PENDAHULUAN
Drowning atau tenggelam adalah suatu proses yang menyebabkan terjadinya
gangguan respirasi akibat masuknya cairan kedalam saluran napas atau paru-paru. Drowning
tidak terbatas hanya di dalam air seperti sungai, danau atau kolam renang tetapi mungkin juga
terbenam dalam kubangan atau selokan dengan hanya muka yang berada di bawah
permukaan air.
Di seluruh dunia, kasus tenggelam adalah kasus kematian terbanyak kedua dan ketiga
yang menimpa anak-anak dan remaja. Pada umumnya kasus tenggelam ini sering terjadi di
negara-negara yang beriklim panas. Insiden terjadinya kasus tenggelam pada anak-anak ini
berbeda-beda tingkatanya pada tiap-tiap negara. Dibandingkan dengan negara-negara
berkembang yang lain, reputasi Australia kurang baik, karena kasus tenggelam di negara ini
masuk dalam urutan terbanyak. Setiap tahun angka kejadian tenggelam di seluruh dunia
mencapai 1,5 juta, angka ini bisa lebih dari kenyataan mengingat masih banyaknya kasus
yang belum dilaporkan. Insiden paling banyak terjadi pada negara berkembang, terutama
pada anak-anak kurang dari 5 tahun dan orang dewasa umur 15-24 tahun.
Tenggelam merupakan salah satu kecelakaan yang dapat berujung pada kematian jika
terlambat mendapatkan pertolongan. Badan Kesehatan Dunia (WHO), mencatat, tahun 2000
di seluruh dunia ada 400.000 kejadian tenggelam tidak sengaja. Artinya, angka ini menempati
urutan kedua setelah kecelakaan lalu lintas.
Berdasarkan data yang diambil dari halaman website e-medicine, satu pertiga
daripada korban mati akibat tenggelam pernah mengikuti pelatihan berenang. Walaupun
tenggelam terjadi kepada kedua jenis kelamin, golongan laki-laki adalah tiga kali lebih sering
mati akibat tenggelam dibandingkan dengan golongan wanita.
Indonesia memiliki kawasan yang strategis dalam dunia pelayaran karena Indonesia
merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Maka dari itu, jasa transportasi laut
memiliki potensi yang sangat besar dengan konektivitas antar pulau maupun antar Negara.
Namun akibat buruknya transportasi laut di Indonesia dapat menyebabkan tenggelamnya
kapal laut. Banyak terdengar berita tentang anak yang tenggelam di kolam renang sesuai
dengan keadaan sosial ekonomi di Indonesia, tetapi mengingat keadaan Indonesia yang
dikelilingi air, baik lautan, danau, maupun sungai, tidak mustahil jika banyak terjadi
kecelakaan dalam air seperti hanyut dan tenggelam yang belum diberitahukan dan
1
ditanggulangi dengan sebaik-baiknya. Hampir setiap saat, terutama pada saat musim liburan,
di objek wisata laut, banyak terjadi kasus wisatawan yang tenggelam, karena akibat air
pasang atau kecerobohan diri wisatawan tersebut. Selain itu, kasus tenggelam yang lainnya
adalah akibat buruknya transportasi laut di Indonesia.
Pada seorang jenazah yang terendam di dalam air dan diduga mengalami kematian
akibat tenggelam, perlu ditentukan apakah korban masih hidup saat tenggelam yang ditandai
adanya tanda-tanda intravital, apakah ada tanda-tanda kekerasan lain, dan sebab kematian.
Semua hal ini dapat ditentukan melalui pemeriksaan luar jenazah dan pemeriksaan dalam
jenazah, dan ditunjang oleh pemeriksaan penunjang. Dengan rangkaian pemeriksaan ini dapat
ditegakkan diagnosis tenggelam dan dapat diperkirakan sebab dan mekanisme kematian
jenazah yang ditemukan. Dokter dalam bidang ilmu kedokteran forensik memiliki peran yang
penting dalam kasus-kasus kematian akibat tenggelam seperti dalam membantu upaya
identifikasi korban dan menentukan sebab kematian. Dengan penulisan referat ini, penyusun
berharap dapat mengulas selengkap-lengkapnya tentang kasus-kasus kematian akibat
tenggelam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Tenggelam
Tenggelam biasanya didefinisikan sebagai kematian akibat asfiksia yang disebabkan
oleh masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan. Pada suatu kasus tenggelam korban
terbenam dalam air sehingga sistem pernapasannya terganggu dengan akibat hilangnya
kesadaran dan ancaman pada jiwa korban. Pada suatu kasus tenggelam, seluruh tubuh tidak
perlu terbenam di dalam air, asalkan lubang hidung dan mulut berada di bawah permukaan air
sudah memenuhi criteria suatu kasus tenggelam.
Jumlah air yang dapat mematikan ialah bila air dihirup oleh paru-paru sebanyak 2 liter
untuk orang dewasa dan sebanyak 30-40 mililiter untuk bayi.
2.2. Klasifikasi Kasus Tenggelam
Suatu peristiwa tenggelam dapat diklasifikasikan/ dibedakan menjadi beberapa tipe,
yang pertama berdasarkan lokasi kematiannya, dan yang kedua berdasarkan mekanisme
kematiannya.
2.2.1. Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Tenggelam
Berdasarkan lokasi tenggelamnya, suatu kasus tenggelam dibedakan atas tenggelam
dalam air tawar dan tenggelam dalam air asin.
Bumi ini terdari 30% daratan dan 70% perairan. Perairan dibumi ini terdiri atas air
tawar dan air asin. Perairan air tawar terdiri atas danau, kolam, dan sungai. Selain itu adapula
perairan payau yang merupakan campuran dari air laut dan air sungai, sedangkan sungai
termasuk ekosistem air mengalir. Laut dibedakan air tawar karena kandungan kadar garam
atau salinitas yang tinggi. Jumlah air dibumi ini tidak pernah berubah (tetap) yaitu sebanyak
1.385.984.610 Km3 dan dari jumlah ini air tawar hanya 35.028.210 Km3. Jadi jumlah air
tawar hanya 2,5% dari jumlah keseluruhan. Air terdistribusi diberbagai tempat yaitu air laut
96,5%, air tanah tawar 0,76%, air tanah asin 0,93%. Untuk kelembapan tanah 0,0012%,
dalam bentuk es dikutub 1,7%, dalam bentuk es lain dan salju 0,025%, danau dan air asin
0,006%, air rawa 0,008%, sungai-sungai 0,0002%, dimakhluk hidup 0,00001%. Dan
diatmosfer 0,001%.9 Sifat daripada air tawar dan air asin ialah sebagai berikut:
1. Air tawar: Air tawar merupakan air yang tidak mengandung banyak larutan garam dan
larutan mineral di dalamnya. Air tawar pada umumnya tidak berwarna, sehingga
tampak bersih, bening dan jernih. Air yang normal pada dasarnya tidak mempunyai
rasa. Air tawar merujuk ke air dari sumur, danau, sungai, dan salju. Air permukaan
dan air sumur pada umumnya mengandung bahan-bahan metal terlarut seperti Na,
Mg, Ca, dan Fe. Konsentrasi yang sangat penting dari sifat kimia air tawar adalah
mineral-mineral. Air tawar adalah air yang dapat dan aman untuk dijadikan minuman
bagi manusia. Sifat-sifat kimia air, yang terutama adalah bahwa air merupakan pelarut
yang baik: Hampir semua zat kimia bisa dilarutkan dalam air. Zat-zat yang bercampur
dan larut dengan baik dalam air.
2. Air asin/ air laut: Air laut merupakan air dari laut atau samudra. Air laut merupakan
campuran dari 96,5% air murni dan 3,5% material lainnya seperti garam-garaman,
gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut. Air laut
memang berasa asin karena memiliki kadar garam rata-rata 3,5%. Artinya dalam 1
liter air laut (1000 ml) terdapat 35 gram Garam. Kandungan garam di setiap laut
berbeda kandungannya. Laut yang paling tawar adalah di timur Teluk Finlandia dan di
utara Teluk Bothnia, keduanya merupakan bagian dari laut Baltik. Laut yang paling
asin adalah Laut Merah (dimana suhu tinggi dan sirkulasi terbatas membuat
penguapan tinggi dan sedikit air masuk dari sungai-sungai). Air laut memiliki kadar
garam karena bumi dipenuhi dengan garam mineral yang terdapat di dalam batubatuan dan tanah garam-garaman yang utama yang terkandung dalam air laut adalah
Klorida (55%), Natrium (31%), Sulfat (8%), Magnesium (4%), Kalsium (1%),
Potasium (1%) dan sisanya kurang dari 1% terdiri dari Bikarbonat, Bromida, Ssam
Borak, Strontium dan Florida. Apabila air sungai mengalir ke lautan, air tersebut
membawa garam. Ombak laut yang memukul pantai juga dapat menghasilkan garam
yang terdapat pada batu-batuan. Air murni tidak mempunya nilai kandungan garam
(salinitas) seperti pada air laut. Titik beku atau kerapatan maksimum air murni terjadi
pada suhu 4oC lebih tinggi dari pada air laut atau dengan kata lain. Air murni lebih
cepat membeku dari pada air laut.
2.2.2. Klasifikasi Berdasarkan Mekanisme Kematian
Dalam beberapa buku ajar ilmu forensik yang diterbitkan oleh fakultas kedokteran di
Indonesia, dikenal beberapa istilah mengenai kasus-kasus tenggelam yaitu:
1. Wet drowning: Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernapasan setelah
korban tenggelam. Kematian terjadi setelah korban menghirup air. Jumlah air yang
dapat mematikan, jika dihirup paru-paru adalah sebanyak 2 liter untuk orang dewasa
dan 30-40 ml untuk bayi.
2. Dry drowning: Pada keadaan ini cairan tidak masuk ke dalam saluran pernapasan.
Kematian terjadi akibat spasme laring dan kematian terjadi sebelum korban dapat
menghirup air masuk ke dalam saluran pernapasannya. 1, 8 Definisi dry drowning yang
dimuat dalam Simpsons Forensic Medicine sedikit berbeda. Di dalam buku tersebut
istilah drowning atau true drowning hanya terbatas pada kasus-kasus dimana cairan
masuk ke dalam saluran pernapasan dengan akibat hipoksia yang dapat berujung
kepada kematian. Bila cairan tidak masuk ke dalam saluran pernapasan dan terjadi
kematian akibat sebab yang lain maka hal tersebut tidak dianggap sebagai suatu
drowning. Maka dalam buku ini, istilah dry drowning digunakkan untuk
menggambarkan keadaan dimana pada jenazah saat dilakukan otopsi tidak ditemukan
adanya cairan dalam saluran pernapasan dan paru-paru. Cairan tidak ditemukan
karena sudah diserap masuk ke dalam sirkulasi pulmonal. Hal ini berarti istilah dry
drowning/ dry-lung drowning yang dimaksud dalam buku Simpsons Forensic
Medicine ialah bila tenggelam dalam air tawar yang hipotonis.
3. Secondary drowning: Pada secondary drowning, gejala terjadi beberapa hari setelah
korban tenggelam dan korban meninggal akibat komplikasi.
4. Immersion syndrome: Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air dingin
akibat refleks vagal yang menyebabkan cardiac arrest/ henti jantung. Keadaan
tersebut hanya dapat dijelaskan oleh karena terjadinya fibrilasi ventrikel dan dapat
dibuktikan bahwa pada orang yang masuk ke air dingin atau tersiram air yang dingin,
dapat mengalami ventricular ectopic beat. Alkohol dan makan terlalu banyak
merupakan faktor pencetus.
2.3. Perbedaan Tenggelam Dalam Air Tawar dan Air Asin
Kematian akibat tenggelam dalam air tawar dan kematian akibat tenggelam dalam air
asin berbeda dalam berbagai hal yang nanti akan mempengaruhi hasil-hasil pemeriksaan
terhadap jenazah. Secara garis besar perbedaan tersebut digambarkan oleh tabel dibawah ini:
Perbedaan-perbedaan yang akan tampak pada hasil pemeriksaan terhadap jenazah ialah
karena mekanisme kematian akibat tenggelam dalam air tawar dan akibat tenggelam dalam
air asin berbeda.
2.3.1. Perbedaan pada Pemeriksaan Luar Jenazah
Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan banyak variasi. Tanda khas pada korban
tenggelam yang jenazah masih segar ialah ditemukan adanya buih. Buih dapat ditemukan
pada mulut dan lubang hidung. Buih mengisi saluran napas dan keluar dari mulut dan hidung.
Buih terdiri dari air, plasma protein, surfaktan terdapat di terminal respiratory. Pada kasus
tenggelam dalam air asin, akan lazim ditemukan buih dibandingkan tenggelam dalam air
tawar. Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan adanya buih pada saluran napas seperti di
trakea dan bronkus. Namun buih tersebut dapat menghilang apabila sudah terjadi proses
pembusukan.
Gambar 1. Buih Bercampur Darah Keluar melalui Mulut dan Hidung Jenazah Tenggelam
2.3.2. Perbedaan pada Pemeriksaan Dalam Jenazah
6
Pada pemeriksaan dalam, dapat ditemukan perbedaan yang signifikan pada korban
tenggelam dalam air tawar dan dalam air asin. Dimana pada saat otopsi, sternum diangkat
maka ditemukan gambaran paru yang lebih besar dan mengembang pada jenazah yang
tenggelam di air asin dibandingkan jenazah yang tenggelam di air tawar. Pada jenazah
tenggelam di air asin paru-paru relatif lebih basah dan tampak lebih biru keunguan
dibandingkan jenazah tenggelam di air tawar. Pada jenazah tenggelam di air tawar paru-paru
teraba seperti spons dan krepitasi positif dan paru-paru tampak merah pucat.
2.4. Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam Dalam Air Tawar
Air tawar bersifat hipotonis dibandingkan plasma darah karena konsentrasi elektrolit
dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi dalam darah. Ketika air tawar masuk ke
dalam paru-paru (alveoli), dengan cepat air tawar berpindah dari tempat alveoli ke sistem
vaskuler melalui membran alveoli karena perbedaan tekanan osmotik antara air tawar di
alveoli paru dan plasma darah. Air tawar tersebut dengan cepat berpindah meningkatkan
volume darah (hipervolemia) sekitar 50 ml% permenit sehingga akan terjadi hemodilusi
darah, air masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel darah
merah (hemolisis). Pada keadaan ini terjadi absorpsi cairan yang masif.
Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan ini dengan
melepaskan ion kalium dari serabut otot jantung sehingga kadar ion kalium dalam plasma
meningkat (hiperkalemia), terjadi perubahan keseimbangan ion kalium dan kalsium dalam
serabut otot jantung dapat mendorong terjadinya fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan
darah, yang kemudian menyebabkan timbulnya kematian akibat anoksia serebri. Kematian
terjadi dalam waktu 5 menit.
kesanggupan
tubuh
ini
ditentukan
oleh
kombinasi
tingginya
konsentrasi
karbondioksida dan rendahnya konsentrasi oksigen di mana oksigen dalam tubuh banyak
digunakan dalam sel. Batas ini tercapai ketika kadar PCO2 berada di bawah 55 mm Hg atau
merupakan ambang hipoksia, dan ketika kadar PAO2 berada di bawah 100 mmHg ketika
PCO2 cukup tinggi.
Ketika mencapai batas kesanggupan ini, korban terpaksa harus menghirup sejumlah
besar volume air. Sejumlah air juga sebagian tertelan dan bisa ditemukan di dalam lambung.
Selama pernapasan dalam air ini, korban bisa juga mengalami muntah dan selanjutnya terjadi
aspirasi terhadap isi lambung. Pernapasan yang terengah-engah di dalam air ini akan terus
berlanjut hingga beberapa menit, sampai akhirnya respirasi terhenti. Kadang terjadi spasme
laring tetapi biasanya cepat menghilang oleh onset hipoksia otak. Hipoksia serebral akan
semakin buruk hingga tahap irreversibel dan terjadilah kematian. Urutan gangguan ritme
jantung biasanya takikardi yang diikuti dengan bradikardi, aktivitas kelistrikan tanpa nadi,
dan terakhir asistol.
Faktor-faktor yang juga menentukan sejauh mana anoksia serebral menjadi
irreversibel adalah umur korban dan suhu di dalam air. Misalnya pada air yang cukup hangat,
waktu yang diperlukan sekitar 3 hingga 10 menit. Tenggelamnya anak-anak pada air dengan
suhu dingin yang cukup ekstrim selama 66 menit masih bisa tertolong melalui resusitasi
dengan sistem saraf/ neurologik tetap utuh. Hipotermia yang berhubungan dengan tenggelam
dapat menyediakan mekanisme protektif yang menyebabkan seseorang lebih lama selamat.
Hipotermia dapat menurunkan konsumsi oksigen otak, serta menunda anoksia seluler dan
pengurangan ATP. Hipotermia mengurangi aktivitas metabolik dan kelistrikan otak. Laju
konsumsi oksigen oleh otak menurun dengan perkiraan 5% untuk setiap penurunan 1C pada
temperature antara 37C sampai 20C. Juga, berapa pun interval waktu hingga terjadi
anoksia, penurunan kesadaran selalu terjadi dalam waktu 3 menit setelah tenggelam.
10
Akan tetapi jika korban terlebih dahulu melakukan hiperventilasi saat terendam ke
dalam air. Hiperventilasi dapat menyebabkan penurunan kadar CO2 yang signifikan.
Kemudian hipoksia serebral karena rendahnya PO2 dalam darah, bersamaan dengan
penurunan hingga hilangnya kesadaran, dapat terjadi sebelum batas kesanggupan (breaking
point) tercapai.
Bila korban selamat, gambaran klinis dominan ditentukan oleh jumlah air yang
diaspirasi dan efeknya. Air di dalam alveoli menyebabkan disfungsi surfaktan dan hilangnya
surfaktan. Tenggelam di air asin maupun di air tawar menyebabkan derajat perlukaan yang
mirip, walaupun dengan perbedaan dalam gradien osmotik. Pada situasi ini, efek gradien
osmotik pada membran kapiler alveolus yang sangat rentan ialah mengganggu integritas
membran, meningkatkan permeabilitas, dan pengeluaran cairan, plasma, dan pertukaran
elektrolit. Gambaran klinis dari kerusakan membran kapilar alveolar sangat hebat, sering ada
bercak darah, edem pulmonal yang menurunkan pertukaran oksigen dan karbon dioksida.
Pada anak-anak dapat ditemukan adanya mekanisme pertahanan tubuh terhadap
tenggelam (mammalian dive reflex), seperti yang biasa ditemukan pada mamalia, khususnya
mamalia laut. Reflek ini lebih sering dijumpai pada mamalia yang tenggelam di air dingin
(kurang dari 68F atau 20C) daripada di air hangat dan berfungsi untuk melindungi tubuh
dengan cara menghemat oksigen agar bisa bertahan lebih lama di air, dengan cara penurunan
metabolisme tubuh seperti pengaliran darah hanya ke jantung, paru, dan otak. Ada tiga
prinsip dasar, yaitu:
1. Bradikardia, yaitu penurunan denyut jantung. Pada manusia penurunan denyut
jantung ini bisa mencapai 50%.
2. Vasokonstriksi perifer, yaitu penghambatan aliran darah ke ekstremitas dengan tujuan
untuk meningkatkan pasokan darah dan oksigen ke organ-organ vital, terutama otak.
3. Blood shift, pengalihan aliran darah ke rongga dada, yaitu daerah antara diafragma
dan leher, untuk menghindari kolaps paru karena semakin dalam korban tenggelam,
tekanan air akan semakin tinggi.
Meskipun kasus ini jarang dijumpai, korban biasanya masih bisa diresusitasi dan
dikembalikan ke fungsi normalnya. Korban dilaporkan selamat, meskipun telah tenggelam
selama satu jam.
2.8. Mekanisme Tenggelam Dalam Air Dingin
Mekanisme tenggelam dan fase-fase yang terjadi pada seorang korban tenggelam
sebelumnya sudah dijelaskan. Khusus untuk kasus tenggelam dalam air dingin akan
dijelaskan pada referat ini karena berhubungan dengan kasus yang akan diangkat. Mekanisme
11
tenggelam dalam air dingin sedikit berbeda dengan kasus tenggelam pada umumnya. Respons
tubuh pada keadaan di dalam air dingin dapat dibagi menjadi menjadi tiga bagian, yaitu:
12
respon termoreulasi, komposisi tubuh, pakaian, temperature air, dan kondisi laut.
Klasifikasi hipotermia adalah sebagai berikut:
Hipotermia ringan dengan suhu inti tubuh 32 - 35 C mekanisme termoregulasi
masih berfungsi baik, tetapi dapat ditemui gangguan mental dan fisik.
Hipotermia sedang dengan suhu inti tubuh 28 - 32 C sistem termoregulasi
terganggu sehingga menyebabkan menggigil, gangguan irama jantung, dan
penurunan kesadaran.
Hipotermia berat dengan suhu inti tubuh <28C yang menyebabkan kehilangan
kesadaran, tidak lagi menggigil, gangguan asam basa, dan dapat menyebabkan
fibrilasi ventrikel atau asistol.
2.9. Diagnosis Kematian Akibat Tenggelam
Bila ditemukan seorang jenazah yang diduga mengalami kematian akibat tenggelam,
maka perlu ditentukan beberapa hal dalam upaya diagnostik. Beberapa hal ini meliputi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Identitas korban
Apakah korban masih hidup saat tenggelam
Faktor yang berperan pada proses kematian
Tempat pertama kali tenggelam
Penyulit yang mempercepat kematian
Penyebab sesungguhnya
13
dalam air, pada suhu normal, ialah setengah dari kecepatan pembusukan pada jenazah yang
dibiarkan terpapar udara bebas.
14
15
16
ini dikemukakan pertama kali oleh Professor Ambroise Terdieu pada abad ke-19 dan
disebut sebagai Tardieus spot.
18
Gambar 11. Achnanthes sp. (kiri) Amphipleura sp. (kanan) - Diatom di Perairan Air
Tawar
19
Gambar 12. Anomoeneis sp. (atas) Biddulphia sp. (bawah) - Diatom di Perairan Air
Tawar
Gambar 16. Navicula sp. Dalam Air Tawar (kiri) dan Dalam Air Asin (kanan)
Pinnularia boreali ditemukan pada air tawar yang dingin, Pinnularia capsoleta
ditemukan pada air tawar yang dangkal. Dari beberapa literatur yang ada dapat disimpulkan
macam-macam spesies dari diatom yang paling sering ditemukan pada organ-organ tubuh
manusia yang diduga meninggal karena tenggelam. Berikut adalah rangkuman dari spesies
diatom yang sering di temukan di dalam organ tubuh:
Tabel 2. Spesies Diatom yang Sering Ditemukan Berdasarkan Sampel Organ
No.
Organ tubuh
1.
Paru
2.
Sumsum tulang
3.
Hepar
of Synedra ulna.
Achnanthes minutissima, Cocconeis placentula , Fragilaria
4.
5.
Ginjal
Usus halus
6.
Duodenum
21
22
Para korban tenggelam yang datang ke UGD bisa datang dengan keadan yang
bervariasi, bisa dari asimptomatik sampai dengan gagal jantung. Pada berbagai keadaan
tenggelam,halpertamayangdilakukanpadadasarnyaadalahuntukmemulihkanoksigenasi
danventilasigunauntukmengurangihipoksemia.
Semuakorbanyangdatangpertamakalidianggapmengalamihipoksia,asidosis,dan
hipotermia. Tindakan pertama yang dilakukan adalah dengan melakukan resusitasi ABC,
termasuk menentukan perlu tidaknya pemasangan collar neck (spine immobolization).
MemonitorperkembanganedemacerebralharusdilakuakndiICU.Walaupunreview
dari Bierens dkk merekomendasikan pengobatan hipotermia sebagai salah satu
penatalaksanaanpada korban tenggelam yang koma walaupun telah dilakukan resusitasi
cairanmasihbisasecaraspontanmengembalikansirkulasisetelahterjadinyagagaljantung.
namuntidakadadatayangpastiuntukmendukungfaktainipadaanakanak.
2.14. Pencegahan
Untuk pencegahan kasus tenggelam pada anak-anak, hal paling utama adalah
keamanan dari tempat-tempat berisi air dan ditempat lain dirumah seperti bak mandi, kamar
mandi dan kamar kecil, serta kolam renang yang harus sentiasa diperhatikan.
Dokter umum sebagai lini pertama dalam dunia kesehatan memiliki peran yang
penting dalam memberikan edukasi mengenai pencegahan terjadinya tenggelam. Berikut
merupakan pedoman pencegahan terjadinya tenggelam yang dapat disosialisasikan kepada
masyarakat:
25
2.15. Prognosis
Berbagai penelitian terfokus pada epidemiologi, klinis dan indikator laboratorium
untuk menentukan prognosis korban tenggelam. Terdapat empat hasil akhir dari kasus
tenggelam pada anak:
1.
2.
3.
4.
Indikator-indikator yang telah diteliti sampai saat ini adalah karakteristik demografik
(usia dan jenis kelamin), faktor riwayat kejadian (durasi tenggelam, jangka waktu untuk
resusitasi, dan ada atau tidaknya resusitasi kardiopulmoner di tempat kejadian), dan faktor
klinis
(pemeriksaan
neurologis,
skor
Glasgow
Coma
Scale,
Pediatric
Risk
of
26
Mortality/PRISM score, kebutuhan untuk CPR yang lebih lama, kadar glukosa serum, dan pH
arteri). Kemungkinan prognosis yang lebih buruk meningkat dengan meningkatnya durasi
tenggelam. Penelitian dan data epidemiologi menunjukkan bahwa yang dapat selamat lebih
mungkin terjadi dengan durasi tenggelam kurang dari 5 menit, dan pada durasi tenggelam
lebih 25 menit prognosis buruk mencapai 100%. Orlowski (1979) menerangkan lima faktor
prognostik kasus tenggelam pada anak yaitu:
1. Usia (usia lebih dari 3 tahun)
2. Durasi tenggelam (lebih dari 5 menit)
3. Jangka waktu untuk resusitasi (tidak ada percobaan resusitasi setelah lebih dari 10
menit)
4. Tingkat kesadaran (koma)
5. Asidosis
2 faktor prognostik buruk memprediksi 90% kemungkinan untuk sembuh sempurna,
manakala 3 faktor prognostik buruk memprediksi hanya 5% kemungkinan sembuh
sempurna. Pada penelitian lain, Christensen dkk (1997) melaporkan sistem klasifikasi untuk
memprediksi angka keselamatan berdasarkan hasil pemeriksaan awal (apneu, koma),
kebutuhan CPR di instalasi gawat darurat, dan pH darah. Apabila durasi dari kejadian
tenggelam bertambah, skor dari GCS saja sudah mencukupi sebagai indikator survival. Data
tambahan dari Orlowski (1979) juga menunjukkan bahwa korban yang tetap dalam kondisi
koma 2 6 jam setelah tenggelam kemungkinan besar telah mati otak/mati batang otak atau
gangguan dan defisit neurologis sedang dan berat. Suatu faktor prediktif lain yang diteliti
adalah cold water drowning di mana keadaan air dingin atau hipotermia menjadi faktor
protektif. Kondisi ini disebut diving reflex yang dominan pada anak-anak, yang dicetuskan
oleh kontak wajah pada air dingin yang ditandai dengan apneu, bradikardia, dan
vasokontriksi. Refleks ini dikombinasikan dengan hipotermia dari pendinginan permukaan,
merupakan mekanisme hipometabolisme protektif yang mengakibatkan survival yang lebih
baik pada kasus tenggelam di air dingin. Pendinginan serebral cepat dari pertukaran panas
pulmoner apabila terjadi flushing paru oleh air dingin adalah teori mekanisme lain.
Pada kasus tenggelam, tyerdapat beberapa kejadian primer yang terjadi terlebih
dahuluyangbakalmenyebabkanprosesresusitasitergangu.Kejangmerupakankejadianyang
sering terjadi pada semua usia. Walau pun sering terjadi pada orang dewasa, gangguan
jantungsepertisindromaQTpanjangharisdiperhatikan.Haliniselaluterjadiakibatterpapar
airdingin,bertahannafas,imersiwajahdalamair.
27
Traumasecarasengajaatautidaksengajatidakselaludidapatipadakasustenggelam.
Padapenelitiandiwashington,didapatkancederatulangbelakangselaluterjadipadausia
diatas15tahun,selaluberkaitandengankejadianimpakyangkerasseeprtijatuhdariair
tempat tinggi. Penggunaan immobilisasi tulang belakang dan cervical harus digunakan
berdasarkan cara atau mekanisme cedera pada tulang belakang. Bisa juga terjadi akibat
intoksikasioksigenataunapzasebelumterjadinyakejadiantenggelam.
Namun demikian, belum ada kriteria yang tepat untuk memprediksi survival dari
korban tenggelam dan belum ada pedoman yang khusus untuk batas-batas usaha resusitasi di
bagian emergensi.
BAB III
28
KESIMPULAN
Tenggelam merupakan salah satu kecelakaan yang dapat berujung pada kematian jika
terlambat mendapatkan pertolongan. Tenggelam didefinisikan sebagai kematian akibat
asfiksia yang disebabkan oleh masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan. Jumlah air
yang dapat mematikan ialah bila air dihirup oleh paru-paru sebanyak 2 liter untuk orang
dewasa dan sebanyak 30-40 mililiter untuk bayi. Mekanisme tenggelam yang berujung
kematian ini disebabkan karena terjadinya proses asfiksia yang termasuk dalam golongan
anoksia anoksik, dan mekanisme kematian akibat tenggelam sendiri terbagi menjadi beberapa
yaitu akibat spasme laring, gangging, dan chocking; akibat reflex vagal; akibat fibrilasi
ventrikel
pulmonal.
Berdasarkan lokasinya
tenggelam dapat
diklasifikasikan ke dalam air tawar atau air asin, dimana tiap lokasi memberikan ciri yang
khas dalam identifikasi seorang jenazah. Pemeriksaan tersebut terbagi menjadi luar dan
dalam dimana pada hasil pemeriksaan luar akan didapatkan temuan sianosis perifer, buih
putih halus, washer womans hand, cutis anserine, dan Tardieus spot. Sedangkan pada
pemeriksaan dalam akan didapatkan jenazah tenggelam di air asin paru-paru relatif lebih
basah dan tampak lebih biru keunguan dibandingkan jenazah tenggelam di air tawar. Pada
jenazah tenggelam di air tawar paru-paru teraba seperti spons dan krepitasi positif dan paruparu tampak merah pucat. Selain pemeriksaan diatas kita juga perlu pemeriksaan penunjang
untuk membuktikan apakah jenazah tersebut ditemukan di air asin atau air tawar,
pemeriksaan tersebut antara lain: pemeriksaan diatom dan kimia darah jantung.
DAFTAR PUSTAKA
29
1.
2.
3.
Cantwell GP. Drowning. MedScape E-Medicine [internet]. 2013 [cited 2014 May 06].
Available from http://www.emedicine.medscpae.com/article/772753overview#overview.
4.
5.
6.
Adelman HC. Inside Forensic Science: Forensic Medicine. In: Kobilinsky L; editor. 1st
ed. New York: Infobase Publishing; 2007. p.50, 55-7.
7.
8.
Dahlan S. Asfiksia. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penegak
Hukum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2007.
9.
10.
Nelson DO. Natural Composition of Fresh Water. Water Encyclopedia [internet]. 2014
[cited 2014 May 11]. Available from http://www.waterencyclopedia.com/En-Ge/FreshWater-Natural-Composition-of.html.
11.
Sheperd R. Drowning and Immersion. Simpsons Forensic Medicine. 12th ed. USA:
Oxford University Press Inc; 2003. p.105-10.
30
12.
13.
14.
Rao D. Drowning. Dr. Dinesh Raos Forensic Pathology [internet]. 2013 [cited 2014
May 07]. Available from http://forensicpathologyonline.com/EBook/asphyxia/drowning.
15.
Szpilman D, Bierens JJLM, Handley AJ, Orlowski JP. Drowning. New England Journal
of Medicine 2012; 366: 2102-10.
16.
Steinman A. Wilderness Medicine: Immersion into Cold Water. St. Louis: Mosby; 2001.
17.
Piette MHA, Letter EAD. Drowning: Still Difficult Autopsy Diagnosis. Forensic
Science International 2006; 163: 3-4.
18.
Pounder DJ. Lecture Notes: Bodies from Water. Department of Forensic Medicine,
University of Dundee [internet]. 1992 [cited 2014 May 12]. Available from
http://www.dundee.ac.uk/forensicmedicine/notes/water.pdf.
19.
Sasidharan A, Resmi S. Review: Forensic Diatomology. Health Sciences 2014; 1(3): 116.
20.
SBS. Timeline: South Korea Ferry Disaster. SBS [internet]. 22 April 2014 [cited 2014
May 11]. Available from http://www.sbs.com.au/news/article/2014/04/22/timelinesouth-korea-ferry-disaster.
21.
22.
Anonymous. Sinking of the MV Sewol. Wikipedia [internet]. May 2014 [cited 2014
May 11]. Available from http://en.wikipedia.org/wiki/Sinking_of_the_MV_Sewol.
23.
24.
Kim S, Hanna J, Payne E. Ferry Disaster: Too Much Cargo Contributed to Sinking,
Police Say. CNN [internet]. 07 May 2014 [cited 2014 May 11]. Available from
http://edition.cnn.com/2014/05/06/world/asia/south-korea-ship-sinking/?c=&page=0.
31