BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kota Denpasar dari hari ke hari semakin padat. Kemacetan tak
terhindarkan karena tidak didukung dengan luas lahan jalan yang memadai.
Bahkan ada yang mengatakan jika kota Denpasar diibaratkan sebagai kota cobacoba. Kota yang sejak zaman penjajahan tidak dipersiapkan menjadi ibukota
Provinsi Bali. Akibatnya semua sistem dan perencanaan pembangunan di Kota
Denpasar terkesan coba-coba. Tanpa ada Grand Design yang baik, termasuk
Grand Design Sistem Transportasi, semua perkembangan pembangunan
khususnya perkembangan sistem tranportasi mengalir tanpa perencanaan. Karena
tidak memiliki grand design pembangunan sistem transportasi, sejak dahulu
hingga sampai saat ini, tata guna lahan berkembang secara alamiah, penumpukan
aktivitas di Denpasar dan Badung Selatan juga faktor penyebab terjadinya
kemacetan. Dan ini mengakibatkan hiruk pikuk transportasi di Kota Denpasar
menjadi masalah yang pelik dan sulit untuk diselesaikan.(beritadewata.com, 12
mei 2012)
Kota Denpasar adalah salah satu kota yang merupakan pusat perkembangan
dan
pertumbuhan
perekonomian
masyarakat
di
Bali,
dengan
tingkat
terpusat di Kota Denpasar dan Badung Selatan. Wilayah Sarbagita memiliki luas
1.753,63 km2 dengan jumlah penduduk sekitar 1.716.673 jiwa. Pemerintah kota
mengupayakan solusi untuk mengatasi masalah ini antara lain dengan membangun
jalan lingkar baru di luar pusat kota Denpasar . Upaya penambahan panjang jalan
di Kota Denpasar belum dapat memecahkan permasalahan transportasi dalam kota
secara optimal, bahkan menambah permasalahan lain yang memberikan pengaruhpengaruh bagi tata ruang fisik kota, terutama pada penggunaan lahan (land use)
dan morfologi kota.
Kemacetan lalu lintas, buruknya kualitas udara akibat polusi, lemahnya
sistem pelayanan transportasi publik, pertambahan jumlah kendaraan yang
cenderung tidak terkendali, urbanisasi dan perluasan kota merupakan sebagian
dari permasalahan berat yang sulit untuk dipecahkan. Dari sekian persoalan
tersebut, kemacetan lalu lintas sebagai akibat pertambahan jumlah kendaraan yang
sangat dramatis merupakan persoalan utama yang perlu penanganan lebih serius
dalam meminimalkan permasalahan transportasi kota Denpasar. Permasalahan
transportasi saat ini, strategi pemecahan masalah yang telah diterapkan dan
strategi yang mungkin dapat diterapkan dalam mengatasi permasalahan
transportasi di Kota Denpasar menjadi pandangan penulis untuk melakukan
penelitian, oleh karena itu penulis membuat karya tulis yang berjudul
Permasalahan Transportasi di Kota Denpasar
1.2
Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan
Tujuan Penulisan
Metode Penulisan
Dalam karya ilmiah ini, metode penulisan yang digunakan terpapar
sebagai berikut.:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan normatif yaitu dengan
berpedoman pada pustaka dalam mengumpulkan bahan, selain itu data-data
juga diambil dari hasil analisa penulis terhadap suatu kejadian tertentu yang
ada dan berkembang di masyarakat.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak di Kota Denpasar, yang merupakan salah satu dari 6
(enam) kota besar di Indonesia dengan permasalahan transportasi yang sangat
kompleks.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dengan Studi Pustaka yang merupakan kegiatan
meneliti atau menggali data tertulis, baik yang berupa berita, jurnal-jurnal
hasil penelitian, serta bahan-bahan tertulis yang berhubungan atau berkaitan
dengan Permasalahan Transportasi di Kota Denpasar.
Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan penelitian.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini diuraikan tentang rencana tata ruang Kota Denpasar, tata
ruang dan sistem transportasi Kota Denpasar, permasalahan transportasi di Kota
Denpasar,
permasalahan
Kota
Denpasar
sebagai
pusat
kegiatan,
dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
merupakan bagian dari Kerajaan Badung, sebuah kerajaan yang pernah berdiri
sejak abad ke-19, sebelum kerajaan tersebut ditundukkan oleh Belanda pada
tanggal 20 September 1906, dalam sebuah peristiwa heroik yang dikenal dengan
Perang Puputan Badung. Setelah kemerdekaan Indonesia, berdasarkan Undangundang Nomor 69 Tahun 1958, Denpasar menjadi ibu kota dari pemerintah daerah
Kabupaten Badung, selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor Des.52/2/36-136 tanggal 23 Juni 1960, Denpasar juga ditetapkan sebagai
ibu kota bagi Provinsi Bali yang semula berkedudukan di Singaraja. Kemudian
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1978, Denpasar resmi
menjadi Kota Administratif Denpasar, dan seiring dengan kemampuan serta
potensi wilayahnya dalam menyelenggarakan otonomi daerah, pada tanggal 15
Januari 1992, berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1992, dan Kota
Denpasar ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya, yang kemudian
diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 27 Februari 1992.
2.2
penumpang
regional,
pusat
pemerintahan
propinsi,
pusat
serta
pengaturan
sistem
pergerakan
dan
koordinasi
dasar
dalam
mengeluarkan
perijinan
pembangunan.
2.2.1
dan seimbang, tidak cukup dengan berpedoman kepada Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) yang bersifat umum dalam wujud 2 (dua) dimensi. Perlu adanya
pemahaman yang lebih mendalam terhadap aspek non fisik kawasan yang
menyangkut kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Dalam implementasinya,
diperlukan pedoman dalam wujud 3 (tiga) dimensi yang memberikan interpretasi
dan persepsi bentuk ruang kota (kawasan) yang akan terbentuk agar besaran
bangunan dengan lingkungannya dapat sesuai dan seimbang. Wujud perencanaan
10
dalam tiga dimensi ini terangkum dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL).
RTBL merupakan bagian dari sistem manajemen pembangunan kota
(Urban Development Management), berfungsi sebagai alat pengendali suatu
kawasan khusus atau kelompok bangunan pada suatu lingkungan (urban
environmental-building design and development guidelines), diharapkan dapat
memberikan arahan wujud penataan bangunan dan lingkungan dengan
memanfaatkan aspirasi sumber daya masyarakat pada arah pembangunan yang
optimal. Rencana yang disusun ditujukan untuk mengendalikan proses
pertumbuhan, menyelaraskan serta menghindarkan terjadinya kerusakan
lingkungan dan ruang pada kawasan yang ada dan telah tertata sebelumnya.
RTBL akan memberikan pedoman nilai estetika ruang pada bentuk rencana
bangunan yang diperkenankan untuk dikembangkan pada suatu kawasan dan
sekaligus sebagai alat pengendali pesatnya perkembangan fisik suatu kawasan
akibat pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Kawasan Perencanaan termasuk ke dalam wilayah administrasi Kecamatan
Denpasar Timur, dengan wilayah inti (core area) adalah kawasan sepanjang
segmen/ruas Jalan Surapati - Hayam Wuruk Nusa Indah yang dimulai dari
pempatan agung (persimpangan Catur Muka) menuju ke timur hingga
persimpangan Jalan Hayam Wuruk Nusa Indah, menuju ke utara sampai depan
main gate (pintu gerbang utama) Taman Budaya (Arts Centre) Denpasar. Sebagai
salah satu jalur utama sirkulasi yang menghubungkan Kawasan Pusat Kota
Denpasar dengan kawasan di sekitarnya, telah mendorong peningkatan intensitas
kendaraan yang memicu terjadinya penumpukan dan kemacetan lalu lintas pada
segmen Jl. Hayam Wuruk - Arts Centre.
Tema kawasan ditetapkan atas dasar karakteristik dan kecendrungan
perkembangan fungsi dalam setiap segmen kawasan :
ZONA I
11
ZONA IV
ZONA V :
untuk
kegiatan
Permukiman
dan
Fasilitas
Pendukungnya.
ZONA VI
12
2.2.2
yang erat dalam pembentukan ruang. Upaya penyediaan sarana transportasi untuk
perkembangan wilayah semestinya mengacu pada Rencana Tata Ruang. Seiring
perkembangan sebuah wilayah baik secara ekonomi maupun demografis, maka
aktivitas transportasi juga semakin meningkat. Jika hal tersebut tidak diantisipasi
maka akan timbul permasalahan di bidang transportasi, khususnya kemacetan
yang saat ini sering terjadi di Denpasar. Persoalan kemacetan merupakan masalah
krusial transportasi yang sangat terkait dengan penataan ruang. Pertumbuhan
wilayah yang menyimpang dari rencana tata ruang atau beralih fungsinya suatu
kawasan yang tidak sesuai dengan peruntukan. Dari fungsi permukiman menjadi
kawasan komersial akan menimbulkan dampak, salah satunya kemacetan. Faktor
penyebab kemacetan tidak semata masalah tata ruang, ada faktor lainnya seperti
sarana prasarana, sistem transportasi, dan perilaku pengguna jalan. Ada empat
alternatif pilihan dalam pemecahan masalahan transportasi yang berkaitan dengan
tata guna lahan, yaitu :
1. Penyediaan angkutan umum yang murah dan nyaman.
2. Desentralisasi strategi.
3. Peralihan dari angkutan pribadi menuju angkutan massal.
4. Pembatasan lalu lintas.
Khusus untuk desentralisasi strategi, pemecahan konsentrasi kegiatan dari
pusat kota ke wilayah pinggiran merupakan upaya pemerataan. Sehingga
kemacetan yang sering terjadi di pusat kota akibat penggunaan waktu, jalur, dan
banyaknya pemakaian kendaraan pribadi dalam waktu yang sama dapat
diminimalisir sebagai upaya untuk mewujudkan kota yang nyaman dan aman ke
13
depan, dapat dilaksanakan Development Impact Fee (keterkaitan antara tata ruang
dengan transportasi), dimana pelaku yang ingin membangun kegiatan komersial
dapat dikenakan retribusi lebih besar. (Sumber : www.pu.go.id)
Aktivitas Transportasi
14
15
(Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk
fungsi budi daya)
16
17
18
19
20
yang terus meningkat naik secara alami maupun karena perpindahan penduduk
(migrasi). Meningkatnya jumlah penduduk pada suatu kawasan perkotaan akan
menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan, khususnya masalah transportasi
(Tamin, 2000 : 491). Dari berbagai faktor penyebab permasalahan transportasi
yang menjadi penyebab utama adalah tingkat pertumbuhan prasarana yang tidak
mampu mencukupi permintaan kebutuhan transportasi. Ketidakseimbangan antara
kebutuhan transportasi dan penyediaan sistem transportasi menimbulkan
permasalahan antara lain :
Kerusakan Lingkungan
Turunnya kualitas lingkungan dengan tingginya polusi udara dan suara/
kebisingan terutama di ruas jalan berlalu lintas tinggi pada pusat pusat
kegiatan di Kota Denpasar.
Pemborosan Energi
Masalah kelangkaan energi banyak menjadi problem bagi kota-kota dengan
semakin meningkatnya konsumsi bahan bakar.
21
22
23
Gambar 2.9 Permasalahan yang dihadapi Kota Denpasar sebagai Pusat Kegiatan
(Sumber : Bahan Mata Kuliah Sistem Transportasi Makro, 2012)
2.4
bahwa tingkat kepadatan Penduduk di Bali ratarata sebesar 616 orang per km
dengan luas wilayah sebesar 5.636,66 km dan jumlah penduduk sebanyak
3.471.952 orang.
mencapai angka 3.978 orang per km, disusul kabupaten Gianyar dengan
kepadatan 1.081 orang per km, Kabupaten Badung dengan 928 orang per km
dan Kabupaten Tabanan dengan kepadatan penduduk mencapai 503 per km.
Akibat adanya penyatuan aktivitas perekonomian dan adanya pola pergerakan
antara wilayah keempat kabupaten/kota tersebut telah terbentuk aglomerasi dan
menjadi kota Metropolitan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan).
Menurut Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata
24
Nilai Strategis
Kawasan metropolitan Sarbagita sebagai tulang punggung perekonomian
Provinsi Bali dan salah satu pusar perkembangan nasional dengan tiga
sektor utama yaitu pariwisata, pertanian dan industri pendukung
pariwisata.
25
masih
dipertahankan
keberadaannya
untuk
kepentingan
Isu-isu Strategis
Besarnya tekanan alih fungsi lahan pada kawasan lindung, sawah yang
sampai ke timur.
Berada pada dataran rendah pantai sehingga rawan terhadap ancaman
bahaya kenaikan muka air laut yang akan mengganggu infrastruktur serta
aset-aset sosial budaya dan ekonomi penting.
26
4. Suatu kasawan yang memiliki dua fungsi utama yaitu N (zona lindung)
dan zona B (zona budidaya).
27
Tabel 2.1
Rencana Pola Ruang Kawasan Perkotaan Sarbagita
Tabel 2.2
28
BAB III
PEMBAHASAN
jam
sibuk
pada
pagi,
sore
hari
dan
pada
malam
hari.
29
Lumintang, Jalan Cokroaminoto (SD Taman Rama), Simpang Jalan Binoh Jalan
Ken Arok Jalan A. Yani. Kawasan Denpasar Barat meliputi Jalan Gunung
Agung, Simpang Jalan Teuku Umar, Simpang Jalan Batanta, Kawasan Monang
Maning, Jalan Imam Bonjol, Jalan Soputan, Pasar Iman Bonjol, Jalan Hassanudin,
Jalan Sumatra, Jalan Sulawesi. Kemacetan di Denpasar Selatan meliputi Jalan
Diponegoro, Pasar Sanglah, Kawasan Sesetan, Jalan Waturenggong, Jalan
Sidakarya, Jalan Tukad Yeh Aya, Jalan Pekerisan dan beberapa kawasan di
sekitarnya. Kedepannya, kemacetan akan susah untuk ditekan apabila tidak segera
dicarikan solusinya. Faktor faktor yang menyebabkan terjadinya kemacetan di
Kota Denpasar antara lain:
1. Tidak seimbangnya antara pertumbuhan kendaraan bermotor dan panjang
jalan yaitu 12,42% berbanding 2,28% per-tahun, sehingga menyebabkan
ketimpangan antara kebutuhan pergerakan dan kapasitas jalan yang tersedia.
Permasalahan klasik tentang perlalu lintasan kota-kota di Indonesia adalah
semakin tidak seimbangnya jumlah kendaraan dibandingkan dengan sarana
dan prasarana pendukungnya. Volume kendaraan bertambah setiap saat,
disisi lain fasilitas jalan baru tidak mungkin diadakan lagi. Kepemilikan
kendaraan bermotor di Denpasar s/d bulan april 2010 untuk sepeda motor
mencapai angka 462.177 (32,78 %) kendaraan dan mobil mencapai angka
115.161 (46,44%) kendaraan. Hal tersebut disebabkan, 87% rumah tangga
memiliki satu atau lebih sepeda motor dan 32 % mempunyai satu atau lebih
mobil sehingga 90% perjalanan didominasi oleh kendaraan pribadi yang
menyebabkan ruang jalan menjadi tidak efisien.
30
31
3.2
Polusi udara
Polusi suara/ Kebisingan
Tundaan pejalan kaki
Kecelakaan lalu lintas
Stress bagi pengemudi
Kesehatan masyarakat
32
4.
5.
6.
kendaraan.
7. Jenis bahan bakar yang digunakan. Pembakaran bahan bakar minyak yang
tidak sempurna menyebabkan meningkatnya laju emisi pencemar dari setiap
kendaraan bermotor untuk setiap kilometer jalan yang ditempuh karena
kemacetan.
8. Jenis permukaan jalan, siklus dan pola mengemudi.
9. Kurangnya jalur hijau dengan tanaman yang dapat mengabsorpsi bahan
pencemar.
10. Terbatasnya dana untuk melakukan upaya pengawasan, pemantauan,
pengujian kualitas udara dan sosialisasi kepada masyarakat.
parkir kendaraan yang kurang optimal.
Dari beberapa kriteria tersebut tampaknya hampir semuanya termasuk dalam
11. Pengaturan
faktor penyebab polusi udara akibat transportasi darat yang terjadi di kota
Denpasar.
33
34
adalah
Gerakan
baik
program-program
35
36
Gambar 3.3 Uji Emisi Untuk Mengetahui Efektivitas Proses Pembakaran Bahan
Bakar pada Mesin Kendaraan
Walaupun dipasang peralatan yang serba canggih untuk memantau kualitas
udara tanpa diimbangi dengan usaha-usaha untuk mengurangi polusi dari
sumbernya maka upaya untuk mencegah semakin meluasnya polusi atau untuk
menguranginya akan menjadi sia-sia. Kendaraan bermotor yang merupakan
sumber polutan udara terbesar di kota Denpasar harus segera ditangani, dibarengi
dengan perbaikan sistem transportasi serta ruas jalan. Untuk kendaraan bermotor
bisa dimulai dengan memakai kendaraan yang telah menggunakan teknologi
pembakaran yang lebih sempurna sehingga emisi pencemar dapat dikurangi
sekecil mungkin. Modifikasi motor bakar secara berarti terjadi pada tahun 1970an, dengan dikeluarkannya National Air Quality Standard di Amerika Serikat dan
Clean Air Act-nya tahun 1971. Undang-undang ini ditujukan semata-mata untuk
menanggulangi pencemaran udara perkotaan yang telah sangat parah, dan telah
menimbulkan kerugian ekonomi dan sosial yang sangat parah. Sejak berlakunya
ketentuan tersebut, industri otomotif secara revolusioner melakukan modifidasi
rancangan rekayasa motor bakar secara berarti dalam desain kendaraan bermotor
untuk semua kelas, sejalan pula dengan penghematan energi. Kemudian
dilanjutkan dengan memasyarakatkan penggunaan energi alternatif yang lebih
bersih (clean fuel) seperti LPG, CNG dan Methanol. Kelayakan jalan kendaraan
juga harus mendapat perhatian yang lebih serius dan lebih ketat. Selama ini
pemerintah sudah melakukan uji kendaraan secara berkala baik itu uji mesin, uji
asap, dsb. tetapi usaha tersebut tampaknya belum bekerja dengan optimal karena
terbukti di jalan masih berkeliaran kendaraan-kendaraan dengan asap yang tebal
serta kendaraan- kendaraan yang tidak layak jalan.
3.2.4 Permasalahan Kebisingan di Kota Denpasar
37
Polusi suara atau kebisingan adalah salah satu isu lingkungan yang terjadi
di wilayah perkotaan. Polusi suara adalah polusi yang tak terlihat. Perancangan
kota yang tidak atau kurang mengikuti kaedah-kaedah perancangan kota ekologis
akan memberikan efek bising yang semakin meningkat sejalan dengan
peningkatan aktivitas dan gaya hidup urban. Seberapa besar penataan kota itu
telah mampu meredam efek bising sangat memerlukan pengkajian agar dapat
memberikan solusi yang tepat untuk meminimalisasi dampak polusi suara
tersebut. Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan
dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
manusia dan kenyamanan lingkungan. Berbagai aktivitas/ kegiatan masyarakat
dapat menimbulkan kebisingan dengan tingkat intensitas yang berbeda. Denpasar
adalah sebuah kota besar dengan dinamika pembangunan yang demikian cepat
pada berbagai sector kehidupan masyarakat. Aktivitas transportasi adalah salah
satu sumber bising di Kota Denpasar yang kian meningkat sejalan dengan
peningkatan jumlah kendaraan bermotor.
tingkat
kebisingan
dikawasan
tersebut
dan
inilah
yang
38
39
dapat dilakukan dengan upaya mencegah terjadinya perjalanan yang tidak perlu
(unnecessary mobility) atau dengan penggunaan teknologi angkutan yang dapat
mengurangi dampak lingkungan akibat kendaraan bermotor. Bentuk-bentuk
yang terkait dengan upaya pencegahan atau pengurangan jumlah perjalanan
yang tidak perlu dapat berupa pengembangan kawasan terpadu yang masuk
kategori compact city seperti kawasan super-block, kawasan mix-used zone,
maupun
transit-oriented
development. Selain
itu, pengurangan
jumlah
hunian,
komersial
aktivitas
hunian,
dan perkantoran.
komersial
dan
serta
jaringan
transportasi umum yang terpadu dengan fasilitas pedestrian dan jalur sepeda
konsep kawasan TOD diharapkan dapat mengurangi kebutuhan pergerakan
transportasi antar kawasan dan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor
pribadi.
Sebuah kawasan TOD umumnya memiliki pusat kawasan berupa stasiun
kereta, metro, trem atau stasiun bus yang dikelilingi oleh blok-blok hunian,
40
dapat
41
Sarana
Transportasi
Ramah
Lingkungan.
Sarana
transportasi
yang
dapat
mengurangi
ketergantungan
masyarakat
terhadap
berjalan
kaki
umumnya
adalah
sekitar
400-500
meter.
Sepeda
penggunaannya
dibandingkan
sepeda
motor.
Kecepatan
42
melalui
teknologi
rechargeable
energy
storage
system
(RESS).
43
jalan dari Teuku Umar menuju Kuta (Badung) ataupun sebaliknya; jembatan
di Suwung yang mendukung kelancaran lalu lintas menuju Bypass Ngurah
Rai dari Sesetan, jembatan di Banjar Binoh yang memberi alternatif arus
lalu lintas dari Gatot Subroto timur menuju Tabanan tanpa melewati
kawasan ramai terminal Ubung. Banyak gang dan jalan lingkungan yang
diperlebar dan diaspal, sehingga menjadi jalan alternatif, dan kemacetan arus
lalu lintas dapat dihindari.
b. Pelebaran Jalan
Walaupun telah diungkapkan diatas bahwa sebagian besar jalan di Kota
Denpasar merupakan jalan tradisional / warisan, namun ruas-ruas jalan yang
selalu dipadati kendaraan seperti jalan Gajah Mada, Hasanudin, dan
Sumatra, mampu dilalukan pelebaran. Pelebaran jalan ini dilakukan dengan
menghilangkan trotoar dan menjadikan emperan Toko untuk pejalan kaki.
c. Penambahan Jalur Angkutan Kota
Kota Denpasar kelebihan jumlah angkutan kota sebanyak 485 unit, menurut
Kadis Perhubungan Kota Denpasar jumlah armada yang berlebihan akan
didistribusikan pada jalur-jalur baru yaitu :
Kreneng Penatih
Semawang Intaran RSUP Sanglah Panjer
Plaza Kertawijaya Suwung Kauh melalui Nusa Kambangan
Suwung Kauh Suci melalui Pesanggaran
Tegal Padang Indah Monang-Maning
Semawang Padang Galak Waribang
Pendistribusian pada jalur-jalur baru ini dimaksudkan disamping untuk
44
45
46
point to point.
Akibatnya,
masyarakat lebih memilih untuk beralih ke angkutan pribadi. Persoalan lain yang
dihadapi angkutan umum di Bali yaitu ketiadaan jadwal pelayanan, jam operasi
yang tidak jelas, trayek yang berdiri sendiri, dan munculnya potensi konflik dalam
merespon suatu kebijakan. Jadi dapat disimpulkan permasalah transportasi publik
di di Kota Denpasar yaitu dapat dilihat dari aspek interkoneksi, integrasi dan
aksesibilitas yang rendah.
47
48
dan Peraturan Daerah Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029 yang implementasinya dituangkan dalam
ACTION PLAN dan dikemas dalam satu program ROAD MAP BACK TO
PUBLIC TRANSPORT, meliputi :
2009-2010
2011-2013
2014-2016
2016-dst
Berkelanjutan.
Pengembangan Angkutan Umum Trans SARBAGITA dimaksudkan untuk
menciptakan efisiensi perjalanan dan mampu menjangkau seluruh kawasan
SARBAGITA dengan konsep :
a. Restrukturisasi jaringan trayek angkutan kota Denpasar dan sekitarnya
(wilayah SARBAGITA)
b. Penggunaan kendaraan dengan kapasitas yang lebih besar dan lebih nyaman.
c. Berhenti terbatas pada halte-halte yang ditentukan dan penerapan jadwal
perjalanan.
d. Tarif terjangkau
e. Penerapan satu manajemen pengelolaan melalui System Pembelian Layanan
(Buy the Service) dengan pemberlakuan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Jaringan Trayek Angkutan Umum Massal Trans Sarbagita
Terdapat 17 Trayek Utama Trans Sarbagita yaitu :
49
Trayek yang sudah berjalan adalah trayek koridor 2, Batubulan - Nusadua PP dan
trayek koridor 1, Kota-GWK PP dari Kota (Jalan. Kamboja) Sudirman
Pesanggaran Kampus Unud Jimbaran GWK (Garuda Wisnu Kencana) PP
dengan tarif Rp. 3.500,- untuk umum dan Rp. 3.000,- untuk pelajar dan beroperasi
dari pukul 05.00 21.00 WITA.
50
Gambar 3.9 Peta Jaringan Trayek Angkutan Umum Massal Trans Sarbagita
(Sumber : Dinas Perhubungan Provinsi Bali, 2011)
51
52
wilayah kota denpasar dan banyaknya kecelakaan lalu lintas kendaraan pribadi
sampai menyebabkan korbannya meninggal dunia. Melalui program ini
diharapkan bisa mereformasi layanan Angkutan Umum melalui tahapannya yaitu:
Peletakan Konsep Dasar Layanan pada tahun 2012, Pengenalan Layanan Tahun
2012-2013, Peningkatan Citra Layanan Tahun 2012-2014, Penumbuhan Peran
Serta Swasta Tahun 2014-2015 dan Pengembangan Moda Angkutan Massal
Tahun 2016.
Dasar pelaksanaan untuk Program Layanan Angkutan Pengumpan (Feeder)
Trans Sarbagita Kota Denpasar adalah sebagai berikut :
Keputusan
Menteri
perhubungan
nomor
35
tahun
2003
tentang
umum
massal
khusunya
Trans
Sarbagita
di
wilayah
Kota
53
54
2. TP 02 rute yang dilewati adalah Matahari terbit Jl. By Pass Ngurah Rai
Sanur Jl. Danau Buyan Jl. Tukad Bilok Jl. Tukad Balian Jl. Tukad
Yeh Aya Jl. Waturenggong Jl. Pulau Nias Jl. Pulau Bali Jl. Lombok
Jl. Komodo Jl. Pulau Tarakan Simpang enam teuku umar Jl. Pulau
Kawe Jl. Staelit Jl. Nusa Penida Jl. Lombok Jl. Pulau Bali Jl. Pulau
Nias Jl. Diponegoro Jl. Serma Made Oka Jl. Serda Made Pil Jl.
Serma Mendra Jl. SUdirman (Depan Ekonomi) Jl. Waturenggong Jl.
Tukad Yeh Aya Jl. Tukad Balian Jl. Tukad Bilok Jl. Danau Buyan Jl.
Ngurah Rai Matahari Terbit.
3. TP 03 memiliki rute Jl. Pulau Nias Jl. Pulau Bali Jl. Lombok Jl. Pulau
Komodo Jl. Pulau Tarakan SImpang Enam Teuku Umar Jl. Pulau
Kawe Jl. Pulau Bungin Jl. Raya Pemogan Jl. By Pass Ngurah Rai
SImpang Benoa Jl. Diponegoro (Pesanggaran) SImpang Pulau Moyo
Diponegoro Jl. Suwung Batan Kendal Jl. Mertasari Jl. Pendidikan
(SMA 5 Denpasar) Jl. Sidakarya Jl. Diponegoro Jl. Pulau Nias.
4. TP 04 melalui rute Suci Jl. Hasanudin Jl. Sutoyo Jl. Sudirman (SMA 2
Denpasar) Jl. Waturenggong Jl. Tukad Pakerisan Jl. Raya Bedugul Jl.
Dewata Jl. Sidakarya Jl. Sesetan Jl. Diponegoro Suci.
55
3.5.2
56
Proyek jalan tol yang memiliki panjang 8,12 Km dan akses tol sepanjang 1,597
Km ini, dikelola oleh PT Jasamarga Bali Tol, yaitu perusahaan konsorsium
BUMN yang terdiri dari PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Pelindo III (Persero),
PT Angkasa Pura I (Persero), PT Pengembangan Pariwisata Bali (Persero), PT
Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Adhi Karya (Persero) Tbk, serta PT Hutama
Karya (Persero).
Gambar 3.12 Rute Rencana Jalan Jalan Tol Nusa Dua Ngurah Rai
Benoa
57
Gambar 3.13 Rencana Jalan Tol Nusa Dua Ngurah Rai Benoa
58
59
3.5.4
adalah suatu sistem pengendalian lalu lintas berbasis teknologi informasi pada
suatu kawasan yang bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja jaringan jalan
melalui optimasi dan koordinasi pengaturan lampu lalu lintas di setiap
persimpangan Penataan ritme lalu lintas akan lebih baik apabila pemerintah kota
menerapkan teknologi Area Traffic Control System (ATCS) pada semua
persimpangan lalu lintas yang ada di kota. ATCS adalah sebuah sistem pengaturan
lalu lintas bersinyal terkoordinasi yang diatur mencakup satu wilayah secara
terpusat. Dengan ATCS maka dapat dilakukan upaya manajemen rekayasa lalu
lintas yang mengkoordinasikan semua titik-titik persimpangan bersinyal melalui
pusat kontrol ATCS, sehingga diperoleh suatu kondisi pergerakan lalu lintas
secara efisien.
Dengan ATCS, penataan siklus lampu lalu lintas dilakukan berdasar input
data lalu lintas yang diperoleh secara real time melalui kamera CCTV pemantau
lalu lintas pada titik-titik persimpangan. Penentuan waktu siklus lampu
persimpangan dapat diubah berkali-kali dalam satu hari sesuai kebutuhan lalu
lintas paling efisien yang mencakup keseluruhan wilayah tersebut. Untuk itu maka
pengoperasian ATCS diatur dengan sebuah sistem kontrol terpadu yang
melibatkan beberapa komponen berupa :
1.
2.
3.
4.
5.
60
Jalan
Gunug
simpang
Agung
Jalan
(Lapangan
Gunung
Kopyang
Sujana-
Agung-Setiabudi-Wahidin;
persimpangan
Jalan
Imam
Bonjol-Gunung
Soputan;
dan
61
Fungsi ATCS yang diterapakan di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung adalah:
1.
2.
3.
4.
62
3.5.5
perkotaan Jalan Teuku Umar, Jalan Imam Bonjol, Jalan Gunung Agung dan Jalan
Gatot Subroto saat ini sudah sangat padat, terbukti dengan adanya kemacetan pada
jam-jam sibuk. Sementara belum tersedia sebagai jalan alternatif yang dapat
mengurangi beban lalu lintas di keempat ruas jalan utama perkotaan tersebut.
Salah satu upaya untuk mengurangi beban lalu lintas pada keempat ruas jalan
utama perkotaan ini adalah adanya pembangunan Jalan Lingkar Barat (Western
Ring Road) yang diharapkan berguna untuk pengembangan jaringan jalan kota
Denpasar dan terutama untuk pengembangan sarana dan prasarana jalan
selanjutnya dan perkembangan kota Denpasar Barat dan sekitarnya. Dengan
dibangunnya Jalan Lingkar Barat (Western Ring Road) yaitu Kawasan Jalan
Teuku Umar Barat dan Jalan Mahendradatta.
Gambar 3.16 Jalan Lingkar Barat Kota Denpasar (Jalan Mahendradatta dan
Jalan Teuku Umar Barat)
3.5.6
63
ruas jalan di Kota Denpasar sudah dilakukan perubahan arus, diantara Jalan
Gunung Galang diberlakukan satu arah dari timur (ditutup dari arah barat), kecuali
sepeda motor. Jalan Dewata diberlakukan satu arah dari utara (dari selatan ditutup
kecuali sepeda motor), Jalan Gunung Soputan khusus truck dilarang masuk dari
arah timur. Selanjutnya Simpang Jalan Imam Bonjol Jalan Nakula diberlakukan
larangan belok kanan dari arah utara, Jalan Teuku Umar khusus truck dilarang
masuk ke timur dari Jalan Imam Bonjol, Jalan Trengguli khusus truck dilarang
masuk dari arah selatan, sementara Jalan Seroja khusus truck dilarang masuk dari
arah utara dan Jalan Kecubung diberlakukan satu arah ke utara (ditutup dari arah
utara), kecuali sepeda motor.
Perubahan arus lalu lintas juga diberlakukan di pusat kota, Jalan Sulawesi
yang sebelumnya dari arah selatan kini berubah masuk dari Jalan Gajah Mada ke
selatan. Kondisi serupa juga dilakukan perubahan terhadap Jalan Gunung Kawi
yang ditutp dari arah utara. Perubahan ini sudah dirasakan masyarakat dengan
lancarnya arus lalu lintas di Jalan Gajah Mada.
64
salah satu kota yang memiliki keunggulan dalam hal manajemen transportasi.
Manajemen trasportasi di kota ini sudah menerapkan teknologi yang tinggi.
Disamping penerapan teknologi tinggi, Kota Singapura sudah mampu membuat
keterpaduan antara berbagai alat transportasi dengan pusat-pusat kegiatan.
Belajar dari sistem pengelolaan transportasi di Kota Singapura, ada beberapa
hal yang dapat diadopsi untuk diterapkan di Kota Denpasar terutama hal-hal yang
berkaitan dengan pendukung sistem transportasi diantaranya pedestrian atau
pedestrian bawah tanah (pedestrian sub-way), penempatan halte, pelarangan parkir
pada ruas-ruas jalan padat. Penerapan teknologi dalam bidang transportasi seperti
yang diterapkan oleh Singapura seperti Mass Rapid Transit (MRT) dan Light Rail
Transit (LRT), untuk saat ini sangat sulit diterapkan untuk Kota Denpasar.
Kendala dari penerapan MRT di Kota Denpasar adalah membutuhkan investasi
tinggi, pusat-pusat kegiatan ataupun CBD di Kota Denpasar memiliki jarak yang
sangat dekat. Kendala untuk merapkan LRT adalah masalah investasi tinggi dan
mengingat jalur LRT adalah jalan layang. Di Denpasar sementara ini tidak
diperbolehkan membangun jalan layang. Pendukung sistem transportasi yang
kemungkinan bisa diterapkan di Kota Denpasar adalah sebagai berikut:
1. Pedestrian dan Pedestrian Bawah Tanah
Dengan merujuk kota-kota di Eropa Barat yang pada awal tahun tujuh
puluhan dijangkiti semacam demam yang disebut pedestrianization.
Dengan istilah pedestrianisasi disini dimaksudkan bahwa jalan-jalan yang
semula untuk lalu lintas kendaraan bermotor ditutup, aspalnya dibongkar dan
diganti dengan bahan serta tekstur yang cocok untuk pejalan kaki. Hasilnya
adalah misalnya suatu daerah pertokoan yang tadinya merupakan shopping
street dengan deretan mobil-mobil diparkir disepanjang tepi jalan (ciri khas
pertokoan kota-kota di Indonesia), berubah menjadi semacam shopping
precinct yang bebas mobil sehingga orang dapat berjalan kaki dengan santai.
65
Model di Eropa Barat ini telah diadopsi dengan sempurna oleh Singapura.
Penyediaan ruang bagi pejalan kaki (pedestrian) di Kota Singapura
merupakan hal yang sangat diperhatikan. Prasarana transportasi di Kota
Denpasar, seperti halnya dengan kebijakan sistem transportasi di Indonesia
umumnya yang lebih mengutamakan bagi kendaraan bermotor menyebabkan
tidak adanya ruang bagi pejalan kaki. Sehingga ada yang berpendapat bahwa
pejalan kaki-lah yang bernasib paling sial diantara semua pemakai jalan raya.
Padahal dengan menyediakan ruang bagi pejalan kaki (pedestrian) paling
tidak akan menyebabkan orang berkeinginan untuk berjalan kaki ke tempat
tujuan dan tidak menggunakan kendaraan.
Saat ini, Pemerintah Kota Denpasar sudah membuat jalur pedestrian di Jalan
Gajah Mada, ini salah satu upaya yang cukup bagus. Yang perlu
dipertimbangkan lagi adalah terobosan untuk membuat pedestrian bawah
tanah (pedestrian sub-way) yaitu jalan untuk penyeberangan di bawah tanah
yang menghubungkan pusat-pusat keramaian, seperti daerah di Jalan
Diponegoro dan Jalan Dewi Sartika, penempatan penyeberangan pedestrian
ini dapat dibuat di depan Ramayana Mall yang menghubungkan pertokoaan
ini dengan pusat aktivitas pertokoan diseberang jalan. Sedangkan untuk di
Jalan Dewi Sartika, penyeberangan pedestrian bawah tanah dapat dibuat di
depan Matahari Departemen Store. Dengan adanya penyeberangan pedestrian
bawah tanah pada lokasi yang dimaksud di atas, diharapkan membantu
mengatasi kemacetan lalu lintas di Kota Denpasar.
66
67
Denpasar. Mengenai titik pasti, pada ruas jalan mana harus diberlakukan ERP
ini perlu dilakukan kajian lebih lanjut dan secara komprehensif.
68
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari materi dan hasil yang telah dipaparkan diatas diperoleh hasil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Denpasar sebagai ibu kota Provinsi Bali juga menjadi orientasi aktivitas
pemerintahan, dengan penyebaran lokasi-lokasi pusat kota dan kantor-kantor
Pemerintahan (Provinsi dan Kota Denpasar), kawasan perumahan dan obyekobyek wisata menimbulkan Kemacetan. Faktor faktor penyebab kemacetan
antara lain :
Tidak seimbangnya antara pertumbuhan kendaraan bermotor dan panjang
jalan yaitu 12,42% berbanding 2,28% per-tahun, sehingga menyebabkan
ketimpangan antara kebutuhan pergerakan dan kapasitas jalan yang
tersedia.
Buruknya kinerja angkutan umum dengan indikasi mahalnya biaya
perjalanan, tingginya perpindahan antar trayek, tingginya waktu tunggu,
kendaraan.
Tingginya aktivitas samping jalan (hambatan samping).
69
dapat
penerapan
70
5. Sistem transportasi untuk Kota Denpasar sebagai bagian dari strategi umum
wilayah Sarbagita telah dipikirkan sejak lama. Adapun beberapa Alternatif
Pemecahan Masalah Transportasi di Kota Denpasar yang telah dilakukan
Pemerintah, antara lain :
Pengoprasian Angkutan Umum Massal Trans Sarbagita.
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua Ngurah Rai Benoa.
Pembangunan Underpass Simpang Dewa Ruci.
Penggunaan ATCS untuk Pengaturan Simpang Bersinyal.
Pembangunan Jalan Lingkar Barat Kota Denpasar (Western Ring Road)
Perubahan Arus Lalu Lintas
6. Alternatif Pemecahan Masalah yang mungkin dapat diterapkan dalam
meminimalkan Permasalahan Transportasi di Kota Denpasar. Pendukung
sistem transportasi yang kemungkinan bisa diterapkan di Kota Denpasar
adalah sebagai berikut:
Pedestrian dan Pedestrian Bawah Tanah
Tempat Parkir Kendaraan
Pada areal parkir dipasang alat elektronik yang dapat mendeteksi berapa
lama kendaraan tersebut parkir. Semakin lama kendaraan parkir pada
tempat tersebut maka akan dikenakan bea parkir yang semakin mahal
4.2 Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, dapat diberikan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Pemerintah harus tetap konsisten dalam menanggulangi permasalahan
Transportasi di Kota Denpasar. Kendala dan tantangan pasti akan ada, namun
semua itu akan dapat dilewati dengan bukti nyata di lapangan.
71
DAFTAR PUSTAKA
72