STROKE
1. Definisi
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak
secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan
yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular
(WHO 1983). Stroke pada prinsipnya terjadi secara tiba-tiba karena gangguan
pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka tak
dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak
disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.
2. Jenis stroke
Berdasar penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik
maupun stroke hemorragik.
a. stroke iskemik
yaitu penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak karena
obstruksi atau penyempitan pembuluh darah arteri otak dan menunjukkan
gambaran infark pada CT-Scan kepala. Aliran darah ke otak terhenti
karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh
darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke
otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke
jenis ini. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah
arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis
interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari
lengkung aorta jantung.
Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh
Pembuluh
darah
arteri
karotis
dan
arteri
vertebralis
beserta
TIA
didefinisikan sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang
disebabkan gangguan setempat pada otak atau iskemi retina yang
terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam, tanpa adanya infark, serta
meningkatkan resiko terjadinya stroke di masa depan.
ii.
RIND
Defisit neurologis lebih dari 24 jam namun kurang dari 72 jam
iii.
Progressive stroke
iv.
Complete stroke
v.
Silent stroke
b. stroke hemorragik
Pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal
dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya
contoh perdarahan intraserebral, perdarahan subarachnoid, perdarahan
intrakranial et causa AVM. Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik
terjadi pada penderita hipertensi.
3. Faktor Resiko
suku bangsa (negro/spanyol)
jenis kelamin (pria)
kurang olah raga.
usia lanjut
Obesitas
Diabetes mellitus
Hipertensi
Penyakit jantung
Merokok
Alkohol
Diet
Riwayat keluarga
Usia merupakan faktor risiko stroke, semakin tua usia maka risiko terkena
strokenya pun semakin tinggi. Namun, sekarang kaum usia produktif perlu
waspada terhadap ancaman stroke. Pada usia produktif, stroke dapat menyerang
terutama pada mereka yang gemar mengkonsumsi makanan berlemak dan narkoba
(walau belum memiliki angka yang pasti). Gaya hidup selalu menjadi kambing
hitam berbagai penyakit yang menyerang usia produktif. Generasi muda sering
menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi
makanan siap saji yang sarat dengan lemak dan kolesterol tapi rendah serat.
4. Gejala stroke
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan
menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke).
Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari
akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution).
Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode
stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi
beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak
yang terkena.
Membaca isyarat stroke dapat dilakukan dengan mengamati beberapa
gejala stroke berikut:
1. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi
tubuh.
2. Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran.
3. Penglihatan ganda.
4. Pusing.
5. Bicara tidak jelas (pelo).
6. Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
7. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh.
8. Pergerakan yang tidak biasa.
9. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
10. Ketidakseimbangan dan terjatuh.
11. Pingsan.
Kelainan neurologis yang terjadi akibat serangan stroke bisa lebih berat
atau lebih luas, berhubungan dengan koma atau stupor dan sifatnya menetap.
Selain itu, stroke bisa menyebabkan depresi atau ketidakmampuan untuk
mengendalikan emosi.
Stroke juga bisa menyebabkan edema atau pembengkakan otak. Hal ini
berbahaya karena ruang dalam tengkorak sangat terbatas. Tekanan yang timbul
bisa lebih jauh merusak jaringan otak dan memperburuk kelainan neurologis,
meskipun strokenya sendiri tidak bertambah luas.
5. Diagnosis Stroke
Diagnosis
stroke adalah
secara
klinis
beserta
pemeriksaan
penunjang.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain CT scan kepala, MRI.
Untuk menilai kesadaran penderita stroke dapat digunakan Skala Koma Glasgow.
Untuk membedakan jenis stroke dapat digunakan berbagai sistem skor, seperti
Skor Strok Siriraj, Algoritma Stroke Gajah Mada, atau Algoritma Junaedi
Diagnosis stroke biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dapat membantu menentukan lokasi
kerusakan pada otak. Ada dua jenis teknik pemeriksaan imaging (pencitraan)
untuk mengevaluasi kasus stroke atau penyakit pembuluh darah otak
(Cerebrovascular Disease/CVD), yaitu Computed Tomography (CT scan) dan
Magnetic Resonance Imaging (MRI).
CT scan diketahui sebagai pendeteksi imaging yang paling mudah, cepat dan
relatif murah untuk kasus stroke. Namun dalam beberapa hal, CT scan kurang
sensitif dibanding dengan MRI, misalnya pada kasus stroke hiperakut.
Untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI.
Kedua pemeriksaan tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab dari
stroke, apakah perdarahan atau tumor otak. Kadang dilakukan angiografi yaitu
penentuan susunan pembuluh darah/getah bening melalui kapilaroskopi atau
fluoroskopi.
6. Penanganan Stroke
Penderita stroke biasanya diberikan oksigen, dipasang infus untuk memasukkan
cairan dan zat makanan, diberikan manitol atau kortikosteroid untuk mengurangi
pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderita stroke akut
Jika mengalami serangan stroke, segera dilakukan pemeriksaan untuk menentukan
apakah penyebabnya bekuan darah atau perdarahan yang tidak bisa diatasi dengan
obat penghancur bekuan darah.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala lainnya bisa
dicegah atau dipulihkan jika recombinant tissue plasminogen activator (RTPA)
atau streptokinase yang berfungsi menghancurkan bekuan darah diberikan dalam
waktu 3 jam setelah timbulnya stroke.
Antikoagulan juga biasanya tidak diberikan kepada penderita tekanan darah tinggi
dan tidak pernah diberikan kepada penderita dengan perdarahan otak karena akan
menambah risiko terjadinya perdarahan ke dalam otak.
Penderita stroke biasanya diberikan oksigen dan dipasang infus untuk
memasukkan cairan dan zat makanan. Pada stroke in evolution diberikan
antikoagulan (misalnya heparin), tetapi obat ini tidak diberikan jika telah terjadi
completed stroke.
Pada completed stroke, beberapa jaringan otak telah mati. Memperbaiki aliran
darah ke daerah tersebut tidak akan dapat mengembalikan fungsinya. Karena itu
biasanya tidak dilakukan pembedahan.