Aspek Hukum Kloning
Aspek Hukum Kloning
PENDAHULUAN
terjadi sampai hari ini. Beberapa nilai yang masih perlu mendapat kajian khusus
adalah aspek etika, moral, dan hukum. (Moeloek, 2002; Wihel, 2005).
Pembahasan ini bertujuan untuk mengetahui aspek legal kloning manusia dari
segi etika, moral, dan hukum dalam memenuhi kebutuhan informasi masyarakat
terhadap teknik reproduksi kloning manusia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah aspek legal kloning manusia dari segi etika, moral, dan
hukum ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang aspek legal kloning manusia dari segi etika,
moral, dan hukum.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Sebagai sumber informasi tentang aspek legal kloning manusia dari segi
etika, moral, dan hukum khususnya di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
moral yang kuat, maka dibuatlah peraturan hukum tertulis yang mengikat setiap
peneliti maupun penyelenggara teknik reproduksi buatan. Pada dasarnya,
peraturan hukum dibuat sebagai imbas dari aturan etika yang ada. Begitu pula
halnya di Indonesia. Indonesia sudah memiliki beberapa aturan hukum (tertulis)
mengenai teknik reproduksi buatan sejak tahun 1992.
Berikut beberapa peraturan hukum tentang teknik reproduksi buatan di
Indonesia menurut Moeloek, 2002 :
1. Undang-undang Kesehatan nomor 16 tahun 1992, berisi :
a. Kehamilan di luar cara alami hanya menjadi jalan terakhir mendapat
keturunan pada pasangan suami-istri yang sah
b. Upaya kehamilan di luar cara alami tersebut hanya dilakukan oleh suamiistri sah dengan ketentuan:
i. Hasil pembuahan sperma dan ovum suami istri bersangkutan, hasilnya
ditanam pada rahim istri pemilik ovum tersebut
ii. Dilakukan tenaga kesehatan yang ahli di bidangnya
iii. Pada sarana kesehatan tertentu
c. Ketentuannya diatur oleh peraturan pemerintah
2. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 72 tahun 1999 tentang penyelenggaraan
teknologi reproduksi buatan berisi ketentuan umum, perizinan, pembinaan,
pengawasan, peralihan, penutup :
a. Pelayanan teknologi buatan hanya dari suami istri bersangkutan
b. Pelayanan merupakan bagian dari pelayanan infertilitas
c. Embrio yang dipindah ke rahim istri maksimal tiga, boleh empat bila :
i. Rumah sakit memiliki perawatan intensif bayi baru lahir
ii. Pasangan suami-istri sudah gagal menjalani teknik reproduksi minimal
dua kali
iii. Istri berusia lebih dari 35 tahun
d. Dilarang melakukan surogasi
e. Dilarang memperjual belikan ovum, sperma, embrio
f. Dilarang menghasilkan embrio semata-mata untuk kepentingan penelitian
g. Dilarang melakukan penelitian pada embrio berusia lebih dari 14 hari pasca
fertilisasi
h. Sel telur yang sudah dibuahi sperma tidak boleh dibiakkan lebih dari 14
hari
i. Dilarang melakukan penelitian dari ovum, sperma, dan embrio tanpa izin
pemiliknya
j. Dilarang melakukan fertilisasi trans spesies kecuali dengan tujuan
mendiagnosis masalah infertilitas. Setiap hybrid trans-spesies yang
terbentuk harus diakhiri pada tingkat dua sel.
Menurut poin f, g, h diatas, secara tidak langsung kloning pada manusia di
Indonesia tidak diperbolehkan karena kloning pada manusia saat ini masih dalam
tahap penelitian yang memerlukan waktu lebih dari 14 hari.
Meski sampai saat ini belum ada manusia yang lahir hidup dan sehat dari
teknologi kloning, namun yang menjadi perdebatan adalah bagaimana kedudukan
manusia hasil kloning tersebut di mata hukum. Di Indonesia, ada beberapa
peraturan yang tegas mengatur hak dan kewajiban warga Negara, namun
peraturan tersebut belum mengkhusus pada manusia hasil kloning. Meskipun
begitu, jika kloning suatu saat nanti dilegalkan maka peraturan perundang
undangan di Indonesia yang dapat melindungi hak dan kewajiban manusia hasil
kloning adalah sebagai berikut :
1. Aspek Hukum Perdata
Hukum perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan
kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Hukum perdata
yang dapat melindungi hak-hak dan kepentingan manusia hasil kloning
adalah sebagai berikut :
a. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia
pasal 3 ayat (2) menyebutkan Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan perlakuan hukum yang adil serta
mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan
hukum dan ayat (3) berbunyi Setiap orang berhak atas
perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa
diskriminasi. Bahkan Pasal 5 ayat (3)
menyebut,berhak
Kesejahteraan
Sosial
pasal
menyebutkan
Setiap
Warganegara berhak atas taraf kesejahteraan sosial yang sebaikbaiknya dan berkewajiban untuk sebanyak mungkin ikut serta dalam
usaha-usaha kesejahteraan sosial.15
d. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 5 (1) menyebutkan Setiap warga negara mempunyai
hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan
pasal 5 (2) menyebutkan Warga negara yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus.17
2. Aspek Hukum Pidana
Hukum pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang
menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk kedalam tindak
pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap
yang melakukannya. Tidak ada peraturan yang spesifik mengatur
perbuatan apa yang dilarang dan termasuk tindak pidana dari manusia hasil
kloning, namun jika manusia hasil cloning dianggap sebagai warga negara
Indonesia dan manusia seutuhnya maka seluruh peraturan dalam Kitab
Undang Undang Hukum Pidana akan berlaku padanya.
3. Aspek Hukum Administrasi Negara
Hukum administrasi negara adalah hukum yang selalu berkaitan
dengan aktivitas prilaku administrasi negara dan kebutuhan masyarakat
serta interaksi diantara keduanya. Manusia hasil kloning dilihat dari aspek
hukum administrasi negara yaitu :
a) Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 1 menyebutkan Segala
warga negara bersamaan kedudukannya
dalam
hukum
dan
genetic
diagnosis
diperbolehkan
dengan
tujuan
Kloning pada domba yang dilaporkan pada tahun 1997 adalah bahwa
reproduksi mamalia aseksual dimungkinkan dengan potensi juga pada manusia.
Kloning pada manusia dengan membelah mudigah juga dimungkinkan.
Dipermasalahkan 3 hal dalam kloning yang menyangkut etik dan dampak
sosialnya, yaitu:
1. Transfer sel kloning atau mudigah pada manusia;
2. Transfer sel kloning untuk menghasilkan jaringan/biakan sel manusia;
3. Transfer sel kloning atau membelah mudigah untuk menghasilkan manusia
kloning.
Sifat-sifat manusia amat ditentukan oleh DNA, misalnya golongan darah,
HLA, dan Haplotype. Tidaklah demikian dalam hal interaksi genetik dengan
lingkungan atau sosial. Ini berarti manusia klon akan identik dengan asalnya
dalam beberapa aspek. Pada kloning manusia dilakukan transfer sel yang
mengandung unsur gen yang sama dari seseorang. Ini berarti tidak menghargai
individu atau identitas orang tersebut. Selain mengandung risiko fisik yang belum
diketahui secara psikologik, juga bias berdampak buruk pada manusia yang
diproduksi dengan teknologi seperti ini (Affandi 2011).
Ciri-ciri
awal
yang
dapat
ditentukan
sebelumnya
(pre-determined),
Pasal 15
Mengobati seorang perempuan yang mempunyai defek mitokhondria dengan
jalan memasukkan sitoplasma berisi mitokhondria ke dalam protoplasma sel telur
perempuan tersebut, diperbolehkan.
Penjelasan
Perempuan dengan defek mitokhondria mempunyai risiko untuk menurunkan
kelainan ini kepada keturunannya. Pemberian suplemen sitoplasma yang
mengandung mitokhondria ke dalam protoplasma sel telur perempuan tersebut
10
tidak termasuk kloning. Akan tetapi, pemasukan inti salah satu sel somatik ke
dalam sel telur perempuan lain dianggap kloning. Oleh karena itu tindakan itu
dilarang (Affandi 2011).
Pasal 16
Riset pada praembrio seringkali diperlukan sehingga secara etis dibenarkan,
sepanjang:
a. Bertujuan untuk kepentingan kesehatan manusia, seperti yang tertulis dalam
definisi sehat menurut WHO;
b. Tidak membiarkan embrio berkembang melebihi 14 hari sejak terjadinya
pembuahan (tidak termasuk lamanya embrio dibekukan);
c. Informasi tidak bisa diperoleh dari model binatang;
d. Informed consent yang memadai dari kedua donor gamet
e. Projek riset praembrio diijinkan oleh badan etik yang kompeten;
f. Sebaiknya dilakukan pada praembrio yang berlebih (Surplus Praembrio) pada
FIV;
g. Praembrio bekas dipakai untuk riset tidak diimplantasikan ke dalam uterus,
kecuali ada argumentasi yang memadai bahwa kehamilan akan mencapai
kehamilan normal dan sukses.
Pasal 17
Riset pada praembrio menjadi tidak etis, bila:
a. kloning dengan tujuan menumbuhkan, melewati stadium praembrio;
b. memproduksi hibrid dengan fertilisasi interspesies
c. melakukan implantasi praembrio manusia ke dalam uterus spesies lain;
d. manipulasi genom, kecuali untuk tujuan pengobatan;
e. membuat bank gamet dan embrio untuk tujuan mencari untung
Penjelasan pasal 16 dan 17
Stadium praembrio didefinisasikan mulai dari saat pembuahan sampai
terbentuknya Primitive Streak, lamanya 14 hari. Riset pada praembrio diperlukan
untuk :
a. memperluas pengetahuan tentang proses perkembangan pada stadium itu;
11
Pasal 20
Riset perubahan DNA pada sperma, oosit, atau zigot yang kemudian
diimplantasikan pada uterus, saat ini dianggap tidak etis.
Penjelasan
1. Pada sel somatik perubahan genetik yang terjadi tidak diteruskan pada
keturunannya. Oleh karena itu, apabila dilihat dari sudut ini tidak ada masalah
etis. Akan tetapi, seperti halnya dengan riset-riset yang berkaitan dengan
manusia, masih banyak yang harus dipertanyaakan baik hasilnya maupun
12
dampaknya. Oleh karena itu, riset tentang perubahan DNA pada sel somatik
manusia harus mendapatkan persetujuan lebih dahulu dari badan tertentu. Bila
riset ini berhasil, dapat dibuat proposal untuk perubahan genetik sel somatic
intrauterine (Affandi 2011).
2. Berkenaan dengan perubahan DNA pada sperma, oosit, dan zigot, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan:
a. Perubahan genetik akan di teruskan pada keturunan
b. Pada saat ini belum ditemukan teknik untuk mengubah gen spesifik secara
tepat, aman, dan dapat dipertanggungjawabkan
c. Teknik memilih zigot yang bebas dari gen pembawa penyakit lebih
sederhana daripada memilih zigot yang mengandung pembawa penyakit,
mengubahnya, dan mentransfernya ke dalam rahim
Dari ketiga pertimbangan tersebut, maka riset yang menyangkut perubahan
DNA pada sperma, oosit, dan zigot manusia secara etis tidak diterima (Affandi
2011).
Pasal 21
Perubahan gen pada individu yang sudah sehat, hanya untuk mendapatkan
peningkatan kualitas, seperti tinggi badan, intelegensi, dan warna mata, saat ini
dianggap tidak etis.
Penjelasan
Perubahan genetik pada individu yang telah sehat (bebas dari gen pembawa
penyakit) bisa ditujukan untuk peningkatan kualitas yang dikehendaki misalnya
tinggi badan, intelegensi, dan warna mata, dengan cara menyisipkan (insert) gen
pembawa sifat tersebut. Ada beberapa hal yang harus dipermasalahkan pada
teknologi ini :
a. Masih belum jelas kriteria untuk mengakses teknologi ini;
b. Teknologi ini sangat potensial untuk dikomersialkan.
Pada kenyataannya sampai sekarang belum terdapat cukup bukti (evidence)
tingkat keamanan serta risikonya. Oleh karena itu, teknologi ini secara etis belum
diterima (Affandi 2011).
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kloning manusia untuk kepentingan komersial dan reproduksi dilarang atau
tidak legal di Indonesia sesuai dengan peraturan Undang-Undang Kesehatan
nomor 16 tahun 1992, Keputusan Menteri Kesehatan nomor 72 tahun 1999
tentang penyelenggaraan teknologi reproduksi buatan, Keputusan Mukernas Etik
Kedokteran Indonesia tahun 2002, dan panduan etika profesi obstetri dan
ginekologi di Indonesia. Meskipun kloning dilarang di Indonesia namun belum
ada peraturan perundang undangan yang khusus mengatur kloning pada manusia
14
15