Anda di halaman 1dari 11

Sejarah Candi Sewu

Beberapa ahli purbakala memperkirakan bahwa Candi Sewu dibangun pada abad ke-8
Masehi atas perintah dari Rakai Panangkaran, yang pada saat itu adalah raja dari Kerajaan
Mataram Kuno sekitar tahun 746 784 Masehi. Kemudian pada saat Pemerintahan Kerajaan
Mataram Kuno Berpindah pada Rakai Pikatan, pembangunan kompleks candi ini pun
dilanjutkannya.

Para ahli purbakala pun memperkirakan bahwa pembangunan Candi Sewu ini selesai pada tahun
1098 Masehi. Rakai Pikatan sendiri adalah seorang pangeran dari Wangsa Sanjaya yang menikah
dengan Ratu Pramodhawardhani, putri dari Raja Samaratungga yang berasal dari Wangsa
Syailendra.Diperkirakan pada zaman dahulu, kompleks Candi Sewu merupakan pusat kegiatan
agama Buddha dan berfungsi sebagai sebuah kerajaan. Hal ini didasarkan pada wilayah
kompleks candi yang cukup luas dan juga kemegahan yang dimiliki Candi Sewu.
Keberadaan Candi Sewu yang berdiri tidak jauh dari bangunan Candi Prambanan yang
bersifat Hindu ini juga menjadi sebuah indikasi bahwa pada zaman itu sudah ada toleransi
beragama yang terjalin dengan baik. Pada saat itu, meskipun raja dari Kerajaan Mataram Kuno
menganut agama Hindu, namun banyak dari rakyatnya yang tetap menganut agama sebelumnya,
yaitu Buddha.Pada tahun 1960 ditemukan prasasti yang terpahat pada sebuah batu andesit pada
salah satu candi perwara yang berangka tahun 792 Masehi. Prasasti tersebut ditulis dengan
bahasa Melayu Kuno dan dikenal sebagai Prasasti Manjusrigrha.Isi prasasti tersebut
menceritakan adannya usaha dalam penyempurnaan prasada (candi/ kuil) yang bernama
Wajrasana Manjusrigrha pada tahun 714 Saka (792 Masehi). Pada sebuah prasasti yang
ditemukan di dekat Candi Lumbung, Prasasti Kelurak (782 Masehi) juga menyebutkan nama
candi ini adalah Manjusrigrha.

Kata Manjusrigrha sendiri memiliki arti sebagai Rumah Manjusri dan dalam ajaran
Buddha Manjusri merupakan salah satu Boddhisatva. Dari kedua buah prasasti ini menunjukkan
bahwa sebenarnya nama dari Candi Sewu adalah Prasada Vajrasana Manjusrigrha.Pada saat
terjadi gempa di daerah Yogyakarta bagian selatan pada bulan Mei 2006 candi ini mengalami
kerusakan yang cukup berat. Terutama pada candi utama yang mengalami kerusakan terparah
dan struktur bangunan candi menjadi rusak berat.Untuk menyelamatkan candi utama dari
pencurian, candi ini pun ditutup dan tidak boleh dimasuki oleh pengunjung Candi Sewu.
Meskipun, saat itu sudah dibuka kembali untuk wisata dan ziarah. Akibat gempa tersebut candi
utama mengalami retakan di antara sambungan batu-batunya. Beberapa pecahan batuannya pun
ada yang berserakan di atas tanah.Untuk menyelamatkan bangunan candi dari keruntuhan pada

keempat sudut bangunan candi dipasangkan kerangka besi yang berfungsi sebagai penyangga
tubuh candi. Pada saat ini candi utama sudah selesai dipugar dan kerangka besi penyangganya
pun sudah dilepas, sehingga pengunjung candi sudah diperbolehkan untuk masuk ke dalam
ruangan candi utama dari kompleks Candi Sewu ini.

Gambaran Bangunan Candi Sewu


Penamaan Candi Sewu yang secara etimologi berasal dari bahasa Jawa memiliki arti
candi seribu. Dari nama tersebut bukan berarti jumlah sebenarnya seribu buah, penamaan
tersebut didasarkan pada jumlah gugusan candi candinya yang cukup banyak.Candi Sewu terdiri
atas candi besar sebagai pusatnya (candi utama) yang dikelilingi oleh sekitar dua ratus lima
puluh buah candi perwara yang tersusun dalam empat baris. Antara baris kedua dan ketiga
terdapat lima buah candi yang lebih besar, tetapi sudah rusak.

Pada tiap sisi dan tengah-tengahnya terdapat pintu gerbang sebagai jalan masuk pelataran
candi. Untuk menuju pelataran luar kompleks candi ini ada 4 buah pintu gerbang yang berada
pada sisi timur, selatan, barat, dan utara. Pada tiap-tiap pintu gerbang ini dijaga oleh sepasang
Dwarapala yang berhadap-dahapan.Untuk menuju pelataran dalam terdapat empat buah pintu
gerbang yang menghubungkan pelataran luar dan pelataran dalam. Tiap-tiap gerbang tersebut
juga dijaga oleh sepasang arca yang sama seperti yang ada di gerbang luar, yaitu arca
Dwarapala.Arca-arca Dwarapala tersebut terbuat dari batu dan berada di atas lapik persegi
setinggi 1,2 meter dan tinggi arca ini sendiri sekitar 2,3 meter. Arca ini berada pada posisi salah
satu kakinya ditekuk dan satunya berlutut dan salah satu tangannya sedang memegang gada.

Candi Utama
Candi utama dari kompleks Candi Sewu ini berbentuk persegi empat dengan sudut-sudut yang
menonjol keluar atau lebih mirip bentuk poligon berjumlah 20 dan memiliki diameter sepanjang
29 meter. Bangunan candi utama ini memiliki tinggi 30 meter dan memiliki 9 atap yang pada
setiap puncaknya terdapat stupa.

Tubuh candi utama berdiri di atas batur dengan ketinggian 2,5 meter pada sebuah pelataran
seluas 40 m2 dan dikelilingi pagar batu yang tersusun setinggi 0,85 meter. Candi utama
menghadap ke arah timur dengan sebuah pintu masuk yang pada sisi kiri dan kanan ambang
pintunya dihiasi kepala naga dengan mulut yang terbuka lebar.
Dari pintu ini, pengunjung dapat masuk ke kamar tengah yang merupakan kamar terbesar. Candi
utama dari Candi Sewu terbuat dari batu andesit, namun pada ruangan dalam tubuh candi
dinding-dindingnya terbuat dari susunan batu bata merah. Ruangan dalam tubuh candi
membentuk sebuah kubus yang terdapat sebuah asana di dalamnya.

Terdapat tiga buah kamar lain di dalam candi utama yang tidak berhubungan dengan kamar
tengah, karena masing-masing kamar mempunyai pintu yang dapat dicapai dengan tangga batu
selebar 2 meter. Pintu-pintu tersebut menghadap ke arah selatan, barat dan utara.Pada pangkal
pipi tangga batu terdapat hiasan Makara dan kepala naga dengan mulut yang terbuka dan ada
arca budha di dalamnya. Sedangkan dinding luar pipi tangga berhias hasil pahatan gambar
raksasa Kalpawreksa. Atap-atap kamar itu dibangun rendah. Hanya pada kamar tengah atapnya
lebih tinggi menjulang ke atas. Kaki candi utama memiliki hiasan dengan motif bunga.

Candi Apit dan Candi Perwara


Semua bangunan candi perwara dan candi apit berada di pelataran luar kompleks Candi Sewu.
Pada masing-masing sisi pelataran luar berdiri bangunan candi apit di antara candi utama dengan
deretan dalam candi perwara. Setiap jalan menuju candi utama akan membelah pelataran luar
dan dalam dan pada sisi jalan akan terdapat candi apit yang saling berhadapan mengapit jalan
tersebut.

Candi apit memiliki batur batu setinggi satu meter. Untuk mencapai ke selasar candi terdapat
tangga. Di depan ujung tangga terdapat pintu candi dengan ambang pintu yang berhias reliefrelief. Pada dinding-dinding tubuh candi apit terdapat pahatan yang menggambarkan beberapa
sosok pria berbusana kebesaran seperti sosok dewa yang sedang berdiri dan tangannya sedang
memegang setangkai teratai. Atap candi apit berbentuk stupa dan pangkalnya terdapat deretan
stupa.

Candi perwara berdiri pada sisi terluar kompleks Candi Sewu. Deretan candi perwara
mengelilingi candi utama dan candi-candi apit. Terdapat empat deretan candi perwara, deretan
pertama dari luar terdapat 88 bangunan candi perwara, deret kedua 80 bangunan candi, deret
ketiga 44 bangunan dan deret keempat (terdalam) berdiri 28 bangunan candi perwara.
Candi-candi perwara tersebut menghadap ke luar, kecuali candi-candi yang berada pada deret
kedua. Candi-candi perwara pada deret kedua menghadap ke dalam. Pada saat ini, bentuk dari
candi-candi perwara di pelataran Candi Sewu nampak sudah tidak sempurna lagi, karena banyak
yang sudah rusak dan beberapa hanya tersisa reruntuhannya saja.
Sejarah Candi Prambanan, Dinasti Wangsa Sanjaya sebagai Pendiri Candi Prambanan
Jika candi Borobudur didirikan oleh Wangsa Syailendra, maka menurut para ahli
berdasarkan sejarah Candi Prambanan dibangun oleh Wangsa Sanjaya, sebuah dinasti yang
kemunculannya mengakhiri kejayaan Dinasti Wangsa Syailendra. Berdasarkan sejarah Candi
Prambanan, tokoh yang berjasa dalam pembangunan candi ini adalah Rakai Pikatan yang juga
merupakan menantu dari Raja Samaratungga dari Dinasti Wangsa Syailendra.

Dalam sejarah Candi Prambanan istilah Wangsa Sanjaya diperkenalkan kali pertama oleh
sejarahwan yatiu Dr. Bosch dalam salah satu karangannya yang berjudul Sriwijaya, de
Sailendrawamsa en de Sanjayawamsa (1952). Di dalam karyanya itu, Bosch menyebutkan
tentang adanya dua dinasti yang berkuasa di Kerajaan Medang, yaitu Dinasti Syailendra.
Menurut Bosch, istilah Wangsa Sanjaya sendiri juga merujuk pada nama pendiri Kerajaan
Medang, yaitu Sanjaya yang memerintah sekitar tahun 732.
Berbeda dengan Dinasti Syailendra yang menganut agama Budha Mahayana, Dinasti
Sanjaya menganut agama Hindu aliran Siwa, dan berkiblat ke Kunjara dari di daerah India. Ibu
sanjaya bernama Sanaha dan termasuk cucu Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga di Jepara.
Sementara ayahnya bernama Sena/Senna/Bratasenawa yang tidak lain adalah putra Raja
Mandiminak, raja galuh kedua (702-709 Masehi). Sehingga Sanjaya menjadi penerus Kerajaan
galuh yang sah.Wangsa Sanjaya membangun hubungan kekeluargaan dengan Wangsa Syailendra
melalui hubungan pernikahan antar Pramordawardhani, putri Raja Samaratungga (Penguasa
Dinasti Syailendra) dengan Rakai Pikatan, salah seorang keturunan Sanjaya pada tahun 840
Masehi.

Sejarah Candi Prambanan dimulai dari keinginan Raja Pikatan untuk menunjukkan
pengaruhnya. Sehingga kemudian Raja Pikatan dan Balitung yang menganut agama Hindu
mendirikan Candi Prambanan pada tahun 850 Masehi. Di dalam Prasasti wantil dan Prasasti
Siwagreha yang dikeluarkan pada tanggal 11 November 856 disebutkan tentang pendirian
Mamratipura dan juga bangunan suci Siwagreha, yang diterjemahkan sebagai Candi Siwa.
Berdasarkan ciri-ciri yang digabarkan dalam prasasti, maka Candi Siwa sangat identik dengan

gambaran yang ada dalam prasasti tersebut.Sekarang kita tahu bahwa candi Prambanan
merupakan kompleks candi Hindu terbesar di Asia Tenggara. Namun, kejayaan Hindu bersama
didirikannya bangunan sejarah candi prambanan itu tidak berlangsung lama. Sebab, menurut
sejarah Candi Prambanan sudah tidak difungsikan lagi sejak tahun 928. Hal ini terjadi karena
adanya perpindahan istana Kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Alasan
perpindahan ini diduga karena akibat letusan Gunung Merapi atau mendapat serangan dari
Sriwijaya.
Sejarah Candi Prambanan Menurut Legenda
Menurut legenda yang beredar di masyarakat, sejarah candi prambanan dibangun oleh
Bandung Bondowoso sebagai syarat lamaran yang diajukan oleh Roro Jonggrang. Dahulu di
Jawa Tengah terdapat dua kerajaan yang bertetangga, yaitu Kerajaan Pengging dan kerajaan
Baka.Kerajaan Pengging merupakan kerajaan yang sangat subur dan makmur yang dipimpin
oleh Prabu Damar Maya, sosok seorang raja yang sangat bijaksana. Prabu Damar Maya memiliki
putra bernama Raden Bandung Bondowoso, seorang kesatria yang sakti dan gagah perkasa.

Sementara itu, kerajaan Baka dipimpin oleh Prabu Baka, seorang yang dikenal kejam,
buas, dan pemakan manusia. Dalam menjalankan pemerintahannya, Prabu Baka dibantu oleh
seorang Patih bernama Patih Gupala yang tidak lain juga seorang raksasa. Prabu Baka memiliki
seorang putri yang sangat cantik. Putri tersebut bernama Roro Jonggrang. Karena memilki
keinginan untuk memperluas daerah kekuasaannya, maka Prabu Baka berhasrat merebut
Kerajaan Pengging.Prabu Baka beserta bala tentaranya berangkat menyerbu Kerajaan Pengging.
Pertempuran dua kerajaan yang berbeda sosok pemimpinnya itu berlangsung hebat. Untuk dapat
mengalahkan bala tentara Kerajaan Baka, maka Prabu Damar Maya mengirim putranya,
Pangeran Bandung Bondowoso untuk bertempur melawan Prabu Baka.
Dikisahkan pula bahwa pertempuran antara keduanya berlangsung begitu hebat. Namun,
berkat kesaktian Bandung Bondowoso, akhirnya Prabu Baka berhasil dikalahkan dan dibunuh.
Mendengar Prabu Baka tewas, Patih Gupala pun melarikan diri dan kembali ke Kerajaan Baka.
Mengetahui hal itu Pangeran Bandung Bondowoso pun mengejarnya. Dan pada saat itulah dia
melihat Putri Roro Jonggrang yang cantik dan dia pun terpikat.Tidak lama kemudian, Bandung
Bondowoso melamar Roro Jonggrang untuk menjadikannya istri. Roro Jonggrang pun
mengajukan syarat yang sangat mustahil untuk dilakukan. Syarat pertama ia meminta dibuatkan
sumur yang dinamakan sumur Jalatunda.
Syarat kedua ia meminta untuk dibangunkan seribu candi dan harus selesai dalam waktu
semalam. Dengan kesaktian yang dimilikinya dan bantuan para jin, Bandung Bondowoso pun
berhasil menyelesaikan sembilan ratus sembilan puluh sembilan candi. Mendengar kabar
tersebut Roro Jonggrang berusaha menggagalkan dengan membangunkan para dayang-dayang
istana dan perempuan-perempuan desa untuk menumbuk padi dan juga membakar jerami di sisi
timur, sehingga para jin mengira pagi telah tiba. Para jin pun pergi karena hari telah pagi,
sehingga Bandung Bondowoso gagal memenuhi syarat yang diajukan Roro
Jonggrang.Mengetahui semua itu adalah hasil rekayasa Roro Jonggrang Bandung Bondowoso
pun marah dan murka seketika. Sehingga kemudian dia mengutuk Roro Jonggrang menjadi batu

dan menjadi arca menggenapi candi terakhir. Demikianlah sejarah Candi Prambanan berdasarkan
legenda yang beredar di masyarakat.

Sejarah Candi Borobudur Singkat. Borobudur adalah sebuah candi Buddha yang terletak di
Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di
sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut
Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana
sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Borobudur adalah
candi atau kuil Buddha terbesar di dunia,sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di
dunia.

Foto Candi Borobudur


Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga
pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504
arca Buddha. Borobudur memiliki koleksi relief Buddha terlengkap dan terbanyak di dunia.Stupa
utama terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan
melingkar 72 stupa berlubang yang di dalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila
dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda
dharma).
Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk
memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia
beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha.
Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari
bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga
tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kmadhtu (ranah hawa
nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam
perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan menyaksikan
tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan.
Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring melemahnya
pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai masuknya pengaruh Islam. Dunia
mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan 1814 oleh Sir Thomas Stamford
Raffles, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak saat itu
Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran. Proyek
pemugaran terbesar digelar pada kurun 1975 hingga 1982 atas upaya Pemerintah Republik
Indonesia dan UNESCO, kemudian situs bersejarah ini masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia.

Sejarah Candi Borobudur

Foto salah satu patung di Candi Borobudur


Borobudur dibangun sekitar tahun 800 Masehi atau abad ke-9. Candi Borobudur
dibangun oleh para penganut agama Buddha Mahayana pada masa pemerintahan Wangsa
Syailendra. Candi ini dibangun pada masa kejayaan dinasti Syailendra. Pendiri Candi Borobudur
yaitu Raja Samaratungga yang berasal dari wangsa atau dinasti Syailendra. Kemungkinan candi
ini dibangun sekitar tahun 824 M dan selesai sekitar menjelang tahun 900-an Masehi pada masa
pemerintahan Ratu Pramudawardhani yang adalah putri dari Samaratungga. Sedangkan arsitek
yang berjasa membangun candi ini menurut kisah turun-temurun bernama Gunadharma.
Candi Borobudur
Kata Borobudur sendiri berdasarkan bukti tertulis pertama yang ditulis oleh Sir Thomas
Stamford Raffles, Gubernur Jendral Britania Raya di Jawa, yang memberi nama candi ini. Tidak
ada bukti tertulis yang lebih tua yang memberi nama Borobudur pada candi ini. Satu-satunya
dokumen tertua yang menunjukkan keberadaan candi ini adalah kitab Nagarakretagama, yang
ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365. Di kitab tersebut ditulis bahwa candi ini digunakan
sebagai tempat meditasi penganut Buddha.
Arti nama Borobudur yaitu "biara di perbukitan", yang berasal dari kata "bara" (candi atau biara)
dan "beduhur" (perbukitan atau tempat tinggi) dalam bahasa Sansekerta. Karena itu, sesuai
dengan arti nama Borobudur, maka tempat ini sejak dahulu digunakan sebagai tempat ibadat
penganut Buddha.
Candi ini selama berabad-abad tidak lagi digunakan. Kemudian karena letusan gunung
berapi, sebagian besar bangunan Candi Borobudur tertutup tanah vulkanik. Selain itu, bangunan
juga tertutup berbagai pepohonan dan semak belukar selama berabad-abad. Kemudian bangunan
candi ini mulai terlupakan pada zaman Islam masuk ke Indonesia sekitar abad ke-15.
Pada tahun 1814 saat Inggris menduduki Indonesia, Sir Thomas Stamford Raffles mendengar
adanya penemuan benda purbakala berukuran raksasa di desa Bumisegoro daerah Magelang.
Karena minatnya yang besar terhadap sejarah Jawa, maka Raffles segera memerintahkan H.C.
Cornelius, seorang insinyur Belanda, untuk menyelidiki lokasi penemuan yang saat itu berupa
bukit yang dipenuhi semak belukar.
Cornelius dibantu oleh sekitar 200 pria menebang pepohonan dan menyingkirkan semak
belukar yang menutupi bangunan raksasa tersebut. Karena mempertimbangkan bangunan yang
sudah rapuh dan bisa runtuh, maka Cornelius melaporkan kepada Raffles penemuan tersebut
termasuk beberapa gambar. Karena penemuan itu, Raffles mendapat penghargaan sebagai orang
yang memulai pemugaran Candi Borobudur dan mendapat perhatian dunia. Pada tahun 1835,
seluruh area candi sudah berhasil digali. Candi ini terus dipugar pada masa penjajahan Belanda.
Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1956, pemerintah Indonesia meminta bantuan UNESCO
untuk meneliti kerusakan Borobudur. Lalu pada tahun 1963, keluar keputusan resmi pemerintah
Indonesia untuk melakukan pemugaran Candi Borobudur dengan bantuan dari UNESCO.
Namun pemugaran ini baru benar-benar mulai dilakukan pada tanggal 10 Agustus 1973. Proses
pemugaran baru selesai pada tahun 1984. Sejak tahun 1991, Candi Borobudur ditetapkan sebagai
World Heritage Site atau Warisan Dunia oleh UNESCO.

Tahapan pembangunan Borobudur

Para ahli arkeologi menduga bahwa rancangan awal Borobudur adalah stupa tunggal
yang sangat besar memahkotai puncaknya. Diduga massa stupa raksasa yang luar biasa besar dan
berat ini membahayakan tubuh dan kaki candi sehingga arsitek perancang Borobudur
memutuskan untuk membongkar stupa raksasa ini dan diganti menjadi tiga barisan stupa kecil
dan satu stupa induk seperti sekarang. Berikut adalah perkiraan tahapan pembangunan
Borobudur:
1. Tahap pertama
Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti (diperkirakan kurun 750 dan 850 M).
Borobudur dibangun di atas bukit alami, bagian atas bukit diratakan dan pelataran datar
diperluas. Sesungguhnya Borobudur tidak seluruhnya terbuat dari batu andesit, bagian bukit
tanah dipadatkan dan ditutup struktur batu sehingga menyerupai cangkang yang membungkus
bukit tanah. Sisa bagian bukit ditutup struktur batu lapis demi lapis. Pada awalnya dibangun tata
susun bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak, tetapi kemudian diubah.
Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar. Dibangun tiga undakan pertama yang menutup
struktur asli piramida berundak.
2. Tahap kedua
Penambahan dua undakan persegi, pagar langkan dan satu undak melingkar yang diatasnya
langsung dibangun stupa tunggal yang sangat besar.
3. Tahap ketiga
Terjadi perubahan rancang bangun, undak atas lingkaran dengan stupa tunggal induk besar
dibongkar dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa yang lebih kecil dibangun berbaris
melingkar pada pelataran undak-undak ini dengan satu stupa induk yang besar di tengahnya.
Karena alasan tertentu pondasi diperlebar, dibangun kaki tambahan yang membungkus kaki asli
sekaligus menutup relief Karmawibhangga. Para arkeolog menduga bahwa Borobudur semula
dirancang berupa stupa tunggal yang sangat besar memahkotai batur-batur teras bujur sangkar.
Akan tetapi stupa besar ini terlalu berat sehingga mendorong struktur bangunan condong
bergeser keluar. Patut diingat bahwa inti Borobudur hanyalah bukit tanah sehingga tekanan pada
bagian atas akan disebarkan ke sisi luar bagian bawahnya sehingga Borobudur terancam longsor
dan runtuh. Karena itulah diputuskan untuk membongkar stupa induk tunggal yang besar dan
menggantikannya dengan teras-teras melingkar yang dihiasi deretan stupa kecil berterawang dan
hanya satu stupa induk. Untuk menopang agar dinding candi tidak longsor maka ditambahkan
struktur kaki tambahan yang membungkus kaki asli. Struktur ini adalah penguat dan berfungsi
bagaikan ikat pinggang yang mengikat agar tubuh candi tidak ambrol dan runtuh keluar,
sekaligus menyembunyikan relief Karmawibhangga pada bagian Kamadhatu
4. Tahap keempat
Ada perubahan kecil seperti penyempurnaan relief, penambahan pagar langkan terluar,
perubahan tangga dan pelengkung atas gawang pintu, serta pelebaran ujung kaki.
Perayaan Waisak di Borobudur
Setiap tahun pada bulan purnama penuh pada bulan Mei (atau Juni pada tahun kabisat),
umat Buddha di Indonesia memperingati Waisak di Candi Borobudur. Waisak diperingati sebagai
hari kelahiran, kematian dan saat ketika Siddharta Gautama memperoleh kebijaksanaan tertinggi

dengan menjadi Buddha Shakyamuni. Ketiga peristiwa ini disebut sebagai Trisuci Waisak.
Upacara Waisak dipusatkan pada tiga buah candi Buddha dengan berjalan dari Candi Mendut ke
Candi Pawon dan berakhir di Candi Borobudur.
Pada malam Waisak, khususnya saat detik-detik puncak bulan purnama, penganut Buddha
berkumpul mengelilingi Borobudur. Pada saat itu, Borobudur dipercayai sebagai tempat
berkumpulnya kekuatan supranatural. Menurut kepercayaan, pada saat Waisak, Buddha akan
muncul secara kelihatan pada puncak gunung di bagian selatan.
Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan; tiap tahun umat
Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di Borobudur untuk
memperingati Trisuci Waisak. Dalam dunia pariwisata, Borobudur adalah obyek wisata tunggal
di Indonesia yang paling banyak dikunjungi wisatawan. Semoga dengan adanya artikel ini dapat
melestarikan warisan dunia.

Sejarah Candi Dieng ( Wonosobo, Jawa Tengah )


Sejarah Candi Dieng Wonosobo, merupakan kompleks percandian yang sangat luas yang
terletak di sebuah dataran tinggi bernama Dieng. Dataran tinggi Dieng sendiri sebenarnya
merupakan sebuah dataran vulkanik aktif yang sangat luas, dan bisa dikatakan sebagai gunung
berapi raksasa. Sebagian orang menyebut tempat ini dengan Dieng Plateu, ada juga yang
menyebut Gunung Dieng.

Daratan tinggi Dieng teletak di sekitar Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten


Banjarnegara, dan berada di sebelah barat Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Dieng terletak
pada ketinggian sekitar 2.000 meter di atas permukaan laut. Sebagai gunung vulkanik aktif,
dataran tinggi ini juga memiliki beberapa kawah yang masih sangat aktif yang tersebar di
beberapa tempat dengan jarak yang cukup berjauhan.Posisinya yang cukup tinggi membuat suhu
udara di kawasan ini sangat dingin bagi orang Indonesia. Pada siang hari suhu udara pada kisaran
15-20 Celsius, dan 10Celcius pada malam hari. Sedangkan pada bulan-bulan tertentu suhu
bisa mencapai 0 Celsius.
Sejarah Candi Dieng Wonosobo Penemuan Candi Dieng
Candi Dieng adalah sebuah kompleks candi Hindu. Awal ditemukannya kompleks Candi
Dieng Wonosobo terjadi pada sekitar tahun 1814. Diawali ketika seorang tentara Inggris yang
pada waktu itu bermaksud berwisata di kawasan dataran tinggi Dieng. Secara tidak sengaja dia
melihat beberapa bagian atas candi yang terendam di dalam kubangan air.Lalu akhirnya pada
tahun 1856 dimualilah upaya pengeringan dan pengerukan areal sekitar kompleks candi. Upaya
ini dipimpin oleh seorang Belanda bernama Van Kinsbergen. Dan berawal dari situlah lalu
ditemukan beberapa bangunan candi yang tersebat di beberapa tempat yang tidak terlalu jauh.
Proses ini kemudian dilanjutkan dengan proses pencatatan dan pengambilan gambar pada tahun
1864.

Sejarah Candi Dieng Wonosobo


Sejarah candi dieng sampai dengan saat ini memang tidak begitu jelas, karena tidak ada
satupun ditemukan bukti tertulis yang menyebutkan mengenai kapan tepatnya Candi Dieng
dibangun. Hanya sebuah prasasti yang ditemukan di kawasan itu, yang memiliki angka tahun
808 Masehi.Ada beberapa ahli yang mengatakan bahwa kompleks Candi Dieng dibangun sekitar
abad 8 9 Masehi berdasarkan perintah dari para raja pada masa dinasti Sanjaya. Namun
menurut penelitian lanjut, kompleks Candi Dieng diperkirakan dibangun melalui 2 tahap
pembangunan. Tahap pertama diperkirakan dimulai pada akhir abad ke-7 dan diakhiri pada awal
abad ke-8. Sedangkan pembangunan tahap kedua berlangsung pada pertengahan abad ke-8
sampai sekitar tahun 780 Masehi.
Candi Dieng Wonosobo sendiri merupakan sebuah kompleks percandian. Artinya tidak
hanya terdiri dari satu bangunan candi, melainkan terdiri dari banyak gugusan candi yang
tersebar di beberapa lokasi yang agak berjauhan. Kompleks Candi Dieng Wonosobo secara
keseluruhan menempati areal seluas 1.9 x 0,8 kilometer persegi.Kompleks candi ini terdiri dari 3
kelompok gugusan candi dan 1 buah candi yang berdiri sendiri. Uniknya semua kelompok candi
ini dinamai berdasarkan tokoh-tokoh pewayangan seperti yang dalam kitab Mahabharata yaitu
Kompleks Candi Gatotkaca, Kompleks Candi Arjuna, Kompleks Candi Dwarawati, dan satu lagi
adalah Candi Bima yang bukan merupakan kelompok candi (berdiri sendiri).

JANJI PRASASTI

isih ana rembulan panglong


kang kasdu nyoloki laku wengi kekes samun
lan angina lirih tumiyup ing getering kuncup-kuncup mlathi
impenku lan impenmu nyabrang ing sepine taman sriwedari
nlusur ing ngendi nate kaukir janji prasasti
apa isih ana salembar karila-legawan
negesake wujude kaendahan
kang dadi wungkusing prasetyaning
atiku lan atimu

Anda mungkin juga menyukai