Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK UNGGAS

Pengaruh Pemberian Bioaktif Lidah Buaya (Aloe vera) dan Antrakinon


terhadap Produktivitas Ayam Petelur

Oleh :
Kelompok 8
Kelas A
ANDRE KURNIAWAN

200110140011

HANA LESTARI

200110140163

HERTI EKA PUJIANTI

200110140195

RISCA AMELIA SEPTYANI

200110140196

KINSA RAEHAN HASANAH

200110140215

ABDUL ZAINAL MUTTAQIN

200110140216

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2016

I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Dalam usaha peternakan intensif, biaya pakan merupakan
komponen biaya produksi terbesar. Harga pakan yang tinggi sudah sering
dikemukakan sebagai penyebab kerugian pada peternakan unggas, karena
sebagian besar pakan yang digunakan masih diimpor seperti jagung,
tepung daging, tulang serta bungkil kedelai, berbagai usaha dilakukan
untuk meningkatkan efisiensi pakan pada usaha peternakan salah satu cara
yang umum dilakukan untuk meningkatkan efisiensi produksi adalah
dengan menambahkan imbuhan dalam pakan seperti antibiotik.
Meskipun penggunaan antibiotik diijinkan secara legal sebagai
imbuhan pakan untuk unggas, perkembangan baru di negara maju mulai
mempertanyakan resiko penggunaan antibiotik terhadap kesehatan
manusia, penggunaan antibiotik yang berlebihan dapat menyebabkan
adanya residu pada produk yang dihasilkan sehingga kemungkinan dapat
membahayakan konsumen. Oleh karena itu perlu dicari bahan pengganti
antibiotik

yang

dapat

berfungsi

sebagai

imbuhan

pakan

untuk

meningkatkan efisiensi produksi dan aman bagi konsumen. Tanaman yang


terdapat di Indonesia sudah banyak dimanfaatkan sebagai obat-tradisional
untuk manusia bahkan sudah digunakan untuk ternak.
Lidah buaya (Aloe vera) sudah lama digunakan sebagai bahan
kesehatan dan kecantikan manusia. Selain pemanfaatan lidah buaya di
bidang kesehatan dan kecantikan juga dicobakan untuk kepentingan

peternakan yang dimanfaatkan sebagai bahan pengganti antibiotika. Di


Balai Penelitian Ternak telah dilakukan beberapa penelitian untuk
mengganti antibiotika dengan bioaktif lidah buaya sebagai pakan imbuhan
ternak khususnya pada unggas. Adanya kandungan antrakinon dalam lidah
buaya

yang

ditambahkan

dalam

ransum

mengindikasikan

dapat

memperbaiki efisiensi pakan.


Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang lebih banyak, baik
pada ayam pedaging maupun ayam petelur. Penelitian lanjutan ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas zat bioaktif lidah
buaya terhadap produktivitas ayam petelur. Disamping itu, penelitian ini
juga dirancang untuk membuktikan dugaan bahwa antrakinon merupakan
zat aktif dalam lidah buaya.
1.2

Maksud dan Tujuan


1. Mengetahui efektivitas zat bioaktif lidah buaya terhadap produktivitas
ayam petelur
2. Mengetahui dan membuktikan dugaan bahwa antrakinon merupakan
zat aktif dalam lidah buaya

II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1

Lidah Buya

2.1.1

Pengertian
Lidah buaya (Aloe vera) merupakan tanaman hias yang banyak

memenuhi pot di rumah-rumah. Lidah buaya merupakan tanaman yang


memiliki banyak kandungan zat bermanfaat untuk kesehatan, kecantikan dan
juga tambahan pakan ternak. Daun lidah buaya (Aloe vera) sebagian besar berisi
pulp atau daging daun yang mengandung getah bening dan lekat. Sedangkan
bagian luar daun berupa kulit tebal yang berklorofil.
Secara kuantitatif, protein dalam lidah buaya (Aloe vera) ditemukan dalan
jumlah yang cukup kecil, akan tetapi secara kualitatif protein lidah buaya (Aloe
vera) kaya akan asam-asam amino esensial terutama leusin, lisin, valin dan
histidin. Selain kaya akan asam-asam amino esensial, gel lidah buaya (Aloe vera)
juga kaya akan asam glutamat dan asam aspartat. Vitamin dalam lidah buaya
(Aloe vera) larut dalam lemak, selain itu juga terdapat asam folat dan kholin
dalam jumlah kecil (Morsy, 1991). Kandungan zat gizi yang terdapat pada gel
(daging) lidah buaya (Aloe vera) cukup lengkap, di antaranya, vitamin A, B, C, E,
choline, inositol, dan asam folat. Gabungan unsur vitamin dan mineral dalam
tumbuhan ini berfungsi sebagai antioksidan alami yang antara lain mampu
mencegah serangan jantung dan penuaan dini dengan menghindarkan kerusakan
DNA akibat radikal bebas.
Tanaman

ini

banyak

mengandung

zatzat

yang

dapat

memacu

metabolisme, seperti kelompok antrakuinon, berbagai mineral, vitamin, enzim dan


asam amino (Anderson, 1983, Heyne, 1987), oleh karena itu kemungkinan besar
tanaman ini dapat dijadikan imbuhan pakan alami. Menurut Suryowidodo (1988),
Saks et al.(1995) tanaman lidah buaya merupakan tanaman tegak dengan batang
pendek sekitar 50 cm. Batang ini dikelilingi daundaun tebal berbentuk roset
dengan ujungujung runcing mengarah ke atas. Lidah buaya (Aloe vera) termasuk

sukulen (berdaun dan bergetah) dari suku Liliaceae. Lebih lanjut Riley (1959) dan
Morsy, (1991) menyatakan bahwa komposisi kimia dan gizi lidah buaya terdiri
dari saponin, polifenol (antrakinon dan tanin), mineral (Ca, K, Na, Mg, Mn, Zn,
Cu, Cr), vitamin (B1, B2, B6, cholin niasinamida, asam folat, C, E dan beta
karoten), mono dan polisakarida (sellulosa, glukosa, mannosa, dopontosa
rhamosa), enzim (oksidase, amilase, lipase, katalase dan alkalinephosphatase),
asam amino (lisin, threonin, valin, meteonin, leusin. isoleusin dan fenilalanin).
Klasifikasi ilmiah Lidah buaya (Aloe vera) :
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Liliopsida

Ordo

: Asparagales

Genus

: Asphodelaceae aloe

Spesies

: Aloe vera L.

2.1.2

Kandungan
Berikut ini adalah daftar kandungan zat gizi pada tanaman Lidah buaya per

100 gr menurut Dinas Kesehatan RI (1992):


- Energi (Kal)

4,00

- Protein (g)

0,10

- Lemak (g)

0,20

- Serat (g)

0,30

- Abu (g)

0,10

- Kalsium (mg) 85,00


- Fosfor (mg)

186,00

- Besi (mg)

0,80

- Vit. C (mg)

3,476

- Vit. A (IU)

4,594

- Vit. B1(mg)

0,01

- Kadar Air (g) 99,20

2.2

Pengaruh Pemberian Lidah Buaya terhadap Ayam Petelur

2.2.1

Pengaruh Lidah Buaya terhadap Produktivitas Ayam Petelur


Ayam broiler adalah galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki

karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil


daging, masa panen pendek dan menghasilkan daging bersifat lunak, timbunan
daging baik, dada lebih besar dan kulit licin (Rasyaf,1999). Untuk memperoleh
ayam broiler dengan karkas dengan kualitas baik, dibutuhkan zat nutrisi yang
lengkap dan seimbang dalam ransumnya. Kriteria karkas yang baik dapat dilihat
dari bentuk tulang dada yang normal, melengkung, panjang, ramping seperti
perahu, punggung rata, pertumbuhan daging paha, sayap, dan dada baik dan
berisi, warna kuning dan cerah, daging lunak dan lentur, tekstur kulit halus, bau
tidak amis, dan dagingnya banyak.
Penelitian lidah buaya (Aloe vera) sebagai bahan baku industri kosmetika
dan pangan telah banyak dilakukan, namun untuk ternak masih jarang dilakukan.
Menurut Bintang et al. (2001), pemberian lidah buaya (Aloe vera) dapat
meningkatkan efisiensi penggunaan pakan. Pemberian gel lidah buaya (Aloe
vera) dengan dosis 0,50 gram per kilogram ransum menampilkan rasio konversi
pakan terbaik yaitu 1,78 maka terjadi peningkatan efisiensi penggunaan ransum
tersebut.
Dalam pakan tambahan digunakan gel lidah buaya (Aloe vera) dalam
bentuk segar dan kering. Pembuatan gel lidah buaya (Aloe vera) segar (GLBS)
diawali dengan pemisahan gel segar dari kulit. Selanjutnya, gel tersebut
dihaluskan dengan blender dan disimpan dalam lemari pendingin sebelum
digunakan. Sedangkan pembuatan gel lidah buaya (Aloe vera) kering (GLBK)
diawali dengan pemisahan gel dari kulit. Selanjutnya gel lidah buaya (Aloe vera)
tersebut dihaluskan dengan blender ditambah dengan pollard sebanyak 3% dari
total gel kemudian dikeringkan. Campuran pollard dan gel lidah buaya (Aloe
vera) dimasukkan kedalam oven dengan temperatur 60C sampai kering (kadar air
5-10 %).

Hasil penelitian Togatorop et al. (2001) menyatakan bahwa gel lidah


buaya (Aloe vera) segar mengandung kadar air yang cukup tinggi yaitu 98%.
Perbedaan konsumsi ransum ini erat kaitannya dengan kandungan air yang cukup
tinggi pada lidah buaya (Aloe vera) segar, karena kandungan air yang terdapat
pada GLBS akan mempengaruhi kadar air ransum. Disamping itu ransum yang
dicampur lidah buaya (Aloe vera) segar lebih mengembang sehingga ayam yang
mengkonsumsi GLBS lebih cepat kenyang karena kapasitas tembolok akan lebih
cepat terpenuhi.
Pada ternak ayam broiler penggunaan bioaktif lidah buaya (Aloe vera)
sebagai feed additive sebanyak 0,25; 0,5 dan 1 gram (bentuk gel atau ekstrak)
dalam ransum, tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap pertambahan bobot
badan, konsumsi pakan, walaupun terlihat ada peningkatan efisiensi pakan.
Selanjutnya setelah diukur saluran pencernaan ayam broiler

yang diberi

perlakuan gel lidah buaya, ternyata ukurannya lebih besar, jumlah total bakteri
aerob lebih sedikit dibandingkan ransum kontrol (Sinurat et al. 2003). Ternak
ayam ras strain Isa Brown (fase produksi telur) yang diberi perlakuan ransum
mengandung sari buah mengkudu dan tepung daun mengkudu masing-masing
sebanyak 3; 6 dan 9% terhadap produktifitas, kualitas telur dalam meningkatkan
produksi dan warna kuning telur.
Pada pemeliharaan ayam pedaging selama 5 minggu penelitian tidak
ditemukan adanya kematian pada ayam penelitian untuk semua perlakuan baik
kontrol maupun yang diberi lidah buaya. Tidak ditemukannya ayam yang mati
karena sistim manajemen yang digunakan selama penelitian cukup baik, seperti
pemberian vaksinasi ND dan IBD secara oral maupun suntikan, pemberian obat
anti stress serta didukung oleh lingkungan dan sistim kandang tertutup yang baik
sehingga temperatur dapat diatur sesuai dengan kebutuhan ayam penelitian.
Menurut Mugiyono (1991) dan Saptono (1995) menjelaskan bahwa
persentase karkas berhubungan erat dengan bobot badan akhir, pertumbuhan dan
kualitas pakan yang dikonsumsi. Pertumbuhan dan berat badan akhir semakin
meningkat, maka persentase karkas juga akan semakin meningkat pula. Dari hasil

penelitian (Lukitasari dkk,2007) menunjukkan bahwa penambahan gel lidah


buaya dalam pakan memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kolesterol
daging dada. Peran lidah buaya (Aloe vera) kini akan semakin dinikmati sebagai
tanaman yang berguna bagi ternak dan tidak hanya sebagai obat-obatan dan bahan
baku kosmetik. Tentunya dengan dosis atau takaran yang telah ditentukan akan
dapat meningkatkan performans dan kualitas karkas dari ayam broiler.
2.2.2

Pengaruh Lidah Buaya terhadap Telur Ayam


Pemberian antibiotik dan lidah buaya dalam ransum dapat meningkatkan

% HD berkisar dari 2-6% lebih tinggi. Dapat meningkatkan produksi telur dan
bobot telur sehingga menghasilkan konversi ransum yang lebih rendah atau lebih
efisien dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan yang mendapat lidah buaya 1,0
g/kg memberikan nilai terbaik dengan perbaikan konversi ransum 8,4% lebih
rendah (lebih efisien) dibandingkan dengan kontrol. (Bintang, et. al, 2005)

III
PEMBAHASAN

Jurnal kali ini membahas tentang Pengaruh Pemberian Bioaktif Lidah


Buaya (Aloe vera) dan Antrakinon terhadap Produktivitas Ayam Petelur. Lidah
buaya (Aloe vera) merupakan tanaman herba berduri pada sisi daun dan
mengandung cairan 99% pada bagian dalam daun (daging daun). Daging atau
gel lidah buaya mengandung zat bioaktif seperti antrakinon yang bersifat
bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri). Gel lidah buaya dapat
diekstrak dengan kloroform dan methanol untuk mendapatkan antrakinon. Zat
aktif ini bersifat sebagai anti-inflamasi, anti-alergi, agregasi platelet dan
penyembuh luka. Gel lidah buaya juga mengandung enzim, asam amino, vitamin
dan mineral (Pecere, et al., 1998).
Daging dari lidah buaya dipisahkan dengan kulitnya lalu dikeringkan, dan
akan didapatkan bioaktif lidah buaya dalam bentuk kering (LBK). Disamping itu
dibuat juga gel lidah buaya dalam bentuk semilikuid (SLLB) dengan cara
memisahkan gel dari kulit lidah buaya kemudian dihomogenkan menggunakan
blender dan dilanjutkan dengan proses evaporasi. Bioaktif lidah buaya dalam
bentuk kering (LBK) maupun dalam bentuk semilikuid (SLLB) dicampurkan
kedalam ransum pakan.
Salah satu cara yang umum untuk meningkatkan efisiensi produksi adalah
dengan menambahkan imbuhan dalam pakan seperti antibiotik namun akan
beresiko terhadap kesehatan manusia. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mellor
(2000) bahwa meskipun penggunaan antibiotik diijinkan secara legal sebagai
imbuhan pakan untuk unggas, perkembangan baru di negara maju mulai
mempertanyakan resiko penggunaan antibiotik terhadap kesehatan manusia. Oleh
karena itu perlu dicari bahan pengganti antibiotik yang dapat berfungsi sebagai
imbuhan pakan untuk meningkatkan efisiensi produksi dan aman bagi konsumen.
Seperti di Indonesia sudah banyak pemanfaatan sebagai obat tradisional untuk

manusia bahkan sudah digunakan untuk ternak. Hal ini membuktikan bahwa
tanaman (herbs) mengandung suatu zat berkhasiat atau bioaktif. Hal ini sesuai
dengan penyataan Gill (1999) bahwa bioaktif pada tamanan dapat berfungsi
sebagai antibakteri.
Lidah buaya mengandung antrakinon yang untuk dijadikan imbuhan pakan
alami. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anderson (1983) dan Heyne (1987) yang
menyatakan bahwa lidah buaya mengandung zatzat yang dapat memacu
metabolisme, seperti kelompok antrakuinon, berbagai mineral, vitamin, enzim dan
asam amino.

Rataan bobot hidup awal berkisar dari 1,55 1,56 kg dan rataan umur
pertama bertelur berkisar dari 133-136 hari. Rataan konsumsi ransum selama 9
bulan produksi pada penelitian ini berkisar dari 101-107 g ekor/hari. Jumlah
konsumsi ini lebih rendah dibandingkan dengan yang dilaporkan Pasaribu et al.
(2004) yaitu konsumsi ransum ayam petelur yang mendapat ransum mengandung
lidah buaya dan antrakinon selama 29 minggu produksi berkisar dari 109,1-113,7
g ekor/hari.
Persentase Hen Day selama 9 bulan produksi yang mendapat ransum
antibiotik maupun lidah buaya cenderung lebih tinggi dibandingkan kontrol
dengan peningkatan berkisar 2-6%. Persentase Hen Day dalam penelitian ini
berkisar dari 78,82-83,31% lebih tinggi dibandingkan dengan yang dilaporkan

Sinurat et al. (1996) dan Pasaribu et al. (2004) masing-masing 74,6-84,9 dan
72,28-77,35%.
Perlakuan yang mendapat lidah buaya tingkat tinggi 1,00 g/kg memiliki
bobot telur lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, tetapi ada kecenderungan
bobot telur yang mendapat ransum perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan
kontrol. Hal ini disebabkan gel lidah buaya mempunyai banyak senyawa aktif
seperti lignin, antrakinon, saponin, mineral, vitamin, asam amino dan enzim
(Suryowidodo, 1988)
Pada penelitian ini ayam dipelihara pada sistem baterai bukan sistem litter.
Pada pemeliharaan sistem baterai, kontaminasi mikroorganisme pengganggu lebih
sedikit dibandingkan dengan sistem litter sehingga antibiotik yang diberikan
kurang berfungsi, sebagai konsekuensinya belum menghasilkan perbedaan yang
nyata terhadap bobot telur dan produksi telur. Rataan bobot telur selama 9 bulan
produksi dalam penelitian ini berkisar dari 55,28-57,66 g/butir masih dalam
kisaran yang dilaporkan Sinurat et al. (1996) dan Pasaribu et al. (2004), yakni
masing-masing 55,1-57,6 dan 56,42-58,56 g/butir.
Rataan konversi ransum selama 9 bulan produksi yang mendapat ransum
antibiotik maupun lidah buaya (0,25; 0,50 dan 1,00 g/kg) lebih rendah atau lebih
efisien dengan perbaikan masing-masing 3,78; 3,36; 3,78 dan 8,40%
dibandingkan dengan kontrol. Perbaikan konversi ransum tertinggi terdapat pada
pemberian lidah buaya tingkat tinggi (1,00 g/kg). Hal ini disebabkan ransum yang
dikonsumsi lebih rendah diikuti bobot telur yang dihasilkan lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan masih ada
kecenderungan suatu perbaikan efisiensi pakan dengan adanya penambahan
antibiotik maupun lidah buaya (Sinurat et al., 2003). Faktor lain yang
menyebabkan perbaikan konversi pakan pada ayam akibat pemberian lidah buaya
diduga karena adanya senyawa bioaktif. Salah satu dari senyawa ini adalah
antrakinon, suatu senyawa yang larut di dalam khlorofom, yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri patogen di dalam usus. Hal ini ditunjang hasil
penelitian yang dilakukan secara in vitro, dimana ekstrak klorofom dari gel lidah

buaya mempunyai pengaruh menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan


Salmonella (Purwadaria et al., 2001).
Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang telah dilaporkan
Bintang et al. (2001); Sinurat et al. (2002) dan Sinurat et al. (2003) bahwa
mekanisme perbaikan efisiensi penggunaan ransum dengan pemberian bioaktif
tidak melalui peningkatan pertumbuhan seperti pada umumnya dengan growth
promoter lainnya. Dilaporkan juga bahwa gel lidah buaya dapat memperbaiki
efisiensi penggunaan ransum masing-masing 10,55; 8,42 dan 3,47%. Peningkatan
konversi ransum dalam penelitian ini masih dalam kisaran tersebut. Penggunaan
antibiotik menghasilkan perbaikan konversi ransum 3,78% dibandingkan dengan
kontrol, meskipun penggunaan antibiotik dapat memperbaiki konversi ransum,
penggunaannya mulai kurang disukai karena adanya kekhawatiran dapat
membahayakan konsumen sebagai akibat residu pada produk yang dihasilkan
apabila digunakan secara berlebihan. Sinurat et al. (2003) melaporkan bahwa
konversi ransum terbaik diperoleh pada perlakuan pemberian antibiotik dan lidah
buaya kering 0,50 g/kg + temulawak 0,50 g/kg ransum dengan nilai masingmasing 8% lebih baik daripada kontrol dan hasil tersebut mendekati hasil pada
penelitian ini. Sinurat et al. (1996) dan Pasaribu et al. (2004) melaporkan nilai
konversi ransum ayam petelur masingmasing berkisar (2,47-2,67) dan (2,70-3,20)
lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian ini yakni berkisar 2,18-2,38.
Perbedaan nilai konversi ransum tersebut disebabkan perbedaan ransum yang
dikonsumsi.
Penambahan antibiotik dan bioaktif lidah buaya dalam ransum selama 9
bulan produksi dapat meningkatkan produksi telur dan bobot telur sehingga
menghasilkan konversi ransum yang lebih rendah atau lebih efisien dibandingkan
dengan kontrol.
Daun lidah buaya juga dapat dimanfaatkan sebagai penghambat bakteri
Staphylococcus aureus yaitu bakteri yang dapat menjadi penyebab infeksi baik
pada manusia maupun pada hewan. Bakteri Staphylococcus aureus ini dapat
membuat enterotoksin yang dapat menyebabkan keracunan makanan. Bakteri ini

dapat di isolasi dari bahan-bahan klinik, makanan dan dari lingkungan (Sujudi,
2011). Sifat autogenetik yang terdapat pada bakteri Staphylococcus aureus dan
kandungan anti bakteri pada daun lidah buaya (Aloe vera).
Hasil analisis menunjukkan bahwa daun lidah buaya memberikan
pengaruh

yang

sangat

signifikan

terhadap

penghambatan

pertumbuhan

Staphylococcus aureus pada 3 perlakuan dengan menggunakan konsentrasi yang


berbeda (25%, 30% dan 35%) menunjukkan daya hambat sebesar 1,36 mm, 1,6
mm, dan 0,94 mm. Hal ini disebabkan kandungan daun lidah buaya mengandung
kompleks antrakurnonealoin, antara lain aloemodin, aloin, barbaloin yang
berfungsi sebagai senyawa anti bakteri. Selain itu, terkandung zat saponin yang
bersifat antiseptik. Senyawa kurnonealoin dapat menyebabkan protein bakteri
menjadi inaktif dan kehilangan fungsinya, sedangkan saponin dapat melarutkan
lipid pada membran sel bakteri akibatnya dapat menurunkan tegangan lipid,
permeabilitas sel berubah, fungsi sel bakteri menjadi tidak normal, dan sel bakteri
lisis dan mati. Namun pada konsentrasi 0% menunjukkan tidak adanya
penghambatan pada pertumbuhan bakteri, hal ini disebabkan gel atau lendir dan
kandungan anti bakteri pada ekstrak daun lidah buaya dapat diekstrasikan dengan
menggunakan pelarut aquades steril.
Bioaktif antrakinon akan mempengaruhi :
1

Konsumsi Pakan
Pemberian bioaktif lidah buaya P>0,05 dalam bentuk kering tidak
menunjukkan adanya perubahan terhadap konsumsi pakan. Hal ini menunjukkan
bahwa lidah buaya mungkin mengandung zat kimia lain selain antrakinon yang

dapat menekan konsumsi pakan.


Konversi Pakan
Nilai konversi pakan tidak dipengaruhi oleh pemberian antrakinon tetapi
pada penelitian lain mengungkapkan bahwa konversi pakan bisa berubah dengan
penambahan bioaktif ZnB bukan dengan penambahan bioaktif antrakinon. Hal ini
bisa terjadi karena kemungkinan adanya interaksi antara nutrisi dengan ZnB

sehingga bisa mengakibatkan bioresponnya tidak selalu konsisten.


Mortalitas

Mortalitas ayam selama penelitian adalah 1,6 % dari seluruh jumlah ayam.
Kematian terdapat pada control, perlakuan antibiotika, perlakuan LBK 0,5, tetapi
4

kematian pada ayam tidak dipengaruhi oleh perlakuan.


Produksi Telur
Produksi telur tidak nyata (P>0,05) dipengaruhi oleh perlakuan. Ini berarti
pemberian imbuhan pakan antibiotika, bioaktif lidah buaya maupun antrakinon
dapat meningkatkan laju pertumbuhan dan produksi telur tetapi tidak banyak

mempengaruhi produksi telur.


Bobot Telur
Bobot telur nyata (P<0,05) dipengaruhi oleh perlakuan. Bobot telur
terberat terlihat pada perlakuan antrakinon 1,0 (57,8 g) dan teringan pada
perlakuan SLLB 0,5 (55,9 g). Analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan
antrakinon 1,0 nyata (P<0,05) menghasilkan telur yang lebih berat dibandingkan
dengan kontrol, LBK 1,0, SLLB 0,5, SLLB 1,0 dan antrakinon 0,5. Hal ini diduga
bahwa zat yang dibutuhkan dalam proses pembentukan telur lebih tersedia dalam
perlakuan antrakinon 1,0 dibandingkan dengan perlakuan LBK 1,0. SLLB 0,5 dan

1,0, antrakinon 0,5 dan kontrol.


Indeks Warna Kuning Telur
Kualitas telur yang dihasilkan diukur 2 kali selama penelitian. Indeks
warna kuning telur sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh perlakuan. Bila dilihat
dari indeks rata-rata warna kuning telur, maka perlakuan antrakinon 0,5 nyata
(P<0,05) menunjukkan indeks warna yang lebih baik dibandingkan dengan
perlakuan lainnya. Perlakuan antibiotika dan kontrol nyata (P<0,05) menghasilkan
warna kuning telur yang lebih rendah dari perlakuan antrakinon 0,5 dan 1,0,
SLLB 0,5 dan 1,0, dan LBK 0,5. Demikian pula perlakuan antrakinon 0,5 nyata
(P<0,05) menunjukkan indeks warna kuning telur yang lebih baik dari perlakuan
SLLB 0,5 dan LBK 0,5, sedangkan perlakuan antrakinon 1,0 tidak nyata (P>0,05)
berbeda dengan perlakuan SLLB 1,0 dan LBK 1,0 dalam mempengaruhi indeks
warna kuning telur. Rendahnya indeks warna kuning telur pada perlakuan
merupakan indikasi kurangnya derivate karotin dalam ransum seperti zeaxantin,

lutein, dan cupxantin.


Haugh Unit (HU)

Indeks kekentalan putih telur (HU) tidak nyata (P>0,05) dipengaruhi oleh
perlakuan. Dengan demikian imbuhan pakan berupa antibiotika, antrakinon atau
8

bioaktif lidah buaya tidak berpengaruh terhadap indeks kekentalan putih telur.
Tebal dan Bobot Kerabang
Tebal kerabang tidak dipengaruhi oleh perlakuan, kecuali perlakuan
antrakinon 0,5 bahwa perlakuan antrakinon 0,5 nyata (P<0,05) lebih tipis
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Tebal kerabang mempunyai hubungan
yang positif dengan bobot kerabang (Essary et al., 1977), maka semakin tebal
kerabang telur semakin baik untuk mencegah terjadinya pecah telur (Sinurat et al.,
1994). Pada penelitian ini perlakuan sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi bobot
kerabang telur. Perlakuan antrakinon 1,0 sangat nyata (P<0,01) menghasilkan
bobot kerabang yang lebih berat daripada perlakuan SLLB 0,5, kontrol,
antibiotika dan antrakinon 0,5, tetapi tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan

perlakuan SLLB 1,0; LBK 1,0 dan LBK 0,5.


Bobot Kuning Telur
Bobot kuning telur sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh perlakuan.
Perlakuan antibiotika nyata (P<0,05) lebih rendah mempengaruhi kuning telur bila
dibandingkan dengan perlakuan SLLB 0,5 dan SLLB 1,0. Sedangkan pemberian
antibiotika pada ransum tidak mempunyai pengaruh terhadap bobot kuning telur
jika dibandingkan dengan kontrol. Oleh karena itu, pemberian lidah buaya dalam
bentuk kering atau semilikuid pada konsentrasi 0,5 atau 1,0 g/kg ransum lebih
dianjurkan

daripada

pemberian

antrakinon

1,0

atau

antibiotika

dalam

mempertahankan bobot kuning telur. Hal ini dikarenakan pemberian zat bioaktif
alami (seperti yang terdapat dalam lidah buaya) pada ayam petelur lebih aman
untuk dikonsumsi daripada antibiotika atau bioaktif buatan seperti antrakinon.
Tabel Kualitas Telur Ayam Akibat Pemberian Zat Bioaktif Lidah Buaya atau
Antrakinon
Perlakuan
Kontrol (K)

Indeks
Warna
Yolk
5,14

Haugh
Unit
94,73

Bobot
Kuning
Telur (g)
13,26

Tebal
Kerabang
(mm)
0,42

Bobot
Keraban
g (g)
6,19

K+AB
K+LBK 0,5
K+LBK 1,0
K+SLLB 0,5
K+SLLB 1,0
K+Antrakinon 0,5
K+Antrakinon 1,0
Taraf nyata

5,24
5,63
5,54
5,65
5,63
6,44
5,66
0,0001

96,01
95,04
92,76
93,87
93,11
94,07
94,41
0,121

13,64
14,21
14,09
14,25
14,15
13,88
14,52
0,0001

0,42
0,42
0,42
0,42
0,42
0,38
0,42
0,001

5,97
6,61
6,46
6,36
6,57
5,68
6,78
0,0001

IV
KESIMPULAN
1.

Konsumsi pakan, produksi telur, haugh unit, konversi pakan, mortalitas


tidak nyata dipengaruhi oleh perlak0uan. Sedangkan indeks dan bobot

2.

kuning telur, tebal kerabang dipengaruhi oleh perlakuan.


Lidah buaya mengandung antrakinon yang untuk dijadikan imbuhan pakan
alami. Lidah buaya mengandung zatzat yang dapat memacu metabolisme,
seperti kelompok antrakuinon, berbagai mineral, vitamin, enzim dan asam
amino.

DAFTAR PUSTAKA
Bintang, I.A.K., A.P. Sinurat, T. Purwadaria, M.H. Togatorop, J. Rosida, H. Hamid
Dan Saulina. 2001. Pengaruh Pemberian Bioaktif dalam Lidah Buaya
(Aloe vera) terhadap Penampilan Ayam Broiler. Pros. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor.17-18 September 2001.
Puslitbang Peternakan Bogor. hlm. 574-581.
Essary, E.O., B.W. Sheldon And S.L. Crews. 1977. Relationship between Shell
and Membrane Strength and other Egg Shell Characteristic. Poult. Sci. 56:
1882-1888. Gill, C. 1999. More Science Behind Botanicals: Herbs and
plant extract as growth enhancers. Feed Intern. 20: 20- 23.
Furnawanthi, I. 2002. Khasiat dan Manfaat Lidah Buaya Si Tanaman Ajaib.
Edisi I PT Agro Media Pustaka. Jakarta.
Kamal, M. 1992. Pakan Ternak Non Ruminansia. Jurusan Nutrisi dan Makanan
Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Mellor, S. 2000. Alternative to Antibiotics. Feed Mix. Special Edition. Nopember
2000. hlm. 6-8.
Murtidjo, B. A. 2006. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius. Yogyakarta.
Pasaribu, T., A.P. Sinurat, T. Purwadaria, S. Sitompul, J. Rosida Dan S.I.W.
Rakhmani. 2004. Pengaruh Pemberian Bioaktif Lidah Buaya (Aloe Vera)
Dan Antrakinon terhadap Produksi Ayam Petelur. Pros. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 4-5 Agustus 2004. Puslibang
Peternakan, Bogor. hlm. 486-490.
Pecere, T., M.V. Gazzola, C.C. Mucignat, C. Parolin, F.D. Vecchia, A. Cavaggioni,
G. Basso, A. Diaspro, B. Salvato, M. Carli And G. PALU. 1998. Aloe-emodin
is a New Type of Anticancer Agent with Selective Activity against
Neuroectodermal Tumors. Int. J. Tissue React. 20(4): 115-118.
Purbaya, Y. T. 2003. Mengenal dan Memanfaatkan Khasiat Aloe vera. CV
Pioner Jaya. Bandung.
Rakhmani. 2004. Profil Kandungan Total Fenol dan Emodin Gel Lidah Buaya
Yang Diawetkan. Jurnal Ilmu dan Veteriner Edisi Agustus Volume 9 No
3 Balai Penelitian Ternak. Bogor
Rasyaf, M. 1999. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan Keemp[at Belas.

Penebar Swadaya. Jakarta.


Rasyaf, M. 2003. Makanan Ayam Broiler. Edisi 7. Kanisius Yogyakarta.
Sinurat, A.P., B. Setiadi, A.R. Setioko, A. Lasmini Dan A. Habibie. 1994.
Pengaruh Kadar Kalsium dalam Ransum terhadap Produksi dan Kualitas
Telur Itik Tegal. Pros. Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan.
Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor. hlm. 587-591.
Sinurat, A.P., R. Dharsana, T. Pasaribu, T. Panggabean Dan A. Habibie. 1996.
Penggunaan Batuan Fosfat (Natural Deflourinated Calcium Phospate atau
NDCP) sebagai Pengganti dicalcium Phosphate dalam Ransum Ayam
Petelur. JITV 2: 102-109.
Sinurat, A.P., T. Purwadaria, M.H. Togatorop, T. Pasaribu, I.A.K. Bintang, S.
Sitompul Dan J. Rosida. 2002. Respon Ayam Pedaging terhadap
Penambahan Bioaktif Tanaman Lidah Buaya dalam Ransum: Pengaruh
berbagai Bentuk dan Dosis Bioaktif dalam Tanaman Lidah Buaya terhadap
Performans Ayam Pedaging. JITV 7: 89-75.
Sinurat, A.P., T. Purwadaria, M.H. Togatorop Dan T. Pasaribu. 2003. Pemanfaatan
Bioaktif Tanaman sebagai Feed Additive pada Ternak Unggas: Pengaruh
Pemberian gel Lidah Buaya atau Ekstraknya dalam Ransum terhadap
Penampilan Ayam Broiler. JITV 8: 139-145.
Sinurat, A.P., T. Purwadaria, T. Pasaribu, S.I.W Rakhmani, J. Dharma, J. Rosida,
S. Sitompul Dan Ujianto. 2004. Efektifitas Bioaktif Lidah Buaya Sebagai
Imbuhan Pakan Untuk Ayam Broiler Yang Dipelihara Di Atas Litter. JITV 9:
145-150.
Suryowidodo CW. 1988. Lidah Buaya (Aloe vera Linn) Sebagai Bahan Baku
Industri. Warta Hasil Industri Pertanian. 5(2) : 6671.

Anda mungkin juga menyukai