Anda di halaman 1dari 56

REFLEKSI KASUS

BELLS PALSY
Oleh

Astrid Ananda
Aliesza Esthi Kusuma
Fina Fatmawati Prayitno
Preceptor: Nanda Salsabila Itsa

dr. Roezwir Azhary, Sp.S

 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT Dr. H. ABDUL MOELOEK & FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R

Umur : 30 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Kp. Sinar Agung, B. Lampung

Tanggal periksa : 18 November 2020


RIWAYAT PENYAKIT

Dilakukan autoanamnesis kepada pasien di Poli Syaraf


Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek

KELUHAN UTAMA

• Tidak dapat makan dan minum karena bibir merot sejak dua
minggu lalu

KELUHAN TAMBAHAN

• Sulit menutup mata


Riwayat Penyakit Sekarang

– Pasien Ny. R usia 30 tahun datang ke Poli Syaraf RSAM dengan keluhan sulit
makan dan minum karena bibir merot sejak dua minggu lalu. Bibir kanan terasa
baal sejak dan keluhan dirasakan saat pasien kesulitan minum air, pasien tidak
dapat merasakan air yang diminum ke dalam mulutnya dan lidah juga terasa tebal.
Pasien juga mengatakan wajah kanannya terasa baal jika di pegang. Pada waktu
yang bersamaan, mata kanan dirasakan sulit menutup, perih dan berair. Pasien juga
mengaku adanya nyeri pada telinga kanan terutama jika mendengar suara bising.
– Keluhan ini baru pertama kali dirasakan, keluhan lain seperti nyeri kepala dan
gangguan penglihatan disangkal. Pasien tidak mengeluh adanya kelemahan pada
anggota gerak ataupun bicara pelo. Keluhan mengompol dan gangguan BAB tidak
ada. Keluhan demam disangkal atau riwayat ruam pada kulit disangkal.
Riwayat Penyakit
R/alergi obat R/
Dahulu
penyakit autoimun
R/penyakit seperti ini dan makanan
sebelumnya (-). Sakit kulit R/trauma
sebelumnya(-) (-)
(herpes zoster) dan sakit telinga kepala (-)
(-), tumor kelenjar parotis (-)

Riwayat Penyakit Keluarga dan orang sekitar


R/ HT (-), DM (-) R/ keluhan serupa (-)
Riwayat Pribadi dan sosial

– Pasien mengaku sering berkendara sepeda motor tanpa menggunakan helm


– Merokok (-)
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS PRESENT
– Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
– Kesadaran : compos mentis E4M6V5
– Tekanan Darah : 110/60 mmHg
– Nadi : 90 x/m
– Laju Nafas : 20 x/m
– Suhu : 36,8 0C
– Saturasi Oksigen : 99%
STATUS GENERALIS
KEPALA
– Kepala : Normocephal
– Rambut : Tersebar merata, tidak mudah dicabut,
– Mata : lagophtalmos (+), pupil isokor,
– Telinga : Normotia, Sekret/perdarahan (-/-)
– Hidung : Deviasi (-), epistaksis (-)
– Mulut : Tidak simetris
– Lidah : Pucat (-), atrofi (-), dapat dijulurkan keluar
Cor
– Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
– Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 4-5 linea midclavicula sinistra
– Perkusi : Batas jantung normal
– Auskultasi : BJ I-I regular, murmur (-), gallop (-)

PULMO
– Inspeksi : Normochest, simetris, lesi (-)
– Palpasi : Nyeri tekan (-), Fremitus taktil kanan=kiri
– Perkusi : Sonor (+/+)
– Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
– Inspeksi : Datar, masa (-), lesi (-)
– Auskultasi : BU (+) normal
– Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-/-)
– Perkusi : Timpani

Ekstremitas
– Superior : CRT < 2s, akral hangat, edema (-/-)
– Inferior : CRT < 2s, akral hangat, edema (-/-)
– Kesan : Dalam batas normal
EMERIKSAAN NEUROLOGISCN II
Tajam Penglihatan : tidak dilakukan
Lapang Penglihatan : (+)/(+)
CN I
Tes Warna : (+)
Daya Penciuman Hidung : (+) /
Fundus Oculi : Tidak dilakukan
normosmia

CN V
CN III, IV, VI
Kelopak Mata : lagophtalmos dextra (+/-)
Pupil Sensibilitas :
Diameter : 3 mm / 3 mm ophtalmik : +/+
Bentuk : Bulat, tepi rata
Isokor/anisokor : Isokor
maxilla : +/+
mandibularis : +/+
Posisi : Central (+ / +) Motorik : baik
RCL : +/+ Refleks kornea : +/+
RCTL : +/+
Gerakan bola mata : baik Refleks bersin : tidak dinilai
Diplopia : (-/-)
CN VII
CN VIII Inspeksi wajah saat diam : tidak simetris
Mengerutkan dahi : dahi kanan tidak mengerut
Tes Pendengaran: +/+
Angkat alis : alis kanan tidak terangkat
Meringis, tertawa : mulut mencong ke kiri
Sudut bibir : kanan hilang
Menutup kedua mata : kanan sulit, lagophtalmos (+)
Sensoris : pengecapan 2/3 anterior lidah baik

CN XII
Atropi :-
Fasikulasi :-
Lidah : simtetris

CN IX dan X
- Posisi Uvula : ditengah
- Refleks muntah : dalam batas normal
CN XI - Refleks batuk : Tidak dilakukan
M. Trapezius :+ - Peristaltik usus : ada, Normal
M. Sternocleidomastoideus : +
RANGSANG MENINGEAL

• Kaku Kuduk : (-)


• Kernig Test : (-)
• Laseque test : (-)
• Brudzinsky I : (-)
• Brudzinsky II : (-)
Sistem Motorik Superior (Ka/Ki) Inferior (Ka/Ki)

Gerak Aktif/ Aktif Aktif Aktif


SISTEM MOTORIK
Kekuatan Otot 5/5 5/5
Tonus normal normal Superior (Ka/Ki) Inferior (Ka/Ki)

Trofi Eutrofi Eutrofi Refleks Patologis


-/-
Refleks Fisiologis  Hoffman Traumer

Bicep +/+  +/+ Chaddock -/-



Patella +/ +  Babinsky -/-
Trisep +/ +  Gordon -/-
Achilles +/ +  Gonda -/-
 Schaefer -/-
-/-
Kesan  Oppenheim
Refleks Fisiologis dalam batas normal dan
Refleks Patologis negatif
PEMERIKSAAN SARAF OTONOM
Suasana Saraf Otonom
Keringat : Normal
Bising usus : (+) Normal

DAN FUNGSI LUHUR


Miksi : Inkontinesia (-), retensi (-)
Defekasi : Inkontinesia (-), retensi (-)
Fungsi Luhur
Fungsi bahasa : normal
Fungsi orientasi : normal
Fungsi memori : normal
Fungsi emosi : normal
Fungsi Kognitif : normal

Kesan
Saraf otonom dalam batas normal
Fungsi luhur dalam batas normal
HASIL LABORATORIUM

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Parameter Hasil Nilai rujukan Satuan
Hemoglobin 15,7 11,7-15,5 g/dL
Leukosit 7.200 3.600-11.000 /μL
Eritrosit 5,5 3.8 – 5.2 juta/μL
Hematokrit 47 35 – 47 %
Trombosit 362.000 150.000 – 440.000 /μL
MCV 84 80 - 100 fL
MCH 28 26 – 34 pg
MCHC 34 32 – 36 g/dL
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 0 2-4 %
Batang 0 3-5 %
Segmen 56 50-70 %
Limfosit 38 25-40 %
Monosit 6 2-8 %
HASIL LABORATORIUM

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Parameter Hasil Nilai rujukan Satuan
GDS 76 <140 mg/dl
DIAGNOSIS

Diagnosis Diagnosis Diagnosis


Klinis Topik Etiologi
Parese
N.VII
foramen Bell’s Palsy
perifer stylomastoideus (Idiopatik)
dekstra lesi
LMN
TERAPI
Medikamentosa Non - Medikamentosa

• Metilprednisolon 4mg/8 jam • Istirahat yang cukup


• Ranitidin 150mg / 12 jam • Satu minggu kemudian melakukan fisioterapi
• Paracetamol 500 mg / 8 jam prn rehabilitiasi medik
• B complex / 12 jam • Menggunakan perekat kertas untuk menutup kelopak
• Artificial tears mata atas yang tidak dapat menutup ketika tidur untuk
mencegah kekeringan kornea
• Memberikan massage pada otot yang lemah
• Mengunyah permen karet untuk menggerakkan otot-
otot wajah dan latihan menggerakkan otot wajah di
depan cermin.
Prognosis

– Quo ad vitam : ad bonam


– Quo ad functionam : dubia ad bonam
– Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BELL’S PALSY
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi
ANATOMI-FISIOLOGI NERVUS FASIALIS

● Berasal dari lapisan mesoderm pdm lengkung brakial kedua


● Inti terletak pd tegmentum pontis
● Inti motorik td 2 bagian :

○ Superior → persarafan otot wajah bagian atas mendapat kontrol dari


traktus kortikobulbar bilateral

○ Inferior → persarafan otot wajah bagian bawah yg mendapat kontrol


unilateral dari hemisfer kontralateral
– Lesi sentral unilateral →
otot wajah bagian bawah
lumpuh
– Lesi mengenai kedua inti
motorik/serabut sarafnya →
seluruh otot wajah sesisi
lumpuh
– Nervus fasialis → 4 inti :
1. nukleus fasialis ( somatomotorik) → nukleus mototrik utama mempersarafi
otot wajah
2. Nukleus salivatorius (viseromotoris) → serabut parasimpatis → mukosa faring,
palatum, rongga hidung, sinus paranasalis, glandula submaksilaris, sublingualis
dan lakrimalis
3. Nukleus solitarius (viserosensoris) → alat pengecap 2/3 anterior lidah, dasar
mulut dan palatum molle
4. Nukleus sensoris trigeminus (somatosensoris) → menghantar rasa nyeri, suhu,
raba, daerah kulit dan mukosa yg dipersarafi n.trigeminal.
PENGERTIAN.
● Istilah Bell’s palsy biasanya digunakan untuk kelumpuhan
nervus fasialis jenis perifer yang timbul secara akut, yang
penyebabnya belum diketahui, tanpa adanya kelainan
neurologik lain. Pada sebagian besar penderita Bell’s palsy
kelumpuhannya akan sembuh, namun pada beberapa
diantara mereka kelumpuhannya sembuh dengan
meninggalkan gejala sisa.

● Bell’s Palsy (BP) adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat


proses non-supuratif, non-neoplastik, non-degeneratif
primer maupun sangat mungkin akibat edema jinak pada
bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau
sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulainya
akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
INCIDENS.

– Wanita lebih banyak – Terjadi pada segala


drpd laki-laki usia, terbanyak 20-
50 th

– Kejadian 20-25 per – Banyak kasus terjadi


100.000 populasi pada wanita hamil
dan penderita
diabetes
ETIOLOGI
● Beberapa teori tentang penyebab Bell’s Palsy:

○ Teori Infeksi Virus Herpes Zoster

○ Teori Iskemia Vaskuler

○ Teori herediter

○ Pengaruh udara dingin


MANIFESTASI KLINIS.
1. Lesi saraf setelah keluar foramen 3. Lesi pada ganglion
stylomastoideus : gejala motorik geniculatum : semua gejala no
kelumpuhan otot wajah 1 sisi. 1 & 2 diatas + rasa nyeri
dibelakang telinga

2. Lesi pada canalis facialis :


gejala motorik spt no 1 diatas + 4. Lesi intrakranial atau dekat
hilangnya sensasi 2/3 anterior meatus acusticus internus :
lidah, penurunan produksi gejala no 1, 2, 3 diatas +
saliva, hiperacusis (efek ketulian (deafness) karena
persarafan m. stapedius) terkenanya N VIII
GEJALA LAIN

Gejala lain Bell’s palsy :


● Hiperlakrimasi (epiphora) ipsilateral karena kelopak mata tak bisa menutup
(lagophthalmos)  iritasi pada konjungtiva  konjungtivitis, keratitis. Mata
sebaiknya ditutup dari luar.
● Gangguan bicara, makan, minum karena kelumpuhan otot wajah, kehilangan
sensasi lidah.
● Synkinesis : gerakan ikutan yg tak dikehendaki : misal usaha menutup kelopak
mata yang lumpuh, tampak sudut mulut ipsilateral terangkat, timbul biasanya
setelah lewat fase akut.
● Tic Facialis : timbul setelah lewat fase akut / saat penyembuhan tak
sempurna.
01.
About the
Patient
You could enter a subtitle
here if you need it
Topognosis paralisis nervus fasialis intratemporal

Letak lesi Berkurangnya Hilangny refleks Augesia


lakrimasi stapedial

Supragenikular + + +
Infragenikular-
suprastapedial - + +

Infrastapedial-
suprakordal - - +

Infrakordal - - -
DERAJAT
DIAGNOSIS
 Anamnesis
 Biasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya kelumpuhan pada
salah satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin atau saat sikat
gigi/berkumur atau diberitahukan oleh orang lain/keluarga bahwa salah satu
sudutnya lebih rendah.
 Tidak bisa menutup mata dengan sempurna
 Otalgia (nyeri pada telinga)
 Hiperakusis (sensitifitas berlebihan terhadap suara)
 Gangguan atau kehilangan pengecapan.
 Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan
terbuka atau di luar ruangan.
 Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran
pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.
DIAGNOSIS
● Pemeriksaan Klinis
○ Pemeriksaan neurologis ditemukan parese N.VII tipe perifer.
○ Gerakan volunteer yang diperiksa, dianjurkan minimal:
■ Mengerutkan dahi
■ Memejamkan mata  kelopak mata pada sisi yang lumpuh tetap
terbuka (lagoftalmus) dan bola mata berputar ke atas (phenomena Bell)
■ Mengembangkan cuping hidung
■ Tersenyum
■ Bersiul
■ Mengencangkan kedua bibir
○ Test Lakrimasi : sekresi air mata. Kalo ada sekresi kertas lakmusnya akan
berubah sesuai pH air matanya
○ Fungsi sensorik : glukosa 4 % --- manis
as sitrat 1 % ---- asam
sod kloride 2.5 % ---- asin
DIAGNOSIS BANDING

● Penyakit Lime
● Otitis media,
● Sindrom Ramsay-Hunt
● Sarkoidosis
● Sindrom Guillain Barre
● Tumor kelenjar parotis
● Multipel sklerosis
● Stroke
● Tumor
TATALAKSANA.

Inflamasi : glukokortikoid oral → Jika diduga infeksi virus → Asiklovir


prednison 40-60 mg/hari 400 mg 5x sehari selama 7 hari atau
selama 10 hari dengan Valasoklovir 1g 3x sehari selama 7 hari
penurunan dosis bertahap dalam waktu 72 jam sejak onset

Pencegahan keratitis → airmata Analgesik jika nyeri


buatan, pelindung mata dan
penutupan mata secara
mekanik saat tidur.
TATALAKSANA.

Vitamin B Terapi operatif : Tindakan


bedah dekompresi masih
kontroversi.

Rehabilitasi Medik
Home Program

● Kompres hangat sisi wajah yang sakit selama 20 menit


● Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan tangan dari sisi
wajah yang sehat
● Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah di sisi yang sakit,
minum dengan sedotan, mengunyah permen karet
● Perawatan mata

○ Beri obat tetes mata (golongan artifial tears) 3x sehari

○ Memakai kacamata gelap sewaktu bepergian siang hari

○ Biasakan menutup kelopak mata secara pasif sebelum tidur


KOMPLIKASI

Sinkinesis : reinervasi serabut saraf pd organ efektor


yg bukan organ efektor sebenarnya spt :
Crocodile tears syndrome (lakrimasi
ipsilateral saat mengunyah) dan
Sindrom Marin-Amat (penutupan
kelopak mata ipsilateral saat membuka
rahang)
PROGNOSIS
● Umumnya baik
● 70% penderita → perbaikan 1-2 bulan
● 85% diantaranya → perbaikan penuh
● Perbaikan motorik pd hari ke-5 atau 7 → prognosis baik
● Tanda denervasi pd pem elektrofisiologi stetelah hari ke-10 →
prognosis buruk
ANALISIS KASUS
ANAMNESIS
Pasien Ny. R usia 30 tahun datang ke Poli
Syaraf RSAM dengan keluhan sulit makan dan
minum karena bibir merot sejak dua minggu lalu.
Bibir kanan terasa baal sejak dan keluhan
dirasakan saat pasien kesulitan minum air, pasien
tidak dapat merasakan air yang diminum ke dalam
mulutnya dan lidah juga terasa tebal. Pasien juga Bell’s Palsy (BP) adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat
mengatakan wajah kanannya terasa baal jika di proses non-supuratif, non-neoplastik, non-degeneratif
pegang. Pada waktu yang bersamaan, mata kanan primer maupun sangat mungkin akibat edema jinak pada
dirasakan sulit menutup, perih dan berair. Pasien bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus yang
juga mengaku adanya nyeri pada telinga kanan mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa
terutama jika mendengar suara bising. pengobatan dimana kelumpuhan perifer N.VII memberikan
Keluhan ini baru pertama kali dirasakan, ciri yang khas hingga dapat didiagnosa dengan inspeksi.
keluhan lain seperti nyeri kepala dan gangguan Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak. Lipatan-
penglihatan disangkal. Pasien tidak mengeluh lipatan di dahi akan menghilang dan nampak seluruh muka
adanya kelemahan pada anggota gerak ataupun sisi yang sakit akan mencong tertarik ke arah sisi yang
bicara pelo. Keluhan mengompol dan gangguan sehat Pada sebagian besar penderita Bell’s palsy
BAB tidak ada. Keluhan demam disangkal atau kelumpuhannya akan sembuh, namun pada beberapa
riwayat ruam pada kulit disangkal. diantara mereka kelumpuhannya sembuh dengan
meninggalkan gejala sisa.
Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas dan tergantung dari lokalisasi kerusakan:

a. Kerusakan setinggi foramen stilomastoideus.


b. Lesi setinggi diantara khorda tympani
Gejala : dengan n.stapedeus (didalam kanalis
Ø  kelumpuhan otot-otot wajah pada sebelah lesi. fasialis)
Ø  Sudut mulut sisi lesi jatuh dan tidak dapat diangkat Gejala:
Ø  Makanan berkumpul diantara pipi dan gusi pada sebelah lesi (a) + hilangnya sensasi 2/3 anterior
Ø  Tidak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi lesi lidah, penurunan produksi saliva,
hiperacusis (efek persarafan m.
Ø  Kelumpuhan ini adalah berupa tipe flaksid, LMN. Pengecapan dan sekresi stapedius)
air liur masih baik.

d. Lesi setinggi ganglion genikulatum.


c.       Lesi setinggi diantara n.stapedeus
Gejala: e. Lesi di porus akustikus internus atau
dengan ganglion genikulatum.
Gejala lesi intrakranial.
Gejala:
Ø (a), (b) & (c) + dengan gangguan Gejala:
Ø semua gejala no (a) & (b) diatas + rasa
sekresi kelenjar hidung dan gangguan Gangguan: seperti (a), (b), (c), (d)
nyeri dibelakang telinga atau gangguan
kelenjar air mata (lakrimasi). ditambah dengan gangguan pada N.VIII.
pendengaran yaitu hiperakusis.
Gejala lain Bell’s palsy :

1. Hiperlakrimasi (epiphora) ipsilateral karena kelopak mata tak bisa


menutup (lagophthalmos)  iritasi pada konjungtiva 
konjungtivitis, keratitis. Mata sebaiknya ditutup dari luar.
2. Gangguan bicara, makan, minum karena kelumpuhan otot wajah,
kehilangan sensasi lidah.
3. Synkinesis : gerakan ikutan yg tak dikehendaki : misal usaha menutup
kelopak mata yang lumpuh, tampak sudut mulut ipsilateral terangkat,
timbul biasanya setelah lewat fase akut.
4. Tic Facialis : timbul setelah lewat fase akut / saat penyembuhan tak
sempurna.
Analisis Faktor resiko
Ny. R, Perempuan, 30 tahun.

– Perempuan lebih – Terjadi pada segala


banyak drpd laki-laki usia, terbanyak 20-
50 th

– Kejadian 20-25 per – Banyak kasus terjadi


100.000 populasi pada wanita hamil
dan penderita
diabetes
PEMERIKSAAN FISIK
CN V
 CN III, IV, VI
Sensibilitas :
Kelopak Mata : lagophtalmos dextra (+)
ophtalmik : +/+
Pupil
Maxilla : +/+
Diameter : 2mm/2mm
mandibularis : +/+
Bentuk : Bulat, tepi rata
Motorik : baik
Isokor/anisokor : Isokor
Refleks kornea : +/+
Posisi : Central (+/ +)
Refleks bersin : tidak dinilai

CN VII
Inspeksi wajah saat diam : tidak simetris
Mengerutkan dahi : dahi kanan tidak mengerut CN XII
Angkat alis : alis kanan tidak terangkat CN VIII Atropi :-
Meringis, tertawa : mulut mencong ke kiri Tes Pendengaran: + Fasikulasi : -
Sudut bibir : kanan hilang Lidah : simtetris
Menutup kedua mata : pengecapan 2/3 anterior lidah
baik
ANALISIS KASUS

• Sehingga berdasarkan Klasifikasi


Osserman pasien menderita BP
Derajat 4 sedang berat
ANALISIS KASUS – Pada pasien ini diberikan Metilprednisolon, hal ini sesuai dengan
teori dimana Inflamasi dan edema saraf fasialis merupakan
penyebab paling mungkin dalam patogenesis Bell’s palsy.
Penggunaan steroid dapat mengurangi kemungkinan paralisis
TERAPI permanen dan akan meminimalkan kerusakan saraf. Steroid,
– Metilprednisolon 4mg/8 jam terutama Prednisolon harus digunakan pada semua pasien dengan
kelumpuhan wajah yang dimulai dalam 72 jam dari onset dan
pasien yang tidak memiliki kontraindikasi terhadap terapi steroid.

– Dosis pemberian prednison (maksimal 60 mg/hari) dan Dosis


prednisolon yang digunakan adalah 60 mg per hari selama 5 hari
kemudian dikurangi 10 mg per hari (untuk total waktu pengobatan
10 hari) dan 25 mg per hari (dalam dua dosis terbagi) selama 10
hari.

– Efek toksik dan hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan


steroid jangka panjang (lebih dari 2 minggu) berupa retensi cairan,
hipertensi, diabetes, ulkus peptikum, osteoporosis, supresi
kekebalan tubuh (rentan terhadap infeksi), dan Cushing syndrome.
Artifisial tears

– Perawatan mata tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kekeringan pada


kornea karena kelopak mata yang tidak dapat menutup sempurna dan produksi air
mata yang berkurang. Perawatan ini dapat dilakukan dengan menggunakan
artificial tear. Artificial tear dapat diberikan cendo lyteers 1-2 tetes diberikan dalam
3-4x perhari . Pasien juga dianjurkan menggunakan perekat kertas untuk menutup
kelopak mata atas yang tidak dapat menutup ketika tidur untuk mencegah
kekeringan kornea.Bila telah terjadi abrasi kornea atau keratitis, maka dibutuhkan
penatalaksanaan bedah untuk melindungi kornea seperti partial tarsorrhaphy.
– Pada pasien ini, diberikan perawatan mata karena mata kanan pasien tidak dapat
tertutup sempurna dan terdapat lagoftalmus .
Fisioterapi
• Pada pasien ini fisioterapi dimulai pada seminggu
setelah onset penyakit. Menurut penelitian
fisioterapi dapat dilakukan pada stadium akut
atau bersamaan dengan pemberian
kortikosteroid.
• Tujuan fisioterapi adalah untuk mempertahankan
tonus otot yang lumpuh. Caranya yaitu dengan ● Terapi pembedahan pada kasus Bell’s palsy masih
memberikan radiasi sinar infra red pada sisi yang kontroversi. Terapi dekompresi saraf fasialis hanya
lumpuh dengan jarak 2 ft (60 cm) selama 10 dilakukan pada kelumpuhan yang komplit atau hasil
menit. Terapi ini diberikan setiap hari sampai pemeriksaan elektroneurography (ENG) menun
terdapat kontraksi aktif dari otot dan 2 kali dalam jukan penurunan amplitudo lebih dari 90%. Karena
seminggu sampai tercapainya penyembuhan lokasi lesi saraf fasialis ini sering terdapat pada
yang komplit. segmen labirin, maka pada pembedahan digunakan
• Disamping itu juga dapat dilakukan massage pendekatan middle fossa subtemporal craniotomy
pada otot wajah selama 5 menit pagi dan sore sedangkan bila lesi terdapat pada segmen mastoid
hari atau dengan faradisasi. dan timpani digunakan pendekatan transmastoid.
PROGNOSIS

Perjalanan alamiah Bell’s palsy – Faktor yang dapat mengarah ke – Faktor yang dapat mendukung ke
bervariasi dari perbaikan
komplit dini sampai cedera prognosis buruk adalah palsi komplit prognosis baik adalah paralisis
saraf substansial dengan (risiko sekuele berat), riwayat parsial inkomplit pada fase akut
sekuele permanen. Sekitar 80- rekurensi, diabetes, adanya nyeri hebat
(penyembuhan total), pemberian
90% pasien dengan Bell’s palsy post-aurikular, gangguan pengecapan,
sembuh total dalam 6 bulan,
kortikosteroid dini, penyembuhan
refleks stapedius, wanita hamil dengan
bahkan pada 50-60% kasus Bell’s palsy, bukti denervasi mulai awal dan atau perbaikan fungsi
membaik dalam 3 minggu. setelah 10 hari (penyembuhan lambat), pengecapan dalam minggu
Sekitar 10% mengalami dan kasus dengan penyengatan kontras pertama.
asimetri muskulus fasialis
yang jelas.
persisten, dan 5% mengalami
sekuele yang berat, serta 8%
kasus dapat rekuren.
THANK YOU..
Pertanyaan

– Kenapa pada wanita hamil dan dm frekuensinya lebih sering? Dan kenapa prognosisnya kurang baik?
(belum terjawab)
– pada pasien dengan dm dan hamil bisa terjadi vasokontriksi pembuluh darah menyebabkan
stenosis arteriol 
– Kalo hamil apa betul ada vasokontriksi pembuluh darah?
– Tidak sampai menyebabkan tuli akan pulih kembali
– Penurunan pendengaran hanya sementara, karena jalurnya dari nomor 1 berdekatan dengan jalur
n.acusticus
– Benar gk pasien derajat 4?
– Pemeriksaan penunjang yang penting untuk tau lesinya di distal, tengah atau proksimal periksa apa?

Anda mungkin juga menyukai