Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk melihat dan mempelajari sikap produsen dalam menawarkan
barang yang diproduksinya. Salah satu faktor yang mempengaruhi
penawaran adalah biaya produksi. Faktor ini adalah faktor yang sangat
penting dalam menentukan penawaran.
Untuk melihat seluk beluk kegiatan perusahaan dalam memproduksi
dan menawarkan barangnya diperlukan analisis keatas berbagai aspek
kegiatan memproduksinya. Pertama-tama harus dianalisis sampai dimana
faktor-faktor produksi akan digunakan untuk mengahsilkan barang yang
akan diproduksikan. Sesudah itu perlu pula dilihat biaya produksi untuk
menghasilkan barang-barang tersebut. Dan pada akhirnya perlu dianalisis
bagaimana seorang pengusaha akan membandingkan hasil penjualan
produksinya

dengan

biaya

produksi

yang

dikeluarkannya,

untuk

menentukan tingkat produksi yang akan memberikan keuntungan yang


maksimum kepadanya.
Produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi
dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini
dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasi berbagai input
atau masukan untuk menghasilkan output. Hubungan teknis antara input dan
output tesebut dalam bentuk persamaan, tabel atau grafik merupakan fungsi
produksi (Salvatore, 1994: 147), Jadi, fungsi produksi adalah suatu persamaan
yang menunjukan jumlah maksimum output yang dihasilkan dengan kombinasi
input tertentu (Ferguson dan Gould, 1975: 140).
Fungsi produksi menetapkan bahwa suatu output yang lebih tinggi tanpa
menggunakan input yang lebih banyak, dan suatu perusahaan tidak bisa
menggunakan lebih sedikit input tanpa mengurangi tingkat outputnya. Pada
umumnya terdapat dua batasan yang umum, yaitu harus cukup singkat
sehingga pengusaha tidak sanggup mengubah tingkatan input tetapnya, dan

cukup singkat sehingga bentuk fungsi produksi tidak diubah melalui perbaikan
teknologi.
Berdasarkan definisi diatas maka fungsi produksi adalah hubungan teknis
antara input dengan output. Pada jaman klasik, biaya produksi hanya dihitung
berdasarkan pengeluaran tenaga kerja saja karena mereka belum percaya pada
mesinisasi, sehingga dapat dimaklumi apabila teori Karl Mark memprediksikan
bahwa suatu saat nanti akan terjadi ekploitasi antar manusia yang akan
menyebabkan ancurnya kapitalisme. Tetapi rupanya Karl Marx keliru
mengansumsikan bahwa ternyata produksi dapat meningkat tidak hanya
dengan penambahan jumlah tenaga kerja namun dapat melalui mesinisasi.
Denan demikian, input produksi tidak hanya human resources melainkan
capital resources (modal), natural resources (tanah) dan managerial skill
(Joesron,2003).
Meskipun produksi dalam pengertian secara umum meliputi semua
aktivitas untuk menciptakan barang dan jasa, tetapi dalam konsep produksi
disini hanya akan dibicarakan pada masalah barang. Karena dalam kasus
barang ini masalahya akan menjadi lebih sederhana, faktor-faktor produksi
yang digunakan dapat ditunjuk secara jelas dan produk yang diasilkan juga
dapat diidentifisir dengan mudah baik kualitas maupun kuantitasnya
(Sudarman,Ari, 1989).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana fungsi produksi satu input variable?
2. Bagaimana fungsi produksi satu output dua input?
3. Bagaimana fungsi produksi satu output dua input?
4. Bagaimana fungsi produksi dua output dan satu input?
5. Apa contoh kasus mengenai teori produksi?
6. Bagaimana cara mengatasi kasus teori produksi?

C. Tujuan
1. Menjelaskan fungsi produksi satu input variable.
2. Menjelaskan fungsi produksi satu output dua input.

3. Menjelaskan fungsi produksi dua output dan satu input.


4. Menceritakan permasalahan dalam proses produksi yang terjadi pada suatu
perusahaan.
5. Menjelaskan cara mengatasi kasus yang terjadi pada suatu perusahaan.
D. Manfaat
Memahami teori produksi dalam input maupun output yang saling
berhubungan dan memecahkan permasalahan yang ada dalam suatu
perusahaan yang berhubungan dengan factor produksi.

BAB II
ISI
A. Pengertian Fungsi Produksi
Produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi
dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini
dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasi berbagai input
atau masukan untuk menghasilkan output. Hubungan teknis antara input dan
output tesebut dalam bentuk persamaan, tabel atau grafik merupakan fungsi
produksi (Salvatore, 1994: 147 dalam Joesron,2003), Jadi, fungsi produksi
adalah suatu persamaan yang menunjukan jumlah maksimum output yang
dihasilkan dengan kombinasi input tertentu (Ferguson dan Gould, 1975: 140
dalam Joesron,2003).
Fungsi produksi menetapkan bahwa suatu output yang lebih tinggi tanpa
menggunakan input yang lebih banyak, dan suatu perusahaan tidak bisa
menggunakan lebih sedikit input tanpa mengurangi tingkat outputnya. Pada
umumnya terdapat dua batasan yang umum, yaitu harus cukup singkat
sehingga pengusaha tidak sanggup mengubah tingkatan input tetapnya, dan
cukup singkat sehingga bentuk fungsi produksi tidak diubah melalui perbaikan
teknologi.
Berdasarkan definisi diatas maka fungsi produksi adalah hubungan teknis
antara input dengan output. Pada jaman klasik, biaya produksi hanya dihitung
berdasarkan pengeluaran tenaga kerja saja karena mereka belum percaya pada
mesinisasi, sehingga dapat dimaklumi apabila teori Karl Marx memprediksikan
bahwa suatu saat nanti akan terjadi ekploitasi antar manusia yang akan
menyebabkan ancurnya kapitalisme. Tetapi rupanya Karl Marx keliru
mengansumsikan bahwa ternyata produksi dapat meningkat tidak hanya
dengan penambahan jumlah tenaga kerja namun dapat melalui mesinisasi.
Denan demikian, input produksi tidak hanya human resources melainkan
capital resources (modal), natural resources (tanah) dan managerial skill.

Hubungan antara jumlah output (Q) dengan sejumlah input yang


digunakan dalam proses produksi (X1,X2,X3..,Xn) secara matematis dapat
ditulis sebagai berikut :
Q= f (X1,X2,X3..,Xn)
Keterangan : Q = output
X = input
Input produksi sangat banyak. Perlu dicatat disini bahwa input produksi
hanyalah input yang tidak mengalami proses nlai tambah. Jadi, kedalam fungsi
produksi diatas tidak bisa dimasukan material sebab dalam fungsi produksi ada
susbstitusi antar faktor produksi. Jadi, karena tidak bisa disubsitusikan antar
material dengan input lain maka material bukan input produksi.
Berdasarkan fungsi produksi diatas maka akan dapat diketahui hubungan
antara input dengan output, dan juga akan dapat diketahui hubungan antara
input itu sendiri (Joesron,2003).
Apabila input yang dipergunakan dalam proses produksi hanya terdiri
atas modal (K) dan tenaga kerja (L) maka fungsi produksi yang dimaksud
dapat diformulasikan menjadi :
Q = f(K,L)
Keterangan : Q = output
K = input modal
L = input tenaga kerja
Fungsi produksi diatas menunjukan maksimum output yang dapat
diproduksi dengan menggunakan kombinasi alternatif dari modal (K) dan
tenaga kerja (L) (Nicholson,1995:312 dalam Joesron,2003).
Meskipun produksi dalam pengertian secara umum meliputi semua
aktivitas untuk menciptakan barang dan jasa, tetapi dalam konsep produksi
disini hanya akan dibicarakan pada masalah barang. Karena dalam kasus
barang ini masalahya akan menjadi lebih sederhana, faktor-faktor produksi
yang digunakan dapat ditunjuk secara jelas dan produk yang diasilkan juga
dapat diidentifisir dengan mudah baik kualitas maupun kuantitasnya
(Sudarman,Ari, 1989)

B. Fungsi Produksi Satu Input Variabel


Hubungan antara APL dan MPL dapat dikaitkan dengan elastisitas
produksi. Elastisitas produksi (Ep): persentase perubahan output sebagai akibat
dari persentase perubahan input (Soekartawi, 1990:38 dalam Joesron, 2003 )
Ep =

% perubahan output
% perubahan input

Secara matematis dapat diformulasikan menjadi:


dQ
Ep =

dL

atau dapat ditulis Ep =

dQ L
.
dL Q

dQ 1
Disederhanakan menjadi: Ep = dL . Q
L
AP
Karena APL = Q L dan MPL = dQ dL maka Ep =
MP
Dengan persamaan di atas, terdapat tiga keadaan yang dapat dijelaskan, yakni:
1. APL > MPL, maka Ep mempunyai nilai < 1 (inelastis)
2. APL < MPL, maka Ep mempunyai nilai > 1 (elastis)
3. APL = MPL, maka Ep mempunyai nilai = 1 (unitary)
Misalnya diketahui data pada suatu proses produksi dalam suatu
perusahaan sebagai berikut:
No
Tanah
TK
TPL
APL
MPL
1
3
1
10
10
2
3
2
24
12
14
3
3
3
39
13
15
4
3
4
52
13
13
5
3
5
61
12,2
9
6
3
6
66
11
1
7
3
7
66
9,4
0
8
3
8
64
8
-2
Tabel 2.1 Hubungan Teknis Jumlah Penggunaan Input Tenaga Kerja dengan
Output, Sementara Input Tanah Dianggap Tetap
Apabila data tersebut di buat gambarnya maka akan tampak seperti Gambar
2.1.

Gambar 2.1 Fungsi Produksi Satu Input Variabel


Hubungan antara APL,MPL, dan elastisitas produksi (Ep) dapat
diperlihatkan dalam bentuk grafik 4.1. Tahapan-tahapan dalam grafik sebagai
berikut:
1. Tahapan I dimulai dari tenaga kerja (L)=0 sampai MPL = APL, atau dari L = 0
sampai APL maksimum. Nilai Ep > 1 (elastis).
2. Tahapan II dimulai dari MPL=APL atau APL maksimum sampai
MPL=0.Menunjukkan nilai Ep < 1 (inelastis), namun saat MP L = APL maka
Ep = 1.
3. Tahapan III dimulai dari MPL=0 atau MPL negatif. Menunjukkan nilai Ep
negatif.
Tahapan yang ideal bagi perusahaan untuk berproduksi adalah saat MP L
= APL yang menunjukkan elastisitas produksi = 1. Namun, tahapan yang
rasional, yakni dari APL maksimum sampai MPL=0, selebihnya tidak
menguntungkan bagi produsen karena dengan bertambahnya jumlah tenaga
kerja

(L)

dalam

proses

produksi

justru

akan

menurunkan

output

(Salvatore,1994:194 dalam ), atau pada posisi Marginal Physical Product


negatif

akan

terjadi

kecenderungan

adanya

disguised

unemployment

(pengangguran tersembunyi).
Bertambahnya tenaga kerja tidak menaikkan produktivitas marjinal
karena tenaga kerja terlalu banyak sehingga akan bekerja berebut dan

produksi marjinal justru akan turun, kemudian menjadi nol, dan akhirnya
negatif (Salvatore, 1994:149 dalam..)
No
Tanah
TK
TPPT
APPT
MPPT
1
3/8
1
6
21,3
2
3/7
1
9,4
22,6
26,1
3
3/6
1
11
22
22,4
4
3/5
1
12,2
20,8
12
5

1
13
17,3
5,3
6
3/3
1
13
13
0
7
3/2
1
12
8
-2
8
3/1
1
10
3,3
-1,3
Tabel 2.2 Hubungan Teknis Jumlah Penggunaan Input Tanah dengan Output,
Sementara Input Tenaga Kerja Dianggap Tetap.
Mengapa hanya pada stage II yang ekonomis untuk berproduksi? Pada
tabel 4.1, baris pertama menjelaskan bahwa dengan menganggap 3 hektar tanah
dikerjakan oleh 1 orang tenaga kerja akan menghasilkan 10 unit produk,
sedangkan baris kedua menjelaskan bahwa 3 hektar tanah dikerjakan oleh 2
orang tenaga kerja akan menghasilkan 24 unit output, dst.
Dalam 3 hektar tanah dengan 2 tenaga kerja menghasilkan 24 unit output
berarti 3/2 hektar tanah dengan 1 orang tenaga kerja akan menghasilkan 24/2
unit output. Begitu pula, apabila 3 hektar tanah dengan 3 orang tenaga kerja
menghasilkan 39 unit output, berarti 3/3 hektar tanah dengan 1 orang tenaga
kerja akan menghasilkan 39/3 unit output. Jadi, dengan menganggap tenaga
kerja yang tetap, sedangkan tanah yang berubah maka dapat disusun data baru
pada Tabel 2.2

Gambar 2.2. Hubungan antara Input TK Tetap dengan Input Tanah Tetap
Apabila Data Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 dibuat gambar yang berhubungan
satu sama lain, akan diperoleh gambar seperti terlihat pada Gambar 2.2. Pada
stage I menggambarkan MP tenaga kerja positif terlihat MP tanah negatif,
sedangkan stage III terlihat MP tanah positif dan MP Tenaga Kerja negatif.
Pada stage I tidak ekonomis untuk berproduksi karena MP dari salah satu
input (tanah) yang digunakan adalah negatif. Pada stage III tidak ekonomis
untuk berproduksi karena MP tenaga kerja yang negatif. Padahal pada
penggunaan input yang menggambarkan MP negatif tidak layak untuk
berproduksi karena tambahan input bukan menaikkan output justru
menyebabkan penurunan output. Kesimpulannya, stage yang ekonomis untuk
beproduksi hanya pada stage II.
C. Fungsi Produksi Satu Output Dua Input
Apabila dua input yang digunakan dalam proses produksi menjadi variabel
semua, maka pendekatan yang sering digunakan adalah pendekatan isoquant
dan isocost.

Gambar 2. Isoquant
1. Isoquant
Isoquant adalah kurva yang menunjukkan kombinasi input yang
dipakai dalam proses produksi, yang menghasilkan output tertentu dalam
jumlah yang sama. Isoquant mempunyai ciri-ciri yang sama dengan
indifference curve dalam analisis perilaku konsumen, yaitu :
a. Turun dari kiri atas ke kanan bawah
b. Cembung ke arah titik origin
c. Tidak saling berpotongan
d. Kurva di atas menunjukkan jumlah output yang lebih banyak, artinya
perubahan produksi digambarkan dengan pergeseran isoquant.
Gambar 2. mengilustrasikan bahwa proses produksi sangat banyak
sehingga kurva isoquant kontinu, dan yang ingin dituju setiap perusahaan
adalah titik T, namun untuk mencapai titik tersebut sangat sulit terlaksana
dan tidak akan tercapai, karena titik T menggambarkan penggunaan input
yang demikian banyak sehingga menciptakan output yang tak terhingga
(Joesron, 2003).
Misalkan seorang pengusaha ingin memproduksi suatu barang
sebanyak

1000

unit.

Untuk

memproduksikan

barang

tersebut

ia

menggunakan tenaga kerja dan modal yang penggunaannya dapat


dipertukarkan. Di dalam tabel digambarkan empat gabungan tenaga kerja
dan modal yang akan menghasilkan produksi sebanyak 1000 unit.

10

Gabungan
A
B
C
D

Tenaga Kerja (unit)


1
2
3
6

Modal (unit)
6
3
2
1

Gambar 2. Isoquant Produksi 1000 unit


Gabungan A menunjukkan bahwa 1 unit tenaga kerja dan 6 unit modal
dapat menghasilkan produksi yang diinginkan tersebut. Gabungan B
menunjukkan bahwa yang diperlukan adalah 2 unit tenaga kerja dan 3 unit
modal. Gabungan C menunjukkan yang diperlukan adalah 3 unit tenaga
kerja dan 2 unit modal. Dan gabungan D menunjukkan bahwa yang
diperlukan adalah 6 unit tenaga kerja dan 1 unit modal.
Kurva IQ dalam gambar di atas dibuat berdasarkan gabungan tenaga
kerja dan modal yang terdapat dalam tabel. Kurva tersebut dinamakan kurva
produksi sama atau isoquant. Dalam contoh yang dibuat tingkat produksi
tersebut adalah 1000 unit. Di samping itu didapati kurva IQ1, IQ2, IQ3,
yang terletak di atas kurva IQ. Ketiga kurva lain tersebut menggambarkan
tingkat produksi yang berbeda-beda, yaitu berturut-turut sebanyak 2000
unit, 3000 unit dan 4000 unit (semakin jauh dari titik 0 letaknya kurva,
semakin tinggi tingkat produksi yang ditunjukkan). Masing-masing kurva
yang baru tersebut menunjukkan gabungan-gabungan tenaga kerja dan
modal yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat produksi yang
ditunjukkannya (Sukirno, 2013).

11

Adapun slope atau kemiringan dari isoquant dapat diturunkan dari fungsi
produksinya, apabila :
Q = f (K, L)
Maka slope isoquant dapat diperoleh sebagai berikut :
Turunan totalnya menjadi :

Sehingga dapat disederhanakan menjadi :


dQ0 = dKMPK + dLMPL
apabila dQ0 = 0 (disepanjang isoquant yang sama maka dQ=0) maka :
-

dK = MPL
dL

MPK

2. Marginal Rate of Technical Substitution (MRTS)


Jadi yang merupakan slpoe dari isoquant adalah MPL/MPK. Analisis
slope dari isoquant ini sangat penting karena slope isoquant menunjukkan
bagaimana suatu input bisa digantikan dengan input lain sementara output
tetap dijaga konstan. Slope isoquant ini dikenal dengan istilah MRTS yaitu
tingkat dimana tenaga kerja (L) bisa disubtitusikan dengan modal (K)
sementara output tetap konstan di sepanjang isoquant. MRTS secara
matematis dapat ditulis :
MRTS = dK = MPL
dL

Gambar 2.

MPK

Isoquant dan

MRTS
Dengan

persamaan

diatas, MRTS akan sama dengan nol apabila marginal physical product
12

sama dengan nol. Misalnya MRTS = 2 berarti setiap satu unit tenaga kerja
(L) dapat diganti dengan 2 unit modal (K). Berdasarkan gambar tampak
bahwa makin lama sudut yang menyinggung kurva isoquant semakin kecil
sehingga nilai MRTS juga akan makin kecil.
Berdasarkan persamaan di atas dapat dijelaskan bahwa nilai MRTS
ditentukan oleh nilai rasio K dan L. Semakin besar nilai rasio K dan L akan
menunjukkan nilai MRTS yang diperoleh akan semakin besar juga, dan
sebaliknya. Di samping itu, rasio K dan L akan menunjukkan input yang
dominan yang dipergunakan dalam proses produksi. Dengan demikian,
semakin besar MRTS akan menunjukkan bahwa proses produksi bersifat
padat modal (capital intensive). Sebaliknya, semakin kecil nilai MRTS
berarti semakin kecil pula rasio K dan L sehingga lebih banyak tenaga kerja
(L) yang digunakan daripada modal, atau bersifat padat kerja (labor
intensive).
3. The elasticity of Technical Substitution
Apabila salah satu input dapat digantikan dengan input yang lain,
maka digunakan konsep elastisitas subtitusi. Menurut Nicholson Elastisitas
substitusi mengukur perubahan proporsional dari (K,L) relatif terhadap
perubahan proporsional dari MRTS isokuan. Dengan kata lain, elastisitas
substitusi () didefinisikan sebagai persentase perubahan rasio untuk modal
dan tenaga kerja, dibagi persentase perubahan Marginal Rate of Technical
Substitution, secara matematis diformulasikan sebagai berikut :
= (persentase (K/L)) / (persentase MRTS)
= ( (K/L) MRTS) / ( (MRTS) (K/L) (11) K
Arena sepanjang isokuan (K/L) dan MRTS dianggap bergerak dengan arah
yang sama maka nilai selalu positif.
Elastisitas substitusi ini menggambarkan bagaimana MRTS akan
berubah sebagai akibat perubahan proporsi (K/L). Apabila nilai proporsi
(K/L) berubah menyebabkan perubahan pada MRTS maka substitusi input
tidak dapat dilakukan dengan mudah, sebab perubahan pada kombinasi
input menyebabkan ratio produktivitas marginal (MPL/MPK) juga ikut

13

berubah. Dengan demikian, apabila nilai elastisitas substitusi ini mempunyai


nilai lebih dari satu berarti substitusi antar-input mudah dilakukan karena
perubahan rasio K dan L relatif tidak akan menyebabkan perubahan pada
ratio produktivitas marginal (MPL/MPK), dan sebaliknya.
Semakin besar nilai elastisitas substitusi maka gambar isoquant
mendekati hiperbola, dan sebaliknya semakin kecil elastisitas substitusi,
semakin mendekati gambar siku-siku.

Gambar 2. Elastisitas Subtitusi


Gambar (a) mengilustrasikan substitusi yang sempurna antara tenaga
kerja (L) dan modal (K), misalnya dalam industri electrical wiring tidak
dibedakan apakah tembaga yang dipakai ataukah aluminium, sepanjang
suatu konduktivitas elektris atau penghantar listrik tetap ada.
Gambar (b) adalah bentuk isoquant yang menjelaskan bahwa tidak ada
substitusi antara tenaga kerja (L) dan modal (K). Seperti pembuatan obatobatan hanya akan terproduksi dengan presentase input yang tetap, sehingga
pelipatan produk dapat dilakukan dengan pelipatan input. Begitu pula,
eletrolisis kimiawi dari air, dua atom hidrogen harus digabungkan secara
tepat hanya dengan satu atom oksigen untuk memproduksi satu molekul air.
Gambar (c) yang lebih teruji secara empirik di dalam kenyataan, yakni
ada substitusi antara tenaga kerja (L) dan modal (K) tetapi tidak sempurna.
Kaitan antara MRTS dan MP adalah apabila salah satu dari MP sama dengan
nol maka MRTS akan sama dengan nol, yaitu bila penggunaan input terlalu
besar sementara input lainnya terlalu sedikit.
Apabila setiap isoquant ditemukan, maka hubungan tersebut akan
mendapatkan garis batas substitusi (ridge line), yang menunjukkan bahwa
pada garis batas tersebut besarnya MP sama dengan nol.

14

Gambar 2. Garis Batas Substitusi


Pada titik A, B, dan C menunjukkan Marginal Physical Product dari
modal sama dengan nol (MPK = 0). Pada kondisi ini apabila input modal
ditambah terus maka MP kapital akan negatif, atau produksi akan turun
sebagai akibat bertambahnya input modal, sedangkan pada titik K, L, dan N
menunjukkan Marginal Physical Product dari tenaga kerja sama dengan nol
(MPL = 0). Pada kondisi ini apabila input tenaga kerja ditambah terus maka
MP tenaga kerja akan negatif, atau produksi akan turun sebagai akibat
bertambahnya input tenaga kerja.
Produsen tidak akan bekerja pada daerah isoquant yang ber-slope
positif, sebab dalam jumlah output yang sama diperlukan tambahan kedua
input. Jadi, daerah yang ekonomis atau rasional untuk berproduksi hanyalah
daerah II, karena MP dari modal maupun tenaga kerja sama-sama positif,
sedangkan di daerah III menunjukkan MP tenaga kerja yang negatif dan
daerah I menunjukkan MP modal yang negatif.
4. Isocost
Selain isoquant, dalam analisis fungsi produksi dengan dua input
variabel dikenal pula isocost. Isocost adalah kurva yang menunjukkan
berbagai kombinasi antara dua input yang berbeda yang dapat dibeli oleh
produsen pada tingkat biaya yang sama. Secara umum dapat ditulis sebagai
berikut :
TC = PK x K + PL x L

15

Adapun slope dari isocost dapat diturunkan dari persamaan tersebut :


TC / PK
TC / PL
Atau :
TC x PL = PL
PK TC

PK

Gambar 2. Isocost
Berdasarkan
gambar diatas dapat dijelaskan bahwa semakin dekat dengan titik origin,
berarti semakin kecil pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh produsen,
dan sebaliknya, semakin jauh dari titik origin maka semakin besar
pengeluaran produsen (Joesron, 2003).
Untuk membuat garis biaya sama (isocost) diperlukan data berikut :
a. Harga faktor-faktor produksi yang digunakan
b. Jumlah uang yang tersedia untuk membeli faktor-faktor produksi
Misalkan upah tenaga kerja adalah Rp 10.000 dan biaya modal per
unit adalah Rp 20.000, sedangkan jumlah uang yang tersedia adalah Rp
80.000. Garis TC dalam gambar menunjukkan gabungan-gabungan tenaga
kerja dan modal yang dapat diperoleh dengan menggunakan Rp 80.000
apabila upah tenaga kerja dan biaya modal per unit adalah seperti yang
dimisalkan di atas. Uang tersebut apabila digunakan untuk memperoleh
modal saja akan memperoleh 80.000 / 20.000 = 4 unit, dan kalau
digunakan untuk memperoleh tenaga kerja saja akan memperoleh 80.000 /
10.000 = 8 unit. Seterusnya titik A pada TC menunjukkan dana sebanyak Rp
80.000 dapat digunakan untuk memperoleh 2 unit modal dan 4 pekerja.
Dalam gambar ditunjukkan beberapa garis biaya sama yang lain yaitu TC 1,
TC2, dan TC3. Garis-garis itu menunjukkan garis biaya sama apabila jumlah

16

uang yang tersedia adalah Rp 100.000, Rp 120.000 dan Rp 14.000 (Sukirno,


2013).

Gambar 2. Garis

biaya sama (isocost)

5. Keseimbangan

Produsen
Keseimbangan

produsen akan digambarkan dengan persinggungan antara isocost dan


isoquant.

Persinggungan

antara

isocost

dan

isoquant

ini

akan

menggambarkan pilihan produsen (producers choice) disebut juga Least


Cost Combination (LCC), yang menunjukkan kombinasi input terbaik. Pada
titik singgung ini, slope isocost sama dengan slope dari isoquant, berarti
(Joesron, 2003):

Apabila input produksi hanya tenaga kerja (L) dan modal (K) maka
PL/PK diganti dengan w/r karena harga tenaga kerja (P L) adalah tingkat upah
(w), sedangkan harga dari modal (PK) adalah balas jasa atas modal, yakni
tingkat bunga (r). Dengan demikian, persamaan sebelumnya menjadi:

17

Gambar 2. Keseimbangan Produsen

Atau

Keseimbangan produsen yang menggambarkan kombinasi input terbaik


tersebut dapat ditunjukan pada Gambar 2.

Gambar 2. Kondisi Kombinasi yang Efisien Hanya Satu Input yang


Efsisien
Keseimbangan produsen ini bisa saja menghasilkan hanya satu input yang
dipergunakan (corner solution). Kasus ini ditunjukkan pada Gambar 2.
Harga pasar dari faktor kedua adalah sedemikian rupa jauh di bawah input

18

pertama sehingga produsen memutuskan hanya menggunakan input k. Pada


kasus solusi pojok seperti digambarkan dalam Gambar 2., maka persamaan
4.11 tidak berlaku lagi, artinya:

6. Expantion Path
Untuk melihat apakah penggunaan input produksi secara riil sudah
optimal atau belum, maka dapat dilihat dari dua aspek yaitu aspek teknis
(technical aspect) dan aspek finansial (financial aspect). Aspek teknis
merupakan tempat kedudukan kombinasi input terbaik yang diinginkan
untuk menghasilkan output produksi maksimum yang ditunjukkan oleh
kurva isoquant, sedangkan aspek finansial merupakan tempat kedudukan
kombinasi input produksi yang dapat dilakukan perusahaan seperti yang
ditentukan oleh ketersediaan anggaran yang dimiliki yang ditunjukkan oleh
kurva isocost.
Telah dijelaskan pada bahasan tentang keseimbangan di atas bahwa
keseimbangan akan terjadi pada titik singgung antara kurva isocost dan
isoquant. Dengan demikian, pada titik tersebut aspek teknis dan aspek
finansial telah terpenuhi. Jadi kombinasi input terbaik untuk menghasilkan
produk optimal dengan biaya produksi tertentu telah dicapai. Dengan kata
lain, aspek efisiensi juga telah dipenuhi.
Kombinasi input yang memenuhi aspek teknis dan aspek finansial
tersebut juga dapat ditelusuri melalui kurva Expantion Path. Kurva ini
menggambarkan kombinasi input yang menghasilkan output maksimal
dengan biaya tertentu, atau output tertentu dengan biaya yang rendah
apabila perusahaan melakukan ekspansi atau perluasan. Jadi, jalur ekspansi
(expantion

path)

merupakan

jalur

perluasan

yang

menunjukkan

keseimbangan (equilibrium of firm). Pada sepanjang garis jalur ekspansi ini


akan ditemukan slope garis anggaran (isocost) sama dengan slope isoquant.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah:

19

Gambar 2. Expantion Path


7. Hasil Atas Skala (Returns of Scale)
Satu hal lagi yang mungkin dapat dijelaskan oleh fungsi produksi
yang dapat dibangun, yakni returns of scale. Dalam jangka panjang semua
input adalah variabel, sehingga perubahan pada input akan menyebabkan
perubahan pada output. Untuk menjelaskan bagaimana reaksi output apabila
input berubah dapat digunakan analisis isoquant.
Pada fungsi produksi yang dinyatakan Y = f(X1, X2, X3, X4), semua
input atau faktor digandakan dengan konstanta positif yang sama, yaitu
sebesar m di mana m adalah lebih besar dari nol (m>0). Notasi m
menyatakan angka pengganda (multiplier) untuk masing-masing variabel
input.
Jadi, dalam hal ini ada tiga kondisi yang dapat dijelaskan:
a. Constant Returns to Scale
Keadaan ini terjadi apabila semua faktor produksi ditambah secara
proporsional (misalnya sebesar m kali), maka besarnya output akan
bertambah dalam jumlah yang sama dengan tambahan input yang
dilakukan. Hal ini dapat digambarkan seperti Gambar 2.

20

Gambar 2. Constant Returns to Scale (oa = ab)


Awalnya input yang digunakan oleh produsen untuk berproduksi
sebanyak Q output adalah sebesar K dan L. Apabila input ditingkatkan
dua kali lipat sehingga menjadi 2K dan 2L, maka output akan naik
sebanyak dua kali lipat pula menjadi 2Q. Pada Gambar 2. ditunjukkan
dengan ob adalah dua kali lipat oa, atau oa sama dengan ab.
b. Increasing Returns to Scale
Keadaan ini terjadi apabila semua faktor produksi ditambah secara
proporsional (misalnya sebesar m kali), maka besarnya output bertambah
dalam jumlah yang lebih besar daripada tambahan jumlah input. Keadaan
ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Increasing Returns to Scale (oa < ab)


Seperti penjelasan Gambar 2., awalnya input yang digunakan oleh
produsen untuk berproduksi sebanyak Q output adalah K dan L. Apabila
input ditingkatkan dua kali lipat sehingga menjadi 2K dan 2L, maka pada
kasus increasing returns of scale, output naik lebih dari dua kali lipat.
Hal itu ditunjukkan dengan oa lebih kecil dari ab (oa<ab).
c. Decreasing Returns to Scale

21

Keadaan ini terjadi apabila semua faktor produksi ditambah secara


proporsional (misalnya sebesar m kali), maka besarnya output bertambah
dalam jumlah yang lebih kecil daripada tambahan jumlah input. Keadaan
ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Decreasing Returns to Scale (oa>ab)


Masih sama dengan penjelasan di atas, awalnya input yang digunakan
oleh produsen untuk berproduksi sebanyak Q output adalah sebesar K
dan L. Apabila input ditingkatkan dua kali lipat sehingga menjadi 2K dan
2L, maka output akan naik tidak sebesar dua kali lipat (<2Q). Pada
Gambar 2. ditunjukkan dengan oa lebih besar dari ab (oa > ab).
8. Maksimalisasi Output
Dalam hal ini perusahaan adalah memaksimalisasi output yang
tergantung pada suatu kendala biaya. Pengusaha berkeinginan untuk
mendapatkan output yang mungkin lebih besar untuk suatu biaya tertentu,
sehingga membentuk fungsi:
V = f(L,K) + (TC - PLL PKK)
Dimana 11 0, merupakan sebuah langrange multiplier tidak tentu.
Penyelesaian berikutnya adalah turunan parsial dari V terhadap L, K dan 1
sama dengan nol:

22

Dengan menyelesaikan persamaan tersebut, maka kondisi pertama


menetapkan , bahwa ratio dari harganya yaitu MPL dan MPK maka harus
sama dengan ratio dari harganya PL dan PK.
9. Minimalisasi Biaya
Pengusaha

bisa

berkeinginan

untuk

meminimalisasi

biaya

memproduksi untuk tingkat output yang direncanakan. Dalam hal ini biaya
diminimalkan tergantung kepada produksi. Bentuk fungsinya menjadi:
Z = PLL + PKK + [Q0 f(L,K)]
Penyelesaiannya sama dengan maksimalisasi output dan turunan parsial dari
Z terhadap L, K dan 1 sama dengan nol:

Dengan menyelesaikan persamaan di atas, maka dapat kita cari berapa input
yang

harus

digunakan

untuk

memproduksi

tingkat

output

yang

direncanakan.
D. Fungsi Produksi Dua Output dan Satu Input
1. Kurva Transformasi Produk
Terdapat kasus yang sederhana yaitu seorang pengusaha menggunakan
sebuah input tunggal V untuk memproduksi dua output q1 dan q2. Hal itu
dapat disajikan dalam bentuk fungsi produksi eksplisit sebagai berikut:
v = f (q1, q2)
Fu ngsi produksi di atas dapat disajikan dalam bentuk grafik seperti gambar
berikut :

23

Gambar 2.3 Fungsi Produksi Dua Output Satu Input


Pada gambar diatas, sumbu datar dan tegak menyatakan tingkat output
dari masing produk pertama dan kedua. Sebagai suatu dimensi ketiga untuk
menyatakan tingkat penggunaan input tunggal digunakan garis melengkung.
Tiap garis melengkung yang ditandai v, v,v, dan v menyatakan
tingkat input spesifik. Misalnya v, menunjukkan semua kombinasi yang
mungkin dari dua output yang bisa diproduksikan dengan penggunaan unit
input sebesar v. Karena semakin lebih banyak unit input digunakan,
semakin besar output total bisa diproduksikan, maka garis melengkung yang
bisa dibuat menjadi v, v,v, v.
Garis melengkung di gambar tersebut disebut kurva transformasi
produk. Setiap kurva transformasi produk merupakan tempat kedudukan
dari kombinasi yang bisa diperoleh dari suatu jumlah tertentu dari input.
Semua kurva transformasi produk miring ke bawah disebabkan karena suatu
pertambahan pada output harus diikuti oleh suatu pengurangan pada output
kedua.

q2 Isorevenue
2. Kurva

TR4
TR2
TR1

TR3

24
q1

Jika p1 dan p2 adalah harga penjualan dari dau output, maka penerimaan
total peusahaan adalah:
TR = p1q1 + p2q2
Gambar 2.3. Merupakan penyajian grafis dari persamaan diatas untuk
berbagai nilai dari q1 dan q2. Garis-garis lurus menyatakan tingkat yang
berbeda-beda dari penerimaan total. Mereka disebut kurva isorevenue, yang
menyatakan tempat kedudukan dari semua kombinasi yang mungkin dari
dua output yang menghasilkan penerimaan total yang sama, TR 1 < TR2 <
TR3 < TR4.
3. Keseimbangan Produsen (Output Optimal)
Menentukan output optimal dari output yang akan diproduksi oleh
perusahaan menggunakan input V. Titik singgung antara kurva transformasi
produk v dan kurva isorevenue TR2 menentukan kombinasi dari output (
dan

) yang memberikan total penerimaan paling tinggi bagi perusahaan

bila v unit input digunakan.


Kombinasi dari input lainnya pada kurva transformasi produk di
gambar 4.18 bisa juga diproduksi dengan v unit dari input, tetapi pada titik
itu menyatakan tingkat yang lebih rendah dari penerimaan total. Tidak ada
kurve pada titik itu menyatakan tingkat yang lebih rendah dari penerimaan
total.

Tidak

ada

kurva

transformasi

produk

lainnyavyang

perlu

dipertimbangkan, karena tidka akan mewakili suatu input v. oleh karena itu
titik singgung (dengan koordina-koordinat q1 dan q2 ) merupakan kombinasi
output terbaik yang bisa diproduksi dengan menggunakan v unit input.

25

Gambar 2. Kondisi Output yang Menggambarkan Kombinasi Terbaik


Pada analisis ini juga bisa terjadi kasus khusus bahwa yang dihasilkan
dari penggunaan input hanyalah satu out saja. Misalnya harga wool
sedemikian rupa sehingga proses produksi hanya untuk menghasilkan wool
saja daripada menghasilkan daging domba. Kasus yang demikian ini
ditunjukkan pada Gambar 2. dimana p1 (harga penjualan dari produk
pertama) adalah sedemikian rupa sehingga jauh lebih rendah relative
terhadap p2 sehingga hanya produk kedua diproduksikan.

Gambar 2. Kondisi Kombinasi Output Terbaik Hanya Output Kedua Yang


Dihasilkan
4. Garis Ekspansi
Sama seperti analisis fungsi produksi dua input satu output, jalur ekspansi
mengggambarkan solusi terbaik, baik untuk maksimalisasi pendapatan

26

ataupun untuk minimalisasi biaya. Jadi, jalur ekspansi ditarik pada setiap
titik singgung antara kurva transformasi produk dengan isorevenue. Pada
gambar 4.20 kurva E merupakan kurva expantion path untuk dua output
satu input. Kurva tersebut ditarik dari beberapa titik keseimbangan
produsen. Dalam hal ini expantion path tersebut menggambarkan adanya
kenaikan skala usaha yang dilakukan oleh perusahaan dan menggambarkan
kenaikan penggunaan input, baik input tenaga kerja (L) maupun modal (K).

Gambar 2. Jalur Ekspansi

BAB III
PERMASALAHAN

27

Upaya swasembada jagung perlu diprioritaskan mengingat saat ini jagung


merupakan salah satu komoditas palawija utama di Indonesia. Selain sebagai
bahan makanan pokok, jagung bisa diolah menjadi beragam produk industri
makanan, diantaranya jagung dapat diolah menjadi sirup, minyak nabati, aneka
makanan kecil, maizena dan margarin. Jagung juga dapat diproses menjadi bahan
campuran makanan ternak, terutama unggas. Seiring dengan kemajuan teknologi
pengolahan jagung berlanjut pada tingkat penghasil bahan bakar (ethanol). Oleh
karena itu kebutuhan akan jagung memiliki nilai strategis seperti halnya beras.
Meningkatnya tingkat pendapatan dan bertambahnya jumlah penduduk,
permintaan akan bahan mak anan bergizi terus naik, dan berkembangnya industri
pengolahaan pangan yang mengolah jagung ke berbagai bentuk olahan
menyebabkan permintaan jagung dalam negeri terus meningkat. Untuk
meningkatkan produksi jagung dari setiap lahan, petani dihadapkan pada suatu
masalah penggunaan modal dan teknologi yang tepat. Dalam menghadapi kondisi
tersebut pilihan kombinasi modal input yang tepat seperti pupuk, benih, dan
tenaga kerja akan menjadi dasar dalam melaksanakan pilihan tersebut. Pilihan
terhadap kombinasi penggunaan input yang tepat akan mendapatkan hasil yang
maksimal, dengan kata lain suatu kombinasi input sejumlah produksi dengan cara
yang efisien (Warsana, 2007: 24). Dalam kenyataannya, pemilihan kombinasi
input yang dilakukan petani jagung tidak optimal sehingga berpengaruh terhadap
tingakt produksi yang rendah. Hal ini erat kaitannya dengan keahlian seorang
petani dalam menjalankan usaha taninya. Seperti diketahui tingkat pendapatan
petani erat kaitanya dengan tingkat produksi, sedangkan tingkat produksi
ditentukan oleh keahlian seorang petani dalam mengelola faktorfaktor produksi.
Masalah yang dihadapi petani jagung di pedukuhan Sawah adalah tingkat
produksi dan produktivitas yang masih rendah. Hal ini dikarenakan petani jagung
di pedukuhan Sawah belum mampu menerapkan kombinasi input yang tepat serta
kurangnya penggunaan teknologi budidaya jagung yang baik. Kondisi ini
berdampak langsung terhadap tingkat pendapatan petani jagung, di mana
pendapatan yang diterima masih relatif kecil sedangkan biaya yang dibutuhkan
sangat besar untuk pemenuhan faktor-faktor produksi seperti pembelian bibit,

28

pupuk, dan upah tenaga kerja. Menurut Daniel (2004: 19) biaya dibutuhkan setiap
saat, sedangkan tidak semua petani terutama petani kecil yang mempunyai lahan
sempit dapat menyediakan biaya secara tepat, baik secara tepat waktu dan tepat
jumlahnya. Keadaan ini timbul akibat pola pengeluaran dan penerimaan yang
tidak seimbang. Penerimaan hanya diperoleh pada saat musim tanam setelah
panen, sedangkan pengeluaran dilakukan setiap hari sesuai kebutuhan sehari-hari.
Masalah ini sering menimbulkan resiko yang sangat besar kepada petani, kalau
biaya pembelian faktor produksi tidak dapat dipenuhi secara tepat waktu maka
jumlah produksi tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Faktor lain yang menjadi masalah dalam usaha tani jagung di pedukuhan
Sawah adalah tingkat harga-harga faktor produksi dari tahun ke tahun mengalami
kenaikan terutama harga pupuk buatan (Urea, TSP, KCL) dan pestisida.
Disamping itu harga jual jagung yang tidak menentu dari tahun ke tahun dan
sering kurang menguntungkan bagi petani. Fluktuasi harga-harga hasil pertanian
disebabkan adanya fluktuasi musiman yang merupakan fenomena yang sering
terjadi dalam kehidupan ekonomi pertanian. Dalam bidang-bidang di luar
pertanian ada pula jarak waktu antara saat-saat pengeluaran dan penerimaan,
walaupun dalam pertanian jarak waktu itu biasanya lebih panjang sehingga
menimbulkan persoalan yang lebih gawat (Daniel, 2004: 19).
Masalah lain yang perlu dicermati adalah faktor alam. Daerah yang
kekurangan air dan kurang subur seperti Gunungkidul, cara dan saat bertanam erat
kaitannya dengan musim. Di daerah-daerah seperti ini dipergunakan sistem
pertanian yang dikenal dengan nama tumpang sari. Sistem tanam tumpang sari ini
adalah satu lahan pertanian ditanami beberapa komoditi pertanian. Kondisi ini
menimbulkan tanaman yang berada di lahan tersebut akan saling berebut unsur
hara yang terkandung dalam tanah, sehingga akan berdampak langsung pada
tingkat produksi yang kurang maksimal. Berdasarkan hal tersebut, dalam studi ini
dicoba untuk melihat seberapa besar tingkat pendapatan petani jagung dan faktorfaktor yang mempengaruhi produksi jagung di Pedukuhan Sawah, Kelurahan
Monggol, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) pada tahun 2013.

29

BAB IV
SOLUSI
A. Luas Lahan
Tanah merupakan faktor kunci dalam usaha pertanian. Tanpa tanah
rasanya mustahil usaha tani dapat dilakukan. Pengertian tanah di sini adalah
bukan sekedar pada wujud nyata tanah saja, tetapi juga dikandung arti media di
mana usaha tani dilakukan (Daniel, 2004: 21). Dari hasil penelitian
menunjukkan nilai koefisien regresi atau elastisitas dari luas lahan adalah
sebesar 0,113697. Hal ini berarti bila terjadi kenaikkan luas lahan sebesar satu
persen (1%) maka akan terjadi kenaikkan produksi jagung sebesar 0,113697%,
Ceteris Paribus. Rata-rata luas lahan yang dimiliki dan digarap untuk usaha
jagung di pedukuhan Sawah adalah 0,2 ha. Kondisi ini menunjukkan bahwa
luas lahan yang dimiliki oleh petani jagung di pedukuhan Sawah masih relatif
kecil. Bertambahnya luas lahan tani jagung di pedukuhan Sawah dapat
meningkatkan jumlah produksi jagung, karena semakin banyak luas lahan
maka semakin banyak jumlah areal yang ditanami. Menurut Daniel, 2004: 56,
penambahan luas lahan perlu dilakukan karena luas lahan yang sempit kurang
efisien. Pada luas lahan yang sempit penerapan teknologi cenderung
berlebihan, dan menjadikan usaha tani tidak efisien. Petani kurang perhitungan
terutama dalam pemberian masukan.
B. Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dalam menentukan
tingkat produksi. Tenaga kerja di sektor pertanian, khususnya pertanian jagung
dapat meningkatkan volume produksi jagung. Faktor tenaga kerja dibagi
menjadi dua kelompok yaitu tenaga kerja anggota keluarga dan tenaga kerja
yang bukan anggota keluarga. Dari hasil survei lapangan menunjukkan bahwa
jumlah tenaga kerja keluarga lebih banyak digunakan daripada tenaga kerja
yang bukan keluarga pada usaha tani jagung di pedukuhan Sawah. Nilai

30

koefisien regresi atau elastisitas dari tenaga kerja dalam penelitian ini sebesar
0,497813. Hal ini berarti bila terjadi kenaikkan tenaga kerja sebesar satu persen
(1%) maka akan terjadi kenaikkan produksi jagung sebesar 0,497813%, Ceteris
Paribus. Dalam teori ekonomi dijelaskan bahwa penambahan jumlah tenaga
kerja hanya dapat dilakukan sampai pada titik tertentu. Penambahan jumlah
tenaga kerja yang tidak terkendali atau melebihi titik tertentu dapat
menurunkan tingkat produksi. Hal tersebut dijelaskan dengan hukum
pertambahan hasil yang menurun (the law of diminishing return). Hukum ini
menyatakan bahwa penambahan jumlah tenaga kerja hanya boleh dilakukan
sampai marginal physical product of labor sama dengan nol. Ketika marginal
physical product of labor sama dengan nol, penambahan jumlah tenaga kerja
akan menyebabkan marginal physical product of labor menjadi negatif.
C. Hubungan antara Luas Lahan dan Tenaga Kerja
Input yang berpengaruh terhadap produksi jagung dalam penelitian ini
adalah luas lahan (X1) dan jumlah tenaga kerja (X2). Pada bagian sebelumnya
telah dijelaskan hubungan antara input luas lahan dan input tenaga kerja.
Dalam jangka pendek input luas lahan dianggap sebagai input tetap dan tenaga
kerja dianggap sebagai input variabel. Dalam jangka pendek input tetap (luas
lahan) dianggap konstan atau tidak berubah sedangkan input variabel (tenaga
kerja) dapat dirubah jumlahnya. Penambahan input tenaga kerja dalam jangka
pendek akan berpengaruh terhadap tingkat produksi namun dalam teori
ekonomi dijelaskan bahwa penambahan jumlah tenaga kerja hanya dapat
dilakukan sampai pada titik tertentu. Penambahan jumlah tenaga kerja yang
tidak terkendali atau melebihi titik tertentu dapat menurunkan tingkat produksi.
Hal tersebut dijelaskan dengan hukum pertambahan hasil yang menurun (the
law of diminishing return). Hukum ini menyatakan bahwa penambahan jumlah
tenaga kerja hanya boleh dilakukan sampai marginal physical product of labor
sama dengan nol. Ketika marginal physical product of labor sama dengan nol,
penambahan jumlah tenaga kerja akan menyebabkan marginal physical
product of labor menjadi negatif. Ketika marginal physical product of labor
sama dengan nol maka penambahan jumlah tenaga kerja akan menurunkan

31

tingkat produksi. Oleh karena itu pada kondisi ini, solusi yang bisa diberikan
adalah dengan menambahkan jumlah tanah (luas lahan). Ketika berbicara
mengenai perubahan jumlah luas lahan berarti kita berbicara mengenai jangka
panjang. Dalam jangka panjang dikatakan bahwa semua input adalah input
variabel.

32

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Fungsi produksi adalah hubungan teknis antara input dengan output
2. Hubungan antara APL dan MPL dapat dikaitkan dengan elastisitas produksi.
Elastisitas produksi (Ep): persentase perubahan output sebagai akibat dari
persentase perubahan input.
a. APL > MPL, maka Ep mempunyai nilai < 1 (inelastis)
b. APL < MPL, maka Ep mempunyai nilai > 1 (elastis)
c. APL = MPL, maka Ep mempunyai nilai = 1 (unitary)
3. Apabila dua input yang digunakan dalam proses produksi menjadi variabel
semua, maka pendekatan yang sering digunakan adalah pendekatan
isoquant dan isocost.
4. fungsi produksi dua output dan satu input terdiri dari kurva transformasi
produk, kurva isorevenue, keseimbangan produsen (Output Optimal) dan
garis ekspansi yang saling berhubungan.
5. Masalah yang dihadapi petani jagung di pedukuhan Sawah adalah tingkat
produksi dan produktivitas yang masih rendah. Hal ini dikarenakan petani
jagung di pedukuhan Sawah belum mampu menerapkan kombinasi input
yang tepat serta kurangnya penggunaan teknologi budidaya jagung yang
baik. Kondisi ini berdampak langsung terhadap tingkat pendapatan petani
jagung, di mana pendapatan yang diterima masih relatif kecil sedangkan
biaya yang dibutuhkan sangat besar untuk pemenuhan faktor-faktor
produksi.
6. Cara mengatasi kasus yang terjadi di pedukuhan Sawah yaitu dengan cara
menambah luas lahan, karena bertambahnya luas lahan tani jagung di
pedukuhan Sawah dapat meningkatkan jumlah produksi jagung, karena
semakin banyak luas lahan maka semakin banyak jumlah areal yang
ditanami. Untuk mengatasi penambahan jumlah tenaga kerja yang tidak
terkendali yang dapat menurunkan tingkat produksi, yaitu dengan

33

menambahkan jumlah tanah (luas lahan). Ketika berbicara mengenai


perubahan jumlah luas lahan berarti kita berbicara mengenai jangka
panjang. Dalam jangka panjang dikatakan bahwa semua input adalah input
variabel.
B. Saran
1. Sebaiknya diadakan pelatihan bimbingan berupa penyuluhan kepada para
tenaga kerja terutama petani terkait pengaturan pembiayaan usahatani
jagung di Pedukuhan Sawah, Kelurahan Monggol, Kecamatan Saptosari,
Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Sebaiknya pemerintah setempat meningkatkan pengawasan mengenai sarana
dan prasarana seperti permodalan, peningkatan teknologi produksi, dll.

34

Anda mungkin juga menyukai