Anda di halaman 1dari 17

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Dewasa Awal
1. Definisi dewasa awal
Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang
berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi
dewasa. Hurlock (1999) mengatakan bahwa masa dewasa awal dimulai pada umur 18
tahun sampai umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang
menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif.
Santrock (2002) mengatakan masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja dan
menjalin hubungan dengan lawan jenis, terkadang menyisakan sedikit waktu untuk
hal lainnya. Kenniston (dalam Santrock, 2002) mengemukakan masa muda (youth)
adalah periode kesementaraan ekonomi dan pribadi, dan perjuangan antara
ketertarikan pada kemandirian dan menjadi terlibat secara sosial. Periode masa muda
rata-rata terjadi 2 sampai 8 tahun, tetapi dapat juga lebih lama. Dua kriteria yang
diajukan untuk menunjukkan akhir masa muda dan permulaan dari masa dewasa awal
adalah kemandirian ekonomi dan kemandirian dalam membuat keputusan. Mungkin
yang paling luas diakui sebagai tanda memasuki masa dewasa adalah ketika
seseorang mendapatkan pekerjaan penuh waktu yang kurang lebih tetap (Santrock,
2002).
Sementara itu, Dariyo (2003) mengatakan bahwa secara umum mereka yang
tergolong dewasa muda (young adulthood) ialah mereka yang berusia 20-40 tahun.

Universitas Sumatera Utara

Sebagai seorang individu yang sudah tergolong dewasa, peran dan tanggung
jawabnya tentu semakin bertambah besar. Ia tak lagi harus bergantung secara
ekonomis, sosiologis maupun psikologis pada orangtuanya (Dariyo, 2003).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dewasa awal adalah individu
yang berada pada rentang usia antara 20 hingga 40 tahun dimana terjadi perubahan
fisik dan psikologis pada diri individu yang disertai berkurangnya kemampuan
reproduktif, merupakan masa dimana individu tidak lagi harus bergantung secara
ekonomis, sosiologis, maupun psikologis pada orangtuanya, serta masa untuk
bekerja, terlibat dalam hubungan masyarakat, dan menjalin hubungan dengan lawan
jenis.
2. Tugas perkembangan masa dewasa awal
Hurlock (1980) membagi tugas perkembangan pada individu dewasa awal,
antara lain:
a. mulai bekerja
b. memilih pasangan
c. mulai membina keluarga
d. mengasuh anak
e. mengelola rumah tangga
f. mengambil tanggung jawab sebagai warga negara
g. mencari kelompok sosial yang menyenangkan.

Universitas Sumatera Utara

B. Kecacatan
1. Definisi Kecacatan
Kecacatan adalah adanya dsifungsi atau berkurangnya suatu fungsi yang
secara objektif dapat diukur/dilihat, karena adanya kehilangan/kelainan dari bagian
tubuh/organ seseorang. Misalnya, tidak adanya tangan, kelumpuhan pada bagian
tertentu dari tubuh. Kecacatan ini bisa selalu pada seseorang, yang dapat
menghasilkan perilaku-perilaku yang berbeda pada individu yang berebeda, misalnya
kerusakan otak dapat menjadikan individu tersebut cacat mental, hiperkatif, buta, dan
lain-lain (Mangunsong, 1998).
UU No. 4/1997 tentang Penyandang Cacat, Pasal 1 menyebutkan bahwa
penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau
mental, yang dapat mengganggu atau merupakan hambatan baginya untuk melakukan
kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari : penyandang cacat fisik, penyandang
cacat mental, serta penyandang cacat fisik dan mental (ganda).
Sementara itu, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) memberikan definisi
kecacatan ke dalam 3 kategori, yaitu: impairment, disability, dan handicap.
Impairment disebutkan sebagai kondisi ketidaknormalan atau hilangnya struktur atau
fungsi psikologis atau anatomis. Sedangkan disability adalah ketidakmampuan atau
keterbatasan sebagai akibat adanya impairment untuk melakukan aktivitas dengan
cara yang dianggap normal bagi manusia. Adapun handicap, merupakan keadaan
yang merugikan bagi seseorang akibat adanya impairment, disability yang

Universitas Sumatera Utara

mencegahnya dari pemenuhan peranan yang normal (dalam konteks usia, jenis
kelamin, serta faktor budaya) bagi orang yang bersangkutan.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata cacat dapat diartikan dalam berbagai
makna, seperti: 1) Kekurangan yang menyebabkan mutunya kurang baik atau kurang
sempurna (yang terdapat pada badan, benda, batin atau akhlak); 2) Lecet (kerusakan,
noda) yang menyebabkan keadaannya menjadi kurang baik (kurang sempurna); 3)
Cela atau aib; 4) Tidak (kurang sempurna).
2. Tuna Daksa
Tuna daksa atau cacat tubuh atau cacat fisik adalah individu yang lahir dengan
cacat fisik bawaan, seperti anggota tubuh yang tidak lengkap, individu yang
kehilangan anggota badan karena amputasi, individu dengan gangguan neuro
maskular seperti cerebral palsy, individu dengan gangguan sensori motorik (alat
penginderaan) dan individu yang menderita penyakit kronik (Mangunsong, 1998).
Sementara cacat fisik menurut Departemen kesehatan (dalam Mangunsong,
1998) adalah individu yang menderita kekurangan yang sifatnya menetap pada alat
gerak (tulang, otot, sendi) sedemikian rupa sehingga untuk berhasilnya pendidikan
mereka perlu mendapatkan perlakuan khusus.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyandang cacat tubuh
(tuna daksa) adalah individu yang lahir dengan cacat fisik bawaan, kehilangan
anggota badan, kelainan motorik karena kerusakan syaraf dan kekurangan yang
menetap pada alat gerak sehingga untuk berhasilnya pendidikan mereka perlu
mendapatkan perlakuan khusus.

Universitas Sumatera Utara

3. Faktor-faktor Penyebab Kecacatan


Kecacatan yang dialami oleh seseorang dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu faktor dari dalam ataupun faktor dari luar individu.
Cacat genetik (bawaan) adalah suatu kelainan/cacat yang dibawa sejak lahir
baik fisik maupun mental. Cacat bawaan dapat disebabkan akibat kejadian sebelum
kehamilan, selama kehamilan dan saat melahirkan atau masa prenatal. Cacat ini dapat
disebabkan oleh penyakit genetik, pengaruh lingkungan baik sebelum pembuahan
(bahan mutagenik) maupun setelah terjadi pembuahan (bahan teratogenik) (Faradz,
2001). Sedangkan cacat akibat kecelakaan merupakan kelainan/cacat yang terjadi
pada individu akibat kecelakaan yang dapat berupa kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
kerja, kebakaran, tersiram air keras, jatuh, tertimpa benda-benda berat, dan lain-lain.
4. Hambatan-hambatan Kecacatan
Hambatan-hambatan yang dialami oleh orang yang mengalami kecacatan
antara lain:
a. Sosialisasi
Dalam aspek sosialisasi terdapat dua faktor yang menjadi penghambat
bagi orang cacat, yaitu faktor dari dalam diri (internal) dan dari luar
(eksternal). Faktor internal meliputi rasa rendah diri, tidak percaya diri,
merasa berbeda dari orang lain yang kondisi fisiknya normal dan sering
kali merasa takut dirinya akan menjadi beban bagi orang lain. Perasaanperasaan tersebut yang sering kali menjadi penghambat seorang yang
cacat untuk bersosialisasi dengan orang lain. Selain itu, lingkungan yang

Universitas Sumatera Utara

tidak aksesibel juga menjadi penghambat utama bagi penyandang cacat


untuk dapat melakukan mobilitas sosial.
b. Pekerjaan
Tantangan lainnya yang dirasa berat bagi penyandang cacat adalah
masalah pekerjaan. Kondisi mereka yang cacat kurang memungkinkan
mereka untuk bergerak dengan bebas seperti orang normal. Ini membuat
kebanyakan orang beranggapan bahwa orang cacat kurang berkompeten
untuk melakukan pekerjaan dan hanya akan memberikan kesulitan bagi
orang lain karena kecacatan yang dimilikinya. Padahal orang cacat juga
perlu untuk memiliki pekerjaan sebagai bentuk penyaluran hobi dan
pengetahuan yang dimilikinya.
c. Mencari pasangan
Setiap individu memiliki hasrat untuk memiliki pasangan, menikah dan
berkeluarga apalagi ketika individu memasuki tahap dewasa awal karena
hal tersebut merupakan salah satu tugas perkembangan yang harus
dilewatinya. Akan tetapi kondisi fisik yang cacat membuat individu
membatasi diri dari lingkungan sosial dan memiliki sedikit teman. Hal itu
dikarenakan mereka merasa rendah diri dan malu dengan kondisi fisiknya
apalagi sebelumnya mereka memiliki fisik yang normal. Mereka juga
beranggapan apabila mereka kelak menikah, mereka hanya akan
mempersulit hidup pasangannya kelak. Selain itu, masyarakat juga

Universitas Sumatera Utara

beranggapan bahwa memiliki menantu yang cacat merupakan suatu hal


yang memalukan.
d. Emosi
Secara umum, kekurangan fisik yang dimiliki individu akan membuat
individu tersebut memiliki perasaan yang sensitif. Perasaan tidak mampu
dan rendah diri yang berlebihan sering menjadikan mereka mudah
tersinggung

oleh

kata-kata

dan

segala

sesuatu

yang

dianggap

menyepelekan dan menyinggung kekurangan mereka. Mereka juga sering


berprasangka dan mudah curiga terhadap orang lain.

C. Kebahagiaan
1. Defenisi kebahagiaan
Seligman (2005) menjelaskan kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu
pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktifitas positif yang yang tidak
mempunyai komponen perasaan sama sekali. Seligman memberikan gambaran
individu yang mendapatkan kebahagiaan yang autentik (sejati) yaitu individu yang
telah dapat mengidentifikasi dan mengolah atau melatih kekuatan dasar (terdiri dari
kekuatan dan keutamaan) yang dimilikinya dan menggunakannya pada kehidupan
sehari-hari, baik dalam pekerjaan, cinta, permainan, dan pengasuhan.
Kebahagiaan merupakan konsep yang subjektif karena setiap individu
memiliki tolak ukur yang berbeda-beda. Setiap individu juga memiliki faktor yang
berbeda sehingga bisa mendatangkan kebahagiaan untuknya. Faktor-faktor itu antara

Universitas Sumatera Utara

lain uang, status pernikahan, kehidupan sosial, usia, kesehatan, emosi negatif,
pendidikan, iklim, ras, dan jenis kelamin, serta agama atau tingkat religiusitas
seseorang (Seligman, 2005).
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan adalah
suatu keadaan individu yang berada dalam aspek positif (perasaan yang positif) dan
untuk

mencapai

kebahagiaan

yang

autentik,

individu

harus

dapat

mengidentifikasikan, mengolah, dan melatih serta menggunakan kekuatan (strength)


serta keutamaan (virtue) yang dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Aspek aspek kebahagiaan
Menurut Seligman dkk, ada lima aspek utama yang dapat menjadi sumber
kebahagiaan sejati, yaitu :
a. Menjalin hubungan positif dengan orang lain
Hubungan yang positif bukan sekedar memiliki teman, pasangan, ataupun
anak. Status perkawinan dan kepemilikan anak tidak dapat menjamin
kebahagiaan seseorang.
b. Keterlibatan penuh
Bagaimana seseorang melibatkan diri sepenuhnya dalam pekerjaan yang
ditekuni. Keterlibatan penuh bukan hanya pada karir, tetapi juga dalam
aktivitas lain seperti hobi dan aktivitas bersama keluarga. Keterlibatan penuh
membutuhkan partisipasi aktif dari orang yang bersangkutan. Dengan
melibatkan diri secara penuh, bukan hanya fisik yang beraktivitas, tetapi hati
dan pikiran juga turut serta.

Universitas Sumatera Utara

c. Temukan makna dalam keseharian


Dalam keterlibatan penuh dan hubungan positif dengan orang lain tersirat satu
cara lain untuk dapat bahagia, yakni temukan makna dalam apapun yang
dilakukan.
d. Optimis, namun tetap realistis
Orang yang optimis ditemukan lebih berbahagia. Mereka tidak mudah cemas
karena menjalani hidup dengan penuh harapan.
e. Menjadi pribadi yang resilien
Orang yang berbahagia bukan berarti tidak pernah mengalami penderitaan.
Karena kebahagiaan tidak bergantung pada seberapa banyak peristiwa
menyenangkan yang dialami. Melainkan sejauh mana seseorang memiliki
resiliensi, yakni kemampuan untuk bangkit dari peristiwa yang terpahit
sekalipun.
3. Karakteristik Orang Yang Bahagia
Setiap orang bisa sampai kepada kebahagiaan akan tetapi tidak semua orang
bisa memiliki kebahagiaan. Menurut David G. Myers, seorang ahli kejiwaan yang
berhasil mengadakan penelitian tentang solusi mencari kebahagiaan bagi manusia
modern. Ada empat karakteristik menurut Myers (1994) yang selalu ada pada orang
yang memiliki kebahagiaan dalam hidupnya, yaitu :
a.

Menghargai diri sendiri


Orang yang bahagia cenderung menyukai dirinya sendiri. Mereka cenderung
setuju dengan pernyataan seperti Saya adalah orang yang menyenangkan.

Universitas Sumatera Utara

Jadi, pada umumnya orang yang bahagia adalah orang yang memiliki
kepercayaan diri yang cukup tinggi untuk menyetujui pernyataan seperti
diatas.
b.

Optimis
Ada dua dimensi untuk menilai apakah seseorang termasuk optimis atau
pesimis, yaitu permanen (menentukan berapa lama seseorang menyerah) dan
pervasif (menentukan apakah ketidakberdayaan melebar ke banyak situasi).
Orang yang optimis percaya bahwa peristiwa baik memiliki penyebab
permanen dan peristiwa buruk bersifat sementara sehingga mereka berusaha
untuk lebih keras pada setiap kesempatan agar ia dapat mengalami peristiwa
baik lagi (Seligman, 2005). Sedangkan orang yang pesimis menyerah di
segala aspek ketika mengalami peristiwa buruk di area tertentu.

c.

Terbuka
Orang yang bahagia biasanya lebih terbuka terhadap orang lain. Penelitian
menunjukkan bahwa orang orang yang tergolong sebagai orang extrovert
dan mudah bersosialisasi dengan orang lain ternyata memiliki kebahagiaan
yang lebih besar.

d.

Mampu mengendalikan diri


Orang yang bahagia pada umumnya merasa memiliki kontrol pada hidupnya.
Mereka merasa memiliki kekuatan atau kelebihan sehingga biasanya mereka
berhasil lebih baik di sekolah atau pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara

4. Faktor faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan


Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebahagiaan
seseorang:
1) Budaya
Triandis (2000) mengatakan faktor budaya dan sosial politik yang spesifik
berperan dalam tingkat kebahagiaan seseorang ( dalam Carr, 2004). Hasil penelitian
lintas budaya menjelaskan bahwa hidup dalam suasana demokrasi yang sehat dan
stabil lebih daripada suasana pemerintahan yang penuh dengan konflik militer (Carr,
2004). Carr (2004), mengatakan bahwa budaya dengan kesamaan sosial memiliki
tingakat kebahagiaan yang lebih tinggi. Kebahagiaan juga lebih tinggi pada
kebudayaan individualitas dibandingkan dengan kebudayaan kolektivistis (Carr,
2004). Carr (2004) juga menambahkan kebahagiaan lebih tinggi dirasakan di negara
yang sejahtera di mana institusi umum berjalan dengan efisien dan terdapat hubungan
yang memuaskan antara warga dengan anggota birokrasi pemerintahan.
2) Kehidupan Sosial
Penelitian yang dilakukan oleh Seligman dan Diener (Seligman 2005)
menjelaskan hampir semua orang dari 10% orang yang paling bahagia sedang terlibat
dalam hubungan romantis. Menurut Seligman (2005), orang yang sangat bahagia
menjalani kehidupan sosial yang kaya dan memuaskan, paling sedikit menghabiskan
waktu sendirian dan mayoritas dari mereka bersosialisasi.
3) Agama atau Religiusitas

Universitas Sumatera Utara

Orang yang religius lebih bahagia dan lebih puas terhadap kehidupan daripada
orang yang tidak religius (Seligman, 2005). Selain itu keterlibatan seseorang dalam
kegiatan keagamaan atau komunitas agama dapat memberikan dukungan sosial bagi
orang tersebut (Carr, 2004). Carr (2004) juga menambahkan keterlibatan dalam suatu
agama juga diasosiasikan dengan kesehatan fisik dan psikologis yang lebih baik yang
dapat dilihat dari kesetiaan dalam perkawinan, perilaku sosial, tidak berlebihan dalam
makanan dan minuman, dan bekerja keras.
4) Pernikahan
Seligman (2005) mengataka bahwa pernikahan sangat erat hubungannya
dengan kebahagiaan. Menurut Carr (2004), ada dua penjelasan mengenai hubungan
kebahagiaan dengan pernikahan, yaitu orang yang lebih bahagia lebih atraktif sebagai
pasangan daripada orang yang tidak bahagia. Penjelasan kedua yaitu pernikahan
memberikan banyak keuntungan yang dapat membahagiakan seseorang, diantaranya
keintiman psikologis dan fisik, memiliki anak, membangun keluarga, menjalankan
peran sebagai orang tua, menguatkan identitas dan menciptakan keturunan (Carr,
2004). Kebahagiaan orang yang menikah memengaruhi panjang usia dan besar
penghasilan dan ini berlaku bagi pria dan wanita (Seligman, 2005). Carr (2004),
menambahkan orang yang bercerai atau menjanda lebih bahagia pada budaya
kolektifis dibandingkan dengan budaya individualis karena budaya kolektifis
menyediakan dukungan social yang lebih besar daripada budaya individualis.

Universitas Sumatera Utara

5) Usia
Penelitian dahulu yang dilakukan oleh Wilson mengungkapkan kemudaan
dianggap mencerminkan keadaan yang lebih bahagia (Seligman, 2005). Namun
setelah diteliti lebih dalam ternyata usia tidak berhubungan dengan kebahagiaan
(Seligman, 2005). Sebuah penelitian otoratif atas 60.000 orang dewasa dari 40 bangsa
membagi kebahgiaan dalam tiga komponen, yaitu kepuasan hidup, afek positif dan
afek negatif (Seligman, 2005). Kepuasan hidup sedikitmeningkat sejalan dengan
betambahnya usia, afek positif sedikit melemah dan afek negatif tidak berubah
(Seligman, 2005). Seligman (2005) menjelaskan hal yang berubah ketika seseorang
menua adalah intensitas emosi dimana perasaan mencapai puncak dunia dan
terpuruk dalam keputusasaan berkurang seiring dengan bertambhanya umur dan
pengalaman.
6) Uang
Banyak penelitian

yang dilakukan untuk melihat

hubungan antara

kebahagiaan dan uang (Seligman, 2005). Umumnya penelitian yang dilakukan


dengan cara membandingkan kebahagiaan antara orang yang tinggal di negara kaya
dengan orang yang tinggal di negara miskin. Perbandingan lintas-negara sulit untuk
dijelaskan karena negara yang lebih kaya juga memiliki angka buta huruf yang lebih
rendah, tingkat kesehatan yang lebih baik, pendidikan yang lebih tinggi, kebebasan
yang lebih luas dan barang materil yang lebih banyak (Seligman, 2005). Seligman
(2005) menjelaskan bahwa di negara yang sangat miskin, kaya berarti bias lebih
bahagia. Namun di negara yang lebih makmur dimana hampir semua orang

Universitas Sumatera Utara

memperoleh kebutuhan dasar, peningkatan kekayaan tidak begitu berdampak pada


kebahgiaan (Seligman, 2005). Seligman (2005), menyimpulkan penilaian seseorang
terhadap uang akan mempengaruhi kebahagiaannya lebih daripada uang itu sendiri.
7) Kesehatan
Kesehatan objektif yang baik tidak begitu berkaitan dengan kebahagiaan
(Seligman, 2005). Menurut Seligman (2005), yang penting adalah persepsi subjektif
kita terhadap seberapa sehat diri kita. Berkat kemampuan beradapatasi terhadap
penedritaan, seseorang bisa menilai kesehatannya secara positif bahkan ketika sedang
sakit. Ketika penyakit yang menyebabkan kelumpuhan sangat parah dan kronis,
kebahagiaan dan kepuasan hidup memang menurun (Seligman, 2005). Seligman
(2005) juga menjelaskan orang yang memiliki lima atau lebih masalah kesehatan,
kebahagiaan mereka berkurang sejalan dengan waktu.
8) Jenis Kelamin
Jenis kelamin memiliki hubungan yang tidak konsisten dengan kebahagiaan.
Wanita memiliki kehidupan emosional yang lebih ekstrim daripada pria. Wanita lebih
banyak mengalami emosi positif dengan intensitas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pria. Tingkat emosi rata-rat pria dan wanita tidak berbeda namun wanita lebih
bahagia dan lebih sedih daripada pria (Seligman, 2005).

Universitas Sumatera Utara

D. Gambaran Kebahagiaan Pada Penyandang Tuna Daksa Dewasa Awal


Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang
menurut Havighurst (Hurlock, 1999) diartikan sebagai tugas yang muncul pada saat
atau sekitar periode tertentu dari kehidupan individu. Setiap individu yang telah
memasuki

masa

kedewasaannya

dituntut

untuk

melaksanakan

tugas-tugas

perkembangan sesuai usianya yang salah satunya adalah mulai bekerja dan
menemukan calon pasangan hidup (Havighurst dalam Dariyo, 2003). Havighurst (dalam
Dariyo, 2003) juga mengatakan masa dewasa awal adalah masa untuk mencapai
puncak prestasi. Dengan semangat yang menyala-nyala dan penuh idealisme, mereka
bekerja keras dan bersaing dengan teman sebaya (atau kelompok yang lebih tua)
untuk menunjukkan prestasi kerja.
Seseorang yang mengalami cacat genetik mempunyai perbedaan yang penting
bila dibandingkan dengan orang yang mengalami kecacatan setelah lahir (dewasa).
Walaupun orang yang mengalami cacat bawaan mengalami perasaan tertolak oleh
lingkungan, rendah diri, dan mendapatkan stereotype negatif dari masyarakat tetapi
mereka sudah dapat menerima keadaan/kondisi fisik mereka yang cacat. Adanya
dukungan keluarga, saudara, dan teman-teman sebaya membuat mereka lebih dapat
menerima kondisi fisiknya, lebih tabah, hal yang positif, semangat mereka untuk
lebih siap menghadapi lingkungan bahkan mereka sudah mempersiapkan cita-cita
dari awal (Faradz, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Adanya semangat hidup untuk menjalani kehidupan membuat seseorang


menjadi merasa bahagia. Merasa bahagia dan selalu berpikir positif adalah salah satu
kunci penting dalam menjalani kehidupan. Orang-orang percaya bahwa kebahagiaan
adalah tujuan hidup manusia. Menurut Myers dan Diener (dalam Duffy dan Atwater,
2005) kebahagiaan merujuk pada banyaknya pikiran positif tentang kehidupan yang
dijalani seseorang. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Carr (2004) menyatakan
bahwa kebahagiaan adalah keadaan psikologis yang positif yang terlihat dari
tingginya tingkat kepuasan hidup, tingkat perasaan positif, dan rendahnya tingkat
perasaan negatif.

Universitas Sumatera Utara

E. Paradigma Berpikir Penelitian


Dewasa Awal

Kondisi fisik sehat

Kondisi fisik tidak sehat

- Penolakan
- Penerimaan
- Menikah
- Bekerja

Mendapat penolakan:
- rendah diri
- malu
Mendapat penerimaan:
- mampu bersosialisasi
- mampu berpikiran positif
- mampu memenuhi tugas
perkembangan

Bahagia

Aspek-aspek
Kebahagiaan

Karakteristik
Orang Yang
Bahagia

Keterangan:

: Terdiri dari
: Menyebabkan
: Mempengaruhi
: Yang ingin
diteliti

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai