Teori Dewasa Awal PDF
Teori Dewasa Awal PDF
LANDASAN TEORI
A. Dewasa Awal
1. Definisi dewasa awal
Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang
berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi
dewasa. Hurlock (1999) mengatakan bahwa masa dewasa awal dimulai pada umur 18
tahun sampai umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang
menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif.
Santrock (2002) mengatakan masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja dan
menjalin hubungan dengan lawan jenis, terkadang menyisakan sedikit waktu untuk
hal lainnya. Kenniston (dalam Santrock, 2002) mengemukakan masa muda (youth)
adalah periode kesementaraan ekonomi dan pribadi, dan perjuangan antara
ketertarikan pada kemandirian dan menjadi terlibat secara sosial. Periode masa muda
rata-rata terjadi 2 sampai 8 tahun, tetapi dapat juga lebih lama. Dua kriteria yang
diajukan untuk menunjukkan akhir masa muda dan permulaan dari masa dewasa awal
adalah kemandirian ekonomi dan kemandirian dalam membuat keputusan. Mungkin
yang paling luas diakui sebagai tanda memasuki masa dewasa adalah ketika
seseorang mendapatkan pekerjaan penuh waktu yang kurang lebih tetap (Santrock,
2002).
Sementara itu, Dariyo (2003) mengatakan bahwa secara umum mereka yang
tergolong dewasa muda (young adulthood) ialah mereka yang berusia 20-40 tahun.
Sebagai seorang individu yang sudah tergolong dewasa, peran dan tanggung
jawabnya tentu semakin bertambah besar. Ia tak lagi harus bergantung secara
ekonomis, sosiologis maupun psikologis pada orangtuanya (Dariyo, 2003).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dewasa awal adalah individu
yang berada pada rentang usia antara 20 hingga 40 tahun dimana terjadi perubahan
fisik dan psikologis pada diri individu yang disertai berkurangnya kemampuan
reproduktif, merupakan masa dimana individu tidak lagi harus bergantung secara
ekonomis, sosiologis, maupun psikologis pada orangtuanya, serta masa untuk
bekerja, terlibat dalam hubungan masyarakat, dan menjalin hubungan dengan lawan
jenis.
2. Tugas perkembangan masa dewasa awal
Hurlock (1980) membagi tugas perkembangan pada individu dewasa awal,
antara lain:
a. mulai bekerja
b. memilih pasangan
c. mulai membina keluarga
d. mengasuh anak
e. mengelola rumah tangga
f. mengambil tanggung jawab sebagai warga negara
g. mencari kelompok sosial yang menyenangkan.
B. Kecacatan
1. Definisi Kecacatan
Kecacatan adalah adanya dsifungsi atau berkurangnya suatu fungsi yang
secara objektif dapat diukur/dilihat, karena adanya kehilangan/kelainan dari bagian
tubuh/organ seseorang. Misalnya, tidak adanya tangan, kelumpuhan pada bagian
tertentu dari tubuh. Kecacatan ini bisa selalu pada seseorang, yang dapat
menghasilkan perilaku-perilaku yang berbeda pada individu yang berebeda, misalnya
kerusakan otak dapat menjadikan individu tersebut cacat mental, hiperkatif, buta, dan
lain-lain (Mangunsong, 1998).
UU No. 4/1997 tentang Penyandang Cacat, Pasal 1 menyebutkan bahwa
penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau
mental, yang dapat mengganggu atau merupakan hambatan baginya untuk melakukan
kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari : penyandang cacat fisik, penyandang
cacat mental, serta penyandang cacat fisik dan mental (ganda).
Sementara itu, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) memberikan definisi
kecacatan ke dalam 3 kategori, yaitu: impairment, disability, dan handicap.
Impairment disebutkan sebagai kondisi ketidaknormalan atau hilangnya struktur atau
fungsi psikologis atau anatomis. Sedangkan disability adalah ketidakmampuan atau
keterbatasan sebagai akibat adanya impairment untuk melakukan aktivitas dengan
cara yang dianggap normal bagi manusia. Adapun handicap, merupakan keadaan
yang merugikan bagi seseorang akibat adanya impairment, disability yang
mencegahnya dari pemenuhan peranan yang normal (dalam konteks usia, jenis
kelamin, serta faktor budaya) bagi orang yang bersangkutan.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata cacat dapat diartikan dalam berbagai
makna, seperti: 1) Kekurangan yang menyebabkan mutunya kurang baik atau kurang
sempurna (yang terdapat pada badan, benda, batin atau akhlak); 2) Lecet (kerusakan,
noda) yang menyebabkan keadaannya menjadi kurang baik (kurang sempurna); 3)
Cela atau aib; 4) Tidak (kurang sempurna).
2. Tuna Daksa
Tuna daksa atau cacat tubuh atau cacat fisik adalah individu yang lahir dengan
cacat fisik bawaan, seperti anggota tubuh yang tidak lengkap, individu yang
kehilangan anggota badan karena amputasi, individu dengan gangguan neuro
maskular seperti cerebral palsy, individu dengan gangguan sensori motorik (alat
penginderaan) dan individu yang menderita penyakit kronik (Mangunsong, 1998).
Sementara cacat fisik menurut Departemen kesehatan (dalam Mangunsong,
1998) adalah individu yang menderita kekurangan yang sifatnya menetap pada alat
gerak (tulang, otot, sendi) sedemikian rupa sehingga untuk berhasilnya pendidikan
mereka perlu mendapatkan perlakuan khusus.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyandang cacat tubuh
(tuna daksa) adalah individu yang lahir dengan cacat fisik bawaan, kehilangan
anggota badan, kelainan motorik karena kerusakan syaraf dan kekurangan yang
menetap pada alat gerak sehingga untuk berhasilnya pendidikan mereka perlu
mendapatkan perlakuan khusus.
oleh
kata-kata
dan
segala
sesuatu
yang
dianggap
C. Kebahagiaan
1. Defenisi kebahagiaan
Seligman (2005) menjelaskan kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu
pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktifitas positif yang yang tidak
mempunyai komponen perasaan sama sekali. Seligman memberikan gambaran
individu yang mendapatkan kebahagiaan yang autentik (sejati) yaitu individu yang
telah dapat mengidentifikasi dan mengolah atau melatih kekuatan dasar (terdiri dari
kekuatan dan keutamaan) yang dimilikinya dan menggunakannya pada kehidupan
sehari-hari, baik dalam pekerjaan, cinta, permainan, dan pengasuhan.
Kebahagiaan merupakan konsep yang subjektif karena setiap individu
memiliki tolak ukur yang berbeda-beda. Setiap individu juga memiliki faktor yang
berbeda sehingga bisa mendatangkan kebahagiaan untuknya. Faktor-faktor itu antara
lain uang, status pernikahan, kehidupan sosial, usia, kesehatan, emosi negatif,
pendidikan, iklim, ras, dan jenis kelamin, serta agama atau tingkat religiusitas
seseorang (Seligman, 2005).
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan adalah
suatu keadaan individu yang berada dalam aspek positif (perasaan yang positif) dan
untuk
mencapai
kebahagiaan
yang
autentik,
individu
harus
dapat
Jadi, pada umumnya orang yang bahagia adalah orang yang memiliki
kepercayaan diri yang cukup tinggi untuk menyetujui pernyataan seperti
diatas.
b.
Optimis
Ada dua dimensi untuk menilai apakah seseorang termasuk optimis atau
pesimis, yaitu permanen (menentukan berapa lama seseorang menyerah) dan
pervasif (menentukan apakah ketidakberdayaan melebar ke banyak situasi).
Orang yang optimis percaya bahwa peristiwa baik memiliki penyebab
permanen dan peristiwa buruk bersifat sementara sehingga mereka berusaha
untuk lebih keras pada setiap kesempatan agar ia dapat mengalami peristiwa
baik lagi (Seligman, 2005). Sedangkan orang yang pesimis menyerah di
segala aspek ketika mengalami peristiwa buruk di area tertentu.
c.
Terbuka
Orang yang bahagia biasanya lebih terbuka terhadap orang lain. Penelitian
menunjukkan bahwa orang orang yang tergolong sebagai orang extrovert
dan mudah bersosialisasi dengan orang lain ternyata memiliki kebahagiaan
yang lebih besar.
d.
Orang yang religius lebih bahagia dan lebih puas terhadap kehidupan daripada
orang yang tidak religius (Seligman, 2005). Selain itu keterlibatan seseorang dalam
kegiatan keagamaan atau komunitas agama dapat memberikan dukungan sosial bagi
orang tersebut (Carr, 2004). Carr (2004) juga menambahkan keterlibatan dalam suatu
agama juga diasosiasikan dengan kesehatan fisik dan psikologis yang lebih baik yang
dapat dilihat dari kesetiaan dalam perkawinan, perilaku sosial, tidak berlebihan dalam
makanan dan minuman, dan bekerja keras.
4) Pernikahan
Seligman (2005) mengataka bahwa pernikahan sangat erat hubungannya
dengan kebahagiaan. Menurut Carr (2004), ada dua penjelasan mengenai hubungan
kebahagiaan dengan pernikahan, yaitu orang yang lebih bahagia lebih atraktif sebagai
pasangan daripada orang yang tidak bahagia. Penjelasan kedua yaitu pernikahan
memberikan banyak keuntungan yang dapat membahagiakan seseorang, diantaranya
keintiman psikologis dan fisik, memiliki anak, membangun keluarga, menjalankan
peran sebagai orang tua, menguatkan identitas dan menciptakan keturunan (Carr,
2004). Kebahagiaan orang yang menikah memengaruhi panjang usia dan besar
penghasilan dan ini berlaku bagi pria dan wanita (Seligman, 2005). Carr (2004),
menambahkan orang yang bercerai atau menjanda lebih bahagia pada budaya
kolektifis dibandingkan dengan budaya individualis karena budaya kolektifis
menyediakan dukungan social yang lebih besar daripada budaya individualis.
5) Usia
Penelitian dahulu yang dilakukan oleh Wilson mengungkapkan kemudaan
dianggap mencerminkan keadaan yang lebih bahagia (Seligman, 2005). Namun
setelah diteliti lebih dalam ternyata usia tidak berhubungan dengan kebahagiaan
(Seligman, 2005). Sebuah penelitian otoratif atas 60.000 orang dewasa dari 40 bangsa
membagi kebahgiaan dalam tiga komponen, yaitu kepuasan hidup, afek positif dan
afek negatif (Seligman, 2005). Kepuasan hidup sedikitmeningkat sejalan dengan
betambahnya usia, afek positif sedikit melemah dan afek negatif tidak berubah
(Seligman, 2005). Seligman (2005) menjelaskan hal yang berubah ketika seseorang
menua adalah intensitas emosi dimana perasaan mencapai puncak dunia dan
terpuruk dalam keputusasaan berkurang seiring dengan bertambhanya umur dan
pengalaman.
6) Uang
Banyak penelitian
hubungan antara
masa
kedewasaannya
dituntut
untuk
melaksanakan
tugas-tugas
perkembangan sesuai usianya yang salah satunya adalah mulai bekerja dan
menemukan calon pasangan hidup (Havighurst dalam Dariyo, 2003). Havighurst (dalam
Dariyo, 2003) juga mengatakan masa dewasa awal adalah masa untuk mencapai
puncak prestasi. Dengan semangat yang menyala-nyala dan penuh idealisme, mereka
bekerja keras dan bersaing dengan teman sebaya (atau kelompok yang lebih tua)
untuk menunjukkan prestasi kerja.
Seseorang yang mengalami cacat genetik mempunyai perbedaan yang penting
bila dibandingkan dengan orang yang mengalami kecacatan setelah lahir (dewasa).
Walaupun orang yang mengalami cacat bawaan mengalami perasaan tertolak oleh
lingkungan, rendah diri, dan mendapatkan stereotype negatif dari masyarakat tetapi
mereka sudah dapat menerima keadaan/kondisi fisik mereka yang cacat. Adanya
dukungan keluarga, saudara, dan teman-teman sebaya membuat mereka lebih dapat
menerima kondisi fisiknya, lebih tabah, hal yang positif, semangat mereka untuk
lebih siap menghadapi lingkungan bahkan mereka sudah mempersiapkan cita-cita
dari awal (Faradz, 2001).
- Penolakan
- Penerimaan
- Menikah
- Bekerja
Mendapat penolakan:
- rendah diri
- malu
Mendapat penerimaan:
- mampu bersosialisasi
- mampu berpikiran positif
- mampu memenuhi tugas
perkembangan
Bahagia
Aspek-aspek
Kebahagiaan
Karakteristik
Orang Yang
Bahagia
Keterangan:
: Terdiri dari
: Menyebabkan
: Mempengaruhi
: Yang ingin
diteliti