Oleh:
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. A
Umur
: 49 tahun
Alamat
: Kemiling
Agama
: Islam
Pekerjaan
Status
: Menikah
Suku Bangsa
: Indonesia
Tanggal Masuk
: 15/6/2016
Keluhan tambahan
- Kesadaran
: compos mentis
- GCS
: E4V5M6
- Vital sign
Tekanan darah
: 140/90 mmHg
Nadi
: 83 x/menit
RR
: 24 x/menit
Suhu
: 36,7C
Status Generalis
-Kepala
Rambut
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
-Leher
Pembesaran KGB
: (-)
Pembesaran tiroid
: (-)
JVP
: 5 2 mmH2O
Trachea
-Thorak
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
-Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
-Ekstremitas
Superior
Inferior
Kanan / Kiri
N. olfaktorius ( N. I )
Daya Penciuman hidung
:
(+/+)
N. opticus ( N. II)
Tajam penglihatan
:
6/6 / 6/6
Lapang penglihatan
:
Normal
Tes warna
:
Tidak dilakukan
Fundus oculi
:
Tidak dilakukan
N. occulomotorius, N. trochlearis, N. abducen ( N. III N.IV N. VI)
Kelopak mata
Ptosis
:
(-/-)
Endoftalmus
:
(-/-)
Exopthalmus
:
(-/-)
Lagoftalmus
:
(-/-)
Pupil
Diameter
: (3mm/3mm)
Bentuk
: Bulat/Bulat
Isokor / anisokor
: Isokor/Isokor
Posisi
: Medial/Medial
Reflek cahaya langsung
:
+/+
Reflek cahaya tidak langsung
:
+/+
Gerakan bola mata
Medial
: (normal/normal)
Lateral
: (normal/normal)
Superior
: (normal/normal)
Inferior
: (normal/normal)
Obliqus, superior
: (normal/normal)
Obliqus, inferior
: (normal/normal)
Reflek pupil akomodasi
: Tidak dilakukan
Reflek pupil konvergensi
: Tidak dilakukan
N. trigeminus ( N.V )
Sensibilitas
Ramus oftalmikus
:
(+/+)
Ramus maksilaris
:
(+/+)
Ramus mandibularis
:
(+/+)
Motorik
M. maseter
:
(+/+)
M. temporalis
:
(+/+)
M. pterigoideus
:
(+/+)
Reflek
Reflek kornea
:
(+/+)
(sensoris N.V, motoris N. VII)
Reflek bersin
:
(+/+)
N. fascialis ( N. VII )
: (-)
Kernig test
: (-/-)
Lasseque
: (-/-)
Brudzinky I
: (-/-)
Brudzinky II
: (-/-)
Sistem motorik
Superior ka/ki
Inferior ka/ki
-Gerak
(+/+)
(+/+)
-Kekuatan otot
(5/4)
(5/4)
-Tonus
(+/+)
(+/+)
-Klonus
(+/+)
(+/+)
-Atrofi
(-/-)
(-/-)
-Reflek fisiologis
: Bicep (+)
Pattela (+)
Trisep (+)
Achiles (+)
: Hoffman (-)
Babinsky (-)
-Reflek patologis
Chaddock (-)
Oppenheim (-)
Schaefer (-)
Gordon (-)
Gonda (-)
Sensibilitas
-Eksteroseptif / rasa permukaan (superior / inferior)
Rasa raba
: (+/+)
Rasa nyeri
: (+/+)
: (+/+)
: (+/+)
: baik
Rasa getar
: Tidak diperiksa
: (+/+)
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
Defekasi
Fungsi luhur
Fungsi bahasa
: Tidak terganggu
Fungsi orientasi
: Tidak terganggu
Fungsi memori
: Tidak terganggu
Fungsi emosi
: Tidak terganggu
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (15 Juni 2016)
Hematologi rutin
Hb
14.2
12 16 g/dl
Ht
43
38 47 %
MCV
80 96 fl
MCH
27 31 pg
MCHC
32 36 g/dl
Leukosit
7500
Trombosit
222.000
Kimia darah
GDS
76
SGOT
22
SGPT
20
lk 6 - 45 U/L / wn 5 35 U/L
Urea
38
10 40 mg/dl
Kreatinin
1,2
dan
fissure
interhemisfer
tampak normal
bilateral
Tampak lesi hipodens, batas tidak tegas, multipel, di parenkim serebri
daerah substansia alba periventrikuler lateralis cornu anterior bilateral
normal
Bulbus oculi dan ruang retrobulber masih tampak normal
Sinus maksilaris, sfenoidalis dan frontalis bilateral normal
Cavum nasalis bilateral masih tampak normal
Mastoid air cell bilateral masih tampak normal
Kesan :
RESUME
Pasien datang dengan keluhan mendadak lemas pada anggota gerak
sebelah kiri sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan ini dirasakan setelah
pasien bangun dari tidur. Pada awalnya os mengeluh tangan dan kaki kirinya
terasa kesemutan dan masih bisa digerakkan. Namun lama-kelamaan keluhan
dirasakan semakin berat sehingga sulit untuk digerakkan. Os juga mengatakan
mulut terasa mencong ke kanan dan disertai bicara pelo. Keluhan lainnya seperti
nyeri kepala yang berat mual,muntah, kejang, dan pingsan disangkal. Riwayat
Hipertensi tidak diketahui, DM (-)
Os mengaku sebelumnya telah berobat ke klinik rawat inap dengan
keluhan yang sama. Dalam pemeriksaan awal di klinik tersebut didapatkan TD :
160/100 mmHg, mendapatkan perawatan selama 2 hari dan diberikan pengobatan
yaitu captopril, amlodipin, piracetam, ranitidin dan neurodex.
Klinis
Topis
Etiologi
DIAGNOSIS BANDING
Stroke Hemoragik
SOL
PENATALAKSANAAN
1. IVFD RL XX gtt/mnt
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad fungtionam
: dubia ad bonam
Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
FOLLOW UP
16/5/2016
O : TD: 120/90
N: 83x/mnt
R: 24x/mnt
T: 36.0 C
: 1. IVFD RL XX gtt/mnt
2. Captopril 2 x 1/2 tab
3. Ranitidin 2 x 1 tab
4. Neurodex 1 x 1 tab
5. Piracetam 3 x 1 tab (stop) citicolin 2 x 1
17/6/2015
R: 22x/mnt
T: 36.2 C
: 1. IVFD RL XX gtt/mnt
2. Captopril 2 x 1/2 tab
3. Ranitidin 2 x 1 tab
4. Neurodex 1 x 1 tab
5. Citicolin 2 x 1 tab
6. Aspilet 1 x 80 mg
Pasien diperbolehkan pulang dengan terapi diatas
dan kontrol poli saraf tgl 20 juni 2016
BAB II
ANALISA KASUS
Stroke didefinisikan menurut World Health Organization (WHO) adalah
gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis
baik fokal maupun global dan berlangsung lebih dari 24 jam disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak. Dimana klasifikasi stroke berdasarkan Patologi
Anatomi dan Penyebabnya : Stroke iskemik (Transient Ischemic Attack,
Trombosis Serebri dan Embolia Serebri) dan Stroke hemoragik (Perdarahan
Intraserebral dan Perdarahan Subaraknoid).1
Pada kasus ini diagnosis Ny. A 49 tahun dengan stroke non hemoragik dan
setelah dilakukan pemeriksaan penunjang berupa CT Scan non kontras
didapatkan lesi hipodens, batas tidak tegas, multipel, di parenkim serebri daerah
substansia alba periventrikuler lateralis cornu anterior bilateral terutama kanan
dan centrum semiovale bilateral. Terdapat teori yang menyatakan adanya
hubungan area lesi yang ditemukan pada radiologi dengan manifestasi klinis pada
pasien. Pada anamnesis kasus ini didapatkan bahwa Ny. A 49 tahun datang dengan
keluhan mendadak lemas pada anggota gerak sebelah kiri sejak 3 hari sebelum
masuk Rumah Sakit dan Os juga mengatakan mulut terasa mencong ke kanan dan
disertai bicara pelo.
Dimana secara teori Penilaian letak lesi ditinjau dari kelainan motorik
yang ada. Jika lesi melibatkan area yang dilewati oleh traktus motorik akan
mempengaruhi sistem motorik. Pengaturan motorik anggota gerak di persarafi
oleh jaras kortikospinalis (piramidalis). Jaras ini akan menyilang ke kontralateral
pada decussatio piramidalis di medulla oblongata. Sehingga lesi di salah satu
hemisfer akan menimbulkan efek pada sisi kontralateralnya 2. Sesuai dengan kasus
ini lesi hipodens ditemukan dominan pada hemisfer serebri kanan pada
pemeriksaan radiologinya sedangkan sisi ekstremitas yang mengalami paresis
berupa kontralateralnya yaitu kedua ekstremitas kiri.
Pada Jaras piramidalis juga saat melewati crus posterior kapsula interna
akan berdampingan dengan saraf afferent (sensorik). Sehingga jika terjadi lesi
pada daerah tersebut, maka akan terjadi hemipestesia kontralateral.2 Namun pada
kasus ini os tidak mengalami penurunan daya sensasi. Karena lesi mengenai
centrum semiovale dan periventrikuler lateralis cornu anterior yang secara
anatomi merupakan struktur yang lebih tinggi letaknya dibanding dengan kapsula
interna sehingga tidak memotong saraf efferent (sensorik) yang berjalan
berdampingan dengan jaras piramidalis pada area ini.3
Centrum
ventrikel
lateralis cornu
anterior
Kapsula
Sedangkan
didapatkan deviasi lidah ke arah kanan. Hal ini sesuai dengan teori jika pada
stroke juga dapat mengenai N. hipoglosus (XII) tipe sentral yang ditandai dengan
bicara pelo dan deviasi lidah bila dikeluarkan dari mulut.4
Pada anamnesa juga didapatkan jika Os mengaku tidak mengetahui ada
atau tidaknya riwayat hipertensi. Namun os mengaku sebelumnya telah berobat ke
klinik rawat inap dengan keluhan yang sama. Dan dalam pemeriksaan awal di
klinik tersebut didapatkan TD : 160/100 mmHg. Hal ini sesuai dengan teori jika
Hipertensi merupakan faktor resiko utama terjadinya stroke. Hipertensi
meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin tinggi
tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena terjadinya kerusakan pada
dinding pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya penyumbatan /
perdarahan. Hipertensi dapat menyebabkan angguan aliran darah tubuh dimana
diameter pembuluh darah akan mengecil/ vasokonstriksi, sehingga darah yang
mengalir ke otak pun akan berkurang. Pembuluh darah yang dilewati oleh tekanan
darah yang tinggi memiliki resiko tinggi untuk rusak/berkurangnya elastisitas dan
memudahkan terjadinya penyumbatan.5
Pada pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologi CT Scan
ditemukan lesi hipodens, batas tidak tegas, multipel, di parenkim Serebri daerah
substansia alba periventrikuler lateralis cornu anterior bilateral terutama kanan
dan centrum semiovale bilateral. Hal ini sesuai dengan teori jika lesi vaskuler
regional pada jaringan otak sebagian besar disebabkan oleh proses oklusi lumen
arteri serebri. Pada hasil CT Scan, lesi iskemik atau infark menunjukkan kelainan
berupa hipodens dengan batas kurang tegas di fase awal, kemudian lesi tersebut
lama kelamaan akan semakin tegas. Lesi menimbulkan gambaran hipodens karena
kepadatannya rendah dan menduduki wilayah vaskuler.6
Lesi iskemik atau infark ini terjadi akibat menurunnya tekanan perfusi
otak regional. Keadaan ini disebabkan oleh sumbatan atau pecahnya pembuluh
darah otak di daerah sumbatan atau menutupnya aliran darah otak baik sebagian
atau seluruh lumen pembuluh darah otak. Pada awalnya akan ada mekanisme
kompensasi berupa vasodilatasi pada sumbatan yang kecil dan pada sumbatan
yang agak besar daerah iskemik lebih luas, penurunan CBF regional lebih besar,
tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu memulihkan fungsi
neurologik dalam waktu beberapa hari. Namun pada sumbatan yang cukup besar
menyebabkan daerah iskemia yang luas sehingga mekanisme kolateral dan
kompensasi tak dapat mengatasinya yang nantinya akan timbul defisit neurolgis
berlanjut.7
Pada iskemia yang luas tampak daerah yang tidak homogen akibat
perbedaan tingkat iskemia, yaitu (1) lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic
core) terlihat sangat pucat karena CBF-nya paling rendah. Tampak degenerasi
neuron, pelebaran pembuluh darah tanpa adanya aliran darah, daerah ini akan
mengalami nekrosis. (2) daerah sekitar ischemic core yang CBF-nya juga rendah,
tetapi masih lebih tinggi. Walaupun sel-sel neuron tidak sampai mati, fungsi sel
terhenti, dan terjadi functional paralysis. Terjadi kerusakan neuron dalam berbagai
tingkat, edema jaringan akibat bendungan dengan dilatasi pembuluh darah dan
jaringan berwarna pucat yang disebut ischemic penumbra. (3) daerah disekililing
penumbra tampak berwarna kemerahan dan edema. Pembuluh darah mengalami
dilatasi maksimal, pada daerah ini CBF sangat tinggi sehingga disebut daerah
dengan perfusi berlebih (luxury perfusion).7
Sebagai akibat dari penutupan aliran darah ke sebagian otak tertentu, maka
akan terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemia. Perubahan ini
dimulai ditingkat seluler, berupa perubahan fungsi dan struktur sel yang diikuti
dengan kerusakan pada fungsi utama serta integritas fisik dari susunan sel,
selanjutnya akan berakhir dengan kematian sel. Yang akan memberikan gambaran
lesi berupa hipodens. Hal berbeda akan kita temukan pada lesi hemoragik batas
lesi pada awal akan berbatas tegas, namun semakin lama densitasnya akan
semakin menurun.7
Pada kasus infark lama kelamaan densitas yang kita temukan akan bersifat
homogen. Densitas homogen ini disebabkan oleh edema yang terjadi akibat
adanya kenaikkan intra-ekstraseluler di daerah lesi, lama-kelamaan mass effect
akan muncul, dimana nantinya terlihat sebagai penekanan ventrikel dan ruang
subarachnoid maupun pergeseran garis tengah.6
Fase evolusi stroke iskemik dapat kita rangkum dalam 3 fase: 1) Fase akut
(ictus 7 hari. CT Scan pada 24 jam pertama terlihat sebagai daerah hipodens
dengan batas tidak tegas atau dengan bercak dan pada umumnya mass effect
belum ada. Selanjutnya daerah hipodens semakin tegas dan homogen. Densitas
homogen itu disebabkan oleh edema akibat kenaikan kadar air intra-ekstraseluler.
Mass effect memperlihatkan bentuk maksimal pada 24 jam sampai 7 hari, terlihat
sebagai penekanan ventrikel dan ruang subarachnoid maupun pergeseran garis
tengah. 2) Fase sub akut (8-21 hari). Pada fase ini area hipodens lebih homogen,
batas dan mass effect berkurang. Fase ini ditandai pula oleh terjadinya fogging
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
perubahan iklim.
Area 9,10, 11, 12 : merupakan area asosiasi frontalis.
b) Lobus parietalis
Terletak dibelakang sulkus sentralis dan dibelakangi oleh karaco
oksipitalis. Lobus ini terletak dibawah tulang pariental. Menurut
Broadman pada lobus parientalis ini terdapat area :
c) Lobus oksipitalis
Terletak dibagian belakang dari serebro dan dibawah tulang
oksipital. Menurut Broadman pada lobus oksipitalis ini terdapat :
Perilaku malam,
Bersama dengan thalamus mempengaruhi perilaku seksual, emosi,
dan motivasi.
Perubahan tekanan darah dan pernafasan merupakan bagian dari
fenomena kompleks terutama respon emosi dan perilaku.
b. Paleo serebellum
Paleo serebellum menerima infut dari susunan syaraf vestibualris, yang
berperan pada pengaturan tonus otot.
c.
Neo serebellum
Merupakan bagian utama dari serebellum. Infut diperoleh dari indra
penglihatan, pendengaran, dan kulit. Peranannya secara essensial
menjaga kehalusan dan tahap kontraksi otot serta ketetapan kekuatan
arah dan besarnya garapan gerakan volunteer. Struktur Internal
Serebelum : serebelum terdiri dari korteks_subtansia grisca dan
subtansia alba, yang didalamnya terdapat nucleus pada tiap-tiap hemisfer
nuclei, yaitu :
a. Nucleus dentatus
b. Nucleus interpolaris
c. Nucleus fastigi.
3) Batang Otak3,11
hypothalamus.
Bagian
lateral
dari
hypothalamus
yang
yaitu
kolumna
anterior,
lateral,
dan
posterior.
5) Selaput otak
Pada uraian terdahulu sudah dijelaskan bahwa otak dan medulla spinalis
berada dan terlindungi oleh tulang tengkorak dan tulang belakang.
Disamping terlindungi oleh tulang tersebut, otak dan medulla spinalis juga
dilindungi oleh selaput pembungkus yang disebut dengan meninges.
Meninges merupakan selaput yang membungkus otak dan medulla spinalis
untuk melindungi struktur saraf yang halus dan lunak, juga sebagai tempat
melintasnya pembuluh darah dan mengalirnya sirkulasi cairan serebro
spinal.
Meningan terdiri dari tiga lapisan, yaitu :
a. Durameter
Durameter merupakan selaput keras pembungkus otak dan medulla
spinalis yang berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat. Durameter meliputi
dua lapisan, yaitu durameter periosteal yang berbatasan dngan tulang
tengkorak di sebelah luar dan durameter propia (maningeal) di sebelah
dalam. Antara durameter dengan arakhnoid terdapat ruangan yang disebut
dengan ruang sub dural. Pada ruang sub dural tertentu terdapat pelebaran
seperti rongga, rongga ini merupakan tempat mengalirnya darah yang
berasal dari vena otak, yang dikenal dengan istilah sinus venosus.
b. Arakhnoid
Arakhnoid merupakan selaput tipis yang membentuk sebuah balon yang
berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Pada
arakhnoid ini terdapat ruangan antara arakhnoid dengan piameter yang
disebut dngan ruang sub arakhnoid. Dalam ruang sub arakhnoid terdapat
villi-villi arakhnoidalis yang meiliki kemampuan reabsorpsi, sehingga
ruang sub arakhnoud ini merupakan tempat mengalir dan diabsorpsinya
cairan serebro spinal. Pada ruang sub arakhnoid di bagian bawah
serebelum terdapat ruangan yang agak besar yang disebut sisterna
magma, oleh karena itu di tempat dapat dilakukan pengambilan cairan
serebro spinal.
c. Piameter
Piameter merupakan selaput tipis, halus dan langsung menempel serta
mengikuti bentuk permukaan jaringan otak dan medulla spinalis.
Ituilah tiga lapisan meningen yang melindungi otak dan medulla spinalis
6) Produksi cairan Serebro Spinal
Cairan serebro spinal adalah caitran yang terdapat di dalam otak dan
Medulla spinalis. Cairan ini berwarna jernih yang di produksi oleh fleksus
choroideus pada ventrikel lateral dan berasal dari plasma darah.
Pleksus choroideus adalah gelungan kapiler yang berlipat-lipat terletak di
antara ventrikel terutama pada ventrikel lateral. Jumlah cairan serebro spinal
yang diproduksi setiap hari adalah antara 250-500 cc, tetapi setelah mengalir
melalui ventrikel 3 dan 4 kemudian masuk ke dalam ruang sub arakhnoid
dan mengalami reabsorpsi, maka jumlahnya + 120 s/d 150 cc per hari.
Fungsi cairan serebro spinal ini adalah :
STROKE
A. Definisi
Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu
gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan
gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam,
atau dapat langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan
gangguan peredaran darah otak non traumatik.12
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik
yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau
lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang
menyebabkan cacat atau kematian.12
B. Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering
disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu,
stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral.
Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju
otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya
kematian neuron dan infark serebri.12,13
1. Emboli
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun
dari right-sided circulation (emboli paradoksikal).Penyebab terjadinya
emboli kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis,
endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard,
atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial
meningkatkan
resiko
pembentukan
trombus
dari
arteri
serebral,
dan
vasokonstriksi
yang
adalah
aterosklerosis,
dengan
mekanisme
thrombosis
yang
menyumbat arteri besar dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme
emboli.Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri
yang menuju ke otak.Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam
manifestasi klinik dengan cara: 14,15
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.
Pembuluh darah
Oklusi
Hipoksia
Metabolisme anaerob
Asam laktat
Infark
Na & K influk
Retensi cairan
Oedem serebral
penglihatan
monokuler
atau
binokuler,
mencari pertolongan.
Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke
seperti kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom,
seperti
stroke,
dan
menyediakan
informasi
neurologi
2.
hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke
non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi
anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan
lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses).
B. Infark Akut
Pada periode akut (6-24 jam), perubahan gambaran CT scan non-kontras akibat
iskemi semakin jelas. Hilangnya batas substansia alba dan substansia grisea
serebri, pendangkalan sulkus serebri, hipodensitas ganglia basalis, dan
hipodensitas insula serebri makin jelas. Distribusi pembuluh darah yang
tersumbat makin jelas pada fase ini.
Resonance
Imaging): menunjukkan
daerah
yang
EKG
Tekanan darah
dipertahankan
pada
tingkat
optimal,
dipantau
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme
otak yang menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih
menimbulkan perbedaan pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai
untuk mengatasi stroke iskemik akut:
a) Mengembalikan reperfusi otak
1. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang
diberikan secara intravena akan mengubah plasminogen
menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu
menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan
lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of
Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA
diberikan dalam waktu tida lebih dari 3 jam setelah onset
stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari
dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya
diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rtPA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya
minimal.Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan
intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA
di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun
1996.
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan
stroke yang mengancam.Suatu fakta yang jelas adalah
antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah terjadi,
baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif
dengan hemiplegia.Keadaan yang memerlukan penggunaan
heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotis dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan
yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan
intraserebral karena pemberian heparin tersebut.
3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara
menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang
mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan
obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai
bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi
1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan
dipiridamol.Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi
reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam
dapat
menggunakan
tiklopidin
atau
agregasi,
mengganggu
dan
fungsi
melepaskan
membran
granul
platelet
platelet,
dengan
ADP
dan
antraksi
platelet-platelet.Berdasarkan
neuroprotektif
diharapkan
meningkatkan
DAFTAR PUSTAKA
Hassmann
KA.
Stroke,
Ischemic.
[Online].
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
14. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
15. Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds. Mardjono
M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat; 2004. h.
274-8.
16. D. Adams. Victors. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology 8 th
Edition. McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67