahan pengganti
antibiotik
yang
dapat
berfungsi
sebagai
imbuhan
pakan
untuk
yang
ditambahkan
dalam
ransum
mengindikasikan
dapat
II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1
Lidah Buya
2.1.1
Pengertian
Lidah buaya (Aloe vera) merupakan tanaman hias yang banyak
ini
banyak
mengandung
zatzat
yang
dapat
memacu
sukulen (berdaun dan bergetah) dari suku Liliaceae. Lebih lanjut Riley (1959) dan
Morsy, (1991) menyatakan bahwa komposisi kimia dan gizi lidah buaya terdiri
dari saponin, polifenol (antrakinon dan tanin), mineral (Ca, K, Na, Mg, Mn, Zn,
Cu, Cr), vitamin (B1, B2, B6, cholin niasinamida, asam folat, C, E dan beta
karoten), mono dan polisakarida (sellulosa, glukosa, mannosa, dopontosa
rhamosa), enzim (oksidase, amilase, lipase, katalase dan alkalinephosphatase),
asam amino (lisin, threonin, valin, meteonin, leusin. isoleusin dan fenilalanin).
Klasifikasi ilmiah Lidah buaya (Aloe vera) :
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Asparagales
Genus
: Asphodelaceae aloe
Spesies
: Aloe vera L.
2.1.2
Kandungan
Berikut ini adalah daftar kandungan zat gizi pada tanaman Lidah buaya per
4,00
- Protein (g)
0,10
- Lemak (g)
0,20
- Serat (g)
0,30
- Abu (g)
0,10
186,00
- Besi (mg)
0,80
- Vit. C (mg)
3,476
- Vit. A (IU)
4,594
- Vit. B1(mg)
0,01
2.2
2.2.1
yang diberi
perlakuan gel lidah buaya, ternyata ukurannya lebih besar, jumlah total bakteri
aerob lebih sedikit dibandingkan ransum kontrol (Sinurat et al. 2003). Ternak
ayam ras strain Isa Brown (fase produksi telur) yang diberi perlakuan ransum
mengandung sari buah mengkudu dan tepung daun mengkudu masing-masing
sebanyak 3; 6 dan 9% terhadap produktifitas, kualitas telur dalam meningkatkan
produksi dan warna kuning telur.
Pada pemeliharaan ayam pedaging selama 5 minggu penelitian tidak
ditemukan adanya kematian pada ayam penelitian untuk semua perlakuan baik
kontrol maupun yang diberi lidah buaya. Tidak ditemukannya ayam yang mati
karena sistim manajemen yang digunakan selama penelitian cukup baik, seperti
pemberian vaksinasi ND dan IBD secara oral maupun suntikan, pemberian obat
anti stress serta didukung oleh lingkungan dan sistim kandang tertutup yang baik
sehingga temperatur dapat diatur sesuai dengan kebutuhan ayam penelitian.
Menurut Mugiyono (1991) dan Saptono (1995) menjelaskan bahwa
persentase karkas berhubungan erat dengan bobot badan akhir, pertumbuhan dan
kualitas pakan yang dikonsumsi. Pertumbuhan dan berat badan akhir semakin
meningkat, maka persentase karkas juga akan semakin meningkat pula. Dari hasil
% HD berkisar dari 2-6% lebih tinggi. Dapat meningkatkan produksi telur dan
bobot telur sehingga menghasilkan konversi ransum yang lebih rendah atau lebih
efisien dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan yang mendapat lidah buaya 1,0
g/kg memberikan nilai terbaik dengan perbaikan konversi ransum 8,4% lebih
rendah (lebih efisien) dibandingkan dengan kontrol. (Bintang, et. al, 2005)
III
PEMBAHASAN
manusia bahkan sudah digunakan untuk ternak. Hal ini membuktikan bahwa
tanaman (herbs) mengandung suatu zat berkhasiat atau bioaktif. Hal ini sesuai
dengan penyataan Gill (1999) bahwa bioaktif pada tamanan dapat berfungsi
sebagai antibakteri.
Lidah buaya mengandung antrakinon yang untuk dijadikan imbuhan pakan
alami. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anderson (1983) dan Heyne (1987) yang
menyatakan bahwa lidah buaya mengandung zatzat yang dapat memacu
metabolisme, seperti kelompok antrakuinon, berbagai mineral, vitamin, enzim dan
asam amino.
Rataan bobot hidup awal berkisar dari 1,55 1,56 kg dan rataan umur
pertama bertelur berkisar dari 133-136 hari. Rataan konsumsi ransum selama 9
bulan produksi pada penelitian ini berkisar dari 101-107 g ekor/hari. Jumlah
konsumsi ini lebih rendah dibandingkan dengan yang dilaporkan Pasaribu et al.
(2004) yaitu konsumsi ransum ayam petelur yang mendapat ransum mengandung
lidah buaya dan antrakinon selama 29 minggu produksi berkisar dari 109,1-113,7
g ekor/hari.
Persentase Hen Day selama 9 bulan produksi yang mendapat ransum
antibiotik maupun lidah buaya cenderung lebih tinggi dibandingkan kontrol
dengan peningkatan berkisar 2-6%. Persentase Hen Day dalam penelitian ini
berkisar dari 78,82-83,31% lebih tinggi dibandingkan dengan yang dilaporkan
Sinurat et al. (1996) dan Pasaribu et al. (2004) masing-masing 74,6-84,9 dan
72,28-77,35%.
Perlakuan yang mendapat lidah buaya tingkat tinggi 1,00 g/kg memiliki
bobot telur lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, tetapi ada kecenderungan
bobot telur yang mendapat ransum perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan
kontrol. Hal ini disebabkan gel lidah buaya mempunyai banyak senyawa aktif
seperti lignin, antrakinon, saponin, mineral, vitamin, asam amino dan enzim
(Suryowidodo, 1988)
Pada penelitian ini ayam dipelihara pada sistem baterai bukan sistem litter.
Pada pemeliharaan sistem baterai, kontaminasi mikroorganisme pengganggu lebih
sedikit dibandingkan dengan sistem litter sehingga antibiotik yang diberikan
kurang berfungsi, sebagai konsekuensinya belum menghasilkan perbedaan yang
nyata terhadap bobot telur dan produksi telur. Rataan bobot telur selama 9 bulan
produksi dalam penelitian ini berkisar dari 55,28-57,66 g/butir masih dalam
kisaran yang dilaporkan Sinurat et al. (1996) dan Pasaribu et al. (2004), yakni
masing-masing 55,1-57,6 dan 56,42-58,56 g/butir.
Rataan konversi ransum selama 9 bulan produksi yang mendapat ransum
antibiotik maupun lidah buaya (0,25; 0,50 dan 1,00 g/kg) lebih rendah atau lebih
efisien dengan perbaikan masing-masing 3,78; 3,36; 3,78 dan 8,40%
dibandingkan dengan kontrol. Perbaikan konversi ransum tertinggi terdapat pada
pemberian lidah buaya tingkat tinggi (1,00 g/kg). Hal ini disebabkan ransum yang
dikonsumsi lebih rendah diikuti bobot telur yang dihasilkan lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan masih ada
kecenderungan suatu perbaikan efisiensi pakan dengan adanya penambahan
antibiotik maupun lidah buaya (Sinurat et al., 2003). Faktor lain yang
menyebabkan perbaikan konversi pakan pada ayam akibat pemberian lidah buaya
diduga karena adanya senyawa bioaktif. Salah satu dari senyawa ini adalah
antrakinon, suatu senyawa yang larut di dalam khlorofom, yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri patogen di dalam usus. Hal ini ditunjang hasil
penelitian yang dilakukan secara in vitro, dimana ekstrak klorofom dari gel lidah
dapat di isolasi dari bahan-bahan klinik, makanan dan dari lingkungan (Sujudi,
2011). Sifat autogenetik yang terdapat pada bakteri Staphylococcus aureus dan
kandungan anti bakteri pada daun lidah buaya (Aloe vera).
Hasil analisis menunjukkan bahwa daun lidah buaya memberikan
pengaruh
yang
sangat
signifikan
terhadap
penghambatan
pertumbuhan
Konsumsi Pakan
Pemberian bioaktif lidah buaya P>0,05 dalam bentuk kering tidak
menunjukkan adanya perubahan terhadap konsumsi pakan. Hal ini menunjukkan
bahwa lidah buaya mungkin mengandung zat kimia lain selain antrakinon yang
Mortalitas ayam selama penelitian adalah 1,6 % dari seluruh jumlah ayam.
Kematian terdapat pada control, perlakuan antibiotika, perlakuan LBK 0,5, tetapi
4
Indeks kekentalan putih telur (HU) tidak nyata (P>0,05) dipengaruhi oleh
perlakuan. Dengan demikian imbuhan pakan berupa antibiotika, antrakinon atau
8
bioaktif lidah buaya tidak berpengaruh terhadap indeks kekentalan putih telur.
Tebal dan Bobot Kerabang
Tebal kerabang tidak dipengaruhi oleh perlakuan, kecuali perlakuan
antrakinon 0,5 bahwa perlakuan antrakinon 0,5 nyata (P<0,05) lebih tipis
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Tebal kerabang mempunyai hubungan
yang positif dengan bobot kerabang (Essary et al., 1977), maka semakin tebal
kerabang telur semakin baik untuk mencegah terjadinya pecah telur (Sinurat et al.,
1994). Pada penelitian ini perlakuan sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi bobot
kerabang telur. Perlakuan antrakinon 1,0 sangat nyata (P<0,01) menghasilkan
bobot kerabang yang lebih berat daripada perlakuan SLLB 0,5, kontrol,
antibiotika dan antrakinon 0,5, tetapi tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan
daripada
pemberian
antrakinon
1,0
atau
antibiotika
dalam
mempertahankan bobot kuning telur. Hal ini dikarenakan pemberian zat bioaktif
alami (seperti yang terdapat dalam lidah buaya) pada ayam petelur lebih aman
untuk dikonsumsi daripada antibiotika atau bioaktif buatan seperti antrakinon.
Tabel Kualitas Telur Ayam Akibat Pemberian Zat Bioaktif Lidah Buaya atau
Antrakinon
Perlakuan
Kontrol (K)
Indeks
Warna
Yolk
5,14
Haugh
Unit
94,73
Bobot
Kuning
Telur (g)
13,26
Tebal
Kerabang
(mm)
0,42
Bobot
Keraban
g (g)
6,19
K+AB
K+LBK 0,5
K+LBK 1,0
K+SLLB 0,5
K+SLLB 1,0
K+Antrakinon 0,5
K+Antrakinon 1,0
Taraf nyata
5,24
5,63
5,54
5,65
5,63
6,44
5,66
0,0001
96,01
95,04
92,76
93,87
93,11
94,07
94,41
0,121
13,64
14,21
14,09
14,25
14,15
13,88
14,52
0,0001
0,42
0,42
0,42
0,42
0,42
0,38
0,42
0,001
5,97
6,61
6,46
6,36
6,57
5,68
6,78
0,0001
IV
KESIMPULAN
1.
2.
DAFTAR PUSTAKA
Bintang, I.A.K., A.P. Sinurat, T. Purwadaria, M.H. Togatorop, J. Rosida, H. Hamid
Dan Saulina. 2001. Pengaruh Pemberian Bioaktif dalam Lidah Buaya
(Aloe vera) terhadap Penampilan Ayam Broiler. Pros. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor.17-18 September 2001.
Puslitbang Peternakan Bogor. hlm. 574-581.
Essary, E.O., B.W. Sheldon And S.L. Crews. 1977. Relationship between Shell
and Membrane Strength and other Egg Shell Characteristic. Poult. Sci. 56:
1882-1888. Gill, C. 1999. More Science Behind Botanicals: Herbs and
plant extract as growth enhancers. Feed Intern. 20: 20- 23.
Furnawanthi, I. 2002. Khasiat dan Manfaat Lidah Buaya Si Tanaman Ajaib.
Edisi I PT Agro Media Pustaka. Jakarta.
Kamal, M. 1992. Pakan Ternak Non Ruminansia. Jurusan Nutrisi dan Makanan
Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Mellor, S. 2000. Alternative to Antibiotics. Feed Mix. Special Edition. Nopember
2000. hlm. 6-8.
Murtidjo, B. A. 2006. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius. Yogyakarta.
Pasaribu, T., A.P. Sinurat, T. Purwadaria, S. Sitompul, J. Rosida Dan S.I.W.
Rakhmani. 2004. Pengaruh Pemberian Bioaktif Lidah Buaya (Aloe Vera)
Dan Antrakinon terhadap Produksi Ayam Petelur. Pros. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 4-5 Agustus 2004. Puslibang
Peternakan, Bogor. hlm. 486-490.
Pecere, T., M.V. Gazzola, C.C. Mucignat, C. Parolin, F.D. Vecchia, A. Cavaggioni,
G. Basso, A. Diaspro, B. Salvato, M. Carli And G. PALU. 1998. Aloe-emodin
is a New Type of Anticancer Agent with Selective Activity against
Neuroectodermal Tumors. Int. J. Tissue React. 20(4): 115-118.
Purbaya, Y. T. 2003. Mengenal dan Memanfaatkan Khasiat Aloe vera. CV
Pioner Jaya. Bandung.
Rakhmani. 2004. Profil Kandungan Total Fenol dan Emodin Gel Lidah Buaya
Yang Diawetkan. Jurnal Ilmu dan Veteriner Edisi Agustus Volume 9 No
3 Balai Penelitian Ternak. Bogor
Rasyaf, M. 1999. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan Keemp[at Belas.