Anda di halaman 1dari 16

BAB

PRODUKSI METABOLIT SEKUNDER

II

DENGAN KULTUR JARINGAN TUMBUHAN


SEKALA BESAR

A. Pendahuluan
Bila ditinjau sejarah perkembangan rancang bagun bioreaktor maka upaya
untuk memproduksi metabolit sekunder dengan sekala besar telah dimulai oleh
NickelI pada tahun 1956. Kemudian upaya tersebut diteruskan oleh Nickell dan
Tulecke pada tahun 1959. Adapun tujuannya adalah memproduksi biomassa yang
mengandung senyawa kimia bernilai ekonomi tinggi, dengan cepat dan berhasil
guna secara besar-besaran atau dalam sekala industri. Hal tersebut dapat dicapai
dengan jalan yang panjang, yang pada prinsipnya proses yang dilakukan dapat
dipertanggungjawabkan dari segi ekonomi (Scragg dan Fowler. 1985).

B. Prioritas Persoalan Produksi Bersekala Besar


Ada enam persoalan besar yang saling berkaitan yang harus ditanggulangi
sebelum menerapkan produksi metabolit sekala besar, yaitu (a) pengendalian
organisasi sel, diferensiasi serta pembentukan produk, (b) ketidakmantapan sel, (c)
karakteristik pertumbuhan sel, (d) penggumpalan sel dan pengaruhnya terhadap
perpindahan massa, (e) kesukaran dalam pembebasan produk, isolasi, dan
permurnian, dan (f) ketahanan sel yang rendah terhadap gesekan.

1.

Pengendalian organisasi sel, diferensiasi dan pembentukan produk


Perubahan komposisi media dan lingkungan sel akan mengubah hasil

produk dan kecepatan pertumbuhan sel. Korelasi antara besamya hasil dan
kecepatan tumbuhan dapat positif maupun negatif. Dapat pula ditambahkan bahwa
perubahan komposisi media dan lingkungan akan mengakibatkan perubahan dalam
penggumpalan sel. Pada umumnya diferensiasi diperlukan untuk pembentukan
produk dan bahwa tingginya kecepatan tumbuh dan tingginya biosintesis produk
merupakan hal yang sangat didambakan. Sebagai contoh, kasus adalah bahwa
kultur set unggul Catharanthus roseus dapat menghasilkan alkaloid (ajmalisina dan

serpentina) lebih tinggi daripada tanaman aseli atau sel yang telah terdiferensiasi.
Seleksi yang cermat terhadap galur atau varietas pada tumbuhan tertentu juga akan
menghasilkan

produk

yang

tinggi

walaupun

seringkali

terjadi

penurunan

produktivitasnya (Dougall,1985), bila hal tersebut bertangsung dalam jangka waktu


lama. Jaringan atau sel ini tidak pertu melakukan fotosintesis dan sumber karbon
dari luar harus diberikan, misalnya sukrosa atau glukosa. Karena pengaruh
pencahayaan sering dijumpai sel-sel bewama hijau, mungkin berfungsi menimbun
klorofil.

2.

Ketidakmantapan sel
Kultur sel tumbuhan dalam penyimpanan lama dan subkultur yang berkali-kali

akan mengalami perubahan yang nyata. Dalam tingkat sel akan kehilangan
kemampuan untuk memproduksi bahan kimia tertentu. Hal ini merupakan salah satu
tantangan yang harus dihadapi pada kultur sel dalam sekala besar. Keadaan umum
yang sering dijumpai adalah suatu kenyataan bahwa sel yang telah disimpan lama
akan kehilangan kemampuan regenerasi. Salah satu perkiraan menyatakan bahwa
kumpulan sel tersebut terdiri dari sel yang berbeda-beda sifatnya atau dapat
dikatakan bahwa sel tersebut heterogen. Selain perubahan bentuk yang dapat
diamati juga akan terjadi perubahan kromosom dalam ploidi. Sumber keragaman sel
dalam

kultur

sel

kemungkinan

diakibatkan

adanya

mikroorganisme

yang

mencemari,misalnya virus atau spiroplasma yang sering terdapat dalam sel


tumbuhan dan akibatnya tidak begitu jelas terhadap kultur sel. Keterlibatan cemaran
tersebut terhadap biosintesis metabolit sekunder belum diketahui (Dougall,1985).

3.

Ciri khas pertumbuhan sel


Sel tumbuhan amat lambat pertumbuhannya,

yaitu dalam kecepatan

maksimum setara dengan waktu ganda sekitar 20 jam. Kebanyakan sel unggul
mempunyai waktu ganda (doubling time) 30 sampai 60 jam. Kecepatan yang pasti
dari pengandaan sel sangat sulit untuik diukur, karena tidak adanya petunjuk yang
khas dari tingkat pertumbuhannya. Kesulitan pengukuran ini juga ditambah faktor
adanya fenomena sel yang membentuk gumpalan sel (agregat). Ketidaksamaan

dalam ciri khas pertumbuahan sel secara in vitro akan mengakibatkan timbulnya
dampak yang sangat beragam pada produksi sekala besar. Sebagai contoh,
walaupun pada kultur suspensi sel lingkungannya berbentuk cairan namun demikian
ada kecendaingan sel untuk melekat pada dinding bejana pada permukaan media.
Pertumbuhan "cincin" ini merupakan suatu faktor yang mengakibatkan tidak
homogennya sistem dan berpengaruh terhadap perpindahan massa.
Nutrisi dalam media yang relatif sederhana cukup untuk mendukung
pertumbuhan cemaran. Perhatian istimewa harus diberikan untuk menghindari
pncemaran tersembunyi dalam lekuk-liku bejana kultur. Dalam praktek kemungkinan
terbawanya cemaran oleh sel unggul harus diperhatikan pada waktu kultur sel
unggul tersebut digunakan sebagai inokolum. Kegagalan pada tahap ini akan
menimbulkan persoalan yang serius pada tahap awal kultur sel secara besarbesaran. Kecepatan pertumbuhan sel yang rendah ini menimbulkan akibat, yaitu
bahwa bioreaktor harus besar ukurannya dan penjagaan pencemaran cukup sulit.

4.

Penggumpalan sel dan pengaruhnya terhadap perpindahan massa


Sel-sel tumbuhan dalam media cair mempunyai kecendrungan untuk

membentuk gumpalan dalam ukuran makroskopik. Gumpalan tersebut dapat terdiri


dari ribuan sel. Timbulnya agregat akan mengakibatkan kendala perpindahan,
massa yang menyebabkan lingkungan sel yang berada di tengah tidak sama
dengan yang di tepi. Biasanya sel-sel di tengah secara morfologi jelas berbeda
dengan sel-sel yang terletak di tepi. Sel-sel dalam gumpalan nampaknya memiliki
angka unjuk mitotik yang berbeda dengan sel tunggal. Dapat ditambahkan di sini,
bahwa kapasitas untuk embriogenesis somatik seeing berkaitan dengan gumpalan
yang berukuran dalam kisaran tertentu. Kapasitas untuk membangun hubungan
antara sel dalam gumpalan juga perlu diperhatikan.
Tingkat penggumpalan selular juga berkaitan dengan cara pengadukan. Jadi
kultur sel tumbuhan memiliki sistem serba berbeda, Ketidaksamaan (hetrogenitas)
tersebut mungkin diinginkan, respon biologik dari kultur sel menunjukkan bahwa
keserba-berbedaan ini tingkatnya tergantung pada pengadukan, parameter
lingkungan. Sejalan dengan keserba-berbedaan ini mengakibatkan sistem yang

rumit dan menimbulkan persoalan yang nyata dalam penafsiran dan pengukuran
keterulangan (reprodusilitasnya). Jelas bahwa kondisi pengadukan dalam sekala
besar berbeda dengan sekala kecil. Hal ini berpengaruh terhadap kecepatan
pengendapan gumpalan maupun keteradukan yang tidak seragam yang akan
mengakibatkan bertambah besarnya ukuran gumpalan dan keserba-berbedaan.

5.

Kesukaran

dalam

pembebasan

produk,

isolasi

dan

pemurniannya
Besar-kecilnya hasil senyawa kimia yang diperoleh mungkin tak mencapai
sasaran karena hasil yang diperoleh dari kultur sel tumbuhan sering terlalu rendah.
Hasil yang rendah ini diakibatkan oleh produktivitas sel yang rendah serta metode
penyarian yang tidak sesuai. Perlu diingat bahwa proseudr penyarian yang
digunakan untuk bagian tumbuhan asal tidak selalu cocok bila diterapkan pada
biomassa., misalnya alkaloid terikat lebih erat dalam dalam biomassa. Perbedaan
kekuatan ikatan antara senyawa yang terdapat di dalam tumbuhan asal dan pada
kultur tidak diketahui dengan jelas.
Perolehan kembali senyawa dalam biomassa memerlukan metode yang
lebih baik, yaitu membiarkan produk terbebas dari sel dan menjaga agar sel masih
dalam keadaan hidup untuk memproduksinya lagi. Jadi biomassa ini harus dapat
digunakan kembali dan peristiwa ini terjadi pada sistem amobil. Sistem amobil ini
merupan sumbangan yang penting dalam memecahkan persoalan ini, baik
dipandang dari segi prakis maupun segi ekonomi (Brodelius,1984).

6.

Ketahanan sel yang rendah terhadap gesekan


Karena ukuran sel tumbuhan besar dan cenderung membentuk gumpalan

maka sifatnya lebih peka terhadap gesekan daripada sel ragi atau bakteri.
Fermentor konvensional sering tidak tepat untuk kultur sel tumbuhan karena tidak
mampu untuk mengaduk sama rata tanpa menimbulkan kerusakan sel. Perpindahan
oksigen ini tidak secepat yang dikehendaki dalam respirasi mikroorganisme karena
respirasi sel tumbuhan lebih lambat. Sifat racun oksigen terhadap sel tumbuhan juga
harus diperhitungkan.

Selanjutnya akan diuraikan mengenai sejarah perkembanga rancang-bangun


biorekator yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu.

C. Sejarah Perkembangan Model Bioreaktor


Sejarah perkembangan produksi metabolit sekunder dengan kultur suspensi
sel perlu diketahui sehingga kita dapat melacak betapa sukarnya untuk mendesain
bioreaktor atau fermentor dari waktu kewaktu. Di bawah ini akan diuraikan
perkembangan bioreaktor untuk kultur sel tumbuhan dengan tujuan memproduksi
metabolit sekunder (Staba,1980).
Tulecke dan Nickell (1959) merupakan orang pertama yang mengerjakan
kultur suspensi sel dengan sekala besar, yaitu dengan menggunakan bioreaktor
yang terdiri dari dua botol kaca 20 liter air disumbat dengan karet dan diberi empat
lubang

yang

masing

-masing

untuk

memasukkan

udara,

mengekuarkan

udara.memasukkan mdia serta mengambil cuplikan. Setahun kemudian, mereka


telah berhasil menggunakan bejana baja nirkarat dengan kapasitas 30 dan 134 liter
sebagai pengganti botol kaca tadi.
Pada tahun 1963 Wang dan Staba menggunakan dua botol kaca 20 literan
untuk kultur sel Mentha arvensis. Bioreaktor ini hampir serupa dengan yang
digunakan oleh Tulecke dan Nickell yang dilengkapi dengan pengaduk maknitik,
penghawaan disempumakan dengan piringan kaca masir dan pendingin balik pada
pipa keluamya udara agar supaya uap air mengembun kembali.
Pada tahun 1964 Lamport menggunakan sistem botol berpusing denga
menggunakan labu alas datar 10 liter yang dilengkapi dengan pengambil cuplikan
secara aseptis yang menembus sumbat kapas. Peneliti lain menggunakan cara
yang sama dengan botol yang berputar pada poros yang sama. Sistem ini
nampaknya lebih sederhana labu tersebut berputar dengan kecepatan 130 rpm.
Dilaporkan oleh Grabe dan Novell! (1966) bahwa sistem bioreaktor dengan
menggunakan dua labu alas datar dengan kapasitas enam atau 12 liter air dan
dilengkapi dengan pengaduk maknitik yang dimaksudkan untuk memecahkan
gumpalan sel.
Pada tahun 1970 Veliky dan Martin merancang suatu bioreaktor berbentuk

labu erlenmeyer terbalik, sebagai pengaduk berupa dua batang pengaduk maknitik
bentuk silang dan didekat dasar bejana terdapat lubang untuk mengeluarkan
cuplikan. Disebelah atas terdapat tiga buah lubang untuk memasukkan udara, media
dan keluamya udara dilengkapi dengan pendingin-balik.
Sebetulnya pada waktu yang lebih awal, yartu pada tahun 1962 oleh Byme
dkk telah dilaporkan suatu bentuk fermentator yang dinamai 'New Brunswick' yang
pada dasamya memiliki pengaduk dengan dua baling-baling yang terletak di sebelah
bawah dan tengah serta dilengkapi dengan jaket air hangat untuk mengatur suhu
media, di samping itu juga dilengkapi dengan elektrode untuk memantau pH.
Adapun kapasitasnya sekrtar 7,5 liter dan kecepatan pengadukan berkisar antara
50-100 rpm.
Pada tahun 1971 Verma dan Van Huystee memperkenalkan sistem kultur
sel yang disebut sebagai suatu sistem yang secara drastis dapat mencegah
pencemaran pada waktu memasukkan media dan mengambil cuplikan. Bejana ini
berupa labu alas bulat berleher tiga yang dilengkapi dengan pengaduk bengkok
yang digerakkan dengan motor.
Pada tahun yang sama Wilson dkk. Membuat bioreaktor untuk kultur sel
yang berkesinambungan yang dapat dikendalikan dengan cara kemostat dan
turbidostat.
Pada tahu 1973, Kurz membuat fermentor yang menggunakan etode bam
mengenai penghawaan dan penggojogan yang dapat mencegah penggumpalan sel.
Adapun bentuk fermentor ini merupakan silinder yang dilengkapi dengan pompa
sinkron

untuk

memasukkan

media

dan

mengeluarkan

produk

sekaligus.

Pendinginan dan pengatur udara masuk yang dilengkapi dengan katup maknitik
untuk mengatur aliran udara.
Pada tahun 1977, Kato dkk.menggunakan bioreaktor untuk kultur sel
tembakau secara berkesinambungan dalam sekala besar, yaitu 65 dan 1.500 liter.
Pengadukan dilakukan dengan semburan udara (air-lift). Pada tahun yang sama
"The Japan Tobacco & Salt Cooperation" berhasil menumbuhkan sel unggul
tembakau yang mampu mensintesis ubikuinon-10 (enzim Q) dengan kapasitas
20.000 liter dengan sistem pengadukan konvensional atau mekanik.

Pada tahun 1982, "Mitsui Petrochemical Industries" di Jepang berhasil


memproduksi suatu naftokinon, yaitu sikonin dari kultur sel Lithosperurmum
erythrorhizon secara komersial dengan sistem dua tahap. Tahapan pertama (tahap
pertumbuhan) menggunakan bioreaktor dengan kapasitas 200 liter dan tahap
produksi menggunakan bioreaktor dengan kapasitas 750 liter dan has!) yang
diperoleh untuk setiap 'batch' lima kilogram sikonin.
Untuk penelitian produksi metabolit sekunder dengan sekala laboratorium,
dalam perdagangan tersedia bioreaktor dengan kapasitas dua liter dilengkapi
dengan sistem pengaturan suhu, aliran udara, pengaliran media, pengaturan pH,
dan pengambilan cuplikan secara otomatis.

D. Pemecahan Masalah Secara Proses dan Secara Biologi


Persoalan yang dihadapi di atas, yaitu pada kultur sel dalam sekala besar
dapat dilakukan sebagai berikut.
1. Pengendalian diferensiasi dan pembentukan produk
Dalam hal ini adanya korelasi antara diferensiasi dan pembentukan produk
yang tinggi, merupakan hal yang penting untuk dimengerti sebagai dasar untuk
mencapai optimasi dalam pembentukan produk.
Pemecahan masalah secara proses mencakup penggunaan sistem multitahap yang memisahkan optimasi pertumbuhan dengan kondisi tidak tumbuh yang
memberikan kesempatan deferensiasi sel atau pembentukan produk, penggunaan
sel amobil atau rancang bangun bejana kultur yang baru untuk sel yang mengalami
diferensiasi perlu dicoba. Suatu sumbangan yang penting adalah ditemukanya
komposisi media yang baru untuk produksi. Kebanyakan prosedur yang dilakukan
untuk mencapai tujuan tersebut bersifat trial and error.
Pemecahan masalah secara biologi untuk pertumbuhan sel dan sel
penghasil produk yang tinggi merupakan dua tujuan vana berbeda. Suatu galur sel
yang mampu tumbuh dengan cepat dan memproduksi metabolit sekunder dengan
kadar yang tinggi sangat diinginkan. Untuk sekala besar; sel yang terorganisasi
dalam gumpalan yang nampak dalam ukuran yang cukup kecil mungkin dapat
dibiakkan di dalam bejana kultur. Dengan keadaan tersebut diharapkan tujuan

produksi metabolit sekunder tertentu dapat dicapai. Pengendalian secara biokimia


pada proses pembentukan metabolit sekunder dan atau diferensiasi sel tumbuhan
tidak diketahui dengan jelas. Metode untuk peningkatan pembentukan metabolit
sekunder perlu didukung oleh pengetahuan mengenai biosintesis metabolit sekunder
itu sendiri. Dengan dasar pengetahuan ini, kita dapat dengan tepat memilih pra zat
atau senyawa awal yang diperlukan dalam proses biotransformasi.

2. Ketidakmantapan sel
Pemecahan persoalan ketidakmantapan sel yang spesifik ini adalah dengan
menerapkan sistem sel amobil. Sistem sel amobil sangat bermanfaat untuk
mempertahankan daya hidup sel, sehingga sel yang sama dapat dipergunakan
untuk memperoduksi metabolit sekunder selama berbulan-bulan.
Suatu pendekatan biologi adalah melakukan manipulasi genetik sel unggul
untuk mendapatkan sel yang lebih mantap atau stabil. Pendekatan ini sangat
bermanfaat dan dapat digunakan sebagai strategi umum baik dalam memperoduksi
suatu metabolit sekunder maupun protein atau enzim tumbuhan. Pemanfaatan
pendekatan ini dibatasi dengan rendahnya pengetahuan mengenai proses
pembentukan metabolit sekunder, pengaturan pembentukan protein dan genetika.
Pemecahan secara biologi yang lain mencakup penyimpanan kultur secara
kriogenik, rekayasa genetik, pemindahan gen sel tumbuhan ke dalam mikroba
dengan tujuan proses produksi selanjutnya diambil alih oleh mikroba yang lebih
mudah dan murah penanganannya.

3. Ciri khas pertumbuhan sel


Ciri khas pertumbuhan sel tanaman harus disesuaikan langsung dengan
rancang bangun bioreaktor dalam sekala besar. Sebagai contoh pembentukan
metabolit sekunder berkaitan langsung dengan kecepatan pertumbuhan sel. Dalam
beberapa kasus pertumbuhan sel yang cepat diperlukan untuk mencapai produk
yang optimal. Dalam hal tidak adanya pertumbuhan sehubungan dengan
pembentukan produk digunakan sistem sel amobil dengan pertumbuhan yang amat
lambat. Di dalam sel amobil persoalan pencemaran tidak setinggi pada sistem

amobil dengan bakteri. Dalam sistem berkesinambungan dapat dilakukan tanpa


melakukan pencucian sampai tuntas. Kemampuan sel yang tinggi jelas akan
menaikkan produksi dan memperkecil ukuran biorektor. Dalam sistem multi-tahap
dapat dilakukan pengecilan volume bioraktor tetapi meningkatkan kerumitan dan
pencemaran.
Berbagai metode enzimatik, kimiawi, dan fisikawi telah dicoba untuk
membentuk kultur sel tunggal, tetapi biasanya tidak tercapai. Suatu tingkat
penggumpalan tertentu diperlukan untuk pembentukan metabolit sekunder. Yang
penting adalah bagaimana kita dapat mengendalikan ukuran gumpalan tersebut.
Suatu kemungkinan yang dapat dilakukan adalah pemecahan proses dengan
menggunakan sistem amobil. Pada sistem ini, sel diserap dalam bentuk butiran
dengan pertolongan polimer atau bahan lain, sehingga ukuran gumpalan tersebut
dapat diatur. Yang masih belum diketahui dengan jelas adalah apakah sifat biologi
gumpalan buatan dan gumpalan alami tersebut identik. Jika ukuran gumpalan yang
optimal untuk produksi metabolit sekunder diketahui maka sistem sel amobil dapat
dibuat melalui suspensi sel dengan sedikit perlakuan.Dengan mengendalikan ukuran
gumpalan sel diharapkan produksi sekala besar akan menjadi tebih sederhana
karena ukuran gumpalan bebas dari pengaruh dinamika cairan.
Pemecahan secara biologi akan tergantung pada pengetahuan mengenai
faktor yang menyebabkan sel tumbuhan membentuk gumpalan dan perbedaan
fisiologi antara pembelahan sel tunggal dengan sel dalam gumpalan.
Dengan sistem kultur suspensi sel, rancang-bangun bioreaktor untuk
mencapai keseragaman pengadukan jelas akan lebih menjamin distribusi gumpalan
lebih serba sama (homogen).

4. Pembebasan, perolehan, dan pemurnian produk


Pemecahan masalah ini dapat dilakukan dengan menerapkan sistem multitahap dan sel amobil, baik untuk meningkatkan kadar produk maupun untuk
pmbebasan produk dari dalam sel.
Secara biologi, pembebasan produk dari biomassa dapat ditingkatkan
dengan mengubah permeabilitas sel tumbuhan, perforasi sebagian membran sel

atau pengubahan sifat membran sel agar dapat melepaskan produk. Jadi di sini
dimungkinkan

untuk

mempengaruhi

pelepasan

produk

tanpa

tergantung

permeabilitas. Dapat d'rtambhakan di sini bahwa dapat dicari galur sel tertentu yang
dapat melepaskan produk ke dalam media. Pemecahan persoalan secara biologi
untuk meningkatkan produksi metabolit sekunder tergantung pada minat untuk
mempelajari lebih lanjut jalur biosintesis metabolit sekunder yang bersangkutan
terutama dari segi enzimologi (rekayasa metabolisme). Upaya yang terakhir adalah
membatasi agar sel hanya memproduksi metabolit sekunder tertentu secara
rekayasa genetik.

5. Ketahanan yang rendah dari sel tumbuhan terhadap gesekan


Sifat sel tumbuhan yang merugikan adalah sifat tidak tahan terhadap
gesekan (shear stress). Untuk memecahkan persoalan tersebut perlu dibuat
bioreaktor bam yang memiliki tegangan gesekan yang rendah atau dapat juga
digunakan sistem sel amobil.Berdasarkan kajian pendahuluan bioreaktor udara
teranakat (air-lift bioreactor) cukup baik untuk maksud tersebut, apabila kerapatan
sel kurang dari 20 g berat kering per liter. Perlu diteliti apakah suasana lingkungan
bioreaktor semacam rtu ada disemua tempat.
Suatu pemecahan persoalan secara biologi adalah upayan mendapatkan
galur sel yang tahan terhadap gesekan tersebut.

E. Penelitian Lanjutan Yang Perlu Dilakukan


Prioritas dan keperluan untuk melakukan penelitian mengenai bioproses
perlu dirancang. Tabel II menunjukan bahwa untuk bioproses yang menggunakanan
sel tumbuhan diperiukan riset untuk memecahkan persoalan yang timbul.
Sedangkan Tabel III memuat acuan uang membandingkan pemecahan yang
diajukan dan pemecahan secara biologi terhadap persoalan yang timbul tadi.
1. Penggunaan sistem sel amobil
Dengan sistem sel amobil persoalan mengenai lambatnya pertumbuhan sel,
kepekaan terhadap gesekan, peristiwa penggumpalan, diferensiasi, dan kesukaran
untuk memperoleh produk dapat dihilangkan atau setidak-tidaknya dikurangi. Suatu

bioreaktor yang sederhana dapat dibuat dengan mengingat keseragaman aliran dan
sifat mekanik yang baik. Nampaknya pada sistem amobil dapat diupayakan agar sel
dalam keadaan fasa stasioner untuk jangka waktu tertentu.

Tabel II. Rangkuman persoalan dan penelitian yang diperlukan dalam


bioproses yang menggunakan kultur sel tumbuhan (Fowler, 1985)

Macam Bioproses

Persoalan yang timbul

Riset yang diperlukan


berdasarkan prioritas

Kultur suspensi sel


Untuk produksi ms*

Kesukaran dalam meng


isolasi produk

Penggunaan sel amobil

Ketidakmantapan sel

Bejana multi-tahap

Ciri khas pertumbuhan sel

Jalur biosintesis
pengaturannya

Penggumpalan sel

Optimasi media %
lingkungannya

Pengaturan diferensiasi sel

Pembebasanproduk dan
penyimpanan kri-genik

Ketahanan gesekan Yang rendah

Rancang-bangun
bioreaktor

Kss untuk (a)

Pengaturan diferensiasi sel

Seleksi galur sel

Ketidakmantapan sel

Optimasi media serta

propagasi
via embriogenesis
somatik sekala
besar
(b) pertumbuhan
dalam produksi
ms**

lingkungan

Ciri khas pertumbuhan sel

Optimasi media serta

kesukaran mengisolasi produk

lingkungan Penggunaan

Ketahanan sel thd gesekan

be-jana multi-tahap dan

rendah

penyinaran intensif
Penyimpanan kriogenik
Studi jalur bio-sintesis
dan pengaturannya

Kultur sel yang

Pengaturan diferensiasi

Desain bioreak-tor baru

terdife-rensiasi

Kelabilan sel

Seleksi galur

untuk produksi ms

Ciri khas pertumbuhan

Pengaturan bio-sintesis

sekala besar***

Kesukaran mengisolasi produk

dan pengaturannya
Optimasi media dan
lingkungan
Penyimpanan kriogenik

Kultur sel

Pengaturan diferensiasi sel

Desain biorektor baru

terdiferensiasi

Ciri khas pertumbuhan sel

Seleksi galur sel unggul

untuk propagasi

Kelabilan sel terhadap gesekan

Optimasi media dan

dalam sekala
besar*)

lingkungan

Tabel III. Acuan pemecahan persoalan secara proses dan


pemecahan biologi dalam sekala besar
(Fink, ef al., 1985)

Set amobil

Bejana multi-tahap

Optimasi media &lingkungan

Pemecahan secara proses

Rancang-bangun bioreactor baru

Pemecahan secara biologi


Seleksi sel

Pengetahuan jalu biosintesis

Penyimpanan kriogenik
Pengetahuan pertumbuhan sel /

X
X

X
X

Penggumpalan sel
Pengubahan membran sel

Keterangan:
A : Pengaturan diferensiasi sel, organisasi dan pembentukan produk
B : Ciri khas sel tumbuhan
C : Ketidakmantapan sel tumbuhan
D : Penggunaan sel
E : Kesukaran memisahkan produk dari biomassa
F : Ketidaktahanan sel terhadap gesekan
(Dikutip dari' Research Needs in Non-Conventional Bioprocesse', Eds. D.J Fink ef al.
1985)

Hal ini akan memungkinkan jajaran sel unggul yang memproduksi metabolit
sekunder yang lebih tinggi lebih mantap. Namun demikian, pembuatan sel amobil

juga akan menimbulkan persoalan bam yang perlu dipecahkan sebelum peningkatan
sekala dilaksa-nakan. Penggarapan variabel lingkungan seperti suhu, pH, cahaya,
serta penggarapan media seperti penambahan zat pengatur tumbuh (fitohormon),
penambahan prekursor, komposisi media (misalnya ratio C/N) perlu dilakukan untuk
mencapai produksi metabolit sekunder yang maksimal dan berlangsung lama.
Keberhasilan dalam sistem sel amobil ini sangat tergantung pada keberhasilan
pembebasan metabolit sekunder dan pemeliharaan daya hidup sel.

2. Seleksi galur sel


Bioproses dengan menggunakan sel tumbuhan dapat diopti-masikan dengan
cara seleksi sel unggul yang terbaik. Berbagai varitas galur sel harus dipilah untuk
meningkatkan kecepatan pertumbuhan, ketahanan terhadap gesekan, meningkatkan
produk, meningkatkan kerapatan gumpalan sel, dan menaikkan kemampuan
melepaskan produk ke dalam media. Suatu riset diperiukan untuk mengembangkan
metode seleksi sel unggul. Suatu metode yang cepat dan berdaya guna perlu
dirancang untuk seleksi set, misalnya pemilahan sel dengan metode 'platting' dan
penetapan kadar metabolit sekunder dengan radioimunoasai (RIA) untuk sel yang
dipilah dengan alat flow cytometer.
Metode pemilahan yang baru perlu dicari untuk memilih sel yang memiliki
dinding yang bagaimanakah yang tahan terhadap gesekan. Sel yang diperoleh
harus dievaluasi terhadap berbagai keadaan lingkungan.

3. Jalur biosintesis dan pengaturannya


Penelitian dasar yang lebih banyak perlu dilakukan dalam bidang ini. Hal
ikhwal

mengenai

biokimia

tumbuhan

termasuk

pembentukan

zat

antara

(intermediates), enzim yang terlibat serta mekanisme reaksinya perlu dipelajari.


Hanya sedik'rt yang diketahui mengenai pengaturan jalur biosintesis dan peranan
fitohormon dalam pengaturan produksi metabolit sekunder.

4. Optimasi media dan lingkungan


Komponen media dan lingkungan pada kultur sel mempunyai pengaruh yang

besar terhadap pertumbuhan, hasil produksi metabolit sekunder, dan sifat kultur sel.
Penetapan kondisi optimal perlu ditunjang oleh identifikasi atau pengembangan
rancangan percobaan yang sesuai dengan ciri-ciri sel tumbuhan atau jaringan
tumbuhan. .dentifikasi komponen media atau lingkungan yang sangat peka jang
diperlukan.

5. Penggunaan bejana multi-tahap


Riset mengenai jumlah bejana yang diperlukan untuk optimasi produk perlu
dilakukan, misalnya apakah satu, dua, atau lebih banyak bejana. Dapat ditambahkan
pula bahwa aliran media yang berkesinam-bungan atau tipe bertahap pada
bioreaktor belum cukup dilakukan penelitian. Penggarapan variabel suhu, pH,
hormon, cahaya, penam-bahan prekusor, dan penggarapan media (rasio C/N) juga
perlu diteliti pada sistem ini.
Pertanyaan yang pokok adalah bagaimana sistem bertahap ini dapat
digunakan untuk mengendalikan fisiologi sel dan pembentukan produk?

6. Pembebasan produk
Riset

mengenai

permeabilitas

sel

yang

bolak-balik

dan

mengenai

pengubahan membran sel untuk pembebasan produk yang spesifik perlu dilakukan.
Sel tumbuhan dalam kultur dapat mengikat atau menimbun senyawa kimia yang
khas dengan cara yang berlainan dengan keadaannya dalam tumbuhan asal. Untuk
itu, perlu dirancang dan diuji coba metode yang disempumakan untuk mengekstrasi
produk dari biomassa.

7. Penyimpanan dalam bentuk kriogenik


Penyimpanan secara kriogenik (cryopreservation), yaitu penyimpanan dalam
suku yang sangat rendah, masih perlu diteliti untuk kultur yang digunakan untuk
produksi metabolit sekunder. Menurut Seitz (1986) resiko yang dihadapi pada
penyimpanan kultur dalam jangka waktu lama adalah kehilangan aktivitas metabolik
atau terjadi penurunan kemampuan regenerasi atau pembentukan metabolit
sekunder. Walaupun demikian ada kultur yang tahan disimpan lama dan masih

memiliki kapasitas biosintesis yang tingi, misalnya kultur pace (Morinda citrifolia)
menunjukkan kapasitas biosintesis dan pe-nimbunan antrakinon yang mantap
setelah disimpan selama tujuh tahun (Zenk et a/.,1975). Mengenai penelitian yang
telah dicapai untuk bidang ini dapat dilihat secara selayang pandang dari laporannya
Seitz (1987).

8. Rancang-bangun bioreaktor baru


Bioreaktor baru dengan gesekan yang rendah perlu dirancang untuk kultur
suspensi sel bersekala besar guna memproduksi metabolit sekunder atau pemuliaan
tanaman

melalui

embriogenesis.

Bioreaktor

baru

perlu

dirancang

untuk

mengendalikan pertumbuhan gumpalan sel dalam sekala besar, baik untuk tujuan
produksi metabolit sekunder maupun pemuliaan tanaman. Pencahayaan merupakan
faktor yang penting dalam proses penggumpalan ini.

Anda mungkin juga menyukai