Menometroragia
Menometroragia
PENDAHULUAN
Saat ini gangguan haid merupakan keluhan tersering bagi wanita yang datang ke
poliklinik ginekologis dan menoragia merupakan salah satu diantaranya yang tersering.
Hampir semua wanita pernah mengalami gangguan haid selama hidupnya bahkan banyak
diantaranya harus mengalami gangguan ini setiap bulannya. Gangguan ini dapat terjadi dalam
kurun waktu antara menarche dan menopause. Gangguan haid atau perdarahan abnormal
menjadi masalah menarik sehubungan dengan makin meningkatnya usia harapan hidup
perempuan.
Penelitian ginekologis terbaru melaporkan bahwa sekitar 30% wanita premenopause
mengeluhkan menstruasi yang berlebihan. World Health Organizations (WHO) baru-baru ini
melaporkan bahwa 18 juta wanita golongan usia 30-55 tahun merasa bahwa perdarahan
dalam menstruasinya berlebihan. Menorrhagia harus dapat dibedakan dari diagnosis
ginekologis lainnya, termasuk metroragia, menometroragia, polimenorea dan perdarahan
karena disfungsi uterus (dysfunctional uterine bleeding). Menoragia sendiri merupakan suatu
keadaan dimana siklus menstruasi dalam interval yang normal tapi memiliki durasi yang
memanjang dan perdarahan yang berlebihan.
Perdarahan yang berlebihan pada menstruasi merupakan keluhan yang subjektif,
sehingga menyulitkan penegakan diagnosis menoragia. Regimen terapi sebaiknya mengacu
pada siklus menstruasi yang dianggap tidak normal oleh pasien, yaitu lamanya menstruasi
dan jumlah perdarahan. Keberhasilan terapi pun lagi-lagi berdasarkan penilaian subjektif
pasien sehingga pengukuran keberhasilan pun menjadi lebih sulit.
BAB II
STATUS PASIEN
I.
IDENTITAS
Nama
: Ny. W
Usia
: 40 tahun
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: IRT
Alamat
Masuk RS tanggal
: 11-08-2010
: 87.11.10
Suami
Nama
: Tn. D
Usia
: 42 tahun
Pendidikan
II.
: SMA
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
PEMERIKSAAN AWAL
a. Keluhan Utama
Keluar plek- plek darah selama tiga hari kemudian menjadi banyak selama
dua minggu
b. Riwayat Haid
- Pertama kali haid pada umur 14 tahun
d. Riwayat Kehamilan
Gravida
:2
Aterm
:2
Prematur
:0
Abortus
:0
Anak hidup
:2
SC
:0
III.
Riwayat kontrasepsi
: Strerilisasi
Riwayat penyakit
: Keputihan
Mioma uteri tahun 2001
IV.
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum
: Tampak lemas
Kesadaran
: Komposmentis
TANDA VITAL
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Suhu
: 36,3 oC
Nadi
: 84 x/menit
Pernafasan
: 22 x/menit
BB
: 160 kg
TB
: 65 cm
Kulit
: Sianosis (+)
Kepala
: Normochepal
Leher
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
THORAKS
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Paru
Inspeksi
palpasi
perkusi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
: Nyeri tekan -
V.
PEMERIKSAAN GINEKOLOGI
INSPEKSI
Vulva :
-
Ulkus -
darah +
Nyeri tekan -
PALPASI
VI.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah
VII.
Hb
USG
Hasil : Normal
DIAGNOSIS
Diagnosis kerja
VIII. PENGOBATAN/TINDAKAN
-
Neurolut 2 x 1
Kalnex 3 x 1
Ferofort 1 x 1
Cortidex 1 amp
RL
Tranfusi
FOLLOW UP
Tanggal 12-08- 2010
S
: TD 110/80, N 80 x/ m, R 20 x/ m, S 360C,
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Fisiologi Menstruasi
Pada siklus menstruasi normal, terdapat produksi hormon-hormon yang paralel
dengan pertumbuhan lapisan rahim untuk mempersiapkan implantasi (perlekatan) dari janin
(proses kehamilan). Gangguan dari siklus menstruasi tersebut dapat berakibat gangguan
kesuburan, abortus berulang, atau keganasan. Gangguan dari sikluas menstruasi merupakan
salah satu alasan seorang wanita berobat ke dokter.
Siklus menstruasi normal berlangsung selama 21-35 hari, 2-8 hari adalah waktu keluarnya
darah haid yang berkisar 20-60 ml per hari. Penelitian menunjukkan wanita dengan siklus
mentruasi normal hanya terdapat pada 2/3 wanita dewasa, sedangkan pada usia reproduksi
yang ekstrim (setelah menarche <pertama kali terjadinya menstruasi> dan menopause) lebih
banyak mengalami siklus yang tidak teratur atau siklus yang tidak mengandung sel telur.
Siklus mentruasi ini melibatkan kompleks hipotalamus-hipofisis-ovarium.
Siklus Menstruasi Normal
Sikuls menstruasi normal dapat dibagi menjadi 2 segmen yaitu, siklus ovarium (indung telur)
dan siklus uterus (rahim). Siklus indung telur terbagi lagi menjadi 2 bagian, yaitu siklus
folikular dan siklus luteal, sedangkan siklus uterus dibagi menjadi masa proliferasi
(pertumbuhan) dan masa sekresi.
Perubahan di dalam rahim merupakan respon terhadap perubahan hormonal. Rahim terdiri
dari 3 lapisan yaitu perimetrium (lapisan terluar rahim), miometrium (lapisan otot rehim,
terletak di bagian tengah), dan endometrium (lapisan terdalam rahim). Endometrium adalah
lapisan yangn berperan di dalam siklus menstruasi. 2/3 bagian endometrium disebut desidua
fungsionalis yang terdiri dari kelenjar, dan 1/3 bagian terdalamnya disebut sebagai desidua
basalis.
Sistem hormonal yang mempengaruhi siklus menstruasi adalah:
1. FSH-RH (follicle stimulating hormone releasing hormone) yang dikeluarkan
hipotalamus untuk merangsang hipofisis mengeluarkan FSH
endometrium tumbuh kembali. Antara hari ke-12 sampai 14 dapat terjadi pelepasan
sel telur dari indung telur (disebut ovulasi)
3. Masa sekresi. Masa sekresi adalah masa sesudah terjadinya ovulasi. Hormon
progesteron dikeluarkan dan mempengaruhi pertumbuhan endometrium untuk
membuat kondisi rahim siap untuk implantasi (perlekatan janin ke rahim)
Siklus ovarium :
1. Fase folikular. Pada fase ini hormon reproduksi bekerja mematangkan sel telur yang
berasal dari 1 folikel kemudian matang pada pertengahan siklus dan siap untuk proses
ovulasi (pengeluaran sel telur dari indung telur). Waktu rata-rata fase folikular pada
manusia berkisar 10-14 hari, dan variabilitasnya mempengaruhi panjang siklus
menstruasi keseluruhan
2. Fase luteal. Fase luteal adalah fase dari ovulasi hingga menstruasi dengan jangka
waktu rata-rata 14 hari
Siklus hormonal dan hubungannya dengan siklus ovarium serta uterus di dalam siklus
menstruasi normal:
1. Setiap permulaan siklus menstruasi, kadar hormon gonadotropin (FSH, LH) berada
pada level yang rendah dan sudah menurun sejak akhir dari fase luteal siklus
sebelumnya
2. Hormon FSH dari hipotalamus perlahan mengalami peningkatan setelah akhir dari
korpus luteum dan pertumbuhan folikel dimulai pada fase folikular. Hal ini
merupakan pemicu untuk pertumbuhan lapisan endometrium
3. Peningkatan level estrogen menyebabkan feedback negatif pada pengeluaran FSH
hipofisis. Hormon LH kemudian menurun sebagai akibat dari peningkatan level
estradiol, tetapi pada akhir dari fase folikular level hormon LH meningkat drastis
(respon bifasik)
4. Pada akhir fase folikular, hormon FSH merangsang reseptor (penerima) hormon LH
yang terdapat pada sel granulosa, dan dengan rangsangan dari hormon LH, keluarlah
hormon progesteron
5. Setelah perangsangan oleh hormon estrogen, hipofisis LH terpicu yang menyebabkan
terjadinya ovulasi yang muncul 24-36 jam kemudian. Ovulasi adalah penanda fase
transisi dari fase proliferasi ke sekresi, dari folikular ke luteal
6. Kedar estrogen menurun pada awal fase luteal dari sesaat sebelum ovulasi sampai fase
pertengahan, dan kemudian meningkat kembali karena sekresi dari korpus luteum
7. Progesteron meningkat setelah ovulasi dan dapat merupakan penanda bahwa sudah
terjadi ovulasi
8. Kedua hormon estrogen dan progesteron meningkat selama masa hidup korpus luteum
dan kemuadian menurun untuk mempersiapkan siklus berikutnya
3.2.
Pengertian
Metroragia adalah perdarahan dari vagina yang tidak berhubungan dengan
siklus haid. Perdarahan ovulatoir terjadi pada pertengahan siklus sebagai suatu
spotting dan dapat lebih diyakinkan dengan pengukuran suhu basal tubuh.
Penyebabnya adalah kelainan organik (polip endometrium, karsinoma endometrium,
karsinoma serviks), kelainan fungsional dan penggunaan estrogen eksogen
Menoragia adalah Perdarahan siklik yang berlangsung lebih dari 7 hari dengan
jumlah darah kadang-kadang cukup banyak. Penyebab dan pengobatan kasus ini sama
dengan hipermenorea.
Menometroragia, yaitu perdarahan yang terjadi dengan interval yang tidak
teratur disertai perdarahan yang banyak dan lama
3.3.
Penyebab:
Sebab-sebab organik Perdarahan dari uterus, tuba dan ovarium disebabkan olah
kelainan pada:
serviks uteri; seperti polip servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada
Sebab fungsional Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab
organik, dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi
pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi kelainan inui lebih sering
dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungs ovarium. Dua pertiga wanita
dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan disfungsional
berumur diatas 40tahun, dan 3 % dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek
dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena
keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarana diperlukan perawatn di rumahsakit.
Hingga saat ini penyebab pasti perdarahan rahim disfungsional belum diketahui
secara pasti. Beberapa kondisi yang dikaitkan dengan perdarahan rahim disfungsional,
antara lain: Kegemukan (obesitas), Faktor kejiwaan,Alat kontrasepsi hormonal Alat
kontrasepsi dalam rahim (intra uterine devices),Beberapa penyakit dihubungkan
dengan perdarahan rahim, misalnya: trombositopenia (kekurangan trombosit atau
faktor pembekuan darah), Kencing Manis (diabetus mellitus), dan lain-lai Walaupun
jarang, perdarahan rahim dapat terjadi karena: tumor organ reproduksi, kista ovarium
(polycystic ovary disease), infeksi vagina, dan lain lain.
3.4.Patogenesis
Secara garis besar, kondisi di atas dapat terjadi pada siklus ovulasi (pengeluaran sel
telur/ovum dari indung telur), tanpa ovulasi maupun keadaan lain, misalnya pada
wanita premenopause (folikel persisten).Sekitar 90% perdarahan uterus difungsional
(perdarahan rahim) terjadi tanpa ovulasi (anovulation) dan 10% terjadi dalam siklus
ovulasi.
Pada siklus ovulasi.
Perdarahan rahim yang bisa terjadi pada pertengahan menstruasi maupun bersamaan
dengan waktu menstruasi. Perdarahan ini terjadi karena rendahnya kadar hormon
estrogen, sementara hormon progesteron tetap terbentuk.
Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation), Perdarahan rahim yang sering terjadi pada
masa pre-menopause dan masa reproduksi. Hal ini karena tidak terjadi ovulasi,
sehingga kadar hormon estrogen berlebihan sedangkan hormon progesteron rendah.
Akibatnya
dinding
rahim
(endometrium)
mengalami
penebalan
berlebihan
(hiperplasi) tanpa diikuti penyangga (kaya pembuluh darah dan kelenjar) yang
memadai. Nah, kondisi inilah penyebab terjadinya perdarahan rahim karena dinding
rahim yang rapuh. Di lain pihak, perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan
dinding rahim di satu bagian baru sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan
lainnya. Jadilah perdarahan rahim berkepanjangan.
3.4.
.Gambaran
klinik
Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah
perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan berulang. Kejadian
tersering pada menarche (atau menarke: masa awal seorang wanita mengalami
menstruasi) atau masa pre-menopause.
a.Perdarahan ovulatori
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10 % dari perdarahan disfungsional dengan
siklus pendek (polimenore) atau panjang (oligomenore). Untuk menegakan diagnosis
perdarahan ovulatori perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jira karena
perdarhan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi, maka Madangkadang bentuk survei suhu badan basal dapat menolong. Jika sudah dipastikan bahwa
perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab organik, maka
harus dipikirkan sebagai etiologinya:
1. korpus luteum persistens
Dalam hal ini dijumpai perdarahan Madang-kadang bersamaan dengan ovarium yang
membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari kelainan ektopik karena riwayat
penyakit dan hasil pemeriksaan panggul sering menunjukan banyak persamaan antara
keduanya. Korpus luteum persistens dapat menimbulkan pelepasan endometrium
yagn tidak teratur (irregular shedding). Diagnosis ini di buat dengan melakukan
kerokan yang tepat pada waktunya, yaitu menurut Mc. Lennon pada hari ke 4
mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai endometrium dalam tipe sekresi
disamping nonsekresi.
psikologik juga berpengaruh antara lain stress kecelakaan, kematian, pemberian obat
penenang terlalu lama dan lain-lain dapat menyebabkan perdarahanan
ovulatoir
3.5.Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap harus dilakukan dalam pemeriksaan
pasien. Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penyakit sistemik,
maka penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan. Abnormalitas pada pemeriksaan
pelvis harus diperiksa dengan USG dan laparoskopi jika diperlukan. Perdarahan siklik
(reguler) didahului oleh tanda premenstruasi (mastalgia, kenaikan berat badan karena
meningkatnya cairan tubuh, perubahan mood, atau kram abdomen ) lebih cenderung
bersifat ovulatori. Sedangkan, perdarahan lama yang terjadi dengan interval tidak
teratur setelah mengalami amenore berbulan bulan, kemungkinan bersifat
anovulatori. Peningkatan suhu basal tubuh ( 0,3 0,6 C ), peningkatan kadar
progesteron serum ( > 3 ng/ ml ) dan atau perubahan sekretorik pada endometrium
yang terlihat pada biopsi yang dilakukan saat onset perdarahan, semuannya
merupakan bukti ovulasi. Diagnosis DUB setelah eksklusi penyakit organik traktus
genitalia, terkadang menimbulkan kesulitan karena tergantung pada apa yang
dianggap sebagai penyakit organik, dan tergantung pada sejauh mana penyelidikan
dilakukan untuk menyingkirkan penyakit traktus genitalia. Pasien berusia dibawah 40
tahun memiliki resiko yang sangat rendah mengalami karsinoma endometrium, jadi
pemeriksaan patologi endometrium tidaklah merupakan keharusan. Pengobatan medis
dapat digunakan sebagai pengobatan lini pertama dimana penyelidikan secara invasif
dilakukan hanya jika simptom menetap. Resiko karsinoma endometerium pada pasien
DUB perimenopause adalah sekitar 1 persen. Jadi, pengambilan sampel endometrium
penting dilakukan.
3.6. Pemeriksaan penunjang:
1. Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar HCG, FSH, LH,
Prolaktin dan androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan perdarahan
jika ada tampilan yang mengarah kesana.
2. Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b)
histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan
perdarahan tidak teratur atau wanita muda ( < 40 tahun ) yang gagal berespon
terhadap pengobatan harus menjalani sejumlah pemeriksaan endometrium. Penyakit
organik traktus genitalia mungkin terlewatkan bahkan saat kuretase. Maka penting
untuk melakukan kuretase ulang dan investigasi lain yang sesuai pada seluruh kasus
perdarahan uterus abnormal berulang atau berat. Pada wanita yang memerlukan
investigasi, histeroskopi lebih sensitif dibandingkan dilatasi dan kuretase dalam
mendeteksi abnormalitas endometrium.
3. Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam uji
coba terapeutik.
3.7. Penatalaksanaan
Setelah menegakkan diagnosa dan setelah menyingkirkan berbagai kemungkinan
kelainan organ, teryata tidak ditemukan penyakit lainnya, maka langkah selanjutnya
adalah melakukan prinsip-prinsip pengobatan sebagai berikut:
1. Menghentikan perdarahan. 2. Mengatur menstruasi agar kembali normal. 3.
Transfusi jika kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 8 gr%.
Menghentikan perdarahan.
Langkah-langkah
upaya
menghentikan
perdarahan
adalah
sebagai
berikut:
Kuret (curettage). Hanya untuk wanita yang sudah menikah. Tidak bagi gadis dan
tidak bagi wanita menikah tapi belum sempat berhubungan intim. O b a t
(medikamentosa)1. Golongan estrogen.Pada umumnya dipakai estrogen alamiah,
misalnya: estradiol valerat (nama generik) yang relatif menguntungkan karena tidak
membebani kinerja liver dan tidak menimbulkan gangguan pembekuan darah. Jenis
lain, misalnya: etinil estradiol, tapi obat ini dapat menimbulkan gangguan fungsi liver.
Dosis dan cara pemberian: Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 2,5 mg diminum
selama 7-10 hari.Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler. (melalui
bokong) Jika perdarahannya banyak, dianjurkan nginap di RS (opname), dan
diberikan Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 25 mg secara intravenus (suntikan
lewat selang infus) perlahan-lahan (10-15 menit), dapat diulang tiap 3-4 jam. Tidak
boleh lebih 4 kali sehari. Estrogen intravena dosis tinggi ( estrogen konjugasi 25 mg
setiap 4 jam sampai perdarahan berhenti ) akan mengontrol secara akut melalui
perbaikan proliferatif endometrium dan melalui efek langsung terhadap koagulasi,
menstruasi.Transfusi
jika
kadar
hemoglobin
kurang
dari
gr%.
Terapi yang ini diharuskan pasiennya untuk menginap di Rumah Sakit atau klinik.
Sekantong darah (250 cc) diperkirakan dapat menaikkan kadar hemoglobin (Hb) 0,75
gr%. Ini berarti, jika kadar Hb ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka kira-kira perlu
sekitar 4 kantong darah
2.8 Prognosis
Hasil
pengobatan
bergantung
kepada
proses
perjalanan
penyakit
(patofisiologi)Penegakan diagnosa yang tepat dan regulasi hormonal secara dini dapat
memberikan angka kesembuhan hingga 90 %Pada wanita muda, yang sebagian besar
terjadi dalam siklus anovulasi, dapat diobati dengan hasil baik.
DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN KASUS
MENOMETRORAGIA
Disusun oleh :
Dadang Acep
(2006730012)
Pembimbing Klinik:
( Dr. H. Aranda T Sp.OG)