Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur

pelvis

berkekuatan-tinggi

merupakan

cedera

yang

membahayakan jiwa. Perdarahan luas sehubungan dengan fraktur pelvis


relatif umum terjadi akibat fraktur berkekuatan-tinggi. Kira-kira 1530 %
pasien dengan cedera pelvis berkekuatan-tinggi tidak stabil secara
hemodinamik, yang mungkin secara langsung dihubungkan dengan
hilangnya darah akibat trauma pelvis. Pasien yang mengalami cedera pelvis
berkelanjutan terbagi dalam dua kategori utama, korban selamat dan tidak
selamat. Pada korban yang tidak selamat, kematian terjadi.
Awal kematian umumnya karena perdarahan atau cedera otak yang
terkait. Kematian lanjut biasanya karena sepsis dan kegagalan multiorgan.
Korban sering mengalami implikasi jangka medis dan sosial ekonomi
akibat patah tulang panggul. Ini termasuk masalah kesehatan mental, sakit
kronis, arah panggul yang miring, perbedaan panjang kaki atau rotasi,
kelainan gaya berjalan, seksual dan disfungsi urologis dan pengangguran
jangka panjang. Sebuah panggul yang stabil dapat menahan gaya normal
fisiologis vertikal dan rotasi, tetapi baik patah tulang atau cedera ligamen
dapat

mengganggu

stabilitas

pelvis.

Gangguan

ligamen

panggul

menciptakan ketidakstabilan rotasi anterior, sedangkan cedera ligamen


posterior menciptakan baik dan vertikal ketidakstabilan rotasi. Trauma
pada pelvis terjadi sekitar 44% kasus. Trauma ini merupakan akibat dari
tabrakan pada salah satu sisi tubuh, yang disebabkan karena mobil ataupun
jalan, fraktur tidak selalu timbul karena hal tersebut. Banyak fraktur minor

yang terjadi pada simphisis pubis atau yang terjadi pada ramus superior
dan inferior. Fraktur lain dapat menjadi luas dan menggangu sendi sacroiliaca. Trauma pelvis yang lebih berat terkait dengan perdarahan yang luas
di pelvis dan jaringan retroperitoneal dan dapat berakibat fatal untuk
korban, khususnya korban yang lanjut usia.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyusunan makalah tentang fraktur pelvis
diharapkan agar mahasiswa lebih mengerti tentang fraktur pelvis.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui konsep fraktur pelvis
b. Mengetahui asuhan keperawatan fraktur pelvis pre operasi
( Open Reduksi Internal Fiksasi) ORIF

BAB II
TINJUAN PUSTAKA
A. Definisi
Trauma Pelvis atau Fraktur Pelvis berkekuatan-tinggi merupakan
cedera yang membahayakan jiwa. Perdarahan luas sehubungan dengan fraktur
pelvis relatif umum namun terutama lazim dengan fraktur berkekuatan-tinggi.
Kira-kira 1530% pasien dengan cedera pelvis berkekuatan-tinggi tidak stabil
secara hemodinamik, yang mungkin secara langsung dihubungkan dengan
hilangnya darah dari cedera pelvis. Perdarahan merupakan penyebab utama
kematian pada pasien dengan fraktur pelvis, dengan keseluruhan angka
kematian antara 6-35% pada fraktur pelvis berkekuatan-tinggi rangkaian
besar. Perdarahan sehubungan fraktur pelvis menuntut evaluasi yang efisien
dan intervensi yang cepat.
Evaluasi dan perawatan pasien dengan fraktur pelvis membutuhkan
sebuah pendekatan multi disiplin. Meskipun ahli trauma bedah umum pada
akhirnya mengarahkan pengobatan seseorang dengan cedera multipel, penting
bagi pasien dengan fraktur pelvis agar ahli bedah ortopedi ikut terlibat dalam
setiap fase pengobatan, termasuk resusitasi primer. Penilaian dini oleh ahli
bedah ortopedi yang mengenal pola fraktur pelvis memudahkan tim
pengobatan untuk membangun diagnosa dan prioritas pengobatan, dan
mempercepat

pembentukan

manuver

penyelamatan

hidup.

Sebuah

pemahaman seksama terhadap sumber perdarahan potensial dan kesadaran


akan pilihan pengobatan adalah penting bagi semua dokter yang terlibat.

B. ANATOMI
Pelvis merupakan struktur mirip-cincin yang terbentuk dari tiga
tulang: sacrum dan dua tulang innominata, yang masing-masing terdiri dari

ilium, ischium dan pubis. Tulang-tulang innominata menyatu dengan sacrum


di bagian posterior pada dua persendian sacroiliaca; di bagian anterior, tulangtulang ini bersatu pada simfisis pubis. Simfisis bertindak sebagai penopang
sepanjang memikul beban berat badan untuk mempertahankan struktur cincin
pelvis. Tiga tulang dan tiga persendian tersebut menjadikan cincin pelvis
stabil oleh struktur ligamentosa, yang terkuat dan paling penting adalah
ligamentum-ligamentum sacroiliaca posterior.
Ligamentum-ligamentum ini terbuat dari serat oblik pendek yang
melintang dari tonjolan posterior sacrum sampai ke spina iliaca posterior
superior (SIPS) dan spina iliaca posterior inferior (SIPI) seperti halnya serat
longitudinal yang lebih panjang melintang dari sacrum lateral sampai ke spina
iliaca posterior superior (SIPS) dan bergabung dengan ligamentum
sacrotuberale.

Ligamentum

dibandingkan

dengan

sacroiliaca

ligamentum

anterior

sacroiliaca

jauh

posterior.

kurang

kuat

Ligamentum

sacrotuberale adalah sebuah jalinan kuat yang melintang dari sacrum


posterolateral dan aspek dorsal spina iliaca posterior sampai ke tuber
ischiadicum. Ligamentum ini, bersama dengan ligamentum sacroiliaca
posterior,

memberikan

stabilitas

vertikal

pada

pelvis.

Ligamentum

sacrospinosum melintang dari batas lateral sacrum dan coccygeus sampai ke


ligamentum sacrotuberale dan masuk ke spina ischiadica. Ligamentum
iliolumbale melintang dari processus transversus lumbalis keempat dan
kelima sampai ke crista iliaca posterior; ligamentum lumbosacrale melintang
dari processus transversus lumbalis ke lima sampai ke ala ossis sacri.

C. Mekanisme / patofisiologi trauma pelvis


Trauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena tekanan yang
besar atau karena jatuh dari ketinggian. Pada orang tua dengan osteoporosis
dan osteomalasia dapat terjadi fraktur stress pada ramus pubis.
Mekanisme trauma pada cincin panggul terdiri atas:

a. Kompresi anteroposterior
Hal ini biasanya akibat tabrakan antara seorang pejalan kaki dengan
kendaraan. Ramus pubis mengalami fraktur, tulang inominata terbelah
dan mengalami rotasi eksterna disertai robekan simfisis. Keadaan ini
disebut sebagai open book injury.
b. Kompresi lateral
Kompresi dari samping akan menyebabkan cincin mengalami
keretakan. Hal ini terjadi apabila ada trauma samping karena
kecalakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian. Pada keadaan ini
ramus pubis bagian depan pada kedua sisinya mengalami fraktur dan
bagian belakang terdapat strain dari sendi sakroiliaka atau fraktur
ilium atau dapat pula fraktur ramus pubis pada sisi yang sama.
c. Trauma vertical
Tulang inominata pada satu sisi mengalami pergerakan secara vertikal
disertai fraktur ramus pubis dan disrupsi sendi sakroiliaka pada sisi
yang sama. Hal ini terjadi apabila seseorang jatuh dari ketinggian pada
satu tungkai
d. Trauma kombinasi
Pada trauma yang lebih hebat dapat terjadi kombinasi kelainan diatas.
D. Manifestasi klinis trauma pelvis
Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma multipel
yang dapat mengenai organ organ lain dalam panggul. Keluhan berupa
gejala pembengkakan, deformitas serta perdarahan subkutan sekitar panggul.
Penderita datang dalam keadaan anemia dan syok karena perdarahan yang
hebat.
Terdapat Anamesis:
a. Keadaan dan waktu trauma
b. Miksi terakhir
c. Waktu dan jumlah makan dan minum yang terakhir
d. Bila penderita wanita apakah sedang hamil atau menstruasi
e. Trauma lainnya seperti trauma pada kepala
Pemeriksaan klinik:

a. Keadaan umum
1) Denyut nadi, tekanan darah dan respirasi
2) Lakukan survei kemungkinan trauma lainnya
b. Lokal
1) Pemeriksaan nyeri: Tekanan dari samping cincin panggul,
Tarikan pada cincin panggul
2) Inspeksi perineum untuk mengetahui adanya perdarahan,
pembengkakan dan deformitas
3) Tentukan derajat ketidakstabilan cincin panggul dengan palpasi
pada ramus dan simfisis pubis
4) Pemeriksaan colok dubur
E. Pemeriksaan penunjang trauma pelvis
a. Pemeriksaan radiologis:
1) Setiap penderita trauma panggul harus dilakukan pemeriksaan
radiologis dengan prioritas pemeriksaan rongent posisi AP.
2) Pemeriksaan rongent posisi lain yaitu oblik, rotasi interna dan
eksterna bila keadaan umum memungkinkan.
b. Pemeriksaan urologis dan lainnya:
1) Kateteria
2) Ureterogram
3) Sistogram retrograd dan postvoiding
4) Pielogram intravena
5) Aspirasi diagnostik dengan lavase peritoneal
F. Penatalaksanaan trauma pelvis
a. Tindakan operatif bila ditemukan kerusakan alat alat dalam rongga
panggul
b. Stabilisasi fraktur panggul, misalnya:
1) Fraktur avulsi atau stabil

diatasi

dengan

pengobatan

konservatif seperti istirahat, traksi, pelvis sling


2) Fraktur tidak stabil diatasi dengan fiksasi eksterna atau dengan
operasi yang dikembangkan oleh grup ASIF
Berdasarkan klasifikasi Tipe:

1) Fraktur Tipe A: hanya membutuhkan istirahat ditempat tidur


yang dikombinasikan dengan traksi tungkai bawah. Dalam 4-6
minggu pasien akan lebih nyaman dan bisa menggunakan
penopang.
2) Fraktur Tipe B:
1. Fraktur tipe openbook
Jika celah kurang dari 2.5cm, diterapi dengan cara
beristirahat ditempat tidur, kain gendongan posterior
atau korset elastis.
jika celah lebih dari 2.5cm dapat ditutup dengan
membaringkan pasien dengan cara miring dan menekan
ala ossis ilii menggunakan fiksasi luar dengan pen pada
kedua ala ossis ilii.
2. Fraktur tipe closebook
Beristirahat ditempat tidur selama sekitar 6 minggu
tanpa fiksasi apapun bisa dilakukan, akan tetapi bila ada
perbedaan panjang kaki melebihi 1.5cm atau terdapat
deformitas pelvis yang nyata maka perlu dilakukan
reduksi dengan menggunakan pen pada krista iliaka.
3) Fraktur Tipe C
Sangat berbahaya dan sulit diterapi. Dapat dilakukan reduksi
dengan traksi kerangka yang dikombinasikan fiksator luar dan
perlu istirahat ditempat tidur sekurang kurangnya 10 minggu.
Kalau reduksi belum tercapai, maka dilakukan reduksi secara
terbuka dan mengikatnya dengan satu atau lebih plat kompresi
dinamis.
G. Penatalaksanaan Medis
a) Terapi tergantung dari kondisi klien, keadaan luka, lokasi fraktur, jenis
fraktur
Tujuan terapi fraktur adalah sebagai berikut:
1. Mengurangi atau mencegah fraktur lebih parah ( Reduction )

Reduction adalah mengembalikan posisi tulang ke posisi


anatomi. Metode dengan

manipulasi tertutup atau terbuka.

Manipulasi tertutup dengan memberikan tekanan secara


manual pada daerah fraktur dari permukaan kulit dan dilakukan
traksi. Manipulasi terbuka atau operasi dilakukan dengan
pemasangan peralatan didalam kaki pasien misalnya pen,
setelah itu dilakukan rekontruksi.
2. Imobilisasi
Imobilisasi adalah upaya untuk mencegah mobilisasi dari
bagian yang mengalami injuri, hal ini dimaksudkan untuk
memberi kesempatan bagi fragmen tulang untuk menyatu
kembali. Imobilisasi dapat dilakukan dengan pemasangan alat
interna atau eksterna.
3. Penyembuhan bagian yang mengalami injuri ( Restorasi )
b) Terapi obat
Nyeri muskuloskeletal berhubungan dengan kerusakan jaringan
lunak, disrupsi tulang, dan spasme otot merupakan tipe nyeri yang
paling parah yang biasanya diperlihatkan oleh individu. Klien sering
merasa nyeri dalam waktu lama dan memakai manajemen nyeri yang
buruk. Analgesik narkotik dosis besar, anti inflammatory, dan relaxan
otot adalah obat-obat yang umum diberikan. Transquilizer seperti
diazepam (valium) digunakan untuk ketenangan, meminimalkan
spasme otot, dan menurunkan ansietas. Untuk klien nyeri kronik,
narkotik dan non-narkotik diberikan bersama untuk mencegah
ketergantungan obat. Perawat harus mengobservasi efektivitas
pengobatan dan efek sampingnya.
c) Terapi non-farmakologi
Untuk nyeri parah yang kronik, klien tidak bisa tergantung
terus pada obat. Biasanya perawat menggunakan kompres hangat atau
dingin tergantung penyebab nyeri. Jika pembengkakan menyebabkan

tekanan pada area luka, kompres es mungkin digunakan. Spasme otot


bisa dikendorkan dengan kompres hangat dan massage. Selain itu
digunakan juga sentuhan terapeutik, jika terapi tersebut tidak efektif
untuk mengurangi nyeri, perawat bisa menggunakan teknik distraksi
atau terapi musik. Perawat mengajarkan pada klien teknik relaksasi
seperti nafas dalam selama periode nyeri yang parah.
1) Cara konveratif
a) Gips
Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang
dicetak sesuai kontur tubuh dimana gips ini dipasang. Tujuan
dari pemasangan gips ini adalah untuk mengimobilisasi bagian
tubuh dalam posisi tertentu dan memberikan tekanan yang
merata pada jaringan lunak yang terletak di dalamnya. Dapat
digunakan untuk mengimobilisasi fraktur yang telah direduksi,
mengkoreksi deformitas, memberikan tekanan merata pada
jaringan lunak di bawahnya, atau memberikan dukungan dan
stabilitas bagi sendi yang mengalami kelemahan. Secara
umum, gips memungkinkan mobilisasi pasien sementara
membatasi gerakan pada bagian tubuh tertentu.
b) Traksi
Traksi adalah pengaplikasian kekuatan tarikan pada
bagian tubuh untuk memberikan reduksi, posisi yang lurus dan
istirahat, juga dapat menurunkan spasme otot, mengurangi
nyeri, dan mencegah atau memperbaiki bentuk tulang. Klien
yang ditraksi biasanya dirawat di RS lebih lama daripada klien
dengan gips, tapi biasanya mobilisasi lebih cepat. Traksi
mekanikal dapat dilanjutkan sebagai perawatan fraktur.
Traksi diklasifikasikan menjadi running traction atau
balanced suspention. Pada running traction kekuatan tarikan
langsung pada daerah yang fraktur dan daerah yang tidak
ditraksi boleh aktifitas. Pada balanced suspention bagian

yang countertraction diberi juga tarikan. Traksi dikelompokkan


menjadi 4 tipe yaitu: kulit, skeletal, plester/gips, dan penguat.
2) Pembedahan
Untuk beberapa tipe fraktur, traksi sudah cukup sebagai terapi
modalitas. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal merupakan metode umum
untuk mengurangi dan immobilisasi fraktur. Jika metode ini tidak berhasil,
fiksasi eksternal dengan reduksi tertutup digunakan. Meskipun perawat bukan
pembuat keputusan terhadap teknik bedah, tapi penting untuk mengerti
prosedur untuk memberikan pendidikan pada klien dan perawatannya.

H. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan,
kebangsaan, suku, pendidikan, no register, diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat
beraktivitas / mobilisasi pada daerah fraktur tersebut.
3. Riwayat Penyakit Sekarang.
Pada klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh
trauma / kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang didahului
dengan

perdarahan,

kerusakan

jaringan

sekitar

yang

mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat / perubahan


warna kulit dan kesemutan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu.
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang
atau tidak sebelumnya dan ada / tidaknya klien mengalami
pembedahan perbaikan dan pernah menderita osteoporosis
sebelumnya.
5. Riwayat Penyakit Keluarga.

Pada keluarga klien ada / tidak yang menderita osteoporosis,


arthritis dan tuberkolosis atau penyakit lain yang sifatnya
menurun dan menular.
6. Pola-pola Fungsi Kesehatan.
a) Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat.
Pada fraktur akan mengalami perubahan dan gangguan
pada personal hiegene, misalnya kebiasaan mandi,
gosok gigi, mencuci rambut, ganti pakaian, BAK dan
BAB serta berolahraga sehingga dapat menimbulkan
masalah perawatan diri.
b) Pola eliminasi
Kebiasaan miksi dan defekasi sehari-hari, kesulitan
waktu defekasi, dikarenakan imubilisasi, fases warna
kuning dan konsistensi defekasi padat .Pada miksi klien
tidak mengalami gangguan, warna urin jernih, buang air
kecil 3 4 x/hari.
c) Pola nutrisi dan metabolism
Pada umumnya tidak akan mengalami gangguan
penurunan nafsu makan, meskipun menu berubah
misalnya makan di rumah gizi tetap sama sedangkan di
rumah sakit disesuaikan dengan penyakit dan diet klein.
d) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan
dari fraktur femur sehingga kebutuhan perlu dibantu
baik oleh perawat atau keluarga, misalnya kebutuhan
sehari-hari, mandi, BAB, BAK dilakukan diatas tempat
tidur
e) Pola penanggulangan stress
Masalah fraktur femur dapat menjadi stres tersendiri
bagi klien. Dalam hal ini pola penanggulangan stress
sangat tergantung pada sistem mekanisme klien itu

sendiri misalnya pergi kerumah sakit untuk dilakukan


perawatan / pemasangan traksi.
f) Pola sensori dan kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh fraktur femur adanya
kerusakan jaringan lunak serta tulang yang parah dan
hilangnnya darah serta cairan seluler ke dalam jaringan.
Hal

ini

yang

menyebabkan

gangguan

sensori

sedangkan pada pola kognitif atau cara berfikir klien


tidak mengalami gangguan jiwa.
g) Pola hubungan peran
Pola hubungan dan peran akan mengalami gangguan,
jika klien sebagai kepala rumah tangga / menjadi tulang
punggung keluarga.
h) Pola persepsi diri
Pada fraktur femur akan mengalami gangguan konsep
diri karena terjadi perubahan cara berjalan akibat
kecelakaan yang menyebabkan patah tulang dan klien
takut cacat seumur hidup / tidak dapat kembali bekerja.
i) Pola reproduksi dan seksual
Bila klien sudah berkeluarga dan mempunyai anak
maka akan mengalami pola seksual dan reproduksi, jika
klien belum berkeluarga klien tidak akan mengalami
gangguan.

j) Pola tidur dan istirahat


Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan
yang disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat
fraktur.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada fraktur terutama fraktur femur akan mengalami
perubahan / gangguan dalam menjalankan sholat
dengan cara duduk dan dilakukan diatas tempat tidur.

7. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Meliputi keadaan sakit pasien, tingakat kesadaran dan
tanda-tanda vital
b) Pemeriksaan Sistem Integumen.
Tidak ada perubahan yang menonjol pada sistem
integumen seperti warna kulit, adanya jaringan parut /
lesi, tekstur kulit kasar dan suhu kulit hangat serta kulit
kotor.
c) Pemeriksaan Kepala Dan Leher.
Tidak ada perubahan yang menonjol pada kepala dan
leher seperti warna rambut, mudah rontok, kebersihan
kepala, alupeaus, keadaaan mata, pemeriksaan takanan
bola mata, pemeriksaan visus, adanya massa pada
telinga, kebersihan telinga, adanya serumen, kebersihan
hidung, adanya mulut dan gigi, mulut bau adanya
pembengkakan pada leher, pembesaran kelenjar linfe
atau tiroid.
d) Pemeriksaan Sistem Respirasi.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti bentuk
dada ada tidaknya sesak nafas, sura tambahan,
pernafasan cuping hidung.
e) Pemeriksaan Kordiovaskuler.
Klien fraktur mengalami denyut nadi meningakat
terjadi respon nyeri dan kecemasan, ada tidaknya
hipertensi, tachikardi perfusi jaringan dan perdarahan
akiobat trauma.
f) Pemeriksaan Sistem Gastro Intestinal.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti nafsu
makan tetap, peristaltik usus, mual, muntah, kembung.
g) Pemeriksaan Sistem Ganitourinaria.

Tidak ada perubahan yang menonjol seperti produksi


urin, warna urin, apakah ada hematovia / tidak, adakah
disuria, kebersihan genital.
h) Pemeriksaan Sistem Muskuslukeletal.
Terdapat fraktur, yeri gerak, kekakuan sendi, bagaimana
tinus ototnya ada tidaknya atropi dan keterbatasan
gerak, adanya karepitus.
i) Pemeriksaan Sistem Endokrin.
Tidak ada perubahan yang menojol seperti ada tidaknya
pembesaran thyroid / struma serta pembesaran kelenjar
limfe.
j) Pemeriksaan Sistem Persyarafan.
Ada tidaknya hemiplegi, pavaplegi dan bagaimana
reflek patellanya.

I. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen cidera fisik
b. Gangguan mobilitas fisik b.d fraktur pelvis
c. Cemas b.d kurangnya informasi (prosedur oprasi)

Anda mungkin juga menyukai