Disusun oleh:
Indah Putri
P17335114049
TUJUAN PRAKTIKUM
Mampu memformulasi, membuat, dan mengevaluasi sediaan steril infus intravena
dengan bahan aktif Natrium Bikarbonat 1,39%
AI.
PENDAHULUAN
Pada zaman sekarang ini perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
semakin berkembang dengan pesat, salah satunya di bidang Kefarmasian. Hal ini
dapat dilihat dari sediaan obat yang bermacam-macam yang dibuat oleh tenaga
farmasis, diantaranya yaitu ada sediaan padat (solid), setengah padat (semisolid),
cair (liquid). Adapula istilah sediaan parenteral dan non parenteral. Sediaan
parenteral yaitu sediaan steril yang dimaksudkan untuk pemberian melalui injeksi,
infus, atau implan ke dalam tubuh. (Agoes, 2013)
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau selaput lendir.
(Syamsuni, 2006). Sediaan parenteral terdiri dari sediaan perenteral volume besar
dan sediaan parenteral volume kecil. Sediaan parenteral volume besar disebut
sebagai infus intravena, yaitu dengan rute pemberian melalui intravena.
Infundabilia atau infus intravena adalah sediaan steril berupa larutan atau
emulsi, bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah, dan
disuntikkan langsung dalam vena dalam volume relatif banyak. Tujuan pemberian
infus intravena diantaranya untuk mengganti cairan tubuh dan mengimbangi jumlah
elektrolit dalam tubuh, dapat diberikan dengan maksud untuk penambahan
kalori,dan sebagai obat, diberikan dalam julah besar dan terus-menerus jika tidak
dapat disuntikkan secara biasa. (Syamsuni, 2006)
Sediaan yang dibuat yaitu infus intravena dengan bahan aktif Natrium
Bikarbonat. Kadar yang digunakan yaitu 1,39%. Natrium bikarbonat cepat
menetralkan HCl lambung karena daya larutnya tinggi. Karbon dioksida (CO 2)
yang terbentuk dalam lambung akan menimbulkan sendawa. Natrium bikarbonat
sudah jarang digunakan sebagai antacid. Obat ini digunakan untuk mengatasi
asidosis metabolik, alkalinisasi urin dan pengobatan radikal pruritus. (Syarif, 2012)
BI.
TINJAUAN PUSTAKA
2
INFUS
Definisi
-
ml.
BP 2009, vol 3, 6552
Infus merupakan sediaan steril, berupa larutan atau emulsi dengan air
sebagai fase kontinu; biasanya dibuat isotonis dengan darah. Prinsipnya
infus dimaksudkan untuk pemberian dalam volume yang besar. Infus
tidak mengandung tambahan berupa pengawet antimikroba.Larutan
untuk infus, diperiksa secara visibel pada kondisi yang sesuai adalah
jernih dan praktis bebas partikel-partikel. Emulsi pada infus tidak
menunjukkan adanya pemisahan fase.
Perbedaan infus dan injeksi (Syamsuni, 2006)
Keterangan
Maksud
Volume
Alat dan cara
Waktu
Pembawa
Isohidris
Isotonis
Isoioni
Bebas pirogen
Kemasan
Panambahan dapar
Injeksi
Bentuk injeksi
Antara 1ml-10ml
Injeksi
Sebentar
Air, etanol, minyak
Sedapat mungkin
Sedapat mungkin
Tidak selalu
Tidak selalu
Wadah tunggal atau ganda
Boleh
Infus Intravena
Infus tujuan infusi
Lebih dari 10ml
Infus atau transfusi
Lama
Hanya air
Harus
Harus
Harus
Harus
Wadah tunggal
Tidak boleh
2.
3.
4.
5.
6.
Kerugian yg lain:
1. Pemakaian sediaan lebih sulit dan lebih tidak disukai oleh pasien .
2. Obat yang telah diberikan secara intravena tidak dapat ditarik lagi
3. Lebih mahal daripada bentuk sediaan non sterilnya karena lebih
ketatnya persyaratan yang harus dipenuhi (steril, bebas pirogen,
jernih, praktis bebas partikel).
Faktor penting (Syamsuni, 2006)
Persyaratan Infus Intravena:
a. Sediaan (dapat berupa larutan/emulsi) harus steril
Injeksi harus memenuhi syarat Uji Sterilitas yang tertera pada Uji
Keamanan Hayati.
b. Bebas pirogen
Untuk sediaan lebih dari 10 ml, memenuhi syarat Uji Pirogenitas yang
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
osmotik,
disyaratkan
untuk
mencantumkan
kadar
(M/A).
Emulsi untuk infus intravena setelah dikocok harus homogen dan tidak
menunjukkan pemisahan fase, diameter globul fase terdispersi untuk
infus intravena harus dinyatakan.
4
IV.
FORMULASI
1. Bahan aktif Natrium Bikarbonat
Pemerian
Kelarutan
Stabilitas
Panas
Hidro
lisis
Caha
ya
pH
Kesimpulan :
Bentuk zat aktif yang digunakan (basa/asam/garam/ester) : garam
Bentuk sediaan (lar/susp/emulsi/serbuk rekonstitusi) : larutan
Cara sterilisasi sediaan : sterilisasi akhir (panas lembab dengan autoklaf selama
15 menit pada suhu 1210C dan tekanan 15 Psi)
(HOPE 6th Edition page 631)
Kemasan : botol infus kaca bening 500 ml
Kelarutan
Stabilitas
Kegunaan
Inkompabilitas
Kelarutan
Stabilitas
Kegunaan
Inkompabilitas
V.
PENDEKATAN FORMULA
No.
Nama Bahan
Natrium Bikarbonat
Jumlah
1,56%
b
v
Kegunaan
Bahan aktif
Ad 100%
2
VI.
v
v
pembawa
9,96 g
650 ml
x 100%= 1,53%
b. Perhitungan tonisitas
Natrium bikarbonat 1,46% terhadap pengisotonis NaCl 0,9%
E1%= 0,65 (Farmakope Indonesia edisi IV hal 1251)
Tonisitas= E x C= 0,65 x 1,46%= 0,95%
sedikit hipertonis
c. Perhitungan osmolaritas
g
BM NaHCO3= 84,01 ml (Farmakope Indonesia edisi IV hal 601)
NaHCO3
m= 9,49
9,49 g x 1000 ml
650 ml
x= 14,6
mosmole
L
x
1000 ml
g
1000 ml
g
x 1000 x jumlah ion
L
BM
g
x 1000 x 2
L
g
84,01
mol
14,6
=
= 347,5
mosmole
L
sedikit hipertonis
(329-350
mosmole
)
L
VII.
PENIMBANGAN
Dibuat infus 1 botol (@500 ml) = 500 ml
- Untuk memenuhi syarat penetapan volume injeksi untuk sediaan lebih dari 10 ml
dilebihkan sebanyak 2% (Farmakope Indonesia edisi IV hal 1044)
Maka volume tiap botol dilebihkan 2%= 500 ml + (2% x 500 ml)= 510 ml
- Untuk mengantisipasi kehilangan volume total sediaan selama proses pembuatan
Maka total volume sediaan dilebihkan 20%= 510 ml + (20% x 510 ml)
= 612 ml= 650ml
No.
Nama Bahan
Natrium bikarbonat
Carbo adsorben
1,53 g
100 ml
0,1 g
100 ml
VIII. STERILISASI
a. Alat
Nama Alat
Cara Sterilisasi
Waktu Sterilisasi
Jumlah
15 menit
15 menit
15 menit
15 menit
60 menit
60 menit
Erlenmeyer 1L
Corong
Pipet tetes
Spatel
Membran filter 0,45
m
Membran filter 0,22
m
24 jam
60 menit
60 menit
60 menit
60 menit
15 menit
15 menit
b. Wadah
No.
Nama alat
Jumlah
Cara sterilisasi
Panas lembab dengan autoklaf pada
2
3
c.
Botol infus
15 Psi
Desinfeksi, direndam pada alcohol 70%
selama 24 jam
Panas kering dengan oven pada suhu
Bahan
No.
Nama bahan
Jumlah
Cara sterilisasi
Panas lembab dengan autoklaf pada
750 ml
IX.
PROSEDUR PEMBUATAN
RUANG
PROSEDUR
10
1. Semua alat dan wadah dicuci bersih, dibilas dengan aquadest dan
dikeringkan
2. Botol infus 500 ml dikalibrasi dengan air sebanyak 510 ml, kemudian
air dibuang dan botol dikeringkan
3. Beaker glass utama 1L dikalibrasi dengan air sebanyak 500 ml,
kemudian air dibuang dan botol dikeringkan
4. Bagian mulut labu erlenmeyer 1L, beaker glass 1L, beaker glass 250ml,
gelas ukur 500 ml, botol infus 500 ml, dan pipet tetes ditutup atau
disumbat dengan aluminium foil atau kertas perkamen
5. Dilakukan sterilisasi dengan cara:
- Erlenmeyer 1L, beaker glass 1L, beaker glass 250ml, gelas ukur 500
Grey area
ml, botol infus 500 ml, membran filter 0,45 m dan membran filter
(Ruang
sterilisasi)
-
steril dan ditutup dengan aluminium foil dan diberi label nama dan
(Ruang
jumlah bahan
penimbangan) 2. Karbo adsorben ditimbang sebanyak 0,65 g pada kaca arloji steril dan
ditutup dengan aluminium foil dan diberi label nama dan jumlah bahan
Setelah dilakukan penimbangan, bahan-bahan dimasukkan ke dalam pass
box yang berada di grey area yang kemudian akan diambil di white area.
11
Grey area
(Ruang capping)
Grey area
(Ruang
sterilisasi)
12
Grey area
(Ruang
evaluasi)
13
X.
Jenis
evaluasi
Prinsip evaluasi
Jumlah
sampel
Hasil
pengamatan
Syarat
Bahan
Memanfaatkan sensor
510 ml
Tidak ada
Penghambura
partikulat
penghamburan cahaya
partikulat
n cahaya:
dalam injeksi
melayang
hasil
A. Evaluasi fisika
1
perhitungan
jumlah total
dilakukan pengujian
butiran baku
mikroskopik. Pengujian
yang
mikroskopik ini
terkumpul
menghitung bahan
pada
partikulat subvisibel
penyaring
harus berada
penyaring membran
dalam batas
mikropori.
20% dari
hasil
perhitungan
partikel
kumulatif
rata-rata per
ml.
Mikroskopik:
injeksi
memenuhi
syarat, jika
partikel yang
ada (nyata
atau menurut
perhitungan)
14
dalam tiap
unit tertentu
diuji melebihi
nilai yang
sesuai dengan
yang tertera
pada FI
Pengukuran pH cairan uji
menggunakan
potensiometri (pH meter)
yang telah dibakukan
sebagaimana mestinya,
2
Penetapan pH
510 ml
8,0
7,0-8,5
pH menggunakan
elektrode indikator yang
peka, elektrode kaca, dan
elektrode pembanding
yang sesuai.
Uji kejernihan untuk
larutan steril adalah
dengan menggunakan
3
ada partikel
ada partikel
viable)
viable)
Tidak
Larutan
mengalami
dalam wadah
kebocoran
tidak menjadi
biru
Uji kejernihan
dan warna
510 ml
Tidak ada
Tidak
pengotor putih
terdapat
ataupun
pengotor
berwarna
dalam larutan
Identifikasi
Zat aktif
510 ml
Umum
Natrium
bikarbonat
(Farmakope Indonesia
edisi V hlm 892)
Dengan cara titrasi
2
Penetapan
kadar
(Farmakope Indonesia
edisi V hlm 895)
C. Evaluasi biologi
16
Kadar tidak
510 ml
lebih dan
tidak kurang
dari 1,39%
Tidak terjadi
pertumbuhan
mikroba
setelah
inkubasi
selama 14
tidaknya pertumbuhan
hari. Jika
Uji Sterilitas
(suplemen FI
IV, 1512-1519)
dapat
510 ml
dipertimbang
kan tidak
absah maka
dapat
digunakan adalah
dilakukan uji
ulang dengan
jumlah bahan
yang sama
dengan uji
Uji endotoksin
Pengujian dilakukan
bakteri
menggunakan Limulus
endotoksin
tidak lebih
dari yang
ditetapkan
dan fotometrik.
pada masing-
masing
monografi.
dibandingkan langsung
enceran dari zat uji
dengan enceran
endotoksin yang
dinyatakan dalam unit
endotoksin FI. Teknik
fotometrik (metode
turbidimetri) yang
17
510 ml
aslinya.
Kadar
didasarkan pada
3
Uji pirogen
pembentukan kekeruhan.
Pengukuran kenaikan
510 ml
Tak seekor
kelinci pun
dari 3 kelinci
menunjukkan
kenaikan
suhu 0,5
atau lebih.
Jika ada
kelinci yang
menunjukkan
dari 10 menit.
kenaikan
suhu 0,5atau
lebih
lanjutkan
pengujian
dengan
menggunaka
n 5 ekor
kelinci. Jika
tidak lebih
dari 3 ekor
dari 8 ekor
kelinci
masingmasing
menunjukkan
kenaikan
suhu 0,5
atau lebih
dan jumlah
kenaikan
suhu
18
maksimum 8
ekor kelinci
tidak lebih
dari 3,3
sediaan
dinyatakan
memenuhi
syarat bebas
pirogen.
XI.
PEMBAHASAN
Praktikum kali ini dibuat sediaan large volume parenteral atau infus dengan
bahan aktif Natrium Bikarbonat. Kadar zat aktif yang digunakan yaitu 1,39%.
Sediaan parenteral yaitu sediaan steril yang dimaksudkan untuk pemberian melalui
injeksi, infus, atau implan ke dalam tubuh . Sediaan parenteral diberikan melalui
injeksi. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau selaput lendir
(Syamsuni, 2006). Sediaan large volume parenteral merupakan sediaan cair steril,
dan harus bebas pirogen dan bebas bahan partikulat. Infundabilia atau infus
intravena adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan
sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah, dan disuntikkan langsung dalam
vena dalam volume relatif banyak. Definisi yang diperluas dari sediaan parenteral
volume besar adalah produk obat dengan pembawa air dalam bentuk kontener dosis
tunggal, sterillkan secara terminal dengan kapasitas 100 mililiter atau lebih, yang
akan diberikan atau digunakan pada manusia. (Agoes, 2013)
Sediaan infus dibuat dengan tujuan untuk pemberian rute intravena.
Pemberian larutan secara intravena merupakan rute pemberian cairan obat dalam
jumlah besar yang akan terdistribusi (terdispersi) dengan cepat pada keseluruhan
tubuh, agar dicapai efek terapeutik dengan cepat. Kecepatan infusi dapat
dikendalikan untuk menetapkan dan menjaga kadar obat yang diperlukan dalam
darah; melalui pompa kecepatan pemberian obat dapat disesuaikan dengan cara
mengontrol kecepatan pemberian obat secara tepat sesuai kebutuhan. Pemberian
19
obat secara intravena ini dapat menghilangkan mekanisme perlindungan tubuh dan
reaksi yang tidak diinginkan pada pemberian permulaan (onset) yang mungkin
terjadi disebabkan oleh beberapa hal dan dapat berlangsung secara cepat seperti
halnya efek keuntungan pada pemberian obat infusi. (Agoes, 2013)
Sediaan parenteral volume besar diberikan dalam jumlah cukup besar, maka
perlu diperhatikan berbagai hal yang mungkin menimbulkan masalah pada tubuh
pasien seperti parameter fisiologi dan parameter formulasi. Parameter fisiologi dan
formulasi sediaan parenteral volume besar dibatasi oleh karakteristik larutan yang
dapat menimbulkan dampak pada biokimia tubuh. Di dalam pengembangan sediaan
parenteral volume besar (LVP), penting dipertimbangkan dan diperhatikan kadar
yang dibutuhkan oleh larutan yang diberikan secara terapeutik, aktif, dan dalam
bentuk yang tersedia. Untuk mencapai respon yang dibutuhkan, intensi fisiologi
dari formulasi penting diperhatikan bersama dengan faktor fisiologi, kimia, dan
sifat-sifat fisika dari formulasi yang akan dikembangkan. (Agoes, 2013)
Penggunaan sediaan large volume parenteral dapat digunakan untuk terapi
pemeliharaan, terapi penggati, untuk kebutuhan air, kebutuhan elektrolit, kebutuhan
kalori, dan hiperalimentasi parenteral. Terapi pemeliharaan, bila penderita tidak
dapat menerima nutrisi atau cairan lewat mulut untuk masa yang agak lebih lama
(3-6 hari) maka dapat digunakan larutan yang mengandung kalori tinggi. Bila
penderita dirawat dengan diberi cairan parenteral hanya untuk beberapa hari, maka
digunakan larutan sederhana yang mengandung air dan dextrosa secukupnya. Pada
keadaan dimana pemberian makanan lewat mulut harus tertunda untuk beberapa
minggu atau lebih, nutrisi lengkap parenteral harus diberikan. Terapi pengganti,
pada keadaan terjadi kehilangan banyak air & elektrolit seperti diare berat atau
muntah, mula-mula dapat diberikan larutan parenteral dalam jumlah yang lebih
besar dari yang lazim kemudian diberikan terapi pengganti.
Kebutuhan air, terapi pengganti air untuk orang dewasa, dibutuhkan 70 ml
air per kg/hari disamping kebutuhan air untuk pemeliharaan. Karena pemberian air
secara intravena dapat menyebabkan hemolisis osmotik sel darah merah, dan
karena penderita yang menerima air umumnya memerlukan nutrisi atau elektrolit,
maka pemberian air secara parenteral umumnya sebagai larutan yang mengandung
dextrosa atau elektrolit sehingga larutan mempunyai tonisitas yang cukup untuk
20
mencegah sel darah merah pecah. Kebutuhan elektrolit, kebutuhan kalium setiap
harinya adalah kurang lebih 100 mEq dan kehilangan kalium setiap harinya kurang
lebih 40 mEq, sehingga pada terapi pengganti, harus paling sedikit dikandung 40
mEq ditambah sejumlah yang dibutuhkan untuk pengganti kehilangan tambahan.
Walaupun elektrolit dan mineral lain seperti kalsium, Mg, dan besi hilang dari
tubuh, tetapi umumnya mineral-mineral tersebut tidak dibutuhkan selama terapi
parenteral jangka pendek. Kebutuhan kalori umumnya penderita yg memerlukan
cairan parenteral diberi dextrosa 5% untuk memperkecil kekurangan kalori yang
biasa terjadi pada penderita yang mengalami terapi penggantian atau pemeliharaan.
Penggunaan dextrosa juga mengurangi ketosis & kerusakan protein.
Hiperalimentasi parenteral merupakan infus yang mengandung sejumlah besar
nutrisi dasar yang cukup untuk sintesis jaringan aktif dan pertumbuhan. Digunakan
pada pemberian larutan protein jangka panjang lewat intravena yang mengandung
dextrosa kadar tinggi (kurang lebih 20%), elektrolit, vitamin, dan pada beberapa
keadaan mengandung insulin.
Bahan aktif yang digunakan yaitu Natrium Bikarbonat. Natrium bikarbonat
cepat menetralkan HCl lambung karena daya larutnya tinggi. Karbon dioksida
(CO2) yang terbentuk dalam lambung akan menimbulkan sendawa. Natrium
bikarbonat sudah jarang digunakan sebagai antasid. Obat ini digunakan untuk
mengatasi asidosis metabolik, alkalinisasi urin dan pengobatan radikal pruritus
(Syarif, 2012). Asidosis metabolik adalah gangguan ketika status asam-basa
bergeser ke sisi asam akibat hilangnya basa atau retensi asam nonkarbonat dalam
tubuh. Asidosis sendiri merupakan kondisi dimana keseimbangan asam-basa tubuh
terganggu karena adanya peningkatan produksi asam atau berkurangnya produksi
bikarbonat. Kondisi ini akhirnya menyebabkan asidemia atau keasaman darah,
dimana pH arteri turun hingga di bawah 7,35. Jika dibiarkan, kondisi ini dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat dan menyebabkan koma dan bahkan kematian.
Asidosis
metabolik
disebabkan
oleh
peningkatan
produksi
asam
atau
mengkonsumsi makanan atau zat yang dapat dikonversi menjadi asam. Kondisi ini
juga disebabkan oleh hilangnya bikarbonat seperti dalam kasus diare dan asidosis
tubulus ginjal.
21
Natrium bikarbonat bersifat alkalis dengan efek antasid yang sama dengan
kalsium karbonat. Efek sampingnya pada penggunaan berlebihan adalah terjadinya
alkalosis dengan gejala sakit kepala, perasaan haus sekali, mual dan muntahmuntah. Seperti Ca-karbonat zat ini juga dihubungkan dengan pelonjakan produksi
asam secara reflektoris (efek rebound) (Tjay Tan, 2007). Natrium bikarbonat juga
dapat digunakan sebagai komponen garam rehidrasi oral dan sebagai sumber
bikarbonat dalam cairan dialisis. Natrium bikarbonat digunakan dalam produk
makanan sebagai alkali atau sebagai bahan ragi, misalnya bubuk soda kue (Rowe,
2006).
Sediaan infus intravena dibuat karena sediaan diinginkan dalam bentuk
injeksi dengan pemberian melalui intravena dan dibuat berupa large volume
parenteral. Zat aktif yang digunakan merupakan garam yang mudah larut dalam air
sehingga dibuat sediaan berupa larutan. Sediaan yang dibuat berupa infus large
volume parenteral dengan pemberiaannya diinjeksikan melalui intravena, maka
sediaan tidak ditambahkan zat pendapar dan pengawet karena akan memberikan
efek toksik yang cenderung lebih besar di dalam tubuh. maka dari itu sediaan large
volume parenteral umumnya merupakan single dose dengan diberikan melalui
tetesan tetesan dengan kecepatan tertentu. Zat aktif stabil terhadap pemanasan yaitu
hingga suhu 2700C, maka proses filling dan sterilisasi dilakukan dengan metode
sterilisasi akhir.
Sterilisasi adalah menghilangkan semua bentuk kehidupan, baik berupa
patogen, nonpatogen, vegetatif, maupun nonvegetatif
material. Hal tersebut dapat dicapai melalui cara penyaringan atau pembunuhan
organisme dengan panas, bahan kimia, atau dengan cara lainnya. Metode sterilisasi
yang umum digunakan untuk proses sterilisasi yaitu dengan metode panas lembab.
Metode ini dilakukan dengan menggunakan alat yaitu autoklaf dengan suhu
pemanasan 1210C selama 15 menit dan tekanan 15 Psi. Adapula metode lain yaitu
dengan metode panas kering. Metode ini menggunakan alat yaitu oven dengan suhu
1700C selama 60 menit. Metode panas lembab dan panas kering ini dilakukan untuk
sediaan dengan zat aktif yang tahan terhadap panas. Jika tidak tahan panas maka
dapat dilakukan metode sterilisasi dengan teknik aseptik, yaitu metode yang dalam
pembuatan sediaannya dilakukan secara aseptik dengan jaminan tidak ada
22
pada larutan encer tapi tidak pada larutan pekat. Osmolalitas normal plasma 280295 mosmol/kg. Larutan yang isoosmotik memiliki osmolalitas sama dengan
osmolalitas normal plasma. Osmolalitas dan tonisitas sangat penting dalam terapi
infus secara intravena. Osmosis adalah besar difusi cairan dari tempat
berkonsentrasi zat rendah (encer) ke tempat berkonsentrasi zat tinggi (kental).
Membran sel relatif impermeable terhadap zat terlarut tapi sangat permeable
terhadap air, maka air akan berdifusi melintasi membran sel menuju daerah dengan
konsentrasi zat terlarut tinggi (kental). Besar tekanan yang harus diberikan untuk
mencegah osmosis akhir melalui membran disebut tekanan osmotik. Tekanan
osmotik berbanding terbalik dengan konsentrasi air. Maka, etiket pada larutan yang
diberikan secara intra vena untuk melengkapi cairan, makanan bergizi, atau
elektrolit dan injeksi manitol sebagai diuretika osmotik, disyaratkan untuk
mencantumkan kadar osmolarnya. Keterangan kadar osmolar pada etiket suatu
larutan parenteral membantu untuk memberikan informasi pada dokter apakah
larutan tersebut hipo-osmotik, iso-osmotik, atau hiper-osmotik. (Agoes, 2013)
Dalam pembuatan sediaan parenteral volume besar, untuk memenuhi syarat
penetapan volume injeksi dalam wadah sesuai yang tertera pada Farmakope
Indonesia edisi IV, maka volume tiap botol dilebihkan 2%. Untuk mengantisipasi
kehilangan volume total sediaan selama proses filling, maka volume total sediaan
dilebihkan 20%. Dalam pembuatan sediaan, dikhawatirkan terdapat pirogen dalam
sediaan, maka dilakukan depirogenasi oleh karbon aktif. Pirogen merupakan suatu
substansi atau senyawa yang dapat meningkatkan suhu tubuh dan menyebabkan
demam, maka untuk sediaan parenteral volume besar ini diperlukan depirogenasi
untuk menghilangkan pirogen. Karbon aktif dapat menyerap zat aktif sehingga
kadar zat aktif akan berkurang dan efek yang diterima oleh pasien akan berkurang,
maka untuk mengantisipasinya kadar zat aktif dilebihkan 5%
Dalam pembuatan sediaan steril, hal pertama yang perlu dilakukan yaitu
sterilisasi alat-alat yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan steril. Tujuannya
untuk mengurangi kontaminan dari mikroorganisme maka alat-alat yang digunakan
harus dalam keadaan steril. Sterilisasi alat dilakukan pada ruangan sesuai sesuai
dengan metode sterilisasi yang digunakan. Dalam praktikum kali ini, pembuatan
sediaan steril injeksi infus dilakukan dengan metode sterilisasi akhir, maka untuk
sterilisasi alat yang akan digunakan dilakukan dalam grey area. Dalam
24
selama aktivitas
dilakukan.
Setelah dilakukan sterilisasi alat dan dilakukan penimbangan bahan yang
akan digunakan dalam pembuatan sediaan steril injeksi infus intravena, maka
dilakukan proses filling. Proses filling dilakukan pada ruangan dengan grade A
background C. Zat aktif dilarutkan dengan sejumlah aqua pro injection dan
ditambahkan aqua pro injection hingga 80% dari batas kalibrasi. Dilakukan
pengecekan pH menggunakan pH meter, jika belum mencapai pH target
ditambahkan adjust pH hingga mencapai pH yang diinginkan. Setelah itu
ditambahkan aqua pro injection hingga 100% dari batas kalibrasi dan dilakukan
depirogenasi. Depirogenasi dilakukan dengan menambahkan karbon aktif yang
telah ditimbang ke dalam sediaan yang telah jadi dan dipanaskan. Tujuan
dipanaskan yaitu untuk mengdepirogenasi atau menghilangkan pirogen yang ada
pada sediaan. Depirogenasi ini hanya dilakukan pada sediaan large volume
parenteral. Maka pada evaluasi biologi dilakukan evaluasi uji pirogen untuk
sediaan yang lebih dari 10ml.
Sediaan yang telah didepirogenasi kemudiaan disaring dan dilakukan
evaluasi. Evaluasi sediaan dilakukan di dalam grey area. Evaluasi terdiri dari
evaluasi fisika, kimia, dan biologi. Evaluasi yang dilakukan yaitu evaluasi
penetapan pH, uji kejernihan, uji kejernihan dan warna, penetapan bahan partikulat
dalam injeksi, dan uji kebocoran. Evaluasi penetapan pH dilakukan dengan
menggunakan alat pH meter, pH yang diperoleh untuk sediaan yang telah jadi yaitu
8,0. Hal ini sesuai dengan spesifikasi yaitu rentang 7,0-8,5. Evaluasi uji kejernihan
dilakukan dengan mengamati sediaan menggunakan latar belakang putih dan hitam
di bawah cahaya lampu untuk melihat ada tidaknya partikel viable. Hasil yang
diperoleh yaitu sediaan jernih tidak terlihat partikel viable maupun nonviable.
Dalam hal ini maka sesuai dengan persyaratan evaluasi.
Evaluasi uji kejernihan dan warna dilakukan dengan menyinari wadah dari
samping dengan latar belakang hitam untuk menyelidiki pengotor berwarna putih
dan latar belakang putih untuk menyelidiki pengotor berwarna. Hasil yang
diperoleh sesuai dengan spesifikasi, yaitu tidak ada pengotor putih maupun
25
26
XII.
KESIMPULAN
Formulasi yang tepat untuk sediaan steril infus intravena adalah sebagai berikut.
No.
Nama Bahan
Natrium Bikarbonat
Carbo adsorben
Jumlah
Kegunaan
1,56%
b
v
Bahan aktif
0,1%
b
v
Depirogenasi
Ad 100%
3
v
v
Pembawa
Agoes, Goeswin. 2013. Sediaan Farmasi Steril (Sediaan Farmasi Industri), Edisi
4. Bandung: Penerbit ITB
Anief, M. 1999. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Anief, M. 2013. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Universitas Indonesia.
BMJ Group. 2009. British National Formulary (BNF). London: BMJ Group and
the Royal Pharmaceutical Society of Great Britain.
27
The Minister and Health. 2006. The Japanese Pharmacopoeia fifteenth. Japan:
Ministry of Health.
Tjay Tan , dan Tahardha Kirana. 2007. Obat-Obat Penting (Khasiat, Cara,
Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya) Edisi keenam. Jakarta: PT. ELEX
cc MEDIA KOMPUTINDO.
IX.
LAMPIRAN
Kemasan
29
Etiket
30
Brosur
31
KONTRAINDIKASI
Pasien hypersensitive, anak-anak usia dibawah 2 tahun.
EFEK SAMPING
32
33