Anda di halaman 1dari 57

Case Report

STROKE NON HEMORAGIK

Oleh:

Tri Ramasari, S.Ked


Pembimbing:
dr. Silman Hadori, Sp.Rad, MH.kes

DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI


RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2016

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. A

Umur

: 49 tahun

Alamat

: Kemiling

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Status

: Menikah

Suku Bangsa

: Indonesia

Tanggal Masuk

: 15/6/2016

II. RIWAYAT PENYAKIT


ANAMNESIS
Keluhan utama

: Tangan dan kaki kiri terasa lemah sejak 3 hari SMRS

Keluhan tambahan

: Mulut mencong ke kanan disertai bicara pelo

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan mendadak lemas pada anggota gerak
sebelah kiri sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan ini dirasakan setelah
pasien bangun dari tidur. Pada awalnya os mengeluh tangan dan kaki kirinya
terasa kesemutan dan masih bisa digerakkan. Namun lama-kelamaan keluhan
dirasakan semakin berat sehingga sulit untuk digerakkan. Os juga mengatakan
mulut terasa mencong ke kanan dan disertai bicara pelo. Keluhan lainnya seperti
nyeri kepala yang berat mual,muntah, kejang, dan pingsan disangkal. Kemudian
pasien dibawa ke IGD RS Pertamina Bintang Amin. Pasien dirawat selama 3 hari
di ruang inap.

Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi (tidak diketahui), DM (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang mengalami hal yang sama
Riwayat Pengobatan
Os mengaku sebelumnya telah berobat ke klinik rawat inap dengan keluhan yang
sama. Dalam pemeriksaan awal di klinik tersebut didapatkan TD : 160/100
mmHg, mendapatkan perawatan selama 2 hari dan diberikan pengobatan yaitu
captopril, amlodipin, piracetam, ranitidin dan neurodex.
Riwayat Sosial Ekonomi
Os merupakan ibu rumah tangga dengan 3 anak. Os tinggal bersama dengan
suami saja. Karena ketiga anaknya telah berkeluarga.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Present
- Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

- Kesadaran

: compos mentis

- GCS

: E4V5M6

- Vital sign
Tekanan darah

: 140/90 mmHg

Nadi

: 83 x/menit

RR

: 24 x/menit

Suhu

: 36,7C

Status Generalis
-Kepala
Rambut

: Berwarna hitam terdistribusi merata

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), RCL


+/+, RTCL +/+, pupil isokor 3mm/3mm

Telinga

: Normotia (+/+), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik


aurikula (-/-), sekret (-/-)

Hidung

: Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi


Septum (-), sekret (-/-), edema konka inferior (-/-),
rambut hidung (+/+), distribusi rapat, cuping hidung
(-/-)

Mulut

: Sianosis (-), fissura (-), trismus rahang (-), sudut bibir


tidak simetris, mencong/miring (+) kearah kanan
wajah

-Leher
Pembesaran KGB

: (-)

Pembesaran tiroid

: (-)

JVP

: 5 2 mmH2O

Trachea

: deviasi trakea (-)

-Thorak
Cor
Inspeksi

: Iktus cordis tidak tampak

Palpasi

: Iktus cordis tidak teraba

Perkusi

Batas atas kiri

: ICS II garis parasternal sinistra, bunyi redup

Batas atas kanan

: ICS II garis parasternal dextra, bunyi redup

Batas bawah kiri

: ICS V garis midklavikula sinistra, bunyi redup

Batas bawah kanan : ICS IV garis parasternal dextra, bunyi redup


Auskultasi

: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo
Inspeksi

: Dinding thorak simetris pada saat statis maupun


dinamis, retraksi otot-otot pernafasan (-)

Palpasi

: Simetris, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri

Perkusi

: Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi

: vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

-Abdomen
Inspeksi

: Perut datar, massa (-), pulsasi abnormal (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Palpasi

: Soepel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

Perkusi

: Timpani pada seluruh lapang abdomen

-Ekstremitas
Superior

: jejas (-/-), skar (-/-), vulnus (-/-), massa (-/-), sianosis


(-/-), edema (-/-), capillary refill < 2 detik, akral
hangat (+/+). Terdapat kelemahan ekstremitas kiri

Inferior

: jejas (-/-), skar (-/-), vulnus (-/-), massa (-/-), sianosis


(-/-), edema (-/-), capillary refill < 2 detik, akral
hangat (+/+).Terdapat kelemahan ekstremitas kiri

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS


Saraf cranialis

Kanan / Kiri

N. olfaktorius ( N. I )
Daya Penciuman hidung
:
(+/+)
N. opticus ( N. II)
Tajam penglihatan
:
6/6 / 6/6
Lapang penglihatan
:
Normal
Tes warna
:
Tidak dilakukan
Fundus oculi
:
Tidak dilakukan
N. occulomotorius, N. trochlearis, N. abducen ( N. III N.IV N. VI)
Kelopak mata
Ptosis
:
(-/-)
Endoftalmus
:
(-/-)
Exopthalmus
:
(-/-)
Lagoftalmus
:
(-/-)
Pupil
Diameter
: (3mm/3mm)
Bentuk
: Bulat/Bulat
Isokor / anisokor
: Isokor/Isokor
Posisi
: Medial/Medial
Reflek cahaya langsung
:
+/+
Reflek cahaya tidak langsung
:
+/+
Gerakan bola mata
Medial
: (normal/normal)
Lateral
: (normal/normal)
Superior
: (normal/normal)
Inferior
: (normal/normal)
Obliqus, superior
: (normal/normal)
Obliqus, inferior
: (normal/normal)
Reflek pupil akomodasi
: Tidak dilakukan
Reflek pupil konvergensi
: Tidak dilakukan
N. trigeminus ( N.V )
Sensibilitas
Ramus oftalmikus
:
(+/+)
Ramus maksilaris
:
(+/+)
Ramus mandibularis
:
(+/+)
Motorik
M. maseter
:
(+/+)
M. temporalis
:
(+/+)
M. pterigoideus
:
(+/+)
Reflek
Reflek kornea
:
(+/+)
(sensoris N.V, motoris N. VII)
Reflek bersin
:
(+/+)
N. fascialis ( N. VII )

Inspeksi wajah sewaktu


Diam
: Tampak tidak simetris
Tertawa
: Tampak tidak simetris
Meringis
: Tampak tidak simetris
Bersiul
: Tampak tidak simetris
Menutup mata
: (normal / normal)
Pasien disuruh untuk
Mengerutkan dahi
: Tampak simetris
Menutup mata kuat-kuat
: Tampak simetris
Menggembungkan pipi
: Tampak tidak simetris
Sensoris
Pengecapan 2/3 depan lidah
: (normal/normal)
N. vestibulocochlearis ( N.VIII )
N. cochlearis
Ketajaman pendengaran
: (normal/normal)
Tinitus
:
(-/-)
N. vesibularis
Test vertigo
: Tidak dilakukan
Nistagmus
: Tidak dilakukan
N. glossopharingeus dan N. vagus ( N. IX dan N. X )
Suara bindeng / nasal
: (-)
Posisi uvula
: ditengah
Arcus palatoglossus
: simetris
Arcus pharingeus
: simetris
Reflek batuk
: (+)
Reflek muntah
: Tidak dilakukan
Peristaltik usus
: (+)
Bradikardi
: (-)
Takikardi
: (-)
N. accesorius ( N. XI )
M. sternocleidomastoideus
: (+)
M. trapezius
: (+)
N. hipoglossus ( N.X )
Atropi
: (-)
Fasikulasi
: Tidak dilakukan
Deviasi
: Lidah mencong ke kanan

Tanda perangsangan selaput otak


Kaku kuduk

: (-)

Kernig test

: (-/-)

Lasseque

: (-/-)

Brudzinky I

: (-/-)

Brudzinky II

: (-/-)

Sistem motorik

Superior ka/ki

Inferior ka/ki

-Gerak

(+/+)

(+/+)

-Kekuatan otot

(5/4)

(5/4)

-Tonus

(+/+)

(+/+)

-Klonus

(+/+)

(+/+)

-Atrofi

(-/-)

(-/-)

-Reflek fisiologis

: Bicep (+)

Pattela (+)

Trisep (+)

Achiles (+)

: Hoffman (-)

Babinsky (-)

-Reflek patologis

Chaddock (-)
Oppenheim (-)
Schaefer (-)
Gordon (-)
Gonda (-)
Sensibilitas
-Eksteroseptif / rasa permukaan (superior / inferior)
Rasa raba

: (+/+)

Rasa nyeri

: (+/+)

Rasa suhu panas

: (+/+)

Rasa suhu dingin

: (+/+)

-Propioseptif / rasa dalam


Rasa sikap

: baik

Rasa getar

: Tidak diperiksa

Rasa nyeri dalam

: (+/+)

Fungsi kortikal untuk sensibilitas


Koordinasi
Tes tunjuk hidung

: Tidak dilakukan

Tes pronasi supinasi

: Tidak dilakukan

Susunan saraf otonom


Miksi

: Tidak ada keluhan

Defekasi

: Tidak ada keluhan

Fungsi luhur
Fungsi bahasa

: Tidak terganggu

Fungsi orientasi

: Tidak terganggu

Fungsi memori

: Tidak terganggu

Fungsi emosi

: Tidak terganggu

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (15 Juni 2016)
Hematologi rutin
Hb

14.2

12 16 g/dl

Ht

43

38 47 %

MCV

80 96 fl

MCH

27 31 pg

MCHC

32 36 g/dl

Leukosit

7500

4.5 10.7 10^3/ l

Trombosit

222.000

159 400 10^3/ l

Kimia darah
GDS

76

< 200 mg/dl

SGOT

22

lk 6-30 U/L / wn 0,7 1,5 U/L

SGPT

20

lk 6 - 45 U/L / wn 5 35 U/L

Urea

38

10 40 mg/dl

Kreatinin

1,2

lk 0,9 1,5 mg/dl / wn 0,7 1,3 mg/dl

Pemeriksaan CT Scan non kontras


Dilakukan CT Scan kepala dengan potongan axial, sagital dan coronal, slice 2,5
mm, dimulai dari daerah basic cranii sampai
vertex, scanning tanpa memakai kontras
media :

Jaringan lunak extracalvaria

dan calvaria masih tampak normal

Sulcy corticalis, fissure sylvii


bilateral

dan

fissure

interhemisfer

tampak normal

Ventrikel lateralis bilateral, 3

dan 4 tampak normal


Tampak kalsifikasi fisiologis di daerah pineal body dan plexus choroideus

bilateral
Tampak lesi hipodens, batas tidak tegas, multipel, di parenkim serebri
daerah substansia alba periventrikuler lateralis cornu anterior bilateral

terutama kanan dan centrum semiovale bilateral


Mid line shift (-)

Sisterna basalis dan ambiens masih tampak normal


Daerah sella tursica, juxtacella dan cerebello-pontine angle masih tampak

normal
Bulbus oculi dan ruang retrobulber masih tampak normal
Sinus maksilaris, sfenoidalis dan frontalis bilateral normal
Cavum nasalis bilateral masih tampak normal
Mastoid air cell bilateral masih tampak normal

Kesan :

Infark serebri multiple a/r substansia alba periventrikuler lateralis cornu

anterior bilateral terutama kanan dan centrum semiovale bilateral


Tidak tampak tanda-tanda SOL maupun perdarahan intra cranial

RESUME
Pasien datang dengan keluhan mendadak lemas pada anggota gerak
sebelah kiri sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan ini dirasakan setelah
pasien bangun dari tidur. Pada awalnya os mengeluh tangan dan kaki kirinya
terasa kesemutan dan masih bisa digerakkan. Namun lama-kelamaan keluhan
dirasakan semakin berat sehingga sulit untuk digerakkan. Os juga mengatakan
mulut terasa mencong ke kanan dan disertai bicara pelo. Keluhan lainnya seperti
nyeri kepala yang berat mual,muntah, kejang, dan pingsan disangkal. Riwayat
Hipertensi tidak diketahui, DM (-)
Os mengaku sebelumnya telah berobat ke klinik rawat inap dengan
keluhan yang sama. Dalam pemeriksaan awal di klinik tersebut didapatkan TD :
160/100 mmHg, mendapatkan perawatan selama 2 hari dan diberikan pengobatan
yaitu captopril, amlodipin, piracetam, ranitidin dan neurodex.

Pada pemeriksaan fisik, pasien datang dengan keadaan tampak sakit


sedang, kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6, Vital Sign TD 140/90 mmHg,
N 83 x/mnt, RR 24 x/menit dan T 36,7 C.
Pada status generalisata tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan
neurologi didapati kelainan pada N.VII dan N. XII. Kelainan pada N. VII
didapatkan ketidaksimetrisan ekspresi wajah seperti saat diam, tertawa, meringis,
bersiul dan menggembungkan pipi. Namun Pasien mampu menutup kedua mata
dan mengerutkan dahi. Sedangkan kelainan pada N. XII didapatkan deviasi lidah
ke arah kanan.
Pada pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium tidak
didapati kelainan dan pada CT Scan kepala non kontras tampak lesi hipodens,
batas tidak tegas, multipel, di parenkim serebri daerah substansia alba
periventrikuler lateralis cornu anterior bilateral terutama kanan dan centrum
semiovale bilateral dan tampak lesi isodens yang mengisi sinus etmoidalis
bilateral
DIAGNOSIS
-

Klinis

Topis

Etiologi

: Hemiparesis ekstremitas kiri, Paralisi N. VII sentral wajah


kiri dan Paralisis N. XII kiri sentral
: Substansia alba periventrikuler lateralis cornu anterior
bilateral terutama kanan dan centrum semiovale bilateral
: Stroke non hemoragik e.c multiple infark serebri

DIAGNOSIS BANDING
Stroke Hemoragik
SOL
PENATALAKSANAAN
1. IVFD RL XX gtt/mnt

2. Captopril 3 x 12,5 tab


3. Ranitidin 2 x 1 tab
4. Neurodex 1 x 1 tab
5. Piracetam 3 x 1 tab
6. Rencana Ct scan
PROGNOSIS

Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad fungtionam

: dubia ad bonam

Quo ad sanationam

: dubia ad bonam

FOLLOW UP
16/5/2016

: Keluhan masih sama

O : TD: 120/90
N: 83x/mnt

R: 24x/mnt
T: 36.0 C

Hasil CT Scan : Belum dibacakan


A : Hemiparesis Sinistra ec susp SNH
P

: 1. IVFD RL XX gtt/mnt
2. Captopril 2 x 1/2 tab
3. Ranitidin 2 x 1 tab
4. Neurodex 1 x 1 tab
5. Piracetam 3 x 1 tab (stop) citicolin 2 x 1

6. Jika hasil bacaan CT-Scan tidak ada perdarahan


Aspilet 1 x 80 mg
7. Cek laboratorium profil lipid

17/6/2015

S : Os masih merasa lemas namun sudah ada perbaikan


O : TD: 120/90
N: 82x/mnt

R: 22x/mnt
T: 36.2 C

Lab Profil Lipid : Kolesterol total 209,


Kolesterol HDL 52, Kolesterol LDL 131,
Trigliserida 133
Hasil CT Scan : Infark serebri multiple a/r
substansia alba periventrikuler lateralis cornu
anterior bilateral terutama kanan dan centrum
semiovale bilateral dan Tidak tampak tanda-tanda
SOL maupun perdarahan intra cranial

A : SNH ec Multiple Infark Cerebri


P

: 1. IVFD RL XX gtt/mnt
2. Captopril 2 x 1/2 tab
3. Ranitidin 2 x 1 tab
4. Neurodex 1 x 1 tab
5. Citicolin 2 x 1 tab
6. Aspilet 1 x 80 mg
Pasien diperbolehkan pulang dengan terapi diatas
dan kontrol poli saraf tgl 20 juni 2016

BAB II

ANALISA KASUS
Stroke didefinisikan menurut World Health Organization (WHO) adalah
gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis
baik fokal maupun global dan berlangsung lebih dari 24 jam disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak. Dimana klasifikasi stroke berdasarkan Patologi
Anatomi dan Penyebabnya : Stroke iskemik (Transient Ischemic Attack,
Trombosis Serebri dan Embolia Serebri) dan Stroke hemoragik (Perdarahan
Intraserebral dan Perdarahan Subaraknoid).1
Pada kasus ini diagnosis Ny. A 49 tahun dengan stroke non hemoragik dan
setelah dilakukan pemeriksaan penunjang berupa CT Scan non kontras
didapatkan lesi hipodens, batas tidak tegas, multipel, di parenkim serebri daerah
substansia alba periventrikuler lateralis cornu anterior bilateral terutama kanan
dan centrum semiovale bilateral. Terdapat teori yang menyatakan adanya
hubungan area lesi yang ditemukan pada radiologi dengan manifestasi klinis pada
pasien. Pada anamnesis kasus ini didapatkan bahwa Ny. A 49 tahun datang dengan
keluhan mendadak lemas pada anggota gerak sebelah kiri sejak 3 hari sebelum
masuk Rumah Sakit dan Os juga mengatakan mulut terasa mencong ke kanan dan
disertai bicara pelo.
Dimana secara teori Penilaian letak lesi ditinjau dari kelainan motorik
yang ada. Jika lesi melibatkan area yang dilewati oleh traktus motorik akan
mempengaruhi sistem motorik. Pengaturan motorik anggota gerak di persarafi
oleh jaras kortikospinalis (piramidalis). Jaras ini akan menyilang ke kontralateral
pada decussatio piramidalis di medulla oblongata. Sehingga lesi di salah satu
hemisfer akan menimbulkan efek pada sisi kontralateralnya 2. Sesuai dengan kasus

ini lesi hipodens ditemukan dominan pada hemisfer serebri kanan pada
pemeriksaan radiologinya sedangkan sisi ekstremitas yang mengalami paresis
berupa kontralateralnya yaitu kedua ekstremitas kiri.
Pada Jaras piramidalis juga saat melewati crus posterior kapsula interna
akan berdampingan dengan saraf afferent (sensorik). Sehingga jika terjadi lesi
pada daerah tersebut, maka akan terjadi hemipestesia kontralateral.2 Namun pada

Gambar 1. Lesi potensial pada traktus piramidalis

kasus ini os tidak mengalami penurunan daya sensasi. Karena lesi mengenai
centrum semiovale dan periventrikuler lateralis cornu anterior yang secara
anatomi merupakan struktur yang lebih tinggi letaknya dibanding dengan kapsula
interna sehingga tidak memotong saraf efferent (sensorik) yang berjalan
berdampingan dengan jaras piramidalis pada area ini.3

Centrum

ventrikel
lateralis cornu
anterior

Kapsula

Gambar 2. Anatomi Neuroimaging

Sehingga artinya jika lesi terdapat disepanjang jaras yang melewati


kapsula interna termasuk centrum semiovale dan periventikuler (misalnya, oleh
perdarahan atau iskemia) akan terjadi hemiparesis spastik kontralateral lesi pada
level ini mengenai serabut piramidal atau serabut non piramidal, karena serabut
kedua jaras tersebut terletak berdekatan. Traktus kortikonuklearis juga terkena,
sehingga terjadi paresis nervus fascialis kontralateral dan mungkin disertai oleh
paresis nervus hipoglosus tipe sentral. Namun tidak terlihat defisit nervus
kranialis lainnya karena nervus kranialis motorik lainnya mendapat persarafan
bilateral.3 Dan ini membuktikan jika Diagnosis klinis pada kasus ini sudah tepat,
yaitu Hemiparesis ekstremitas kiri, Paralisis N. VII sentral wajah kiri dan Paralisis
N. XII kiri sentral.
Dikatakan Paralisis N. VII tipe sentral dan N. XII kiri sentral dapat pula
kita hubungkan dengan hasil pemeriksaan fisik pada kasus ini, dimana pada
pemeriksaan neurologi didapatkan kelainan N. fascialis ( N. VII ) tipe sentral
sehingga tampak tidak simetris pada ekspresi wajah seperti saat diam, tertawa,

meringis, bersiul dan menggembungkan pipi. Namun Pasien mampu menutup


kedua mata dan mengerutkan dahi. Hal ini sesuai dengan teori bahwa otot-otot
dahi mendapatkan persarafan supranuklearnya dari kedua hemisfer serebri, tetapi
otot-otot ekspresi wajah lainnya hanya dipersarafi secara unilateral yaitu oleh
korteks presentralis kontralateral. Jika terjadi lesi sentral atau UMN kelumpuhan
wajah yang timbul tidak mengganggu otot-otot dahi. Seperti pada kasus ini,
pasien masih dapat menaikkan alisnya dan memejamkan matanya dengan kuat
dan hanya mengeluhkan mulut mencong dan sulit digerakkan. Hal ini dikarenakan
otot dahi dipersarafi oleh dua hemisfer serebri sehingga walaupun terkena lesi
masih ada satu hemisfer serebri lain yang mempersarafinya. Namun pada lesi
perifer semua otot-otot ekspresi wajah pada sisi lesi menjadi lumpuh dan mungkin
juga termasuk cabang saraf yang mengurus pengecapan dan salivasi yang berjalan
bersama dengan nervus fascialis. Dengan demikian dapat di bedakan antara
kelumpuhan fasialis sentral dari kelumpuhan fasialis perifer.
merupakan paralisis fasialis sentral.3

Gambar 3. lesi UMN,LMN fasialis

Pada kasus ini

Sedangkan

pada pemeriksaan neurologi N. hipoglossus ( N.X )

didapatkan deviasi lidah ke arah kanan. Hal ini sesuai dengan teori jika pada
stroke juga dapat mengenai N. hipoglosus (XII) tipe sentral yang ditandai dengan
bicara pelo dan deviasi lidah bila dikeluarkan dari mulut.4
Pada anamnesa juga didapatkan jika Os mengaku tidak mengetahui ada
atau tidaknya riwayat hipertensi. Namun os mengaku sebelumnya telah berobat ke
klinik rawat inap dengan keluhan yang sama. Dan dalam pemeriksaan awal di
klinik tersebut didapatkan TD : 160/100 mmHg. Hal ini sesuai dengan teori jika
Hipertensi merupakan faktor resiko utama terjadinya stroke. Hipertensi
meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin tinggi
tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena terjadinya kerusakan pada
dinding pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya penyumbatan /
perdarahan. Hipertensi dapat menyebabkan angguan aliran darah tubuh dimana
diameter pembuluh darah akan mengecil/ vasokonstriksi, sehingga darah yang
mengalir ke otak pun akan berkurang. Pembuluh darah yang dilewati oleh tekanan
darah yang tinggi memiliki resiko tinggi untuk rusak/berkurangnya elastisitas dan
memudahkan terjadinya penyumbatan.5
Pada pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologi CT Scan
ditemukan lesi hipodens, batas tidak tegas, multipel, di parenkim Serebri daerah
substansia alba periventrikuler lateralis cornu anterior bilateral terutama kanan
dan centrum semiovale bilateral. Hal ini sesuai dengan teori jika lesi vaskuler
regional pada jaringan otak sebagian besar disebabkan oleh proses oklusi lumen
arteri serebri. Pada hasil CT Scan, lesi iskemik atau infark menunjukkan kelainan
berupa hipodens dengan batas kurang tegas di fase awal, kemudian lesi tersebut

lama kelamaan akan semakin tegas. Lesi menimbulkan gambaran hipodens karena
kepadatannya rendah dan menduduki wilayah vaskuler.6
Lesi iskemik atau infark ini terjadi akibat menurunnya tekanan perfusi
otak regional. Keadaan ini disebabkan oleh sumbatan atau pecahnya pembuluh
darah otak di daerah sumbatan atau menutupnya aliran darah otak baik sebagian
atau seluruh lumen pembuluh darah otak. Pada awalnya akan ada mekanisme
kompensasi berupa vasodilatasi pada sumbatan yang kecil dan pada sumbatan
yang agak besar daerah iskemik lebih luas, penurunan CBF regional lebih besar,
tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu memulihkan fungsi
neurologik dalam waktu beberapa hari. Namun pada sumbatan yang cukup besar
menyebabkan daerah iskemia yang luas sehingga mekanisme kolateral dan
kompensasi tak dapat mengatasinya yang nantinya akan timbul defisit neurolgis
berlanjut.7
Pada iskemia yang luas tampak daerah yang tidak homogen akibat
perbedaan tingkat iskemia, yaitu (1) lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic
core) terlihat sangat pucat karena CBF-nya paling rendah. Tampak degenerasi
neuron, pelebaran pembuluh darah tanpa adanya aliran darah, daerah ini akan
mengalami nekrosis. (2) daerah sekitar ischemic core yang CBF-nya juga rendah,
tetapi masih lebih tinggi. Walaupun sel-sel neuron tidak sampai mati, fungsi sel
terhenti, dan terjadi functional paralysis. Terjadi kerusakan neuron dalam berbagai
tingkat, edema jaringan akibat bendungan dengan dilatasi pembuluh darah dan
jaringan berwarna pucat yang disebut ischemic penumbra. (3) daerah disekililing
penumbra tampak berwarna kemerahan dan edema. Pembuluh darah mengalami

dilatasi maksimal, pada daerah ini CBF sangat tinggi sehingga disebut daerah
dengan perfusi berlebih (luxury perfusion).7
Sebagai akibat dari penutupan aliran darah ke sebagian otak tertentu, maka
akan terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemia. Perubahan ini
dimulai ditingkat seluler, berupa perubahan fungsi dan struktur sel yang diikuti
dengan kerusakan pada fungsi utama serta integritas fisik dari susunan sel,
selanjutnya akan berakhir dengan kematian sel. Yang akan memberikan gambaran
lesi berupa hipodens. Hal berbeda akan kita temukan pada lesi hemoragik batas
lesi pada awal akan berbatas tegas, namun semakin lama densitasnya akan
semakin menurun.7
Pada kasus infark lama kelamaan densitas yang kita temukan akan bersifat
homogen. Densitas homogen ini disebabkan oleh edema yang terjadi akibat
adanya kenaikkan intra-ekstraseluler di daerah lesi, lama-kelamaan mass effect
akan muncul, dimana nantinya terlihat sebagai penekanan ventrikel dan ruang
subarachnoid maupun pergeseran garis tengah.6
Fase evolusi stroke iskemik dapat kita rangkum dalam 3 fase: 1) Fase akut
(ictus 7 hari. CT Scan pada 24 jam pertama terlihat sebagai daerah hipodens
dengan batas tidak tegas atau dengan bercak dan pada umumnya mass effect
belum ada. Selanjutnya daerah hipodens semakin tegas dan homogen. Densitas
homogen itu disebabkan oleh edema akibat kenaikan kadar air intra-ekstraseluler.
Mass effect memperlihatkan bentuk maksimal pada 24 jam sampai 7 hari, terlihat
sebagai penekanan ventrikel dan ruang subarachnoid maupun pergeseran garis
tengah. 2) Fase sub akut (8-21 hari). Pada fase ini area hipodens lebih homogen,
batas dan mass effect berkurang. Fase ini ditandai pula oleh terjadinya fogging

effect, dimana densitas daerah infark meningkat, sehingga mendekati densitas


jaringan otak normal. 3) Fase kronis (lebih dari 3 minggu). Fase ini ditunjukan
oleh area hipodens yang lebih jelas yang merupakan daerah infark, mendekati
densitas cairan serebrospinalis dan terjadi pembentukan kistik dengan batas yang
sangat tegas. Dapat juga terjadi dilatasi ventrikel dan ruang subaraknoid yang
berdekatan dan tidak ada lagi mass effect, karena saat itu ada pengurangan volume
jaringan otak akibat nekrosis.8
Diagnosis stroke non hemoragik pula dapat di buktikan menggunakan
Skor Sirriraj. Dengan rumus : (2.5 x tingkat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x
nyeri kepala) + (0.1 x tekanan darah diastolik) - (3 x penanda atheroma) 12.
Dimana keterangannya9 :
o
o
o
o

Derajat kesadaran : Sadar penuh = 0, Somnolen = 1, Koma = 2


Nyeri kepala: Tidak ada = 0, Ada = 1
Vomitus: Tidak ada = 0, Ada = 1
Ateroma : Tidak ada penyakit jantung, DM = 0, Ada = 1
Dengan hasil sebagai berikut :
SS > 1 = Stroke Hemoragik
-1 > SS > 1 = Perlu pemeriksaan penunjang (Ct- Scan)
SS < -1 = Stroke Non Hemoragik
Dari kasus ini :
(2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 90) (3 x 0) 12 : - 3 ( SNH)

Penatalaksanaan pada kasus ini os diberikan aspilet 1 x 80 mg setelah hasil


Ct scan menunjukan pasien tidak ada perdarahan. Pemberian obat anti agregasi
platelet berfungsi untuk mencegah terjadinya agregasi trombosit sehingga
menghambat pembentukan thrombus. Pemberian anti platelet ini terutama berguna

untuk mencegah terjadinya stroke ulang. Citicolin memiliki sifat neuroprotektif


pada sel saraf yang mengalami iskemia. Pemberian citicolin diharapkan mencegah
kerusakan sel lebih lanjut sekaligus mengembalikan fungsi sel saraf yang
mengalami iskemik. Neudorex adalah preparat aktif B12, B6 dan B1 yang
berperan sebagai kofktor dalam proses remielinisasi sehingga mempercepat
perbaikan jaringan saraf.10
Dari hasil follow up didapatkan pasien berangsur membaik. Akan tetapi,
untuk mengembalikan fungsi normal ekstremitas pasien diperlukan fisioterapi
rutin. Prognosis ad vitam pada pasien ini adalah ad bonam, hal ini dipengaruhi
oleh keadaan pasien pada saat datang dalam keadaan baik. Untuk prognosis ad
fungsionam dubia ad bonam dikarenakan sangat tergantung dari ketelatenan
pasien dalam menjalani fisioterapi. Prognosis sanationam dubia ad bonam
dikarenakan adanya faktor resiko yang tidak diketahui oleh pasien berupa
hipertensi yang harus diperhatikan untuk dikontrol.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Sistem Saraf Pusat


Susunan saraf pusat terdiri dari: 3,11
1. Otak besar (serebrum)
Otak besar (serebrum) terletak di dalam ruang intra cranial dengan
berat pada orang dewasa sekitar 1200 1500 gram atau + 2 % dari berat
badan. Bagian ini mempunyai dua belahan, yaitu hemisfer kiri dan kanan
yang dihubungkan oleh massa substansia alba yang di sebut korpus
kollosum. Tiap-tiap hemisfer meluas dari tulang frontal sampai ke tulang
oksipital. Di atas fossa kranii anterior, media, dan posterior hemisfer serebri
dipisahkan oleh celah besar yang di sebut fissure longitudinalis serebri.
a. Struktur Otak Besar (telencefalon)
1) Korteks serebri.
Merupakan lapisan permukaan hemisfer yang disusun oleh substansia
grisea. Korteks serebri tampak berlipat-lipat,lipatan ini di sebut girus
dan terdapat celah yang dalam diantara dua diantara dua lekukan yang
disebut sulkus/fissuura.
Lapisan korteks serebri terdiri dari :
a. Lamina molekularis, lapisan yang mengandung sedikit sel yang
berjalan secara horizontal dengan permukaan korteks, memiliki
percabangan akhir dendrit dari lapisan yang lebih dalam.
b. Lamina granularis eksterna, lapisan yang mengandung sel neuron
dan berbentuk segitiga.
c. Lamina piramidalis, lapisan yang mengandung sel-sel pyramid
terdapat sel-sel granular dengan akson yang berjalan naik kearah
lapisan superficial.
d. Lapisan granularis interna, terdiri dari sel neuron yang berbentuk
bintang, berukuran kecil, dengan akson yang pendek mencapai
lapisan superficial.

e. Lamina ganglionaris, sel neuron granular dan merupakan sel neuron


yang naik mencapai lamina molekularis. Akson dari sel ini
memasuki substansi alba.
f. Lamina Multiformis, sel-selnya berbentuk kumparan dengan sumbu
panjang tegak lurus terhadap permukaan korteks.
Bagian-bagian Korteks Selebri11
Pembagian area pada korteks serebri dapat didasarkan pada letaknya
sesuai dengan tulang tengkorak yang melindunginya atau berdasarkan
pembagian menurut broadman yang didasarkan pada struktur
fungsional selluler. Bagian-bagian tersebut adalah :
a) Lobus frontalis
Lobus frontalis terletak di depan serebrum dan sulkus sentralis,
dibawah tulang frontal, bagian belakangnya dibatasi oleh sulkus
sentralis, dibawah tulang frontal, bagian belakangnya dibatasi oleh
sulkus sentralis rolandi. Menurut Broadman pada lobus frontalis ini
terdapat beberapa area, yaitu :
Area 4 : merupakan area motorik primer, yang bertanggung

jawab untuk proses pergerakan/motorik.


Area 6 : merupakan area pre motorik yang mengatur gerakan

motorik dan pre motorik serta proses berfikir.


Area 8 : berperan dalam mengatur gerakan mata dan

perubahan iklim.
Area 9,10, 11, 12 : merupakan area asosiasi frontalis.

b) Lobus parietalis
Terletak dibelakang sulkus sentralis dan dibelakangi oleh karaco
oksipitalis. Lobus ini terletak dibawah tulang pariental. Menurut
Broadman pada lobus parientalis ini terdapat area :

Area 3, 1, dan 2 : sebagai area sensorik primer


Area 5 dan 7 : sebagai area asosiasi somato sens dengan
demikian fungsi utama lobus frontalis ini adalah untuk
penerimaan dan persepsi rangsangan sensoris.

c) Lobus oksipitalis
Terletak dibagian belakang dari serebro dan dibawah tulang
oksipital. Menurut Broadman pada lobus oksipitalis ini terdapat :

Area 17 : merupakan korteks visual primer


Area 18, 19 : merupakan area asosiasi visual.

Letaknya sejajar dengan area 17 yang meluas sampai permukaan


lateral lobus oksipitalis. Dengan demikian fungsi utama lobus
oksipitalis adalah untuk penerimaan dan persepsi penglihatan
d) Lobus temporalis
Letaknya terdapat dibawah lateral dari fissure serebralis dan
didepan lobus oksivitalis serta berada dibawah tulang temporal.
Menurut Broadman pada lobus ini terdapat area :
Area 41 : sebagai korteks auditorik primer
Area 42 : sebagai area asosiasi aoditorik
Area 38, 40, 20, 21, 22 : sebagai area asosiasi
Dengan demikian fungsi utama lobus temporalis adalah untuk
penerimaan dari persepsi pendangaran. Area Broca (area bicara
motorik) berada di atas sulkus lateralis, yang mengatur gerakan
wicara..
Area visualis, yang terdapat pada polus posterior dan aspek
medial hemisfer serebri di daerah sulkus kalkaneus merupakan
daerah yang menerima visual.

Insula Reili, merupakan bagian serebrum yang membentuk


dasar fissure silfi yang terdapat diantara frontalis, lobus parietalis,
dan lobus oksipitalis. Girus singuli, merupakan bagian medial
hemisfer yang terletak di atas korpus cllosum.
Basal Ganglia3,11
Pada otak manusia, basal ganglia terdiri dari beberapa elemen syaraf,
sebagai berikut :
a) Nucleus kaudatus dan putamen yang sering disebut korpus stritum,
b) Globus pallidus
c) Korpus amigdala
Secara fungsional basal ganglia merupakan satu kesatuan fungsi dari
sistem limbik diterapkan untuk bagian otak yang terdiri dari jaringan
korteks disekeliling hillus hemisfer serebri bersama struktur yang
letaknya lebih dalam, yaitu : amigdala, hipokampus, dan nuclei septal.
Sistem limbik ini berpengaruh pada :1

Perilaku malam,
Bersama dengan thalamus mempengaruhi perilaku seksual, emosi,

dan motivasi.
Perubahan tekanan darah dan pernafasan merupakan bagian dari
fenomena kompleks terutama respon emosi dan perilaku.

2) Otak Kecil (Serebellum)3


Sesuai dengan lobulus serebelum, vermis juga dibagi dalam beberapa
bagian, dimana dari depan ke belakang urutannya, adalah sebagai berikut :
a. Lobus quadrangularis anterior lingua

b. Lobus sentralis kulmen


c. Lobus quadrangularis posterior deklive
d. Lobus semilunaris inferior tuber
Sedangkan berdasarkan potongan melintang serebelum dibagi atas tiga
bagian, yaitu :
a. Arkhio serebelum
Lobus ini menerima infut langsung lewat serabut syaraf vestibularis dan
nucleus vestbularis medialis inferior, berperan dalam pengaturan tonus
otot keseimbangan dan sikap tubuh.

b. Paleo serebellum
Paleo serebellum menerima infut dari susunan syaraf vestibualris, yang
berperan pada pengaturan tonus otot.
c.
Neo serebellum
Merupakan bagian utama dari serebellum. Infut diperoleh dari indra
penglihatan, pendengaran, dan kulit. Peranannya secara essensial
menjaga kehalusan dan tahap kontraksi otot serta ketetapan kekuatan
arah dan besarnya garapan gerakan volunteer. Struktur Internal
Serebelum : serebelum terdiri dari korteks_subtansia grisca dan
subtansia alba, yang didalamnya terdapat nucleus pada tiap-tiap hemisfer
nuclei, yaitu :
a. Nucleus dentatus
b. Nucleus interpolaris
c. Nucleus fastigi.
3) Batang Otak3,11

Adapun bagian-bagian dari batang otak ini adalah :


a. Diencefalon,
Merupakan bagian dari batang otak yang paling atas dan terletak diantara
serebelum dan mesencefalon. Pada bagian tengah diencefalon terdapat
ventrikel ketiga bagian dorsal terdapat thalamus, dibawah thalamus
disebut

hypothalamus.

Bagian

lateral

dari

hypothalamus

yang

bersambung dengan mesencefalon disebut sub thalamus, yang merupakan


daerah yang membentuk atap dari ventrikel ketiga.
Diencefalon merupakan suatu struktur dari vertikel ketiga, yang terdiri
dari :3,11
1) Thalamus, merupakan massa subtansia grisea yang terdapat pada
tiap-tiap hemisfer dan terletak di kedua sisi ventrikel ketiga.
Thalamus berperan sebagai terminal sementara penerima ransangan
dan menghantarkan ransangan tersebut ke otak.
2) Nucleus subthalamus, merupakan suatu daerah terbatas disebellah
ventrikel thalamus disebelah medial kapsula interna, dan sebelah
lateral hypothalamus serta diantara thalamus dan tegmentum
mesencefalon.
3) Ephithalamus, berada disebelah posterior ventrikel ketiga, terdiri dari
korpus pineale, striae medularis thalami, trigonum habenulare, dan
kommisura posterior.
4) Hypothalamus, merupakan bagian terbesar dari otak yang terletak di
bagian ventral thalamus, di atas kelenjar pituitary dan membenuk
dasar dari dinding keseimbangan tubuh, disamping itu hypothalamus
juga dianggap sebagai salah satu pusat utama yang berkaitan dengan
ekspresi emosi yang menerjemahkan emosi yang tibul dari korteks

melalui proses asosiasi intrakortikal menjadi reaksi emosional yang


sesuai dengan keadaan. Hypothalamus juga berkaitan dengan
kegiatan makan dan minum (rasa haus dan lapar) serta pengaturan
suhu tubuh.
5) Mesencefalon, merupakan bagian otak yang terletak diantara pons
varolli dan hemisfer otak.
6) Pons varolli merupakan massa tebal dari jaringan syaraf yang
berlanjut dengan bagian otak tengah disebelah atas, dan medulla
oblongata di sebelah bawah.
7) Medulla oblongata, merupakan bagian jaringan syaraf yang sempit
bersambungan dengan pons disebelah atas dan medulla spinalis di
sebelah bawah. Medulla oblongata sebagian besar terdiri dari srabutserabut syaraf yang merupakan pusat pengendalian aktivitas jantung
dan pernafasan.
4) Medulla Spinalis
Medulla spinalis terletak pada canalis vertebralis dan dilindungi oleh tulang
vertebra/tulang belakang. Panjang medulla sekitar45 cm, yang membentang
dari foramen magnum sampai setinggi vertebra Lumbalis kesatu dan kedua,
ujung bawahnya runcing menyerupai kerucut yang disebut konus medullaris,
dan pada bagian ujungnya tampak seperti benang-benang (filum terminale)
yang akhirnya melekat pada vertebra koksigis pertama. Medulla spinalis
terdiri dari serat-serat pada bagian luarnya yang berwarna putih (white
matter) dan sel-sel syaraf yang berbentuk H, berwarna abu-abu (grey
matter) pada bagian medullanya. Serabut-serabut saraf tersusun dalam tiga
bagian,

yaitu

kolumna

Masing-masing terdiri dari :

anterior,

lateral,

dan

posterior.

Serabut saraf motorik, menjalar ke bawah pada kolumna lateral dan

anterior medulla spinalis.


Serabut saraf sensorik, menjalar ke atas pada kolumna lateral dan

posterior medulla spinalis.


Serabut saraf lintasan/sirkuit pendek, yang saling berhubungan pada
tingkat yang berbeda dari chorda.

5) Selaput otak
Pada uraian terdahulu sudah dijelaskan bahwa otak dan medulla spinalis
berada dan terlindungi oleh tulang tengkorak dan tulang belakang.
Disamping terlindungi oleh tulang tersebut, otak dan medulla spinalis juga
dilindungi oleh selaput pembungkus yang disebut dengan meninges.
Meninges merupakan selaput yang membungkus otak dan medulla spinalis
untuk melindungi struktur saraf yang halus dan lunak, juga sebagai tempat
melintasnya pembuluh darah dan mengalirnya sirkulasi cairan serebro
spinal.
Meningan terdiri dari tiga lapisan, yaitu :
a. Durameter
Durameter merupakan selaput keras pembungkus otak dan medulla
spinalis yang berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat. Durameter meliputi
dua lapisan, yaitu durameter periosteal yang berbatasan dngan tulang
tengkorak di sebelah luar dan durameter propia (maningeal) di sebelah
dalam. Antara durameter dengan arakhnoid terdapat ruangan yang disebut
dengan ruang sub dural. Pada ruang sub dural tertentu terdapat pelebaran
seperti rongga, rongga ini merupakan tempat mengalirnya darah yang
berasal dari vena otak, yang dikenal dengan istilah sinus venosus.

b. Arakhnoid
Arakhnoid merupakan selaput tipis yang membentuk sebuah balon yang
berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Pada
arakhnoid ini terdapat ruangan antara arakhnoid dengan piameter yang
disebut dngan ruang sub arakhnoid. Dalam ruang sub arakhnoid terdapat
villi-villi arakhnoidalis yang meiliki kemampuan reabsorpsi, sehingga
ruang sub arakhnoud ini merupakan tempat mengalir dan diabsorpsinya
cairan serebro spinal. Pada ruang sub arakhnoid di bagian bawah
serebelum terdapat ruangan yang agak besar yang disebut sisterna
magma, oleh karena itu di tempat dapat dilakukan pengambilan cairan
serebro spinal.
c. Piameter
Piameter merupakan selaput tipis, halus dan langsung menempel serta
mengikuti bentuk permukaan jaringan otak dan medulla spinalis.
Ituilah tiga lapisan meningen yang melindungi otak dan medulla spinalis
6) Produksi cairan Serebro Spinal
Cairan serebro spinal adalah caitran yang terdapat di dalam otak dan
Medulla spinalis. Cairan ini berwarna jernih yang di produksi oleh fleksus
choroideus pada ventrikel lateral dan berasal dari plasma darah.
Pleksus choroideus adalah gelungan kapiler yang berlipat-lipat terletak di
antara ventrikel terutama pada ventrikel lateral. Jumlah cairan serebro spinal
yang diproduksi setiap hari adalah antara 250-500 cc, tetapi setelah mengalir
melalui ventrikel 3 dan 4 kemudian masuk ke dalam ruang sub arakhnoid
dan mengalami reabsorpsi, maka jumlahnya + 120 s/d 150 cc per hari.
Fungsi cairan serebro spinal ini adalah :

Memberikan kelembaban dalam medulla spinalis.3,11


o Melindungi alat-alat dalam medulla spinalis dan otak dari tekanan.
o Melicinkan alat-alat dalam medulla spinalis dan otak.
o Mempertahankan volume konstan di dalam tulang tengkorak dengan
meningkatkan atau menurunkan jumlah cairan sesuai dengan kenaikan
atau penurunan kandungan cranial lainnya.
o Menerima sampah metabolisme dalam otak dan mengalirkannya ke
dalam darah.
Cairan serebro spinal mengandung air, protein, glukosa, garam-garam,
sedikit limfosit dan karbondioksida.
B. Vaskularisasi saraf pusat3,11
Otak di perdarahi oleh dua sistem arteri yaitu sepasang arteri karotis dan
sepasang arteri vertebralis. Keempat arteri saling berhubungan di dalam ruang
subarachnoid di bagian basal tengkorak, untuk membentuk sirkulus willisi.
Arteri carotis interna ini berjalan naik melalui leher dan menembus basis cranii
melalui canalis carotis os temporal. Selanjutnya arteria berjalan secara
horizontal kedepan melalui sinus cavernosus dan muncul pada sisi medial
processus clinoideus anterior dengan menembus duramater. Arteri tersebut lalu
masuk ke dalam ruang subarachnoid.
Di sini arteri karotis terbagi menjadi dua yaitu arteri cerebri anterior dan
arteri cerebri media sedangkan untuk arteri vertebralis merupakan cabang
pertama arteri subclavian, kemudian naik ke leher melalui enam foramen
processus transversus vertebrae cervicalis bagian atas. Arteri ini masuk ke
kranium melalui foramen megnum serta menembus duramater dan arakhnoid

mater untuk masuk ke dalam ruang subarakhnoid. Selanjutnya, arteri berjalan


keatas, depan, dan medial terhadap medulla oblongata.
Pada pinggir bawah pons, arteri vertebralis beranastomosis dengan arteri
vertebralis sisi kontralateral untuk membentuk arteri basilaris. Arteri vertebralis
ini berjalan ke atas di dalam sulcus pada permukaan anterior pons. Pada pinggir
atas pons, arteri ini bercabang menjadi dua arteri cerebri posteror. Sedangkan
untuk anastomosis antara kedua arteri carotis interna

dan kedua arteri

vertebralis akan membentuk sirkulus willisi yang terletak di dalam fossa


interpeduncula basis cranii.
Arteri communicas anterior, arteri cerebri anterior, arteri carotis interna,
arteri communicans posterior, arteri cerebri posterior, dan arteri basilaris ikut
membentuk sirkulus willisi memungkinkan darah dapat memperdarahi semua
bagiaf n di kedua hemisper cerebri. Penjelasan mengenai vaskularisasi dapat
dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 1. Arteri Carotis Interna dan Sirkulus Willisi

STROKE
A. Definisi
Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu
gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan
gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam,
atau dapat langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan
gangguan peredaran darah otak non traumatik.12
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik
yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau
lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang
menyebabkan cacat atau kematian.12
B. Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering
disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu,
stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral.
Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju
otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya
kematian neuron dan infark serebri.12,13
1. Emboli
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun
dari right-sided circulation (emboli paradoksikal).Penyebab terjadinya
emboli kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis,
endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard,
atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial

miksoma. Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh infark


miokard dan 85% di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah
terjadinya infark miokard.
2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh
darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil
(termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior).Tempat terjadinya
trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral
utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya
stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah
(sehingga

meningkatkan

resiko

pembentukan

trombus

aterosklerosis(ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain


terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, displasia
fibromuskular

dari

arteri

serebral,

dan

vasokonstriksi

yang

berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang


menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan
terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik,
arteritis).
C. Faktor Resiko
Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seseorang
dokter untuk menemukan penyebab terjadinya stroke.
Terdapat beberapa faktor resiko stroke non hemoragik, yakni: 13
1.
2.
3.
4.

Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade)


Hipertensi
Merokok
Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri,

dan fibrilasi atrium kiri)


5. Hiperkolesterolemia
6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler

Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi


peningkatan viskositas darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien
dengan resiko tinggi mengalami stroke non hemoragik.12,13
D. Klasifikasi
Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis: 12,13,14
1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih
dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah
hemiplegi dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada
progresi lagi. Dalam hal ini, kesadaran tidak terganggu
E. Patofisiologis
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah
satunya

adalah

aterosklerosis,

dengan

mekanisme

thrombosis

yang

menyumbat arteri besar dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme
emboli.Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri
yang menuju ke otak.Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam
manifestasi klinik dengan cara: 14,15
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.

2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau


perdarahan aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai
emboli
Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma
yang kemudian dapat robek.
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga.
Bila anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel
penyangganya yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai
nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas
vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel radang.14,15,16
Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+
dari asidosis laktat.K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai
rentensi air yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke.Edem ini
menyebabkan daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan timbul
iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup.Daerah ini adalah iskemik
penumbra. Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan
terjadi kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di
daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan
glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini
akan menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah primer yang
terserang. Glutamat akan merusak membran sel neuron dan membuka kanal
kalsium (calcium channels). Kemudian terjadilah influks kalsium yang
mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini akan

mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-neuron


disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang rusak juga akan
melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules (seperti nitric acida
atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam membran sel,
sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke
iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan
kematian sel.12,14,15

Pembuluh darah

Trombus/embolus karena plak ateromatosa, fragmen, lemak, udara, bekuan darah

Oklusi

Perfusi jaringan cerebral


Iskemia

Hipoksia

Metabolisme anaerob

Aktivitas elektrolit terganggu

Nekrotik jaringan otak

Asam laktat

Na & K pump gagal

Infark

Na & K influk

Retensi cairan
Oedem serebral

Gg.kesadaran, kejang fokal, hemiplegia, defek medan peng

Skema 1. Pathway iskemik


F. Diagnosis
1.
Gambaran Klinis14,16
a) Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang
mengalami defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau
penurunan tingkat kesadaran.Tidak terdapat tanda atau gejala yang
dapat membedakan stroke hemoragik dan non hemoragik meskipun
gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat
kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala

umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau


qudriparese, hilangnya

penglihatan

monokuler

atau

binokuler,

diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran


tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun
umumnya muncul secara bersamaan.Penentuan waktu terjadinya
gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya
pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu
dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:
Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak

didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).


Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk

mencari pertolongan.
Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke
seperti kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom,

ensefalitis, dan hiponatremia.


b) Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab
stroke ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang
menyerupai stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang
dialami. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan
leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings.
Pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari faktor resiko stroke seperti
obesitas, hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.
c) Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi
gejala stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki
gejala

seperti

stroke,

dan

menyediakan

informasi

neurologi

untukmengetahui keberhasilan terapi. Komponen penting dalam


pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan
tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan
sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak
dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus
pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus
dibedakan dengan Bells palsy di mana pada Bells palsy biasanya
ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau
mengerutkan dahinya.
Gambaran Radiologi17,18
a) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke

2.

hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke
non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi
anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan
lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses).

Gambar 2. Imaging pada stroke iskemik dan perdarahan


Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus
dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense
regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam

terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan


pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain
terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign,
hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya
perberdaan gray-white matter.
Perubahan gambaran ct scan pada stroke iskemik18
A. Infark Hiperakut
Pada kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT scan
biasanya tidak sensitif mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal
pada >50% pasien; tetapi cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan
intrakranial akut dan/atau lesi lain yang merupakan kriteria eksklusi terapi
trombolitik.
Gambaran CT scan yang khas untuk iskemia serebri hiperakut adalah
sebagai berikut :
Gambaran pendangkalan sulcus serebri (sulcal eff acement)
Gambaran ini tampak akibat adanya edema difus di hemisfer serebri.
Infark serebral akut menyebabkan hipoperfusi dan edema sitotoksik.
Berkurangnya kadar oksigen dan glukosa seluler dengan cepat
menyebabkan kegagalan pompa natrium-kalium, yang menyebabkan
berpindahnya cairan dari ekstraseluler ke intraseluler dan edema sitotoksik
yang lebih lanjut. Edema serebri dapat dideteksi dalam 1-2 jam setelah
gejala muncul. Pada CT scan terdeteksi sebagai pembengkakan girus dan
pendangkalan sulcus serebri.

Menghilangnya batas substansia alba dan substansia grisea serebri


Substansia grisea merupakan area yang lebih mudah mengalami iskemia
dibandingkan substansia alba, karena metabolismenya lebih aktif. Karena
itu, menghilangnya diferensiasi substansia alba dan substansia grisea
merupakan gambaran CT scan yang paling awal didapatkan. Gambaran ini
disebabkan oleh influks edema pada substansia grisea. Gambaran ini bisa
didapatkan dalam 6 jam setelah gejala muncul pada 82% pasien dengan
iskemia area arteri serebri media.
Tanda insular ribbon
Gambaran hipodensitas insula serebri cepat tampak pada oklusi arteri
serebri media karena posisinya pada daerah perbatasan yang jauh dari
suplai kolateral arteri serebri anterior maupun posterior.

Hipodensitas nukleus lentiformis


Hipodensitas nukleus lentiformis akibat edema sitotoksik dapat terlihat
dalam 2 jam setelah onset. Nukleus lentiformis cenderung mudah
mengalami kerusakan ireversibel yang cepat pada oklusi bagian proksimal
arteri serebri media karena cabang lentikulostriata arteri serebri media
yang memvaskularisasi nukleus lentiformis merupakan end vessel.

Tanda hiperdensitas arteri serebri media


Gambaran ekstraparenkimal dapat ditemukan paling cepat 90 menit
setelah gejala timbul, yaitu gambaran hiperdensitas pada pembuluh darah
besar, yang biasanya terlihat pada cabang proksimal (segmen M1) arteri
serebri media, walaupun sebenarnya bisa didapatkan pada semua arteri.
Arteri serebri media merupakan pembuluh darah yang paling banyak
mensuplai darah ke otak. Karena itu, oklusi arteri serebri media
merupakan penyebab terbanyak stroke yang berat. Peningkatan densitas
ini diduga akibat melambatnya aliran pembuluh darah lokal karena adanya
trombus intravaskular atau menggambarkan secara langsung trombus yang
menyumbat itu sendiri. Gambaran ini disebut sebagai tanda hiperdensitas
arteri serebri media.

Tanda Sylvian dot menggambarkan adanya oklusi distal arteri serebri


media (cabang M2 atau M3) yang tampak sebagai titik hiperdens pada
fisura Sylvii.

B. Infark Akut
Pada periode akut (6-24 jam), perubahan gambaran CT scan non-kontras akibat
iskemi semakin jelas. Hilangnya batas substansia alba dan substansia grisea
serebri, pendangkalan sulkus serebri, hipodensitas ganglia basalis, dan
hipodensitas insula serebri makin jelas. Distribusi pembuluh darah yang
tersumbat makin jelas pada fase ini.

C. Infark Subakut dan Kronis


Selama periode subakut (1-7 hari), edema meluas dan didapatkan efek massa
yang menyebabkan pergeseran jaringan infark ke lateral dan vertikal. Hal ini
terjadi pada infark yang melibatkan pembuluh darah besar. Edema dan efek
massa memuncak pada hari ke-1 sampai ke-2, kemudian berkurang. Infark
kronis ditandai dengan gambaran hipodensitas dan berkurangnya efek massa.
Densitas daerah infark sama dengan cairan serebrospinal.

Menurut Doenges,(2000) beberapa pemeriksaan diagnostik lain yang dapat


dilakukan pada penyakit stroke adalah:16,17,18
1. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
2. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada
thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau
serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau
perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus
thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
3. MRI (Magnetic

Resonance

Imaging): menunjukkan

daerah

yang

mengalami infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.


4. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
5. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan
pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
6. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat
pada thrombosis serebral.
G. Penatalaksanaan
Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:19
1. Fase Akut (hari ke 0 14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang
menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang
menyertai tidak mengganggu/mengancam fungsi otak. tindakan dan

obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap


cukup, tidak justru berkurang. Karena itu dipelihara fungsi optimal:
Respirasi
: jalan napas harus bersih dan longgar
Jantung
: harus berfungsi baik, bila perlu pantau

EKG
Tekanan darah

dipantau jangan sampai menurunkan perfusi otak


Gula darah
: kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak

dipertahankan

pada

tingkat

optimal,

boleh diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki

diabetes mellitus kronis


Balans cairan
: bila pasien dalam keadaan gawat atau
koma balans cairan, elektrolit, dan asam basa darah harus

dipantau
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme
otak yang menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih
menimbulkan perbedaan pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai
untuk mengatasi stroke iskemik akut:
a) Mengembalikan reperfusi otak
1. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang
diberikan secara intravena akan mengubah plasminogen
menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu
menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan
lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of
Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA
diberikan dalam waktu tida lebih dari 3 jam setelah onset
stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari
dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya

diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rtPA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya
minimal.Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan
intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA
di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun
1996.
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan
stroke yang mengancam.Suatu fakta yang jelas adalah
antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah terjadi,
baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif
dengan hemiplegia.Keadaan yang memerlukan penggunaan
heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotis dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan
yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan
intraserebral karena pemberian heparin tersebut.
3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara
menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang
mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan
obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai
bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi
1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan
dipiridamol.Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi
reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam

sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak


rendah.Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap
aktif. Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half time)
plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan
glucuronic acid dan glycine).Ekskresi lewat urine, tergantung
pH.Sekitar 85% dari obat yang diberikan dibuang lewat urin
pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik,
muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom
Reye.
Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi
aspirin,

dapat

menggunakan

tiklopidin

atau

clopidogrel.Obat ini bereaksi dengan mencegah aktivasi


platelet,

agregasi,

mengganggu

dan

fungsi

melepaskan
membran

granul
platelet

platelet,
dengan

penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai


oleh

ADP

dan

antraksi

platelet-platelet.Berdasarkan

sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa


efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin
maupun indofen dalam mencegah serangan ulang stroke
iskemik. Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen)
dan netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan akan
reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari
selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang,

adalah purpura trombositopenia trombotik dan anemia


aplastik.
b) Anti-oedema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per
infuse 1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan
manitol 10%.
c) Neuroprotektif
Terapi

neuroprotektif

diharapkan

meningkatkan

ketahanan neuron yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti


iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat
oklusi dan reperfusi.
2. Fase Pasca Akut19
Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan pada
tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.
Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di aats 45
tahun, maka yang paing penting pada masa ini adalah upaya
membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental,

dengan fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi.11


Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan
baru sroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari
faktor-faktor resiko stroke seperti:
Pengobatan hipertensi
Mengobati diabetes mellitus
Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
Berolahraga teratur

DAFTAR PUSTAKA

1. Ginsberg, Lionel. Lecture notes Neurologi : Stroke. Edisi VIII. Jakarta:


Erlangga, 2010: h. 79
2. Mardjono. Sidharta. Neurologi Klinis Dasar: Susunan Neuromuskuler.
Cetakan XIV. Jakarta: Dian Rakyat, 2009: h. 5.
3. Baehr.Frotscher. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi, Fisiologi, Tanda,
Gejala: Lesi nervus fascialis. Edisi IV. Jakarta: EGC,2012: h.148
4. Misbah Jusuf. Stroke: Aspek, Diagnostik, Patofisiologi, Manjemen. Jakarta:
FKUI, 1999: h.22
5. Basuki, Andi. Kegawatdaruratan Neurologi : Penanganan Stroke Rawat Jalan
Sebelum dan sesudah pengobata. Cetakan I. Bandung: Bagian Neurologi FK
UNPAD; 2009, h. 35
6. Ghazali Rusdy. Radiologi Diagnostik. Cetakan II. Yogyakarta: Pustaka
Candikia; 2008, h. 134-135

7. Price A W. Patofisiologi : Kelainan aliran darah. Cetakan II. Jakarta: EGC ;


2010, h. 231
8. Schwartz D. Emergency Radiology : Head CT scan. USA: the Mc Graw hill
companies;2008, h 567-598
9. Dewanto et all. Diagnosis & Tatalaksana Penyakit Saraf: Stroke. Cetakan I.
Jakarta: EGC, 2009; h. 137
10. Basuki, Andi. Neurologi in daily practice : Stroke. Cetakan I. Bandung:
Bagian Neurologi FK UNPAD, 2010: h. 67
11. Snell, Richard S. Neuroanatomi Klinik. Edisi ke-7. Jakarta : EGC, 2010. Hal:
487 -514
12. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang
gangguan peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta
Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005.
h.81-82.
13.

Hassmann

KA.

Stroke,

Ischemic.

[Online].

Available

from:

http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
14. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
15. Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds. Mardjono
M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat; 2004. h.
274-8.
16. D. Adams. Victors. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology 8 th
Edition. McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67

17. Bronstein SC, Popovich JM, Stewart-Amidei C. Promoting Stroke Recovery.


A Research-Based Approach for Nurses. St.Louis, Mosby-Year Book, Inc.,
1991:13-24.
18. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67.
19. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan
prevensi sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba
Medika. Hal: 53-73.

Anda mungkin juga menyukai