Anda di halaman 1dari 77

PENGARUH KONSELING KELUARGA TERHADAP

PERBAIKAN PERAN KELUARGA DALAM


PENGELOLAAN ANGGOTA KELUARGA DENGAN DM
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOKAP I
KULON PROGO
5 Januari 2012

Afifin Sholihah
INTISARI
Diabetus mellitus bila tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan komplikasi pada
berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, syaraf dan lain lain.
Dengan pengalaman yang baik yaitu kerjasama antara pasien, keluarga, dan petugas kesehatan,
diharapkan komplikasi kronik dapat dicegah.
Tujuan Mempelajari dan membuktikan pengaruh kopnseling keluarga terhadap perbaikan peran
keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga dengan DM
Penelitian dilakukan di Puskesmas Kokap I, pada bulan September November 2007, dengan
jumlah populasi 29, dengan tehnick total sampling dan karena ada yang tidak memenuhi kriteria
inklusi dan ekslusi akhirnya diperoleh 26 sampel pada keluarga dengan salah satu anggota
keluarga menderita DM.
Hasil penelitian ada pengaruh yang sangat signifikan dengan selisih rerata 12.97 tantang
konseling keluarga terhadap perbaikan peran keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga
dengan DM di wilayah kerja Puskesmas Kokap I tahun 2007.

Kata kunci : Konseling keluarga, perbaikan peran.

Pengaruh Konseling Keluarga Terhadap Perbaikan Peran Klien


BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagai dampak positif pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah adalah
adanya pergeseran pola penyakit di Indonesia. Penyakit infeksi dan kekurangan gizi
berangsur turun, diikuti dengan meningkatnya penyakit degeneratif atau tidak
menular. Salah satunya adalah Diabetes Mellitus.

Jumlah penderita Diabetes Mellitus (DM) di dunia mengalami peningkatan dengan


data yang ada pada tahun 1994 = 110,4 juta, 1998 = 150 juta, tahun 2000 =
175,4 juta, tahun 2010 = 279,3 juta dan tahun 2020 = 300 juta. Sedangkan di
Indonesia atas dasar prevalensi 1,5 % dapatlah diperkirakan jumlah penderita DM
pada tahun 1994 = 2,5 juta, 1998 = 3,5 juta, tahun 2010 = 5 juta dan 2020 = 6,5
juta (Majalah Diabetes Surabaya, 2001: volume 1).
Meningkatnya prevalensi DM di Indonesia, diduga ada hubungannya dengan cara
hidup (pola makan) seiring dengan kemakmuran yang meningkat, hal ini tercermin
dari pendapatan Indonesia tahun 1995 setinggi US $ 1030. Pola makan bergeser
dari pola makan tradisional yang banyak mengandung karbohidrat, serat dan
sayuran ke pola makan kebarat-baratan dengan komposisi yang terlalu banyak
mengandung protein, lemak, gula, garam, dan sedikit serat. Hal ini juga didukung
oleh kurangnya peran keluarga dalam pengelolaan pada salah satu anggota
keluarga yang menderita Diabetes Mellitus. Selain juga pola makan, gaya hidup
yang sangat sibuk, duduk di belakang meja menyebabkan tidak adanya
kesempatan untuk rekreasi atau olah raga sehingga menyebabkan tingginya angka
penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes dan hiperlipidemia. Di samping cara
hidup dan gaya hidup, peran keluarga dalam pengelolaan pasien Diabetes Mellitus
juga belum optimal.
Diabetes Mellitus jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan komplikasi
pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki,
syaraf dan lain-lain. Dengan pengalaman yang baik, yaitu kerja sama antara pasien,
keluarga, dan petugas kesehatan, diharapkan komplikasi kronik DM akan dapat
dicegah, setidaknya dihambat perkembangannya. Untuk mencapai hal tersebut,
keikutsertaan pasien, keluarga untuk mengelola anggota keluarganya menjadi
sangat penting. Demikian pula adanya para petugas kesehatan sebagai penyuluh
bagi keluarga dalam membantu pasien dengan Diabetes Mellitus. Guna
mendapatkan hasil yang maksimal, penyuluhan bagi para petugas kesehatan
sangat diperlukan agar informasi yang diberikan pada keluarga dengan salah satu
anggota keluarga menderita Diabetes Mellitus bermanfaat.
Berdasarkan penemuan fakta di atas, maka perlu dilakukan penelitian guna
membuktikan pengaruh konseling keluarga terhadap peran keluarga dalam
mengelola anggota keluarga dengan DM, sehingga peneliti ingin meneliti pengaruh
konseling keluarga terhadap peran keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga
dengan Diabetes Mellitus di wilayah kerja Puskesmas Torjun.

Perumusan Masalah
Pernyataan Masalah
Keluarga dengan salah satu anggotanya menderita DM belum berperan secara
optimal dalam mengelola anggota keluarga dengan DM tersebut. Belum
berperannya keluarga secara optimal itu disebabkan oleh kurangnya informasi

tentang pengelolaan penderita DM yang diperoleh keluarga. Kurangnya informasi


tentang pengelolaan DM yang diperoleh keluarga dapat menyebabkan
ketidaktahuan keluarga yang berarti akan mengurangi peran dari keluarga dalam
pengelolaan anggota keluarga dengan DM.
Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pernyataan masalah tersebut maka dapat dirumuskan pertanyaan
penelitian, yaitu:
Bagaimanakah pengaruh konseling keluarga terhadap perbaikan peran keluarga
dalam pengelolaan anggota keluarga dengan DM?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Mempelajari dan membuktikan pengaruh konseling keluarga terhadap perbaikan
peran keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga dengan DM.
Tujuan Khusus
1)Mengidentifikasi peran keluarga dalam perencanaan makan pada anggota
keluarga dengan DM.
2)Mengidentifikasi peran keluarga dalam latihan jasmani pada anggota keluarga
dengan DM.
3)Mengidentifikasi peran keluarga dalam pemeliharaan kaki pada anggota keluarga
dengan DM.
4)Mengidentifikasi peran keluarga dalam pengelolaan obat hypoglikemi pada
anggota keluarga dengan DM.
5)Membuktikan pengaruh konseling keluarga terhadap perbaikan peran keluarga
dalam mengelola anggota keluarga dengan DM.
Manfaat Penelitian
1)Hasil penelitian ini dapat meningkatkan perkembangan ilmu tentang pengaruh
konseling keluarga terhadap perbaikan peran keluarga dalam pengelolaan pasien
Diabetes Mellitus.
2)Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi tempat pelayanan
kesehatan untuk meningkatkan pelayanan terutama dalam bidang konseling.
3)Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk melaksanakan
penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan konseling keluarga.
4)Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, dan
dapat dimanfaatkan ilmuwan lain untuk mengembangkan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni.
Relevansi
Pola makan dan gaya hidup merupakan penyebab terjadinya penyakit DM. Salah
satu upaya untuk mencegah terjadinya komplikasi pada penderita DM adalah
dengan adanya peran keluarga dalam hal pengaturan pola makan, latihan jasmani,
perawatan kaki dan pengelolaan obat hypoglikemia, sehingga konseling tentang hal
itu perlu diberikan pada keluarga dengan salah satu anggota keluarga menderita
DM.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan disajikan konsep dasar konseling keluarga, peran keluarga dan
pengelolaan Diabetes Mellitus.
Pertama konseling keluarga yang meliputi pengertian konseling keluarga, masalahmasalah keluarga, pendekatan konseling keluarga, tujuan konseling keluarga,
bentuk konseling keluarga, proses dan tahapan konseling keluarga dan faktor yang
mempengaruhi keberhasilan konseling.
Kedua peran keluarga yang meliputi pengertian keluarga, fungsi keluarga, peran
keluarga.
Ketiga pengelolaan anggota keluarga dengan DM yang meliputi pengertian DM,
tujuan pengelolaan, kriteria pengendalian, cara menentukan status gizi,
perencanaan makan, latihan jasmani, pemeliharaan kaki dan obat hipoglikemi.
Konseling keluarga
Pengertian
Konseling keluarga pada dasarnya merupakan penerapan konseling pada situasi
khusus yang berfokus pada masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi
keluarga dan penyelenggaraannya melibatkan anggota keluarga (Latipun, 2001:
174-175). Konseling keluarga merupakan bagian penting dalam pengelolaan DM
karena pada konseling keluarga memandang bahwa keluarga tidak hanya dilihat
sebagai faktor yang menimbulkan masalah, tetapi menjadi bagian yang perlu
dilibatkan dalam penyelesaian masalah, dimana keluarga dan anggota keluarga
merupakan sistem yang saling mempengaruhi sehingga untuk mengubah masalah
yang dialami anggota keluarga diperlukan perubahan dalam sistem keluarganya
dan permasalahan yang dialami seorang anggota keluarga akan efektif diatasi jika
melibatkan anggota keluarga yang lain.
Masalah-masalah keluarga
Berdasarkan pengalaman dalam penanganan konseling keluarga masalah yang
dihadapi adalah: Keluarga dengan anak yang tidak patuh terhadap harapan orang
tua, konflik antar anggota keluarga, perpisahan dengan anggota keluarga karena
kerja diluar daerah, anak yang mengalami kesulitan belajar atau sosialisasi dan
salah dalam memberi pengelolaan pada anggota yang bermasalah. Berbagai
permasalahan tersebut dapat terselesaikan melalui konseling keluarga. Konseling
keluarga ini menjadi lebih efektif untuk mengatasi masalah jika semua anggota mau
merubah sistem yang ada dengan cara yang baru untuk membantu mengatasi
anggota keluarga yang bermasalah.
Pendekatan Konseling Keluarga
Dalam pelaksanaan konseling keluarga dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu:
1.Pendekatan sistem keluarga.
Menurut Murray Bowen anggota keluarga itu bermasalah jika keluarga itu tidak
berfungsi (Disfunctioning Family). Karenanya dalam keluarga terdapat kekuatan
yang dapat membuat anggota keluarga bersama-sama atau melawan yang
mengarah pada individualitas.

2.Pendekatan Conjoint
Menurut Satir (1967) (dikutip dari Latipun, 2001) anggota keluarga menjadi
bermasalah jika tidak mampu melihat dan mendengarkan keseluruhan yang
dikomunikasikan anggota keluarga yang lain, karena keluarga adalah fungsi bagi
keperluan komunikasi dan kesehatan mental sehingga masalah yang dihadapi
adalah harga diri (Self Esteem) dan komunikasi, dimana masalah terjadi jika self
esteem yang dibentuk oleh keluarga itu sangat rendah dan komunikasi dalam
keluarga itu juga tidak baik.
3.Pendekatan struktural
Minuchin (1974) (dikutip dari Latipun, 2001) beranggapan bahwa masalah keluarga
sering terjadi karena struktur keluarga dan pola transaksi yang dibangun tidak
tepat, dimana batas batas antara subsistem dari sistem keluarga itu tidak jalas,
sehingga untuk mengatasi keluarga yang bermasalah perlu dirumuskan kembali
struktur keluarga itu dengan memperbaiki transaksi dan pola hubungan yang baru
yang lebih sesuai.
Dari berbagai pandangan para ahli tentang pendekatan konseling keluarga maka
akan memudahkan penetapan strategi yang tepat untuk membantu keluarga.
Tujuan Konseling Keluarga
Tujuan konseling keluarga oleh para ahli dirumuskan secara berbeda sesuai dengan
pendekatan yang dikemukakan di atas. Pada umumnya tujuan konseling keluarga
adalah:
1.Memfasilitasi komunikasi pikiran dan perasaan antar anggota.
2.Mengganti gangguan, ketidakfleksibelan peran dan kondisi.
3.Memberi pelayanan sebagai model dan pendidikan peran tertentu yang ditujukan
kepada anggota keluarganya yang lain.
Bentuk Konseling Keluarga
Dalam pelaksanaannya konseling berbentuk:
1.Memandang klien sebagai pribadi dalam konteks system
Pada pelaksanaan bentuk konseling ini klien merupakan bagian dari system
keluarga, sehingga masalah yang dialami dan pemecahannya tidak bisa
mengesampingkan peran keluarga.
2.Berfokus pada saat ini
Pelaksanaan bentuk konseling ini adalah mengatasi masalah yang dihadapi klien
saat ini, bukan masa lampau.
Untuk bentuk konvensionalnya, konseling disesuaikan dengan keperluannya dimana
seluruh anggota keluarga harus ikut serta dalam konseling karena mereka tidak
hanya berbicara tentang keluarganya tetapi juga terlibat dalam penyusunan
rencana perubahan dan tindakannya.
Proses dan Tahap Konseling Keluarga
Dalam mengatasi masalah pada keluarga terjadi beberapa tahap:
1.Sesi pengenalan

Pada sesi ini terjadi perkenalan antara petugas dengan keluarga , dan juga adanya
identifikasi masalah.
2.Sesi Pengajaran
Pada sesi ini keluarga mendapatkan pendidikan dalam bentuk perilaku.
3.Sesi Model
Pada sesi ini keluarga melihat cara mengimplementasikan perilaku yang telah
dipelajari pada sesi pengajaran.
4.Sesi Terapis/trial
Dimana sesi ini keluarga mencoba mengimplementasikan perilaku yang telah
didapat.
5.Sesi penerapan dan evaluasi
Pada sesi ini keluarga menerapkan apa yang telah didapat dan perawat
mengevaluasi dengan cara melakukan kunjungan rumah.
Faktor yang berpengaruh pada keberhasilan konseling yang berhubungan dengan
karakteristik subyek.
Usia klien
Usia dapat mempengaruhi hasil konseling. Klien berusia dewasa dimungkinkan lebih
sulit dilakukan modifikasi persepsi dan tingkah lakunya dibandingkan dengan klien
yang berusia belasan tahun, karena berhubungan dengan fleksibelitas
kepribadiannya.
Jenis kelamin
Jenis kelamin, terutama berkaitan dengan perilaku model, bahwa individu
melakukan modeling sesuai dengan jenis seksnya. Dalam proses konseling, factor
modeling ini sangat penting dalam upaya pembentukan tingkah laku baru.
Tingkat pendidikan
Pendidikan seseorang mempengaruhi cara pandangnya terhadap diri dan
lingkungannya, sehingga akan berbeda cara menyikapi proses berlangsungnya
konseling pada klien yang berpendidikan tinggi dengan berpendidikan rendah.
Intelegensi
Intelegensi pada prinsipnya mempengaruhi kemampuan penyesuaian diri dan cara
cara pengambilan keputusan. Klien yang berintelegensi tinggi akan banyak
berpartisipasi dalam proses konseling, lebih cepat dan tepat dalam membuat
keputusan.
Status sosial ekonomi
Status social ekonomi berpengaruh terhadap tingkah lakunya. Individu yang berasal
dari keluarga status social ekonomi yang baik akan mempunyai sikap dan
pandangan yang positif tentang masa depannya dibandingkan mereka yang
berstatus social ekonomi rendah.

Sosial budaya
Yang termasuk dalam social budaya adalah pandangan keagaman, kelompok etnis
dimana hal ini sangat berpengaruh pada proses berlangsungnya konseling.
Peran Keluarga

Pengertian
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan
darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu
rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan didalam perannya masing masing
menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Salvian G Bailon dan A. Maglaya,
1989).
Fungsi Keluarga
Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga, yaitu:
1.Fungsi pendidikan
Dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan menyekolahkan anak untuk
mempersiapkan kedewasaan dan masa depan bila kelak dewasa nanti.
2.Fungsi sosialisasi anak
Tugas keluarga adalah mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang
baik.
3.Fungsi perlindungan
Dalam hal ini keluarga bertugas melindungi anak dari tindakan tindakan yang
tidak baik, sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan aman
4.Fungsi perasaan
Tugas keluarga adalah menjaga secara intuitif, merasakan perasaan dan suasana
anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama
anggota keluarga sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan
keharmonisan dalam keluarga.
5.Fungsi religius
Dalam fungsi ini keluarga bertugas memperkenalkan dan mngajak anak dan
anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama dan kepala keluarga
bertugas menanamkan keyakinan bahwa ada kekuatan lain yang mengatur
kehidupan ini serta ada kehidupan lain sebelum ini.
6.Fungsi ekonomis
Dalam fungsi ini kepala keluarga bertugas mencari sumber penghidupan dalam
memenuhi fungsi keluarga yang lain, kepala keluarga bekerja memperoleh
penghasilan, mengatur penghasilan sehingga dapat memenuhi kebutuhan keluarga.
7.Fungsi rekreatif
Pada fungsi ini tidak berarti harus pergi ke tempat rekreasi, tetapi bagaimana untuk
menciptakan suasana yang menyenangkan sehingga dapat mencapai
keseimbangan kepribadian masing masing anggotanya.
8.Fungsi biologis
Yang utama dalam tugas ini adalah untuk meneruskan keturunan sebagai generasi
penerus dalam keluarga.
Dari berbagai fungsi di atas ada tiga fungsi pokok keluarga terhadap anggota
keluarga, yaitu:
Asih, yang berarti memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan
kepada anggota keluarga, sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan
berkembang sesuai usia dan kebutuhannya.

Asuh, yaitu menuju pada kebutuhan dan perawatan anak agar kesehatannya selalu
terpelihara, sehingga mereka menjadi anak anak yang sehat baik fisik, mental,
social dan spiritual.
Asah, yang berarti memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga menjadi
manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya.
Peran Keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan
langsung pada setiap keadaan baik sehat maupun sakit pada anggota keluarga
yang lain.
Umumnya keluarga meminta bantuan tenaga kesehatan jika mereka tidak lagi
sanggup merawat. Oleh karena itu asuhan keperawatan yang berfokus pada
keluarga bukan hanya memulihkan keadaan anggota keluarga yang sakit, tetapi
juga mengembangkan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi
masalah kesehatan dalam keluarga tersebut.
Dari bermacam pandangan teori yang ada disebutkan bahwa keluarga adalah
sebagai faktor kontribusi dalam pengelolaan anggota keluarga dengan Diabetes
Mellitus. Faktor kontribusi tersebut adalah
Menurut L. Green yang dikutip oleh Herawati (et. al) (2001) mengemukakan teori
yang menggambarkan hubungan pendidikan kesehatan dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku kesehatan menjadi 3 faktor yaitu faktor predisposisi yang
merupakan faktor internal yang ada pada diri individu, keluarga dan
kelompok/masyarakat yang mempermudah individu untuk berperilaku. Faktor yang
kedua adalah faktor pemungkin yaitu yang memunkinkan individu untuk berperilaku
karena tersedianya sumber daya, keterjangkauan, rujukan dan keterampilan.
Sedangkan faktor yang ketiga adalah faktor penguat yaitu yang menguatkan
perilaku seperti sikap dan keterampilan petugas, teman sebaya, orang tua dan
anggota keluarga yang lain.
Dari bermacam pandangan teori yang ada disebutkan bahwa keluarga adalah
sebagai faktor kontribusi dalam pengelolaan anggota keluarga dengan Diabetes
Mellitus. Faktor kontribusi tersebut adalah :
Tingkat pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. (Notoatmodjo, 1997 ). Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni; indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan suatu keluarga, karena dari pengalaman dan penelitian
ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974)(dikutip dari
Friedman) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru
(berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, begitu
juga dalam keluarga, yaitu :
1.Awareness (kesadaran) dimana orang atau keluarga tersebut menyadari dalam

arti lebih mengetahui lebih dulu terhadap stimulus atau obyek.


2.Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau obyek tersebut, disini sikap
subyek sudah mulai timbul.
3.Evaluasion (menimbang nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi diri atau keluarganya. Dalam hal ini sikap responden sudah lebih baik lagi.
4.Trial, dimana subyek sudah mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa
yang dikehendaki oleh stimulus.
5.Adaption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa
perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap seperti tersebut di atas.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini,
dimana didasari oleh pengetahuan , kesadaran dan sikap yang positif, maka
perilaku tersebut akan bersifat langgeng dan sebaliknya jika tidak didasari oleh
pengetahuan , kesadaran dan sikap yang positif perilaku tersebut akan bersifat
tidak langgeng.
Menurut Bloom, pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan, yakni:
1.Tahu
Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang dipelajari sebelumnya,
termasuk didalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah.
2.Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang
obyak yang diketahuai, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar. Orang atau keluarga yang telah paham terhadap materi harus dapat
menjelaskan, menyimpulkan terhadap obyek yang dipelajari.

3.Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi-materi yang
dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).
4.Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek
kedalam komponen-komponen, tetapi masalah didalam suatu struktur organisasi
tersebut dan masalah tersebut ada kaitannya satu sama lain.
5.Sintesis
Sintesis menunjukkan kepada suatu bentuk kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau
menyusun formulasi baru yang ada.
6.Evaluasi
Ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi

atau obyek.
Mengacu pada konsep pengetahuan di atas, bila kita kaitkan dengan berbagai
alasan ketidakmampuan dalam melaksanakan tugas-tugas keluarga, maka perawat
bertugas membantu keluarga dalam melakukan 5 tugas keluarga dalam memahami
kebutuhan kesehatan anggotanya. Baylon dan Maglaya (1978) menyatakan bahwa
5 tugas keluarga tersebut adalah :
a.Mengenal masalah kesehatan keluarga.
b.Mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat.
c.Merawat anggota keluarga yang sakit.
d.Memelihara lingkungan rumah yang dapat mempengaruhi kesehatan dan
perkembangan pribadi anggota keluarga .
e.Menggunakan sumber di masyarakat guna memelihara kesehatan.
Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah adalah dapat
mencegah (pencegahan primer), menanggulangi (pencegahan sekunder) dan
memulihkan (pencegahan tersier) untuk dapat menjalankan peran tersebut, maka
keluarga perlu mendapat konseling agar peran keluarga dalam pengelolaan anggota
keluarga dengan Diabetus Mellitus bisa optimal.
Tingkat kemampuan keluarga
Yang dimaksud kemampuan keluarga adalah menyangkut tingkat ketrampilan
keluarga dalam merawat anggota keluarganya yang mengalami gangguan
kesehatan. Ketrampilan dapat berkembang bukan hanya dengan cara membaca
ataupun mendengar tetapi juga dengan mengerjakan secara berulang-ulang setelah
diberikan pembelajaran. Sedangkan bentuk ketrampilan tersebut dapat berupa
ketrampilan bergerak atau bertindak dan ketrampilan verbal atau nonverbal.
Wahyo Samijo, (1987) mengungkapkan bahwa ketrampilan merupakan salah satu
factor yang mendorong keluarga untuk berperilaku. Pendapat lain mengungkapkan
ketrampilan merupakan penguatan bagi perilaku yang dikehendaki dan sebaiknya
dilakukan secara konsisten (BF. Sekiner, 1997) (dikutip dari Notoatmodjo,93).
Sehubungan dengan peran dan tugas dalam kesehatan, keluarga diharapkan
memiliki kemampuan yang dapat mengatasi problem-problem kesehatan dalam
anggota keluarganya. Nasrul Efendy, (1998) menyatakan bahwa kemampuan yang
harus dimiliki oleh keluarga dalam melakukan tugas kesehatan keluarga tersebut
meliputi:
1.Mengenal masalah kesehatan keluarga
2.Mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat
3.Merawat anggota keluarga yang sakit
4.Memelihara lingkungan rumah yang dapat mempengaruhi kesehatan dan
perkembangan pribadi anggota keluarga yang sakit
5.Menggunakan sumber dimasyarakat guna memelihara kesehatan.
Pengelolaan Anggota Keluarga Dengan Diabetes Mellitus
Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan sekumpulan gejala pada seseorang ditandai dengan
kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal (hiperglikemia) akibat tubuh
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif, dengan tanda dan gejala awal yang

sering dikeluhkan pasien atau penderita DM adalah rasa haus, banyak kencing, rasa
lapar, badan terasa lemas, dan berat badan yang turun (Dalimartha Setiawan, 2002
).

Tujuan Pengelolaan
Untuk dapat berhasil mengelola pasien dengan baik diperlukan perencanaan yang
matang berupa tujuan jangka pendek, tujuan jangka panjang, tindakan dan
kegiatan yang dilakukan, pemeriksaan berkala, serta penyuluhan. Berikut ini
perencanaan yang dimaksud:
1.Tujuan jangka pendek
Yaitu menghilangkan keluhan dan gejala penyakit Diabetes Mellitus.
2.Tujuan jangka panjang
Yaitu mencegah komplikasi kronis yang dapat menyerang pembuluh darah, jantung,
ginjal, mata, syaraf, kulit dan kaki.
3.Tindakan yang dilakukan
Adalah menormalkan kadar glukosa, lemak, insulin dalam darah dan memberikan
pengobatan bila terdapat penyakit kronis lainnya.
4.Kegiatan yang dilakukan
Kunjungan pertama dilakukan pemeriksaan fisik lengkap untuk mengetahui status
gizi, komplikasi yang mungkin sudah timbul, dan adanya penyakit kronis lainnya.
Pemeriksaan fisik lengkap meliputi:
Pengukuran tinggi badan, berat badan, tekanan darah
Menanyakan dan mencari tanda gangguan syaraf seperti rasa
kesemutan
Memeriksa keadaan kaki dan denyut nadi
Pemeriksaan EKG
Rotgen dada
Pemeriksaan fundus mata.
Pemeriksaan laboratorium standart, yang meliput:
a.Darah; darah rutin, gula darah puasa dan dua jam setelah makan, albumin,
kolesterol total, HDL & LDL kolesterol, HbA1c, kreatinin, SGPT (ALT) serta trigliserida.
b.Urine; sedimen, albumin, bakteri
c.Laboratorium tambahan yang sesuai dengan kebutuhan.
Pemeriksaan HbA1c, gula darah puasa dan dua jam setelah puasa setiap tiga bulan.
Pemeriksaan fisik lengkap diulang tiap satu tahun
Penyuluhan.
Kriteria pengendalian
Kriteria pengendalian penyakit Diabetes Mellitus meliputi
No
Bagian yang diperiksa
Baik
Sedang

Buruk
1.

2.
3.
4.

5.
6.

7.

8.
Kadar glukosa darah (plasma vena mg/dl)
a.puasa
b.2 jam pp*
HbA1c (%)
Kolesterol total (mg/dl)
Kolesterol LDL (mg/dl)
a.Tanpa PJK **
b.Dengan PJK
Kolesterol HDL (mg/dl) Trigliserida (mg/dl)
a.Tanpa PJK
b.Dengan PJK
Indeks massa tubuh***
Wanita
Pria
Tekanan darah (mmHg)

80-109
110-159
4-5,9
< 200
< 130
< 100
45

< 200
< 150
18,5-22,9
20-24,9
< 140/90

110-139
160-199
6-8
200-239
130-159
100-129
35-45
200-245
150-199
23-25
25-27
140-160/90-95

140
200
8
240
160
130
< 35
250
200
25/ <18,5
27/ <20
> 160/95
Sumber : Dalimartha Setiawan, (2002 hal 22)
Keterangan :
*) PP = Post Prandial, sesudah makan
**) PJK = Penyakit jantung koroner

***) Indeks masa tubuh (IMT) = Body mass indeks (BMI)


Pasien dengan usia >60 tahun, nilai normal glukosanya adalah: puasa <150 mg/dl,
sesudah makan <200 mg/dl. Hal ini disebabkan karena sifat khusus dari usia lanjut
dan mencegah kemungkinan timbulnya hipoglikemia.
Cara menentukan status gizi (Dalimartha Setiawa, dr hal 23 - 24)
Indeks Masa Tubuh (IMT)
Keterangan :
BB : Berat Badan
TB : Tinggi Badan
BB Idaman (100%) : IMT Normal
Wanita = 18,5 22,9 kg/m2
Pria = 20 24,9 kg/m2
BB Normal : 90 110% BB Idaman
BB Kurang : <90% BB Idaman
BB over (Gemuk) : 110 120% BB Idaman
Obesitas (tambun) : > 120% BB Idaman
Berat Badan Relatif (BBR)
Keterangan:
Normal (ideal) : BBR 90 110%
Kurus (underweight) : BBR <90%
Gemuk (over weight) : BBR >110%
Obesitas (tambun) : BBR >120%
Obesitas ringan : BBR 120 130 %
Obesitas sedang : BBR 130 140%
Obesitas berat : BBR 140 - 200%
Obesitas morbid : BBR >200%
Berat Badan Ideal (BBI)
Rumus Broca :
Bbi (kg) = (TB(cm) 100) 10% (BB)
Dengan catatan orang yang berusia > 40 tahun dan tinggi badan <150 cm tidak
dikurangi dengan 10 % berat badan (Dalimartha Setiawan, 2002 hal 24 )
Perencanaan makan
Dalam buku yang berjudul ramuan tradisional untuk pengobatan Diabetes Mellitus,
Dalimartha Setiawan menyebutkan bahwa perencanaan makan sebenarnya
merupakan penyesuaian pola makan dengan kebutuhan kalori penderita sesuai
dengan usia, berat badan (status gizi), aktivitas sehari hari, jenis kelamin,
beratnya penyakit yang diderita serta penyakit lainnya. Sehingga total kalori dan
komposisi makanan ditentukan dalam range (kisaran persentasi, bukan suatu angka
mutlak).
Dalam penyusunan menu sebaiknya diusahakan mendekati kebiasaan makan sehari
hari, sederhana, bervariasi, dan mudah dilaksanakan, seimbang serta sesuai

kebutuhan dengan tidak mengesampingkan cara hidup, selera, adat serta


kebiasaan penderita. Kalau tidak pasti akan ditinggalkan (Dalimartha Setiawan,
2002).
Jadwal makan penderita DM adalah porsi kecil tapi sering. Hal ini dimaksudkan
untuk mencegah peningkatan kadar glukosa darah yang sekaligus tinggi dan juga
hipoglikemia bagi pemakai insulin.
Komposisi menu pada makanan sehari hari dianjurkan seimbang antara
karbohidrat, protein, lemak, sayur dan buah buahan. Komposisi standart makanan
yang dianjurkan pada penderita DM sehari hari adalah:
Karbohidrat : 60 70 %
Protein : 10 15 %
Lemak : 20 25 %
Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hari, dengan mengutamakan serat yang
larut dalam air
Garam secukupnya untuk menghindari darah tinggi.
Pemanis secukupnya.
Untuk jumlah kalori yang dibutuhkan penderita DM setiap hari yang bekerja biasa
adalah:
Kurus : BB x 40 60 kalori / hari
Normal : BB x 30 kalori / hari
Gemuk : BB x 20 kalori / hari
Obesitas : BB x 10 15 kalori / hari
Adapun jumlah kalori yang terkandung dalam zat makan pada setiap gramnya
adalah:
No.
Zat Makanan
Jumlah kalori
1.
2.
3.
4.
1 gram karbohidrat
1 gram protein
1 gram lemak
1 gram alkohol
4 kalori
4 kalori
9 kalori
7 kalori
Sumber : Dalimartha Setiawan, (2002 hal 26).
Apabila terjadi keseimbangan antara makanan yang masuk dengan kebutuhan, dan
kemampuan tubuh untuk mengolahnya maka diharapkan glukosa darah terkontrol

dalam batas batas normal. Selain itu juga tersedia cukup tenaga untuk kegiatan
sehari hari penderita dan berat badan juga ideal.
Latihan Jasmani
Menurut Dalimartha Setiawan (2002), yang dimaksud dengan latihan jasmani bagi
penderita DM adalah Aerobik yaitu olahraga yang berjalan terus menerus dan
berlangsung dalam waktu cukup lama serta dilakukan secara sadar. Dengan
melakukan latihan jasmani secara teratur dan berkesinambungan diharapkan kadar
glukosa darah akan turun.
Untuk penderita yang tergantung insulin ringan atau sedang latihan jasmani bisa
dilakukan dengan aman, tapi bagi penderita yang mempunyai resiko atau disertai
komplikasi maka latihan jasmani sebaiknya dikonsultasikan ke dokter terlebih
dahulu.
Manfaat dari latihan jasmani adalah untuk kesegaran tubuh, membuang kelebihan
kalori, mengontrol glukosa darah, mengurangi kebutuhan obat atau insulin, dan
untuk penderita yang beresiko latihan jasmani berguna untuk menurunkan tekanan
darah tinggi, mengurangi resistensi insulin, dan memperbaiki profil lemak darah
yang terganggu.
Latihan jasmani dilakukan selama 50 60 menit, dan selama latihan denyut nadi
harus mencapai zona latihan yaitu denyut nadi yang harus dicapai selama latihan
untuk memperoleh suatu manfaat. Untuk mengetahui denyut nadi yang
diperbolehkan selama latihan, dapat dihitung dengan rumus :
Denyut nadi maximal = 220 umur
Zona latihan = 70 85 % dari denyut nadi maximal
Latihan jasmani sebaiknya dilakukan sesuai dengan program CRIPE yaitu :
Continuous : Latihan jasmani dilakukan secara terus menerus selama 50 60 menit
tanpa berhenti.
Rhytmical : Latihan dilakukan secara berirama dan teratur.
Interval : Latihan dilakukan berselang seling, kadang cepat, kadang lambat tetapi
tanpa berhenti.
Progresive : Latihan dilakukan secara bertahap dengan beban latihan ditingkatkan
perlahan lahan.
Endurance : Latihan ketahanan untuk meningkatkan kesegaran jantung dan
pembuluh darah
Pemeliharaan Kaki
Pemeliharaan kaki adalah usaha yang dilakukan dengan selalu memperhatikan dan
menjaga kebersihan, serta melakukan latihan secara baik sebelum terjadi gangguan
atau komplikasi (Dalimartha Setiawan, 2002 : 31 ).
Dalam pemeliharaan kaki ada dua hal yang harus diperhatikan yaitu :
Perawatan Kaki
Yaitu segala usaha yang dilakukan untuk menjaga kebersihan kaki. Langkah
langkahnya meliputi:
Periksalah kaki tiap hari untuk menemukan lecet atau luka secara dini.
Cuci kaki setiap hari dengan air hangat dan sabun, lalu keringkan terutama sela jari.
Oleskan cream atau lotion pelembut untuk kaki yang pecah pecah tapi hindari sela

jari.
Gunakan alas kaki baik didalam maupun luar rumah.
Gunakan kaos kaki tiap hari.
Gunakan sepatu yang sesuai, jangan terlalu sempit. Dan periksa sepatu setiap hari
untuk menghindari hal yang menyebabkan luka pada kaki.
Gunting kuku secara melintang. Bila terjadi infeksi segera ke dokter.
Jangan mengompres atau merendam kaki dengan air panas, karena respon panas
pada kaki menurun sehingga tidak terasa jika sampai melepuh.
Latihan Kaki
Menurut Dalimartha Setiawan (2002) yang dimaksud latihan kaki yaitu gerakkan
yang dilakukan untuk melatih jari dan otot kedua kaki serta mengaktifkan aliran
darah, dimana dilakukan secara teratur. Latihan kaki yang dapat dilakukan antara
lain :
Berjalan cepat setiap hari selama - 1 jam dengan jarak tempuh yang makin hari
makin jauh.
Naik tangga dengan menggunakan telapak kaki bagian depan atau jalan ditempat
dengan hanya menggunakan jari jari kaki.
Duduk tegak dibelakang kursi, kedua tangan memegang sandaran kursi, angkat
kedua tumit secara serentak keatas dan kebawah secara berulang ulang.
Duduk tegak disamping kursi, satu tangan memegang sandaran kursi lipat kedua
lutut secara serentak sampai paha dengan posisi horizontal dan kedua tumit
terangkat, kemudian berdiri tegak lakukan berulang ulang.
Duduk tegak pada kursi, kedua tangan dilipat dan didekapkan kedada, lakukan
gerakan duduk dan bangun berulang ulang.Berdiri tegak pada satu kaki pada alas
setebal 10 cm, satu tangan berpegangan pada dinding atau sandaran kursi,
ayunkan kaki kedepan dan kebelakang lakukan berulang ulang dan bergantian.
Duduk pada lantai sambil bersandar kedinding, kedua kaki lurus kedepan, naikkan
sebelah kaki keposisi lurus, lalu putar pada pergelangan kaki searah jarum jam,
lakukan berulang ulang dan bergantian.
Latihan kaki setiap kali dilakukan sampai 10 kali hitungan dan dapat diulang bila
perlu dan penderita tidak merasa lelah.
Obat Hipoglikemik
Menurut Dalimarta Setiawan, (2002) obat hypoglikemia adalah obat untuk penderita
DM yang berguna untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah yang
penggunaannya sesuai petunjuk dokter.
Ada dua macam obat hipoglikemik, yaitu berupa suntikan dan tablet dapat diminum
dan biasa disebut OHO atau OAD.
Obat tablet
Yang dimaksud obat tablet adalah obat yang cara penggunaannya dengan diminum.
Berdasar waktu paruh masing masing OHO, obat dibagi atas tiga jenis :
Short acting : waktu paruh 4 jam, diberikan 1 3 x/hari
Intermediate : waktu paruh 5 8 jam, diberikan 1 2 x/hari.
Long acting : waktu paruh 24 36 jam, diberikan tiap pagi.

Cara minum obat dengan dosis terbagi adalah:


Pemakaian 1 x/hari : pagi hari
Pemakaian 2 x/hari : pagi dan siang hari
Pemakaian 3 x/hari : pagi, siang dan sore hari
Apabila obat jenis intermediate perlu diberikan 2x/hari, sedangkan penderita butuh
3 tablet maka obat diberikan pagi hari dua tablet dan siang satu tablet.
Golongan obat ini tidak diminum pada malam hari karena akan menyebabkan
hypoglikemia serta menyebabkan dikeluarkannya beberapa hormon misal
katekolamin, kortisol dan growth hormon, dimana dalam jangka lama akan
mempercepat kerusakan pembuluh darah.
Untuk menambah khasiat menurunkan kadar glukosa darah, maka obat diminum
jam sebelum makan.
Obat Suntik / Insulin
Yaitu obat anti hypoglikemia yang pemberiannya melalui suntikan,baik secara intra
muscular, subcutan maupun intra vena. Obat jenis ini biasanya diberikan pada
penderita DM tipe I, DM dengan gangren, ketoasidosis, koma, DM dengan
kehamilan, berat badan penderita menurun cepat,tidak berhasil dengan tablet
hypoglikemik,dan DM yang disertai gangguan hati dan ginjal.
Tempat atau lokasi penyuntikan insulin adalah lengan atas, dinding perut, paha dan
pantat.
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
Pada bab ini akan dibahas mengenai kerangka konseptual dan hipotesis.
Kerangka Konseptual

Gambar 3.1 Kerangka konseptual interaksi pengaruh konseling keluarga dalam


perbaikan peran keluarga terhadap pengelolaan anggota keluarga dengan DM
Dari gambar 3.1 dapat dijelaskan pengaruh konseling terhadap perbaikan peran
keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga dengan DM
Pengetahuan keluarga dengan DM adalah serangkaian usaha yang dilakukan
keluarga untuk menghilangkan keluhan, mencegah komplikasi dengan tindakan
yang dilakukan untuk menormalkan kadar glukosa, lemak dan insulin di dalam
darah, serta memberikan pengobatan bila terdapat penyakit kronis lain pada pasien
DM. Di mana pengelolaan DM ini meliputi ; perencanaan makan,latihan jasmani,
pemeliharaan kaki dan pengelolaan obat hypoglikemia. Perencanaan makan adalah
penyesuaian pola makan dengan kebutuhan kalori pasien sesuai dengan usia, berat
badan, aktivitas sehari-hari, jenis kelamin, berat ringannya penyakit yang diderita.

Latihan jasmani yaitu aerobik/olahraga yang berjalan terus menerus dan


berlangsung dalam waktu cukup lama serta dilakukan secara sadar, dimana
pelaksanaannya secara continous, rhytmical, interval, progresif dan endurance.
Sedangkan pemeliharaan kaki adalah usaha yang dilakukan dengan selalu
memperhatikan dan menjaga serta melakukan secara baik sebelum terjadi
gangguan/komplikasi yang dibagi menjadi 2 yaitu perawatan kaki dan latihan kaki.
Obat hypoglikemia adalah obat untuk pasien DM yang berguna untuk menurunkan
kadar glukosa dalam darah yang penggunaannya sesuai petunjuk dokter, obat ini
dibedakan menjadi dua yaitu obat tablet dan obat suntik.
Konseling keluarga adalah merupakan penerapan konseling pada situasi khusus
yang berfokus pada masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi keluarga
dan penyelenggaraannya melibatkan anggota keluarga. Keluarga sebagai faktor
kontribusi dalam pengelolaan anggota keluarga dengan DM. Faktor kontribusi
tersebut adalah pengetahuan. Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu
(Notoatmodjo, 1997). Salah satu penginderaan tersebut dapat dilakukan dengan
berbagai cara, salah satunya adalah dengan konseling keluarga. Pada
pelaksanaannya konseling ini akan merubah perilaku orang/keluarga. Dalam
pengelolaan anggota keluarga dengan DM konseling ini akan meningkatkan peran
keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga dengan DM.
Hipotesis
Ha dalam penelitian ini yakni :
Ada pengaruh konseling keluarga terhadap perbaikan peran keluarga dalam
pengelolaan anggota keluarga dengan DM.
BAB 4
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas tentang metode yang akan digunakan dalam penelitian
ini yang meliputi: 1) Desain penelitian, 2) Kerangka kerja 3) Populasi, sample dan
sampling, 4) Identivikasi variabel dan definisi operasional, 5) Pengumpulan dan
pengolahan data, 6) Masalah etika, dan 7) Keterbatasan.
Desain Penelitian
Desain penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk menjawab
pertanyaan penelitian dan mengantisipasi beberapa kesulitan yang mungkin timbul
selama proses penelitian (Burns & Goreve, 1991 :171)
Dalam penelitian ini menggunakan pre post test non control group design dimana
suatu kelompok sebelum dilakukan perlakuan tertentu ( x ) diberi pretest, kemudian
diberikan perlakuan dan sesudah perlakuan tersebut dilakukan post test atau suatu
pengukuran untuk mengetahui akibat dari perlakuan.
Subyek
Pre-test
Perlakuan
Post-test
K

O
X
O1
Keterangan :
K : Subyek
O : Pretest (sebelum konseling)
X : Perlakuan (konseling)
O1 : Post test (sesudah Konseling)
Gambar 4.1 Desain penelitan pre post test non control group design pada
penelitian yang berjudul Pengaruh konseling keluarga terhadap perbaikan peran
keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga dengan DM.
Kerangka Kerja
Gambar 4.2 Kerangka kerja penelitian dengan judul Pengaruh konseling keluarga
terhadap perbaikan peran keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga dengan
DM.
Populasi, Sampel dan Sampling
Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari obyek penelitian atau yang akan diteliti
(Notoatmodjo, 1993 :35)
Populasi dalam penelitian ini adalah semua keluarga dengan salah satu anggota
keluarga menderita Diabetes Mellitus yang ada diwilayah kerja Puskesmas Torjun
sampang.
Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang diteliti dengan sampling tertentu untuk
bisa memenuhi/mewakili populasi (Nursalam & S. Pariani, 2001: 64).
Kriteria Inklusi dalam penelitian ini:
Keluarga bersedia untuk diteliti
Keluarga yang mendapatkan konseling suami, istri, anak ,cucu dan lain-lain.
Keluarga dengan salah satu anggota keluarga menderita Diabetes Mellitus
Kriteria Ekslusi dalam penelitian ini:
Keluarga tidak bersedia untuk diteliti
Keluarga yang tidak mendapatkan konseling
Keluarga yang tidak/kurang memperhatikan keluarga yang menderita daibetes
mellitus
Besar sampel adalah banyaknya anggota yang akan dijadikan sampel (Chandra,
1995: 41)
Sehubungan dengan keterbatasan biaya dan waktu yang dimiliki peneliti, sehingga
tidak memungkinkan mengambil semua populasi. Oleh karena itu kami mengambil
sampel yang kami anggap representatif, 30 keluarga dengan salah satu anggota
keluarga menderita Diabetes Mellitus dengan perhitungan:

Sampling
Sampling adalah suatu proses dalam penyeleksi porsi dan populasi untuk dapat
mewakili populasi (Nursalam & S, Pariani, 2001: 66)
Penelitian ini menggunakan purposive sampling. Pada sampling ini dipilih keluarga
yang memenuhi criteria dan dapat mewakili karakteristik populasi yaitu keluarga
dengan salah satu anggota keluarga menderita Diabetes Mellitus. (Nursalam & Siti
Pariani, 2001)
Idetintifikasi Variabel
Variabel Independen
Variabel Independen adalah factor yang diduga mempengaruhi variabel dependen
(Nursalan & S, Pariani, 2001)
Variabel independen adalah konseling keluarga yang meliputi :
1.Pengertian
Konseling keluarga adalah penerapan konseling pada situasu khusus yang berfokus
pada masalah masalah yang berhubungan dengan situasi keluarga dan
penyelenggaraannya melibatkan anggota keluarga.
2.Pendekatan konseling keluarga
Dalam pelaksanaannya konseling keluarga dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu;
Pendekatan system keluarga, Keluarga bermasalah jika keluarga itu tidak berfungsi.
Pendekatan Conjoint, keluarga menjadi bermasalah jika tidak mampu melihat dan
mendengarkan keseluruhan yang dikomunikasikan anggota keluarga yang lain.
Pendekatan Struktural, masalah keluarga sering terjadi karena struktur keluarga dan
pola transaksi yang dibangun tidak tepat, dimana batas - batas antara subsistem
dari system keluarga itu tidak jelas.
3.Tujuan konseling keluarga
Secara umum tujuan konseling keluarga adalah:
Memfasilitasi komunikasi fikiran dan perasaan antar anggota keluarga.
Mengganti gangguan, ketidakfleksibelan peran dan kondisi.
Memberi pelayanan sebagai model dan pendidikan peran tertentu yang ditujukan
kepada anggota keluarganya yang lain.
4.Bentuk konseling keluarga
Memandang klien sebagai pribadi dalam konteks system yaitu klien merupakan
bagian dalam system.
Berfokus pada saat ini yaitu bahwa pelaksanaan konseling adalah mengatasi
masalah yang dihadapi pada saat ini, bukan masa lampau.
5.Proses dan tahap konseling keluarga
Dalam pelaksanaan konseling pada keluarga terjadi beberapa tahap yaitu:
a.Sesi pengenalan
b.Sesi pengajaran
c.Sesi model
d.Sesi terapis/trial
e.Sesi penerapan dan evaluasi
Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel respon atau out put (Nursalam & S. Pariani,

2001: 42).
Variabel dependen adalah pengelolaan pasien dengan Diabetes Mellitus yang
meliputi :
1.Perencanaan makan
Penyusunan menu, yang disesuaikan dengan kebutuhan penderita.
Jadwal makan,yang terdiri dari 3x makanan utama dan 3x makanan antara (snack)
Porsi makan,dengan menggunakan porsi kecil tapi sering.
Komposisi menu
Komposisi standar penderita Diabetes Mellitus
Karbohidrat : 60-70%
Protein : 10-15%
Lemak : 20-75%
Jumlah kandungan kolestrol <300mg/hari
Jumlah kandungan serat 25-30mg/hari
Garam secukupnya
Pemanis secukupnya
2.Latihan Jasmani
Jenis latihan jasmani yang dilakukan haruslah bersifat kontinyu, rhythmical, interval,
progresive dan endurance.
Waktu pelaksanaan terus menerus secara berkesinambungan
3.Pemeliharaan kaki
Perawatan kaki meliputi;
Pembersihan kaki
Pemberian lotion
Pemakaian alas kaki
Pemilihan sepatu
Pemotongan kuku
Latihan kaki,yang dapat dilakukan adalah :
Jalan cepat
Bediri dengan tegak kaki bagian depan
4.Obat hipoglikemia
Jenis obat hipoglikemia:
Oral
Waktu paruh obat oral:
Short-acting : 4 jam, diberikan 1-3 X/hari
Intermediate : 5-8 jam, diberikan 1-2 X/hari
Long-acting : 24-36jam, diberikan tiap hari
Cara minum obat hipoglikemia
Pemakaian 1 X hari: pagi hari
Pemakaian 2 X hari: pagi &siang hari
Pemakaian 3 X hari: pagi, siang, dan malam hari
Suntikan
Indikasi:

Penderita DM tipe I
Penderita DM dengan ganggren
Ketoasidosis
Koma diabetikum
DM dengan kehamilan
DM dengan penurunan berat badan cepat
Tidak berhasil dengan tablet hipoglikemik
DM yang disertai gangguan hati dan ginjal
Cara penyuntikan:
Intra Muscular
Subcutan
Intra Vena
Tempat penyuntikan:
Lengan bagian atas
Dinding perut
Paha dan pantat

Definisi Operasional
Variabel
Defenisi operasional
Parameter
Alat
ukur
Skala
Skor
Variabel dependent pengelolaan pasien dengan Diabetes Mellitus
1.Perencanaan makan

2.Latihan jasmani

3.Pemeliharaan kaki

4.Obat hipoglikemia

Variabel Independent
Konseling keluarga

Perencanaan
makan adalah penyesuaian pola makan dengan kebutuhan kalori penderita sesuai
dengan usia, berat badan (status gizi), aktivitas sehari hari, jenis kelamin serta
beratnya penyakit yang diderita

Latihan jasmani adalah suatu aktivitas tubuh yang dilakukan secara teratur dan
berkesinambungan pada penderita dengan harapan terjadi penurunan glukosa

darah

Pemeliharaan kaki adalah usaha yang ditujukan untuk kesehatan serta kekuatan
pada kaki penderita DM.

Obat hipoglikemi adalah obat yang digunakan menurunkan kadar glukosa dalam
darah yang penggunaannya sesuai dengan petunjuk dokter.

Konseling keluarga adalah penerapan konseling pada situasi khusus yang berfokus
pada masalah-masalah keluarga yang berhubungan dengan situasi keluarga dan
penyelenggaraanya melibatkan keluarga

Perencanaan makan pada pasien Diabetes Mellitus meliputi :


Penyusunan menu seimbang
Jadwal makan
Porsi makan
Komposisi menu
Karbohidrat :60-70% Protein :10-15%
Lemak : 20 75%

Jumlah kandungan kolesterol < 300mg/hr


Garam dan pemanis secukupnya
Latihan jasmani pada pasien DM adalah latihan yang bisa memperbaiki kesegaran
jasmani yang bersifat :
Continue (terus menerus)
Rhytmical (berirama dan teratur)
Interval latihan (berselang-seling)
Progressive (bertahap)
Endurance
( kesegaran)
Pemeliharaan kaki meliputi:
Perawatan kaki pembersihan kaki pemberian lotion pemakaian alas kaki
pemeliharaan sepatu pemotongan kuku secara teratur.
Latihan kaki,jalan cepat setiap hari - 1 jam, berjalan ditempat dengan
menggunakan jari jari kaki.
Obat hipoglikemi pada penderita DM ada dua yaitu oral dan suntikan.
Pada obat oral, obat hipoglikemia mempunyai: waktu paruh short acting,
Intermediate, longacting
Cara minum obat sesuai dosis. Obat oral hipoglikemia tidak boleh diminum pada
malam hari untuk menghindari hipoglikemia pada waktu tidur.
Diminum jam sebelum makan.
Pada obat jenis suntik biasanya diberikan pada: penderita DM tipe I
DM dengan ganggren ketoasidosis dan koma DM dengan kehamilan BB penderita
menurun cepat, tidak berhasil dengan tablet hipoglikemik dan disertai gangguan
hati dan ginjal.
Cara penyuntikan: IM IV SC
Tempat penyuntikan: lengan atas dinding perut paha dan pantat
Konseling keluarga meliputi :
a.Pendekatan konseling keluarga
Pendekatan system keluarga
Pendekatan conjoint
Pendekatan struktural
b.Tujuan konseling keluarga
Memfasilitasi komunikasi fikiran dan perasaan antar anggota keluarga
Mengganti gangguan ketidakfleksibelan peran dan kondisi keluarga
Memberi pelayanan sebagai model dan pendidikan peran tertentu terhadap
anggota keluarga yang lain
c.Bentuk konseling keluarga
Memandang klien sebagai pribadi dalam konteks sistem
Berfokus pada saat ini

d.Proses dan tahapan konseling keluarga


Sesi pengenalan
Sesi Pengajaran
Sesi model
Sesi Terapis / trial
Sesi penerapan

K
U
I
S
I
O
N
E
R

K
U
E
S
I.
O
N
E
R

K
U
E
S
I
O
N
E
R

K
U
E
S
I
O
N
E
R

O
R
D
I
N
A
L

O
R
D
I
N
A
L

O
R
D
I
N
A
L

O
R
D
I
N
A
L

Jawaban ya dari 5 item yang ada :


76 100 %:Baik
56 75 % :cukup
55 % : Kurang

Jawaban ya dari 6 item yang ada :


76 100 %:Baik

56 75 % :cukup
55 % : Kurang

Jawaban ya pada 6 item yang ada :


76 100 %:aik
56 75 % :cukup
55 % : Kurang

Jawaban ya dari 7 item yang ada :


76 100 %:Baik
56 75 % :cukup
55 % : Kurang

Pengumpulan dan pengolahan data


Instrumen
Pengumpulan data dalam pen elitian ini melalui observasi dan kuestioner pada
keluarga yang akan diteliti, instrumen yang digunakan adalah instrumen kuestioner
denga jenis pertanyaan Matrix Question. Semua pertanyaan berjumlah 25 dengan
jawaban ya dan tidak .
Lokasi
Lokasi penelitian adalah wilayah kerja Puskesmas Torjun yang terdiri dari 2 Desa
yaitu Desa Dulang yang terbagi Dusun Sreseh dan Dusun Roytoroy.
Prosedur
Responden (keluarga) yang diintervensi untuk diberikan konseling keluarga,
sebelumnya dilakukan kunjungan rumah untuk observasi langsung dengan
perkenalan, penyampaian maksud dan tujuan. Kemudian diberikan pre test. Setelah
itu baru diberikan konseling peran keluarga terhadap pengelolaan anggota keluarga
dengan DM. Setelah 3 4 minggu responden (keluarga) diobservasi dan diberikan
post test.
Cara analisis data
Kuasioner yang telah diisi oleh respoden diberi kode sesuai criteria yang ditentukan,
didistribusikan dan dianalisa secara kwantitatif. Selanjutnya data diuji dengan

analisa uji statistik korelasi kendal Tau () Untuk mencari koefisien korelasi parsial.
Rumus dasar yang digunakan adalah sebagai berikut :
Di mana:
= Koefisien korelasi biserial kendal Tau yang besarnya (-1<0<1)
A = Jumlah rangking atas
B = Jumlah rangking bawah
N = Jumlah anggota sampel
Uji signifikan koefisien korelasi menggunakan rumus z, karena distribusinya
mendekati distribusi normal. Rumusnya adalah sebagai berikut :
Masalah Etika
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mendapatkan rekomendasi dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Sampang, Kepala Puskesmas Torjun dan Kepala Desa Dulang.
Setelah mendapat persetujuan barulah melakukan penelitian dengan menekankan
masalah etika yang meliputi:
Lembar persetujuan menjadi responden
Lembar persetujuan diberikan kepada subyek yang akan diteliti. Peneliti
menjelaskan maksud dan tujuan riset yang dilakukan serta dampak yang mungkin
terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika keluarga bersedia diteliti, maka
harus menandatangani lembar persetujuan tersebut, jika keluarga menolak untuk
diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak haknya.
Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan keluarga, peneliti tidak mencantumkan namanya pada
lembar pengumpulan data, cukup dengan memberikan nomer kode pada masing
masing lembar tersebut.
Confidentiallity ( kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi keluarga dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu
saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil riset.
Keterbatasan
Keterbatasan adalah kelemahan atau hambatan dalam penelitian (Burns & Grove,
1991, 121). Dalam penelitian ini, keterbatasan yang dihadapi peneliti adalah:
1.Sampel yang digunakan terbatas pada keluarga dengan anggota keluarga
menderita dibetes mellitus di wilayah kerja Puskesmas Torjun saja, sehingga kurang
representatif untuk mewakili keluarga dengan anggota keluarga menderita Diabetes
Mellitus yang ada diwilayah lain.
2.Instrumen pengumpulan data dirancang oleh peneliti sendiri tanpa melakukan uji
coba, oleh karena itu validitas dan realibilitasnya masih perlu diuji coba.
3.Penelitian ini hanya dilakukan selama satu bulan dengan pelaksanaan hari
pertama datang memberikan pretest dan konseling kemudian datang lagi hari
ketiga puluh untuk memberikan post test, sehingga kurang dapat menggambarkan
pengaruh konseling keluarga terhadap peran keluarga dalam pengelolaan anggota
keluarga dengan Diabetes Mellitus, karena terbatasnya waktu.

BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
Pada bab ini akan dideskripsikan hasil penelitian dan pembahasan sesuai dengan
tujuan penelitian. Hasil penelitian meliputi gambaran umum, lokasi penelitian,
karakteristik demografi responden berdasarkan status dalam keluarga, umur, jenis
kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan dan penghasilan
keluarga. Gambaran pengelolaan anggota keluarga yang menderita DM baik
sebelum dan sesudah dilakukan konseling, yang meliputi perencanaan makan,
latihan jasmani, perawatan kaki dan obat hypoglikemia. Hasil penelitan yang telah
didapatkan kemudian dibahas dengan mengacu pada tujuan dan landasan teori
pada bab 2.
Hasil penelitian
Di dalam hasil penelitian ini akan diuraikan tentang gambaran umum lokasi
penelitian, karakteristik responden dan pengelolaan pasien DM, yaitu sebagai
berikut :
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Torjun. Jumlah keluarga dengan
salah satu anggota keluarga menderita DM pada saat pengambilan data tanggal 7 11 Mei 2009 berjumlah 42 keluarga sedangkan jumlah keluarga yang diambil sesuai
dengan kriteria inklusi sebanyak 30 keluarga.
Karakteristik Demografi Responden
Karakteristik demografi responden sebelum dan sesudah konseling keluarga akan
diuraikan berdasarkan status dalam keluarga, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan dan penghasilan keluarga.
1.Distribusi responden berdasarkan status dalam keluarga
Gambar 5.1 Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan status dalam keluarga di
wilayah kerja PKM Torjun pada bulan Mei 2009.
Berdasarkan gambar 5.1 di atas, responden sebagian besar berstatus anak dalam
keluarga yaitu berjumlah 11 orang ( 36,7 %) dan yang paling sedikit adalah
responden yang berstatus sebagai kepala keluarga yaitu 9 orang (30 %)
2.Distribusi responden berdasarkan umur
Gambar 5.2 Diagram Pie Distribusi responden konseling berdasarkan umur di
wilayah kerja PKM Torjun pada bulan Mei 2009

Berdasarkan gambar 5. 2 di atas, responden berumur > 50 tahun yaitu 18 orang


(60%) dan yang paling sedikit adalah responden yang berumur antara 20 29
tahun yaitu 2 orang (6,7%)
3.Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin
Gambar 5.3 Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin di wilayah

kerja PKM Torjun Sampang pada bulan Mei 2009.


Berdasarkan gambar 5,3 di atas, responden berjenis kelamin perempuan sebanyak
18 orang (60%) dan yang laki-laki berjumlah 12 orang (40%)
4.Distribusi Responden berdasarkan status perkawinan
Gambar 5.4 Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan status perkawinan di
wilayah kerja PKM Torjun Sampang pada bulan Mei 2009.

Berdasarkan gambar 5.4 di atas, responden sebagian besar adalah kawin yaitu 29
orang (96,66%) dan yang paling sedikit belum kawin yaitu 1 orang (3,34 %)
sedangkan duda/janda tidak ada.
5.Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan
Gambar 5.5 Diagram Pie Distribusi responden konseling berdasarkan tingkat
pendidikan di wilayah kerja PKM Torjun Sampang pada bulan Mei 2009.
Berdasarkan gambar 5.5 di atas, responden sebagian besar mempunyai tingkat
pendidikan SLTP yaitu sebanyak 19 orang (63,34%), sedangkan paling sedikit
adalah responden dengan tingkat pendidikan SD yaitu 4 orang (13,34%)
6.Distribusi responden berdasarkan pekerjaan
Gambar 5. 6 Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan pekerjaan di wilayah
kerja PKM Torjun Sampang pada bulan Mei 2009.
Berdasarkan gambar 5.6 di atas, responden sebagian besar tidak bekerja (sebagai
ibu rumah tangga) yaitu berjumlah 15 orang (50%), sedangkan yang paling sedikit
adalah bekerja sebagai pegawai negeri yaitu berjumlah 2 orang (6,67%).
7.Distribusi responden berdasarkan penghasilan
Gambar 5.7 Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan penghasilan di wilayah
kerja PKM Torjun Sampang pada bulan Mei 2009.
Berdasarkan gambar 5.7 di atas, responden sebagian besar mempunyai
penghasilan sebesar Rp. 500.000 Rp. 1.000.000 yaitu sebanyak 21 orang (70%),
dan yang berpenghasilan < Rp250.000, Rp. 250.000 Rp. 500.000 dan > Rp.
1.000.000 adalah masing-masing 3 orang (10%).
Pengelolaan anggota keluarga dengan DM
Berikut akan disajikan mengenai data pengaruh konseling keluarga terhadap
pengelolaan pasien DM yang terdiri dari 4 komponen yaitu :
1.Pengaruh konseling terhadap perencanaan makan pasien DM
Peran keluarga dalam perencanaan makan pada anggota keluarga dengan DM
sebelum dan sesudah konseling disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 5.1 Tabel data peran keluarga dalam perencanaan makan pada anggota
keluarga dengan DM sebelum dan sesudah dilakukan konseling di Wilayah Kerja
Puskesmas Torjun Sampang pada bulan Mei 2009.
Kriteria
Pre test
Post test
Baik
7
23,3%
30
100,0%
Cukup
10
33,3%
0
0,0%
Kurang
13
43,3%
0
0,0%
Jumlah
30
100%
30
100%
Berdasarkan tabel 5.1 di atas dapat diketahui sebelum dan sesudah dilakukan
konseling keluarga terdapat perbaikan peran keluarga dalam perencanaan makan
pada anggota keluarga dengan DM, yang ditunjukkan dengan perubahan yang
berarti pada semua kriteria. Pada data pre test diperoleh data pada kriteria kurang
sebanyak 13 orang (43,3%) sedangkan pada post test diperoleh data pada kriteria
kurang adalah 0 (0%). Untuk kriteria cukup diperoleh data sebanyak 10 orang
(33,3%) pada pre test dan 0 (0%) pada data post test. Pada kriteria baik diperoleh
data 7 orang (23,3%) pada pre test, sedangkan pada post test data yang diperoleh
sebanyak 30 orang (100%). Dari data tersebut diperoleh nilai rata-rata perubahan
yang terjadi setelah dilakuan konseling pada perencanaan makan 1,2 tingkat.
Hasil uji statistik menggunakan uji Kendal tau sebelum dan sesudah dilakukan
konseling keluarga didapatkan korelasi antara konseling keluarga dengan
perencanaan makan dan memiliki nilai koefisien korelasi 0,734 (berada dalam
rentang -1 sampai 1), ini menunjukkan bahwa kedua variabel memiliki hubungan
yang positif. Signifikansi (2-tailed) menunjukkan nilai 0,000 (< 0,05), ini
menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara konseling

keluarga dengan perubahan dalam perencanaan makan pada anggota keluarga


dengan DM atau H1 diterima.
2.Latihan jasmani pada anggota keluarga dengan DM
Peran keluarga dalam latihan jasmani pada anggota keluarga dengan DM sebelum
dan sesudah dilakukan konseling keluarga disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 5.2 Tabel data peran keluarga dalam latihan jasmani pada anggota keluarga
dengan DM sebelum dan sesudah dilakukan konseling di Wilayah Kerja Puskesmas
Torjun Sampang pada bulan Mei 2009.
Kriteria
Pre test
Post test
Baik
0
0,0%
29
96,7%
Cukup
9
30,0%
1
3,3%
Kurang
21
70,0%
0
0,0%
Jumlah
30
100%
30
100%
Berdasarkan tabel 5.2 di atas dapat diketahui sebelum dan sesudah dilakukan
konseling keluarga terdapat perbaikan peran keluarga dalam latihan jasmani pada
anggota keluarga dengan DM, dimana hal tersebut ditunjukkan kriteria kurang pada
data pre test sebanyak 21 orang (70%) dan pada post test menjadi menjadi 0 (0%).
Untuk kriteria cukup pada data pre test diperoleh data sebanyak 9 orang (30%) dan
sebanyak 1 orang (3,3%) pada data post test. Sedang pada kriteria baik pada pre
test didapat data 0 (0%) dan pada post test sebanyak 29 orang (96,7%). Dari data
tersebut diperoleh nilai rata-rata peningkatan 1,7 tingkat.
Hasil uji statistik menggunakan uji Kendal tau sebelum dan sesudah dilakukan
konseling keluarga didapatkan korelasi antara konseling keluarga dengan latihan
jasmani dan memiliki nilai koefisien korelasi 0,892 (berada dalam rentang -1 sampai

1), ini menunjukkan bahwa kedua variabel memiliki hubungan yang positif.
Signifikansi (2-tailed) menunjukkan nilai 0,000 (< 0,05), ini menunjukkan bahwa
terdapat korelasi positif yang signifikan antara konseling keluarga dengan
perubahan dalam latihan jasmani pada anggota keluarga dengan DM atau H1
diterima.
3.Pemeliharaan kaki pada anggota keluarga dengan DM
Peran keluarga dalam pemeliharaan kaki pada anggota keluarga dengan DM
sebelum dan sesudah konseling keluarga disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 5.3 Tabel data peran keluarga dalam pemeliharaan kaki pada anggota
keluarga dengan DM sebelum dan sesudah dilakukan konseling di Wilayah Kerja
Puskesmas Torjun Sampang pada bulan Mei 2009.
Kriteria
Pre test
Post test
Baik
0
0,0%
29
96,7%
Cukup
13
43,0%
1
3,3%
Kurang
17
56,7%
0
0,0%
Jumlah
30
100%
30
100%
Berdasarkan tabel 5.3 di atas dapat diketahui sebelum dan sesudah dilakukan
konseling keluarga terdapat perbaikan peran keluarga dalam pemeliharaan kaki
pada anggota keluarga dengan DM, dimana perubahan yang berarti tersebut
ditunjukkan dengan data pre test pada kriteria kurang sebanyak 17 orang (56,7%)
menjadi 0 (0%) pada post test. Untuk kriteria cukup pada data pre test diperoleh
data 13 orang (43%) dan sebanyak 1 orang (3,3%) pada post test. Sedangkan pada
kriteria baik pada pre test diperoleh data 0 (0%) dan sebanyak 29 orang (96,7%)
pada post test. Nilai rata-rata peningkatan yang diperoleh dari pre test dan post test

adalah 1,5 tingkat.


Hasil uji statistik menggunakan uji Kendal tau sebelum dan sesudah dilakukan
konseling keluarga didapatkan korelasi antara konseling keluarga dengan
pemeliharaan kaki dan memiliki nilai koefisien korelasi 0,877 (berada dalam rentang
-1 sampai 1), ini menunjukkan bahwa kedua variabel memiliki hubungan yang
positif. Signifikansi (2-tailed) menunjukkan nilai 0,000 (< 0,05), ini menunjukkan
bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara konseling keluarga dengan
perubahan dalam pemeliharaan kaki pada anggota keluarga dengan DM atau H1
diterima.
4.Obat hypoglikemia pada anggota keluarga dengan DM
Peran keluarga dalam pengelolaan obat hypoglikemia pada anggota keluarga
dengan DM sebelum dan sesudah konseling keluarga disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 5.4 Tabel data peran keluarga dalam pengelolaan obat hypoglikemia pada
anggota keluarga dengan DM sebelum dan sesudah dilakukan konseling di Wilayah
Kerja Puskesmas Torjun Sampang pada bulan Mei 2009.
Kriteria
Pre test
Post test
Baik
4
13,3%
26
86,7%
Cukup
10
33,3%
4
13,3%
Kurang
16
53,3%
0
0,0%
Jumlah
30
100%
30
100%
Berdasarkan tabel 5.4 di atas dapat diketahui sebelum dan sesudah dilakukan
konseling keluarga terdapat perbaikan peran keluarga dalam pengelolaan obat
hypoglikemia pada anggota keluarga dengan DM, dimana hal tersebut ditunjukkan
dengan data pre test dan post test pada semua kriteria. Untuk kriteria kurang pada

pre test diperoleh data sebanyak 16 orang (53,3%) dan 0 (0%) pada post test,
sedangkan pada kriteria cukup pada pre test diperoleh data sebanyak 10 orang
(33,3%) menjadi sebanyak 4 orang (13,3%) pada post test. Dan pada kriteria baik
diperoleh data pre test sebanyak 4 orang (13,3%) menjadi 26 (86,7%). Dari data pre
test dan post test terjadi penurunan pada kriteria cukup dari 33,3% menjadi 13,3%,
namun dari kesemua data pre test dan post test tersebut diperoleh nilai
peningkatan rata-rata 1,3 tingkat.
Hasil uji statistik menggunakan uji Kendal tau sebelum dan sesudah dilakukan
konseling keluarga didapatkan korelasi anatara konseling keluarga dengan
pengelolaan obat hypoglikemia dan memiliki nilai koefisien korelasi 0,720 (berada
dalam rentang -1 sampai 1), ini menunjukkan bahwa kedua variabel memiliki
hubungan yang positif. Signifikansi (2-tailed) menunjukkan nilai 0,000 (< 0,05), ini
menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara konseling
keluarga dengan perubahan dalam pengelolaan obat hypoglikemia pada anggota
keluarga dengan DM atau H1 diterima.
Pembahasan
Pada pembahasan ini akan diuraikan mengenai hasil penelitian yang telah
dilaksanakan dan dilakukan uji dengan Kendal tau dan analisa mengacu pada
landasan teori pada bab 2
Peran keluarga dalam pengelolaan anggota dengan DM yaitu:
Peran keluarga dalam perencanaan makan anggota keluarga dengan DM.
Peran keluarga dalam perencanaan makan pada keluarga dengan DM sebelum dan
sesudah dilakukan konseling keluarga dan dilakukan uji statistik dengan uji kendal
tau diperoleh hasil yang signifikan, yang berarti ada pengaruh antara konseling
keluarga dengan peran keluarga dalam perencanaan makan pada anggota keluarga
dengan DM yaitu adanya peningkatan peran keluarga dalam perencanaan makan.
Dalimartha Setiawan menyebutkan bahwa perencanaan makan sebenarnya
merupakan penyesuaian pola makan dengan kebutuhan kalori penderita sesuai
dengan usia, berat badan (status gizi), aktivitas sehari-hari, jenis kelamin, beratnya
penyakit yang diderita serta penyakit lainnya. Sehingga total kalori dan komposisi
makanan ditentukan dalam range (kisaran persentasi, bukan suatu angka mutlak).
Dalam penyusunan menu sebaiknya diusahakan mendekati kebiasaan makan
sehari-hari, sederhana, bervariasi dan mudah dilaksanakan, seimbang serta sesuai
kebutuhan dengan tidak mengesampingkan cara hidup, selera, adat serta
kebiasaan penderita. Kalau tidak pasti akan ditinggalkan (Dalimartha Setiawan,
2002). Jadwal makan penderita DM adalah porsi sering tapi sering. Hal ini
dimaksudkan untuk mencegah peningkatan kadar glukosa darah yang sekaligus
tinggi dan juga hipoglikemia bagi pemakai insulin, serta komposisi menu pada
makanan sehari-hari dianjurkan seimbang antara karbohidrat, protein, lemak, sayur
dan buah-buahan.
Apabila terjadi keseimbangan antara makanan yang masuk dengan kebutuhan, dan
kemampuan tubuh untuk mengolahnya maka diharapkan glukosa darah terkontrol
dalam batas-batas normal. Selain itu juga tersedia cukup tenaga untuk kegiatan
sehari-hari penderita dan berat badan juga ideal.

Peran keluarga dalam latihan jasmani pada anggota keluarga dengan DM.
Sebelum dan sesudah dilakukan konseling keluarga dan dilakuakn uji statistik
dengan uji kendal tau diperoleh hasil yang signifikan dimana ada pengaruh antara
konseling keluarga dengan peran keluarga dalam latihan jasmani pada anggota
keluarga dengan DM. Hubungan ini ditujukan dengan adanya perubahan ke arah
yang lebih baik pada peran keluarga dalam latihan jasmani pada anggota keluarga
dengan DM. Menurut Dalimartha Setiawan (2002), yang dimaksud dengan latihan
jasmani bagi penderita DM adalah Aerobik yaitu olahraga yang berjalan terus
menerus dan berlangsung dalam waktu cukup lama serta dilakukan secara sadar.
Untuk penderita yang tergantung insulin ringan atau sedang latihan jasmani bisa
dilakukan dengan aman, tapi bagi penderita ya
mempunyai resiko atau disertai komplikasi maka latihan jasmani sebaiknya
dikonsultasikan ke dokter terlebih dahulu. Latihan jasmani dilakukan selama 50 60
menit, dan selama latihan denyut nadi harus mencapai zona latihan yaitu denyut
nadi yang harus dicapai selama latihan untuk memperoleh suatu manfaat. Untuk
mengetahui denyut nadi yang diperbolehkan selama latihan, dapat dihitung dengan
rumus :
Denyut nadi maximal = 220 umur
Zona latihan = 70 85 % dari denyut nadi maximal
Latihan jasmani sebaiknya dilakukan sesuai dengan program CRIPE yaitu :
Continuous : Latihan jasmani dilakukan secara terus menerus selama 50 60 menit
tanpa berhenti.
Rhytmical : Latihan dilakukan secara berirama dan teratur.
Interval : Latihan dilakukan berselang seling, kadang cepat, kadang lambat tetapi
tanpa berhenti.
Progresive : Latihan dilakukan secara bertahap dengan beban latihan ditingkatkan
perlahan lahan.
Endurance : Latihan ketahanan untuk meningkatkan kesegaran jantung dan
pembuluh darah
Manfaat dari latihan jasmani adalah untuk kesegaran tubuh, membuang kelebihan
kalori, mengontrol glukosa darah, mengurangi kebutuhan obat atau insulin, dan
untuk penderita yang beresiko latihan jasmani berguna untuk menurunkan tekanan
darah tinggi, mengurangi resistensi insulin, dan memperbaiki profil lemak darah
yang terganggu.
Manfaat ini akan diperoleh apabila latihan jasmani dilakukan secara teratur dan
berkesinambungan.
Peran keluarga dalam pemeliharaan kaki pada anggota keluarga dengan DM
Sebelum dan sesudah dilakukan konseling keluarga serta dilakukan uji statistik
dengan uji kendal tau diperoleh hasil yang signifikan yang berarti ada pengaruh

antara konseling keluarga dengan peran keluarga dalam pemeliharaan kaki dengan
ditunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik pada peran keluarga delam
pemeliharaan kaki. Pemeliharaan kaki adalah usaha yang dilakukan dengan selalu
memperhatikan dan menjaga kebersihan, serta melakukan latihan secara baik
sebelum terjadi gangguan atau komplikasi (Dalimartha Setiawan, 2002 : 31 ).
Dalam pemeliharaan kaki ada dua hal yang harus diperhatikan yaitu : 1) Perawatan
Kaki, yaitu segala usaha yang dilakukan untuk menjaga kebersihan kaki. Langkah
langkahnya meliputi periksalah kaki tiap hari untuk menemukan lecet atau luka
secara dini, cuci kaki setiap hari dengan air hangat dan sabun, lalu keringkan
terutama sela jari, oleskan cream atau lotion pelembut untuk kaki yang pecah
pecah tapi hindari sela jari, gunakan alas kaki baik didalam maupun luar rumah,
gunakan kaos kaki tiap hari, gunakan sepatu yang sesuai, jangan terlalu sempit.
Dan periksa sepatu setiap hari untuk menghindari hal yang menyebabkan luka pada
kaki, gunting kuku secara melintang. Bila terjadi infeksi segera ke dokter, jangan
mengompres atau merendam kaki dengan air panas karena respon panas pada kaki
menurun sehingga tidak terasa jika sampai melepuh; 2) Latihan Kaki, menurut
Dalimartha Setiawan (2002) yang dimaksud latihan kaki yaitu gerakkan yang
dilakukan untuk melatih jari dan otot kedua kaki serta mengaktifkan aliran darah,
dimana dilakukan secara teratur. Latihan kaki yang dapat dilakukan antara lain
berjalan cepat setiap hari selama - 1 jam dengan jarak tempuh yang makin hari
makin jauh.Latihan kaki setiap kali dilakukan sampai 10 kali hitungan dan dapat
diulang bila perlu dan penderita tidak merasa lelah.
Pada pelaksanaannya pemeliharaan kaki ini akan memperoleh hasil jika dilakukan
secara teratur dan terus menerus serta secara dini.
Peran keluarga dalam pengelolaan obat hypoglikemia pada anggota keluarga
dengan DM
Sebelum dan sesudah dilakukan konseling keluarga serta dilakukan uji statistik
dengan uji kendal tau diperoleh hasil yang signifikan yang berarti ada pengaruh
antara konseling keluarga dengan peran keluarga dalam pengelolan obat
hypoglikemia dengan adanya peningkatan peran keluarga dalam pengelolaan obat
hypoglikemia. Menurut Dalimarta Setiawan, (2002) obat hypoglikemia adalah obat
untuk penderita DM yang berguna untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah
yang penggunaannya sesuai petunjuk dokter. Ada dua macam obat hipoglikemik,
yaitu berupa suntikan dan tablet dapat diminum dan biasa disebut OHO atau OAD.
1) Obat tablet, yang dimaksud obat tablet adalah obat yang cara penggunaannya
dengan diminum. Berdasar waktu paruh masing masing OHO, obat dibagi atas
tiga jenis :
Short acting : waktu paruh 4 jam, diberikan 1 3 x/hari
Intermediate : waktu paruh 5 8 jam, diberikan 1 2 x/hari.
Long acting : waktu paruh 24 36 jam, diberikan tiap pagi.
Cara minum obat dengan dosis terbagi adalah:
Pemakaian 1 x/hari : pagi hari
Pemakaian 2 x/hari : pagi dan siang hari
Pemakaian 3 x/hari : pagi, siang dan sore hari

Apabila obat jenis intermediate perlu diberikan 2x/hari, sedangkan penderita butuh
3 tablet maka obat diberikan pagi hari dua tablet dan siang satu tablet. Golongan
obat ini tidak diminum pada malam hari karena akan menyebabkan hypoglikemia
serta menyebabkan dikeluarkannya beberapa hormon misal katekolamin, kortisol
dan growth hormon, dimana dalam jangka lama akan mempercepat kerusakan
pembuluh darah. Untuk menambah khasiat menurunkan kadar glukosa darah, maka
obat diminum jam sebelum makan. 2) Obat Suntik / Insulin, yaitu obat anti
hypoglikemia yang pemberiannya melalui suntikan, baik secara intra muscular,
subcutan maupun intra vena. Obat jenis ini biasanya diberikan pada penderita DM
tipe I, DM dengan gangren, ketoasidosis, koma, DM dengan kehamilan, berat badan
penderita menurun cepat,tidak berhasil dengan tablet hypoglikemik,dan DM yang
disertai gangguan hati dan ginjal. Tempat atau lokasi penyuntikan insulin adalah
lengan atas, dinding perut, paha dan pantat.
Untuk memperoleh khasiatnya yang optimal maka sebaiknya penderita mencermati
cara-cara/aturan obat anti DM yang digunakan baik itu OHO maupun suntikan.
Peran keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga dengan DM
Sebelum dan sesudah dilakukan konseling kemudian dilakukan uji statistik dengan
uji kendal tau diperoleh hasil yang signifikan yang berarti ada pengaruh antara
konseling keluarga dengan peran keluarga dalam pengelolan anggota keluarga
dengan DM. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh antara konseling keluarga
dengan peran keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga dengan DM yang
ditunjukkan adanya perubahan ke arah yang lebih baik. Untuk dapat berhasil
mengelola pasien dengan baik diperlukan perencanaan yang matang berupa tujuan
jangka pendek, tujuan jangka panjang, tindakan dan kegiatan yang dilakukan,
pemeriksaan berkala, serta penyuluhan. Berikut ini perencanaan yang dimaksud : 1)
Tujuan jangka pendek, yaitu menghilangkan keluhan dan gejala penyakit Diabetes
Mellitus, 2) Tujuan jangka panjang, yaitu mencegah komplikasi kronis yang dapat
menyerang pembuluh darah, jantung, ginjal, mata, syaraf, kulit dan kaki, 3)
Tindakan yang dilakukan adalah menormalkan kadar glukosa, lemak, insulin dalam
darah dan memberikan pengobatan bila terdapat penyakit kronis lainnya, 4)
Kegiatan yang dilakukan meliputi : Kunjungan pertama dilakukan pemeriksaan fisik
lengkap untuk mengetahui status gizi, komplikasi yang mungkin sudah timbul, dan
adanya penyakit kronis lainnya. Pemeriksaan fisik lengkap meliputi:
Pengukuran tinggi badan, berat badan, tekanan darah
Menanyakan dan mencari tanda gangguan syaraf seperti rasa
kesemutan
Memeriksa keadaan kaki dan denyut nadi
Pemeriksaan EKG
Rotgen dada
Pemeriksaan fundus mata.
Pemeriksaan laboratorium standart, yang meliputi:
a.Darah; darah rutin, gula darah puasa dan dua jam setelah makan, albumin,
kolesterol total, HDL & LDL kolesterol, HbA1c, kreatinin, SGPT (ALT) serta trigliserida.

b.Urine; sedimen, albumin, bakteri


c.Laboratorium tambahan yang sesuai dengan kebutuhan.
Pemeriksaan HbA1c, gula darah puasa dan dua jam setelah puasa setiap tiga bulan.
Pemeriksaan fisik lengkap diulang tiap satu tahun
Penyuluhan.
Sehubungan dengan peran dan tugas dalam kesehatan, keluarga diharapkan
memiliki kemampuan yang dapat mengatasi problem-problem kesehatan dalam
anggota keluarganya. Nasrul Efendy, (1997) menyatakan bahwa kemampuan yang
harus dimiliki oleh keluarga dalam melakukan tugas kesehatan keluarga tersebut
meliputi:
1.Mengenal masalah kesehatan keluarga
2.Mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat
3.Merawat anggota keluarga yang sakit
4.Memelihara lingkungan rumah yang dapat mempengaruhi kesehatan dan
perkembangan pribadi anggota keluarga yang sakit
5.Menggunakan sumber dimasyarakat guna memelihara kesehatan.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, maka keluarga perlua mendapatkan
konseling, dimana konseling keluarga merupakan salah satu penginderaan yang
bisa dilakukan untuk memperoleh pengetahuan. Menurut Latipun (2001) konseling
keluarga merupakan bagian penting dalam memperoleh perubahan perilaku yang
langgeng karena pada konseling keluarga, memandang bahwa keluarga tidak hanya
dilihat sebagai faktor yang menimbulkan masalah, dimana keluarga menjadi bagian
yang perlu dilibatkan dalam penyelesaian masalah, dimana keluarga dan anggota
yang lain merupakan suatu sistem yang saling mempengaruhi sehingga untuk
mengubah masalah yang dialami anggota keluarga diperlukan perubahan dalam
sistem keluarga lainnya dan permasalah yang akan dialami seorang anggota
keluarga akan lebih efektif diatasi jika melibatkan anggota keluarga yang lain.
Konseling ini akan memperoleh hasil yang baik apabila dilakukan secara teratur dan
berkesinambungan, sehingga diharapkan konseling keluarga tentang pengelolaan
anggota keluarga dengan DM yang diberikan pada keluarga dengan salah satu
anggota keluarga menderita DM akan dapat meningkatkan peran keluarga dalam
pengelolaan anggota keluarga yang menderita DM secara optimal.
Pengaruh konseling terhadap perbaikan peran keluarga dalam pengelolaan anggota
keluarga dengan DM
Konseling keluarga secara signifikan memberikan perubahan ke arah yang lebih
baik terhadap perbaikan peran keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga
dengan DM yang ditunjukkan dari data pre test dan post test yang kemudian
dilakukan uji dengan uji Kendal tau terhadap semua komponen pengelolaan
anggota keluarga dengan DM. Berdasarkan hasil penelitian keluarga sebagai sitem
pendukung utama yang memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan baik
sehat maupun sakit terhadap anggota keluarga yang lainnya mengacu pada konsep
tersebut, bila kita kaitkan dengan berbagai alasan ketidakmampuan dalam
melaksanakan tugas-tugas keluarga, maka perawat bertugas membantu keluarga
dalam melakukan 5 tugas keluarga dalam memahami kebutuhan kesehatan

anggotanya. Baylon dan Maglaya (1978) menyatakan bahwa 5 tugas keluarga


tersebut adalah :
a.Mengenal masalah kesehatan keluarga.
b.Mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat.
c.Merawat anggota keluarga yang sakit.
d.Memelihara lingkungan rumah yang dapat mempengaruhi kesehatan dan
perkembangan pribadi anggota keluarga .
e.Menggunakan sumber di masyarakat guna memelihara kesehatan.
Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah adalah dapat
mencegah (pencegahan primer), menanggulangi (pencegahan sekunder) dan
memulihkan (pencegahan tersier) untuk dapat menjalankan peran tersebut, maka
keluarga perlu mendapat konseling agar peran keluarga dalam pengelolaan anggota
keluarga dengan Diabetus Mellitus bisa optimal.
Menurut Latipun (2001) keberhasilan konseling pada pelaksanaannya dipengaruhi
oleh banyak faktor, salah satunya adalah yang berhubungan dengan karakteristik
subyek. Karakteristik tersebut adalah tingkat pendidikan dimana pendidikan
seseorang mempengaruhi cara pandang terhadap diri dan lingkungannya sehingga
akan berbeda cara menyikapi proses berlangsungnya konseling pada orang yang
berpendidikan tinggi dan yang berpendidikan rendah. Tingkat pendidikan responden
yang sebagian besar adalah tingkat menengah (SLTP) sehingga tingkat pemahaman
keluarga relatif cukup baik. Dengan demikikian keluarga cepat memahami
penjelasan yang dijelaskan oleh peneliti (sebagai konselor) pada pelaksanaan
konseling. Hal ini mendukung terjadinya perubahan peran dalam pengelolaan
anggota keluarga dengan DM ke arah yang lebih baik. Tetapi dalam penelitian ini
peneliti tidak dapat mengidentifikasi hubungan tingkat pendidikan dengan
peningkatan peran keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga dengan DM.
Materi dan pelaksanaan konseling yang dilakukan oleh peneliti dipersiapkan dengan
baik sesuai dengan kriteria pelaksanaan konseling keluarga, dimana hal ini
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan konseling yang
berhubungan dengan konselor dan proses konseling.
Selain tingkat pendidikan tingkat pengetahuan juga mempunyai kontribusi dalam
pengelolaan anggota keluarga dengan DM dimana orang yang berpengetahuan luas
atau mempunyai informasi lebih banyak tentang pengelolaan DM maka ia akan
mempunyai atau dapat berperan dalam keluarga. Peran tersebut akan menjadi
langgeng apabila didasari oleh suatu pengetahuan. Menurut Notoatmodjo (1997)
Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan pada suatu keluarga, karena dari
pengalaman dan penelitian, prilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Konseling keluarga merupakan salah satu penginderaan yang bisa dilakukan untuk
memperoleh pengetahuan. Menurut Latipun (2001) konseling keluarga merupakan
bagian penting dalam memperoleh perubahan perilaku yang langgeng karena pada
konseling keluarga, memandang bahwa keluarga tidak hanya dilihat sebagai faktor

yang menimbulkan masalah, dimana keluarga menjadi bagian yang perlu dilibatkan
dalam penyelesaian masalah, dimana keluarga dan anggota yang lain merupakan
suatu sistem yang saling mempengaruhi sehingga untuk mengubah masalah yang
dialami anggota keluarga diperlukan perubahan dalam sistem keluarga lainnya dan
permasalah yang akan dialami seorang anggota keluarga akan lebih efektif diatasi
jika melibatkan anggota keluarga yang lain.
Penelitian Roger (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi
perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, begitu
juga dengan keluarga yaitu 1) Awareness (kesadaran) dimana orang atau keluarga
tersebut menyadari dalam arti lebih mengetahui lebih dulu terhadap stimulus atau
obyek 2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau obyek tersebut, disini
sikap subyek sudah mulai timbul 3) Evaluasion (menimbang nimbang) terhadap
baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi diri atau keluarganya. Dalam hal ini sikap
responden sudah lebih baik lagi 4) Trial, dimana subyek sudah mulai mencoba
melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus 5) Adaption,
dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan
sikapnya terhadap stimulus.
Berdasarkan data, ulasan teori di atas perlu kiranya diberikan konseling secara
berkala dan berkesinambungan pada keluarga dengan anggota keluarga menderita
DM sebab kecukupan informasi yang dimiliki oleh keluarga akan meningkatkan
pengetahuan keluarga dimana hal ini akan menimbulkan kesadaran serta sikap
yang positif dari anggota keluarga yang lain dan dapat meningkatkan peran
keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga dengan DM.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan, dapat dirumuskan kesimpulan
sebagai berikut:
1.Peran keluarga dalam perencanaan makan pada anggota keluarga dengan DM
mengalami perbaikan setelah dilakukan konseling pada keluarga.
2.Peran keluarga dalam latihan jasmani pada anggota keluarga dengan DM
mengalami perbaikan setelah dilakukan konseling pada keluarga.
3.Peran keluarga dalam pemeliharaan kaki pada anggota keluarga dengan DM
mengalami perubahan yang lebih baik setelah dilakukan konseling keluarga.
4.Peran keluarga dalam pengelolaan obat hypoglikemia pada anggota keluarga
dengan DM mengalami perubahan ke arah yang lebih baik setelah dilakukan
konseling.
5.Ada pengaruh yang bermakna antara konseling keluarga terhadap perbaikan
peran keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga dengan DM di wilayah
Puskesmas Torjun Sampang dimana terjadi perbaikan peran keluarga pada
pengelolaan anggota keluarga dengan DM.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh konseling keluarga terhadap
perbaikan peran keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga dengan DM di

wilayah kerja Puskesmas Torjun Sampang, maka perlu kiranya dilakukan :


1.Pada keluarga dengan salah satu anggota keluarga menderita DM seyogyanya
diberikan konseling yang baik dan benar sebagai upaya untuk memperbaiki peran
keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga dengan DM.
2.Pada keluarga dengan salah satu anggota keluarga dengan DM, dan sesudah
berperan secara optimal hendaknya tetap diberikan konseling keluarga untuk
mempertahankan perannya yang baik.
3.Penelitian ini ditemukan adanya pengaruh yang bermakna konseling keluarga
terhadap perbaikan peran keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga dengan
DM, maka seyogyanya di setiap wilayah kerja Puskesmas dilakukan konseling
secara berkala dan berkesinambungan tentang peran keluarga dalam pengelolaan
keluarga dengan DM.
4.Perlu kiranya diadakan penelitian lebih lanjut tentang anggota keluarga (anak,
istri, suami, cucu, dan lain lain) yang sangat berperan pada pengelolaan anggota
keluarga dengan DM, juga tentang faktor-faktor yang mempengaruhi peran
keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga dengan DM.

Daftar Pustaka

Andhana Wayan, (1983). Beberapa Metode Statistik Untuk penelitian Pendidikan,


Usaha Nasional, Surabaya.
Charles. Abraham dan Eamon. Stanley, (1997). Social Psychology for Nurse: edisi 1.
EGC, Jakarta.
Djarwanto PS, (1993). Statistik Induktif, Edisi ke 4. BPFE, Jogyakarta.
Gunarso Singgih, (2001), Konseling & Psikoterapi, Cet.4, Gunung Mulia Jakarta.
Latipun,(2001). Psikologi Konseling. Edisi 3. Universitas Muhamadiyah Malang.
Malilyn m. fridman, (1998). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktik, Edisi 3. EGC,
Jakarta.
Mappiane Andi AT, (2002), Pengantar Konseling & Psikoterapi, Cet. 3. Edisi I.
Rajawali Press Citra Niaga Buku perguruan Tinggi Jakarta.
Marcia Stanhope, Jeanette Lancaster, (1997). Perawatan Kesehatan Masyarakat
(Suatu proses dan praktek untuk peningkatan kesehatan I), Yayasan Ikatan Alumni

Pendidikan Keperawatan Padjajaran, Bandung.


---------------------------------------------, (1997). Perawatan Kesehatan masyarakat (Suatu
proses dan praktek untuk peningkatan kesehatan II), Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Padjajaran, Bandung.
Merry. E beck, (1993). Nutrition and Dietetics for Nurses, Yayasan Esentia Medica,
Yogyakarta.
Nasrul Efendi, (1998). Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Edisi @,
EGC, Jakarta.
Noer. Syaifoellah, (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. jilid I. Edisi 3. Balai
Penerbit FK UI, Jakarta.

Notoatmodjo Sukijo,(1997). Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat,


Rineka Cipta, Jakarta.
------------------------, (1993). Pengantar Ilmu Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Andi Offset
Yogyakarta.
------------------------, (1993). Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi 1, Melton Putra
Omset, Jakarta.
Pusat Diabetes dan Nutrisi RSUD DR. Soetomo- FK UNAIR, (2001). Majalah
Deabetes, Volume 1, edisi 1, Surabaya.
---------------------------------------------------------------FK UNAIR, (2001). Majalah Diabetes,
Volume II, edisi 1, Surabaya.
Pranadji Diah K V, Martianto Dwi H, Ir, Subandriyo Vera Uripi, (2001). Perencanaan
menu untuk penderita diabetes mellitus, cetakan 4. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sastro Asmoro. S dan Ismail, (1995). Dasar-dasar Methodologi Penelitian Klinik, Bina
Rupa Aksara, Jakarta.
Setiawan Dalimartha, (2002). Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Diabetes
Mellitus, Penebar Swadayu, Jakarta.
Suharsimi Arikunto, (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,, Edisi 4,
Rineka Cipta, Jakarta.
Sulita et al, (2001). Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan. EGC. Jakarta.

Tjokroprawiro. Askandar, (2001). Diabetes Mellitus Klasifikasi, Diagnosa dan Terapi,


Edisi 3, Pt Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sudjana ,(1996). Metode Statistik, Edisi 6. Tarsito Bandung.
Sugiono, (2001). Statistik Nonparametris Untuk Penelitian, Edisi 2. CV. ALFABETA
Bandung.
Wijaya IR, (2001). Statistik Non Parametris ( Aplikasi Program SPSS), Cet. 2. CV.
ALFABETA Bandung.

Strategi Penanggulangan DM Tipe II


Strategi Penanggulangan Diabetes Mellitus Tipe 2
Adapun stategi penanggulangannnya sebagai berikut (Moh Joeharno,2009):
1. Primordial prevention
Primordial prevention merupakan upaya untuk mencegah terjadinya risiko atau
mempertahankan keadaan risiko rendah dalam masyarakat terhadap penyakit
secara umum. Pada upaya penanggulangan DM, upaya pencegahan yang sifatnya
primordial adalah :

Intervensi terhadap pola makan dengan tetap mempertahankan pola makan


masyarakat yang masih tradisional dengan tidak membudayakan pola makan
cepat saji yang tinggi lemak,

Membudayakan kebiasaan puasa senin dan kamis

Intervensi terhadap aktifitas fisik dengan mempertahankan kegiatan-kegiatan


masyarakat sehubungan dengan aktivitas fisik berupa olahraga teratur (lebih
mengarahkan kepada masyarakat kerja) dimana kegiatan-kegiatan
masyarakat yang biasanya aktif secara fisik seperti kebiasaan berkebun
sekalipun dalam lingkup kecil namun dapat bermanfaat sebagai sarana
olahraga fisik.

Menanamkan kebiasaan berjalan kaki kepada masyarakat

2. Health promotion
Health promotion sehubungan dengan pemberian muatan informasi kepada
masyarakat sehubungan dengan masalah kesehatan. Dan pada upaya pencegahan
DM, tindakan yang dapat dilakukan adalah :

a.

Pemberian informasi tentang manfaat pemberian ASI eksklsif kepada masyarakat


khususnya kaum perempuan untuk mencegah terjadinya pemberian susu formula

b.

yang terlalu dini


Pemberian informasi akan pentingnya aktivitas olahraga rutin minimal 15 menit
sehari

3. Spesific protection
Spesific protection dilakukan dalam upaya pemberian perlindungan secara dini
kepada masyarakat sehubungan dengan masalah kesehatan. Pada beberapa
penyakit biasanya dilakukan dalam bentuk pemberian imunisasi namun untuk
a.
b.
c.
d.

perkembangan sekarang, diabetes mellitus dapat dilakukan melalui :


Pemberian penetral radikal bebas seperti nikotinamid
Mengistirahatkan sel-beta melalui pengobatan insulin secara dini
Penghentian pemberian susu formula pada masa neonatus dan bayi sejak dini
Pemberian imunosupresi atau imunomodulasi
4. Early diagnosis and promp treatment
Early diagnosis and prompt treatmen dilakukan sehubungan dengan upaya
pendeteksian secara dini terhadap individu yang nantinya mengalami DM dimasa
mendatang sehingga dapat dilakukan upaya penanggulangan sedini mungkin untuk
mencegah semakin berkembangnya risiko terhadap timbulnya penyakit tersebut.

a.
b.

Upaya sehubungan dengan early diagnosis pada DM adalah dengan melakukan :


Melakukan skrining DM di masyarakat
Melakukan survei tentang pola konsumsi makanan di tingkat keluarga pada
kelompok masyarakat
5. Disability limitation
Disability limitation adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk mencegah
dampak lebih besar yang diakibatkan oleh DM yang ditujukan kepada seorang yang
telah diangap sebagai penderita DM karena risiko keterpaparan sangat tinggi.

a.
b.
c.

Upaya yang dapat dilakukan adalah :


Pemberian insulin yang tepat waktu
Penanganan secara komprehensif oleh tenaga ahli medis di rumah sakit
Perbaikan fasilitas-fasilitas pelayanan yang lebih baik

6. Rehabilitation
Rehabilitation ditujukan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan kembali pada
individu yang telah mengalami sakit. Pada penderita DM, upaya rehabilitasi yang
dapat dilakukan adalah :

B.

Pengaturan
diet
makanan
sehari-hari
yang
rendah
pengkonsumsian makanan karbohidrat tinggi yang alami

lemak

dan

Pemeriksaan kadar glukosa darah secara teratur dengan melaksanakan


pemeriksaan laboratorium komplit minimal sekali sebulan

Penghindaran atau penggunaan secara bijaksana terhadap obat-obat yang


diabetagonik

Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2


Adapun Tahap pencegahannya yaitu (Konsensus,2006):
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang
termasuk kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi
berpotensi untuk menderita DM. Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya
pencegahan primer. Masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan
lembaga sosial lainnya harus diikutsertakan. Demikian pula pemerintah melalui
semua jajaran terkait seperti Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan
perlu memasukkan upaya pencegahan primer DM dalam program penyuluhan dan
pendidikan kesehatan. Sejak masa prasekolah hendaknya telah ditanamkan
pengertian mengenai pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan
yang sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk, dan risiko merokok bagi
kesehatan.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian
pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan

penyakit DM. Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit
kardiovaskular yang merupakan penyebab utama kematian pada penyandang
diabetes.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :
a. Skrinning
Skrinning dilakukan dengan menggunakan tes urin, kadar gula darah puasa, dan

GIT. Skrinning direkomendasikan untuk :


Orang-orang yang mempunyai keluarga diabetes
Orang-orang dengan kadar glukosa abnormal pada saat hamil
Orang-orang yang mempunyai gangguan vaskuler
Orang-orang yang gemuk
b. Pengobatan
Pengobatan diabetes mellitus bergantung kepada pengobatan
pengobatan

bila

diperlukan.

Kalau

masih

bisa

tanpa

obat,

diet

cukup

dan

dengan

menurunkan berat badan sampai mencapai berat badan ideal. Untuk itu perlu
dibantu dengan diet dan bergerak badan.
Pengobatan dengan perencanaan makanan (diet) atau terapi nutrisi medik
masih merupakan pengobatan utama, tetapi bilamana hal ini bersama latihan
jasmani/kegiatan fisik ternyata gagal maka diperlukan penambahan obat oral. Obat
hipoglikemik oral hanya digunakan untuk mengobati beberapa individu dengan DM
tipe II. Obat ini menstimulasi pelapisan insulin dari sel beta pancreas atau
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer.
Tabel 2
Aktivitas Obat Hipoglisemik Oral
Obat

Lamanya jam

Dosis lazim/hari

Klorpropamid (diabinise)

60

Glizipid (glucotrol)

12-24

1-2

Gliburid (diabeta,

16-24

1-2

Tolazamid (tolinase)

14-16

1-2

Tolbutamid (orinase)

6-12

1-3

micronase)

c. DIET

Diet adalah penatalaksanaan yang penting dari kedua tipe DM. makanan
yang masuk harus dibagi merata sepanjang hari. Ini harus konsisten dari hari
kehari. Adalah sangat penting bagi pasien yang menerima insulin dikordinasikan
antara makanan yang masuk dengan aktivitas insulin lebih jauh orang dengan DM
tipe II, cenderung kegemukan dimana ini berhubungan dengan resistensi insulin dan
hiperglikemia. Toleransi glukosa sering membaik dengan penurunan berat badan.

(Hendrawan,2002).
1) Modifikasi dari faktor-faktor resiko
Menjaga berat badan
Tekanan darah
Kadar kolesterol
Berhenti merokok
Membiasakan diri untuk hidup sehat
Biasakan diri berolahraga secara teratur. Olahraga adalah aktivitas fisik yang
terencana dan terstruktur yang memanfaatkan gerakan tubuh yang berulang untuk

mencapai kebugaran.
Hindari menonton televisi atau menggunakan komputer terlalu lama, karena hali ini

yang menyebabkan aktivitas fisik berkurang atau minim.


Jangan mengonsumsi permen, coklat, atau snack dengan kandungan. garam yang
tinggi. Hindari makanan siap saji dengan kandungan kadar karbohidrat dan lemak

tinggi.
Konsumsi sayuran dan buah-buahan.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang
telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut.
Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan
menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) dapat diberikan
secara

rutin

bagi

penyandang

diabetes

yang

sudah

mempunyai

penyulit

makroangiopati. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada


pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat
dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal . Pencegahan tersier
memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan terintegrasi antar disiplin yang
terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kolaborasi yang baik antar para ahli di
berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular,

radiologi,

rehabilitasi

medis,

gizi,

podiatrist,

dll.)

sangat

diperlukan

dalam

menunjang keberhasilan pencegahan tersier (Konsensus,2006).


Gambar 1
Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2

C. Penanggulangan Diabetes Mellitus Tipe 2

Program penanggulangan penyakit Diabetes Mellitus di Indonesia


Tujuan program pengendalian DM di Indonesia adalah terselenggaranya
pengendalian faktor risiko untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan
kematian yang disebabkan DM. Pengendalian DM lebih diprioritaskan pada
pencegahan dini melalui upaya pencegahan faktor risiko DM yaitu upaya promotif
dan

preventif

dengan

tidak

mengabaikan

upaya

kuratif

dan

rehabilitatif

(Rachmadany,2010).
Program pencegahan primer di Indonesia telah dilaksanakan oleh PT.Merck
Indonesia Tbk bekerja sama dengan Depkes RI dan organisasi profesi seperti
Konferensi Kerja Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) dan organisasi
kemasyarakatan seperti Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADI) dan Perhimpunan

Edukator Diabetes Indonesia (PEDI) yaitu program bertajuk Pandu Diabetes dengan
simbol Titik Oranye. Melakukan kegiatan-kegiatan antara lain memberikan informasi
dan edukasi mengenai Diabetes Mellitus dan pemeriksaan kadar gula darah secara
gratis bagi sejuta orang yang telah diluncurkan oleh Menkes pada 15 Maret 2003.
Mengingat penderita Diabetes sangat rentan untuk terkena infeksi, hal ini juga
merupakan salah satu cara untuk mengurangi amputasi kaki akibat pekait Diabetes
Mellitus(Rachmadany,2010).
Federasi Diabetes Internasional (IDF) mengeluarkan pernyataan konsensus baru
mengenai pencegahan Diabetes Mellitus, menjelang resolusi Majelis Umum PBB
pada bulan Desember 2006 yang menghimbau aksi internasional bersama.
Konsensus IDF baru ini merekomendasikan bahwa semua individu yang berisiko
tinggi

terjangkiti

diabetes

tipe-2

dapat

diidentifikasi

melalui

pemeriksaan

oportunistik oleh dokter, perawat, apoteker dan dengan pemeriksaan sendiri.


Profesor George Alberti, mantan presiden IDF sekaligus penulis bersama konsensus
baru IDF mengatakan: Terdapat banyak bukti dari sejumlah kajian di Amerika
Serikat, Finlandia, Cina, India dan Jepang bahwa perubahan gaya hidup (mencapai
berat badan yang sehat dan kegiatan olahraga yang moderat) dapat ikut mencegah
berkembangnya diabetes tipe-2 pada mereka yang beresiko tinggi. Konsensus baru
IDF ini menganjurkan bahwa hal ini haruslah merupakan intervensi awal bagi semua
orang yang beresiko terjangkiti diabetes tipe-2, dan juga fokus dari pendekatan
kesehatan penduduk. (Rachmadany,2010).
Pilar Pengelolaan DM yaitu (Perkeni, 2006):
a. Edukasi
Diabetes tipe II umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan
partisipasi

aktif

mendampingi
keberhasilan

1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

pasien,

pasien

keluarga,

dalam

perubahan

dan

menuju

perilaku,

masyarakat.

perubahan

dibutuhkan

Tim

perilaku.

edukasi

pengembangan keterampilan dan motivasi.


Edukasi tersebut meliputi pemahaman tentang:
Penyakit DM.
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM.
Penyulit DM.
Intervensi farmakologis dan non farmakologis.
Hipoglikemia.
Masalah khusus yang dihadapi.
Perawatan kaki pada diabetes.

kesehatan
Untuk

yang

harus

mencapai

komprehensif,

8)
9)

Cara pengembangan sistem pendukung dan pengajaran keterampilan.


Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
Edukasi secara individual atau pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah
merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan Perilaku hampir sama
dengan proses edukasi yang memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi,
dokumentasi, dan evaluasi.
b. Perencanaan makanan
Biasanya pasien DM yang berusia lanjut terutama yang gemuk dapat
dikendalikan hanya dengan pengaturan diet saja serta gerak badan ringan dan
teratur. Perencanaan makan merupakan salah satu pilar pengelolan diabetes, meski
sampai saat ini tidak ada satu pun perencanaan makan yang sesuai untuk semua
pasien. Perencanaan makan harus disesuaikan menurut kebiasaan masing-masing
individu. Yang dimaksud dengan karbohidrat adalah gula, tepung, serat.
Faktor yang berpengaruh pada respon glikemik makanan adalah cara memasak,
proses

penyiapan

makanan,

dan

bentuk

makan

serta

komposisi

makanan

(karbohidrat, lemak, dan protein). Jumlah masukan kalori makanan yang berasal
dari karbohidrat lebih penting daripada sumber atau macam karbohidratnya. Gula
pasir sebagai bumbu masakan tetap diijinkan. Pada keadaan glukosa darah
terkendali, masih diperbolehkan untuk mengkonsumsi sukrosa (gula pasir) sampai 5
% kebutuhan kalori.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi:
1) Karbohidrat 45 65%
2) Protein
10 20 %
3) Lemak
20 25 %
Makanan dengan komposisi sampai 70 75% masih memberikan hasil yang
baik. Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari, diusahakan lemak
berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh MUFA (Mono Unsurated Fatty Acid),
dan membatasi PUFA (Poli Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah
kandungan serat 25 g / hari, diutamakan serat larut.
Jumlah kalori disesuaikan dengan status gizi,umur , ada tidaknya stress akut,
kegiatan jasmani. Untuk penentuan status gizi, dapat dipakai Indeks Massa tubuh
(IMT) dan rumus Broca.
Petunjuk Umum untuk Asupan Diet bagi Diabetes:
1) Hindari biskuit, cake, produk lain sebagai cemilan pada waktu makan.
2) Minum air dalam jumlah banyak, susu skim dan minuman berkalori rendah lainnya
3)
4)
5)
6)

pada waktu makan.


Makanlah dengan waktu yang teratur.
Hindari makan makanan manis dan gorengan.
Tingkatkan asupan sayuran dua kali tiap makan.
Jadikan nasi, roti, kentang, atau sereal sebagai menu utama setiap makan.

7)
8)
9)

Minum air atau minuman bebas gula setiap anda haus.


Makanlah daging atau telor dengan porsi lebih kecil.
Makan kacang-kacangan dengan porsi lebih kecil

Tabel 3.
Klasifikasi IMT (Asia Pasific)

Lingkar Perut
Klasifikasi IMT (Asia
Pasific)

<90cm (Pria)
<80cm (Wanita)

>90cm (Pria)
>80cm
(Wanita)

Risk of co-morbidities
BB Kurang

<18,5

Rendah

BB Normal

18,5-22,9

Rata-rata

Meningkat

BB Lebih

>23,0 :
Meningkat

Sedang

Sedang

Berat

Berat

Sangat berat

Dengan risiko : 23,0-24,9


Obes I
: 25,0-29,9
Obes II
: 30

Rata-rata

Sumber :Perkeni, 2006


c. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari hari dan latihan jasmani teratur (3 4 kali seminggu
selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan
diabetes tipe II. Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitifitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.
Latihan jasmani yang dimaksud ialahjalan, bersepeda santai, jogging, berenang.
Prinsip latihan jasmani yang dilakukan:

1) Continous:
Latihan jasmani harus berkesinambungan dan dilakukan terus menerus tanpa
berhenti. Contoh: Jogging 30 menit , maka pasien harus melakukannya selama 30
menit tanpa henti.
2) Rhytmical:
Latihan olah raga dipilih yang berirama yaitu otot-otot berkontraksi dan
relaksasi secara teratur, contoh berlari, berenang, jalan kaki.
3) Interval:
Latihan dilakukan selang-seling antar gerak cepat dan lambat. Contoh: jalan
cepat diselingi jalan lambat, jogging diselangi jalan.
4) Progresive:
a)
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan, dari intensitas ringan
sampi sedang selama mencapai 30 60 menit.
b) Sasaran HR = 75 85 % dari maksimal HR.
c) Maksimal HR = 220 (umur).
5). Endurance:
Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi, seperti
jalan jogging dan sebagainya. Latihan dengan prinsip seperti di atas minimal
dilakukan 3 hari dalam seminggu, sedang 2 hari yang lain dapat digunakan untuk
melakukan olah raga kesenangannya. Olah raga yang teratur memainkan peran
yang sangat penting dalam menangani diabetes, manfaat manfaat utamanya
a)
b)

sebagai berikut:
Olah raga membantu membakar kalori karena dapat mengurangi berat badan.
Olah raga teratur dapat meningkatkan jumlah reseptor pada dinding sel tempat

insulin bisa melekatkan diri.


c) Olah raga memperbaiki sirkulasi darah dan menguatkan otot jantung.
d) Olah raga meningkatkan kadar kolesterol baik dan mengurangi kadar kolesterol
e)

jahat.
Olah raga teratur bisa membantu melepaskan kecemasan stress, dan ketegangan,
sehingga memberikan rasa sehat dan bugar.
Petunjuk Berolah Raga Untuk Diabetes Tidak Bergantung Insulin

Gula darah rendah jarang terjadi selama berola raga dan arena itu tidak perlu
untuk memakan karbohidrat ekstra

Olah raga untuk menurunkan


pengurangan asupan kalori

Olah raga sedang perlu dilakukan setiap hari. Olah raga berat mungkin bisa
dilakukan tiga kali seminggu

Sangat penting untuk melakukan latihan ringan guna pemanasan dan


pendinginan sebelum dan sesudah berolah raga

berat

badan

perlu

didukung

dengan

Pilihlah olah raga yang paling sesuai dengan kesehatan dan gaya hidup anda
secara umum

Manfaat olah raga akan hilang jika tidak berolah raga selama tiga hari
berturut-turut

Olah raga bisa meningkatkan nafsu makan dan berarti juga asupan kalori
bertambah. Karena itu sangat penting bagi anda untuk menghindari makan
makanan ekstra setelah berolah raga.

Dosis obat telan untuk diabetes mungkin perlu dikurangi selama olah raga
teratur.

d. Intervensi Farmakologis
Apabila pengendalian diabetesnya tidak berhasil dengan pengaturan diet dan
gerak badan barulah diberikan obat hipoglikemik oral. Di Indonesia umumnya OHO
yang dipakai ialah Metformin 2 3 X 500 mg sehari. Pada pasien yang mempunyai
berat badan sedang dipertimbangkan pemberian sulfonilurea.
Pedoman pemberian sulfonilurea pada DM usia lanjut :
1. Harus waspada akan timbulnya hipoglikemia. Ini disebabkan karena
metabolisme sulfonilurea lebih lambat pada usia lanjut, dan seringkali pasien
kurang nafsu makan, sering adanya gangguan fungsi ginjal dan hati serta
pengaruh interaksi sulfonilurea dengan obat-obatan lain.
2. Sebaiknya digunakan digunakan sulfonyl urea generasi II yang mempunyai
waktu paruh pendek dan metabolisme lebih cepat.
3. Jangan mempergunakan klorpropamid karena waktu paruhnya sangat
panjang serta sering ditemukan retensi air dan hiponatremi pada
penggunaan klorpropamid. Begitu pula bila ada komplikasi ginjal,
klorpropamid yang kerjanya 24 36 jam tidak boleh diberikan, oleh karena
ekskresi obat sangat berkaian dengan fungsi ginjal. Hipoglikemia akibat
klorpamid dapat berlangsung lama, berbeda dengan hipoglikemi karena
tolbutamid.
4. Sulfonilurea dengan kerja sedang ( seperti glibenklamid, glikasid), biasanya
dosis awal setengah tablet sehari, kalau perlu dapat dinaikkan 1 2 kali
sehari.
5. Dosis oral pada umumnya bila dianggap perlu dapat dinaikkan tiap 1 2
minggu. Untuk mencegah hipoglikemia pada pasien tua lebih baik tidak
memberikan dosis maksimum.

6. Kegagalan sekunder dapat terjadi setelah penggunan OHO beberapa lama.


Pada kasus sperti ini biasanya dapat dicoba kombinasi OHO dengan insulin
atau langsung diberikan insulin saja.

DAFTAR PUSTAKA

Adhi , Bayu.T1, Rodiyatul F. S. dan Hermansyah,2011. An Early Detection Method of


Type-2 Diabetes Mellitus in Public Hospital. Telkomnika, Vol.9, No.2, August 2011,
pp. 287~294.
Agustina, Tri ,2009.Gambaran Sikap Pasien Diabetes Melitus Di Poli Penyakit Dalam
Rsud Dr.Moewardi Surakarta Terhadap Kunjungan Ulang Konsultasi Gizi. KTI D3.
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Indraswari, Wiwi.2010. Hubungan Indeks Glikemik Asupan Makanan Dengan Kadar
Glukosa Darah Pada Pasien Rawat Jalan Diabetes Mellitus Tipe-2 Di Rsup Dr.
Wahidin Sudirohusodo. Skripsi Sarjana. Program Studi Ilmu Gizi , Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Isniati, 2003, Hubungan Tingkat Pengetahuan Penderita Diabetes Militus Dengan
Keterkendalian Gula Darah Di Poliklinik Rs Perjan Dr. M. Djamil Padang Tahun. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, September 2007, I (2).
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006 .
2006.
http://penyakitdalam.files.wordpress.com/2009/11/konsensus-pengelolaalndan-pencegahan-diabets-melitus-tipe-2-di-indonesia-2006.pdf
Mohjuarno.2009. Makalah Kontenporer Konsentrasi Epidemiologi Pasca
Penanggulangan Diabetes Melitus. Makassar :Universitas Hasanuddin.

Sarjana:

Murwani, Arita dan Afifin Sholeha, 2007. Pengaruh Konseling Keluarga Terhadap
Perbaikan Peran Keluarga Dalam Pengelolaan Anggota Keluarga Dengan Dm Di
Wilayah Kerja Puskesmas Kokap I Kulon Progo 2007. Jurnal Kesehatan Surya Medika
Yogyakarta. Ilmu Keperawatan Stikes Surya Global Yogyakarta.
Nadesul, Hendrawan. 2002. 428 Jawaban untuk 25 Penyakit Manajer dan Keluhankeluhan Orang Mapan. Kompas.
Perkeni.2011. Empat Pilar Pengelolaan Diabetes.[online]. (diupdate 11 November 2011).
http://www.smallcrab.com/ .[diakses 20 November 2011].

Rakhmadany, dkk. 2010. Makalah Diabetes Melitus. Jakarta : Universitas Islam


Negeri
Shahab, Alwi,2006.Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus (Disarikan Dari
Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Di Indonesia : Perkeni 2006).Subbagian
Endokrinologi Metabolik, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fk Unsri/ Rsmh Palembang,
Palembang.
Tjeyan, Suryadi R.M, 2007.Risiko Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Kalangan
Peminum Kopi Di Kotamadya Palembang Tahun 2006-2007. Department Of Public
Health And Community Medicine, Medical Faculty, Sriwijaya University, Palembang
30126, Indonesia. Makara, Kesehatan, Vol. 11, No. 2, Desember 2007: 54-60 Hal 54.
Waspadji, Sarwono dkk., 2009. Pedoman Diet Diabetes Melitus. Jakarta: FKUI.
WHO, 1999. Defenition, Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus and Its
Complication.

Anda mungkin juga menyukai