Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
Drowning atau tenggelam adalah suatu proses yang menyebabkan terjadinya
gangguan respirasi akibat masuknya cairan kedalam saluran napas atau paru-paru. Drowning
tidak terbatas hanya di dalam air seperti sungai, danau atau kolam renang tetapi mungkin juga
terbenam dalam kubangan atau selokan dengan hanya muka yang berada di bawah
permukaan air.
Di seluruh dunia, kasus tenggelam adalah kasus kematian terbanyak kedua dan ketiga
yang menimpa anak-anak dan remaja. Pada umumnya kasus tenggelam ini sering terjadi di
negara-negara yang beriklim panas. Insiden terjadinya kasus tenggelam pada anak-anak ini
berbeda-beda tingkatanya pada tiap-tiap negara. Dibandingkan dengan negara-negara
berkembang yang lain, reputasi Australia kurang baik, karena kasus tenggelam di negara ini
masuk dalam urutan terbanyak. Setiap tahun angka kejadian tenggelam di seluruh dunia
mencapai 1,5 juta, angka ini bisa lebih dari kenyataan mengingat masih banyaknya kasus
yang belum dilaporkan. Insiden paling banyak terjadi pada negara berkembang, terutama
pada anak-anak kurang dari 5 tahun dan orang dewasa umur 15-24 tahun.
Tenggelam merupakan salah satu kecelakaan yang dapat berujung pada kematian jika
terlambat mendapatkan pertolongan. Badan Kesehatan Dunia (WHO), mencatat, tahun 2000
di seluruh dunia ada 400.000 kejadian tenggelam tidak sengaja. Artinya, angka ini menempati
urutan kedua setelah kecelakaan lalu lintas.
Berdasarkan data yang diambil dari halaman website e-medicine, satu pertiga
daripada korban mati akibat tenggelam pernah mengikuti pelatihan berenang. Walaupun
tenggelam terjadi kepada kedua jenis kelamin, golongan laki-laki adalah tiga kali lebih sering
mati akibat tenggelam dibandingkan dengan golongan wanita.
Indonesia memiliki kawasan yang strategis dalam dunia pelayaran karena Indonesia
merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Maka dari itu, jasa transportasi laut
memiliki potensi yang sangat besar dengan konektivitas antar pulau maupun antar Negara.
Namun akibat buruknya transportasi laut di Indonesia dapat menyebabkan tenggelamnya
kapal laut. Banyak terdengar berita tentang anak yang tenggelam di kolam renang sesuai
dengan keadaan sosial ekonomi di Indonesia, tetapi mengingat keadaan Indonesia yang
dikelilingi air, baik lautan, danau, maupun sungai, tidak mustahil jika banyak terjadi
kecelakaan dalam air seperti hanyut dan tenggelam yang belum diberitahukan dan
1

ditanggulangi dengan sebaik-baiknya. Hampir setiap saat, terutama pada saat musim liburan,
di objek wisata laut, banyak terjadi kasus wisatawan yang tenggelam, karena akibat air
pasang atau kecerobohan diri wisatawan tersebut. Selain itu, kasus tenggelam yang lainnya
adalah akibat buruknya transportasi laut di Indonesia.
Pada seorang jenazah yang terendam di dalam air dan diduga mengalami kematian
akibat tenggelam, perlu ditentukan apakah korban masih hidup saat tenggelam yang ditandai
adanya tanda-tanda intravital, apakah ada tanda-tanda kekerasan lain, dan sebab kematian.
Semua hal ini dapat ditentukan melalui pemeriksaan luar jenazah dan pemeriksaan dalam
jenazah, dan ditunjang oleh pemeriksaan penunjang. Dengan rangkaian pemeriksaan ini dapat
ditegakkan diagnosis tenggelam dan dapat diperkirakan sebab dan mekanisme kematian
jenazah yang ditemukan. Dokter dalam bidang ilmu kedokteran forensik memiliki peran yang
penting dalam kasus-kasus kematian akibat tenggelam seperti dalam membantu upaya
identifikasi korban dan menentukan sebab kematian. Dengan penulisan referat ini, penyusun
berharap dapat mengulas selengkap-lengkapnya tentang kasus-kasus kematian akibat
tenggelam.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Tenggelam
Tenggelam biasanya didefinisikan sebagai kematian akibat asfiksia yang disebabkan
oleh masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan. Pada suatu kasus tenggelam korban
terbenam dalam air sehingga sistem pernapasannya terganggu dengan akibat hilangnya
kesadaran dan ancaman pada jiwa korban. Pada suatu kasus tenggelam, seluruh tubuh tidak
perlu terbenam di dalam air, asalkan lubang hidung dan mulut berada di bawah permukaan air
sudah memenuhi criteria suatu kasus tenggelam.
Jumlah air yang dapat mematikan ialah bila air dihirup oleh paru-paru sebanyak 2 liter
untuk orang dewasa dan sebanyak 30-40 mililiter untuk bayi.
2.2. Klasifikasi Kasus Tenggelam
Suatu peristiwa tenggelam dapat diklasifikasikan/ dibedakan menjadi beberapa tipe,
yang pertama berdasarkan lokasi kematiannya, dan yang kedua berdasarkan mekanisme
kematiannya.
2.2.1. Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Tenggelam
Berdasarkan lokasi tenggelamnya, suatu kasus tenggelam dibedakan atas tenggelam
dalam air tawar dan tenggelam dalam air asin.
Bumi ini terdari 30% daratan dan 70% perairan. Perairan dibumi ini terdiri atas air
tawar dan air asin. Perairan air tawar terdiri atas danau, kolam, dan sungai. Selain itu adapula
perairan payau yang merupakan campuran dari air laut dan air sungai, sedangkan sungai
termasuk ekosistem air mengalir. Laut dibedakan air tawar karena kandungan kadar garam
atau salinitas yang tinggi. Jumlah air dibumi ini tidak pernah berubah (tetap) yaitu sebanyak
1.385.984.610 Km3 dan dari jumlah ini air tawar hanya 35.028.210 Km3. Jadi jumlah air
tawar hanya 2,5% dari jumlah keseluruhan. Air terdistribusi diberbagai tempat yaitu air laut
96,5%, air tanah tawar 0,76%, air tanah asin 0,93%. Untuk kelembapan tanah 0,0012%,
dalam bentuk es dikutub 1,7%, dalam bentuk es lain dan salju 0,025%, danau dan air asin
0,006%, air rawa 0,008%, sungai-sungai 0,0002%, dimakhluk hidup 0,00001%. Dan
diatmosfer 0,001%.9 Sifat daripada air tawar dan air asin ialah sebagai berikut:

1. Air tawar: Air tawar merupakan air yang tidak mengandung banyak larutan garam dan
larutan mineral di dalamnya. Air tawar pada umumnya tidak berwarna, sehingga
tampak bersih, bening dan jernih. Air yang normal pada dasarnya tidak mempunyai
rasa. Air tawar merujuk ke air dari sumur, danau, sungai, dan salju. Air permukaan
dan air sumur pada umumnya mengandung bahan-bahan metal terlarut seperti Na,
Mg, Ca, dan Fe. Konsentrasi yang sangat penting dari sifat kimia air tawar adalah
mineral-mineral. Air tawar adalah air yang dapat dan aman untuk dijadikan minuman
bagi manusia. Sifat-sifat kimia air, yang terutama adalah bahwa air merupakan pelarut
yang baik: Hampir semua zat kimia bisa dilarutkan dalam air. Zat-zat yang bercampur
dan larut dengan baik dalam air.
2. Air asin/ air laut: Air laut merupakan air dari laut atau samudra. Air laut merupakan
campuran dari 96,5% air murni dan 3,5% material lainnya seperti garam-garaman,
gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut. Air laut
memang berasa asin karena memiliki kadar garam rata-rata 3,5%. Artinya dalam 1
liter air laut (1000 ml) terdapat 35 gram Garam. Kandungan garam di setiap laut
berbeda kandungannya. Laut yang paling tawar adalah di timur Teluk Finlandia dan di
utara Teluk Bothnia, keduanya merupakan bagian dari laut Baltik. Laut yang paling
asin adalah Laut Merah (dimana suhu tinggi dan sirkulasi terbatas membuat
penguapan tinggi dan sedikit air masuk dari sungai-sungai). Air laut memiliki kadar
garam karena bumi dipenuhi dengan garam mineral yang terdapat di dalam batubatuan dan tanah garam-garaman yang utama yang terkandung dalam air laut adalah
Klorida (55%), Natrium (31%), Sulfat (8%), Magnesium (4%), Kalsium (1%),
Potasium (1%) dan sisanya kurang dari 1% terdiri dari Bikarbonat, Bromida, Ssam
Borak, Strontium dan Florida. Apabila air sungai mengalir ke lautan, air tersebut
membawa garam. Ombak laut yang memukul pantai juga dapat menghasilkan garam
yang terdapat pada batu-batuan. Air murni tidak mempunya nilai kandungan garam
(salinitas) seperti pada air laut. Titik beku atau kerapatan maksimum air murni terjadi
pada suhu 4oC lebih tinggi dari pada air laut atau dengan kata lain. Air murni lebih
cepat membeku dari pada air laut.
2.2.2. Klasifikasi Berdasarkan Mekanisme Kematian
Dalam beberapa buku ajar ilmu forensik yang diterbitkan oleh fakultas kedokteran di
Indonesia, dikenal beberapa istilah mengenai kasus-kasus tenggelam yaitu:

1. Wet drowning: Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernapasan setelah
korban tenggelam. Kematian terjadi setelah korban menghirup air. Jumlah air yang
dapat mematikan, jika dihirup paru-paru adalah sebanyak 2 liter untuk orang dewasa
dan 30-40 ml untuk bayi.
2. Dry drowning: Pada keadaan ini cairan tidak masuk ke dalam saluran pernapasan.
Kematian terjadi akibat spasme laring dan kematian terjadi sebelum korban dapat
menghirup air masuk ke dalam saluran pernapasannya. 1, 8 Definisi dry drowning yang
dimuat dalam Simpsons Forensic Medicine sedikit berbeda. Di dalam buku tersebut
istilah drowning atau true drowning hanya terbatas pada kasus-kasus dimana cairan
masuk ke dalam saluran pernapasan dengan akibat hipoksia yang dapat berujung
kepada kematian. Bila cairan tidak masuk ke dalam saluran pernapasan dan terjadi
kematian akibat sebab yang lain maka hal tersebut tidak dianggap sebagai suatu
drowning. Maka dalam buku ini, istilah dry drowning digunakkan untuk
menggambarkan keadaan dimana pada jenazah saat dilakukan otopsi tidak ditemukan
adanya cairan dalam saluran pernapasan dan paru-paru. Cairan tidak ditemukan
karena sudah diserap masuk ke dalam sirkulasi pulmonal. Hal ini berarti istilah dry
drowning/ dry-lung drowning yang dimaksud dalam buku Simpsons Forensic
Medicine ialah bila tenggelam dalam air tawar yang hipotonis.
3. Secondary drowning: Pada secondary drowning, gejala terjadi beberapa hari setelah
korban tenggelam dan korban meninggal akibat komplikasi.
4. Immersion syndrome: Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air dingin
akibat refleks vagal yang menyebabkan cardiac arrest/ henti jantung. Keadaan
tersebut hanya dapat dijelaskan oleh karena terjadinya fibrilasi ventrikel dan dapat
dibuktikan bahwa pada orang yang masuk ke air dingin atau tersiram air yang dingin,
dapat mengalami ventricular ectopic beat. Alkohol dan makan terlalu banyak
merupakan faktor pencetus.
2.3. Perbedaan Tenggelam Dalam Air Tawar dan Air Asin
Kematian akibat tenggelam dalam air tawar dan kematian akibat tenggelam dalam air
asin berbeda dalam berbagai hal yang nanti akan mempengaruhi hasil-hasil pemeriksaan
terhadap jenazah. Secara garis besar perbedaan tersebut digambarkan oleh tabel dibawah ini:

Tabel 1. Perbedaan Tenggelam Dalam Air Tawar dan Air Asin


5

Tenggelam dalam Air Tawar


Paru-paru kecil dan ringan
Paru-paru relatif kering
Bentuk paru-paru biasa
Paru-paru tampak merah pucat
Teraba krepitasi ada
Pada pemeriksaan laboratorium darah:
- Berat jenis 1,055
- Hipotonik
- Hemodilusi
- Hipervolemik
- Hiperkalemia
- Hiponatremia
- Hipoklorida

Tenggelam dalam Air Asin


Paru-paru besar dan berat
Paru-paru relatif basah
Bentuk paru-paru besar
Paru-paru ungu biru
Teraba krepitasi tidak ada
Pada pemeriksaan laboratorium darah:
- Berat jenis 1,059-1,60
- Hipertonik
- Hemokonsentrasi
- Hipovolemik
- Hipokalemia
- Hipernatremia
- Hiperklorida

Perbedaan-perbedaan yang akan tampak pada hasil pemeriksaan terhadap jenazah ialah
karena mekanisme kematian akibat tenggelam dalam air tawar dan akibat tenggelam dalam
air asin berbeda.
2.3.1. Perbedaan pada Pemeriksaan Luar Jenazah
Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan banyak variasi. Tanda khas pada korban
tenggelam yang jenazah masih segar ialah ditemukan adanya buih. Buih dapat ditemukan
pada mulut dan lubang hidung. Buih mengisi saluran napas dan keluar dari mulut dan hidung.
Buih terdiri dari air, plasma protein, surfaktan terdapat di terminal respiratory. Pada kasus
tenggelam dalam air asin, akan lazim ditemukan buih dibandingkan tenggelam dalam air
tawar. Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan adanya buih pada saluran napas seperti di
trakea dan bronkus. Namun buih tersebut dapat menghilang apabila sudah terjadi proses
pembusukan.

Gambar 1. Buih Bercampur Darah Keluar melalui Mulut dan Hidung Jenazah Tenggelam
2.3.2. Perbedaan pada Pemeriksaan Dalam Jenazah
6

Pada pemeriksaan dalam, dapat ditemukan perbedaan yang signifikan pada korban
tenggelam dalam air tawar dan dalam air asin. Dimana pada saat otopsi, sternum diangkat
maka ditemukan gambaran paru yang lebih besar dan mengembang pada jenazah yang
tenggelam di air asin dibandingkan jenazah yang tenggelam di air tawar. Pada jenazah
tenggelam di air asin paru-paru relatif lebih basah dan tampak lebih biru keunguan
dibandingkan jenazah tenggelam di air tawar. Pada jenazah tenggelam di air tawar paru-paru
teraba seperti spons dan krepitasi positif dan paru-paru tampak merah pucat.
2.4. Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam Dalam Air Tawar
Air tawar bersifat hipotonis dibandingkan plasma darah karena konsentrasi elektrolit
dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi dalam darah. Ketika air tawar masuk ke
dalam paru-paru (alveoli), dengan cepat air tawar berpindah dari tempat alveoli ke sistem
vaskuler melalui membran alveoli karena perbedaan tekanan osmotik antara air tawar di
alveoli paru dan plasma darah. Air tawar tersebut dengan cepat berpindah meningkatkan
volume darah (hipervolemia) sekitar 50 ml% permenit sehingga akan terjadi hemodilusi
darah, air masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel darah
merah (hemolisis). Pada keadaan ini terjadi absorpsi cairan yang masif.
Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan ini dengan
melepaskan ion kalium dari serabut otot jantung sehingga kadar ion kalium dalam plasma
meningkat (hiperkalemia), terjadi perubahan keseimbangan ion kalium dan kalsium dalam
serabut otot jantung dapat mendorong terjadinya fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan
darah, yang kemudian menyebabkan timbulnya kematian akibat anoksia serebri. Kematian
terjadi dalam waktu 5 menit.

Gambar 2. Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam dalam Air Tawar

2.5. Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam Dalam Air Asin


Air asin bersifat hipertonis, dimana konsentrasi elektrolit cairan air asin lebih tinggi
daripada dalam darah, sehingga air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan
interstisial paru yang akan menimbulkan edema pulmonar, hemokonsentrasi, hipovolemi dan
kenaikan kadar magnesium dalam darah. Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi
menjadi lambat dan menyebabkan terjadinya payah jantung. Kematian terjadi kira-kira dalam
waktu 8-9 menit setelah tenggelam.

Gambar 3. Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam dalam Air Asin


2.6. Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam
Tenggelam dapat menyebabkan kematian melalui berbagai mekanisme, mekanisme
tersebut ialah sebagai berikut:
2.6.1. Kematian Akibat Spasme Laring, Gangging, dan Chocking
Hipoksia merupakan masalah utama yang sering diakibatkan oleh trauma saat
tenggelam, tetapi dengan adanya spasme glottis yaitu jika sejumlah kecil volume air yang
memasuki laring atau trakea, ketika itu pula tiba-tiba terjadi spasme laring akibat pengaruh
refleks vagal, hal ini terjadi pada 10% kematian akibat tenggelam. Mukosa yang menjadi
kental, berbusa, dan berbuih dapat dihasilkan, hingga menciptakan suatu perangkap fisik
yang menyumbat jalan napas. Spasme laring tidak dapat ditemukan pada saat otopsi karena
pada kematian telah terjadi relaksasi otot-otot laring. Dalam situasi yang lain, terjadi
peningkatan cepat tekanan alveoli - arterial, yang terjadi pada saat air teraspirasi sehingga
menyebabkan hipoksia progresif.

2.6.2. Kematian Akibat Refleks Vagal


Mekanisme ini tidak biasa namun mudah dikenali. Kehilangan kesadaran biasanya
cepat dan kematian terjadi segera dalam waktu beberapa menit. Pada otopsi tidak didapatkan
tanda umum pada tenggelam. Mekanisme ini dipercaya menyebabkan henti jantung yang
merupakan akibat dari air dingin pada belakang faring dan laring. Ada tiga kondisi umum
yang menyebabkan kematian ini, yaitu masuk kedalam air dengan kaki terlebih dahulu,
terkejut atau tidak ada persiapan, keadaan hipersensitif contohnya pada keracunan alkohol.
Masuk ke dalam air dengan kaki dahulu memudahkan air masuk ke hidung.
2.6.3. Kematian Akibat Fibrilasi Ventrikel
Keadaan ini terjadi pada kasus tenggelam di air tawar. Pada keadaan ini terjadi
absorpsi masif cairan. Karena konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada
dalam darah, maka akan terjadi hemodilusi darah, air akan masuk ke dalam aliran darah
sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel darah merah. Akibat penggenceran darah
yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan ini dengan melepaskan ion kalium dari
serabut otot jantung sehingga terjadi perubahan keseimbangan kadar ion kalium dan kalsium
dalam serabut otot jantung dapat menyebabkan terjadinya fibrilasi ventrikel dan penurunan
tekanan darah, kemudian menyebabkan kematian karena anoksia otak. Kematian dapat terjadi
dalam waktu 5 menit.
2.6.4. Kematian Akibat Edema Pulmonal
Terjadi pada kasus tenggelam di air asin dimana konsentrasi elektrolit cairan air asin
lebih tinggi daripada dalam darah, sehingga air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam
jaringan interstisial paru dan menimbulkan edema pulmonal, hemokonsentrasi, hipovolemi,
dan kenaikan kadar magnesium dalam darah. Hemokonsentrasi akan menyebabkan sirkulasi
menjadi lambat dan menyebabkan payah jantung. Kematian terjadi kira-kira dalam waktu 8-9
menit setelah tenggelam.
Edema pulmoner akut dapat terjadi jika terdapat peningkatan permeabilitas kapiler
paru (non kardiogenik), atau saat tekanan hidrostatik kapiler paru melebihi tekanan onkotik
plasma (kardiogenik), atau keduanya. Mekanisme pada korban tenggelam belum diketahui
dengan pasti, tetapi diduga karena peningkatan tekanan kapiler paru dari sistem saraf
simpatis, peningkatan tekanan negatif intra-torakal, atau respon adrenergik terhadap kondisi
di dalam air yang belum dapat dijelaskan secara biokimia.

2.7. Lima Tahapan Tenggelam


Terdapat lima tahapan pada kejadian tenggelam. Proses tenggelam diawali dengan
kepanikan atau perlawanan, kemudian diikuti oleh tenggelam dengan menahan nafas.
Kemudian korban mulai menelan air sebelum akhirnya mulai kehilangan kesadaran. Tahap
ini dimulai kira-kira setelah tiga menit berada di dalam air. Dalam lima menit, otak mulai
mengalami kerusakan. Denyut jantung mulai tidak teratur, sebelum akhirnya berhenti
berdenyut.
Ketika seseorang terbenam di bawah permukaan air, reaksi awal yang dilakukan ialah
mempertahankan nafasnya, tetapi tidak dapat lebih dari satu menit. Hal ini berlanjut hingga
tercapainya batas kesanggupan, dimana orang itu harus kembali menarik nafas kembali.
Batas

kesanggupan

tubuh

ini

ditentukan

oleh

kombinasi

tingginya

konsentrasi

karbondioksida dan rendahnya konsentrasi oksigen di mana oksigen dalam tubuh banyak
digunakan dalam sel. Batas ini tercapai ketika kadar PCO2 berada di bawah 55 mm Hg atau
merupakan ambang hipoksia, dan ketika kadar PAO2 berada di bawah 100 mmHg ketika
PCO2 cukup tinggi.
Ketika mencapai batas kesanggupan ini, korban terpaksa harus menghirup sejumlah
besar volume air. Sejumlah air juga sebagian tertelan dan bisa ditemukan di dalam lambung.
Selama pernapasan dalam air ini, korban bisa juga mengalami muntah dan selanjutnya terjadi
aspirasi terhadap isi lambung. Pernapasan yang terengah-engah di dalam air ini akan terus
berlanjut hingga beberapa menit, sampai akhirnya respirasi terhenti. Kadang terjadi spasme
laring tetapi biasanya cepat menghilang oleh onset hipoksia otak. Hipoksia serebral akan
semakin buruk hingga tahap irreversibel dan terjadilah kematian. Urutan gangguan ritme
jantung biasanya takikardi yang diikuti dengan bradikardi, aktivitas kelistrikan tanpa nadi,
dan terakhir asistol.
Faktor-faktor yang juga menentukan sejauh mana anoksia serebral menjadi
irreversibel adalah umur korban dan suhu di dalam air. Misalnya pada air yang cukup hangat,
waktu yang diperlukan sekitar 3 hingga 10 menit. Tenggelamnya anak-anak pada air dengan
suhu dingin yang cukup ekstrim selama 66 menit masih bisa tertolong melalui resusitasi
dengan sistem saraf/ neurologik tetap utuh. Hipotermia yang berhubungan dengan tenggelam
dapat menyediakan mekanisme protektif yang menyebabkan seseorang lebih lama selamat.
Hipotermia dapat menurunkan konsumsi oksigen otak, serta menunda anoksia seluler dan
pengurangan ATP. Hipotermia mengurangi aktivitas metabolik dan kelistrikan otak. Laju
konsumsi oksigen oleh otak menurun dengan perkiraan 5% untuk setiap penurunan 1C pada
temperature antara 37C sampai 20C. Juga, berapa pun interval waktu hingga terjadi
anoksia, penurunan kesadaran selalu terjadi dalam waktu 3 menit setelah tenggelam.
10

Akan tetapi jika korban terlebih dahulu melakukan hiperventilasi saat terendam ke
dalam air. Hiperventilasi dapat menyebabkan penurunan kadar CO2 yang signifikan.
Kemudian hipoksia serebral karena rendahnya PO2 dalam darah, bersamaan dengan
penurunan hingga hilangnya kesadaran, dapat terjadi sebelum batas kesanggupan (breaking
point) tercapai.
Bila korban selamat, gambaran klinis dominan ditentukan oleh jumlah air yang
diaspirasi dan efeknya. Air di dalam alveoli menyebabkan disfungsi surfaktan dan hilangnya
surfaktan. Tenggelam di air asin maupun di air tawar menyebabkan derajat perlukaan yang
mirip, walaupun dengan perbedaan dalam gradien osmotik. Pada situasi ini, efek gradien
osmotik pada membran kapiler alveolus yang sangat rentan ialah mengganggu integritas
membran, meningkatkan permeabilitas, dan pengeluaran cairan, plasma, dan pertukaran
elektrolit. Gambaran klinis dari kerusakan membran kapilar alveolar sangat hebat, sering ada
bercak darah, edem pulmonal yang menurunkan pertukaran oksigen dan karbon dioksida.
Pada anak-anak dapat ditemukan adanya mekanisme pertahanan tubuh terhadap
tenggelam (mammalian dive reflex), seperti yang biasa ditemukan pada mamalia, khususnya
mamalia laut. Reflek ini lebih sering dijumpai pada mamalia yang tenggelam di air dingin
(kurang dari 68F atau 20C) daripada di air hangat dan berfungsi untuk melindungi tubuh
dengan cara menghemat oksigen agar bisa bertahan lebih lama di air, dengan cara penurunan
metabolisme tubuh seperti pengaliran darah hanya ke jantung, paru, dan otak. Ada tiga
prinsip dasar, yaitu:
1. Bradikardia, yaitu penurunan denyut jantung. Pada manusia penurunan denyut
jantung ini bisa mencapai 50%.
2. Vasokonstriksi perifer, yaitu penghambatan aliran darah ke ekstremitas dengan tujuan
untuk meningkatkan pasokan darah dan oksigen ke organ-organ vital, terutama otak.
3. Blood shift, pengalihan aliran darah ke rongga dada, yaitu daerah antara diafragma
dan leher, untuk menghindari kolaps paru karena semakin dalam korban tenggelam,
tekanan air akan semakin tinggi.
Meskipun kasus ini jarang dijumpai, korban biasanya masih bisa diresusitasi dan
dikembalikan ke fungsi normalnya. Korban dilaporkan selamat, meskipun telah tenggelam
selama satu jam.
2.8. Mekanisme Tenggelam Dalam Air Dingin
Mekanisme tenggelam dan fase-fase yang terjadi pada seorang korban tenggelam
sebelumnya sudah dijelaskan. Khusus untuk kasus tenggelam dalam air dingin akan
dijelaskan pada referat ini karena berhubungan dengan kasus yang akan diangkat. Mekanisme

11

tenggelam dalam air dingin sedikit berbeda dengan kasus tenggelam pada umumnya. Respons
tubuh pada keadaan di dalam air dingin dapat dibagi menjadi menjadi tiga bagian, yaitu:

Gambar 4. Mekanisme Tenggelam Dalam Air Dingin


1. Cold shock response, muncul pada 1-4 menit pertama setelah imersi pada air dingin
hal tersebut tergantung terhadap penurunan suhu kulit. Respon syok yang terjadi
meliputi sistem kadiovaskular, respirasi, dan metabolisme tubuh. Penurunan kulit
secara cepat mencetuskan gasp response sehingga korban tidak dapat menahan
napasnya sehingga terjadi hiperventilasi. Bila saat itu kepala berada dalam air, maka
korban akan meninggal karena tenggelam. Hiperventilasi menyebabkan hipokapnea
arterial, hal ini menyebabkan berkurangnya aliran darah dan suplai O2 ke otak
sebagai akibatnya terjadi disorientasi, penurunan kesadaran, dan tenggelam. Selain
itu, penurunan suhu tubuh juga menyebabkan vasokonstriksi perifer serta
meninggkatkan cardiac output, nadi, dan tekanan darah. Peningkatan beban jantung
ini dapat menyebabkan iskemik dan aritmia termasuk fibrilasi ventrikel.
2. Cold incapacitation. Setelah melewati respon syok dingin, terjadi penurunan suhu
jaringan perifer, terutama pada ekstremitas, kondisi ini muncul setelah 30 menit
terimersi. Efek ini terutama pada tangan, dimana sirkulasi darah menurun,
menyebabkan jari menjadi kaku, koordinasi gerak kasar dan halus menjadi buruk, dan
kehilangan kekuatan.
3. Hipotermia muncul setelah lebih dari 30 menit. Hipotermia adalah menurunnya suhu
inti tubuh, yaitu dibawah 35C. Ada beberapa factor yang mempengaruhi diantaranya

12

respon termoreulasi, komposisi tubuh, pakaian, temperature air, dan kondisi laut.
Klasifikasi hipotermia adalah sebagai berikut:
Hipotermia ringan dengan suhu inti tubuh 32 - 35 C mekanisme termoregulasi
masih berfungsi baik, tetapi dapat ditemui gangguan mental dan fisik.
Hipotermia sedang dengan suhu inti tubuh 28 - 32 C sistem termoregulasi
terganggu sehingga menyebabkan menggigil, gangguan irama jantung, dan
penurunan kesadaran.
Hipotermia berat dengan suhu inti tubuh <28C yang menyebabkan kehilangan
kesadaran, tidak lagi menggigil, gangguan asam basa, dan dapat menyebabkan
fibrilasi ventrikel atau asistol.
2.9. Diagnosis Kematian Akibat Tenggelam
Bila ditemukan seorang jenazah yang diduga mengalami kematian akibat tenggelam,
maka perlu ditentukan beberapa hal dalam upaya diagnostik. Beberapa hal ini meliputi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Identitas korban
Apakah korban masih hidup saat tenggelam
Faktor yang berperan pada proses kematian
Tempat pertama kali tenggelam
Penyulit yang mempercepat kematian
Penyebab sesungguhnya

2.10. Pemeriksaan Luar Jenazah Tenggelam


Pada pemeriksaan luar terhadap jenazah yang diduga tenggelam ditemukan tandatanda mati lemas atau asfiksia. Tidak ada yang patognomonis untuk kasus tenggelam,
fungsinya hanya menguatkan penemuan pada pemeriksaan dalam. Tanda-tanda yang dapat
ditemukan pada pemeriksaan luar ialah sebagai berikut:
1. Kadang pakaian basah dan kadang-kadang bercampur lumpur atau pasir.
Namun, penemuan ini tidak selalu ditemukan pada semua korban tenggelam. Hal
tersebut ditinjau dari definisi tenggelam itu sendiri dimana bila hanya lubang hidung
dan mulut saja yang tertutup oleh air/ cairan, pakaian korban belum tentu ditemukan
dalam keadaan basah.
2. Kulit basah dan dingin
Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa korban saat tenggelam seluruhnya
terbenam di dalam air. Pada korban yang tenggelam di air dingin, kulit tubuh korban
akan tampak lebih segar dan dapat terjadi saponifikasi. Proses pembusukan yang tampak pada
kulit akan muncul lebih lama. Ini karena kecepatan pembusukan pada jenazah yang terbenam

13

dalam air, pada suhu normal, ialah setengah dari kecepatan pembusukan pada jenazah yang
dibiarkan terpapar udara bebas.

3. Tanda-tanda mati lemas atau asfiksia:


Sianosis perifer.

Gambar 5. Sianosis Perifer pada Korban Tenggelam


Sumber: http://www.medicinestuffs.com/2012/06/spasme-larynx-pada-kasus-tenggelam.htm
Buih putih halus pada mulut dan hidung, sifatnya lekat (cairan kental dan
berbuih).
Busa halus putih yang berbentuk jamur (mushroom like mass) tersebut, adalah
akibat dari masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan yang merangsang
terbentuknya mukus, substansi ini ketika bercampur dengan air dan surfaktan dari
paru-paru dan terkocok oleh adanya upaya pernapasan yang hebat pada fase
dispnea dari asfiksia. Apabila sudah terjadi pembusukan, pembusukan tersebut
akan merusak busa sehingga terbentuk pseudofoam yang berwarna kemerahan
yang berasal dari darah dan gas pembusukan. Buih putih halus merupakan suatu
tanda intravital.

14

Gambar 6. Buih Putih Halus pada Mulut


Sumber: http://www.medicinestuffs.com/2012/06/spasme-larynx-pada-kasus-tenggelam.html
Bintik perdarahan (Tardieus spot), sering ditemukan pada mata, terutama kelopak
mata bagian bawah.
Bintik perdarahan atau petekia pada asfiksia muncul pada jaringan ikat yang
sifatnya longgar dan transparan akibat pecahnya pembuluh darah yang mengalami
kongesti atau akibat merembesnya darah dari pembuluh darah vena kecil karena
meningkatnya tekanan dalam sistem vena tersebut. Pada pemeriksaan luar petekia
tampak pada kulit kepala dan wajah, terutama pada jaringan ikat longgar kelopak
mata, pada konjungtiva mata, dan pada sklera mata.

Gambar 7. Bintik Perdarahan pada Mata Korban Tenggelam


Sumber: http://www.medicinestuffs.com/2012/06/spasme-larynx-pada-kasus-tenggelam.htm
4. Pada lidah dapat ditemukan memar atau bekas gigitan, yang merupakan tanda bahwa
korban berusaha untuk hidup, atau tanda sedang terjadi epilepsi sebagai akibat dari
masuknya korban ke dalam air.
5. Kulit telapak tangan dan kaki seperti washers hands and foot.
Kadang dapat ditemukan maserasi pada kulit dimana permukaan kulit mengeriput
khususnya di bagian tangan dan kaki. Kelainan tersebut tidak akan ditemukan bila
korban tenggelam tidak seluruhnya terbenam dalam air. Namun bila ditemukan
kelainan seperti ini, maka dapat dipastikan bahwa telah terjadi persentuhan lama
dengan air.

15

Gambar 8. Washer Womans Hand


6. Kadang terdapat cutis anserina/ gooseflesh pada lengan, paha, dan bahu.
Ditemukannya cutis anserina merupakan suatu tanda adanya persentuhan tubuh
dengan air, khususnya persentuhan dengan air dengan suhu yang rendah. Persentuhan
tubuh dengan air bersuhu rendah menyebabkan terjadinya kontrasi dari muskulus
errektor pili sehingga akan memberikan gambaran cutis anserine/ gooseflesh.
Beberapa buku beranggapan bahwa cutis anserine merupakan suatu tanda intravital
pada korban-korban tenggelam. Namun hal ini perlu dibenarkan. Setiap kondisi yang
menyebabkan kontraksi dari muskulus errektor pili dapat memberikan gambaran cutis
anserina sehingga cutis anserine bukan merupakan tanda spesifik dari terbenamnya
korban dalam air (not a specific sign of immersion). Pada jenazah yang diawetkan
dalam tempat pendingin/ refrigerator dapat ditemukan gambaran cutis anserina tampa
persentuhan tubuh dengan air. Selain itu cutis anserina juga dipengaruhi oleh rigor
mortis atau kaku mayat.

16

Gambar 9. Cutis Anserina pada Tangan


Sumber: http://www.wiretotheear.com/2013/04/01/music-chills/
7. Lebam mayat biasanya sianotik, kecuali bila air sangat dingin maka lebam jenazah
akan berwarna pink.
8. Kadang terdapat cadaveric spasm pada tangan dan kotoran dapat tergenggam.
Cadaveric spasm ini jarang dijumpai dan dapat diartikan bahwa korban berusaha
untuk tidak tenggelam. Pada genggaman tangan sering didapatkan adanya dahan,
batu, rumput, dan benda-benda air lainnya. Adanya cadaveric spasm menandakan
bahwa korban masih dalam keadaan hidup saat tenggelam.
2.11. Pemeriksaan Dalam Jenazah Tenggelam
Dari pemeriksaan dalam penemuan dapat bervariasi tergantung lokasi tenggelamnya
jenazah. Hasil pemeriksaan dalam yang menunjang suatu kasus tenggelam ialah sebagai
berikut:
1. Jalan nafas berisi buih, kadang ditemukan lumpur, pasir, rumput air, dan benda air
lainnya.
Ditemukannya kelainan tersebut menandakan bahwa korban masih hidup saat
tenggelam. Meskipun begitu, perlu diingat bahwa adanya buih pada jalan napas pun
dapat disebabkan oleh penyebab lain yaitu pada korban drug overdose dan cedera
kepala. Pada dry drowning dapat ditemukan cairan yang masuk ke dalam laring
namun dalam jumlah yang sedikit.
2. Bintik perdarahan/ Tardieus spot.
Pada pemeriksaan dalam atau otopsi bintik perdarahan tampak pada permukaan pleura
daripada paru-paru, epikardium, serta timus bila korban jenazah anak-anak. Penemuan
17

ini dikemukakan pertama kali oleh Professor Ambroise Terdieu pada abad ke-19 dan
disebut sebagai Tardieus spot.

Gambar 10. Bintik Perdarahan pada Jantung Korban Tenggelam


Sumber: http://www.documentingreality.com/forum/f10/post-mortem-dissection-photos-infopart-5-a-134834/
3. Paru:
Paru membesar, mengalami kongesti dan mempunyai gambaran seperti marmer.
Edema paru yang berat dapat ditemukan pada korban wet drowning yang
tenggelam dalam air asin. Pada korban dry drowning yang tenggelam dalam air
tawar tidak akan ditemukan edema paru.
Vena besar dilatasi. Bila paru masih dalam keadaan segar, kadang dapat dibedakan
apakah ini tenggelam dalam air tawar atau asin.
Peningkatan berat paru pada wet drowning yang tenggelam dalam air asin, namun
pada korban dry drowning yang tenggelam dalm air tawar memiliki berat paru
normal.
Efusi pleura.
Cairan pleura lebih banyak pada korban tenggelam di air asin dibandingkan air
tawar.
4. Banyak cairan dalam lambung.
Jumlah cairan yang banyak dan benda asing (pasir, rumput, lumpur) dalam lambung
dapat ditemukan pada korban wet drowning dan immersion syndrome. Hal ini
menandakan bahwa korban masih hidup pada saat tenggelam. Namun, tidak
ditemukannya air dalam jumlah banyak dapat ditemukan pada korban dry drowning
atau pada korban yang telah meninggal sebelum tenggelam.
5. Perdarahan telinga bagian tengah.
Kelainan ini dapat ditemukan dalam beberapa kasus pada korban tenggelam, namun
kelainan ini dapat pula ditemukan pada kasus asfiksia lain.

18

2.12. Pemeriksaan Penunjang Kasus Tenggelam


Pemeriksaan khusus yang dapat dilakukan pada kasus tenggelam adalah: percobaan
getah paru (Longsap proof), pemeriksaan darah secara kimia (Gettler test), analisa isi
lambung, pemeriksaan histopatologi jaringan paru, dan menentukan berat jenis plasma (BJ
plasma).
2.12.1. Pemeriksaan Diatom
Diatom merupakan alga (ganggang) bersel satu dengan dinding terdiri dari silikat
(SiO2) yang tahan panas dan asam kuat.1 Diatom merupakan bagian dari fitoplankton yang
sering didapatkan pada perairan. Ukuran dari diatom bervariasi dari 1 mikron hingga dua
millimeter. Bentuk diatom juga bervariasi yaitu dapat ditemukan dalam bentuk sel, bentuk
filamen, bentuk pita, serta sebagai kumpulan koloni. Saat ini diketahui terdapat 200 genera
diatom yang terdiri dari kurang lebih 100,000 spesies. Diatom ini dapat dijumpai dalam air
tawar, air laut, air sungai, air sumur, dan udara. Selain didapatkan dalam perairan, diatom
juga dapat ditemukan dalam tanah. Diatom yang biasa ditemukan pada kasus tenggelam di air
tawar seperti kolam, danau, sungai, dan kanal adalah : Navicula pupula , N.cryptocephara ,
N. graciloides , N. meniscus, N. bacillum , N. radiosa , N. simplex , N. pusilla , Pinnularia
mesplepta , Mastoglia smithioi , Cymbella cistula , Camera lucida , Cymbella cymbiformi,
dan Cocconeis diminuta.

Gambar 11. Achnanthes sp. (kiri) Amphipleura sp. (kanan) - Diatom di Perairan Air
Tawar

19

Gambar 12. Anomoeneis sp. (atas) Biddulphia sp. (bawah) - Diatom di Perairan Air
Tawar

Gambar 13. Cosconodius sp. - Diatom di Perairan Air Tawar

Gambar 14. Cyclotella sp. - Diatom di Perairan Air Tawar

Gambar 15. Surirella sp. - Diatom di Perairan Air Tawar

Gambar 16. Navicula sp. Dalam Air Tawar (kiri) dan Dalam Air Asin (kanan)
Pinnularia boreali ditemukan pada air tawar yang dingin, Pinnularia capsoleta
ditemukan pada air tawar yang dangkal. Dari beberapa literatur yang ada dapat disimpulkan
macam-macam spesies dari diatom yang paling sering ditemukan pada organ-organ tubuh
manusia yang diduga meninggal karena tenggelam. Berikut adalah rangkuman dari spesies
diatom yang sering di temukan di dalam organ tubuh:
Tabel 2. Spesies Diatom yang Sering Ditemukan Berdasarkan Sampel Organ
No.
Organ tubuh
1.
Paru

Spesies diatom yang sering ditemukan


Achnanthes minutissima , Cyclotella cyclopuncta

Fragilaria brevistriata , Navicula etc.


20

2.

Sumsum tulang

Stephanodicus parvus, Navicula , Diatoma and fragments

3.

Hepar

of Synedra ulna.
Achnanthes minutissima, Cocconeis placentula , Fragilaria

4.
5.

Ginjal
Usus halus

ulna var. acus , Navicula lanceolata etc.


Achnantes biasolettiana , N.seminulum etc.
Achnanthes minutissima , Cyclotella cyclopuncta

6.

Duodenum

Gomphonema minutum etc.


Asterionella Formosa , Cyclotella comensis , Gomphonema

pumilum and Nitzscia pura etc.

Gambar 17. Spesies Diatom yang Sering pada Korban Tenggelam


Bila seseorang mati karena tenggelam maka cairan bersama diatom akan masuk ke
dalam saluran pernapasan atau pencernaan, kemudian diatom akan masuk ke dalam aliran
darah melalui kerusakan dinding kapiler (mengadakan penetrasi alveoli-capillary barrier)
pada waktu korban masih hidup dan tersebar ke seluruh jaringan. Diatom bergerak secara
pasif melalui saluran pernapasan menggunakan dinding selnya bernama frustules yang
sifatnya tahan terhadap mukus dalam saluran pernapasan. Bila korban masih hidup saat
terjadinya tenggelam, maka diatom akan dibawa oleh aliran darah ke organ-organ yang jauh
seperti ginjal, otak, dan sum-sum tulang (khusus untuk diatom dengan ukuran tertentu)
sebelum korban meninggal.

21

Gambar 18. Mekanisme Penyebaran/ Distribusi Diatom


Bila korban yang sudah meninggal ditenggelamkan (postmortem submersion), diatom
tetap dapat masuk ke dalam paru-paru secara pasif namun diatom tidak akan ditemukan pada
organ-orang yang jauh akibat sudah terjadi gagal sirkulasi. Diketahui bahwa dibutuhkan
waktu sekitar tiga menit untuk terjadinya dilusi seluruh volume darah dengan air dengan
volume yang sama.

22

Gambar 19. Perbedaan Penyebaran/ Distribusi Diatom pada Orang Tenggelam


Keadaan Hidup dengan Tenggelam Keadaan Mati
Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru mayat segar. Bila mayat telah
membusuk, pemeriksaan diatom dilakukan dari jaringan ginjal, otot skelet, atau sumsum
tulang paha. Pemeriksaan diatom pada hati dan limpa kurang bermakna sebab dapat berasal
dari penyerapan abnormal dari saluran pencernaan terhadap air minum atau makanan.
Pemeriksaan diatom meliputi pemeriksaan destruksi paru serta pemeriksaan getah
paru, penjelasan masing-masing pemeriksaan ialah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan destruksi (digesti asam) pada paru:
Ambil jaringan perifer paru sebanyak 100 gram, masukkan ke dalam labu Kjeldahl
dan tambahkan asam sulfat pekat sampai jaringan paru terendam, diamkan kurang
lebih setengah hari agar jaringan hancur. Kemudian dipanaskan dalam lemari asam
sambil diteteskan asam nitrat pekat sampai terbentuk cairan yang jernih, dinginkan
dan cairan dipusing dalam centrifuge. Sedimen yang terjadi ditambah akuades,
dipusing kembali, dan akhirnya dilihat dengan mikroskop. Pemeriksaan diatom positif
apabila pada jaringan paru ditemukan diatom cukup banyak, 4-5 / LPB atau 10-20 per
satu sediaan; atau pada sumsum tulang cukup ditemukan hanya satu.
23

2. Pemeriksaan getah paru:


Permukaan paru disiram dengan air bersih, iris bagian perifer, ambil sedikit cairan
perasan dari jaringan perifer paru, taruh pada gelas obyek, tutup dengan kaca penutup
dan lihat dengan mikroskop.
2.12.2. Pemeriksaan Kimia Darah (Gettler Test)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kadar NaCl dalam darah sehingga dapat
diketahui apakah korban meninggal di air tawar atau air asin. Darah yang diambil adalah
darah dari jantung jenazah. Pada peristiwa tenggelam di air tawar ditemukan tanda-tanda
asfiksia, kadar NaCl jantung kanan lebih tinggi dari jantung kiri dan adanya buih serta bendabenda air pada paru-paru. Sedangkan pada peristiwa tenggelam di air asin terjadi gangguan
elektrolit dan ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl pada jantung kiri lebih
tinggi dari pada jantung kanan dan ditemukan buih serta benda-benda air pada paru-paru.
2.13. Penatalaksanaan
2.13.1. Penatalaksanaan Pre-Hospital
Penolong yang berada disekitar adalah penting dan sangat berperan untuk
memulihkanoksigenasi,danhalinimerupakanhalyangsangatpenting.Penangananmulut
kemulut (mouthtomouth) harus dilakukan dengan segera, dilakukan saat korban masih
berada dalam air. Jika penanganan resusitasi pulmoner pertama tidak dilakukan dengan
segeraatauterlambatmakaakanlebihmudahterjadieksaserbasihipoksiadansecaratidak
langsungmengurangipeluanguntukselamat.Dalambeberapakasus,korbantenggelamyang
selamat adalah para korban yang menerima pertolongan pertama dari orang yang berada
disekitartempatkejadian.
Korbantenggelamyangtelahmenerimaresponresusitasiwalaupunsecaraminimal
akansecaraklinis menunjukanperbaikan yangbagus,sedangkankorbantenggelam yang
tidakmenerimasuatupenanganpertamaakanselaluberakhirdengankomplikasipulmoner,
kardiovaskuler dan neurologi. Klasifikasi sistem berdasarkan karakteristik klinis yang
didapatkanditempatkejadiansangatmembantukorbansebelumdirawatdiRumahSakit.
Dengan tidak memandang keadaaan awal korban, semua pasien tenggelam harus di
masukkankedalamUGDuntukevaluasidanpengobatan.
2.13.2.PenatalaksanaandiUnitGawatDarurat(Hospital)
24

Para korban tenggelam yang datang ke UGD bisa datang dengan keadan yang
bervariasi, bisa dari asimptomatik sampai dengan gagal jantung. Pada berbagai keadaan
tenggelam,halpertamayangdilakukanpadadasarnyaadalahuntukmemulihkanoksigenasi
danventilasigunauntukmengurangihipoksemia.
Semuakorbanyangdatangpertamakalidianggapmengalamihipoksia,asidosis,dan
hipotermia. Tindakan pertama yang dilakukan adalah dengan melakukan resusitasi ABC,
termasuk menentukan perlu tidaknya pemasangan collar neck (spine immobolization).
MemonitorperkembanganedemacerebralharusdilakuakndiICU.Walaupunreview
dari Bierens dkk merekomendasikan pengobatan hipotermia sebagai salah satu
penatalaksanaanpada korban tenggelam yang koma walaupun telah dilakukan resusitasi
cairanmasihbisasecaraspontanmengembalikansirkulasisetelahterjadinyagagaljantung.
namuntidakadadatayangpastiuntukmendukungfaktainipadaanakanak.
2.14. Pencegahan
Untuk pencegahan kasus tenggelam pada anak-anak, hal paling utama adalah
keamanan dari tempat-tempat berisi air dan ditempat lain dirumah seperti bak mandi, kamar
mandi dan kamar kecil, serta kolam renang yang harus sentiasa diperhatikan.
Dokter umum sebagai lini pertama dalam dunia kesehatan memiliki peran yang
penting dalam memberikan edukasi mengenai pencegahan terjadinya tenggelam. Berikut
merupakan pedoman pencegahan terjadinya tenggelam yang dapat disosialisasikan kepada
masyarakat:

25

Tabel 3. Pedoman Pencegahan Terjadinya Tenggelam

2.15. Prognosis
Berbagai penelitian terfokus pada epidemiologi, klinis dan indikator laboratorium
untuk menentukan prognosis korban tenggelam. Terdapat empat hasil akhir dari kasus
tenggelam pada anak:
1.
2.
3.
4.

Sembuh sempurna (tidak ada kelainan neurologis)


Gangguan neurologis
Kondisi vegetatif yang persisten
Kematian

Indikator-indikator yang telah diteliti sampai saat ini adalah karakteristik demografik
(usia dan jenis kelamin), faktor riwayat kejadian (durasi tenggelam, jangka waktu untuk
resusitasi, dan ada atau tidaknya resusitasi kardiopulmoner di tempat kejadian), dan faktor
klinis

(pemeriksaan

neurologis,

skor

Glasgow

Coma

Scale,

Pediatric

Risk

of
26

Mortality/PRISM score, kebutuhan untuk CPR yang lebih lama, kadar glukosa serum, dan pH
arteri). Kemungkinan prognosis yang lebih buruk meningkat dengan meningkatnya durasi
tenggelam. Penelitian dan data epidemiologi menunjukkan bahwa yang dapat selamat lebih
mungkin terjadi dengan durasi tenggelam kurang dari 5 menit, dan pada durasi tenggelam
lebih 25 menit prognosis buruk mencapai 100%. Orlowski (1979) menerangkan lima faktor
prognostik kasus tenggelam pada anak yaitu:
1. Usia (usia lebih dari 3 tahun)
2. Durasi tenggelam (lebih dari 5 menit)
3. Jangka waktu untuk resusitasi (tidak ada percobaan resusitasi setelah lebih dari 10
menit)
4. Tingkat kesadaran (koma)
5. Asidosis
2 faktor prognostik buruk memprediksi 90% kemungkinan untuk sembuh sempurna,
manakala 3 faktor prognostik buruk memprediksi hanya 5% kemungkinan sembuh
sempurna. Pada penelitian lain, Christensen dkk (1997) melaporkan sistem klasifikasi untuk
memprediksi angka keselamatan berdasarkan hasil pemeriksaan awal (apneu, koma),
kebutuhan CPR di instalasi gawat darurat, dan pH darah. Apabila durasi dari kejadian
tenggelam bertambah, skor dari GCS saja sudah mencukupi sebagai indikator survival. Data
tambahan dari Orlowski (1979) juga menunjukkan bahwa korban yang tetap dalam kondisi
koma 2 6 jam setelah tenggelam kemungkinan besar telah mati otak/mati batang otak atau
gangguan dan defisit neurologis sedang dan berat. Suatu faktor prediktif lain yang diteliti
adalah cold water drowning di mana keadaan air dingin atau hipotermia menjadi faktor
protektif. Kondisi ini disebut diving reflex yang dominan pada anak-anak, yang dicetuskan
oleh kontak wajah pada air dingin yang ditandai dengan apneu, bradikardia, dan
vasokontriksi. Refleks ini dikombinasikan dengan hipotermia dari pendinginan permukaan,
merupakan mekanisme hipometabolisme protektif yang mengakibatkan survival yang lebih
baik pada kasus tenggelam di air dingin. Pendinginan serebral cepat dari pertukaran panas
pulmoner apabila terjadi flushing paru oleh air dingin adalah teori mekanisme lain.
Pada kasus tenggelam, tyerdapat beberapa kejadian primer yang terjadi terlebih
dahuluyangbakalmenyebabkanprosesresusitasitergangu.Kejangmerupakankejadianyang
sering terjadi pada semua usia. Walau pun sering terjadi pada orang dewasa, gangguan
jantungsepertisindromaQTpanjangharisdiperhatikan.Haliniselaluterjadiakibatterpapar
airdingin,bertahannafas,imersiwajahdalamair.

27

Traumasecarasengajaatautidaksengajatidakselaludidapatipadakasustenggelam.
Padapenelitiandiwashington,didapatkancederatulangbelakangselaluterjadipadausia
diatas15tahun,selaluberkaitandengankejadianimpakyangkerasseeprtijatuhdariair
tempat tinggi. Penggunaan immobilisasi tulang belakang dan cervical harus digunakan
berdasarkan cara atau mekanisme cedera pada tulang belakang. Bisa juga terjadi akibat
intoksikasioksigenataunapzasebelumterjadinyakejadiantenggelam.
Namun demikian, belum ada kriteria yang tepat untuk memprediksi survival dari
korban tenggelam dan belum ada pedoman yang khusus untuk batas-batas usaha resusitasi di
bagian emergensi.

BAB III
28

KESIMPULAN
Tenggelam merupakan salah satu kecelakaan yang dapat berujung pada kematian jika
terlambat mendapatkan pertolongan. Tenggelam didefinisikan sebagai kematian akibat
asfiksia yang disebabkan oleh masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan. Jumlah air
yang dapat mematikan ialah bila air dihirup oleh paru-paru sebanyak 2 liter untuk orang
dewasa dan sebanyak 30-40 mililiter untuk bayi. Mekanisme tenggelam yang berujung
kematian ini disebabkan karena terjadinya proses asfiksia yang termasuk dalam golongan
anoksia anoksik, dan mekanisme kematian akibat tenggelam sendiri terbagi menjadi beberapa
yaitu akibat spasme laring, gangging, dan chocking; akibat reflex vagal; akibat fibrilasi
ventrikel

serta akibat edema

pulmonal.

Berdasarkan lokasinya

tenggelam dapat

diklasifikasikan ke dalam air tawar atau air asin, dimana tiap lokasi memberikan ciri yang
khas dalam identifikasi seorang jenazah. Pemeriksaan tersebut terbagi menjadi luar dan
dalam dimana pada hasil pemeriksaan luar akan didapatkan temuan sianosis perifer, buih
putih halus, washer womans hand, cutis anserine, dan Tardieus spot. Sedangkan pada
pemeriksaan dalam akan didapatkan jenazah tenggelam di air asin paru-paru relatif lebih
basah dan tampak lebih biru keunguan dibandingkan jenazah tenggelam di air tawar. Pada
jenazah tenggelam di air tawar paru-paru teraba seperti spons dan krepitasi positif dan paruparu tampak merah pucat. Selain pemeriksaan diatas kita juga perlu pemeriksaan penunjang
untuk membuktikan apakah jenazah tersebut ditemukan di air asin atau air tawar,
pemeriksaan tersebut antara lain: pemeriksaan diatom dan kimia darah jantung.

DAFTAR PUSTAKA
29

1.

Budianto A, Munim WA, Sidhi, Sudiono S, Widiatmaka W, et al. Ilmu Kedokteran


Forensik. 1st ed. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 1997. p.64-75.

2.

World Health Organization. Violence and Injury Prevention: Drowning. WHO


[internet]. 2012 [cited 2014 May 06]. Available from
http://www.who.int/violence_injury_prevention/other_injury/drowning/en/.

3.

Cantwell GP. Drowning. MedScape E-Medicine [internet]. 2013 [cited 2014 May 06].
Available from http://www.emedicine.medscpae.com/article/772753overview#overview.

4.

Muzaki L. Transportasi Perairan Indonesia. Dinas Perhubungan Jawa Barat [internet].


May 2014 [cited 2014 May 12]. Available from
http://dishub.jabarprov.go.id/content.php?.id=399.

5.

Samantha G. Menit-Menit Terakhir di Kapal Feri Sewol. National Geographic


Indonesia [internet]. May 2014 [cited 2014 May 06]. Available from
http://www.nationalgeographic.co.id/berita/2014/05/menit-menit-terakhir-di-kapal-ferisewol.

6.

Adelman HC. Inside Forensic Science: Forensic Medicine. In: Kobilinsky L; editor. 1st
ed. New York: Infobase Publishing; 2007. p.50, 55-7.

7.

Payne-James J, Busuttil A, Smock W. Asphyxia. Forensic Medicine: Clinical and


Pathological Aspects. 1st ed. London: Greenwich Medical Media; 2003. p.259-65.

8.

Dahlan S. Asfiksia. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penegak
Hukum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2007.

9.

University of Michigan. The Water Resources of Earth. University of Michigan


[internet]. April 2006 [cited 2014 May 11]. Available from
http://www.globalchange.umich.edu/globalchange2/current/lectures/freshwater_supply/
freshwater.html.

10.

Nelson DO. Natural Composition of Fresh Water. Water Encyclopedia [internet]. 2014
[cited 2014 May 11]. Available from http://www.waterencyclopedia.com/En-Ge/FreshWater-Natural-Composition-of.html.

11.

Sheperd R. Drowning and Immersion. Simpsons Forensic Medicine. 12th ed. USA:
Oxford University Press Inc; 2003. p.105-10.

30

12.

Wilianto W. Pemeriksaan Diatom pada Korban Diduga Tenggelam. Jurnal Kedokteran


Forensik Indonesia 2012; 14: 42-8.

13.

Jacobs M. Cold Water Immersion. Wilderness Medicine 2001; 25(3): 6-7.

14.

Rao D. Drowning. Dr. Dinesh Raos Forensic Pathology [internet]. 2013 [cited 2014
May 07]. Available from http://forensicpathologyonline.com/EBook/asphyxia/drowning.

15.

Szpilman D, Bierens JJLM, Handley AJ, Orlowski JP. Drowning. New England Journal
of Medicine 2012; 366: 2102-10.

16.

Steinman A. Wilderness Medicine: Immersion into Cold Water. St. Louis: Mosby; 2001.

17.

Piette MHA, Letter EAD. Drowning: Still Difficult Autopsy Diagnosis. Forensic
Science International 2006; 163: 3-4.

18.

Pounder DJ. Lecture Notes: Bodies from Water. Department of Forensic Medicine,
University of Dundee [internet]. 1992 [cited 2014 May 12]. Available from
http://www.dundee.ac.uk/forensicmedicine/notes/water.pdf.

19.

Sasidharan A, Resmi S. Review: Forensic Diatomology. Health Sciences 2014; 1(3): 116.

20.

SBS. Timeline: South Korea Ferry Disaster. SBS [internet]. 22 April 2014 [cited 2014
May 11]. Available from http://www.sbs.com.au/news/article/2014/04/22/timelinesouth-korea-ferry-disaster.

21.

Hancocks P, Shoichet CE, Pearson M. South Korean Shipwreck Survivors: Passengers


Told Dont Move as Ship Sank. CNN [internet]. 17 April 2014 [cited 2014 May 11].
Available from http://edition.cnn.com/2014/04/16/world/asia/south-korea-sinking-shipstudents/?c=&page=0.

22.

Anonymous. Sinking of the MV Sewol. Wikipedia [internet]. May 2014 [cited 2014
May 11]. Available from http://en.wikipedia.org/wiki/Sinking_of_the_MV_Sewol.

23.

Hyun-kyung L. Latest on Sewol-ho Ferry Disaster. Arirang News [internet]. 10 May


2014 [cited 2014 May 11]. Available from
http://www.arirang.co.kr/News/News_View.asp?nseq=162146.

24.

Kim S, Hanna J, Payne E. Ferry Disaster: Too Much Cargo Contributed to Sinking,
Police Say. CNN [internet]. 07 May 2014 [cited 2014 May 11]. Available from
http://edition.cnn.com/2014/05/06/world/asia/south-korea-ship-sinking/?c=&page=0.

31

Anda mungkin juga menyukai