Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

I.

II.

IDENTITAS
Nama Pasien

: Tn. RAR

Umur

: 56 tahun

Jenis Kelamin

: Laki- laki

Agama

: Islam

Suku

Pekerjaan

Alamat

: Dok VIII atas

Tanggal MRS

: 02-02-2016

RIWAYAT PENYAKIT
Anamnesis : autoanamnesis dilakukan pada tanggal 07-02-2016.

a. Keluhan Utama
Nyeri dada
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sejak 7 bulan lalu. Nyeri dada dirasakan
hilang timbul dan bertambah berat setelah melakukan aktivitas seperti setelah
makan dan bekerja berat tetapi nyeri mereda saat istirahat. Nyeri dada menjalar
ke bahu dan lengan sebelah kiri. Pasien juga mengeluh dada dan bahu terasa berat
seperti ditekan. Pasien telah

berobat ke puskesmas Imbi dan mendapatkan

pengobatan di puskesmas tetapi pasien tidak mengetahui apa nama obat tersebut.
Setelah diperiksa di puskesmas, pasien dirujuk ke poliklinik jantung RSUD
Jayapura.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Jantung (-)
- Riwayat Hipertensi (-)
- Riwayat Diabetes Melitus (-)
- Riwayat Asma (-)
- Riwayat OAT (-)
- Riwayat merokok (+)
- Riwayat alkoholik (+)
- Riwayat ARV (-)
- Alergi obat (-)
- Alergi makanan (-)

III.

PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal

1. Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

2. Kesadaran

: Compos Mentis

3. Tanda Vital

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

a. Tekanan Darah
: 120/70 mmHg (lengan kanan).
b. Nadi
: 88/ menit
c. Respirasi
: 22/ menit
o
d. Suhu badan : 36,6 C
e. JVP
: 5 + 2 cm H2O
4. Kepala dan Leher
Kepala
: Simetris, tidak ada kelainan.
Mata
: Konjungtiva anemis - / -, Sklera Ikterik -/Telinga
: Deformitas (-), Sekret (-), Lesi (-)
Hidung
: Deformitas (-), Sekret (-), Lesi (-)
Mulut
: Oral Candidiasis (-)
Tenggorokan : uvula ditengah, tonsil T1-T1 tenang, faring hiperemis (-).
Leher
: KGB tidak teraba membesar.
5. Thoraks
a. Paru-paru
- Inspeksi

: Pergerakan dada simetris , Tidak terdapat kelainan pada

dinding dada
- Palpasi
: Vocal fremitus sama kanan dan kiri
- Perkusi
: Sonor
- Auskultasi
: Suara napas vesikuler, wheezing -/-, rhonki -/b. Jantung :
- Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
- Perkusi
: Pekak
a. Batas kiri jantung
di ICS IV linea
parasternalis
sinistra
b. Batas

kanan

jantung di ICS V
garis
midclavicula
dextra
- Auskultasi : BJ I dan BJ II reguler, murmur (-), gallop (-)
c. Abdomen
- Inspeksi
: Cembung

Auskultasi
: Bising usus (+)
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), hepar/lien: ttb/ttb
Perkusi
: Timpani

d. Ekstremitas : akral hangat, edema (-), pitting udem (-)


e. Vegetatif :
- Makan/Minum : baik/baik
- BAK/BAB :baik / baik
IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium tanggal 03 februari 2016


Pemeriksaan Hematologi
Hb

Hasil
14,8 g/dl

Hct

43,1 %

41,3-52,1 %

Leukosit

4,36 m/mm3

4,0-10,0 m/mm3

Trombosit

29,5 m/mm3

100-450 m/mm3

Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
Ureum
Kreatinin
Asam urat
Albumin
Bilirubin total
Bilirubin direk
SGOT/ASAT
SGPT/ALAT
Trigliserida
Kolesterol total
HDL
LDL
Kalium
Natrium
Klorida
LED I
LED II

2,64 %
86 fL
29,5 pg
34,3 g/dl
49 mg/dl
0,9 mg/dl
7,1 mg/dl
3,9 g/dl
0,6 mg/dl
0,4 mg/dl
56 U/l
37 u/l
187 mg/dl
193 mg/dl
45 mg/dl
111 mg/dl
3,8 mEq/L
136 mEq/L
106 mEq/L
22 mm jam I
47 mm jam II

8,0-12,0 %
80,0-100,0 fL
25,0-32,0 pg
28,0-36,0 g/dl
10-50 mg/dl
0,6-1,1 mg/dl
3,4-7.0 mg/dl
3,8-5,1 g/dl
1,1 mg/dl
0,25 mg/dl
8-31 U/l
6-32 U/l
150 mg/dl
< 200 mg/dl
35-55 mg/dl
< 150 mg/dl
3,5-5,3 mEq/L
135-148 mEq/L
98-106 mEq/L
0-10
0-10

V.

DIAGNOSA

SKA NSTEMI

Nilai Rujukan
13,3-16,6 g/dl

VI.
TERAPI SAAT MRS
O2 Nasal 2-3 Lpm

IVFD RL 1000cc/24jam
Inj. Ranitidin 2x1 amp (IV)
Inj. Arixtra 1x 2,5 mg (SC)
Aspilet 1x I tablet
CPG I x I tablet
ISDN 3 x 5 mg
Simvastatin 1x20 mg

Follow Up Ruangan
Tanggal
03 februari 2016

Catatan
Keluhan : Rasa tidak enak di dada

HR : 2

KU : Tampak Sakit Sedang


Kesadaran: Compos Mentis
GCS : E4V5M6
-

TD
: 100/80 mmHg
Nadi : 85x/m
RR
: 24 x/m
Suhu : 37,0 0C
SpO2 : 98% tanpa O2

Tindakan
IVFD

1000cc/24 jam
O2 Nasal 2-3 Lpm

(k/p)
IVFD

1000cc/24jm
Inj. Ranitidin 2x1

amp (IV)
Inj. Arixtra 1x

Mata : CA -/- , SI -/Mulut : OC (-)


Leher : pembesaran KGB (-)

H2
Aspilet

tablet (po)
CPG I x I tablet

(po)
ISDN 3 x 5 mg

Wajah : simetris, tidak ada kelainan


Thorax

Pulmo

RL

2,5 mg (SC)

Kepala : simetris

RL

:Suara

1x

Nafasvesikuler.

(po) 3x10

Rhonki -/- wheezing -/Cor: I: IC tidak tampak


P: IC teraba
P: Batas jantung kanan ICS IV linea

mg
Simvastatin 1x20

mg (po)
Ramipril 1x 2,5

mg
Cek Lab : Kimia

parasternalis & batas jantung kiri ICS V


linea midclavicula
A: Bunyi Jantung I- Bunyi Jantung
II reguler. Murmur (-), gallop (-)
- Abdomen : BU (+). Nyeritekan (-)
Hepar/lien: tidak teraba/tidak teraba
Ekstremitas: akralhangat (+/+), pitting
udem (-)
Vegetatif: Ma/Mi (+/+), BAK/BAB (+/+)
Diagnosa : SKA-NSTEMI

Lengkap

Tanggal
4 februari 2016

Catatan
KU : Tampak Sakit Sedang

HR : 3

Keluhan: rasa tidak enak didada, semalam


terbangun karena sesak
Kesadaran: Compos Mentis
GCS : E4V5M6
-

TD
: 120/80 mmHg
Nadi : 78 x/m
RR
: 24 /m
Suhu : 36,8 0C
SpO2 : 98% tanpa O2

Kepala : simetris

Tindakan
IVFD RL 1000

cc/24 jam
IVFD

1000cc/24 jam
O2 Nasal 2-3 Lpm

(k/p)
IVFD

1000cc/24jm
Inj. Ranitidin 2x1

amp (IV)
Inj. Arixtra 1x

H3
Aspilet

tablet (po)
CPG I x I tablet

(po)
ISDN 3x10 mg
Simvastatin 1x20

mg (po)
Ramipril 1x 2,5

mg
EKG ulang

Tindakan
IVFD

1000cc/24 jam
O2 Nasal 2-3 Lpm

Wajah : simetris, tidak ada kelainan


Mulut : OC (-)
Thorax
-

Pulmo

:SuaraNafasvesikuler.

Rhonki-/-, wheezing -/Cor: I: IC tidak tampak


P: IC teraba
P: Batas jantung kanan ICS IV linea

parasternalis dextra & batas jantung kiri

RL

2,5 mg (SC)

Mata : CA -/-, SI -/Leher : pembesaran KGB (-)

RL

1x

ICS V linea midclavicula sinistra


A: Bunyi Jantung I- Bunyi Jantung
II reguler. Murmur (-), gallop (-)
- Abdomen : BU (+). Nyeritekan (-)
Hepar/lien: tidak teraba/tidak teraba
Ekstremitas: akral hangat (+/+), pitting
udem (-)
Vegetatif: Ma/Mi (+/+), BAK/BAB (+/+)
Diagnosa : SKA-NSTEMI
Tanggal
06 februari 2016

Catatan
KU : Tampak Sakit Sedang

HR : 4

Keluhan: rasa tidak enak di dada

RL

Kesadaran: Compos Mentis


GCS : E4V5M6
-

TD
: 130/80 mmHg
Nadi : 78 /m
RR
: 24 /m
Suhu : 36,6 0C

(k/p)
IVFD

1000cc/24jm
Inj. Ranitidin 2x1

amp (IV)
Inj. Arixtra 1x
2,5 mg (SC)

Kepala : simetris
Mata : CA -/- , SI -/Leher : pembesaran KGB (-)
Wajah : simetris, tidak ada kelainan

H5
Aspilet 1x 80mg

(po)
CPG I x 70mg

(po)
ISDN 3x10 mg
Simvastatin 1x20

mg (po)
Ramipril 1x 5 mg
Besok
EKG

ulang
Rencana

Thorax
-

Pulmo

RL

:SuaraNafasvesikuler.

Rhonki -/-, wheezing -/Cor: I: IC tidak tampak


P: IC teraba
P: Batas jantung kanan ICS IV linea

parasternalis dextra & batas jantung kiri


ICS V linea midclavicula sinistra
A: Bunyi Jantung I- Bunyi Jantung
II reguler. Murmur (-), gallop (-)
- Abdomen : BU (+). Nyeritekan (-)
Hepar/lien: tidak teraba/tidak teraba
Ekstremitas: akral hangat (+/+), pitting
udem (-)
Vegetatif: Ma/Mi (+/+), BAK/BAB (+/+)
Diagnosa : SKA-NSTEMI

BAB II

besok

KRS

TINJAUAN PUSTAKA & PEMBAHASAN


I.

Definisi
Sindrom koroner akut merupakan manifestasi klinis dari iskemia miokard
akut.
Sindrom koroner akut (SKA) meliputi angina tidak stabil (UA), infark miokard
non-ST-elevasi (NSTEMI), dan infark miokard ST-elevasi (STEMI). STEMI hasil
dari oklusi lengkap dan berkepanjangan dari pembuluh darah koroner epicardial
dan ditetapkan berdasarkan kriteria EKG. NSTEMI Biasanya hasil dari
penyempitan berat arteri koroner, oklusi sementara, atau embolisasi mikro
trombus dan / atau bahan atheromatous. NSTEMI di tetapkan berdasarkan elevasi
biomarker jantung
tanpa adanya elevasi ST. Sindrom ini disebut angina tidak stabil tanpa adanya

II.

peningkatan enzim jantung.


2. Faktor risiko standar:
Usia
Diabetes Melitus
Hipertensi
Merokok
riwayat keluarga
episode angina
dyspnea
asupan aspirin
CAD
Dislipidemia
Epidemiologi
Setiap tahunnya di Amerika Serikat, sekitar 1.360.000 pasien dirawat karena
sindrom koroner akut, dari yang 810.000 memiliki infark miokard dan sisanya
adalah angina tidak stabil (UA). Sekitar dua pertiga pasien NSTEMI dan sisanya
memiliki STEMI. Di seluruh dunia, lebih dari 3 juta orang setiap tahunnya
diperkirakan memiliki STEMI dan lebih dari 4 juta yang NSTEMI. lebih tinggi
pada pasien dengan STEMI tapi mortalitas jangka panjang lebih tinggi pada
pasien dengan sindrom koroner akut nonSTEMI.

III.

Patofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma
pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan
perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak
tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi

jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white thrombus).


Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total
maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner
yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan
vasokonstriksi

sehingga

memperberat

gangguan

aliran darah koroner.

Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan


oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium
mengalami nekrosis (infark miokard).
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah
koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis
dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung
(miokard). Akibat dari iskemia,, selain nekrotis adalah gangguan kontraktilitas
miokard karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia) hilang),
distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi
ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan
di atas. Mereka mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal
dari arteri koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri
koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak
atau restenosis setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor
ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat
menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak
aterosklerosis.
IV.

Klasifikasi
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram
(EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi:
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST
segment elevation myocardial infarction)
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI:
non ST segment elevation myocardial infarction)
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)

Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan indikator


kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini memerlukan

tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard


secepatnya; secara medikamentosa menggunakan agen fibrolitik atau secara mekanis,
intervensi koroner perkutan primer. Diagnosa STEMI ditegakkan jika terdapat
keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan
yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak perlu menunggu hasil
peningkatan marker jantung.
V.

Gejala Kllinis
Gambaran klinis yang khas dari sindrom koroner akut NSTE adalah rasa tertekan
atau berat pada daerah retrosternum yang menjalar ke lengan kiri, leher atau
rahang yang mungkin intermiten (biasanya berlangsung beberapa menit) atau
persisten. Ada beberapa gejala atipikal termasuk nyeri epigastrium, gangguan
pencernaan, nyeri dada yang menusuk, nyeri dada dengan gejala pleuritik, atau
dyspnea meningkat. keluhan ini sering dialami pada usia yang lebih muda dan
lebih tua, pada wanita, dan pada pasien dengan diabetes.
Pemeriksaan klinis sering normal. Adanya takikardia, gagal jantung atau
ketidakstabilan hemodinamik harus dipercepat diagnosis dan pengobatannya. Hal
ini penting untuk mengidentifikasi keadaan klinis yang dapat memicu atau
memperburuk sindrom koroner akut NSTE, seperti anemia, infeksi, demam dan
gangguan metabolisme atau tiroid. Tujuan penting dari pemeriksaan fisik adalah
untuk menyingkirkan penyebab non-jantung dari nyeri dada dan gangguan jantung
non-iskemik (misalnya emboli paru, diseksi aorta, perikarditis, penyakit jantung

VI.

katup) atau penyebab jantung lainnya.


Diagnosa
Diagnosa
ditegakkan
berdasarkan

anamnesis,

pemeriksaan

fisis,

elektrokardiogram, tes marker jantung, dan foto polos dada.


Anamnesis. Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang
tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal
berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang,
area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung
intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal sering
disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak
napas, dan sinkop. Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di
daerah penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion), sesak

napas yang tidak dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan.
Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau
usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun, atau
demensia. Walaupun keluhan angina atipikal dapat muncul saat istirahat, keluhan
ini patut dicurigai sebagai angina ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas,
terutama pada pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner (PJK). Hilangnya
keluhan angina setelah terapi nitrat sublingual tidak prediktif terhadap diagnosis
SKA.
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada pasien
dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Pria
2. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner
(penyakit arteri perifer / karotis)
3. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami
infark miokard, bedah pintas koroner, atau IKP
4. Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi,

merokok,

dislipidemia, diabetes mellitus, riwayat PJK dini dalam


keluarga, yang diklasifikasi atas risiko tinggi, risiko sedang,
risiko rendah menurut NCEP
Nyeri dengan gambaran di bawah ini bukan karakteristik iskemia miokard (nyeri
dada nonkardiak) :
1. Nyeri pleuritik (nyeri tajam yang berhubungan dengan respirasi atau batuk)
2. Nyeri abdomen tengah atau bawah
3. Nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari, terutama di daerah apeks
ventrikel kiri atau pertemuan kostokondral.
4. Nyeri dada yang diakibatkan oleh gerakan tubuh atau palpasi
5. Nyeri dada dengan durasi beberapa detik
6. Nyeri dada yang menjalar ke ekstremitas bawah
Pemeriksaan fisik: Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus
iskemia, komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan diagnosis banding.
Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi basah halus dan hipotensi
hendaknya selalu diperiksa untuk mengidentifikasi komplikasi iskemia. Ditemukannya
tanda-tanda regurgitasi katup mitral akut, hipotensi, diaphoresis, ronkhi basah halus
atau edema paru meningkatkan kecurigaan terhadap SKA. Pericardial friction rub karena

perikarditis, kekuatan nadi tidak seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta,
pneumotoraks, nyeri pleuritik disertai suara napas yang tidak seimbang perlu
dipertimbangkan dalam memikirkan diagnosis banding SKA.
Pemeriksaan elektrokardiogram: Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan
lain yang mengarah kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan
sesegera mungkin. Sebagai tambahan, sadapan V3R dan V4R, serta V7-V9 sebaiknya
direkam pada semua pasien dengan perubahan EKG yang mengarah kepada iskemia
dinding inferior. Sementara itu, sadapan V7-V9 juga harus direkam pada semua pasien
angina yang mempunyai EKG awal nondiagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat
dalam 10 menit sejak kedatangan pasien di ruang gawat darurat. Pemeriksaan EKG
sebaiknya diulang setiap keluhan angina timbul kembali.
Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina cukup bervariasi, yaitu:
normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch Block) baru/ persangkaan baru, elevasi
segmen ST yang persisten (20 menit) maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST
dengan atau tanpa inversi gelombang T.
Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2 sadapan yang
bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis STEMI untuk pria dan
perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV. Pada sadapan V1-V3 nilai ambang
untuk diagnostik beragam, bergantung pada usia dan jenis kelamin. Nilai ambang elevasi
segmen ST di sadapan V1-3 pada pria usia 40 tahun adalah 0,2 mV, pada pria usia <40
tahun adalah 0,25 mV. Sedangkan pada perempuan nilai ambang elevasi segmen ST di
lead V1-3, tanpa memandang usia, adalah 0,15 mV. Bagi pria dan wanita, nilai ambang
elevasi segmen ST di sadapan V3R dan V4R adalah 0,05 mV, kecuali pria usia <30
tahun nilai ambang 0,1 mV dianggap lebih tepat. Nilai ambang di sadapan V7-V9 adalah
0,5 mV. Depresi segmen ST yang resiprokal, sadapan yang berhadapan dengan
permukaan tubuh segmen ST elevasi, dapat dijumpai pada pasien STEMI kecuali jika
STEMI terjadi di mid-anterior (elevasi di V3-V6). Pasien SKA dengan elevasi segmen ST
dikelompokkan bersama dengan LBBB (komplet) baru/persangkaan baru mengingat pasien
tersebut adalah kandidat terapi reperfusi. Oleh karena itu pasien dengan EKG yang
diagnostik untuk STEMI dapat segera mendapat terapi reperfusi sebelum hasil pemeriksaan
marker jantung tersedia.

Dugaan adanya infark miokard menjadi kuat jika gambaran EKG pasien dengan LBBB
baru/persangkaan baru juga disertai dengan elevasi segmen ST 1 mm pada sadapan
dengan kompleks QRS positif dan depresi segmen ST 1 mm di V1-V3. Perubahan
segmen ST seperti ini disebut sebagai perubahan konkordan yang mempunyai spesifisitas
tinggi dan sensitivitas rendah untuk diagnosis iskemik akut. Perubahan segmen ST yang
diskordan pada sadapan dengan kompleks QRS negatif mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas sangat rendah.
Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat keluhan
angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang
bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi segmen ST, inversi
gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normalization, atau bahkan
tanpa

perubahan. Sedangkan Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI dibedakan

berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai dengan peningkatan marker jantung.
Marker jantung yang lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil
pemeriksaan biokimia marker jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis
menjadi Infark Miokard Akut Segmen ST Non Elevasi (Non ST-Elevation Myocardial
Infarction, NSTEMI). Pada Angina Pektoris tidak stabil marker jantung tidak meningkat
secara bermakna. Pada sindroma koroner akut, nilai ambang untuk peningkatan CK-MB
yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal atas (upper limits of normal,
ULN).
Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal) atau menunjukkan
kelainan yang nondiagnostik sementara angina masih berlangsung, maka pemeriksaan
diulang 10-20 menit kemudian. Jika ulangan EKG tetap menunjukkan gambaran
nondiagnostik sementara keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau
selama 12-24 jam. EKG diulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang.

PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien didiagnosa dengan sindrom koroner akut NSTEMI
berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan berupa nyeri dada yang dirasakan hilangtimbul dan bertambah berat setelah melakukan aktifitas, dimana nyeri tersebut dirasa

menjalar ke bahu dan lengan sebelah kiri. Pada pasien ini juga ditemukan mengeluh
dada dan bahu terasa berat seperti ditekan beban berat. Keluhan yang dikeluhkan
pasien sesuai dengan gambaran klinis khas pada SKA NSTEMI, yaitu berupa rasa
tertekan atau berat pada daerah retrosternum yang menjalar ke lengan kiri, leher atau
rahang yang mungkin intermiten (biasanya berlangsung beberapa menit) atau
persisten.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisis didapatkan, keadaan umum pasien
tampak sakit sedang, dengan kesadaran kompos mentis dan tanda-tanda vital yaitu
tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 88/menit, respirasi 22/menit, suhu aksila 36oC,
conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), rhonki (-), wheezing (-), dan pada auskultasi
jantung (BJ 1 dan 2 reguler), murmur (-), gallop (-), pada pemeriksaan JVP yaitu
5+2cmH2O, dari pemeriksaan abdomen Nyeri tekan (-). Ekstremitas hangat, piting
edema (-). Berdasarkan teori pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan regurgitasi
katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi basah halus dan hipotensi bila terjadi
komplikasi iskemia. Namun, pada pasien ini tidak ditemukan hal-hal tersebut.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini berupa elektrokardiografi
dan foto rongent toraks PA. Pada gambaran EKG tidak ditemukan elevasi segmen ST.
Hal ini sesuai dengan teori dimana pada SKA NSTEMI akan ditemukan keluhan
angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang
bersebelahan.
Elektrokardiografi

Foto thorax

Dari hasil pemeriksaan rongent thorax PA didapatkan:

Identitas: Ps. a/n Tn. RAR, usia:56 tahun, pemeriksaan dilakukan pada
tanggal 04-02-2016

Jenis foto: Thorax PA


Kualitas baik, kekerasan cukup, inspirasi cukup
Trakea letak ditengah
CTR 70%, pinggang jantung mendatar (pembesaran atrium kiri)

Pada SKA NSTEMI perlu dilakukan pemeriksaan marker jantung yaitu


pemeriksaan Troponin I/T atau CK-MB, dimana pada SKA NSTEMI hasil
pemeriksaan biokimia marker jantung tmenunjukkan peningkatan bermakna. Namun,
pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan marker jantung. Sehingga diagnosis
SKA NSTEMI ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang berupa EKG dan foto thorax.

Pada pasien ini diberikan terapi berupa Arixtra 1x 2,5 mg (iv), Aspilet 1x I tablet
(po), CPG I x I tablet (po), ISDN 3 x 5 mg (po), Simvastatin 1x20 mg (po), dan
Ramipril 1x 2,5 mg.
Isosorbid dinitrate (ISDN) merupakan golongan nitrat. Pemberian terapi nitrat

memiliki keuntungan terletak pada efek dilatasi vena yang mengakibatkan berkurangnya
preload dan volume akhir diastolic ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium
berkurang. Efek
lain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah koroner baik yang normal maupun yang
mengalami aterosklerosis.
Ramipril merupakan golongan Inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE)
berguna dalam mengurangi remodeling dan menurunkan angka kematian penderita
pascainfark-miokard yang disertai gangguan fungsi sistolik jantung, dengan atau tanpa gagal
jantung klinis. Penggunaannya terbatas pada pasien dengan karakteristik tersebut, walaupun
pada penderita dengan faktor risiko PJK atau yang telah terbukti menderita PJK, beberapa
penelitian memperkirakan adanya efek antiaterogenik.

Ekokardiogram
Dari hasil pemeriksaan ekokardiogram yang dilakukan pada tanggal 24 juli
2015 didapatkan hasil:
Katup: penebalan mitral

MS berat (0,7 m2)

MR berat

Dari data-data pasien diatas, baik dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik
maupaun pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan EKG, Rongent thorax,
maupun Ekokardiogram dan didapatkan kesesuaian teori yang ada sehingga pada
kasus ini pasien didiagnosa dengan Mitral Stenosis Isufisiensi.
Terapi yang diberikan pada pasien ini berupa ,inj lasix 3x1 amp IV, lisinopril
2x2,5 mg, digoxin 2x1 tab, eritromisin 3x500 mg, aspilet 1x80 mg, spironolakton 2x50
mg.
Pengelolahan medik yang diberikan pada pasien dengan Mitral Stenosis (MS)
yaitu:
A. Obat-obatan untuk mengatasi gangguan akibat adanya obstruksi mekanis:

Beta bloker untuk memperpanjang waktu pengisian diastolic

Diuretic (furosemid, spironolakton)

Digitalis (digoxin, -methyl digoxin) bila diperlukan terutama pada fibrilasi


atrial yang permanen untuk control denyut jantung (ventrikel rate) dengan
target INR 2-3

Antikoagulan (warfarin) bila ditemukan fibrilasi atrial

Antiaritmia (amiodaron, sulfas kinidin, beta blocker, ca antagonis)

B. Obat-obat pencegah sekunder demam reumatik


C. Terapi untuk pencegahan terhadap endokarditis infektif
D. Terapi terhadap anemia, infeksi, hemoptysis;hindari aktivitas yang berat.

Prognosis dari penyakit mitral stenosis isufisiensi:

Quo ad vitam bonam

Quo ad functionam malam

Quo ad sanationam bonam

Anda mungkin juga menyukai