Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejarah membuktika bahwa agama islam di berbagai belahan dunia
berkembang berkat jasa para ulama yang kemudian dikenal sebagai Wali Allah,
seperti di India, Afrika Utara Dan Afrika Selatan bahkan di indonesia. Di Aceh
terkenal

dengan

serambi

Mekkah,

suatu

gelar

yang

diberikan

untuk

menggambarkan betapa pesatnya kemajuan ilmu-ilmu Islam di daerah itu.


Demikian pula di Jawa, terkenal dengan sebutan Walisongo sebagai ulama
yang berjasa dalam pengembangan Islam. Karena dimanapun tempat mereka
berada, walaupun berbeda adat, budaya dan bahasa, mereka dapat berbaur
dengan hati dan jiwa yang suci sehingga dengan mudahlah ajaran Allah dan
Rasulnya untuk dipahami. Adalah merupakan suatu kenyataan bahwa nilai-nilai
sritual selama ini semakin mendapat tempat pada masyarakat modern.
Tarekat, tasawuf, dan dunia sufi barang kali bisa diibaratkan tempat
pencucian batin dan rohani. Seseorang yang masuk ke wilayah tarekat, tasawuf
dan

sufi,

biasanya

mengalami

pengembaraan

spiritual

yang

seringkali

menakjubkan dan menggetarkan. Keindahan dan kelezatannya hanya bisa


dikecap dengan mata batin. Relung-relung tarekat, tasawuf dan dunia sufi,
terutama ketika seseorang telah tenggelam dalam pusaran ritualnya tak
sepenuhnya bisa dianalisis dengan rasio semata.
Lebih dari itu, secara luas, tarekat, tasawuf, dunia sufi mempunyai makna
yang dalam dan kompleks. Tarekat yang bisa dipahami sebagai jalan menuju
spiritualitas, sebenarnya bukan sekadar berisi ritual-ritual semata, tetapi juga
menyangkut sikap dan penghayatan manusia pada kehidupan yang kompleks dan
fana ini. Seseorang yang masuk ke dunia tarekat yang tentu saja otomatis
bersentuhan dengan alam sufi dan tasawuf, akan menyelam secara tuntas
kepada Allah beserta nilai-nilai-Nya yang sarat misteri.
Seseorang yang masuk ke dunia tarekat akan terus menerus memperdalam
ajaran Islam dan mempergunakannya sebagai energi kehidupan yang tak pernah
lekang dan kering. Tarekat-tasawuf-sufi sebagai representasi dunia batin, rohani,
dan spiritual, akan mengajak sang manusia untuk mengatasi dan melampaui
benda-benda dan materi, bukan sebaliknya, dikendalikan dan diperbudak oleh
benda-benda dan materi. Bagi seseorang yang tenggelam ke dunia tarekattasawuf-sufi, ruang batinnya dipenuhi oleh Allah semata, sehingga benda dan
materi yang fana, tidak perlu (terlalu) penting, bahkan bisa jadi menjadi halangan
dan penyakit.
Namun, bukan berarti seorang yang masuk ke dunia tarekat hanya akan
menjalani ritual-ritual semata seringnya dalam bentuk zikir-zikir tanpa punya
kepedulian terhadap realitas sosial dan gerak sejarah umat manusia. Seorang
1

penganut tarekat biasanya memang menggarisbawahi kehiduan akherat


sebagai capaian yang paling penting, tapi bukan berarti lari dari realitas (sosial)
kehidupan dan dunia yang riil ini. Seorang penganut tarekat yang baik dan
tercerahkan akan menggabungkan ibadah ritual dan ibadah sosial, dua hal
yang tak terpisahkan dalam hidup manusia untuk menuju Keindahan dan
Keabadian-Nya.
Tarekat pada hakikatnya mengajarkan prinsip keseimbangan dan saling
melengkapi antara kehidupan dunia dan akhirat. Tarekat (juga sufi dan tasawuf)
tidak hanya berurusan dengan persoalan ritual-ritualpersonal saja, tapi juga
mampu menggerakkan perubahan sosial dalam arti yang seluas-luasnya. Ini
adalah salah satu tesis penting dari buku Gerakan Politik Kaum Tarekat yang
sedang saya telaah ini. Untuk itu, bisa dimaklumi, sebagaimana dideskripsikan
buku ini, kaum tarekat mampu menggalang gerakan politik yang radikal dan
revolusioner untuk melawan kolonialisme dan imperialisme.
B. Rumusah Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Thariqat ?
2. Bagaimana sejarah lahirnya Thariqat ?
3. Bagaimana perkembangan Thariqat?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf tentang Thariqat
2. Agar mengetahui pengertian Thariqat
3. Agar mengetahui sejarah dan perkembangan Thariqat
4. Agar menambah wawasan bagi penulis dan pembaca

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Thariqat
Thariqat

menurut

bahasa

artinya

jalan,

cara,

garis,

kedudukan, keyakinan dan agama.


Kamus Modern Dictionary Arabic English oleh Elias Anthon dan Edward
Elias, edisi IX, Kairo tahun 1954 menyatakan bahwa thariqat ialah way (cara
atau jalan), method dan system of belief (metode dan suatu sistem
kepercayaan).1
Tarekat berarti jalan, yaitu jalan menuju Tuhan. Secara kuhus, terekat di
artikan sebagai metode praktis untuk membimbing seseorang dengan jalan
berpikir, merasa dan bertindak melalui tahap tahap kesinambungan ke arah
pengalaman tertinggu yaitu hakikat (Trimingham, 1973). Dalam tarekat terdapat
seorang guru yang disebut mursyid, yang berfungsi sebagai pembimbing,
pimpinan sekaligus menjadi tokoh sentral bagi para penganutnya yang disebut
murid. Para mursyid itu memiliki kedudukan bertingkat tingkat dalam suatu
susunan hierarkis piramidal wasilah yang berpuncak pada mursyid terbesar yang
biasanya sebagai pendiri aliran tarekat, dan namanya menjadi nama aliran
tersebut. Semua aliran tarekat dalam susunan wasilah hierarkis itu selalu berakhir
pada diri Rasullullah Muhammad saw.2
Kata thariqat disebutkan Allah dalam Al-Quran sebanyak 9 kali dalam 5 surat,
dengan mengandung beberapa arti sebagai berikut:
1. Surat An-Nisa : 168












1 H.A. Fuad Said,Hakekat Tarekat Naqsabandiyah (Jakarta, Percetakan Mutiara Suber


Widya: 1996) hlm. 1
2 Radja Mutasim dan Abdul Munir Mulkhan,Bisnis Kaum Suf (Yogyakarta, Pustaka Pelajar:
1998) hlm. 3
3

Sesungguhnya orang orang yang kafr dan melakukan kezaliman, Allah sekali
kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan tidak (pula) aka menunjukkan
jalan kepada mereka.
2. Surat An-Nisa : 169





Melainkan jalan ke Neraka Jahannam, mereka ekal di dalamnya selama


lamanya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
3. Surat Thoha :63

























Mereka berkata:Sesungguhnya dua orang ini adalah benar benar ahli sihir
yang hendak mengusir kamu dari negeri kamu dengan sihirnya dan hendak
melenyapkan kedudukan kamu yang utama.
Ayat itu menerangkan kedatangan Nabi Musa as. dan Harun ke Mesir, akan
menggantikan Bani Israil sebagai penguasa di Mesir. Sebahagian ahli tafsir
mengartikan thariqat dalam ayat ini dengan keyakinan (Agama). Menurut
Ibnu Manzhur (630 711 H) dalam kitabnya Lisanul Arab jilid 12 halaman 91,
arti thariqat dalam ayat itu adalah ar rijalul asyraf bermakna tokoh tokoh
terkemuka.

Jadi ayat itu berarti, kedatangan Nabi Musa dan Harun ke Mesir

adalah untuk mengusir kaum dengan sihirnya dan hendak menlenyapkan jamaah
atau tokoh tokoh terkemuka kamu.
-

Lebih jauh Ibnu Manzhur menyatakan hadza thariqatu qaumihi artinya

inilah tokoh tokoh pilihan kaumnya.


Al Akhfasi menyatakan bithariqatikumul mutsla artinya dengan sunnah
dan agama kamu yang tinggi. Thariqat berarti juga al khaththu fis
syai i artinya garis pada sesuatu. Thariqatul baidhi artinya garis
garis yang terdapat pada telur. Thariqatul romal artinya sesuatu yang

memanjang dari pasir, ma imtadda minhu.


Al Laits menyatakan thariqat ialah tiap garis di atas tanah, atau jenis
pakaian yang koyak koyak. Itulah thariqatnya. Thariqat jamaknya
tharaiq berarti tenunan dari bulu, berukuran 4 sampai 8 hasta kali satu

hasta, dipertautkan sehelai demi sehelai.


Menurut tafsir Al Jamal juz 3 halaman 99, bithariqatikumul mutsla
dalam surat Thoha : 63 itu, artinya biasyrafikum bermakna dengan orang
terkemuka kamu. Kata Thariqat itu dipergunakan untuk tokoh tokoh
terkemuka, karena mereka itu menjadi ikutan dan panutan orang banyak,

sebagaiman diartikan juga sedemikian oleh Abu As Suud.


Dalam Mukhtarus Shihah, disebutkan wathariqatul

qaumi

ialah

amatsiluhum dan jiaduhum artinya orang orang besar dan terbaik


diantara mereka. At Tariqatu juga diartikan syariful qaumi bermakna
-

tokoh terhormat suatu kaum.


Tafsir Ibnu Katsir juz 3 halaman 157 menyatakan bi thariqatikumul mutsa

itu dengan wa hia assihru, artinya sihir.


Ibnu Abbas mengartikannya dengan kerajaan yang mereka berdomisili dan
mencari kehidupan didalamnya.
4

As Syabi menafsirkannya dengan harun dan Musa memalingkan

perhatian orang banyak kepada mereka.


Mujahid mengartikannya dengan orang orang terkemuka, cerdas dan

lanjut usia di antara mereka.


Abu Shaleh mengartikannya dengan orang orang mulia di antara kamu.
Ikrimah mengartikannya dengan orang orang terbaik di antara kamu.
Qatadah menyatakannya bithariqatikumulmutsla mereka pada masa itu

adalah Bani Israil.


Abdur Rahman bin Zaid mengartikannya dengan billadzi antum alaihi

artinya dengan yang kamu berada di atasnya.


Tafsir Al Kahzin juz 3 halaman 273, menafsirkan ayat itu dengan yudzhiba
bi sunnatikum wa bi dinikum alladzi antum alaihi.





Keduanya, yakni Musa dan Harun akan menlenyapkan sunnah dan agama kamu
yang kamu anut.
-

Tafsir Al Baghawi juz 4 halaman 273, orang Arab menyatakan fulanun alat
thariqatil mutsla.



Maksudnya ialah ala shirathin mustaqim, berarti si Anu berada atas jalan

yang lurus.
4. Surat Thoha :77
















Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa : Pergilah kamu dengan
hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, maka buatlah untuk mereka jalan yang
kering di laut itu, kamu usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan
tenggelam).
Kata kata thariqat dalam ayat itu berarti jalan di laut dan terbelahnya
Lautan Merah untuk jalan bagi Nabi Musa dan pengikut pengikutnya. Peristiwa
itu terjadi setelah ia memukulkan tongkatnya.
5. Surat Thoha : 104
















Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan ketika berkata orang yang
paling lurus jalannya di antara mereka : Kamu tidak berdiam (di dunia)
melainkan hanyalah sehari saja.
Adapun yang dimaksud dengan lurus jalannya dalam ayat itu ialah orang yang
agak lurus pikirannya atau amalannya di antara orang orang berdoa itu.
6. Surat Al Ahqaf : 30


Mereka berkata :Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab
(Al Quran) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab

kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang
lurus.
7. Surat Al Mukminin : 17

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan (tujuh
buah langit) dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (Kami).
8. Surat Al Jin : 11








Dan sesungguhnya di antara kami ada orang orang yang saleh dan di antara
kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang
berbeda beda.
Al farra mengartikan kunna thariqa qidada dalam ayat itu dengan kunna
firaqan mukhtalifa bermakna adalah kami beberapa kelompok yang berbeda
beda.
9. Surat Al Jin :16













Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama
Islam), benar benar Kami akan memberi minuman kepada mereka air yang
segar (rezki yang banyak).
Kata thariqat dalam ayat itu berarti agama Islam.
Demikian beberapa makna thariqat dari segi bahasa.

Thariqat Menurut Kalangan Suf


Adapun thariqat menurut istilah ulama tasawuf :
1. Jalan kepada Allah dengan mengamalkan ilmu Tauhid, Fikih, dan Tasawuf.
2. Cara atau kaifiat mengerjakan sesuatu amalan untuk mencapai sesuatu
tujuan.
Berdasarkan beberapa definisi yang tersebut di atas, jelaslah bahwa thariqat
adalah suatu jalan atau cara untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan
mengamalkan ilmu Tauhid, Fikih, dan Tasawuf.3
Ada 2 macam tarekat yaitu tarekat wajib dan tarekat sunat.

3 H.A. Fuad Said,Hakekat Tarekat Naqsabandiyah (Jakarta, Percetakan Mutiara Suber


Widya: 1996) hlm. 1-6
6

1. Tarekat wajib , yaitu amalan-amalan wajib, baik fardhu ain dan fardhu
kifayah yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. tarekat wajib yang
utama adalah mengamalkan rukun Islam. Amalan-amalan wajib ini insya
Allah akan membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa yang dipelihara
oleh Allah. Paket tarekat wajib ini sudah ditentukan oleh Allah s.w.t melalui
Al-Quran dan Al-Hadis. Contoh amalan wajib yang utama adalah shalat,
puasa, zakat, haji. Amalan wajib lain antara lain adalah menutup aurat ,
makan makanan halal dan lain sebagainya.
2. Tarekat sunat, yaitu kumpulan amalan-amalan sunat dan mubah yang
diarahkan sesuai dengan 5 syarat ibadah untuk membuat pengamalnya
menjadi orang bertaqwa. Tentu saja orang yang hendak mengamalkan
tarekat sunnah hendaklah sudah mengamalkan tarekat wajib. Jadi tarekat
sunnah ini adalah tambahan amalan-amalan di atas tarekat wajib. Paket
tarekat sunat ini disusun oleh seorang guru mursyid untuk diamalkan oleh
murid-murid dan pengikutnya. Isi dari paket tarekat sunat ini tidak tetap,
tergantung keadaan zaman tarekat tersebut dan juga keadaan sang murid
atau pengikut. Hal-hal yang dapat menjadi isi tarekat sunat ada ribuan
jumlahnya, seperti shalat sunat, membaca Al Quran, puasa sunat, wirid,
zikir dan lain sebagainya.4
Hubungan Tarekat Denagan Tasawuf
Didalam ilmu tasawuf, istilah tarekat tidak saja ditunjukan kepada aturan
dan cara-cara tertentu yang digunakan oleh seorang syekh tarekat dan bukan
pula terhadap klompok yang menjadi pengikut salah seorang syekh tarekat.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tasawuf itu secara umum adalah usaha
mendekatkan diri kepada Allah, sedangkat tarekat adalah cara dan jalan yang
ditempuh seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada allah.5
Tujuan Thariqat
Pada waktu kita berbicara tentang ilmu pengetahuan sufi dan tasawuf, sudah kita
singgung bahwa mereka membagikan ilmu dan amal itu empat tingkat sesuai
dengan fitrah dan perkembangan keyakinan manusia yatit syariat, tarekat,
hakekat dan marifat. Meskipun ada golongan yang membagikan ilmu bathin itu
atas pembagian lain, misalnya atas hidayat dan nihayat, sperti yang kita dapati
pada penganut penganut tasawuf Ibn Taimiyah dan Ibn Qayyim Al Jauziyah,
tetapi pembagian yang kita jumpai adalah pembagian yang empat macam
tersebut.
Dalam kehidupan sehari hari kita dapati Sufi sufi yang mengemukakan
kepada murid muridnya mengambil misalnya thariqat atau hakekat saja,

4 http://penyebarislam.blogspot.com/2012/11/pengertian-tarekat-dan-sejarah.html
diakses pada tanggal 06 Okt 2014 pukul 09,00 wib
5 http://yuhazi.blogspot.com/2013/06/sejarah-dan-perkembangan-tarekat.html diakses
pada tanggal 06 Okt 2014 pukul 09,00 wib
7

disamping ahli alhi fiqh yang hanya menekankan pelaksanaan Islam itu kepada
melakukan syariat saja.
Syeikh Najmuddin Al Kubra, sebagai tersebut dalam kitab Jamiul Auliya
(Mesir, 1331M) mengatakan syariat itu merupakan uraian, thariqat itu merupakan
pelaksanaan, hakikat itu merupakan keadaan, dan marifat itu merupakan tujuan
pokok yakni pengenalan Tuhan sebenar benarnya. Diberinya teladan seperti
bersuci thaharah, pada syariat dari air atau tanah, pada hakikatnya bersih dari
hawa nafsu, pada hakikatnya bersih hati dari selain Allah, semuanya itu untuk
mencapai marifat terhadap Allah. Oleh karena itu orang tidak dapat berhenti
pada syriat saja, mengambil thariqat atau hakekat saja. Ia memperbandingkan
syariat itu dengan sampan, thariqat itu itu lautan, dan hakekat itu mutiara, orang
tidak dapat mencapai mutiara itu dengan tidak melalui kapan dan laut.
Oleh karena itu Syeikh Ahmad Al Khamsyakhanuwi An Naksyabandi,
pengarang kitab yang tersebut di atas, menyimpilkan bahwa syariat itu apa yang
diperintahkan, dan hakekat itu apa yang dipahami, syariat itu terpilih menjadi
satu dengan hakekat, dan hakekat menjadi satu dengan syariat.
Kedua ucapan orang suci itu sesuai dengan apa yang pernah dijelaskan oleh
Anas bin Malik : Barang siapa berfiqh saja, tidak bertasawuf, ia termasuk
golongan fasiq, barang siapa bertasawuf saja meninggalkan fiqh ia termasuk
golongan zindiq, tetapi barang siapa mengerjakan kedua duanya dialah yang
dapat dinamakan mutahaqqiq yaitu ahli hakekat.
Seorang ahli thariqat terbesar menerangkan bahwa sebenarnya thariqat itu
tidak terbatas banyaknya, karena thariqat atau jalan kepada Tuhan itu sebanyak
jiwa hamba Allah. Pokok ajarannya tidak terbilang pula, karena ada yang akan
melalui jalan dzikir, jalan muraqabah, jalan ketenangan hati, jalan pelaksanaan
segala ibadat (sepeti sembahyang, puasa, haji dan jihad), jalan melalui kekayaan
(seperti

mengeluarkan

zakat,

dan

membiayai

amal

kebajikan),

jalan

membersihkan jiwa dari kebimbangan dunia akan ketamakan hawa nafsu (seperti
khalwat, dan mengurangi tidur, mengurangi makan minum), semuanya itu tidak
dapat dicapai dengan meninggalkan syariat dan sunnah Nabi. Dalam hal ini Al
Junaid memperingatkan semua thariqat itu tidak berfaedah bagi hamba Allah jika
tidak menurut Sunnah Rasulnya.
Maka oleh karena itu, tiap tiap thariqat yang diakui sah oleh ulama harus
mempunyai lima dasar:
-

Pertama, menuntut ilmu untuk dilaksanak sebagai perintah Tuhan


Kedua, mendampingi guru dan teman setarekat untuk meneladaninya
Ketiga, meninggalkan rukhsah dan tawil untuk kesungguhan
Keempat, mengisi semua waktu dengan doa dan wirid
Kelima, mengekangi hawa nafsu dari pada berniat slah dan untuk
keselamatan.6

6 Abu Bakar, Pengantar Ilmu Tarekat (Solo, Ramadhani : 1996) hlm. 70-72
8

Perkataan tarikat berasal dari bahasa Arab ( ) jamaknya ( )yang


berarti jalan, keadaan, aliran, dalam garis pada sesuatu. Dan kata tarikat ini
telah dibakukan menjadi bahasa Indonesia dengan arti: (1). Jalan, (2). Jalan
menuju kebenaran (dalam tasawuf), ilmu tarikat, ilmu tasawuf, (3). Cara atau
aturan hidup (dalam keagamaan atau dalam ilmu kebathinan), (4). Sebagai
persekutuan para penuntut ilmu tasawuf.
Para ilmuan muslim memberikan defenisi tarekat dengan berbagai redaksi,
antara lain seperti dikemukakan berikut ini:
a. H. Abu Bakar Atjeh mengatakan: Tarekat itu artinya jalan, petunjuk dalam
melaksanakan suatu ibadat sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan
dicontohkan oleh Nabi dan dikerjakan oleh sahabat dan tabiin, turun
menurun sampai kepada guru-guru, sambung menyambung dan rantai
berantai. Atau suatu cara mengajar atau mendidik, lama-lama meluas
menjadi kumpulan kekeluargaan, yang mengikat penganut-penganut sufi
yang sepaham dan sealiran, guna memudahkan menerima ajaran-ajaran
dan latihan-latihan dari para pemimpinnya dalam suatu ikatan.
b. Harun Nasution, mengatakan bahwa Tarikat berasal dari kata Tariqah (
jalan) yaitu jalan yang harus ditempuh seorang sufi dalam tujuan
berada sedekat mungkin dengan Tuhan. Tarikat kemudian mengandung
arti organisasi (tarikat), tiap tarikat mempunyai syekh, upacara ritual dan
bentuk zikir sendiri.
c. Hamka, mengatakan: maka diantara makhluk dan Khalik itu ada perjalanan
hidup yang harus kita tempuh. Ini lah yang kita katakan tarekat.
d. Syekh Al-Jurjani mengaatakan tarikat adalah jalan atau tingkah laku
tertentu bagi orang-orang yang berjalan (beribadat) kepada Allah dengan
melalui pos (manazil) dan meningkat ketingkat yang lebih tinggi yaitu
stasiun-stasiun (maqomat).7
e. W. J. S. Poerwodarminto, memberikan definisi sebagai berikut: Tarekat
(tarikat) (1) jalan, (2) jalan menuju kebenaran (dalam tasawuf); ilmu
tarekat, ilmu tasawuf, (3) cara atau aturan hidup (dalam keagamaan atau
dalam ilmu kebathinan), (4) sebagai persekutuan para penuntut ilmu
tasawuf.
f. E. St. Harahap, mengemukakan tarikat ialah jalan menuju kebenaran, ilmu
kebajikan agama, persaudaraan dalam kebaktian pada kerohanian.8
Kaum

Orientalist

juga

ada

yang

tertarik

mempelajari

tarekat,

dan

memberikan defenisi tarekat itu sebagai berikut:


a. J. Spencer Trimingham, mengemukakan: Tarikat adalah suatu metode
praktis untuk menuntun (membimbing) seorang murid secara berencana
dengan jalan pikiran, perasaan dan tindakan, terkendali terus menerus

7 Drs. H. Mizwar, MA., H. Pangulu Abd. Karim Nasution, Lc., MA. Akhlak Tasawuf,
(Medan:Cita Pustaka Media Perintis,2013), hlm. 107-112.
8 Drs. H. Hasbi AR, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi
Agama Islam Negeri Sumatera Utara, 1983), hlm. 257-258.
9

kepada suatu rangkaian dari tingkatan-tingkatan (maqomat) untuk dapat


merasakan Haqiqat yang sebenarnya.
b. Hargibb, mengemukakan: Pada abad ke IX dan X sesudah masehi. Tarikat
adalah suatu cara psykologi moral untuk mengendalikan secara praktis
dari individu-individu yang mempunyai suatu sebutan mistik. Setelah abad
ke XI, tarikat menjadi sekumpulan sistem tentang upacara-upacara latihan
kejiwaan

yang

tergabung

untuk

kehidupan

bersama

dalam

keanekaragaman keagamaan orang Islam yang mulai dijumpai pada waktu


ini.
Dari beberapa ungkapan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
pengertian tarikat adalah hasil pengalaman dari seorang sufi yang diikuti oleh
para murid, yang dilakukan dengan aturan/cara tertentu, dan bertujuan untuk
lebih mendekatkan diri kepada Allah. Dalam perkembangannya tarikat itu
kemudian digunakan sebagai nama sekelompok mereka yang menjadi pengikut
bagi

seorang

Syekh

yang

mempunyai

pengalaman

tertentu

dalam

cara

mendekatkan diri kepada Allah dan cara memberikan tuntutan dan bimbingan
pada muridnya. Dalam memberi nama suatu kelompok yang terikat dengan suatu
ajaran tertentu dalam mendekatkan diri kepada Tuhan itu dan dalam cara
memberikan latihan-latihan selalu dinisbahkan kepada nama seorang Syekh yang
dianggap mempunyai metode tertentu ( ) dan pengalaman yang khusus (
).
Maka di dalam prakteknya dalam suatu tarikat ditemuilah adanya guru yang
digelari dengan Mursyid atau Syekh. Wakilnya digelari Khalifah dan sejumlah
pengikutnya disebut murid. Sedangkan tempat untuk latihan disebut kibath atau
zawiyah atau taqiyah dan dalam bahasa Persia disebut Khanaqah. Dalam hal ini
peranan Syekh (Mursyid) sangat menentukan terhadap muridnya.
Dari unsur-unsur pokok di atas terlihat bahwa tujuan yang sebenarnya dari
tarikat adalah agar para pengikut yang tergabung di dalamnya dapat berada
sedekat mungkin dengan Allah sesuai bimbingan guru atau mursyid.9
Secara harfiah, tariqah berarti jalan, mempunyai arti sama dengan syariah.
Banyak kosa kata yang dapat diartikan dengan jalan, seperti sabil, sirat, manhaj,
atau minhaj, suluk, atau maslak, nusuk atau mansak. Jadi tarekat yang berasal
dari

bahasa

Arab,

yaitu

tariqah

memiliki

banyak

pengertian,

satu

diantaranyaseperti dikemukakan di atas yakni jalan, sedangkan dalam bahasa


Indonesia bermakna jalan menuju kebenaran.
Dari segi terminologi, pengertian tarekat dapat dilihat dari ungkapan
Zamakhsyari Dhofier yang mengartikannya sebagai suatu kelompok organisasi
(dalam lingkungan islam tradisional) yang melakukan amalan-amalan zikir
tertentu dan menyampaikan sumpah yang formulanya telah ditentukan oleh
9 Drs. H. Mizwar, MA., H. Pangulu Abd. Karim Nasution, Lc., MA. Akhlak Tasawuf,
(Medan:Cita Pustaka Media Perintis,2013), hlm. 107-112.
10

pimpinan organisasi tarekat tersebut. Sementara itu, Trimingham mendefinisikan


tarekat sebagai suatu metode praktis untuk menuntun membimbing seorang
murid secara berencana dengan jalan pikiran dan tindakan, yang terkendali
secara terus menerus kepada suatu rangkaian tingkatan (maqamat) untuk dapat
merasakan hakekat yang sebenarnya.
Pengertian yang hampir sama dikemukakan Al-Jurjani yaitu jalan atau tingkah
laku tertentu bagi orang-orang yang berjalan (beribadah) kepada Allah melalui
pos (manazil), hingga sampai kepada tingkat lebih tinggi yang disebut stasiun
(maqamat). Harun Nasution mendefenisikan tarekat sebagai jalan yang harus
ditempuh sufi dalam tujuan berada sedekat mungkin dengan tuhan, yang
kemudian mengandung arti organisasi, Syekh, upacar ritual dan bentuk zikir
sendiri.
Pengertian lain tentang tarekat dikemukakan Abbas Husayn Basri, yaitu
sebuah jalan yang ditempuh berdasarkan syariat Allah dan peraturannya,
mengikuti perintah Rasul saw yang datang dengan segala petunjuk dan cahaya
kebenaran.10
Ath-Tharieq (jalan) adalah mengutamakan perjuangan, menghapuskan sifatsifat yang tercela, memutuskan segala hubungan duniawi serta maju dengan
kemauan yang besar pada Allah. Dan berhasilnya yang demikian itu karena Allah.
Dan hasilnya yang demikian itu karena Allah telah memimpin dan memelihara
hati hambaNya dengan memberinya cahaya ilmu.
Jika Allah telah memberi petunjuk pada sanubari seseorang, niscaya akan
berlimpah atasnya rahmat, bersinarlah cahaya didalamnya, akan lapanglah
dadanya, akan terungkap baginya rahasia kerajaan langit dan tersingkaplah dari
hatinya tabir kelengahan dengan kelembutan rahmat dan berkilauan baginy
ahakikat-hakikat masalah illahi.
Maka tiada hal lain baginya kecuali bersiap sedia untuk mensucikan diri secara
mutlak, menghadirkan semangat disertai kemauan yang benar, keimanan yang
sempurna, dan senantiasa bersabar menanti rahmat yang akan diberikan Allah
Taala kepadanya.
Telah terungkap persoalan itu bagi para nabi, dan para wali. Dimana dad
mereka diliputi cahay abukan dengan belajar atau mengkaji maupun menulis
berdasarkan kitab-kitab tetapi dengan zuhud kepada dunia dan membersihkan
diri dari hawa nafsunya dan dari segala yang bisa membuatnya lalai, dan
mengkonsentrasikan diri kepada Allah. Maka barang siapa yang berbuat sesuatu
untuk Allah niscaya Allah menjadi untuknya.
Mereka telah menganggap bahwa jalan dalam hal itu pertama-tama adalah
memutuskan hubungan yang bersifat duniawi, mengosongkan hati dengan
10 Dr. H. L. Hidayat Siregar, MA., Tarekat Doktrin dan Sejarah, (Bandung: Citapustaka
Media Perintis, 2008), hlm. 14-16.
11

menyirnakan kemauan terhadap keluarga, harta, anak, tanah air, dan dari imu,
kekuasaan, kedudukan, bahkan hati sanubari beralih menjadi satu keadaan
dimana ada dan tidaknya akan merasa sama.11
Dalam tasawuf jalan menuju Tuhan mereka namakan thariqah, kata inggrisnya
the path.
Para

mistikus

menyimbolkan

dalam

setiap

pengembaraan

suku

spiritual

bangsa

ataupun

agama

mereka

sebagai

suatu

umumnya
perjalanan.

Wlaupun adapula simbol-simbol lain namun perjalanan merupakan simbol yang


lebih umum. Para sufi yang sedang rindu mengembara ,mencari tuhan menyebut
dirinya sebagai pengembara (salik, musafir). Mereka melangkah maju dari satu
tingkat ke tingkat diatasnya. Tingkat-tingkat pendakian rohani atau kejiwaan ini
mereka namakan maqamat atau stasiun. Jalan yang mereka tempuh mereka
namakan thariqah. Sedang tujuan akhirnya adalah mencapai penghayatan fana
fillah. Yaitu kesadaran leburnya diri mereka dalam samudera illahi. Tarekat atau
jalan tasawuf itu begitu penting hingga ilmu tasawuf sering dinamakan ilmu suluk.
Dalam kepustakaan jawa ajaran mistik yang diungkapkan dalam bentuk tembang
(puisi) dinamakan sastra suluk.
Tarekat (thariqah) itu pada dasarnya takterbatas jumlahnya, karena setiap
manusia semestinya harus mencari dan merintis jalannya sendiri sesuai dengan
bakat dan kemampuan ataupun taraf kebersihan hati mereka masing-masing. 12
Thariqah dan Haqiqah yang menjadi bagian pengetahuan sufi, merupakan
bagian dari Syariah, karena akan membantu mewujudkan bagian ketiga, yakni
ketulusan. Oleh sebab itu hal hal tersebut dikaji karena ingin mengutuhkan
Syariah dan bukan untuk mencapai sesuatu diluar syariah. Tergiur dan ektase
yang biasa dialami oleh sufi, dan gagasan-gagasan tentang kebenaran yang
datang ketika mereka mengarungi perjalanan rohaniyahnya, bukanlah tujuan sufi.
Hal hal tersebut tak lain hanyalah mitos dan kegembiraan bagi anak-anak sufi.
Apabila seseorang telah melampauinya kemudian mencapai tahap kepuassan
(ridha), yang merupakan tujuan terakhir dari suluk dan jadzbah. Tujuan melewati
seluruh lintasan thariqah dan haqiqah tiada lain hanyalah untuk mewujudkan
ikhlas yang memang muncul dalam pencapaian ridha. Hanya satu dari antara
ribuan sufi yang dikaruniai dengan tiga iluminasi, dan penglihatan makrifat,
mencapai ikhlas dan kemudian naik menuju ridha.13
Para ahli sepakat untuk memilah-milah tahapan perjalanan spiritual ini ke
dalam stasiun-stasiun (maqamat) dan keadaan-keadaan (ahwal). Perbedaan
11 Dr. Abdul Halim Mahmud., Ihwal Tasawuf Analisa almunqidz Minadhdhalai Selamat
Dari Kesesatan, (jakarta: Daarul Ihya Indonesia, 2004), hlm. 81.
12 Simuh, Tasawuf Dan Perkembangannya Dalam Islam, cetakan 2, (jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2012), hlm.39-40.
13 Anshari, Muhammad Abdul Haq, Antara Sufsme dan Syariah, cetakan ke 2,
(Jakarta:PT.Grafindo Persada, 1993), hlm. 271-272.
12

anatara keduanya adalah maqamat dicapai melalui usaha yang sadar dan
sistematis, sedangkan ahwal adalah keadaan-keadaan jiwa yang datang secara
spontan, sebagai hadiah dar Tuhan, dan umumnya berlangsung relatif cepat dan
tidak bertahan lama.
Selain pengalaman spiritual yang berbeda-beda dari seorang sufi dalam
tarekatnya, intensitas dan kecepatan perjalananpun bisa berbeda-beda. Ali nadwi
misalnya menggambarkan perjalanan mistik Rumi seperti burung Rajawali yang
bisa dengan cepat tiba di tangan si Raja, sedangkan perjalanan spiritual Farid alDin digambarkan merayap seperti semut. Rumi sendiri misalnya mengatakan
seorang sufi bermikraj ke Arsy dalam sekejap sang zahid memerlukan sebulan
untuk sehari perjalanan.14
2. Sejarah lahirnya Tarikat
Lahirnya tarekat tidak terlepas dari keberadaan tasawuf secara umum,
terutama peralihan tasawuf yang bersifat personal kepada tarekat sebagai suatu
organisasi, yang merupakan perkembangan, pengamalan serta perluasan ajaran
tasawuf. Kajian tentang tarekat sendiri tidak mungkin dilakukan tanpa kajian
tasawuf. Dalam perspektif tertentu tarekat dapat dilihat sebagai perkembangan
lanjutan dari tasawuf. Dari perspektif lain, tarekat adalah praktek yang terstruktur
dari prinsip-prinsip dan doktrin-doktrin tasawuf; atau ringkasnya tasawuf adalah
aspek teoritis sementara tarekat adalah aspek praktisnya.
Dalam konteks ini, Trimingham berpendapat bahwa perkembangan tasawuf
menjadi tarekat mengalami proses panjang yang dapat dibagi kedalam tiga
tahapan:
Tahapan pertama (khanaqah).

Abad kencana mistisme. Guru dan majelis

muridnya, yang sering kali berpindah-pindah tempat, mempunyai aturan yang


minimum untuk menempuh kehidupan biasa, menjurus pada abad ke-10 ke arah
pembentukan pondok-pondok yang seragam dan tidak khusus. Bimbingan
dibawah seorang guru menjadi prinsip yang diterima.
Tahapan kedua, (tariqah). Abad ke-13, zaman seljud. Periode formatif 11001400M. Transmisi doktrin, aturan dan metode. Perkembangan-perkembangan
mazhab

mistisme

yang

bersinambung.

Silsilah-tariqah,

yang

berasal

dari

seseorang yang tercerahkan. Meyesuaikan dan menjinakkan semangat mistikal


dalam sufisme yang terorganisasi kepada standar tradisi dan legalisme.
Perkembangan tipe-tipe baru metode kolektif untuk menumbuhkan ektase.
Tahapan ketiga (taifah). Abad ke-15, zaman pembentukan kemaharajaan
Ottoman. Transmisi baiat bersama-sama doktrin dan aturan. Sufisme menjadi
suatu gerakan yang popular.
Karakteristik-karakteristik terpenting untuk tahapan perkembangan yang
pertama adalah sebagai berikut:
1. Perumusan ajaran masih bersifat individual. Dalam tahapan pertama ini
ajaran-ajaran tasawuf masih merupakan gagasan-gagasan yang melekat
pada seseorang individu. Dengan demikian belum dikenal adanya mazhab
atau aliran dalam konteks ajaran tasawuf.
14 Mulyadi Kartenegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, (Jakarta: Erlangga, 2006), hlm. 16.
13

2. Pengikut

menjalani

kehidupan

moral.

Para

pengikut

tasawuf

pada

prinsipnya tidak terbedakan dari masyarakat pada umumnya, kecuali


bahwa kebanyakan pengikutnya yang awal memang berasal dari kelompok
elit masyarakat. Namun, mereka bukanlah kelompok yang tersendiri,
apalagi eksklusif dari masyarakat umum. Pada tahapan ini tasawuf tidak
membuat

garis

pembeda

antara

pengikutnya

dengan

yang

bukan

pengikut.
3. Aturan-aturan masih sederhana. Apa yang dikenal sekarang ini didunia
tasawuf dalam bentuk aturan-aturan yang sangat banyak dan rumit, sama
sekali belum muncul pada tahapan perkembangan pertama ini.dalam
tahapan ini meskipun ada aturan, namun masih sangat sederhana. Aturanaturan yang paling utama pada umumnya bersifat moral-etis dan tak
menyentuh persoalan-persoalan teknis sebagaimana kemudian muncul
belakangan hari.
4. Metode utama adalah

kontemplasi

individual.

Metode

yang

paling

menonjol pada awal perkembangan tasawuf adalah kontemplasi pribadi.


Metode ini mengasumsikan pemahaman dan kemampuan individual yang
relatif baik. Dengan demikian tasawuf dijalani sebagai suatu upaya
pendakian personal menuju kedekatan kepada Allah swt. Seseorang
dengan dirinya sendiri mencoba melakukan perenungan mendalam dan
dengan itu dia mengalami transformasi dan pencerahan spiritual yang
diharapkan.
Karakteristik-karakteristik terpenting untuk tahapan perkembangan yang
kedua adalah sebagai berikut:
1. Mulai munculnya transmisi doktrin, metode, dan aturan secara sinambung,
dengan

menempatkan

satu

tokoh

sebagai

central

fgure.

Mulai

teridentifikasi secara nyata usaha yang sistematis untuk mewariskan


doktrin, metode dan aturan-aturan, dan sebagai bagian dari itu muncul
pula upaya pembakuan.
2. Popularisasi. Oleh karena adanya pewarisan yang terencana, maka
muncullah fenomena popularisasi. Tasawuf/tarekat menjadi bagian dari
kehidupan masyarakat grass root, bukan lagi beredar hanya dikalangan
elite semata. Tasawuf menjadi sesuatu yang biasa diamalkan oleh siapa
saja.
3. Standarisasi, mazhab. Sebagai akibat dari popularisasi maka kemampuan
intelektual/spiritual dari kelompok penganut tasawuf/tarekat menjadi
sangat bervariasi, mulai dari yang sangat tinggi sampai yang sangat
rendah. Keadaan ini memunculkan kepentingan akan adanya standarisasi
ajaran yang kemudian membentuk mazhab-mazhab tasawuf/tarekat.
4. Munculnya metode-metode komunal yang standarisasi.kemampuan yang
bervariasi dan jumlah penganut yang semakin besar melatar belakangi
perlunya

metode-metode

yang

tidak

hanya

terstandarisasi,

tetapi

sekaligus dapat difungsikan secara berkelompok, secara komunal. Dengan


demikian mulailah fenomena kelompok/jamaah dalam kegiatan tarekat.
14

Karakteristik-karakteristik terpenting untuk tahapan perkembangan yang


ketiga adalah sebagai berikut:
1. Popularisasi berlanjut. Semakin hari tasawuf/tarekat semakin digandrungi
oleh hampir semua lapisan masyarakat. Elitisme dalam tarekat menghilang
sama

sekali

kenyataannya

dan

menjadi

tarekat

sebuah

malah

fenomena

menjadi

lebih

grass

lekat

root.

pada

Dalam

kehidupan

keagamaan popular dan berbasis masyarakat bawah.


2. Pecahnya mazhab ke dalam cabang-cabang yang banyak. Sebagai bagan
dari popularisasi ini maka tarekat kemudian terpecah kedalam aneka
cabang mazhab. Dari beberapa menjadi sangat banyak. Beberapa di
antara cabang mazhab ini sesungguhnya sulit dibedakan dari induknya,
kecuali sekedar formalitas atau pembeda-pembeda yang superfisial saja
sifatnya. Ada juga cabang yang menggabungkan beberapa aspek dari dua
atau lebih mazhab yang sudah ada dan popular lebih dahulu.
3. Bayat komunal. Popularisasi juga semakin mendorong pentingnya
kesetiaan; dan pencabangan mazhab meniscahyakan kejelasan afiliasi.
Dalam konteks inilah kemudian muncul perlunya bayat. Jumlah pengikut
yang

besar

memunculkan

yang

bayat

komunal,

yaitu

pernyataan

kesetiaan kepada guru-mursyid secara bersama-sama.


4. Kultur individual. Pada tahapan ini juga muncul satu karakteristik yang
nantinya menjadi salah satu topik kontoversial dalam diskursus tentang
tarekat, yakni kultus individual. Penghormatan yang berlebihan kepada
pemimpin tarekat antaralain dimungkinkan karena semakin popularnya
tarekat dan pengikutnya yang semakin banyak berasal dari kalangan grass
root tadi. Begitu pun terlepas dari kontoversi yang ada, kultur individual ini
menjadi salah satu tema paling populae berkaitan dengan tarekat.15
Karena tarekat adalah jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah maka orang
yang menjalankan Syariat dan simurid harus memenuhi unsur-unsur sebagai
berikut:
1. Mempelajari ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan Syariat agama.
2. Mengamati dan berusaha semaksimal mungkin untuk mengikuti jejak dan
melaksanakan perintah guru.
3. Tidak mencari-cari keringanan dalam beramal agar tercapai kesempurnaan
yang hakiki.
4. Berbuat dan mengisi waktu seefisien mungkin dengan segala wirid dan
doa guna pemantapan serta kekhusukan dalam mencapai maqomat
(stasion) yang lebih tinggi.
5. Mengekang hawa nafsu agar terhindar dari kesalahan yang dapat menodai
amal.
Dari unsur-unsur pokok di atas terlihat bahwa tujuan yang sebenarnya dari
tarikat adalah agar para pengikut yang tergabung di dalamnya dapat berada
sedekat mungkin sesuai dengan bimbingan seorang guru atau mursyid.
15 Ibid, h. 5-14
15

Pelaksanaan tarikat itu diantaranya melalui:


a. Zikir, yaitu ingatan yang terus menerus kepada Allah dalam hati serta
menyebutkan dengan namanya lisan. Zikir berfungsi sebagai alat kontrol
bagi hati dan perbuatan agar jangan sampai menyimpang dari garis yang
sudah ditetapkan Allah. Oleh sebahagian ada juga yang membedakan zikir
itu dengan zikir lisan (lisan), zikir qalbu (hati), dan zikir sirr (rahasia).
b. Ratib, yaitu mengucap ( ) dengan gaya, gerak dan irama tertentu.
c. Muzik, yaitu dalam membacakan wirid-wirid dan syair-syair tertentu diiringi
dengan bunyi-bunyian,seperti memukul rebana.
d. Menari, yaitu gerak yang dilakukan mengiringi wirid-wirid dan bacaanbacaan tertentu untuk menimbulkan sesuatu kekhidmatan.
e. Bernafas, yaitu mengatur cara bernafas pada waktu melakukan zikir yang
tertentu.
Secara umum dasar-dasar dari semua tarikat dapat disimpulkan dalam lima
hal:
1. Menuntut ilmu untuk menegakkan perintah.
2. Cinta kepada syekh dan persaudaraan

untuk

dapat

mendapatkan

penglihatan yang tajam.


3. Meninggalkan rukhsah dan takwil untuk memelihara keutamaan.
4. Mengisi waktu dengan wirid-wirid untuk selalu menghadirkan Tuhan dalam
hati.
5. Mencurigai diri dari segala sesuatu agar dapat keluar dari hawa nafsu.
Syekh-syekh tarikat yang mempunyai murid-murid fan tarikatnya yang terus
berkembang pada umumnya harus memenuhi lima syarat:
1.
2.
3.
4.
5.

Perasaan yang tajam.


Ilmu yang betul.
Cita-cita yang tinggi.
Kepribadian yang disenangi.
Mempunyai pandangan yang menyelamatkan.

Selanjutnya seorang muridpun tidak hanya sekedar berguru, tetapi harus


menjaga adab terhadap syekhnya agar ilmu yang didapat dari syekh itu dapat
dihayati. Adab-adab tersebut adalah:
1. Mengikuti segala perintah Syekh

meskipun

bertentangan

dengan

pendapatnya.
2. Menjauhi larangan Syekh meskipun disenanginya.
3. Menjaga kehormatan Syekh baik dihadapan maupun dibelakang Syekh,
diwaktu hidupnya atau sesudah matinya.
4. Menegakkan hak-hak nya sedapat mungkin dengan tidak bersia-sia.
5. Mengenyampingkan akalnya, ilmunya dan kepemimpinannya kecuali
dalam hal-hal yang sesuai dengan perintah Syekhnya.
Disamping itu pula setiap murid mempunyai tugas-tugas yang tidak boleh
dilupakannya, yaitu:
1. Tetap bertaqwa dengan meninggalkan yang dilarang dan memelihara
kewajiban.
2. Beramal denga segala sesuatu yang dapat menyebabkan kesempurnaan
jiwa dan taqwa.
3. Senantiasa hati-hati terhadap sesuatu dan sumber-sumbernya.
16

4. Berteman dengan orang-orang yang mempunyai marifat dan ilmu.


5. Berusaha untuk menjauhi orang-orang yang mengejar kemewahan dan
keduniawian.
6. Menjaga adab.
7. Menunaikan waktu sesuai dengan hak-haknya.
8. Bahwa engkau tidak melihat di alam ini kecuali dirimu dan tuhanmu,
dengan sikap muraqabah..
9. Menjauhkan diri dari sikap terpaksa dalam segala gerakan.
10.
Mengisi hati dengan sesuatu yang menghidupkannya dan menjauhkan
lawan-lawannya:
a. Senantiasa mengingat
b. Senantiasa mengingat
c. Senantiasa mengingat
d. Senantiasa mengingat

bahwa engkau adalah perantauan di dunia.


maut yang datangnya tiba-tiba.
keliaran hati.
bahwa engkau berada di hadapan Allah SWT.16

3. Perkembangan Tarikat
Pada masa permulaan Islam, hanya terdapat dua macam thariqat, yaitu :
1. Thariqat Nabawiah, yaitu amalan yang berlaku di masa Rasulullah saw yang
dilaksanakan

secara

murni.

Dinamakan

juga

dengan

Thariqat

Muhammadiah atau Syariat.


2. Thariqat Salafah, yaitu cara beramal dan beribadah pada masa Sahabat
dan Tabiin dengan maksud memelihara dan membina Syariat Rasulullah
saw. Dinamakan juga dengan Thariqat Salafus Saleh.
Sesudah abad ke 2 H, thariqat Salafiah mulai berkembang secara kurang
murni. Ketidakmurniannya itu antara lain disebabkan pengaruh filsafat dan alam
pikiran manusia telah memasuki negara negara Arab, seperti filsafat Yunani,
India, dan Tiongkok, sehingga pengalaman thariqat Nabawiah dan Salafiah telah
bercampur aduk dengan filsafat.
Sejumlah kitab kitab filsafat asing di salin dan diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab. Sesudah abad ke 2 H itu muncullah thariqat Sufiah yang
diamalkan orang orang sufi, dengan tujuan untuk kesucian melalui empat
tingkat :
1. Syariat, mengetahui dan mengamalkan ketentuan ketentuan Syariat,
sepanjang yang menyangkut dengan lahiriah.
2. Thariqat, mengerjakan amalan hati dengan akidah yang teguh sepanjang
yang menyangkut dengan batiniah.
3. Hakikat, cahaya musyahadah yang bersinar cemerlang dalam hati dan
dengan cahaya itu dapat mengetahui hakikat Allah dan rahasia alam
semesta,
4. Marifat, tingkat tertinggi dimana orang telah mencapai kesucian hidup
dalam rohani, memiliki pandangan tembus (kasyaf) dan mengetahui hakikat
dan rahasia kebesaran Allah.
16 Drs. H. Hasbi AR, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Proyek Pembinaan Perguruan
Tinggi Agama Islam Negeri Sumatera Utara, 1983), hlm. 260-263.
17

Orang Sufi menganggap bahwa Syariat untuk memperbaiki sesuatu yang


lahir (nyata), Thariqat untuk memperbaiki sesuatu yang tersembunyi (batin), dan
Hakikat untuk memperbaiki segala rahasia yang ghaib ghaib.
Tujuan terakhir dari ahli Sufi ialah marifat, yakni mengenal hakikat Allah, zat,
sifat, dan perbuatan Nya. Orang yang telah sampai ke tingkat marifat,
dinamakan Wali, yang mempunyai kemampuan luar biasa (khariqul liladah),
disebut keramat atau super natural. Terjadi pada dirinya hal hal luar biasa
yang tidak terjangkau oleh akal menurut logika, baik di masa hayatnya maupun
sesudah matinya.
Syekh Abdul Qadir Jailani (471 H 561 H/1078 1168 M) menurut pandangan
orang Sufi adalah Wali tetinggi, yang disebut Quthubul Aulia (Wali Wuthub).
Gerakan thariqat baru menonjol dalam dunia Islam pada abad ke XII M sebagai
lanjutan dari kegiatan kaum Sufi terdahulu.
Kenyataan

ini

dapat

ditandai

dengan

setiap

silsilah

thariqat

selalu

duhubungkan dengan nama pendirinya dan tokoh tokoh Sufi lainnya. Setiap
thariqat mempunyai Syekh, kaifiat dzikir dan upacara rituil. Biasanya Syekh atau
Mursyid mengajar murid muridnya di asrama latihan rohani yang dinamakan
rumah suluk atau ribath.
Mula mula menonjol di Asia Tengah, Tibristan tempat kelahiran dan
operasinya Syekh Abdul Qadir Jailani, kemudian berkembang ke Baghdad, Irak,
Turki, Arab Saudi dan smapai ke Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, India,
dan Tiongkok.
Kemudian pada abad ke XII itu muncul pula thariqat Rifaiah di Maroko dan
Aljazair, thariqat Sahrawadiah dan lainnya yang berkembang di Afrika Utara dan
Afrika Tengah, seperti di Sudan dan Nigeria.
Perkembangan itu begitu cepat melalui murid murid yang telah diangkat
menjadi Khalifah, mengajarkannya dan menyebarluaskannya ke negeri negeri
Islam. Dan adapula melalui pedagang pedagang.
Organisasi thariqat pernah mempunyai pengaruh yang sangat besar di dunia
Islam, sebagaimana dikatakan H. R. Gibb dala An Interpretation of Islamic
History, bahwa sesudah direbutnya Khalifah oleh orang orang Mongol pada
tahun 1258 H, maka tugas untuk memelihara kesatuan masyarakat Islam beralih
ke tangan kaum Sufi.
Peranan

ahli

thariqat

dalam

percaturan

politik

di

Turki

pada

masa

pemerintahan Ottoman I (1299 1326 M) cukup besar. Demikian pula di Sudan,


Afrika Utara dan afrika Tengah, Tunisia, dan di negeri kita Indonesia, tempo dulu
ahli thariqat memegang peranan penting dalam perjuangan melawan penjajahan
Barat.

18

Dalam proses Islamisasi Indonesia, sebahagian adalah atas usaha dari kaum
Sufi dan mistik Islam. Sehingga pada waktu itu pemimpin pemimpin agama
Islam di Indonesia bukanlah ahli ahli Teology (Mutakallimin) dan ahli hukum
(Fuqaha), tetapi juga Syekh syekh thariqat dan guru guru suluk.
Salah seorang pemuka Thariqat Naqsabandiyah yang telah berjasa bagi
perjuangan bangsa dalam merebut kemerdekaan lahir dan batin, adalah Syekh
Abdul Wahab Rokan Al Khalidi Naqsabandi (1811 1926) yang terkenal dengan
panggilan Tuan Guru Babussalam Langkat. Pusaranya di desa Babussalam
Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara.
Ia adalah murid dari Syekh Sulaiman Zuhdi dan belajar kepadanya selama 6
tahun di Mekkah. Sekembalinya ke tanah air, ia aktif mengajar agama dan
thariqat di beberapa kerajaan, seperti di wilayah kerajaan Langkat, Deli Serdang,
Asahan Kualuh, Panai di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera
Selatan,

dan

Sulawesi

Selatan.

Khalifah

khalifah

beliau

yang

giat

mengembangkan thariqat Naqsabandiyah di luar negeri, telah berhasil mendirikan


rumah rumah suluk dan peribadatan, di Batu Pahat, Johor, Pulau Pinang, Ipoh,
Kelantan dan beberapa negeri di Thailand.
Besarnya pengaruh ahli thariqat itu, diakui oleh Massignon, sebagai berikut :
Thariqat tidaklah bisa di kesampingkan begitu saja, dan meskipun nilai rata
rata dari moralitasnya berada jauh sekali di bawah contoh contoh yang agung
dari Sufah yang pertama, sebahagian besar dari mereka tidak pernah berhenti
dari memainkan peranan di dalam kehidupan sehari hari dan meskipun mereka
sangat sederhana, akan tetapi berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Islam.17
Perkembangan tarekat di Indonesia secara nyata baru terlihat pada abad XVII
yaitu dimulai pertama kali oleh Hamzah fansuri (w.1610) dan muridnya syamsudin
as sumatrani (m.1630) akan tetapi keduanya tidak meninggalkan organisasi
tarekat yang berlangsung terus menerus. Baru kemudian setelah Abdur Rauf bin
Ali Singkel memperkenalkan tarekat Syattariyah di Aceh pada 1679M, organisasi
tarekat ini menjadi jelas dan dapat ditelusuri perkembangannya melalui hubungan
silsilah guru murid sampai keberadaan daerah di Indonesia.18
Sikap zuhud dan kerohanian yang diajarkan oleh Al-Quran dan hadist-hadist
serta dicontohkan dalam perilaku oleh Rasulullah Muhammad SAW bersama-sama
sahabat-sahabatnya, belakangan semakin dikembangkan oleh ulama-ulama Islam
dalam bentuk tipe baru

yang diberi nama tasawuf dan pengikutnya disebut

mutashawwifun atau sufi. Dengan timbulnya gerakan zuhud dalam bentuk tipe
baru ini, mengakibatkan tipe dan coraknya (sedikit banyaknya) menjadi berbeda
satu sama lain antara masing-masing ulama yang mengembangkannya.
17 H.A. Fuad Said,Hakekat Tarekat Naqsabandiyah (Jakarta, Percetakan Mutiara Suber
Widya: 1996) hlm. 9-12
18 Ahmad Syafii Mufid, Tangklukan, Abangan, dan Tarekat:Kebangkitan Agama di Jawa,
(Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 2006), hlm. 62
19

Selanjutnya para ulama yang mengembangkan tasawuf ini, disebabkan


perilakunya yang zuhud (tidak mementingkan nasib materila mereka), maka
dalam kehidupan masyarakat umumnya mereka merupakan orang-orang yang
bijaksana, sehingga sudah barang tentu mereka selalu dikerumuni dan diikuti
banyak orang yang menjadi muridnya.
Dalam perkembangannya yang mula-mula, terbentuklah organisasi-organisasi
bersama selama kerelaan dalam kelompok-kelompok kecil untuk pembicaraan
kesalehan yang tidak akrab, teratur dan bertingkat dengan metode tasawuf yang
berbeda dengan yang lain-lain.
Setelah sekian lama belajar dibawah bimbingan gurunya, dan dianggap sudah
mencapai derajat yang lebih tinggi, murid-murid ini diizinkan lagi untuk
mengajarkan jalan (tarikat) gurunya kepada murid-murid baru ditempat

lain.

Keadaan seperti ini terjadi pula pada kelompok lain, sehingga perkembangan
tarikat semakin pesat dalam dunia Islam.19
Taftazani dan Cesar E. Farah berpendapat bahwa perkembangan tasawuf
menjadi suatu organisasi (tarekat) dan kemudian tersebar luas dimulai pada abad
ke 6/12. Berkaitan dengan ini, perkembangan tarekat pada hakikatnya tidak bisa
dilepas dari kemunculan tasawuf filosofis dan tasawuf sunni pada rentang waktu
bersamaan pada abad ke 6-7/12-13. Hal ini karena tasawuf merupakan fondasi
teoritis bagi tarekat sebagai komunitas dan organisasi.
Ada beberapa hal yang menyebabkan tarekat mempunyai daya tarik dan
berkembang cepat:
Pertama, kecenderungan sebagian sufi untuk melakukan ibadah sebanyakbanyaknya. Para syekh sufi merasa

bebas untuk untuk melakukan dan

menciptakan zikir-zikir yang susunan dan tujuannya dianggap baik, pada


gilirannya menambah perbedaan yang semakin jauh, baik isi maupun sistem
tarekatnya. Keberagaman dan perbedaan ini berdampak tumbuhnya tarekat yang
mempunyai sistematika dan ciri tersendiri. Para syekh mendakwahkan bahwa
zikir-zikir yang mereka ajarkan dapat menuntun pengikut-pengikutnya menuju
pertemuan langsung dengan Tuhan, meskipun pendapat ini dotolak oleh ulamaulama ortodoks. Perbedaan pendapat yang cukup keras dalam hal penjumpaan
langsung dengan tuhan ini tampaknya sama sekali tak menyurutkan animo umat
islam terhadap tarekat.
Kedua, adanya pergolakan mental akibat tekanan dan tindakan sewenangwenang dari penguasa serta menganggap enteng terhadap persoalan-persoalan
moral oleh pemerintah, akibatnya menumbuhkan sikap apatis bagi masyarakat,
dan sebagai protes terhadap tirani politis, mereka memasuki tarekat. Dalam
kaitan ini maka kecenderungan bertarekat dapat dilihat sebagai upaya untuk
menghindari dekadensi moral yang semakin merajalela di tengah masyarakat. Di
sisi lain ada pula kritik yang menempatkan fenomena bertarekat semacam ini
sebagai pelarian yang tidak bertanggung jawab. Yang paling ekstrim adalah
pendapat yang menuduh pengikut tarekat sebagai kelompok yang anti-sosial.
Namun demikian, terlepas dari kritik orang luar terhadap komunitas tarekat,
19 Drs. H. Mizwar, MA., H. Pangulu Abd. Karim Nasution, Lc., MA. Akhlak Tasawuf,
(Medan:Cita Pustaka Media Perintis,2013), hlm. 111-112.
20

mereka mempunyai argumentasi yang menjadi landasan justifikasi pilihan-pilihan


mereka dalam menjalankan agama Islam.
Ketiga, kharisma dan karamah syekh, memberi pengaruh dan memiliki daya
tarik sangat kuat dalam pandangan masyarakat yang membutuhkan kedalaman
spiritual. Fakta memang menunjukkan bahwa secara umum para syekh tarekat
adalah

orang-orang

yang

sangat

konsisten

dengan

ajaran

dan

praktik

keagamaannya. Konsisten inilah yang pada waktunya memberi mereka wibawa


dan kharisma yang biasanya tidak dimiliki oleh sembarang orang. Para syekh
tarekat juga kerap dilaporkan mampu melakonkan berbagai hal yang taak lazim
dapat dikemukakan orang lain; dan kejadia-kejadian tersebut disebut sebagai
karamah. Maka tidaklah mengherankan jika tarekat pada mulanya hanya
dipraktikkan sebagai kegiatan pribadi-pribadi dalam dunia islam, tanpa ada ikatan
satu sama lain berubah menjadi semacam filsafat hidup mayoritas masyarakat
Islam.20
Adapun di antara contoh-contohnya adalah sebagai berikut:
1. Tarikat Qadiriyah dinisbatkan dengan nama pendirinya Syekh Abdul Qadir
Jailani. Yang terkenal dengan sebutan Syaikh Abd al-qadir jailani al-ghawsts
atau quthb al-awliya. Tarekat ini menempatkan posisi yangh amat penting
dalam sejarah spiritualitas islam karena tidak saja sebagai pelopor lahirnya
organisasi tarekat, tetapi juga cikal bakal munculnya berbagai cabang tarekat
di dunia Islam. Syaikh Abd al-Qadir lahir didesa Naif kota Gilan tahn
470/1077, yaitu wilayah yang terletak 150 km timur laut Baghdad. Ibunya
seorang yang saleh bernama Fathimah binti Abdullah al-shama al husayni
ketika melahirkan Syekh Abdul Qadir Jailani ibunya berumur 60 tahun, suatu
kelahiran yang tidak lazim terjadi bagi wanita yang seumurnya. Ayahnya
bernama Abu Shalih yang jauh sebelum kelahirannya ia bermimpi bertemu
dengan Nabi Muhammad SAW, yang diiringi para sahabat, imam mujahidin,
dan

wali.

Nabi

muhammad

berkata,wahai

Abu

Shalih,

Allah

akan

memberikan anak Laki-laki, anak itu kelak akan mendapat pangkat yang
tinggi dalam kewalian sebagaimana halnya aku mendapat pangkat tertinggi
dalam kenabian dan kerasulan. Syeikh Abd Qadir meninggal di Baghdad pada
tahun 561/1166. Dikalangan kaum sufi Syaikh Abd Al-Qadir diakui sebagai
sosok yang menempati hirarki mistik yang tertinggi yang menduduki tingkat
kewalian yang tertinggi.21
Manusia dibagi menjadi empat kategori demikian pendapat al jailani.
Kategori pertama adalah orang-orang yang tidak punya hati dan lidah.
Mereka mayoritas masyarakat yang tidak peduli tentang kebenaran dan
keutamaan, hanya tunduk pada indra fisik. Kategori kedua adalah meraka
yang punya lidah, tetapi tidak punya hati. Kelompok ini adalah orang yang
20 Dr. H. L. Hidayat Siregar, MA., Tarekat Doktrin dan Sejarah, (Bandung: Citapustaka
Media Perintis, 2008), hlm. 40-43.
21 Dr. Hj. Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat Tarekat Muktabarah Di Indonesia,
(Jakarta: kencana, 2005), cetakan 2, hlm. 26-27
21

terpelajar dan memiliki retorika yang bagus, yang selalu menganjurkan umat
untuk berbuat baik dan benar. Namun mereka sendiri berbuat tidak sesuai
dengan perkataan bahkan kebalikannya. Kategori ketiga adalah mereka yang
punya hati tetapi tidak punya lidah. Mereka inilah mukmin sejati, yang selalu
sadar akan kekurangan dan kelemahan, sehingga berusaha terus mensucikan
diri dari hal-hal yang kotor. Bagi mereka diam lebih baik dibandingkan
berbicara, tetapi membingungkan umat. Kategori keempat adalah mereka
yang memiliki hati dan juga lidah. Mereka adalah orang yang mendapatkan
pengetahuan yang sejati, dilengkapi dengan bimbingan dari Allah SWT.
Kemudian menjadi penyambung kenabian. Mereka adalah kelompok yang
tertinggi setelah kelompok para nabi.
Untuk mencapai kategori manusia yang tertinggi menurut Abd al Qadir
Al jailani harus mengalami empat tahap perkembangan spiritual. Tahap
pertama

adalah

orang

yang

meyakini

tuhan

dengan

totalitas

dan

menjalankan ajaran agama dengan baik, tanpa pertolongan siapa pun. Tahap
kedua adalah ketika seseorang sudah mendekati kesucian hati yang dapat
dijelaskan dalam dua hal, yaitu orang yang berusaha untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya tetapi menahan diri dari kehidupan yang hedonistik, dan
orang yang mengikuti suara hati yang selalu melintas dalam dirinya. Tahap
ketiga adalah keadaan tawakal, yakni ketika seorang berserah diri secara
total kepada Tuhan. Tahap keempat adalah keadaan fana, yakni keadaan
seseorang

yang

amat

dekat

dengan

Tuhan

dan

bahkan

menyatu

denganNya.22
Dasar pokok ajaran Tarikat Qadariyah, yaitu:
a. Tinggi cita-cita
b. Menjaga kehormatan
c. Baik pelayanan
d. Kuat pendirian
e. Membesarkan nikmat Tuhan
Siapa

yang

tinggi

cita-citanya

naiklah

martabatnya.

Siapa

yang

memelihara kehormatan maka Allah memelihara Kehormatannya. Siapa yang


baik khidmatnya kekallah ia dalam petunjuk. Siapa yang membesarkan Allah
karena nikmatNya dia akan mendapat tambahan nikmat dari Tuhan.23
Pada tahun 488 H, ketika masih remaja melanjutkan pelajarannya ke
Baghdad, belajar kepada beberapa guru Syekh dalam berbagai ragam
disiplin ilmu, tetutama tasawuf. Ia menganut mazhab Hanbali, cerdas,
budiman, lebih menonjol dalam ilmu fiqh dan komunikasi dan informasi,
tekun mempelajari sastra dan hadist. Pada tahun 528 H, mengajar dan
berfatwa di Baghdad, karangannya antara lain :


1. Al Ghaniatu Lithabili Thariqil Haqqi



2. Al Fat hur Robbani





22 Ibid, h. 29-30
23 Drs. H. Hasbi AR, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Proyek Pembinaan Perguruan
Tinggi Agama Islam Negeri Sumatera Utara, 1983), hlm. 265.
22

3. Futuhul Ghaibi
4. Al Fuyudhatur Robbaniatu

Seorang orietalis Inggris Mary Gelliot, telah menerbitkan riwayat


hidupnya. Dan Musa Al Munaini telah menerbitkan buku yang sama dengan
judul Manaqib Syekh Abd. Qadir Al Jailani. Pengikut Thariqat Qadiriyah
memegang prinsip tasamuh (


), toleransi, karena Syekh Abd. Qadir

menegaskan kepada mereka : Kita tidak hanya mengajak diri sendiri tetapi
juga mengajak semua makhluk Allah supaya menjadi seperti kita.
Diantara Syekh Tahariqat ini yang menonjol adalah Sayid Ahmad bin
Idris Al Fasi. Ia sejalan dengan Syrkh Sayid Muhammad bin Ali As Sanusi,
pendiri Thariqat Sanusiah. Pengikut Thariqat Qadiriyah terbagi tiga, yaitu :
1. Al Qadiriyah Al Bukaiyah, tersebar luas di wilayah Tombouctou, sebuah
negeri di Sudan (Afrika Tengah) pusat perdagangan Sungai Nigeria.
2. Al Qadiriyah, di wilayah padang pasir sebelah Barat, yang dinamakan
dengan Ad Dirar.
3. Al Qadiriyah Al Walatih, tersebar di wilayah Sudan bagian Barat.
Thariqat Qadiriyah adalah salah satu thariqat sufiah yang paling giat
menyebarkan

agama

Islam

di

Barat

Afrika.

Pengikut

pengikutnya

menyebarkan Islam itu melalui perdagangan dan pengajaran. Umumnya


pedagang pedagang di daerah itu adalah penganut Thariqat Qadiriyah.
Amir Syakib Arselan menyatakan bahwa mereka telah membuka sekolah
dan madrasah di hampir setiap desa. Murid muridnya sebagian besar terdiri
dari anak anak orang berkulit hitam. Murid murid yang cerdas dikirim ke
berbagai perguruan tinggi di Tripoli, Qairawan, dan Universitas Al Azhar
Kairo. Setelah menamatkan pelajaran di perguruan perguruan tinggi itu,
mereka kembali ke tanah air dan giat mengembangkan ajaran Islam.
Ditanya orang Syekh Abdul Qadir tentang dunia maka beliau menjawab :
Keluarkan dia dari lubuk hatimu ke tanganmu, niscaya dia tidak akan
membahayakanmu. Tentang akhlak yang baik, Abdul Qadir menyatakan :
Kekerasan makhluk sedikitpun tidak berpengaruh kepadamu. Diantar
ucapannya yang bernas : Jika terdapat dalam hatimu benci atau suka
kepada seseorang, maka kembalikan amalnya kepada Al Quran dan
Sunnah. Jika amalnya disukai Al Quran dan Sunnah, maka kasihilah dia.
Sebaliknya jika dibenci Al Quran dan Sunnah, maka bencilah dia, supaya
anda tidak mengasihinya dengan hawa nafsu. Firman Allah dalam Surat
Shad : 26.

......




.........
Dan janganlah kamu menurutkan hawa nafsu, nanti ia menyesatkan kamu
dari jalan Allah.

23

Abdul Qadir adalah seorang Wali Allah yang banyak memiliki keramat. 24
Menurut buku ini dunia tarekat bukanlah gambaran kepasifan dan
kemujudan anti intelektualisme sebagaimana yang selama ini dipahami oleh
banyak orang dan sebagian orientalis (yang berpikiran picik). Sufisme Islam
seperti tarekat Qadariyyah Naqsyabandiyyah telah banyak memberikan
pencerahan spiritual serta menggelar aktifitas intelektualisme maupun politik
dalam arti kata yang sebenarnya.
Itulah sebabnya mengapa banyak sufi dan mursyid (pemimpin) tarekat
yang menjadi guru dan sarjana, seniman dan ilmuwan, bahkan negarawan
dan tokoh politik sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Ahmad Faruq AlSirhindi (1564-1624M) di India dari Tarekat Naqsyabandiyyah dan Muhyiddin
dari tarekat Qadariyyah di Aljazair ketika melawan kolonial Perancis.25
2. Tarikat Syadziliyah dinisbatkan dengan nama pendirinya Abu al-Hasan alSyadzili. Dia dilahirkan di desa Ghumara, dekat Ceuta saat ini., di utara
Marokopada tahun 573H., pada saat ini dinasti al-Muwahhidun mencapai titik
nadinya. Adapun mengenai tahun kelahiran al-syadzili sebenarnya masih
belum ada kesepakatan. Beberapa penulis berbeda pendapat antara lain
sebagai berikutSiradj al-Din Abu Hafsh menyebut tahun kelahiran nya pada
591H/1069M; Ibn Sabbagh menyebut tahun kelahirannya pada 583H/1187M;
dan J. Spencer Trimingham mencatat tahun kelahirannya al-Syadzili pada
593H/1196M.26
Pokok ajarannya ada lima yaitu:
a. Bertaqwa kepada Allah ditempat sunyi dan ramai.
b. Mengikut sunnah dalam segala perkataan dan perbuatan
c. Berpaling hati dari makhluk waktu berhadapan dan membelakang
d. Ridha dengan pemberian Allah sedikit atau banyak
e. Kembali kepada Allah diwaktu senang dan susah.
Thariqat Syadziliyah didirikan pada pertengahan abad ke 13 M,
dianggap Thariqat Sufiah yang utama memasukkan tasawuf ke negeri Arab,
pusatnya di Bobarit, Maroko. Pendirinya Syekh Abu Hasan bin Abdullah bin
Abdul Jabbar bin Hormuz As Syadzii Al Maghribi Al Husaini Al Idrisi,
keturunan Hasan bin Abi Thalib. Ia dilahirkan pada tahun 591 H (1195M) di
Gahamarah sebuah desa dekat Sabtah, Afrika. Ia memperdalam ilmu figh dan
tasawuf

di

Tunis.

Karena

bermukim

di

Sadzili,

maka

thariqat

yang

didirikannya itu dinamakan Syadziliyah.

24 A. Fuad Said, Hakikat Tarekat Naqsyabandiyyah, Cetakan ke 2, (Jakarta:Al-Husna Zikra,


1996), hlm. 13-15.
25 Marzuki Wahid, Jejak-jejak Islam politik sinopsis sejumlah studi Islam Indonesia,
Cetakan Pertama, (Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam Ditjen Kelembagaan
Agama Islam Depag RI, 2004), hlm. 162.
26 Dr. Hj. Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat Tarekat Muktabarah Di Indonesia,
(Jakarta: kencana, 2005), cetakan 2, hlm. 58.
24

Setelah mengadakan perjalanan ke negeri negeri sebelah Timur,


mengerjakan haji dan mengunjungi Irak, ia menetap di pasir Aidzab dalam
perjalanan haji. Abu Hasan bertalian darah dengan Penguasa Maghribi dan
menjelang kewafatannya, matanya rabun. Beliau meninggalkan kenangan
yang tak terlupakan di Afrika, yakni partai terkenal Hizbus Syadzili, dan
beberapa kitab ternama tentang adab tasawuf dengan judul Al Amin dan
Assirrul Jalil fi Khawashi Hasbunallahi wanimal wakik.
Ahmad bin Iyad telah menerbitkan kitab tentang Syadziliyah dengan
judul Al Mufakaharul Aliah Fil Ma atsril Syadziliyah. Ibnu Taimiyah
(661 H 728 H) mengutip banyak pendapat Abu Hasan Syadzili mengenai
berbagai masalah. Ibnu Daqiqil Id menegaskan : Saya tidak pernah melihat
orang yang paling mengenal Allah dari Syekh Abu Hasan As Syadzili.
Kata kata mutiaranya yang amat bernas antara lain : Apabila dzikir
terasa berat atas lidahmu, anggota tubuh berkembang menrutkan hawa
nafsumu, tertutup pintu berpikir untuk kemaslahatan hidupmu, maka
ketahuilah bahwa semua itu adalah pertanda banyaknya dosamu atau karena
sifat munafik tumbuh dalam hatimu. Tiada jalan bagimu selain dari
berpegang teguh kepada jalan Allah dan ikhlas dalam pengamalannya.27
Pokok pokok dasar thariqat Syadziliyah diantara lain ialah : taqwa
kepada

Tuhan

lahir

bathin,

mengikuti

sunnah

dalam

perkataan

dan

perbuatan, mencegaha menggantungkan nasib kepada manusia, rela dengan


pemberian Tuhan dalam sedikit dan banyak, berpegang kepada Tuhan pada
waktu susah dan senang. Menurut thariqat ini pelaksanaan takwa dilakukan
dengan wara dan istiqomah, pelaksanaan sunnah dengan penelitian amal
dan perbaikan budi pekerti, pelaksanaan penggantungan nasib dengan sabar
dan tawakkal, pelaksanaan rela terhadap Tuhan dengan hidup sederhana dan
merasa puas dengan apa yang ada, dan pelaksanaan kembali dan berpegang
kepada Allah dengan ucapan tahmid dan syukur.28
Maka untuk mencapai sikap taqwa dengan jalan wara dan istiqamah.
Untuk mencapai sunnah dengan memelihara diri dan berakhlak yang baik.
Mencapai sikap berpaling dari keduniaan dengan jalan mengambil itibar dan
bertawakal. Mencapai sikap ridha kepada Allah dengan sifat qanaah pasrah
pada waktu senang dan susah. Mencapai sikap ruju (kembali) kepada Allah
dengan memuji dan bersyukur dalam keadaan yang senang dan susah.29

27 A. Fuad Said, Hakikat Tarekat Naqsyabandiyyah, Cetakan ke 2, (Jakarta:Al-Husna Zikra,


1996), hlm. 15-16.
28 Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat Kajian Historis Tentang Mistik, cetakan ke 13,
(Solo:Ramadhani, 1996), hlm. 73.
29 Drs. H. Hasbi AR, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Proyek Pembinaan Perguruan
Tinggi Agama Islam Negeri Sumatera Utara, 1983), hlm. 264-265.
25

3. Tarikat Naqsabandiyah dinisbatkan dengan nama pendirinya oleh Muhammad


bin Muhammad Baha al-Din al-Uwaisi al-Bukhori Naqsyabandi (717H/1318M791H-1389M) ia dilahirkan di sebuah desa Qashrul Arifah, kurang lebih 4 mil
dari Bukhara tempat lahir Imam Bukhari. Ia berasal dari keluarga dan
lingkungan yang baik. Ia mendapat gelar Syah yang menunjukkan posisinya
yang terpenting sebagai seorang pemimpin spiritual. Ia belajar tasawuf
kepada Baba al-Samasi ketika berusia 18 tahun. Kemudian ia belajar ilmu
tarekat

pada

seorang

quthb

di

Nasaf,

yaitu

Amir

Sayyid

Kulal

al-

Bukhari(w.772H/1371M). Kulal adalah seorang khlaifah Muhammad Baba alSamasi. Dari Kulal inilah ia pertama belajar tarekat yang didirikannya.30
Syekh Bahauddin Syah Naqsabandiyah pendiri tahriqat Naqsabandiyah,
seorang pemuka Tasawuf terkenal dilahirkan pada tahun 717 H di sebuah
desa bernama Qashrul Arifan, kurang lebih 4 mil dari Bukhara, Sovyet, Rusia,
tempat lahir Imam Bukhari. Dia mengambil thariqat dari Syekh Muhammad
Baba As Samasi kemudian dari Sayid Amir Kulal.31
H. A. R. Gibb dalam kitab Shorter Encyl of Islam (Leidin 1953)
menceritakan bahwa Muhammad Bahauddin dalam usia delapan belas tahun
memang pernah dikirm untuk balajar ke Sammas, suatu desa yang letaknya
kira kira tiga mil dari Bukhara, untuk mempelajari ilmu tasawuf dari
seorang guru yang sangat ternama ketika itu, yaitu Muhammad Baba As
Samasi. Meskipun demikian tidaklah seluruh thariqat Naqsabandiyah itu
bersamaan dengan thariqat Baba As Samasi, misalnya menurut thariqat
Baba As Samasi dzikir itu harus diucapkan dengan suara yang keras, tetapi
Naqsabandiyah lebih menyukai dzikir secara thariqat Abdul Khalik Al
Khujdawani (seorang wali besar, mgl. 575 H), yang diucapkan dengan suara
yang hampir tidak kedengaran dalam diri pribadi.
Dengan demikian, maka terjadilah perbedaan faham antara Naqsabandi
dengan teman teman sethariqat yang lain dari As Samasi, yang akhirnya
membenarkan pendirian Naqsabandi dan dalam sakitnya mengangkat dia
menjadi khalifahnya.
Thariqat Naqsabandiyah ini kemudian pecah atas beberapa cabang, satu
diantaranya dinamakan thariqat Naqsabandiyah Al Aliyah, yang didasarkan
atas amal perbuatan yang terdiri dari sebelas perkataan Persi, delapan
berasal

dari

Syekh

Abdul

Ghalib

Al

Khujdawani

dan

tiga

dari

SyekhBahauddin Naqsabandi sendiri.32

30 Dr. Hj. Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat Tarekat Muktabarah Di Indonesia,
(Jakarta: kencana, 2005), cetakan 2, hlm. 89.
31 H.A. Fuad Said,Hakekat Tarekat Naqsabandiyah (Jakarta, Percetakan Mutiara Suber Widya:
1996) hlm. 23

32 Abu Bakar, Pengantar Ilmu Tarekat (Solo, Ramadhani : 1996) hlm. 320-322
26

Naqsabandiyah menurut Syekh Najmuddin Amin Al Kurdi dalam


kitabnya Tanwirul Qulub berasal dari dua buah kata bahasa Arab, naqsy
dan band. Naqsy artinya ukiran atau gambar yang di cap pada sebatang
lilin atau benda lainnya. Dan band artinya bendera atau layar besar.
Jadi Naqsabandi artinya ukiran atau gambar yang terlukis pada suatu
benda, melekat, tidak terpisah lagi, seperti tertera pada sebuah bendera
atau spanduk besar.
Dinamakan dengan Naqsabandiyah, karena Syekh Bahauddin pendiri
thariqat ini senantiasa berzikir mengingat Allah berkepanjangan, sehingga
lafaz Allah itu terukir melekat ketat dalam kalbunya.
Selanjutnya Najmuddin Amin Al Kurdi menerangkan bahwa ia pernah
mendengar keterangan dari beberapa orang Khalifah Naqsabandiyah yang
menyatakan bahwa Rasulullah saw pernah meletakkan tangannya ke jantung
hati Syekh Bahauddin, ketika beliau sedang muraqabah, sehingga berbekas
terhunjam di lubuk hatinya.
Peristiwa itu terjadi tentu saja secara rohaniah, sebab masa hidup
keduanya berbeda. Rasulullah saw hidup pada abad ke VI dan ke VII M (570
632 M), sednagkan Syekh Bahauddin hidup pada abad ke XIV M (1314 1388
M), jadi tidak mungkin keduanya bertemu, melainkan secara rohaniah.
Sebahagian ahli sejarah menyatakan bahwa Naqsaband itu nama
sebuah negeri di Turkistan, tempat lahir Syekh Bahauddin. Dengan demikian
nyatalah bahwa nama Naqsabandiyah itu baru terkenal di dunia Islam pada
abad ke VII H, atau kurang lebih 800 tahun sesudah Nabi Muhammad saw
wafat.
Syekh Ahmad Khatib bin Abdul Latif (1276 1334 H), dalam kitabnya Al

Ayaatul

Baiyinaat,

halaman

23

menyatakan

bahwa

thariqat

Naqsabandiyah ialah thariqat Nabi saw yang diajarkan dan diasuh Bahaudin
Syekh Naqsabandi, dan diamalkan oleh murid muridnya. Dalam praktenya
ia mengamalkan ilmu yang tiga, yakni Tauhid, Fikih, dan Tasawuf dan
mengasuh murid muridnya mengamalkannya. Berbeda nama thariqat itu
karena berbeda nama orang yang mengajarkannya. Dan berbeda pula wirid
yang datang dari Nabi kita yang dipakai mereka. Asal pekerjaan mereka satu
dan berbeda beda pada wirid dan nama.
Thariqat Nabi saw yang diikuti oleh Sahabat sahabatnya dan diikuti
pula oleh Ulama ulama Syara dan Tasawuf, ialah mengamalkan hukum
yang dibawa Rasul, yaitu yang sekalian yang wajib, sunnat, haram, makruh,
dan mubah.
Maka kewajiban yang mula mula ialah mengetahui itikad terhadap
Tuhan dan Rasul yang diterangkan dalam ilmu Tauhid. Kemudian mengetahui
peraturan amalan yang berhubungan dengan ibadat yang diterangkan dalam
27

ilmu Fikih. Dan seterusnya mempelajari ilmu untuk menbersihkan hati yang
diterangkan dalam ilmu Tasawuf.
Orang yang mengamalkan ilmu yang tiga itu, menurut Ahmad Khatib,
ialah yang dinamakan mengamalkan thariqat Nabi saw, thariqat Sahabat,
Ulama dan Wali wali. Tetapi jika lain daripada itu, seperti dzikir lathifah
lathifah, muraqabah dan menghadirkan rupa guru, menurut Ahmad Khatib
adalah bidah.33
Di Indonesia, tarekat Naqsyabandiyah sudah masuk sejak dua abad
sebelum Belanda mengenalnya untuk yang pertama kali. Ulama dan sufi
Indonesia yang pertama sekali menyebut tarekat Naqsyabandiyah dalam
tulisan-tulisannya ialah Syekh Yusuf al-Makassari (w.1699). Tulisannya yang
berjudul

al-Naqsyabandiyyah

pengembangan

tarekat

ini

memberi

terutama

di

pengaruh
Banten.

besar

dalam

Penyebaran

tarekat

Naqsyabandiyyah di Indonesia dapat dilihat dalam ungkapan Bruinessen


berikut:
Tarekat Naqsyabandiyyah mula-mula muncul di Indonesia dalam paroh
kedua abad ketujuh belas dan orang pertama yang diketahui mengamalkan
tarekat ini ialah Syekh Yusuf Makassar. Sejak Syekh Yusuf di Sulawesi Selatan
tampaknya tarekat ini telah diamalkan orang walaupun mungkin hanya oleh
sebahagian kecil penduduk.di banten tarekat ini diperkenalkan kurang lebih
bersamaan

waktunya

dan

tampaknya

mendapat

tempat

terhormat

dikalangan terpelajar. Seorang guru dari banten menyebarkan tarekat ini


kedaerah bogor dan cianjur, kedua tempat ini mengangkat khalifah . agar
belakangan tarekat ini di temukan di Jawa Tengah dalam semua kasus ini
tampaknya tarekat Naqsyabandiyyah telah berpadu dengan satu atau lebih.
Tarekat Naqsyabandiyyah juga mempunyai pengikut di Aceh, mungkin dalam
hubungannya dengan Tarekat Syattariah34.
Dasar- dasar pokok ajarannya:
a. Berpegang teguh dengan akidah ahli sunnah.
b. Meningglakna rukhshah
c. Memilih hukum-hukum yang azimah
d. Senantiasa dalam muraqabah
e. Tetap berhadapan dengan Tuhan
f. Senantiasa berpaling dari kemegahan dunia.
g. Menghasilkan malakah hudur (kemampuan menghadirkan Tuhan dalam
hati)
h. Menyendiri di tengah-tengah ramai serta menghiasi diri dengan hal-hal
i.
j.
k.
l.

yang memberi faedah.


Mengambil faedah dari semua ilmu-ilmu agama.
Berpakaian dengan pakaian orang-orang mukmin biasa.
Zikir tanpa suara.
Mengatur nafas tanpa lalai dari Allah.

33 H.A. Fuad Said,Hakekat Tarekat Naqsabandiyah (Jakarta, Percetakan Mutiara Suber Widya:
1996) hlm. 7-8

34 Dr. H. L. Hidayat Siregar,MA., Aktualisasi Ajaran Tarekat Syekh Abdul Wahab Rokan AlNaqyabandiyyah, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2009), hlm. 10-12.
28

m. Berakhlak dengan akhlak Nabi Muhammad SAW.


Syarat-syarat untuk dapat diterima sebagai pengikut Naqsyabandiyyah adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Akidah yang benar.


Taubat yang benar.
Meminta kemaafan dari yang punya hak.
Menolak kezaliman
Mencari kerelaan lawan.
Benar-benar melaksanakan adabus sunnah dalam semua keadaan.35

4. Tarikat Samaniyah dinisbatkan dengan nama pendirinya oleh Muhammad


Saman. Tarekat Sammaniyah merupakan salah satu cabang dari Tarekat
Syadziliyah yang didirikan oleh Syaikh Abu Hasan Ali Asy-Syazili (wafat 1258)
di Mesir. Pendiri Tarekat Sammaniyah adalah Syaikh Muhammad bin Abdul
Karim As-Samani Al-Hasani Al-Madani (1718-1775 M).
Tarekat ini berhasil membentuk jaringan yang sangat luas dan
mempunyai pengaruh besar di kawasan utara Afrika, yaitu dari Maroko
sampai ke Mesir. Bahkan, memperoleh pengikut di Suriah dan Arabia. Aliran
tarekat ini lebih banyak menjauhkan diri dari pemerintahan dan penguasa
serta lebih banyak memihak kepada penduduk setempat, di mana tarekat ini
berkembang luas. Salah satu negara Afrika yang banyak memiliki pengikut
Tarekat Sammaniyah adalah Sudan. Tarekat ini masuk ke Sudan atas jasa
Syaikh Ahmad At-Tayyib bin Basir yang sebelumnya belajar di Makkah sekitar
tahun 1800-an.
Pemimpin Tarekat Sammaniyah di Sudan yang terkenal ialah Syaikh
Muhammad

Ahmad

bin

Abdullah

(1843-1885)

yang

pernah

memproklamasikan dirinya sebagai Imam Mahdi (pemimpin yang ditunggutunggu kedatangannya oleh masyarakat). Ia adalah seorang pemimpin dan
anggota Tarekat Sammaniyah yang sangat saleh dan kehadirannya dinantinantikan oleh masyarakat Sudan.
Syaikh Muhammad Ahmad menghendaki adanya perbaikan-perbaikan
terhadap praktik-praktik keagamaan sesuai dengan agama Islam yang benar.
Ia

memberikan

berbagai

perintah

tentang

bermacam-macam

aspek

keagamaan, seperti pengasingan (pingitan) terhadap kaum wanita dan


pembagian tanah kepada rakyat, dan berusaha memodifikasi berbagai
praktik keagamaan masyarakat Sudan yang pada waktu itu dilakukan
sebagai tradisi. Ini semua bertujuan untuk menyesuaikan tradisi mereka
dengan ajaran-ajaran syariat.
Syaikh Muhammad Ahmad
penggunaan

tembakau

dan

juga

alkohol,

menentang
ratapan

pemakaian

wanita

pada

jimat,
upacara

pemakaman jenazah, penggunaan musik dalam prosesi keagamaan, dan


ziarah ke kuburan orang-orang suci (wali). Dalam rangka meniru hijrah Nabi
Muhammad Saw., ia dan para pengikutnya mengasingkan diri di Pegunungan
Kardofan, lalu menyebut diri mereka sebagai Anshar (penolong) Nabi
Muhammad Saw. Lebih jauh, kelompok ini berhasil membentuk pemerintahan
35 Drs. H. Hasbi AR, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Proyek Pembinaan Perguruan
Tinggi Agama Islam Negeri Sumatera Utara, 1983), hlm. 263-264.
29

revolusioner dengan organisasi militer yang sangat rapi dan mempunyai


sumber keuangan yang teratur serta administrasi yang baik.
Amalan Tarekat Sammaniyah
Ciri-ciri Tarekat Sammaniyah adalah berdzikir La Ilaha Illa Allah dengan suara
yang keras oleh para pengikutnya.
Dalam mewiridkan bacaan dzikir, para murid Tarekat Sammaniyah biasa
melakukannya secara bersama-sama pada malam Jumat di masjid-masjid
atau mushala sampai tengah malam.Selain itu, ibadah yang diamalkan oleh
Syaikh Muhammad bin Abdul Karim As-Sammani adalah shalat sunah Asyraq
(setelah Subuh) dua rakaat, shalat sunah Dhuha sebanyak 12 rakaat,
memperbanyak riyadhah (melatih diri lahir batin untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT), dan menjauhkan diri dari kesenangan duniawi.Berikut
adalah beberapa ajarannya yang terkenal;
Pertama, memperbanyak shalat dan dzikir.
Kedua, bersikap lemah lembut kepada fakir miskin.
Ketiga, tidak mencintai dunia.
Keempat, menukarkan akal basyariyah (kemanusiaan) dengan akal
rabbaniyah (ketuhanan).
Kelima, menauhidkan Allah SWT, baik dalam Dzat, Sifat, maupun Af'alNya.36
5. Tarikat Khalwatiyah dinisbatkan dengan nama pendirinya oleh Syekh Yusuf AlKhalwati. Nama khalwatiyah diambil dari nama seorang sufi ulama dan
pejuang

makassar

abad

ke-17,

syaikh

yusuf

al-makasari

al-khalwati

(tabarruk) terhadap Muhamad (Nur) al-khalwati al-khawa rizmi (w.751-1350).


Sekarang terdapat dua cabang terpisah dari tarekat ini yang hadir bersama.
Keduanya dikenal dengan nama tarekat khalwatiyah yusuf dan khalwatiyah
samman. Tarekat khalwatiyah yusuf disandarkan kepada nama syaikh yusuf
al-makasari dan tarekat khalwatiyah samman diambil dari nama seorang sufi
madinah abad ke-18 Muhamad al-samman. Tarekat khalwatiyah yusuf dalam
berdzikir mewiridkan nama-nama tuhan dan kalimat-kalimat singkat lainnya
secara sirr dalam hati, sedangkan tarekat khalwatiyah samman melakukan
zikir dan wiridnya dengan suara keras dan ekstatik. Tarekat khalwatiyah
samman sangat terpusat, semua gurunya tunduk kepada pimpinan pusat di
maros, sedangkan tarekat khalwatiayh yusuf tidak mempunyai pimpinan
pusat.
memiliki

Cabang-cabang lokal tarekat khalwatiyah samman sering kali


tempat

ibadah

sendiri

(mushalla,

langgar)

dan

cenderung

mengisolasi diri dari pengikut tarekat lain, sementara pengikut khalwatiyah


yusuf tidak mempuyai tempat ibadah khusus dan bebas bercampur dengan
masyarakat

yang

tidak

menjadi

anggota

tarekat,

anggota

tarekat

khalwatiyah yusuf banyak berasal dari kalangan bangsawan makassar


termasuk penguasa kerajaan gowa terakhir andi ijo sultan Muhamad abdul
kadir aidid (berkuasa 1940-1960). Tarekat khalwatiyah samman lebih
http://www.pejalanruhani.com/2012/11/sejarah-tarekat-sammaniyah.html ,
diakses pada tanggal 08 Oktober 2014, pukul 09.39 WIB
36

30

merakyat baik dalam hal gaya maupun komposisi sosial, sebagian besar
pengikutnya orang desa.
Untuk mengetahui segala sesuatu tentang tarekat khalwatiyah, perlu
diketahui sejarah singkat syaikh yusuf al-makasari, karena beliaulah yang
pertamakali menyebarkan tarekat ini ke indonesia pata tahun 1670 M. almakasari berguru dan mendapatkan ijazah dari syaikh abu al-albarakah
ayyub bin ahmad bin ayyub al-khalwati al-quraisyi serta mendapat gelar taj
al-khalwati sehingga namanya menjadi syaikh yusuf taj al-khalwati. Di
sulawesi selatan beliau digelari tuanta salamakari gowa (guru kami yang
agung dari gowa). Nama lengkapnya Muhamad yusuf bin abdullah abu
mahasin al-taj al-khalwati al-makasari.
Dalam perjalanan kehidupannya al-makasari sempat belajar beberapa
tarekat diantanya beliau sempat belajar tarekat qadiriyah dan mendapatkan
ijazah langsung dari al-raniri kemudian belajar tareakt naqsyabandiyah dari
Muhamad bin abd al-baqi al-mizjaji al-naqsyabandi (w. 1074 H/1664 M), almakassari juga sempat belajar kepada syaikh maulana sayyid ali al-zabidi
dan

dari

gurunya

ini

diduga

al-makassari

mendapat

ijazah

tarekat

baalawiyah, kemudian dari mullah ibrahim beliau mendapatkan ajaran


tarekat syattariyah dan yang terakhir al-makassari belajar kepada syaikh abu
al-barakah

ayyub bin ahmad

bin ayyub al-khalwati

al-quraisyi

yang

menggelari al-makassari dengan taj al-khalwati dan ia menerima ijazah


tarekat khalwatiah.
Al-makassari adalah seorang ulama yang luar biasa, terutama adalah
seorang sufi, juga seorang mujadid dalam sejarah islam nusantara. Tasaufnya
tidak menjauhkan dari masalah-masalah keduniawian, ajaran dan amalanamalannya menunjukkan aktivitas yang berjangkauan luas, ia banyak
memainkan peranan dalam bidang politik di banten, bahkan memimpin
perlawanan terhadap belanda setelah sultan ageng tirtayasa tertangkap.
Dalam bidang ilmiah al-makassari menulis karya-karyanya dalam
bahasa arab yang sempurna. Hampir semua karyanya membicarakan
tentang tasauf, kaitannya dengan ilmu kalam. Dalam mengembangkan
ajarannya al-makassari sering mengutip sufi al-ghazali, junaidi al-baghdadi,
ibnu al-arabi, al-jilli, ibnu athaAllah, dan lain-lain.
Konsep utama tasawuf al-makassari adalah pemurnian kepercayaan
(aqidah) pada keesaan Tuhan. Ini merupakan usahannya dalam menjelasan
transendensi tuhan atas ciptaan-Nya, al-makassari menekankan keesaan
tuhan, keesannya-Nya tidak terbatas dan mutlak. Tauhid adalah komponen
penting dalam ajaran islam, yang tidak percaya pada tauhid menjadi kafir.

31

Meskipun berpegang teguh pada transendensi tuhan, al-makassari


percaya tuhan itu mencakup segalanya (al-ahattah) dan ada di mana-mana
(al-maiyyah) atas ciptann-nya tetapi al-makassari berpendapat meski tuhan
mengungkapkan dirinya dalam ciptaan-nya, hal itu tidak berarti bahwa
ciptaan-Nya itu adalah tuhan itu sendiri, ssemua ciptaan adalah semata-mata
wujud alegoris (al-mawjud al-majazi). Dengan demikian seperti al-alsingkili, ia
percaya ciptaan hanyalah bayangan tuhan bukan tuhan itu sendiri. Menurut
al-makassari

ungkapan

tuhan

dalam

ciptaan-Nya

bukanlah

berarti

kehadiran fisik tuhan dalam diri mereka.


Dengan

konsep al-ahathah dan al-maiyah tuhan

turun

(tanazzul),

sementara manusia naik (taraqqi), suatu proses spiritual yang membawa


keduanya semakin dekat. Namun proses itu tidak akan mengambil bentuk
dalam kesatuan akhir antara manusia dan tuhan; sementara keduanya
menjadi semakin dekat berhubungan dan pada akhirnya manusia tetap
manusia dan tuhan tetap tuhan. Dengan demikian al-makassari kelihatan-nya
menolak konsep wahdat al-wujud (kesatuan wujud) dan al-hulul (inkarnasi
ilahi).
Tuhan tidak dapat diperbandingkan dengan apa pun (laisa ka mitslihi
syai).

Beliau

kesadaran

mengambil

atau monisme

merenggangkan

diri

konsep

konsep wahdat

fenomenologis).

dengan

Dengan

dokrin wahdat

al-syuhud (kesatuan
hati-hati

al-wujud ibnu-arabi

beliah
dan

doktrin al-hulul abu manshur al-hallaj serta mengambil doktrin wahdat alsyuhud yang dikembangkan ahmad al-sirhindi dan syah wali Allah.
Ciri yang paling menonjol dari teologi al-makassari mengenai keesaan
tuhan

adalah

usahanya

untuk

mendamaikan

sifat-sifat

tuhan

yang

tampaknya saling bertentangan. Tuhan, misalnya, mempunyai sifat yang


pertama (al-awwal) dan yang terakhir (al-akhir), sifat-sifat yang lahir (alzhahir) dan yang batin (al-batin), yang memberi petunjuk (al-hadi) tetapi
yjuga yang membiarkan manusia tersesat (al-mudhil). Semua sifat-sifat ini
tampaknya saling bertentangan. Ini harus dipahami sesuai dengan keesaan
tuhan sendiri. Jika menekankan yang satu dengan mengabaikan yang lain
akan membawa kepada keyakinan dan amalan-malan yang salah. Hakikat
tuhan adalah kesatuan dari pasangan sifat-sifat yang saling bertentangan itu
dan tak seorang pun memahami rahasianya, kecuali mereka yang telah
diberi pengetahuan oleh tuhan sendiri. Dalam teologinya al-makassari sangat
patuh kepada doktrin asyariyah. Dalam hubungannya dengan keyakinan
yang sempurna pada keseluruhan rukun iman beliau mengimbau kaum
muslimin untuk sepenuhnya menerima makna yang mendua dari beberapa
ayat al-Quran (al-ayat al-mutsyabihat).

32

Al-makassari membagi kaum beriman ke dalam empat kategori.


Pertama, orang yang hanya mengucapkan syahadat (pernyataan iman) tanpa
benar-benar beriman, dinamakan orang munafik. Kedua, orang yang
mengucapkan syahadat dan menanamkannya dalam jiwa mereka dinamakan
kaum beriman yang awam (al-mumin al-awamm). Ketiga, orang yang
beriman

yang

benar-benar

menyadari

implikasi

lahir

dan

batin

dari

pernyataan keimanan dalam kehidupan mereka, dinamakn golongan elit (ahlkhawashsh). Keempat, adalah kategori tertinggi orang beriman yang keluar
dari golongan ketiga dengan jalan mengintensifkan syadat mereka terutama
dengan mengamalkan tasawuf dengan tujuan menjadi lebih dekat dengan
tuhan, mereka dinamaka yang terpilih dari golongan elit (khashsh alkhawashsh).

Ajaran-ajaran dasar tarekat khalwatiyah


1.

Yaqza

: Kesadaran akan dirinya sebagai makhluk yang hina di

hadapan Allah

SWT. Yang maha agung.

2.

Taubah

: memohon ampunan atas segala dosa.

3.

Muhasabah

: introspeksi diri.

4.

Inabah

: berhasarat kebali kepada allah.

5.

Tafakkur

: merenung tentang kebesaran allah.

6.

Itisam

: selalu bertindak sebagai khalifah allah di bumi.

7.

Firar

: lari dari kehidupan jahat dan keduniawian yang tidak

berguna
8.

Riyadah

: melatih diri dengan beramal sebanyak-banyaknya.

9.

Tasyakur

: selalu bersyukur kepada Allah dengan mengabdi

dan memuji-Nya.
10.

Sima

: mengonsentrasikan seluruh anggota tubuh dalam

mengikuti perintah- perintah Allah terutama pendengaran.


Murid harus tawajjuh, yaitu murid bertemu dan menerima pelajaranpelajaran dasar khusus dari guru secara berhadap-hadapan. Di sini mursyid
mengajarkan juga zikir-zikir tertentu, silsilah diberikan, sesudah itu diadakan
baiat, talkin. Tahap awal yang harus dilakukan seorang calon murid menjelah
pembaiatan adalah harus mengadakan penyucian batin, sikap dan perilaku
yang tidak baik seperti:
1. Hasad: sikap dengki terhadap nikmat Allah yang diberikan kepada orang
lain.
2. Riya: mempertontonkan kekayaan atau amal supaya mendapat pujian dari
orang lain.
33

3. Ghibah: membicarakan orang lain yang bersifat celaan dan hinaan.


Sesudah suci batinnya diisi dengan sikap dan perilaku terpuji seperti:
1. Husn al-zhan: berbaik sangka kepada Allah dan manusia sebagai makhluk
ciptaan-Nya
2. Husn al-khuluq: berakhlak baik terhadap Allah dan segala ciptaan-Nya
3. Husn al-adab: bersopan santun terhadap Allah sebagai bukti taslim
Para anggota tarekat (murid) dibedakan menurut tingkatan-tingkatan (maqammaqam) sebagai berikut:
1. Maqam

bidayah atau

permulaan.

jalan akhyar (orang terbaik), yaitu cara

Pada maqam ini

ditempuh

untuk lebih melatih, untuk

memperbaiki dan memperbanyak ibadah seperti shalat, shalat sunnat,


puasa, membaca al-quran, zakat, naik haji, dan jihad. Pada maqam ini
mulai diajarkan zikir naf itsbat, yaitu kalimat la ilaha illa Allah dengan
jumlah yang ditetapkan dalam latihannya (biasanya antara 10-100-300 kali
setiap hari)
2. Maqam

tawassut/khawashsh atau

tingkat

khusus.

pada

maqam

ini

ditempuh mujahadah, yaitu cara latihan batin yang keras untuk mengubah
khlak menjadi islami dengan melipatgandakan amal lahir dan batin.
Latihan dzikirnya ditambah lagi dengan zikir Allah-Allah dengan jumlah
tertentu (biasanya antara 40-101-300 kali setiap hari)
3. Maqam nihayah atau al-khash al-khawashsh. Maqam

ini

merupakan

maqam ahli zikir, yaitu jalan bagi golongan yang sangat cinta kepada Allah
dan

merupakan

golongan

yang

tertinggi,

baik

dari

kesungguhan

pelaksanaan syariat maupun latihan-latihan jiwanya sehingga terbuka


hijab antara hamba dan tuhannya. Ini berarti dia sudah tenggelam dan
dekat sekali dengan tuhan. Latihan zikir yang diamalkan adalah zikir ism
al-isyarah yaitu huwa-huwa dan ah-ah. Zikir ah-ah adalah zikir yang khusus
diberikan dan diamalkan oleh syaikh mursyid atau murid tertentu yang
terpilih.
Silsilah tarekat khalwatiyah
Wasilah adalah mediasi melalui seorang pembimbing spiritual (mursyid)
sebagai sesuatu yang sangat diperlukan demi kemajuan spiritual. Untuk
sampai kepada perjumpaan dengan yang mutlak sesorang tidak hanya
memerlukan bimbingan tetapi campur tangan aktif dari pihak pembimbing
spiritualnya dan pra pendahulu sang pembimbing, termasuk yang paling
penting nabi Muhamad. Inilah arti penting dari silsilah : ia menunjukkan
rantai yang menghubungkan seseorang dengan nabi dan melalui beliau
sampai ke tuhan. Oleh karena itu, bagian yang penting dalam pencarian
spiritual adalah menemukan seorang mursyid yang dapat diandalkan.
34

Seseorang harus mengikuti bimbingan sang guru tanpa syarat, patuh mutlak
seperti mayat di tangan orang yang memandikan.

Karya-karya al-makassari
Menurut azyumardi azra ada delapan di antara karya tulis al-makassari yang
ditulis di ceylon, yaitu:
Al-barakat al-saylaniyah
Al-nafahat al-saylaniyah
Al-manhat al-saylaniyah f manhat al-rahmaniyah
Kayfyah al-mughni f al saadat al-murid
Habl al-warit li saadat al-murid
Safnah a-najah
Mathalib al-salikin
Risalah al-ghayat al-ikhtishar wa al-nihayat al-intizhar37

6. Tarikat Syattariyah dinisbatkan dengan nama pendirinya oleh Abdullah asySyattar.Tarekat Syattariyah kali pertama muncul di India pada abad ke 15.
Awalnya tarekat ini lebih dikenal di Iran dan Transoksania (Asia Tengah)
dengan nama Isyqiyah. Sedangkan di wilayah Turki Usmani, tarekat ini
disebut Bistamiyah. Kedua nama ini diturunkan dari nama Abu Yazid al-Isyqi,
yang dianggap sebagai tokoh utamanya. Akan tetapi dalam perkembangan
selanjutnya Tarekat Syattariyah tidak menganggap dirinya sebagai cabang
dari persatuan sufi mana pun. Tarekat ini dianggap sebagai suatu tarekat
tersendiri

yang

memiliki

karakteristik-karakteristik

tersendiri

dalam

keyakinan dan praktik. Hanya sedikit yang dapat diketahui mengenai


Abdullah asy-Syattar.Abdullah asy-Syattar adalah keturunan Syihabuddin
Suhrawardi. Kemungkinan besar ia dilahirkan di salah satu tempaat di sekitar
Bukhara. Di sini pula ia ditahbiskan secara resmi menjadi anggota Tarekat
Isyqiyah oleh gurunya, Muhammad Arif. Nisbah asy-Syattar yang berasal dari
kata syatara, artinya membelah dua, dan nampaknya yang dibelah dalam hal
ini adalah kalimah tauhid yang dihayati di dalam dzikir naf itsbat, la ilaha
(naf) dan illallah (itsbah), juga merupakan pengukuhan dari gurunya atas
derajat spiritual yang dicapainya yang kemudian membuatnya berhak
http://bayualhafs44.wordpress.com/2012/05/07/mengenal-tarekatkhalwatiyah/ , diakses pada tanggal 08 Oktober 2014, pukul 09.41 WIB
37

35

mendapat pelimpahan hak dan wewenang sebagai Washitah (Mursyid).Istilah


Syattar sendiri, menurut Najmuddin Kubra, adalah tingkat pencapaian
spiritual tertinggi setelahAkhyar dan Abrar. Ketiga istilah ini, dalam hierarki
yang sama, kemudian juga dipakai di dalam Tarekat Syattariyah ini. Syattar
dalam tarekat ini adalah para sufi yang telah mampu meniadakan zat, sifat,
dan af'al diri (wujud jiwa raga). Namun karena popularitas Tarekat Isyqiyah ini
tidak berkembang di tanah kelahirannya, dan bahkan malah semakin
memudar akibat perkembangan Tarekat Naksyabandiyah, Abdullah asySyattar dikirim ke India oleh gurunya tersebut. Di India ia memperoleh
popularitas dan berhasil mengembangkan tarekatnya .Tidak diketahui apakah
perubahan nama dari Tarekat Isyqiyah yang dianutnya semula ke Tarekat
Syattariyah atas inisiatifnya sendiri yang ingin mendirikan tarekat baru sejak
awal kedatangannya di India ataukah atas inisiatif murid-muridnya. Ia tinggal
di India sampai akhir hayatnya (1428).
Tradisi tarekat yang bernafas India ini dibawa ke Tanah Suci oleh seorang
tokoh sufi terkemuka, Sibghatullah bin Ruhullah (1606), salah seorang murid
Wajihuddin, dan mendirikan zawiyah di Madinah. Syekh ini tidak saja
mengajarkan Tarekat Syattariah, tetapi juga sejumlah tarekat lainnya,
sebutlah

misalnya

Tarekat

Naqsyabandiyah.

Kemudian

Tarekat

ini

disebarluaskan dan dipopulerkan ke dunia berbahasa Arab lainnya oleh murid


utamanya, Ahmad Syimnawi (w.1619). Begitu juga oleh salah seorang
khalifahnya, yang kemudian tampil memegang pucuk pimpinan tarekat
tersebut, seorang guru asal Palestina, Ahmad al-Qusyasyi (w.1661). Setelah
Ahmad al-Qusyasyi meninggal, Ibrahim al Kurani (w. 1689), asal Turki, tampil
menggantikannya

sebagai

pimpinan

tertinggi

dan

penganjur

Tarekat

Syattariyah yang cukup terkenal di wilayah Madinah. Dua orang yang disebut
terakhir di atas, Ahmad al-Qusyasyi dan Ibrahim al-Kurani, adalah guru dari
Abdul Rauf Singkel yang kemudian berhasil mengembangkan Tarekat
Syattariyah di Indonesia.
Sebelum Abdul Rauf. Telah ada seorang tokoh sufi yang dinyatakan
bertanggung jawab terhadap ajaran Syattariyah yang berkembang di
Nusantara lewat bukunya Tuhfat al-Mursalat ila ar Ruh an-Nabi, sebuah karya
yang relatif pendek tentang wahdat al-wujud. Ia adalah Muhammad bin
Fadlullah al-Bunhanpuri (w. 1620), juga salah seorang murid Wajihuddin.
Bukunya, Tuhfat al-Mursalat, yang menguraikan metafisika martabat tujuh ini
lebih populer di Nusantara ketimbang karya Ibnu Arabi sendiri. Martin van
Bruinessen menduga bahwa kemungkinan karena berbagai gagasan menarik
dari kitab ini yang menyatu dengan Tarekat Syattariyah, sehingga kemudian
murid-murid asal Indonesia yang berguru kepada al-Qusyasyi dan Al-Kurani
lebih menyukai tarekat ini ketimbang tarekat-tarekat lainnya yang diajarkan
oleh kedua guru tersebut. Abdul Rauf sendiri yang kemudian turut mewarnai
sejarah mistik Islam di Indonesia pada abad ke-17 ini, menggunakan
kesempatan untuk menuntut ilmu, terutama tasawuf ketika melaksanakan
haji pada tahun 1643. Ia menetap di Arab Saudi selama 19 tahun dan
36

berguru kepada berbagai tokoh agama dan ahli tarekat ternama. Sesudah
Ahmad Qusyasyi meninggal, ia kembali ke Aceh dan mengembangkan
tarekatnya.
Kemasyhurannya dengan cepat merambah ke luar wilayah Aceh, melalui
murid-muridnya yang menyebarkan tarekat yang dibawanya. Antara lain,
misalnya,

di

Sumatera

Barat

dikembangkan

oleh

muridnya

Syekh

Burhanuddin dari Pesantren Ulakan; di Jawa Barat, daerah Kuningan sampai


Tasikmalaya, oleh Abdul Muhyi. Dari Jawa Barat, tarekat ini kemudian
menyebar ke Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Sulewasi Selatan disebarkan
oleh salah seorang tokoh Tarekat Syattariyah yang cukup terkenal dan juga
murid langsung dari Ibrahim al-Kurani, Yusuf Tajul Khalwati (1629-1699).
Martin menyebutkan bahwa sejumlah cabang tarekat ini kita temukan di Jawa
dan Sumatera, yang satu dengan lainnya tidak saling berhubungan. Tarekat
ini, lanjut Martin, relatif dapat dengan gampang berpadu dengan berbagai
tradisi setempat; ia menjadi tarekat yang paling "mempribumi" di antara
berbagai tarekat yang ada. Pada sisi lain, melalui Syattariyah-lah berbagai
gagasan metafisis sufi dan berbagai klasifikasi simbolik yang didasarkan atas
ajaran martabat tujuh menjadi bagian dari kepercayaan populer orang Jawa.
Ajaran Traiqat Asahatariyah
Hubungan
antara
Tuhan
dengan
alam
menurut
pandangan
Syattariyah dijelaskan sebagai berikut: pada mulanya alam ini diciptakan olch
Allah dari Nur Muhammad. Sebelum segala sesuatu itu diciptakan oleh Allah,
ia berada di dalam ilmu Allah yang diberi nama A'yan Tsabitah (hal. 4). la
merupakan bayang-bayang

bagi

Dzat

Allah

(hal.

5).

Sesudah Ayan

Tsabitah ini menjelma pada Ayan Khrijiyah (kenyataan Tuhan yang berada di
luar), makaAyan Kharijiyyah itu merupakan bayang-bayang bagi Yang
Memiliki bayang-bayang; dan ia tiada lain daripada-Nya.
Perkembangan tarekat ini ditujukan untuk mengembangkan suatu
pandangan yang membangkitkan kesadaran akan Allah SWT di dalam hati,
tetapi tidak harus melalui tahap fana'. Penganut Tarekat Syattariyah percaya
bahwa jalan menuju Allah itu sebanyak gerak napas makhluk. Akan tetapi,
jalan yang paling utama menurut tarekat ini adalah jalan yang ditempuh oleh
kaum Akhyar, Abrar, dan Syattar. Seorang salik sebelum sampai pada
tingkatan Syattar, terlebih dahulu harus mencapai kesempurnaan pada
tingkat Akhyar (orang-orang terpilih) dan Abrar (orang-orang terbaik) serta
menguasai rahasia-rahasia dzikir. Untuk itu ada sepuluh aturan yang harus
dilalui untuk mencapai tujuan tarekat ini, yaitu taubat, zuhud, tawakkal,
qana'ah, uzlah, muraqabah, sabar, ridla, dzikir, dan musyahadah.
Sebagaimana
halnya
tarekat-tarekat lain, Tarekat Syattariyah
menonjolkan aspek dzikir di dalam ajarannya. Tiga kelompok yang disebut di
atas, masing-masing memiliki metode berdzikir dan bermeditasi untuk
mencapai intuisi ketuhanan, penghayatan, dan kedekatan kepada Allah SWT.
Kaum Akhyar melakukannya dengan menjalani shalat dan puasa, membaca
al-Qur'an, melaksanakan haji, dan berjihad. Kaum Abrar menyibukkan diri
dengan latihan-latihan kehidupan asketisme atau zuhud yang keras, latihan
37

ketahanan

menderita,

menghindari

kejahatan,

dan

berusaha

selalu

mensucikan hati. Sedang kaum Syattar memperolehnya dengan bimbingan


langsung dari arwah para wali. Menurut para tokohnya, dzikir kaum Syattar
inilah jalan yang tercepat untuk sampai kepada Allah SWT. Di dalam tarekat
ini, dikenal tujuh macam dzikir muqaddimah, sebagai pelataran atau tangga
untuk masuk ke dalam Tarekat Syattariyah, yang disesuaikan dengan tujuh
macam nafsu pada manusia. Ketujuh macam dzikir ini diajarkan agar cita-cita
manusia untuk kembali dan sampai ke Allah dapat selamat dengan
mengendarai tujuh nafsu itu. Ketujuh macam dzikir itu sebagai berikut:
1. Dzikir thawaf, yaitu dzikir dengan memutar kepala, mulai dari bahu kiri
menuju bahu kanan, dengan mengucapkan laa ilaha sambil menahan nafas.
Setelah sampai di bahu kanan, nafas ditarik lalu mengucapkan illallah yang
dipukulkan ke dalam hati sanubari yang letaknya kira-kira dua jari di bawah
susu kiri, tempat bersarangnya nafsu lawwamah.
2. Dzikir naf itsbat, yaitu dzikir dengan laa ilaha illallah, dengan lebih
mengeraskan suara nafi-nya, laa ilaha, ketimbang itsbat-nya, illallah, yang
diucapkan seperti memasukkan suara ke dalam yang Empu-Nya Asma Allah.
3. Dzikir itsbat faqat, yaitu berdzikir dengan Illallah, Illallah, Illallah, yang
dihujamkan ke dalam hati sanubari.
4. Dzikir Ismu Dzat, dzikir dengan Allah, Allah, Allah, yang dihujamkan ke
tengah-tengah dada, tempat bersemayamnya ruh yang menandai adanya
hidup dan kehidupan manusia.
5. Dzikir Taraqqi, yaitu dzikir Allah-Hu, Allah-Hu. Dzikir Allah diambil dari
dalam dada dan Hu dimasukkan ke dalam bait al-makmur (otak, markas
pikiran). Dzikir ini dimaksudkan agar pikiran selalu tersinari oleh Cahaya Ilahi.
6. Dzikir Tanazul, yaitu dzikir Hu-Allah, Hu-Allah. Dzikir Hu diambil dari bait
al-makmur, dan Allah dimasukkan ke dalam dada. Dzikir ini dimaksudkan
agar seorang salik senantiasa memiliki kesadaran yang tinggi sebagai insan
Cahaya Ilahi.
7. Dzikir Isim Ghaib, yaitu dzikir Hu, Hu, Hu dengan mata dipejamkan dan
mulut dikatupkan kemudian diarahkan tepat ketengah-tengah dada menuju
ke arah kedalaman rasa.
Ketujuh macam dzikir di atas didasarkan kepada firman Allah SWT di
dalam

Surat

al-Mukminun

ayat

17:

"Dan

sesungguhnya

Kami

telah

menciptakan di atas kamu semua tujuh buah jalan, dan Kami sama sekali
tidak akan lengah terhadap ciptaan Kami (terhadap adanya tujuh buah jalan
tersebut)". Adapun ketujuh macam nafsu yang harus ditunggangi tersebut,
sebagai berikut: Nafsu Ammarah, Nafsu Lawwamah, Nafsu Mulhimah, Nafsu
Muthmainnah, Nafsu Radhiyah, Nafsu Mardliyah,dan Nafsu Kamilah.
38

Sanad atau Silsilah Tarekat Syattariyah


Berikut contoh sanad Tarekat Syattariyah yang dibawa oleh para
mursyid atau wasithahnya di Indonesia: Nabi Muhammad SAW kepada
Sayyidina Ali bin Abi Thalib, kepada Sayyidina Hasan bin Ali asy-Syahid,
kepada Imam Zainal Abidin, kepada Imam Muhammad Baqir, kepada Imam
Ja'far Syidiq, kepada Abu Yazid al-Busthami, kepada Syekh Muhammad
Maghrib, kepada Syekh Arabi al-Asyiqi, kepada Qutb Maulana Rumi ath-Thusi,
kepada Qutb Abu Hasan al-Hirqani, kepada Syekh Hud Qaliyyu Marawan
Nahar, kepada Syekh Muhammad Asyiq, kepada Syekh Muhammad Arif,
kepada Syekh Abdullah asy-Syattar, kepada Syekh Hidayatullah Saramat,
kepada Syekh al-Haj al-Hudhuri, kepada Syekh Muhammad Ghauts, kepada
Syekh Wajihudin, kepada Syekh Sibghatullah bin Ruhullah, kepada Syekh
Ibnu Mawahib Abdullah Ahmad bin Ali, kepada Syekh Muhammad Ibnu
Muhammad,

Syekh

Abdul

Rauf

Singkel,

kepada

Syekh

Abdul

Muhyi

(Safarwadi, Tasikmalaya), kepada Kiai Mas Bagus (Kiai Abdullah) di Safarwadi,


kepada Kiai Mas Bagus Nida' (Kiai Mas Bagus Muhyiddin) di Safarwadi,
kepada Kiai Muhammad Sulaiman (Bagelan, Jateng), kepada Kiai Mas Bagus
Nur Iman (Bagelan), kepada Kiai Mas Bagus Hasan Kun Nawi (Bagelan)
kepada Kiai Mas Bagus Ahmadi (Kalangbret, Tulungagung), kepada Raden
Margono (Kincang, Maospati), kepada Kiai Ageng Aliman (Pacitan), kepada
Kiai Ageng Ahmadiya (Pacitan), kepada Kiai Haji Abdurrahman (Tegalreja,
Magetan), kepada Raden Ngabehi Wigyowinoto Palang Kayo Caruban, kepada
Nyai Ageng Hardjo Besari, kepada Kiai Hasan Ulama (Takeran, Magetan),
kepada Kiai Imam Mursyid Muttaqin (Takeran), kepada Kiai Muhammad
Kusnun Malibari (Tanjunganom, Nganjuk) dan kepada KH. Muhammad
Munawar Affandi (Nganjuk).38
7. Tarikat Tijaniyah dinisbatkan dengan nama pendirinya oleh Sayyid Syaikh
Ahmad bin Muhammad Al-Tijani. Beliau adalah salah seorang dzurriyah
(keturunan) Rasulullah SAW dari garis sayyid Hasan,Putra pertama Sayiidah
Fattimah Al Zahra,putri Nabi Muhammad SAW, beliau dilahirkan di Ain
Madli,Maghribi,Maroko,pada tahun 1150 H dan wafat pada tahun 1230
H.Makam beliau sampai sekarang masih banyak dikunjungi peziarah dari
berbagai negara,yaitu di zawiyahnya di kota Faz,Maroko. Beliau mengambil
sanad tarekat ini langsung dari Rasulullah SAW dalam keadaan jaga
(yaqdzah).
Beliau berkata: Semula saya mengambil tarekat dari beberapa orang
guru, tetapi Allah SWT tidak memberi hasil (futhuh).Adapun sanad dan
sandaran tarekah ini adalah Sayyid Al Wujud Nabi Muhammad SAW dan Allah
memberikan

Futhuh

(keterbukaan)

dan

Wushul

(puncak

tujuan)

atas

bimbingan langsung Rasulullah SAW, jadi tidak melalui guru-guru lain.Tarekat


http://zaedibasiturrozak.blogspot.com/2011/05/tariqah-sathariyah-khalwatiyahdan.html , diakses pada tanggal 08 Oktober 2014, pukul 09.43 WIB
38

39

ini bersandar penuh kepada syariat, dalam arti berpegang teguh pada
Alqur'an

dan

Sunnah.

Dalam salah satu makalahnya yang ma'tsur, Syaikh Ahmad r.a berkata :Jika
kalian mendengar sesuatu dariku, maka pertimbangkanlah dengan
ukuran syara'.Apabila sesuai maka ambillah dan apa bila bertolak
belakang, tinggalkanlah.
Dalam tarekah tijaniyah ada 3 jenis zikir,yaitu :
1. Lazimah ,mempunyai 3 rukun yaitu:
Istighfar 100 x
Shalawat 100 x
Kalimatul ikhlas (haylalah) 100 x
2. Wadzhifah, mempunyai 4 rukun yaitu :

Istighfar 30 x
Shalawat 50 x
Kalimatul ikhlas (haylalah) 100 x
Shalawat Jauharatul Kamal 12x

3. Haylalah Jum'at
Wirid haylalah Jumat membaca kalimatul ikhlas setelah shalat ashar sampai
terbenam matahari.
Lazimah
Lazimah adalah zikir wajib tarekat Tijaniyah yang dibaca dua kali dalam
sehari semalam.Zikir ini ditalkinkan (diajarkan) pada seluruh mahluk Allah
SWT.Zikir Lazimah diterima oleh Sayyid Ahmad bin Muhammad Al-Tijani
langsung dari Rasulullah SAW.
Lazimah terdiri dari tiga macam zikir : Istighfar,Shalawat,dan kalimah
thayyibah/Kalimat

Tauhid/Laa

ilaaha

illallah.biasanya

khusus

shalawat

membaca shalawat fatih ( akan diuraikan secara tersendiri) yang merupakan


ciri khas tarekah ini.
Proses awal mula dzikir Tareqat Tijani
Sayyid Ahmad Al-Tijani memperoleh zikir dari Rasulullah SAW sebagai
zikir wajib dalam tarekahnya.Beliau menerima zikir secara musyahadah
(berhadapan langsung) dan mukasyafah (berjabat tangan langsung) dengan
Rasulullah SAW dalam keadaan jaga.
Zikir Lazimah diterima beliau dalam dua tahap, yaitu Tahap pertama
beliau diajarkan Istighfar dan Shalawat, beberapa tahun kemudian barulah
pelajaran tersebut disempurnakan dengan diajarkannya Kalimah Thayyibah.
Ketiga jenis zikir ini yang dinamakan zikir lazimah dan zikir ini menjadi
pegangan (kewajiban) resmi siapapun yang masuk dalam tarekat Tijaniyah.
Syarat utama zikir lazimah adalah harus menjaga shalat lima waktu dan
zikir lazimah wajib dibaca setiap ikhwan Tijaniyah sesuai dengan ketentuan
waktu yang telah ditetapkan, yaitu pagi hari setelah shalat subuh sampai
40

waktu duha/sebelum waktu zuhur dan sore hari setelah shalat ashar sampai
habis waktu shalat isya'.Masing-masing zikir dibaca sebanyak 100 x
( istighfar 100x,shalawat 100x /yang utama shalawat fatih,La ilaaha ilallah
100x).
Orang yang mendapat uzur, maka seluruh siang dan malam adalah
waktu baginya,sedangkan orang yang meninggalkan zikirnya maka dia wajib
meng qadhla.Siapa yang meninggalkan zikir lazimah secara keseluruhan atau
karena meremehkan, maka dia akan menjadi orang yang rugi.
Rasulullah SAW bersabda pada Sayyid Ahmad r.a :
Tiap orang yang mengambil zikir tarekat darimu, maka katakan
kepadanya dalam wasiatmu, Zikir kami ini adalah zikir yang besar.
Selain waktu yang telah ditentukan untuk melakukan zikir lazimah,
seseorang juga harus suci. Mencakup suci badan, pakaian dan tempat, Juga
disyaratkan menghadap kiblat dan tidak berbicara selain zikir kecuali dalam
keadaan darurat.Semua itu termasuk dalam syarat umum bagi setiap orang
yang hendak membaca zikir lazimah. Syarat khususnya adalah membaca
zikir dengan Istihdlarul Qalbi (kehadiran hati) dan meresapi makna yang
terkandung di dalamnya.Zikir lazimah ini diberikan kepada setiap orang yang
memintanya, tanpa kecuali dan tanpa perbedaan.Semua orang memperoleh
hak yang sama untuk meminta diajarkan zikir lazimah.Meskipun dia orang
ahli maksiat, dengan ketentuan bahwa orang itu tidak mempunyai ikatan
zikir wajib dari guru-guru tarekat lain.
Hailalah
Hailalah secara bahasa adalah mashdar dari fi'il ruba'i (empat huruf), yaitu
hailala, yuhaililu, hailalatan. Artinya membaca kalimat Laa ilaaha ilallah,
sedangkan menurut tarekat tijani hailalah adalah zikir Laa ilaaha ilallah yang
dibaca pada jumat sore sampai terbenam matahari ( minimum 1000x).
Hailalah termasuk salah satu zikir yang menjadi pokok tarekat dan
menjadi kewajiban bagi setiap ikhwan.Hailalah dilakukan secara berjamaah
pada hari jumat sore, setelah shalat ashar. Karena hari jumat adalah hari
yang menjadi sentral (poros) beberapa hari dalam seminggu dan disebut
sebagai sayyid al-ayyam. Adapun waktu setelah ashar adalah waktu yang
mustajabah (diharap terkabulnya doa) dan merupakan waktu pergantian
antara malaikat yang bertugas menjaga siang dan malam.
Diriwayatkan bahwa shahifah (buku catatan amal) akan dihadapkan
kepada Allah SWT dan diperiksa setiap minggu,yaitu hari jumat.Maka
diharapkan awal dan akhir catatan buku tersebut adalah kalimat Laa ilaaha
ilallah.
Zikir hailalah dilakukan secara berjamaah ini dapat menyempurnakan
kekurangan apabila seorang ikhwan tarekat berada seorang diri, maka dia
41

melakukan zikir hailalah sendirian.Ini termasuk salah satu syarat tarekat


yang tidak dapat dipisahkan.
Dalam

membaca

zikir

hailalah

tidak

dibatasi

dengan

jumlah

hitungan,yang dijadikan batasan adalah paling sedikit zikir dilakukan satu


jam atau lebih banyak menyambung dengan tenggelamnya matahari.Apabila
tidak bisa dilakukan satu jam, maka zikir hailalah paling sedikit adalah 1000x
dan ditambah 600x, hanya syarat bersambung dengan tenggelam matahari
tetap menjadi patokan, baik dalam zikir menggunakan hitungan atau tidak.
Syaikh

Ahmad

Al-Tijani

memberikan

rukhsoh

(keringanan)

bagi

sahabatnya di sakhra dalam zikir hailalah jumat tidak kurang dari 100x.
Wadzifah
Zikir wadzifah juga merupakan salah satu ciri khas zikir tarekat AlTijani, namun bukan kewajiban dalam arti Lazimah.Bagi ikhwan (sebutan
untuk orang yang mengikuti tarekat ini) mereka tidak diharuskan untuk
wadzifah.Jika mereka merasa mampu dan ingin melakukan dzikir wadzifah ini
dipersilahkan dan apabila tidak melakukan tidak terkena tuntutan.
Wadzifah ini berbeda dengan lazimah.Orang yang meninggalkan zikir
lazimah wajib meng-qadha, sedangkan untuk wadzifah tidak wajib qadha
akan tetapi wadzifah sebaiknya dilakukan secara istiqomah, karena di
dalamnya terdapat keutamaan yang besar.
Zikir wadzifah dilakukan cukup sekali dalam sehari semalam dan tidak
dibatasi oleh ketentuan waktu, boleh pagi atau sore hari dan apabila
memungkinkan lebih baik dilakukan pada kedua waktu tersebut.Sebagai zikir
zawiyah (zikir khusus dan ditempat khusus) wadzifah sebaiknya dilakukan
secara berjamaah tetapi boleh dilakukan perorangan.
Ketika
sempurna,

melakukan
artinya

suci

zikir
dari

wadzifah
hadas

disyaratkan
besar

dan

harus
kecil,suci

suci
dari

secara
najis

(badan,pakaian,tempat) dan bersuci dengan air bukan bersuci dengan


tayammum.Karena di dalam wadzifah terdapat zikir shalawat Jauharatul
Kamal yang harus dibaca dalam keadaan suci dan tempatnya setidaktidaknya memuat untuk 7-9 orang.
Apabila persyaratan membaca Jauharatul Kamal tidak dapat dipenuhi,maka
boleh diganti dengan membaca shalawat Fatih sebanyak 20x Urutan zikir
wadzifah sebagai berikut :

Istighfar 30x
Shalawat Fatih 50x
Kalimat Tauhid 100x
Shalawat Jauharatul Kamal 12x39

39 http://www.pengobatangratisonline.com/2012/10/thariqah-al-tijaniyah.html ,

diakses pada tanggal 08 Oktober 2014, pukul 09.53 WIB


42

Thariqat Tijaniyah menganut prinsip tasamuh atau toleransi, menuruti


jejak pendirinya yang bersikap toleransi terhadap kalangan yang bukan
Muslim dengan tidak mengurangi hak hak agama dan kehormatan kaum
Muslimin. Dasar pokok dari thariqat ini adalah toleransi dengan baik
menghadapi orang yang memusuhi mereka, semboyan Thariqat Tijaniyah
adalah firman Allah dalam Surat Al Baqarah : 194.




Maka barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang
dengan

serangannya

terhadapmu.

Bertakwalah

kepada

Allah

dan

ketahuilah bahwa Allah beserta orang orang yang bertaqwa.


Oleh karena itu kitab Hadhirul Alamil Islami menyatakan bahwa
penganut Thariqat Tijaniyah mempergunakan kekuatan untuk menghadapi
musuh mereka, orang Parancis. Sikap tasamuh atau toleransi yang
dikembangkan selama ini, berubah pada pertengahan abad ke 13 ketika
mereka menantang kulit putih, kelompok La Fajre dengan fanatik.
Seorang Syekh Thariqat Tijaniyah yang menonjol dan gigih membela
pendirinya adalah Haji Umar anak Syekh Murabith, lahir pada tahun 1797 di
satu desa, Senegal. Pada masa anak anak, ia dididik ayahnya, belakangan
melanjutkan pelajarannya ke Universitas Al Azhar Kairo. Ia telah
mengerjakan haji ke Baitullah dan menziarahi pusara Nabi kita Muhammad
saw di Madinah. Kemudian kembali ke Bourno pada tahun 1833 dan
mengunjungi negeri Hausah. Di negeri Hausah ia memimpin dan mengajari
umat ke akidah Salaf dengan bijaksana dan cara yang baik. Dalam
berdakwah, ikut serta saudaranya, Ahmad. Haji Umar dan Tijani telah
membentuk barisan untuk memerangi orang yang menyembah berhala. Ia
wafat pada tahun 1865.
Dia telah meninggalakan pengaruh yang besar bagi kejayaan Islam di
negeri orang berkulit hitam. Perjuangannya dilanjutkan oleh pengikut
pengikutnya. Pengaruh mereka semakin luas, sehingga penjajah Perancis
memandangnya sebagai suatu yang amat membahayakan kedudukan
penjajah di wilayah itu. Kaum penjajah berusaha mambasmi gerakan itu.
Ahli ahli sejarah menyatakan hampir seluruh Afrika dikuasai Islam,
seandainya

Perancis

tidak

menindasnya,

sebagaimana

Eropa

hampir

seluruhnya dikuasai Islam kalaulah tidak ditantang keras oleh Charles I (Karel
Agung 742 814 M).40
8. Tarikat Sanusiah dinisbatkan dengan nama pendirinya oleh Sayid Muhammad
bin Ali As Sanusi, lahir pada 179.Thariqat Sanusiah muncul di Afrika Utara.
Ia seorang alim dan mujtahid. Thariqat yang dipimpinnya berkembang luas
dari Maroko sampai Somali, terutama di daerah pedalaman Libia.
Dasar thariqat ini adalah ajaran Islam dan lapangan kerjanya mendidik
umat supaya dapat mengendalikan hawa nafsu untuk keselamtannya dari
40 A. Fuad Said, Hakikat Tarekat Naqsyabandiyyah, Cetakan ke 2, (Jakarta:Al-Husna Zikra,
1996), hlm. 16-18.
43

dunia sampai akhirat. Dan melatih pengikutnya supaya giat bekerja dan
berusaga serta beribadah dengan memiliki akidah yang kokoh.
Thariqat Sanusiah menurut Syekh Dr. Ahmad Syarbasi guru besar
Universitas Al Azhar Kairo berdasarkan Al Quran dan Sunnah. Penjajah di
benua

Eropa

menganggapnya

sebagai

sesuatu

yang

membahayakan.

Perjuangan mereka tidak saja dalam dzikir dan wirid wirid, tetapi juga
berjihad menegakkan kebenaran.
Pengaruh thariqat ini di wilayah Jaghbub sangat besar. Hal itu dapat
ditandai dengan kemajuan dan keamanan negeri itu jauh lebih meningkat
dibanding dengan sebelum thariqat itu muncul. Tadinya Jughbub merupakan
pusat kejahatan dan kekacauan, tetapi setelah pengaruh thariqat itu semakin
kuat, maka Jaghbub berubah menjadi pusat pendidikan dan pengajaran,
pusat peribadahan dan kemakmuran.
Dikawasan itu, Sanusi mendirikan sekolah dan madrasah unutk mendidik
kader kader thariqat dan pejuang pejuang Islam yang militan. Stelah
Sanusi wafat, ia digantikan oleh puteranya Al Mahdi. Al Mahdi
melanjutkan jihad dan perjuangan ayahnya dengan mendirikan pusat latihan
rohani diberbagai daerah, sehingga dalam waktu relatif singkat, namanya
menjadi populer.
Kaum penjajah berusaha menyetop kegiatannya, namun ia terus
berjuang dan bahkan lebih memperingati dakwah dan membangun mental
umat. Disamping mengajar, ia juga mendidik pengikutnya supaya berjihad
menantang musuh musuh Islam. Sebagai akibta dari perjuangannya yang
gigih dan gesit, maka pada tahun 1911 meletuslah pemberontakan
menentang pendudukan Itali dan mengembangkan Islam di Sudan dan Afrika
Tengah.
Thariqat Sanusiah menganggap Nabi nabi adalah wasilah antara
makhluk dengan Allah. Ahmad Sanusi telah menyusun kitab tentang sejarah
Thariqat Sanusiah. Melalui ajaran Thariqat, berjuta juta penduduk Afrika
Tengahmemeluk agama Islam. Thariqat Sanusiah mengajarakan kepada
pengikut pengikutnya ketangkasan berkuda, panah memanah dan
berbagai seni bela diri. Setiap hari Jumat diadakan latihan perang. Pada hari
Kamis latihan kerajinan tangan seperti pandai besi, tukang sepatu, menjahit
dan menenun, bertani dan bercocok tanam.
Pesan sebagian dari tokoh tokoh Thariqat Sanusiah : Jangan menghina
seseorang, baik Orang Islam maupun Nasrani, Yahudi dan orang orang kafir
lain. Mungkin mereka lebih baik dari nda di sisi Allah, sebab Anda tidak tahu
apa yang kan terjadi pada akhirnya. Diantara kebasaan penganut Thariqat
Sanusiah, mereka membeli budak di Sudan, diasuh di Jaghbub. Sesudah
dewasa dan berilmu, dimerdekakan dan dierjunkan ke masyarakat sebagai
44

juru dakwah dalam rangka pengembangan agama Islam disegenap penjuru


benua Afrika.41
9. Tarikat Al-Idrisiyah dinisbatkan dengan nama pendirinya oleh Syekh Ahmad
bin Idris Ali Al-Masyisyi Al-Yamlakhi Al-Hasani. (1760 - 1837), salah seorang
Mujaddid (Neo Sufisme) yang berasal dari Maroko (Maghribi). Idris, yang
kepadanya dinisbatkan nama tarekat ini adalah nama ayah dari pendirinya.
Syekh Ahmad bin Idris dikenal sebagai sosok Ulama yang berhasil
memadukan dua aspek lahir (syariat) dan batin (hakikat). Ia juga dikenal
sebagai pembaharu dalam dunia tasawuf dari penyelewengan kaum
kebatinan seperti tahayul, khurafat, dll.
Tarekat Sanusiyyah dibawa ke Indonesia oleh Asy-Syekh Al-Akbar Abdul
Fattah tahun 1932. Dia menerimanya dari Syekh Ahmad Syarif As-Sanusi
(1875-1933) di Jabal Qubais (Mekkah) dan berguru selama 4 tahun. Kemudian
dengan beberapa alasan Asy-Syekh Al-Akbar Abdul Fattah mengganti nama
tarekatnya menjadi Tarekat Idrisiyyah.Sejak masuknya ke Indonesia pada
masa penjajahan, Tarekat ini sudah mengalami 4 kepemimpinan.
Saat ini tampuk pimpinan tarekat dipegang oleh Syekh Muhammad
Fathurahman, M.Ag. Dalam masa kepemimpinannya Al-Idrisiyyah telah
berkembang hingga memiliki 50 Zawiyah yang tersebar pada 12 Propinsi di
Indonesia.42
Thariqat Al Idrisiyah berbeda dengan kelompok Islam lainnya. Mereka
menjalin hubungan baik dengan berbagai instansi pemerintah maupun
swasta. Pimpinan thariqat berkenan datang ke berbagai instansi dengan
tujuan

memperkenalkan

perkembangan

Idrisiyah

ditengah

tengah

masyarakat. Ajaran Idrisiyah benyak merujuk kepada kitab kitab Imam


Ghozali, terutama Kitah Ihya Ulumuddin. Dalam penerapan amalan syriat,
merujuk pada Imam Maliki, Hambali, Syafii dan Hanafi.43
Beberapa Pokok Ajaran Thariqat Al Idrisiyah
Bagi orang awam ajaran thariqah Idrisiyah nampak sedikit berbeda
dalam

menafsirkan

dikelompokkan

kaidah

menjadi

hukum

wajib,

Islam.

sunnah,

Kaidah

mubah,

hukum
makruh,

yang
dan

biasa
haram

disederhanakan menjadi mengerjakan wajib dan sunnah, serta meninggalkan


haram dan makruh.

41 Ibid, hlm. 18-20.

42 http://www.al-idrisiyyah.com/profil/sejarah diakses pada tanggal 07-Okt-2014 pukul 14.40 wib


43 Nuhrison M. Nuh, Aliran / Faham Keagamaan dan Sufsme Perkotaan (Jakarta, CV. Prasasti : 2009) hlm.
303

45

Hukum wajib adalah perintah Tuhan yang jika dikerjakan berpahala dan
jika ditinggalkan berdosa. Sedangkan sunnah yaitu apabila dikerjakan
mendapat pahala, dan bila ditinggalkan tidak akan mendapat apa apa.
Begitu pula dengan makruh yaitu bila ditingalkan mendapat pahala, bila
dikerjakan mendapat kerugian.
Dengan demikian, formula kaidah hukum menurut ajaran Idrisiyah
adalah baik sunnah apalagi wajib eduanya harus dikerjakan, begitu juga
sebaliknya, hal hal yang haram dan makruh keduanya harus ditinggalkan.
Kaidah ini menjadi utama dalam ajaran Thariqat Idrisiyah.
Beberapa ajaran / ahwal yang khususiyyah, yaitu :
1.
2.
3.
4.

Masalah rokok
Pakaian taqwa
Shalat sunnah berjamaah
Shalat sunnah bada Ashar

1. Masalah Rokok
Dalam ajaran thariqat Idrisiyah mengandung pilar pilar kemashlahatan
duniawi dan ukhrawi, yang selama ini sedang dikembangkan dan dipupuk secara
berkesinambungan oleh guru dan murid muridnya. Diantaranya adalah
berusaha belajar untuk tidak merokok. Karena disamping merokok itu merugikan
diri sendiri dan orang lain, juga berakibat jauhnya ridha Allah swt. Disebutkan pula
dalam kitab Fawa Idul Makkiyah bahwa sebab sebab rokok diharamkan antara
lain :
Memabukkan

dan

membahayakan.

Makanan

dan

minuman

yang

menyebabkan mabuk / membahayakan akal atau badan maka haram


hukumnya.
Menyia nyiakan harta dan memubadzirkannya.
Menyakiti orang lain dengan sebab bau yang tidak enak.
Berlebih lebihan
Melalaikan akan dzikir kepada Allah Taala.
2. Pakaian Takwa
Jamaah Al Idrisiyah dianjurkan mengenakan pakaian berwarna putih
(gamis) dengan selendang berwarna hijau. Celana panjang, baju dalam dan
sorbanpun berwarna putih. Semua ini memiliki landasan ajaran yang kuat
berdasarkan dalil Al Quran. Sebagaimana dalam Hadist riwayat Abu Daud dan
Tirmidzi, dari Ibnu Abbas dikatakan : Pakailah pakaian kalian yang berwarna
putih, karena sesungguhnya ia sebaik baik pakaianmu dan digunakan untuk
mengkafankanmu ketika kalian wafat.
Selain pakaian, bagi kaum pria disunnahkan memelihara janggut yang
termasuk bagian dari pada ciri khas thariqat Idrisiyah. Ajaran ini berdasarkan
hadist dari Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Bukhari Bedakanlah (penampilan
kalian dari) kaum musyrikin dengan memanjangkan janggut, dan mencukur kumis
tipis tipis.
46

Jamaah Idrisiyah juga menganjurkan kepada kaum wanitanya untuk


menjaga kehormatannya dengan menggunakan cadar (burgho) penutup wajah,
bukan sekedar tradisi / buday bangsa Arab pada masa dahulu.
3. Shalat Sunnah Berjamaah
Apabila dikalangan umum kaum muslimin shalat sunnah yang dilaksanakan
secara berjamaah hanya shalat dua Hari Raya, shalat Tarawih, salat Istisqo, shalat
Gerhana saja, maka dalam ajaran thariqat Idrisiyah, salat Rawatib, Witir, Tasbih
dan shalat Hajat juga dilaksanakan secara berjamaah. Tujuan utamanya adalah
untuk mendidik murid murid awam agar membiasakan shalat shalat sunnah
tersebut dengan berjamaah.
4. Shalat Sunnah Bada Ashar
Perkara shalat sunnah bada ashar kebanyakan umat Islam bergantung
kepada Jumhur Ulama Fiqih yang menyatakan ketidak bolehannya bahkan
mengahramkannya. Dasar pemikiran yang bersumber dari hukum fiqih ini secara
positif menjadi motivasi untuk memperbanyak amalan yang dilakukan oleh setiap
anggota jamaah Idrisiyah. Beberapa rumusan yang menentukan suatu perkara
serta hukumnya seperti hukum merokok, masalah pakaian dan masalah dzikir
telah dirumuskan dan menjadi doktrin panutan. Hampir semua jenis shalat
sunnah dilaksanakan sperti sunnat Qobliyah, Badiyah, Tasbih, sujud Syukur, dan
shalat Hajat. Shalat Isya terbiasa ditutup dengan shalat Witir, sedangkan setelah
shalat Subuh diteruskan dengan dzikir hingga bila tiba waktu Isyraq (terbit
matahari). Tujuan shalat selalu berjamaah meskipun shalat sunnah adalah untuk
mengharapakan pahala dan mendidik serta membiasakan shalat sunnah tersebut.
Tata Cara Berdzikir
Amalan yang merupakan kewajiban dalam setiap awrad (ritual dzikir) bagi
setiap murid thariqat Idrisiyah ada 6 hal dan dilaksanakan siang dan malam. Bila
melazimkannya Insya Allah akan mendapat pertolongan dari Allah karena Allah
adalah pemelihara setiap hamba. Keenam hal tersebut adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Membaca Al quran 1 Juz atau lebih tanpa lengah (lalai)


Istighfar (memohon ampun kepada Allah) sebanyak 100 kali
Berdzikir sebanyak 300 kali
Beshalawat kepada Nabi SAW
Membaca Yaa Hayyu Yaa Qoyyuuum sebanyak 1.000 kali
Takwa kepada Allah
Perincian keenam kewajiban dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Al Quran 1 Juz, bagi yang tidak mampu membaca Fatiha 25 kali setiap
saat (bagi murid baru)
2. Istighfar sebanyak 100 kali
3. Dzikir (Laa Ilaaha Illalallah Muhammadur Rasulullah fi Kulli Lamhati
Wanafasin adad maa Wa Siahuu ilmullah) sebanyak 300 kali
4. Shalawat Ummiyyah sebanyak 100 kali (Allahumma sholli alaa Sayyidina
Muhammadinin Nabiyyil Ummiyyi waalaa aalihii wa shohbihii wa sallim)
47

5. Dzikir Yaa Hayyu Yaa Qoyyuum sebnayak 1.000 kali


6. Disertai dengan takwa kepada Allah AWT.
Bentuk Keshalehan
Ada bentuk ibadah lahiriyah yang dikembangkan oleh thariqat Idrisiyah
seperti pengguna busana berupa gamis berwarna putih, berselendang warna hijau
bagi kaum pria dan bergho / cadar bagi kaum wanita bisa juga dipandang sebagai
sikap profesional dalam beragama. Karena tata cara berpakaian juga telah diatur
dalam syariat dan thariqat Idrisiyah berupaya untuk melaksanakan dalam rangka
memenuhi tuntutan syariat tersebut. Jika ada yang menilai eksklusif, penilaian
tersebut tidak akan dihiraukan.
Awrad / dzikir dan wirid Idrisiyah dilakukan sepanjang siang dan malam. Untuk
membaca dzikir tersebut caranya bisa dilakukan secara jahr (keras), khafi (pelan),
maupun sirr (lembut). Dari ketiga dzikir tadi, dzikir jahr dan dengan berjamaah
lebih diutamakanagar menimbulkan semangat.
Menurut seorang anggota jamaah Idrisiyah bernama Maya, bila ada jamaah
yang belum sepenuhnya mengamalkan 6 amalan wirid doktrin al Idrisiyah, hal
tersebut kembali pada masing masing individu dalam menjalankannya.
Demikian pula halnya dalam mengeluarkan infaq sebesar 10% dari harta jamaah
Al Idrisiyah baik yang sudah ditalqin maupun yang belum ditalqin, hal tersebut
diserhakan kepada masing masing individu, agar tidak membebani para jamaah.
Karena itu bisa saja jamaah mengeluarkan 2 1/2 persen sesuai kemampuannya. 44
Untuk menjadi murid thariqat Idrisiyah, sebagaimana dikatakan Syekh
Akbar K. H. Muhammad Dahlan (alm) dan guru guru terdahulu bahwa syaratnya
hanya dua, yakni percaya dan mau. Percaya menandakan isyarat hati yang iman
dan kemauan adalah sebagai bukti ketaatan dan kepatuhan lahiriyah. Apabila
keduanya dilaksanakan, maka akan timbuk keyakinan dalam hati setiap murid.
Bila sudah terpenuhi kedua syarta itu, barulah di talqin langsung oleh Syekh
Akbar dan disaksikan oleh seluruh jamaah.
Syekh Akbar dalam nuansa ketawadhuan, bukanlah artinya seorang Syekh yang
paling agung (terbesar), tetapi maknanya adalah seorang Syekh yang senantiasa
merasakan seluruh gerakan nafasnya berada dalam genggaman Allah Yang Besar
(Akbar). Syekh Al Akbar mengandung pengertian seorang guru yang mengajak
atau membawa murid muridnya atau orang orang agar kembali kepada Yang
Akbar, yakni Allah swt.45
Thariqat Al Idrisiyah dalam Bidang Ekonomi
Al-Idrisiyyah

mendefinisikan

ekonomi

Islam

sebagai

bentuk

kegiatan

ekonomi yang berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang bersumber kepada Al-Quran


44 Nuhrison M. Nuh, Aliran / Faham Keagamaan dan Sufsme Perkotaan (Jakarta, CV. Prasasti : 2009) hlm.
293-301

45 Ibid,hlm.304
48

dan As-Sunah yang diijtihadi oleh mursyid.

Al-Idrisiyyah mengembangkan

berbagai bentuk kegiatan ekonomi yang dibangun atas tiga pondasi, yaitu nilainilai keimanan (Tauhid) , nilai-nilai Islam (Syariah), dan nilai-nilai Ihsan (Tasawuf).
Berbagai bentuk kegiatan ekonomi dilaksanakan untuk mewujudkan konsep
Ekonomi Islam yang dikembangkan, mulai pembentukan Koperasi, BMT (Baitul
Maal wat Tamwil), Mini Market, Restoran, Perkebunan, Perikanan, Travel Umroh,
dan berbagai aktivitas ekonomi lainnya, yang ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan umat.46

BAB III
PENUTUP
46 http://www.al-idrisiyyah.com/profil/ekonomi diakses pada tanggal 07-Okt-2014 pukul 14.35 wib

49

DAFTAR PUSTAKA

50

51

Anda mungkin juga menyukai