Anda di halaman 1dari 25

KERACUNAN MAKANAN DAN MINUMAN : SIANIDA (HCN)

TOKSIKOLOGI

oleh
Kelompok 6

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
JUNI, 2016

KERACUNAN MAKANAN DAN MINUMAN : SIANIDA (HCN)


TOKSIKOLOGI

Disusun sebagai pemenuhan tugas Toksikologi


dengan dosen pengampu: Ns. Baskoro Setioputro, M.Kep

oleh :
Anisa Fiatul Kharimah
NIM 142310101014
Lisnawati

NIM 142310101033

Niken Oktaviani

NIM 142310101059

Wahyu Rahmadani

NIM 142310101064

Nisrina Dini Kurniawati

NIM 142310101072

Septiyana Milla Arifin

NIM 142310101089

Rosita Amalia D.L

NIM 142310101094

Delia Nurfalahita V.P

NIM 142310101139

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
Juni, 2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat-Nya amakalah ini
dapat terselesaikan tepat waktu. Tak terlupa penulis mengucapkan terima kasih
kepada : Ns. Baskoro Setioputro, M.Kep. sebagai pihak yang telah memberikan tugas
pengampu pada mata kuliah Toksikologi di Program Studi Ilmu Keperawatan,
Universitas Jember, dan juga membantu penulis dalam menyelesaikan masalah yang
ada dan sebagai bahan pembelajaran bagi penulis.
Penulis berharap isi makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, namun
penulis juga menyadari akan kekurangan makalah ini, sehingga jauh dari kata
sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran supaya pada tugas makalah
berikutnya dapat lebih baik lagi.
Jember, Juni 2016

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL........................................................................................i
HALAMAN JUDUL............................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI........................................................................................................iv
BAB 1.PENDAHULUAN ...................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................1
1.2 Tujuan .................................................................................................2
1.3 Manfaat ...............................................................................................2
BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................3
2.1 Definisi .................................................................................................3
2.2 Epidemiologi Keracunan Sianida.........................................................4
2.3 Etiologi .................................................................................................5
2.4 Gejala klinis Keracunan Sianida...........................................................6
2.5 Toksisitas dan Toksikokinetik Sianida..................................................10
2.5.1 Toksisitas Sianida.........................................................................10
2.5.2 Toksikokinetik Sianida.................................................................12
2.6 Efek racun sianida.................................................................................13
2.6.1 Dosis Toksik.................................................................................15
2.6.2 Dosis Letal...................................................................................16
2.7 Penanganan atau penatalaksanan Keracunan Sianida..........................16
BAB 3. PENUTUP...............................................................................................20
3.1 Kesimpulan ..........................................................................................20
3.2 Saran ....................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................21

BAB 1.PENDAHULUAN
1

Latar Belakang
Sianida merupakan salah satu jenis racun yang dihasilkan dari proses
hidrolisis glukosida sianogenik oleh enzim yang terdapat dalam tanaman itu
sendiri. Setiap bagian tanaman mempunyai kandungan sianida yang berkaitan.
Kandungan tertinggi terdapat dalam biji, diikuti oleh buah, daun, batang dan akar.
Racun adalah suatu zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorpsi, menempel
pada kulit, atau dihasilkan didalam tubuh dalam jumlah yang relative kecil dapat
mengakibatkan cedera dari tubuh dengan hanya reaksi kimia. Racun merupakan
zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis
toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian.
Racun dapat diserap melalui pencernaan, hisapan, intravena, kulit, atau melalui
rute lainnya. Reaksi dari racun dapat seketika itu juga cepat, lambat atau secara
kumulatif.Penyerapan keracunan kedalam tubuh tergantung pada kelarutan dan
cara pemberiannya. Racun dapat masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara
melalui mulut (per oral) paling banyak, pernafasan. Daya kerja racun pada
umumnya terjadi jika racun diserap kemudian masuk peredaran darah dan dapat
menimbulkan kerusakan pda organ tertentu karena daya kerjanya yang local dan
umum
Sedangkan definisi atau intoksikasi menurut WHO adalah kondisi yang
mnegikuti masuknya suatu zat psikoaktif yang menyebabkan gangguan
kesadaran, kognisi, persepsi, afek, pelaku, fungsi, dan respon psikologis.
Keracunan dapat diartikan sebagai masuknya suatu zat kedalam tubuh yang dapat
menyebabkan ketidaknormalan mekanisme dalam tubuh bahkan sampai dapat
menyebabkan kematian.

Tujuan

Untuk mengetahui pengertian, epidemiologi, etiologi, dan gejala klinis


keracunan sianida

Untuk mengetahui toksisitas dan toksikokinetik sianida

Untuk mengetahui efek racun sianida, dosis toksik dan dosis letal

Untuk mengetahui penanganan atau penatalaksanaan keracunan sianida

Manfaat
1

Manfaat perawat dalam mempelajari dan memahami konsep dasar


keperawatan

intoksikasi,

efek

intoksikasi

dan

penanganan

intoksikasimeningkatkan mutu kesehatan pada klien untuk mempercepat


kesembuhan klien.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sianida merupakan salah satu jenis racun yang dihasilkan dari proses
hidrolisis glukosida sianogenik oleh enzim yang terdapat dalam tanaman itu
2

sendiri. Sianida merupakan senyawa anti nutrisi yang banyak terkandung pada
beberapa jenis tumbuhan, seperti ketela pohon, gadung, rebung, dan lain-lain.
Berdasarkan kajian medis diketahui bahwa sianida dapat mengganggu kesehatan,
terutama sistem pernapasan, karena oksigen di dalam darah terikat oleh senyawa
beracun tersebut. Gejala keracunan akibat mengonsumsi sianida yang terkandung
dalam makanan antara lain radang kerongkongan, pusing, lemas, muntahmuntah, pingsan, dan kejang perut (Pambayun, 2007).
Sianida juga merupakan salah satu zat goitrogenik yang secara alami terdapat
di dalam bahan makanan. Zat goitrogenik adalah zat yang dapat menghalangi
pengambilan yodium oleh kelenjar gondok yang berakibat konsentrasi yodium
dalam kelenjar gondok sangat rendah (Moehji dalam Ulunnida, 2011). Sehingga,
jika bahan makanan tinggi sianida tersebut dikonsumsi dalam jangka waktu yang
sering maka dapat berakibat terjadinya Gangguan Akibat Kekurangan Yodium
(GAKY). Asupan sianida dapat memperburuk kondisi gondok dan kretinisme di
daerah kekurangan yodium.
Keracunan merupakan masuknya suatu zat kedalam tubuh yang dapat
menyebabkan ketidaknormalan mekanisme dalam tubuh bahkan sampai dapat
menyebabkan kematian. Keracunan makanan (sianida) merupakan keracunan zat
kimia yang sangat toksik dan banyak digunakan dalam berbagai industri. Selain
itu, terdapat pula pada beberapa jenis umbi atau singkong.
2.2 Epidemiologi
Uap sianida dari bahan pemadam kebakaran digunakan untuk mengatasi
kerusuhan di Putins Rusia menyebakan kematian lebih dari 17.000 orang selama
tahun 2006 ( Cyanide Poisoning treatment Coalition 2006). Sebenarnya kasus
keracunan sianida pada ternak jarang ditemukan di lapangan, kecuali karena
adanya unsur kesengajaan (kriminal) atau keteledoran peternak dalam pemberian
pakan. Kebanyakan kasus keracunan sianida terjadi karena pemberian sianida
sintesis potas secara sengaja ke dalam pakan. Biasanya potas yang digunakan
berbentuk bubuk karena cukup murah, mudah diperoleh, dan cukup efisien pada

dosis rendah (1-2,5 mg/kg berat badan sudah dapat mematikan hampir semua
spesies) (Clarke dan Clarke 1977). Hampir 40% dari 35 kasus keracunan
senyawa toksik (sulfat, nitrat-nitrit, klorin, klorida, sianida, rodentisida seng
fosfit, insektisida DDT, diazinon, temik, klorin dan klorida) pada hewan di
Indonesia pada tahun 1992-2005 merupakan keracunan sianida sintetis potas
(Yuningsih, 2007).
Kasus keracunan sianida alami (asal tanaman) biasanya disebabkan kelalaian
peternak dalam pemberian pakan hijauan. Keracunan tanaman angrung (Trema
orientalis) pada salah satu peternakan di Kalimantan Timur menyebabkan 26
ekor kambing mati. Hal ini disebabkan peternak tidak mengetahui bahwa
tanaman angrung mengandung sianida cukup tinggi (Yuningsih 2007) dan
terdesak kekurangan hijauan (musim kering, sehingga peternak memanfaatkan
hijauan yang tumbuh di sekitarnya sebagai pakan. Di Venezuela, terjadi kematian
ternak babi akibat keracunan sianida setelah mengonsumsi ubi kayu pahit asal
sisa makanan anak-anak (umur 8-11 tahun) yang menderita keracunan, dengan
gejala lemah dan sesak nafas serta warna darahnya merah terang (Espinoza et al.
1992).

2.3 Etiologi
Menghirup asap, menelan, dan pajanan industri adalah sumber yang paling sering
dari keracunan sianida.
a. Menghirup asap
Menghirup asap selama kebakaran industri atau rumah adalah sumber
utama dari keracunan sianida di Amerika Serikat. Individu dengan menghirup
asap dari kebakaran di ruang tertutup, kemudian pasien menunjukkan adanya
gejala di mulut atau hidung atau saluran napas, adanya perubahan status
mental, atau hipotensi dapat diduga memiliki keracunan sianida yang
signifikan (konsentrasi sianida darah> 40 mmol / L atau sekitar 1 mg / L).
Banyak senyawa yang mengandung nitrogen dan karbon dapat
menghasilkan gas hidrogen sianida (HCN) ketika dibakar. Beberapa senyawa
4

alami (misalnya, wol, sutra) menghasilkan HCN sebagai produk pembakaran.


Plastik rumah tangga (misalnya melamin di piring, akrilonitril dalam cangkir
plastik), busa poliuretan di bantal furniture, dan banyak senyawa sintetis
lainnya dapat menghasilkan konsentrasi mematikan dari sianida ketika dibakar
di bawah kondisi yang sesuai dengan konsentrasi oksigen dan suhu.
b. Paparan industri
Sumber-sumber industri yang mengandung sianida tak terhitung
jumlahnya.

Sianida

digunakan

terutama

dalam

perdagangan

logam,

pertambangan, manufaktur perhiasan, pencelupan, fotografi, dan pertanian.


Proses industri tertentu yang melibatkan sianida termasuk logam pembersihan,
reklamasi atau pengerasan, pengasapan, electroplating, dan pengolahan foto.
Selain itu, industri menggunakan sianida dalam pembuatan plastik, sebagai
perantara reaktif dalam sintesis kimia, dan pelarut (dalam bentuk nitril).
Paparan garam dan sianogen kadang-kadang menyebabkan keracunan.
Namun, risiko yang signifikan untuk beberapa korban terjadi ketika produk ini
datang ke dalam kontak dengan asam mineral karena adanya gas HCN.
Sebuah insiden korban massal dapat berkembang pada kecelakaan industri di
mana sianogen klorida kontak dengan air (misalnya, selama proses
pemadaman kebakaran). Kontainer sianogen klorida dapat pecah atau meledak
jika terkena panas tinggi atau tersimpan terlalu lama.
c. Paparan iatrogenik
Vasodilator natrium nitroprusside bila digunakan dalam dosis tinggi atau
selama periode hari dapat menghasilkan konsentrasi beracun untuk sianida di
darah. Pasien dengan cadangan tiosulfat rendah (misalnya pasien kurang gizi
atau pasien pascaoperasi) berada pada peningkatan risiko untuk terkena
keracunan sianida, bahkan meskipun diberikan pada dosis terapi. Pasien
awalnya mengalami kebingungan dan kemudian dirawat unit perawatan
intensif (ICU). Masalah dapat dihindari dengan pemberian hydroxocobalamin
atau natrium tiosulfat.
Selain etilogi yang disebutkan diatas, terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan keracunan makanan diantaranya :
5

1. Bahan-bahan kimia beracun (bersifat racun).


2. Racun yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan seperti ubi ketela yang mengandung
asam sianida (HCN), jengkol, pohon, tuba (Derris), sebangsa jamur, dan
sebagainya.
3. Kadar HCN yang tinggi dan proses pengolahan yang tidak benar sehingga
kadarHCN pada singkong masih melebihi kadar aman yang dapat dikonsumsi
manusia.
4. Penyebab keracunan sianida karena peningkatan glukosa darah dan kadar asam
laktat dan penurunan ATP / ADP rasio yang menunjukkan pergeseran dari
aerobik untuk metabolisme anaerobic.
2.3 Gejala Klinis Keracunan Sianida
Beberapa gangguan pada sistem pernapasan, jantung, sistem pencernaan dan
sistem peredaran darah berhubungan dengan paparan terhadap sianida pada
manusia dalam konsentrasi tertentu telah terdeteksi (ATSDR 2006). Selain itu,
sistem saraf juga menjadi sasaran utama sianida. Paparan HCN secara lama
dalam konsentrasi tinggi dapat menstimulasi sistem saraf pusat yang kemudian
diikuti oleh depresi, kejang-kejang, lumpuh dan kematian (ATSDR 2006). HCN
dapat terserap cepat ke dalam tubuh dan terbawa hingga ke dalam plasma.
Bahkan menurut Brachet, J., sianida merupakan racun bagi semua mahluk
hidup dan juga dapat menghambat pernapasan juga dapat mengakibatkan
perkembangan sel yang tidak sempurna. Selanjutnya, sianida dapat menghambat
kerja enzim ferisitokrom oksidase dalam proses pengambilan oksigen untuk
pernapasan. Kejang, mulut mengeluarkan buihtanda awal dari keracunan sianida
ini adalah peningkatan frekuensi pernapasan, sakit kepala, sesak napas,
perubahan perilaku menjadi lebih cemas, agitasi, gelisah dan berkeringat banyak.
Selain itu warna kulit kemerahan, tubuh terasa lemah dan vertigo juga bisa jadi
gejala awalnya. Ketika tak langsung ditangani, korban keracunan sianida akan
menyebabkan adanya penekanan terhadap susunan saraf pusat dalam bentuk

tremor, aritmia, kejang-kejang, koma, dan penekanan pada pusat pernapasan.


Pada akhirnya, keracunan ini akan menyebabkan gagal napas dan henti jantung.
Adapun gejala awal keracunan sianida antara lain sesak napas, sakit kepala,
serta perubahan perilaku, seperti cemas, agitasi, dan gelisah.Orang yang
keracunan sianida juga akan banyak keluar keringat sehingga terasa gerah, warna
kulit kemerahan, tubuh melemah, hingga mengalami vertigo.Tanda lainnya,
ketika sianida sudah menyebabkan penekanan pada susunan saraf pusat, orang
yang keracunan bisa mengalami tremor, aritmia jantung, kejang-kejang, koma,
penekanan pada pusat pernapasan, gagal napas, dan detak jantung berhenti.
Jika sianida terhirup, maka bisa menyebabkan terjadinya koma disertai
dengan kejang dan gagal jantung. Dalam dosis rendah, bisa menyebabkan
pingsan yang didahului dengan rasa lemas, pusing, sakit kepala, vertigo,
kebingungan dan kesulitan bernafas.Gas sianida dapat diserap melalui inhalasi
(paru-paru), kulit atau ingesti (mulut menuju perut) dan didistribusikan ke
seluruh tubuh. Jika zat ini masuk ke dalam tubuh bisa menghambat kerja enzim
tertentu di dalam sel, mengganggu penggunaan oksigen oleh sel dan dapat
menyebabkan kematian sel. Pada dosis tertentu, zat ini dapat menyebabkan
kematian dalam waktu 15 menit saja akibat kekurangan oksigen.
2.4.1 Manifestasi Gejala
Akibat racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara masuk
tubuh, lewat pernapasan atau pencernaan. Racun ini menghambat sel tubuh
mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak.
Paparan dalam jumlah kecil mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah,
sakit kepala, mual dan muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam
jumlah besar menyebabkan kejang, tekanan darah rendah, detak jantung
melambat, kehilangan kesadaran, gangguan paru serta gagal napas hingga korban
meninggal.

Gejala yang paling cepat muncul setelah keracunan sianida adalah iritasi
pada lidah dan membran mukus serta suara desir darah yang tidak teratur.Gejala
yang ditimbulkan oleh zat kimia sianida ini bermacam-macam, mulai dari rasa
nyeri pada kepala, mual muntah, sesak nafas, dada berdebar, selalu berkeringat
sampai korban tidak sadar dan apabila tidak segera ditangani dengan baik akan
mengakibatkan kematian, tetapi gejala dan tanda awal yang terjadi setelah
menghirup HCN atau menelan garam sianida adalah kecemasan, sakit kepala,
mual, bingung, vertigo, danhypernoea, yang diikuti dengan dyspnea, sianosis
(kebiruan), hipotensi, bradikardi, dan sinus atau aritmea AV nodus.
Tanda terakhir dari toksisitas sianida meliputi hipotensi, aritmia kompleks,
gagal jantung, udem pada paru-paru dan kematian.Tanda orang mengalami
keracunan sianida dapat kita ketahui dengan mencium aromanya yang seperti
bitter almond-nya. Namun tidak semua manusia bisa mengetahui aroma dari
racun ini. Kemungkinan hanya 20% manusia yang dapat mengetahui aromanya.
2.4.2 Manifestasi Klinik Intoksikasi Sianida
Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan yang
timbul secara progresif. Akan tetapi, gejala dan tanda fisik yang ditemukan
sangat tergantung dari dosis sianida, banyaknya paparan, jenis paparan, dan
bentuk dari sianida. Sianida berefek pada banyak sistem organ, seperti pada
tekanan darah, penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem endokrin, sistem
otonom dan sistem metabolisme. Penderita akan mengeluh timbul rasa pedih
dimata karena iritasi dan kesulitan bernafas karena mengiritasi mukosa saluran
pernafasan. Hal yang khusus yang dapat diperhatikan pada penderita dengan
keracunan sianida adalah adanya warna merah terang pada arteri dan vena
retinal pada pemeriksaaan dengan funduskopi.
Dalam konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar 15-30
menit kemudian, sehingga masih bisa diselamatkan dengan pemberian antidote.

Tanda awal dari keracunan sianida adalah hiperpnea sementara, nyeri kepala,
dispnea, kecemasan, perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah, berkeringat
banyak, warna kulit kemerahan atau cherry red karena darah vena banyak
mengandung oksigen, tubuh terasa lemah dan vertigo juga dapat muncul.Tanda
akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap CNS adalah koma dan dilatasi
pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan pada pusat pernafasan,
gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini tidak spesifik bagi mereka
yang keracunan sianida sehingga menyulitkan penyelidikan apabila penderita
tidak mempunyai riwayat terpapar sianida.

2.5 Toksisitas dan Toksikokinetik Sianida


2.5.1 Toksisitas Sianida
Masuknnya sianida ke dalam tubuh tidak hanya melewati saluran
pencernaan tetapi dapat juga melalui saluran pernafasan, kulit dan mata. Yang
dapat menyebabkan keracunan tidak hanya sianida secara langsung tetapi dapat
pula bentuk asam dan garamnya, seperti asam hidrosianik sekitar 2.500- 5000
mg.min/m3 dan sianogen klorida sekitar 11000 mg. Min/m3. Jika sianida yang
masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil maka sianida akan
diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan dieskresikan melalui urin. Selain
itu, sianida akan berikatan dengan vitamin B12. Tetapi bila jumlah sianida yang
masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak akan mampu untuk
mengubah sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya dengan vitamin B12.
Ketika kita kontak dengan racun, maka kita disebut terpejani racun.
Efek dari suatu pemajanan, sebagian tergantung pada berapa lama kontak dan
berapa banyak racun yang masuk dalam tubuh, sebagian lagi tergantung pada

berapa banyak racun dalam tubuh yang dapat dikeluarkan. Selama waktu
tertentu pemajanan dapat terjadi hanya sekali atau beberapa kali. Pada dasarnya
setelah zat beracun masuk kedalam tubuh, suatu ketika dapat terdistribusi
kedalam cairan ekstrasel dan intrasel. Berdasarkan atas sifat dan tempat
kejadiannya, mekanisme aksi toksik zat kimia dibagi menjadi dua yakni
mekanisme luka intrasel dan ekstrasel. Setelah diketahui kadar sianida yang
masuk ketubuh dalam dosis besar, maka sianida menjadi toksik. Sianida
menjadi toksik bila berikatan dengan trivalen ferric (Fe3+). Tubuh yang
mempunyai lebih dari 40 sistem enzim dilaporkan menjadi inaktif oleh sianida.
Yang paling nyata dari hal tersebut ialah non aktif dari sistem enzim sitokrom
oksidase yang terdiri dari sitokrom a-a3 komplek dan sistem transport elektron.
Jika sianida mengikat enzim komplek tersebut, transport elektron akan
terhambat yaitu transport elektron dari sitokrom a3 ke molekul oksigen di blok.
Sebagai akibatna akan menurunkan penggunaan oksigen oleh sel dan mengikat
racun PO2. Sianida dapat menimbulkan gangguan fisiologik yang sama dengan
kekurangan oksigen dari semua kofaktor dalam sitorom dalam siklus respirasi.
Sebagai akibat tidak terbentuknya kembali ATP selama proses itu masih
bergantung pada sitokrom oksidase yang merupakan tahap akhir dari proses
phporilasi oksidatif. Selama siklus metabolisme masih bergantung pada sistem
transport elektron, sel tidak mampu menggunakan oksigen sehingga
menyebabkan penurunan respirasi serobik dari sel. Hal tersebut menyebabkan
hitotoksik seluler hipoksia. Bila hal ini terjadi jumlah oksigen yang mencapai
jaringan normal tetapi sel tidak mampu menggunakannya. Hal ini berbeda
dengan keracunan CO dimana terjadinya jaringan hipoksia karena kekurangan
jumlah oksigen yang masuk. Jadi kesimpulannya adaldah penderita keracunan
sianida disebabkan oleh ketidakmampuan jaringan menggunakan oksigen
tersebut.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa :

10

Tanda awal dari keracunan sianida adalah sebagai berikut:


Dispneu (sesak nafas) sementara, saat sianida masuk kedalam tubuh sianida
akan cepat bereaksi dengan hydrogen sianida yang mempunyai kecenderungan
terhadap sitokrom oksidase pembentukan ikatan sitrokrom dengan sianida
pada mitokondria akan menghambat transfer oksigen dan menghentikan
respirasi seluler yang menyebabkan hipoksia. Jika seseorang mengalami
hipoksia untuk memenuhi kebutuhan oksigen seseorang akan bernafas cepat
(hiperapneu).

Hydrogen Sianida menghambat aliran darah ke jaringan tubuh yang membawa


oksigen, sehingga karena penghambatan aliran darah ini dapat menyebabkan
aliran darah ke otak berkurang sehingga dapat menyebabkan sakit kepala
(nyeri kepala).

Pada saat pasien keracunan sianida, di dalam sianida baik dosis yang sedikit
ataupun dosis yang banyak sangat berbahaya bagi tubuh karena di dalam
sianida tergandung banyak bahan toksik yang mana dapat menyebabkan
kerusakan saraf sehingga dapat menyebabkan perubahan perilaku seperti
agitasi dan gelisah.

Larutan natrium sianida dalam air atau bentuk padatan yang terkena kulit yang
lembab dapat menyebabkan kemerahan, rasa nyeri, luka bakar, dermatitis
kontak dan tukak yang penyembuhannya bersifat lambat. Natrium sianida
dapat terserap melalui kulit, apalagi jika terdapat luka yang terbuka. Ketika
sianida terserap dalam jumlah yang cukup banyak akan menimbulkan efek
sistemik, sebagaimana halnya pada paparan tertelan jangka pendek. Paparan
berulang atau terus-menerus dapat menyebabkan dermatitis dan ruam
sianida, dengan gejala gatal-gatal, erupsi berupa makula, papula, dan
vesikula.

11

Paparan oleh senyawa sianida dalam konsentrasi yang rendah dengan jangka
waktu yang lama dilaporkan dapat menyebabkan penurunan selera makan,
sakit kepala/ pusing, kelemahan dan mual.

2.5.2 Toksikokinetik Sianida


Proses toksikokinetik HCN dalam tubuh manusia terjadi setelah sianida
masuk secara oral, sianida bentuk asam hidrosianat mempunyai sifat asam
yang lebih tinggi dari asam lambung di perut. Asam hidrosianat memasuki
mukosa, dan membran sel yang mengikat methaemoglobin dalam eritrosit
sejumlah 99%. Pada manusia, methaemoglobin berikatan dengan asam
hirosianat dapat sampai 10 mg pada orang dewasa. Asam hidrosianat
dimetabolisme dalam hati menjadi tiosianat yang kurang beracun. Kemudian
tiosianat diekskresi dalam urin.
2.6 Efek Racun Sianida
Efek sianida ini sangat cepat dan dapat berbahaya bagi manusia hingga dapat
mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit. Dosis minimum
yang dapat menyebabkan kematian berkisar 200 mg dari potasium atau sodium
sianida. Sianida dapat mengikat dan menginaktifkan beberapa enzim, tetapi yang
mengakibatkan timbulnya kematian atau timbulnya histotoxic anoxia (anoksia
jaringan) karena sianida mengikat bagian aktif dari enzim sitokrom oksidase
sehingga akan mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara aerobik.
Sebagai akibatnya hanya dalam waktu beberapa menit akan mengganggu
transmisi neuronal. Gas hidrogen sianida berada dalam keadaan fatal secara
berkala pada keadaaan konsentrasi atmosfer 270 ppm. Sianida secara normal

12

ditemukan dalam tekanan darah yang rendah, yaitu 0,016 mg/L bagi yang tidak
merokok dan 0,041 mg/L bagi perokok. (Nita dkk, 2005).
Dalam tubuh, sianida akan cepat bereaksi membentuk hidrogen sianida
yang mempunyai afinitas kuat terhadap sitokrom C oksidase ( oksidase terminal
pada rantai transfer electron). Pembentukan ikatan sitokrom C oksidase CN
yang stabil pada mitokondria akan menghambat transfer oksigen dan
menghentikan respirasi selular yang menyebabkan hipoksia sitotoksik walaupun
terdapat Hb O2 dalam jumlah yang cukup. Anoksia jaringan yang diinduksi oleh
inaktivasi dari sitokrom oksidase mengakibatkan perubahan pada metabolisme
sel, dari aerobik menjadi anareobik. Hal ini nantinya akan menyebabkan
berkurangnya glikogen, fosfoceratin , dan ADP seiring dengan akumulasi dari
laktat dan penurunan pH darah. Kombinasi dari hipoksia sitotoksik dengan
asidosis laktat akan menekan CNS, area paling sensitif terhadap anoksia, yang
menyebabkan henti nafas dan kematian (WHO, 2004).
Pada kasus keracunan sianida peroral, efek racun menjadi lebih kronis dan
ringan karena pada jalur ini, sianida terlebih dahulu melewati detoksifikasi hati.
Akan tetapi, paparan sianida yang terus menerus dapat mengakibatkan
berkurangnya dopamine yang diasosiasikan dengan timbulnya parkinson yang
progresif. Intoksikasi sub letal dari sianida juga dapat menimbulkan distonia
(WHO, 2004). Secara umum, efek sianida pada tubuh antara lain :
a. Iritasi pada kulit
Kontak langsung hidrogen sianida dalam bentuk cair pada kulit dapat
menimbulkan iritasi. Efek yang muncul tergantung dari kemampuan penetrasi
epidermal sianida, kelarutannya dalam lemak, kelembapan kulit, luas dan
lama area kontak, serta konsentrasi cairan yang mengenai korban. Gejala
muncul segera setelah paparan atau paling lambat selama 30 hingga 60 menit
(Harry, 2006).
b. Merusak sistem pencernaan

13

Hidrogen sianida adalah cairan tak berwarna. Tapi di suhu kamar, cairan ini
berwarna biru pucat. Hidrogen sianida sangat mudah masuk ke dalam saluran
pencernaan. Dalam dosis besar, akibat keracunan ini bisa sangat fatal. Setelah
terpapar, sianida langsung masuk ke dalam pembuluh darah. Jika yang masuk
masih dalam jumlah kecil, maka sianida akan diubah jadi tiosianat yang lebih
aman dan bisa dieksresikan tubuh. Hanya saja, yang jadi berbahaya adalah
saat sianida yang masuk dalam tubuh ada dalam jumlah besar dan masuk ke
dalam sistem pencernaan. Jika masuk ke dalam sistem pencernaan, maka
racun ini akan berkumpul di hati. Keracunan sianida akan berakibat buruk
pada sistem kardiovaskuler. Jika keracunannya kronik, maka sistem endokrin
akan terganggu.
c. Gangguan pernafasan yang dapat menimbulkan kematian
Sianida dapat menimbulkan banyak gejala pada tubuh salah satunya adalah
mengganggu pernafasan bagi penderita. Sinaida merupakan bahan kimia
umum yang dapat menyebabkan kematian dalam waktu 5-10 menit jika tidak
ditangani dengan segera. Biasanya penderita akan mengeluh kesulitan
bernafas karena racun tersebut mengiritasi mukosa saluran pernafasan. Gas
sianida sangat berbahaya apabila terpapar dalam konsentrasi yang tinggi.
Racun klasik seperti H2S , karbon monoksida dan sianida menginhibisi
komplek IV (sitokrom oksidae) yang menghalangi siklus asam trikarboksilat
dan menyebabkan henti nafas. Hanya dalam jangka waktu selama 15 detik,
tubuh akan merespon yang disertai dengan kondisi hiperpnea. Kemudian
15 detik selanjutnya orang tersebut akan mengalami kehilangan
kesadarannya. Lalu 3 menit kemudian akan mengalami apnea dalam
jangka waktu kurang lebih selama 5-8 menit. Dalam waktu tersebut,
aktifitas otot jantung penderita menjadi terhambat dikarenakan
mengalami hipoksia dan selanjutnya dapat mengakibatkan kematian.
2.6.1 Dosis Toksik

14

Terpapar hidrogen sianida meskipun dalam tingkat rendah


(150-200

ppm)

dapat

berakibat

fatal.

Tingkat

udara

yang

diperkirakan dapat membahayakan hidup atau kesehatan adalah 50


ppm. Batasan HCN yang direkomendasikan pada daerah kerja
adalah 4,7 ppm ( 5mg/m3 untuk garam sianida). HCN juga dapat
diabsorpsi melalui kulit.

a.
b.
c.
d.
e.

2.6.2 Dosis Letal


Dosis letal dari sianidaadalah:
Asam hidrosianik sekitar 2,5005,000 mg/m3
Sianogen klorida sekitar 11,000 mg/m3
Perkiraan dosis intravena 1.0 mg/kg
Perkiraan dalam bentuk cairan yang mengiritasi kulit 100 mg/kg.
Perkiraan dalam bentuk oral 1,52mg/kg
f. Ada juga yang melaporkan kematian bisa terjadi pada dosis 200 - 300
ppm.
Dosis 110 - 135 ppm bisa mengakibatkan kefatalan setelah terpapar 30 60
menit, sedangkan pada konsentrasi 45 - 54 ppm sianida masih bisa ditoleransi
oleh tubuh. Asam sianida cepat terserap oleh alat pencernaan dan masuk ke
dalam aliran darah lalu bergabung dengan hemoglobin di dalam sel darah
merah.Keadaan ini menyebabkan oksigen tidak dapat diedarkan dalam sistem
badan.Sehingga dapat menyebabkan sakit atau kematian dengan dosis
mematikan 0,5-3,5mg HCN/kg berat badan.

2.7 Penatalaksanaan dan Penanganan Keracunan Sianida


2.7.1 Terapi Keracunan Sianida
Terapi yang bisa dilakukan yaitu mengeliminasi sumber-sumber yang terusmenerus mengeluarkan racun sianida. Pertolongan yang dilakukan pada

15

penanganan keracunan sianida tergantung dari tingkat dan jumlah paparan


dengan lama waktu paparan.
a. Segera jauhkan dari tempat atau sumber paparan. Jika korban berada di dalam
ruangan maka segera keluar dari ruangan tersebut.
b. Buka dan jauhkan pakaian yang terkontaminasi oleh racun sianida, dan
letakkan di dalam kantong plastik, diikat dengan kuat dan rapat.
c. Cuci kulit yang masih ada sisa racun sianida dengan air dan sabun yang
banyak.
d. Segera cari udara segar, bila sudah di rumah sakit maka berikan oksigen
murni
e. Berikan antidotum seperti sodium nitrit dan sodium thiosulfat untuk
mencegah keracunan yang lebih serius.
f. Bila korban dalam keadaan tidak sadar segera ditatalaksana di rumah sakit
karena bila terlambat dapat berakibat kematian.
Beberapa penanganan di rumah sakit yaitu : penggunaan oksigen hiperbarik
sering dipakai ketika keracunan sianida, penambahan tingkat ventilasi oksigen
dapat meningkatkan efek dari antidotum, asidosis laktat yang berasal dari
metabolisme anaerobik dapat diterapi dengan memberikan sodium bikarbonat
secara

intravena,

bila

pasien

gelisah

dapat

memberikan

obat-obat

antikonvulsan seperti diazepam, obat vasopressor seperti epinefrin digunakan


bila timbul hipotensi yang tidak memberi respon setelah diberikan terapi
cairan, obat anti aritmia digunakan bila terjadi gangguan pada detak jantung,
kemudian berikan sodium bikarbonat untuk mengoreksi asidosis yang timbul.
2.7.2 Antidotum Keracunan Sianida
a. Pembentukan Methemoglobin
Sianida mempunyai ikatan khusus dengan ion besi pada sistem sitokrom
oksidase. Sitokrom oksidase merupakan enzim mitokondria yang berperan
pada ujung rantai respirasi dalam memindahkan atom hidrogen ke oksigen
yang akhirnya membentuk air. Apabila sianida masuk kedalam tubuh dalam
jumlah yang besar maka akan berikatan dengan ion besi pada senyawa lain,
16

misalnya methemoglobin. Pemberian methemoglobin dalam jumlah yang


cukup maka keracunan sianida bisa teratasi. Dan apabila methemoglobin tidak
mengangkut cukup oksigen maka molekul hemoglobin menjadi tidak
berfungsi, sedangkan produksi methemoglobin lebih dari 50 % dapat
berpotensi fatal. Sianida yang bergabung dengan methemoglobin membentuk
Sianmethemoglobin. Sianmethemoglobin berwarna merah cerah, berbeda
dengan methemoglobin yang berwarna coklat.
Pengobatan pada keracunan sianida di Amerika Serikat menggunakan
kombinasi antara nitrit dan tiosulfat. Natrium Nitrit digunakan secara
intravena diberikan 2,5-5 ml permenit hingga 2-3 menit. Sedangkan Natrium
Tiosulfat diberikan secara cepat setelah Natrium Nitrit dengan dosis 12,5 mg
pada larutan 25% hingga 10 menit. Penggunaan Natrium Nitrit yang
berlebihan akan menyebabkan hipoksia atau hipotensi sehingga jumlah
methemoglobin harus dikontrol. Amil Nitrit hanya memproduksi kira-kira 5%
methemoglobin dan tidak cukup untuk digunakan sebagai terapi tunggal. Amil
Nitrit bisa menyebabkan hipotensi karena berhubungan dengan vasodilatasi.
4-DMAP merupakan senyawa pembentuk methemoglobin dengan efek yang
cepat ketika melawan sianida. 4-DMAP merupakan antidot yang lebih cepat
dari pada nitrat dan toksisitasnya lebih rendah. Dilakukan dengan injeksi
intravena dengan dosis 3 mg/kg dapat memproduksi 15% methemoglobin
dalam waktu 1 menit. (Meredith,1993).
b. Detoksifikasi Sulfur
Setelah methemoglobin dapat mengurangi gejala yang ditimbulkan oleh
keracunan

sianida,

sianida

dapat

diubah

menjadi

tiosianat

dengan

menggunakan natrium tiosulfat. Dalam proses kedua ini membutuhkan donor


sulfur agar rodanase dapat mengubah siaanmethemoglobin menjadi tiosianat
karena donor sulfur endogen biasanya terbatas. Ion tiosianat kemudian di
ekskresikan melalui ginjal (Meredith, 1993).
c. Kombinasi Langsung

17

Kombinasi langsung dengan senyawa kobalt dan kombinasi dengan


hidroksobalamin. Penggunaan hidrokobalamin sama efektifnya dengan
pengobatan pada keracunan sianida akut selama lebih dari 40 tahun. Senyawa
ini bereaksi langsung dengan sianida dan tidak bereaksi dengan hemoglobin
untuk membentuk methemoglobin. (Meredith,1993). Sianokobalamin adalah
kombinasi hidrosikobalamin dan sianida. Dosis minimal sebesar 2,5 gram
pada dewasa diperlukan untuk menetralkan dosis letal sianida.

18

BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sianida merupakan salah satu jenis racun yang dihasilkan dari proses
hidrolisis glukosida sianogenik oleh enzim yang terdapat dalam tanaman itu
sendiri. Sianida merupakan senyawa anti nutrisi yang banyak terkandung pada
beberapa jenis tumbuhan, seperti ketela pohon, gadung, rebung, dan lainlain.Keracunan makanan (sianida) merupakan Keracunan zat kimia yang
sangat toksik dan banyak digunakan dalam berbagai industri. Juga terdapat
pada beberapa jenis umbi atau singkong.Menghirup asap, menelan, dan
pajanan industri adalah sumber yang paling sering dari keracunan
sianida.korban keracunan sianida akan menyebabkan adanya penekanan
terhadap susunan saraf pusat dalam bentuk tremor, aritmia, kejang-kejang,
koma, dan penekanan pada pusat pernapasan. Pada akhirnya, keracunan ini
akan menyebabkan gagal napas dan henti jantung. Secara umum, efek sianida
pada tubuh antara lain iritasi kulit, merusak sistem pencernaan dan pernafasan
hingga menyebabkan kematian. Penataksanaan dan penanganan keracunan
sianida yaitu terapi dan pemberian antidotum.
3.2 Saran
Tugas dan peran utama perawat harus dilakukan dengan baik agar
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Pada kasus ini, penanganan
keracunan secara cepat dan tepat diperlukan. Maka diharapkan bagi seorang
perawat untuk lebih memahami serta menambah pengetahuan lebih dalam

19

tentang perkembangan penanganan keracunan sianida sehingga klien/korban


akan tertangani dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Baskin SI, Brewer TG. 2006. Cyanide Poisoning Chapter, Pharmacology Division
army Medical Research Institute of Chemical Defense. Aberdeen Proving
Ground,

Maryland

USA.

Diakses

dari

www.bordeninstitute.army.mil/cwbw/Ch10.pdf.Access
Jurnal Nasional JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 4 ; Sianida: Klasifikasi,
Toksisitas, Degradasi, Analisis(Studi Pustaka) oleh M. M. PitoiJurusan Kimia,
FMIPA,

Unsrat,

Manado

serial

online

diakses

melalui

http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmuohttps://klinikanakonline.com/2016/0
1/11/gejala-dan-penanganan-keracunan-sianida/]
Nita dkk, Michael, Irma, Erni, Mulyati, Ridwan, 2005, Toksikologi
Forensik http://www.freewebs.com/toksikologiforensik/obat.htm
Pambayun, R. 2007. Kiat Sukses Teknologi Pengolahan Umbi Gadung. Yogyakarta:
Ardana Media.
Seminar Nasional II tahun 2006 tentang Penentuan Efisiensi Pemisahan Sianida Pada
Pengolahan Umbi Gadung
Utama, Harry Wahyudhy, 2006, Keracunan Sianida.
http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20160111175300-255-103557/bagaimanasianida-meracuni-tubuh-dan-menyebabkan-kematian/

[serial

Online

diakses

tanggal 24 Juni 2016]


https://tintusfar.files.wordpress.com/2008/09/libertus-tintus-h.pdf
diakses tanggal 23 Juni 2016]

20

serial

online

https://www.scribd.com/doc/308696359/Referat-Sianida
diakses tanggal 23 Juni 2016]

21

[serial

Online

Anda mungkin juga menyukai