Referat Glossitis
Referat Glossitis
GLOSSITIS
Pembimbing:
Drg. Noenoeng Isnantijowati
DISUSUN OLEH :
Romel Ciptoadi Wijaya
210.121.0066
BAB I
PENDAHULUAN
Lidah merupakan organ dalam rongga mulut penting pada tubuh manusia yang memiliki
banyak fungsi. Lidah memiliki peran dalam proses pencernaan, mengisap, menelan, persepsi
rasa, bicara, respirasi, dan perkembangan rahang. Lidah dapat digunakan untuk melihat kondisi
kesehatan seseorang sehingga digunakan sebagai indikator untuk mengetahui kesehatan oral dan
kesehatan umum pasien.
Lidah dapat mengalami anomali oleh karena gangguan perkembangan, genetik, dan
lingkungan. Lesi pada lidah memiliki diagnosa banding yang sangat luas yang berkisar dari
proses benigna yang idiopatik sampai infeksi, kanker dan kelainan infiltratif. Lidah juga bisa
menderita kelainan atau penyakit. Kelainan pada lidah antara lain terdiri dari kelainan
perkembangan, perubahan selaput dan warna lidah, indentation markings, gangguan gerakan
lidah, gangguan persarafan lidah, pembesaran lidah dan peradangan.
Penyakit lidah paling sering ditemui akibat kondisi sistemik adalah glositis median
rhomboid, glositis atrofi, lidah pecah-pecah, dan lidah geografis. Pada kondisi lokal, dapat terjadi
papiloma, lidah berbulu dan leukoplakia yang bisa berubah menjadi ganas. Glositis atrofi adalah
penyakit inflamasi dari mukosa lidah, dengan permukaan lidah yang halus (papila menghilang),
dan berwarna merah atau merah muda.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Lidah
Lidah merupakan massa jaringan ikat yang tersusun otot lurik yang diliputi oleh
membran mukosa. Membran mukosa melekat erat pada otot karena jaringan penyambung
lamina propia menembus ke dalam ruang-ruang antar berkas-berkas otot. Struktur lainnya
yang berhubungan dengan lidah sering disebut lingual. Lidah merupakan bagian tubuh
penting untuk indra pengecap yang terdapat kemoreseptor untuk merasakan respon rasa asin,
asam, pahit dan rasa manis. Tiap rasa pada zat yang masuk ke dalam rongga mulut akan
direspon oleh lidah di tempat yang berbeda-beda. Lidah sebagian besar terdiri dari dua
kelompok otot yaitu otot intrinsik dan ektrinsik. Otot intrinsik lidah melakukan semua
gerakan halus, sementara otot ektrinsik mengaitkan lidah pada bagian-bagian sekitarnya
serta melaksanakan gerakan-gerakan kasar yang sangat penting pada saat mengunyah dan
menelan. Lidah mengaduk makanan, menekannya pada langit-langit dan gigi dan akhirnya
mendorongnya masuk faring. Lidah terletak pada dasar mulut, sementara pembuluh darah
dan urat saraf masuk dan keluar pada akarnya. Ujung serta pinggiran lidah bersentuhan
dengan gigi-gigi bawah, sementara dorsum merupakan permukaan melengkung pada bagian
atas lidah.
Penyebab glositis bermacam-macam, baik lokal dan sistemik. Penyebab glositis bisa
diuraikan sebagai berikut:
a. Sistemik:
1. Malnutrisi (kurang asupan vitamin B12, niasin, riboflavin, asam folat)
2. Anemia (kekurangan Fe)
3. Penyakit kulit (lichenplanus, erythema multiforme, syphilis, lesi apthous)
4. HIV (candidiasis, HSV, kehilangan papillae)
5. Obat lanzoprazole, amoxicillin, metronidazole.
b. Lokal:
1. Infeksi (streptococcal, candidiasis, Tb, HSV, EBV)
2. Trauma (luka bakar)
3. Iritan primer (alkohol, tembakau, makanan pedas, permen berlebihan)
Faktor resiko:
1.
2.
3.
4.
5.
glositis. Perawatan dari glositis tergantung pada penyakit yang mendasari. Apabila glositis
terjadi pada anemia pernisiosa maka lidah akan tampak merah dan terasa panas.
2.6. Diagnosis
Penegakan diagnosis dimulai dari anamnesis. Dari anamnesis, dapat ditemukan keluhan
nyeri lidah, ada massa atau pembengkakan (massa fokal; fibroma, lipoma. Massa difus;
sengatan tawon, kista mukosa, erythema bollusum).
Pada pemeriksaan fisik, dilihat nodul atau papilla lidah yang menghilang. Selain itu juga
dapat dilakukan pemeriksaan tambahan seperti biopsi, kikisan KOH, CBC, tes serologi
untuk sifilis, tes untuk defisiensi vitamin B12, tes glukosa postprandial, profil kimia darah,
kultur lesi dan smear bila terdapat indikasi.
2.7. Jenis Glositis
a. Atrofi Glositis
Glositis atrofi atau hunter glossitis adalah suatu kondisi yang ditandai oleh lidah
mengkilap halus dan nyeri yang disebabkan oleh atrofi dari papila lingual (depapillation).
Permukaan lidah dorsal mungkin akan terasa panas, nyeri dan/atau eritema. Atrophic
glossitis memiliki banyak penyebab, biasanya terkait dengan kekurangan nutrisi atau faktor
lain seperti xerostomia (mulut kering) atau anemia.
b. Benign Migratory Glossitis ( Geografis Lidah)
Lidah
Geografis atau
Benign
Migratory
Glossitis
adalah
kondisi
peradangan selaput lendir dari lidah, biasanya terjadi pada permukaan lidah. Hal ini
ditandai dengan lidah yang halus, depapillation dengan warna merah (hilangnya papila
lingual ) yang berpindah atau meluas dari waktu ke waktu. Istilah migratory berasal dari
gambaran lidah yang berubah menjadi seperti peta, dengan patch menyerupai gambaran
pulau-pulau. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi kondisi ini sepenuhnya jinak dan tidak
ada pengobatan kuratif.
Daerah yang mengalami depapillation biasanya sedikit terangkat, berwarna putih,
kuning atau abu-abu. Sebuah lesi lidah geografis biasanya dimulai sebagai patch putih
Pada awal terjadinya penyakit, biasanya hanya terdapat satu lesi, tapi ini jarang terjadi
dan biasanya lesi dapat berada di beberapa lokasi yang berbeda di lidah, dan kemudian
seiring waktu, lesi-lesi tersebut meluas dan menyatu untuk membentuk gambaran khas
seperti peta. Lesi biasanya berubah bentuk, ukuran dan berpindah ke bagian lidah lain.
Kondisi ini dapat mempengaruhi hanya sebagian dari lidah, dengan kecenderungan
dimulai pada ujung dan sisi lidah, yang akan berkembang ke seluruh permukaan lidah.
Glositis geografis seringkali tidak menimbulkan gejala, tetapi dalam beberapa kasus,
pasien dapat mengalami rasa sakit atau terbakar misalnya ketika makan panas, asam,
pedas atau lainnya jenis makanan (misalnya keju, tomat, buah).
Beberapa penelitian melaporkan hubungan penyakit ini dengan beberapa antigen
pada
leukosit
manusia ,
seperti
peningkatan
penurunan
insiden
insiden
di HLA-B51. Kekurangan
vitamin
predisposisi,
yaitu
merokok,
penggunaan
gigi
tiruan,
kortikosteroid semprotan atau inhaler dan human immunodeficiency virus (HIV). Kultur
mikrobiologi dari lesi biasanya menunjukkan Candida yang bercampur dengan bakteri.
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, dan biopsi jaringan,
tetpai biasanya tidak diperlukan. Pengobatan dilakukan bersamaan dengan penghentian
konsumsi rokok dan pengobatan topikal atau obat antijamur oral.
d. Geometric Glossitis
Glossitis geometris, juga disebut geometris herpetic glossitis adalah istilah yang
digunakan untuk lesi kronis yang berhubungan dengan infeksi virus herpes
simpleks (HSV) tipe I, dimana ditemukan celah (fissure) yang bercabang di garis tengah
lidah. Lesi biasanya sangat menyakitkan, dan terdapat erosi di kedalaman celah. Istilah
geometric glossitis ini berasal dari pola geometris pada celah yang membujur,
menyeberang atau bercabang. Hubungan antara herpes simpleks dan glossitis geometris
ini dibantah oleh beberapa peneliti dan klinisi, karena belum ada gold standard untuk
diagnosis lesi herpes intraoral.
2.8. Terapi Glositis
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi peradangan. Perawatan biasanya tidak
memerlukan rawat inap kecuali lidah bengkak sangat parah. Kebersihan mulut sangat perlu,
termasuk menyikat gigi menyeluruh setidaknya dua kali sehari dan flossing sedikitnya setiap
hari. Kortikosteroid seperti prednisone dapat diberikan untuk mengurangi peradangan glositis.
Untuk kasus ringan, aplikasi topis (seperti berkumur prednisone yang tidak ditelan) dapat
disarankan untuk menghindari efek samping dari kortikosteroid yang ditelan atau disuntik.
Antibiotik, obat anti jamur, atau anti mikroba lainnya mungkin diberikan jika penyebab glositis
adalah infeksi. Anemia dan kekurangan gizi harus diperlukan, sering dengan perubahan pola
makan atau suplemen lainnya. Hindari iritasi (seperti makan panas atau pedas, alkohol, dan
tembakau) untuk meminimalkan ketidaknyamanan.
2.9. Komplikasi
Komplikasi pada glositis antara lain bisa terjadi kegelisahan pada penderita,
penghambatan jalan nafas, kesulitan berbicara, kesulitan mengunyah atau menelan, bahkan pada
kondisi yang berat bisa terjadi peradangan lidah yang kronis.
2.10 Pencegahan
Pencegahan pada glositis bisa dilakukan dengan cara;
Menjaga kesehatan mulut dengan baik (sikat gigi yang baik dan benar)
Flossing, pembersihan teratur oleh profesional dan pemeriksaan yang rutin
Minimalkan iritasi atau cedera mulut bila memungkinkan
Hindari penggunaan berlebihan makanan atau zat yang mengganggu mulut atau lidah
2.11. Prognosa
Dalam beberapa kasus, glositis bisa menyebabkan lidah bengkak yang dapat menghambat
jalan nafas. Namun dengan penanganan yang tepat dan adekuat, gangguan pada lidah ini dapat
teratasi dan dicegah kekambuhannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Lidah merupakan salah satu organ penting pada tubuh manusia yang memiliki banyak
fungsi. Lidah memiliki peran dalam proses pencernaan, menghisap, menelan, persepsi rasa,
bicara, respirasi dan perkembangan rahang.
Glositis merupakan suatu peradangan yang terjadi pada lidah yang ditandai dengan
terjadinya deskuamasi papilla filiformis sehingga menghasilkan daerah kemerahan yang
mengkilat. Glositis biasanya dapat disebabkan oleh defisiensi zat besi (Fe), vitamin B kompleks,
infeksi, trauma, serta bisa karena penyebab lain.
Glositis dapat dibedakan menjadi empat antara lain atrofi glositis, median rhomboid
glositis, glositis jinak bermigrasi dan geometric glossitis. Perawatan pada glositis ini tergantung
dari kasusnya. Antibiotik dipergunakan bila kelainan ini melibatkan bakteri. Bila penyebabnya
adalah defisiensi gizi, maka diperlukan supplement yang memadai yaitu harus diberikan zat besi
yang merupakan ciri utama glositis akibat defisiensi zat besi.
3.2. SARAN
Penderita glositis disarankan untuk menjaga kebersihan rongga mulut yaitu dengan sikat
gigi dan penggunaan dental floss atau benang gigi. Jangan lupa untuk membersihkan lidah
setelah makan. Kemudian kunjungi dokter gigi secara teratur. Jangan gunakan bahan-bahan obat
atau makanan yang merangsang lidah untuk terjadi iritasi atau agen-agen yang dapat
menimbulkan sensitisasi. Selain itu juga hentikan merokok dan hentikan penggunaan tembakau
dalam jenis apapun serta hindari alkohol.
DAFTAR PUSTAKA
Prinz H: Wandering rash of the tongue (geographic tongue). Dent Cosmos 69: 272-75, 1927.
Goswami M, Verma A, Verma M. Benign migratory glossitis with fissured tongue. J Indian Soc
Pedod Prev Dent. 2012 Apr- Jun; 30(2): 173-75. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22918106.
Assimakopoulos D, Patrikakos G, Fotika C, Elisaf M. Benign migratory glossitis or geographic
tongue: an enigmatic oral lesion. Am J Med. 2002 Dec 15; 113(9): 751-55. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12517366.
Honarmand M, Farhad ML, Shirzaiy M, Sehhatpour M. Geographic Tongue and Associated Risk
Factors among Iranian Dental Patients. Iran J Public Health. 2013; 42(2): 215-19. Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23515238.
Darwazeh AM, Almelaih AA. Tongue lesions in a Jordanian population. Prevalence, symptoms,
subjects knowledge and treatment provided. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2011 Sep 1;16(6):
e745-9. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21196841.
Brian VR, Derby R, Bunt WC. Common tongue conditions in primary care. Am Fam Physician.
2010 mar 1;81(5):627-34. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20187599.
Jainkittivong A, Langlais RP. Geographic tongue: clinical characteristics of 188 cases. J
Contemp Dent Pract. 2005 15; 6(1): 123-35. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15719084.
Warnock GR, Correll RW, Pierce GL. Multiple, shallow, circinate mucosal erosions on the soft
palate and base of uvula. J Am Dent Assoc 1986; 112: 523-24. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3457857
Michael J. Sigal, David Mock. Symptomatic benign migratory glossitis: report of two cases and
literature review. Pediatric dentistry: November/December, 1992; Vol 14(6): 392-96. Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1303549
Redman R S: Prevalence of geographic tongue, fissured tongue, median rhomboid glossitis and
hairy tongue among 3,611Min- nesota schoolchildren. Oral Surg 30: 390-95, 1970. Available
from: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/0030422070903208.
Marks R, Taitt B. HLA antigens in geographic tongue. Tissue Antigens. 1980; 15(1): 60-62.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12735333.
Fenerli A. Papanicolaou S, Papanicolaou M, Laskaris G. Histocompatibility antigens and
geographic tongue. Pathol 1993; 76: 476-79. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8233428
Picciani B, Silva-Junior G, Carneiro S, Sampaio AL, Goldemberg DC, Oliveira J, Porto LC, Dias
EP. Geographic stomatitis: an oral manifestation of psoriasis?. J Dermatol Case Rep. 2012 Dec
31; 6(4): 113-16. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23329990.
Pogrel MA, Cram D. Intraoral findings in patients with psoriasis with special reference to ectopic
geographic tongue (erythema circinata). Oral Surg Oral Med Oral Pathol 1988; 66: 184-89.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3174052.