SEDIAAN CAIR
OLEH :
HAIRUL NISI
F.12.035
PROGRRAM DIPLOMA III
AKADEMI FARMASI BINA HUSADA
KENDARI
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat limpahan rahmat, hidayah
dan karunianya sehinngga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
SEDIAAN CAIR sebagai tugas kelompok mata kuliah Tekhnologi Farmasi.
Dalam penulisan makalah ini, penulis telah berupaya dengan semaksimal mungkin. Namun,
karena keterbatasan wawasan dan kemampuan penulis sehingga makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun
untuk perbaikan makalah ini kedepannya sangat penulis harapkan.
Terima kasih.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ..
DAFTAR ISI ..
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah .
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Sediaan Cair
B. Pembagian Sediaan Cair
C. Manfaat dan Kerugiaan Sediaan Cair
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran .
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada zaman sekarang ini perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berkembang pesat,
begitu juga dengan dunia kefarmasian. Hal ini dapat dilihat dari bentuk sediaannya yang
beragam yang telah di buat oleh tenaga farmasis. Diantara sediaan obat tersebut menurut
bentuknya yaitu solid (padat), semisolid (setengah padat) dan liquid (cair). Dengan adanya
bentuk sediaan tersebut diharapkan dapat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi
konsumen. Salah satu contoh sediaan farmasi yang beredar di pasaran, Apotek, Instalasi
kesehatan, maupun toko obat adalah sediaan cair (liquid).
Sediaan liquid merupakan sediaan dengan wujud cair, mengandung satu atau lebih zat aktif
yang terlarut atau terdispersi stabil dalam medium yang homogen pada saat diaplikasikan.
Sediaan cair atau sediaan liquid lebih banyak diminati oleh kalangan anak-anak dan usia
lansia, sehingga satu keunggulan sediaan liquid dibandingkan dengan sediaan-sediaan lain
adalah dari segi rasa dan bentuk sediaan.
Sediaan cair juga mempunyai keunggulan terhadap bentuk sediaan solid dalam hal
kemudahan pemberian obat terkait sifat kemudahan mengalir dari sediaan liquid ini. Selain
itu, dosis yang diberikan relatif lebih akurat dan pengaturan dosis lebih mudah divariasi
dengan penggunaan sendok takar. Sediaan liquid lebih banyak digunakan pada bayi, anakanak dan lanjut usia yang sukar minum obat, seperti tablet dan pil yang memiliki rasa pahit
atau tidak enak. Selain itu, sediaan liquid juga lebih mudah diabsorpsi oleh tubuh. Namun,
sediaan liquid sangat mudah terkontaminasi oleh mikroba sehingga tumbuh jamur pada
sediaan.
Dengan demikian pembuatan sediaan liquid dengan aneka fungsi sudah banyak digeluti oleh
sebagian besar produsen. Sediaan yang ditawarkanpun sangat beragam mulai dari segi
pemilihan zat aktif serta zat tambahan, sensasi rasa yang beraneka ragam, hingga merk yang
digunakan pun memiliki peran yang sangat penting dari sebuah produk sediaan liquid.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Menjelaskan pengertiaan sediaan cair
2. Menyebutkan pembagian sediaan cair
3. Menyebutkan keuntungan dan kerugian sediaan cair
C. TUJUAN
1. Dapat menjelaskan pengertiaan sediaan cair
2. Dapat menyebutkan pembagian sediaan cair
3. Dapat menyebutkan keuntungan dan kerugian sediaan cair
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sediaan Cair
Sediaan cair atau potio adalah obat minum dengan penggunaan secara oral yang berupa sirup,
larutan suspensi, atau emulsi.
2. Co-solvency
adalah suatu peristiwa terjadinya kenaikan kelarutan dengan penambahan pelarut lain, atau
modifikasi pelarut. Misalnya luminal tidak larut dalam air tetapi larut dalam campuran air +
gliserin (Syamsuni, A., 2006).
Syarat Syarat Larutan
1. Zat terlarut harus larut sempurna dalam pelarutnya
2. Zat harus stabil, baik pada suhu kamar dan pada penyimpanan
3. Jernih
4. Tidak ada endapan
2. Suspensi
Ada beberapa defenisi mengenai suspense :
a. Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak
larut, terdispersi dalam cairan pembawa (Anief, Moh., 2004. Halaman 149).
b. Suspensiones (suspensi) adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bendtuk
halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus dan
tidak boleh cepat mengendap. Kekentalan suspensi tidak boleh terlali tinggi agar sediaan
mudah dikocok dan dituang (Anonim a., 1979. Halaman 32)
c. Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel tidak larut dalam bentuk halus
yang terdispersi ke dalam fase cair (Syamsuni, A., 2006. Halaman 135).
Dari beberapa definisi yang tertera dapat disimpulkan bahwa suspensi adalah sediaan yang
mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut yang terdispersi ke dalam
fase cair serta kekentalan suspenditidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan
dituang.
Suspense terdiri dari beberapa bagian :
a. Suspensi oral
adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus yang terdispersi
dalam fase cair dengan penambahan bahan pengaroma.
b. Suspensi topical
adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus yang terdispersi
dalam fase cair, di tunjukan untuk pemakian di permukaan kulit.
c. Suspensi tetes telinga
adalah sediaan cair yang mengandung partikel dalam bentuk halus yang terdispersi dalam
fase cair yang di teteskan pada telinga.
d. Suspensi oftalmik
sediaan cair yang mengandung partikel sangat halus yang terdispersi dalam cair pembawa
untuk pemakaian pada mata.
e. Suspensi ijeksi
adalah sediaan padat dan kering dengan bahan pembawa yang sesuai persyaratan suspensi
steril. (Syamsuni, A. 2006).
Syarat-syarat Suspensi adalah sebagai berikut :
a. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap
b. Jika dikocok harus segera terdispersi kembali
c. Dapat mengandung zat dan bahan menjamin stabilitas suspense
d. Kekentalan suspensi tidak bolah terlalu tinggi agar mudah dikocok atau sedia dituang
e. Ukuran partikel, erat hubungannya dengan luas penampang partikel serta daya tekan ke
atas dari cairan suspense
f. Jumlah partikel, makin besar konsentrasi maka semakin besar kemungkinan terjadinya
endapan partikel dalam waktu yang singkat
g. Sifat atau muatan partikel, terjadinya interaksi antara bahan yang menghasilkan bahan
yang sukar larut dalam cairan tertentu.
Metode atau cara Pembuatan Suspensi :
a. Metode Dispersi
metode ini dilakukan dengan cara menambahkan serbuk bahan obat kedalam misilago yang
telah terbentuk, kemudian baru di encerkan.
b. Metode Prestipitasi
zat yang hendak didespersiakan di larutkan terlebih dulu kedalam pelarut organik yang
hendak di campur dengan air.
(Syamsuni, A. 2006)
Sistem Pembentukan Suspensi :
a. Sistem defukolasi, partikel defukolasi mengendap perlahan akhir nya membentuk
sedimen,akan terjadi agregasi, dan akhirnya terbentuk cake yang keras dan sukar tersuspensi
kembali.
b. Sistem flokulasi, partikel flokulasi terikat lemah, cepat mengendap dan pada penyimpanan
tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali.
(Syamsuni, A. 2006)
3. Emulsi
Ada beberapa pengertian mengenai emulsi :
a. Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersinya terdiri9 dari bulatan-bulatan kecil
zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur. (Ansel, Howard. 2005.
Halaman 376 )
b. Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lainnya
dalam bentuk tetesan kecil. (Anonim b. 1995. Halaman 6 )
c. Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi
dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.
(Anonim a. 1979. Halaman 9 )
d. Emulsi adalah sediaan yang mengandung dua zat cair yang tidak tercampur, biasanya air
dan minyak, cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain
(sistem dispersi, formulasi suspensi dan emulsi Halaman 56 )
Dari beberapa defini yang tertera dapat disimpulkan bahwa emulsi adalah sistem dua fase
yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan pembawa yang membentuk butiran-butiran
kecil dan distabilkan dengan zat pengemulsi/surfaktan yang cocok.
Ada beberapa jenis emulsi sebagai berikut :
a. Oral
Umumnya emulsi tipe o/w, karena rasa dan bau minyak yang tidak enak dapat tertutupi,
minyak bila dalam jumlah kecil dan terbagi dalam tetesan-tetesan kecil lebih mudah dicerna.
b. Topikal
Umumnya emulsi tipe o/w atau w/o tergantung banyak faktor misalnya sifat zatnya atau jenis
efek terapi yang dikehendaki. Sediaan yang penggunaannya di kulit dengan tujuan
menghasilkan efek lokal.
c. Injeksi
Sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan secara merobek jaringan
ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Contoh : Vit. A diserap cepat melalui
jaringan, bila diinjeksi dalam bentuk emulsi (Syamsuni, A. 2006)
Emulsi terbagi dalam beberapa tipe :
a. Tipe emulsi o/w atau m/a : emulsi yang terdiri atas butiran minyak yang tersebar atau
terdispersi ke dalam air. Minyak sebagai fase internal, air sebagai fase eksternal.
b. Tipe emulsi w/o atau m/a : emulsi yang terdiri atas butiran air yang tersebar atau terdispersi
ke dalam minyak. Air sebagai fase internal, minyak sebagai fase eksternal (Syamsuni, A.
2006)
Ada beberapa contoh kerusakan emulsi yang tidak memenuhi persyaratan :
a. Creaming
terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, yaitu nagian mengandung fase dispersi lebih banyak
dari pada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversibel artinya jika dikocok perlahan akan
terdispersi kembali.
b. Koalesensi dan cacking (breaking)
pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel rusak dan butiran minyak
berkoalesensi/menyatu menjadi fase tunggal yang memisah. Emulsi ini bersifat irreversible.
Hal ini terjadi karena :
Peristiwa kimia : penambahan alkohol, perubahan pH
Peristiwa fisika : pemanasan, pendinginan, penyaringan
Peristiwa biologi : fermentasi bakteri, jamur, ragi
c. Inversi fase peristiwa berubahnya tipe emulsi o/w menjadi w/o secara tiba-tiba atau
sebaliknya sifatnya irreversible.
Ada beberapa metode pembuatan emulsi :
a. Metode GOM kering
b. Metode GOM basah
c. Metode botol
C. Manfaat Dan Kerugian Sediaan Cair
1. Larutan
a. Keuntungan
Merupakan campuran homogeny
Dosis dapat diubah ubah dalam pembuatan
Dapat diberikan dalam larutan encer, sedangkan kapsul dan tablet sulit diencerkan
Kerja awal obat lebih cepat, karena obat cepat di absorbs
Mudah diberi pemanis, pengaroma, pewarna
Untuk pemakaian luar mudah digunakan
b. Kerugian
Ada obat yang tidak stabil dalam larutan
Ada obat yang sukar ditutupi rasa dan baunya dalam larutan
(Syamsuni, A., 2006).
2. Emulsi
a. Keuntungan
Meningkatkan bioavalailibilitas obat
Memberikan perlindungan terhadap obat yang rentan terhadap oksidasi dan hidrolis
Mentupi rasa tidak enak
Sebagai topikaal : membersihkan, pembawa air (pelembut yang excellent) ke kulit.
Viskositas, penampilan dan tingkat lemak dari emulsi kosmetik atau dermatologi dapat di
control.
Emulsi parenteral, karena tetesan harus dipertahankan stabil dengan ukuran < 1 untuk
mencegah emboli.
3. Suspensi
a. Keuntungan
Bahan obat tidak larut dapat bekerja sebagai depo, yang dapat memperlambat terlepasnya
obat.
Beberapa bahan obat tidak stabil jika tersedia dalam bentuk larutan. Obat dalam sediaan
suspensi rasanya lebih enak dibandingkan dalam larutan, karena rasa obat yang tergantung
kelarutannya.
b. Kerugian
Rasa obat dalam larutan lebih jelas.
Tidak praktis bila dibandingkan dalam bentuk sediaan lain, misalnya pulveres, tablet, dan
kapsul.
Rentan terhadap degradasi dan kemungkinan terjadinya reaksi kimia antar kandungan dalam
larutan di mana terdapat air sebagai katalisator .
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sediaan cair atau potio adalah obat minum dengan penggunaan secara oral yang berupa
sirup, larutan suspensi, atau emulsi.
B. SARAN
Kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan makalah ini kedepannya sangat
penulis harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 1987. Ilmu Meracik Obat. Universitas Gadjah Mada Press : Yogyakarta.
Anief, Moh. (2004). Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
Ansel, Howard. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Erlangga : Jakarta.
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia : Jakarta.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia : Jakarta.
Syamsuni, A. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. EGC : Jakarta.
Syamsuni, A. 2006. Ilmu Resep. EGC : Jakarta.
Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta.